Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULULUAN

1. 1. LATAR BELAKANG

Cedera medulla spinalis adalah masalah kesehatan mayor , dan cedera


medulla spinalis lebih dominant pada pria usia muda sekitar lebih dari 75% dari
seluruh cedera. Setengah dari kasus ini adalah kecelakaan kendaraan bermotor;
selain itu banyak akibat jatuh, olahraga,kejadian industri dan luka tembak. Dua
pertiga kejadian adalah usia30 tahun atau lebih mudah
Vertebra yang paling sering mengalami cedera adalah medulla spinalis pada
daera servikal (leher) ke 5,6 dan 7, Torakal ke-12 dan lumbal pertama. Vertebra
ini paling rentang karena ada rentang mobilitas yang lebih besar dalam kolumna
vertebral dalam area ini.
Cedara kolumna vertebralis, dengan atau tampa defesit neurologist, harus
selalu dicari dan disingkirkan pada penderita dengan cedera multiple. Setiap
cedera diatas klavikula harus dicuruigai adanyacedera tulang leher (c-spine).
Sekitar 15% penderita yang mengalami akan mengalami cedera pada spine
sekitar 55% cedera tulang belakang terjadi pada daera servikal. 15% pada daera
torakal, 15% pada torakolumbar, serta 15 % pada daera lumbo sacral, sekitar 5%
dari penderita yang mengalami cedera kepela juga menderita cedera tulang
belakang. Dimana 25% cedera tulang belakang menderita sedikitnya cedera
kepala ringan.
Dokter dan tim medis yang menolong penderita cedera tulang belekang harus
selalu berhati – hati bahwa manipulasi yang berlebihan serta immobilisasi yang
tidak adekuat akan menambah kerusakan neurologik dan memperburuk prognosis
penderita. Kurang lebih 5% akan timbul gejala neurologist atau memburuknya
keadaan setalah penderita mencapai UGD. Hal ini disebabkan karena iskemia
atau udema progresip pada sumsun tulang belakang.hal ini juga disebabkan oleh

1
kegagalan mempertahankan immobilisasi yang adekuat. Selama tulang belakang
penderita dilindungi, evaluasi tulang belakang dapat ditunda dengan aman,
terutama bila ditemukan instabilitas sistemik, seperti hipotensi dan pernapasan
yang adekuat. Pergerakan penderita dengan kolumna pertebralis yang tidak stabil
akan memberikan resiko kerusakan lebh lanjut sumsun tulang belakang.
Menyingkirkan kemungkinan adanya cedera tulang belakang lebih mudah
pada penderita sadar dibandingkan dalam keadaan koma atau penurunan tingkat
kesadaran, proses tidak sederhana dan dokter yang menangani berkewajiban
memperoleh foto rongsen yang tepat untuk menyingkirkan adanya cedera tulang
belakang, dan bila tidak berhasil maka immobilisasi pasien harus diperhatikan.

1. 2. PERUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang diatas untuk mengetahui lebih lanjut tentang


penatalaksanaan pada cedera medulla spinalis, maka kami menyusun rumusan
masalah sebagai berikut :
1. Menjelaskan tentang pengertian Trauma medulla spinalis.
2. Menjelaskan tentang etiologi cedera medulla spinalis
3. Menjelaskan tentang anatomi dan patofisiologi medulla spinalis
4. Menjelaskan manifestasi klinik dari cedera medulla spinalis
5. menjelaskan bagaimana peñatalaksanaan umum (survey primer dan
secunder)
6. Menyusun askep pada klien dengan masalah cedera medulla spinalis

2
BAB II
PEMBAHASAN

2. 1. PENGERTIAN
Cedera Medula spinalis dalah cedera yang biasanya berupa fraktur
atau cedera lain pada tulang vertebra, korda spinalis itu sendiri, yang terletak
didalam kolumna vertebralis, dapat terpotong, tertarik,terpilin atau tertekan..
kerusakan pada kolumna vertaebralis atau korda dapat terjadi disetiap
tingkatan,kerusakan korda spinalis dapat mengenai seluruh korda atau hanya
separuhnya.

2. 2. ETIOLOGI
Penyebab tersering adalah kecelakaan mobil, kecelakaan motor,
jatuh,cedera olah raga, dan luka akibat tembakan atau pisau.

2.. 3. ANATOMI DAN FISIOLOGI MEDULA SPINALIS


Medula Spinalis berasal dari bagian kaudal dari medulla oblongata
pada foramen magnum. Pada orang dewasa biasanya berakhir pada batas
tulang L1 sebagai konus medularis. Dibawah level ini terdapat kauda ekuina,
yang lebih tahan terhadap trauma .dari bayak traktus dari medulla spinalis
hanya 3 yang dapat diperiksa secara klinis:
a. Traktus kortikospinal
b. Traktus spinotalamikus
c. Kolum posterior
Tiap –tiap traktus terdapat satu pasang yang dapat mengalami
kerusakan pada satu sisi atau kedua sisi medulla spinalis, traktus
kortikospinalis terdapat pada daerah segmen posterolateral medulla spinalis
dan fungsinya adalah mengontrol kekuatan motoris pada sisi yang sama pada
tubuh yang dapat diuji dengan kontraksi otot yang volunter atau respon

3
involuter terhadap stimulus nyeri. Traktus spinotslsmikus pada daerah antero
lateral pada medulla spinalis mentransmisikan sensasi nyeri dan termperatur
dari sisi yang berlawanan dari tubuh. Secara umum dapat dilakukan test
dengan pin prick dan raba halus kolum posterior membawa propriseptif,
vibrasi dan sensasi raba halus dari sisi yang sama dari tubuh, dan kolum ini
diuji dengan rasa posisi pada jari atau vibrasi dengan garfu tala.
Bila tidak terdapat fungsi, baik motoris maupun sensoris dibawah
level, ini dikenal sebagai complet spinal cord injury ( cedera medulla spinalis
komplit). Bila masih terdapat fungsi motoris atau sensoris, ini disebut sebagai
incomplete injury dan perianal (sacral sparing)mungkin hanya satu – satunya
tanda yang tertinggal.

2.. 3. PATOFISIOLOGI
Kerusakan meduala spinalis berkisar dari komosio sementara (di mana
pasien sembuh sempurna) sampai kontusio, laserasi, dan kompresi substabsia
medulla (baik salah satu atau dalam kombinasi)sampai transeksi lengkap
medulla ( yang membuat pasiaen paralysis dibawah tingkat cedera)
Bila hemoragi terjadi pada daerah medulla spinalis, darah dapat
merembes kekstrakaudal, subdural atau subarakhnoid pada kanal
spinal.segera setelah terjadi kontusion atau robekan akibat cedera, serabut –
serabut saraf mulai membengkak dan hancur. Sirkulasi drah dan subtansia
grisea medulla spinalis, tetapi proses patogenik dianggap menyebabkan
kerusakan yang terjadi pada cedera pembuluh darah medulla spinalis, tetapi
proses patogenik dianggap menimbulkan kerusakan yang terjadi pada cedera
medulla spinalis akut. Suatu rantai sekunder kejadian – kejadian yang
menimbulkan iskemia,hipoksia, edema, dan lesi-lesi hemoragi, yang pada
gilirannya menyepabkan kerusakan meilin dan akson.
Reaksi ini diyakini menjadi penyebab prinsip degenarasi medulla
spinalis pada tingkat cedera, sekarang dianggap reversible sampai 6 jam

4
setelah cedera. Untuk itu jika kerusakan medulla tidak dapat diperbaiki, maka
beberapa metode mengawali pengobatan dengan menggunakan kortikosteroid
dan obat – obat antiimflamasi lainnya yang dibutuhkan untuk mencegah
kerusakan sebagian dari perkembangannya, masuk kedalam kerusakan total
dan menetap.

2. 4. MANIPESTASI KLINIK
Jika dalam keadaan sadar, pasien biasanya mengeluh nyeri akut pada
belakang leher, yang menyebar sepanjang saraf yang terkena. Pasien sering
mengatakan takut kalau leher atau punggungnya patah. Cedera saraf spinal
dapat menyebabkan gambaran paraplegia atau quadriplegia. Akibat dari
cedera kepala bergantung pada tingkat cedera pada medulla dan tipe cedera.
Tingakat neurologik yang berhubungan dengan tingkat fungsi sensori
dan motorik bagian bawah yang normal. Tingkat neurologik bagian bawah
mengalami paralysis sensorik dan motorik otak, kehilangan kontrol kandung
kemih dan usus besar (biasanya terjadi retansi urin dan distensi kandung
kemih , penurunan keringat dan tonus vasomotor, dan penurunan tekanan
darah diawali dengan retensi vaskuler perifer.
Cedera medulla spinalis dapat diklasifikasikan sesuai dengan :
level,beratnya deficit neurologik, spinal cord syndrome, dan morfologi.
A. Level
Level neurologist adalah segmen paling kaudal dari medulla spinalis
yang masih dapat ditemukan sensoris dan motoris yang normal di kedua sisi
tubuh. Bila kata level sensoris digunakan, ini menunjukan kearah bagian
segmen bagian kaudal medulla spinalis dengan fungsi sensoris yang normal
pada ke dua bagian tubuh. Level motoris dinyatakan seperti sensoris, yaitu
daerah paling kaudal dimana masih dapat ditemukan motoris dengan tenaga
3/5 pada lesi komplit, mungkin masih dapat ditemukan fungsi sensoris
maupun motoris di bawah level sensoris/motoris. Ini disebut sebagai daerah

5
dengan “preservasi parsial”. Penentuan dari level cedera pada dua sisi adalah
penting. Terdapat perbedaan yang jelas antara lesi di bawah dan di atas T1.
Cedera pada segmen servikal diatas T1 medula spinalis menyebabkan
quadriplegia dan bila lesi di bawah level T1 menghasilkan paraplegia. Level
tulang vertebra yang mengalami kerusakan, menyebabkan cedera pada
medulla spinalis. Level kelainan neurologist dari cedera ini ditentukan hanya
dengan pemeriksaan klinis. Kadang-kadang terdapat ketidakcocokan antara
level tulang dan neurologis disebapkan nervus spinalis memasuki kanalais
spinalis melalui foramina dan naik atau turun didalam kanalis spinalis
sebelem betul-betul masuk kedalam medulla spinalis. Ketidakcocokan akan
lebih jelas kearah kaudal dari cedera. Pada saat pengelolaan awal level
kerusakan menunjuk kepada kelainan tulang, cedera yang dimaksudkan level
neurologist.
B. Beratnya Defisit Neurologis
Cedera medulla spinalis dapat dikategorikan sebagai paraplegia tidak
komplit, paraplegia komplit, kuadriplegia tidak komplit, dan kuadraplegia
komplit. Sangat penting untuk menilai setiap gejala dari fungsi medulla
spinalis yang masih tersisa. Setiap fungsi sensoris atau motoris dibawah
level cedera merupakan cedera yang tidak komplit. Termasuk dalam cedera
tidak komplit adalah :
1. Sensasi (termasuk sensasi posisi) atau gerakan
volunteer pada ekstremitas bawah.
2. Sakra l sparing, sebagai contoh : sensasi perianal,
kontraksi
sphincter ani secara volunter atau fleksi jari kaki volunter.
Suatu cedera tidak dikualifikasikan sebagai tidak komplit hanya
dengan dasar adanya reservasi refleks sacral saja, misalnya
bulbocavernosus, atau anal wink. Refleks tendo dalam juga mungkin
dipreservasi pada cedera tidak komplit.

6
C. Spinal Cord Syndrome
Beberapa tanda yang khas untuk cidera neurologist kadang-
kadang dapat dilihat pada penderita dengan cidera medulla spinalis.
Pada sentral cord syndrome yang khas adalah bahwa kehilangan
tenaga pada ekstremitas atas, lebih besar disbanding ekstremitas bawah,
dengan tambahan adanya kehilangan adanya sensasi yang bervariasi.
Biasanya hal ini terjadi biasanya terjadi cidera hiperekstensi pada
penderita dengan riwayat adanya stenosis kanalis sevikalis (sering
disebabkan oleh osteoarthritis degeneratif). Dari anamnesis umumnya
ditemukan riwayat terjatuh ke depan yang menyebabkan tumbukan pada
wajah yang dengan atau tanpa fraktur atau dislokasi tulang servikal.
Penyembuhannya biasanya mengikuti tanda yang khas dengan
penyembuhan pertama pada kekuatan ekstremitas bawah. Kemudian
fungsi Kandung kencing lalu kearah proksimal yaitu ekstremitas atas dan
berikutnya adalah tangan. Prognosis penyembuhannya sentral cord
syndrome lebih baik dibandingkan cedera lain yang tidak komplit. Sentral
cord syndrome diduga disebabkan karena gangguan vaskuler pada daerah
medulla spinalis pada daerah distribusi arteries spinalis anterior. Arteri ini
mensuplai bagian tengah medulla spinalis. Karena serabut saraf motoris
ke segmen servikal secara topografis mengarah ke senter medulla
spinalis, inilah bagian yang paling terkena.
Anterior cord syndrome ditandai dengan adanya paraplegia dan
kehilangan dissosiasi sensoris terhadap nyeri dan sensasi suhu. Fungsi
komna posterior (kesadaran posisi, vibrasi, tekanan dalam) masih
ditemukan.Biasanya anterior cord syndrome disebabkan oleh infark
medulla spinalis pada daerah yang diperdarahi oleh arteri spinalis
anterior. Sindrom ini mempunyai prognosis yang terburuk diantara cidera
inkomplik.

7
Brown Sequard Sydrome timbul karena hemiksesi dari medulla
spinalis dan akan jarang dijumpai. Akan tetapi variasi dari gambaran
klasik cukup sering ditemukan.Dalam bentuk yang asli syndrome ini
terdiri dari kehilangan motoris opsilateral (traktus kortikospinalis) dan
kehilangan kesadaran posisi (kolumna posterior) yang berhubungan
dengan kehilangan disosiasi sensori kontralateral dimulai dari satu atau
dua level dibawah level cedera (traktus spinotalamikus). Kecuali kalau
syndrome ini disebabkan oleh cedera penetrans pada medulla
spinalis,penyembuhan (walaupun sedikit) biasanya akan terjadi.
D. Morfologi
Cedera tulang belakang dapat dibagi atas fraktur, fraktur dislokasi,
cedera medulla spinalis tanpa abnormalitas radiografik (SCIWORA), atau
cedera penetrans. Setiap pembagian diatas dapat lebih lanjut diuraikan
sebagai stabil dan tidak stabil.Walaupun demikian penentuan stabilitas tipe
cedera tidak selalu seerhana dan ahlipun kadang-kadang berbeda
pendapat. Karena itu terutama pada penatalaksanaan awal penderita,
semua penderita dengan deficit neurologist,harus dianggap mempunyai
cedera tulang belakang yang tidak stabil. Karena itu penderita ini harus
tetap diimobolisasi sampai ada konsultasi dengan ahli bedah saraf/
ortofedi.
Cedera servikal dapat disebabkan oleh satu atau kombinasi dari
mekanisme cedera ; (1) pembebanan aksial (axial loading), (2) fleksi, (3)
ekstensi, (4) rotasi, (5) lateral bending, dan (6) distraksi. Cedera dibawah
ini mengenai kolumna spinalis, dan akan diuraikan dalam urutan
anatomis, dari cranial mengarah keujung kaudal tulang belakang.
Dislokasi atlanto – oksipita (atlanto – occipital dislokatiaon)
Cedera ini jarang terjadi dan timbul sebagai akibat dari trauma fleksi
dan distraksi yang hebat. Kebanyakan penderita meninggal karena
kerusakan batang otak. Kerusakan neurologist yang berat ditemukan pada

8
level saraf karanial bawah.kadang –kadang penderita selamat bila
resusitasi segera dilakukan ditempat kejadian.
Fraktur atlas (C-1)
Atlas mempunyai korpus yang tipis dengan permukaan sendi yang
lebar. Fraktur C-1 yang palig umum terdiri dari burst fraktur (fraktur
Jefferson).mekanisme terjadinya cedera adalah axial loading, seperti
kepala tertimpa secara vertical oleh benda berat atau penderita terjatu
dengan puncak kepala terlebih dahulu. Fraktur jefeferson berupa
kerusakan pada cincin anterior maupun posterior dari C-1, dengan
pergeseran masa lateral. Fraktur akan terlihat jelas dengan proyeksi open
mouth dari daerah C-1 dan C-2 dan dapat dikomfirmasikan dengan CT
Scan. Fraktur ini harus ditangani secara awal dengan koral sevikal.
Rotary subluxation dari C-1
Cedera ini banyak ditemukan pada anak –anak. Dapat terjadi spontan
setelah terjadi cedera berat/ ringan, infeksi saluran napas atas atau
penderita dengan rematoid arthritis. Penderita terlihat dengan rotasi
kepala yang menetap. .pada cedera ini jarak odontoid kedua lateral mass
C-1 tidak sama, jangan dilakukan rotasi dengan paksa untuk
menaggulangi rotasi ini, sebaiknya dilakukan imobilisasi. Dan segera
rujuk.
Fraktur aksis(C-2)
Aksis merupakan tulang vertebra terbesar dan mempunyai bentuk
yang istimewah karena itu mudah mengalami cedera.
1. fraktur odontoid
kurarng 60% dari fraktur C-2 mengenai odontoid suatu tonjolan
tulang berbentuk pasak. Fraktur ini daoat diidentifikasi dengan foto
ronsen servikal lateral atau buka mulut.
2. fraktur dari elemen posterior dari C-2

9
fraktur hangman mengenai elemen posterior C-2, pars interartikularis
20 % dari seluruh fraktur aksis fraktur disebabkan oleh fraktur ini.
Disebabkan oleh trauma tipe ekstensi, dan harus dipertahankan dalam
imobilisasi eksternal.
Fraktur dislocation ( C-3 sampai C-7)
Fraktur C-3 saangat jarang terjadi, hal ini mungkin disebabkan
letaknya berada diantara aksis yang mudah mengalami cedera dengan titik
penunjang tulang servikal yang mobile, seperti C-5 dan C-6, dimana
terjadi fleksi dan ekstensi tulang servikal terbesar.
Fraktur vertebra torakalis ( T-1 sampai T-10)
Fraktur vertebra Torakalis dapat diklasifikasikan menjadi 4 kategori :
(1) cedera baji karena kompresi bagian korpus anterior, (2) cedera bursi,
(3) fraktur Chance, (4) fraktur dislokasi.
Axial loading disertai dengan fleksi menghasilkan cedera kompresi
pada bagian anterior. Tip kedua dari fraktur torakal adalah cedera burst
disebabkan oleh kompresi vertical aksial. Fraktur dislokasi relative jarang
pada daerah T-1 sampai T-10.
Fraktur daerah torakolumbal (T-11 sampai L-1)fraktur lumbal
Fraktur di daerah torakolumbal tidak seperti pada cedera tulang
servikal, tetapi dapat menyebabkan morbiditas yang jelas bila tidak
dikenali atau terlambat mengidentifikasinya. Penderita yang jatuh dari
ketinggian dan pengemudi mobil memakai sabuk pengaman tetapi dalam
kecepatan tinggi mempunyai resiko mengalami cedera tipe ini. Karena
medulla spinalis berakhir pada level ini , radiks saraf yang membentuk
kauda ekuina bermula pada daerah torakolumbal.
Trauma penetrans
Tipe trauma penetrans yang paling umum dijumpai adalah yang
disebabkan karena luka tembak atau luka tusuk. Hal ini dapat dilakukan
dengan mengkombinasikan informasi dari anamnesis, pemeriksaan klinis,

10
foto polos dan CT scan. Luka penetrans pada tulang belakang umumnya
merupakan cedera yang stabil kecuali jika disebabkan karena peluru yang
menghancurkan bagian yang luas dari columna vertebralis.

2. 5. PENATALAKSANAAN
Tujuan peñatalaksanaan adalah mencegah cedera medulla spinalis
lanjut dan mengopservasi gejala penurunan neurologik. Pasiaen
diresusitasi bila perlu, dan stabilitas oksigenasi dan kardiovaskuler
dipertahankan.
1. Penilaian Dan Pengelolaan Cedera Medulla Spinalis ( Fase Akut )
Primari survey resusitasi – penilaian cedera tulang belakang
a. Airway
Menilai airway sewaktu mempertahankan posisi tulang leher
membuat airway defenitif apabila diperlukan.
b. Breathing
Menilai dan memberikan oksigenasi yang adekuat dan bantuan
ventilasi bila diperlukan.
c. Circulation
 Bila terdapat hipotensi, harus dibedakan antara syok
hipovolemik ( penurunan takanan darah, peningkatan denyut
jantung, ekstremitas yang dingin) dari syok neurogenik
(penurunan tekanan darah, penurunan denyut jantung,
ekstremitas hangat).
 Penggantian cairan untuk menanggulangi hipovolemia
 Bila terdapat cedera medulla spinalis, pemberian cairan harus
dipandu dengan monitor CVP.
 Bila melakukan pemeriksaan colok dubur sebelum memasang
kateter, harus dinilai kekuatan spinkter serta sensasi
d. Disability – pemeriksaan neurologik singkat

11
 Tentukan tingakat kesadaran dan menilai pupil.
 Tentukan AVPU atau lebih baik dengan Glasgow coma scale
 Kenali paralysis/paresis.
Survey sekunder – penilaian neurologist
a) Memperoleh anamnesis AMPLE
 Anamnesis dan mekanisme trauma
 Riwayat medis
 Identifikasi dan mencatat obat yang diberikan kepada
penderita sewaktu datang dan selama pemeriksaan dan
penatalaksanaan
b) Penilaian ulang tingkat kesadaran dan pupil
c) Penilaian ulang skor GCS
d) Penilaian tulang belakang
 Palpasi
Rabalah seluruh bagian posterior tulang belakang dengan
melakukan log roll penderita secara hati – hati yang dinilai;
1) Deformitas dan bengkak
2) Krepitus
3) Peningkatan rasa nyeri sewaktu dipalpasi
4) Kontusio dan laserasi / luka tusuk.
 Nyeri,paralysis,parastesia
1) Ada/tidak
2) Lokasi
3) Level neurologis
 Sensasi
Tes pinprick untuk mengetahui sensasi, dilakukan pada seluruh
dermatom yang memberikan rasa.
 Fungsi motoris
 Refleks tendo dalam (kurang memberikan imformasih

12
 Pencatatan dan pemeriksaan ulang
e) Evaluasi ulang akan adanya cedera penyerta/cedera yang
tersembunyi.
Pemeriksaan untuk level cedera medulla spinalis
Penderita dengan cedera medulla spinalis mungkin mempunyai level
yang bervariasi dari deficit neurologist. Level fungsi motoris dan
sensasi harus diliai ulang secara betkala dan secara hati-hati, dan
didokumentasikan , karena tidak terlepas kemungkinan terjadi
perubahan level.
1) Pemeriksaan motoris terbaik
 Menentukan level kuadriplegia, level radiks saraf
Mengangkat siku sampai setinggi bahu – deltoid,C-5(,fleksi
lengan bawah-bisepsC-6, ekstensi lengan bawah, fleksi
pergelangan tangan dan jari – C-8, membuka jari- T-1)
 Menentukan level paraplegia, level radiks saraf
Fleksi panggul – iloopsoas, L – 2 ,ekstensi lutut – kuadriseps,
L – 3, dorsofleksi ankle – tibialis anterior L -4,, plantar fleksi
ankle – gastroknemius S – 1.
2) Pemeriksaan sensoris
Menentukan level sensasi terutama dengan melakukan level
dermatom.
Prinsip terapi bagi penderita cedera medulla spinalis
a. Perlindungan terhadap trauma lebih lanjut
Perlingdungan ini meliputi pemasangan kolar servikal semi rigid
dan long back board, melakukan modoifikasi teknik log roll untuk
mempertankan kesegarisan bagi seluruh tulang belakang, dan
melepaskan long spine board secepatnya. Immobilisasi dengan
long spine board pada penderita yang mengalami paralysis akan

13
meningkatkan resiko terjadinya ulkus decubitus pada titik
penekanan.
b. Resusitasi cairan dan monitorin
 Monitoring CVP
Cairan intara vena yang dibutuhkan pada umumnya tidak
banyak, hanya untuk maintenance saja, kecuali untuk
keperluan pengelolaan syok.
 Kateter urin
Pemasangan kateter dialakukan pada primary survey dan
resusitasi.
 Kateter lambung
Dipasang pada penderita dengan paraplegia dan kuadriplegia
untuk mencegah terjadinya distensi kandung kemih
c. Penggunaan steroid
Prinsip melakukan imobilisasi tulang belakang dan log roll
A. Penderita dewasa
Empat orang dibutuhkan untuk melakukan modifikasi log roll
dan immobilisasi penderita dan immobilisasi penderita, seperti
pada long spine board : (1) satu untuk mempertahankan
immobilisasi segaris kepala dan leher penderita; (2) satu untuk
badan(termasuik pelvis dan panggul); (3) satu untuk pelvis dan
tungkai dan,(4) satu mengatur prosedur ini mempertahankan
seluruh tubuh penderita dalam kesegarisan, tetapi masih terdapat
gerakan minimal pada tulang belakang. Saat melakukan prosedur
ini, immobilisasi sudah dilakukan pada ekstremitas yang diduga
mengalami fraktur;
 Long spine board dengan tali pengikat dipasang pada sisi
penderita

14
 Dilakukan in line immobilisasi kepala dan leher secara
manual, kemudian dipasang kolar servikal semirigid.
 Lengan penderita diluruskan dan diletakkan disamping badan
 Tungkai bawah penderita diluruskan secara hati – hati dan
diletakkan dalam posisi kesegarisan netral sesuai dengan
tulang belakang, ke2 pergelangan kaki diikat satu sama lainnya
dengan plester.
 Pertahankan kesegarisan kepala dan leher penderita sewaktu
orang kedua memegang penderita pada daerah bahu dan
pergelangan tangan.
 Dengan komando dari penolong yang mempertahankan kepala
dan leher, dilakukan log roll sebagai satu unit kearah kedua
penolong yang berada pada sisis penderita, hanya memerlukan
spine board dibawah penderita.
 Spine board terletak dibawah penderita, dan dilakukan log roll
kearah spine board.
 Demi mencegah terjadinya hiperekstensi leher dan
kenyamanan penderita maka diperlukan bantalan yang
diletakkan dibawah leher penderita.
 Bantalan, selimut yang dibulatkan diletakkan atau alat
penyangga lainnya diletakkan disebelah kiri dan kanan kepala
dan leher penderitadan kepala diikat dengan spine board.
B.Penderita anak
 Untuk immobilisasi anak diperlukan long spine board pediatric.
Bila tidak ada maka dapat menggunakan long spine board untuk
dewasa dengan gulungan selimut diletakkan diseluruh sisi tubuh
untuk mencegah pergerakan kearah lateral.
 Proporsi kepala anak jauh lebih besar dibandingkan dengan orang
dewasa, olehnya itu harus dipasang bantalang dibah bahuuntuk

15
menaikkan badan sehingga kepala yang besar pada anak tidak
menyebabkan fleksi tulang leher, sehingga dapat mempertahankan
kesegarisan tulang belakan anak.
Pengelolaan umum
Pada fase pra RS biasanya dilakukan tindakan immobilisasi
sebelum transper penderita ke UGD. Setiap penderita yang dicurigai
harus dilakukan imobilisasi dibagian atas dan bawah yang dicurigai
menderita cedera, sampai fraktur dapat disingkirkan dengan
pemeriksaan rongsen. Imobilisasi yang tepat dilakukan pada penderita
yaitu dengan posisi netral, seperti berbaring terlentang tanpa rotasi
atau membengkokkan tulang belakang. Perlu digunakan bantalan yang
tepat untuk mencegah terbentuknya dekubitus. Bila terdapat deficit
neurologist secepatnya melepas penderita dari long spine board untuk
mencegah terjadinya dekubitus. Tempat tersering adalah pada daerah
oksiput dan sacrum.
2. 6. Komplikasi dan pencegahan trauma medulla spinalis
1. Komplikasi
 Syok neurogenik versus syok spinal
Syok neurogenik merupakan hasiol dari kerusakan jalur
simpatik yang desending pada medulla spinalis. Kondisi
mengakibatkan kehilangan tonus vasomotor dan kehilangan
persarafan simpatis pada jantung. Keadaan ini menyebapkan
vasodilatasi pembuluh darah visceral serta ektremitas bawah,
terjadi penumpukan darah dan sebagai konsekuensinya terjadi
hipotensi. Sebagai akibat kehilangan cardiac sympatik tone.
Penderita akan mengalami bradikardia atau setidak –tidaknya
gagal untuk menjadi takhikardia sebagai respon dari hipovolemia.
Pada keadaan ini tekanan darah tidak akan membaik hanya dengan
impus saja dan usaha untuk menormalisasi tekanan darah akan

16
menyebabkan kelebihan cairan dan udema paru. Tekanan darah
biasanya dapat diperbaiki dengan penggunaan vasopresor, tetapi
perfusi yang adekuat akan dapat dipertahankan walaupun tekanan
darah belum normal.
Syok spinal adalah keadaan flasid dan hilangnya repleks,
terlihat setelah terjadinya cedera medulla spinalis. Pada syok
spinal mungkin akan tampak seperti lesi komplit, walaupun tidak
seluruh bagian rusak.
 Efek terhadap organ lain.
Hipoventilasi yang disebabkan karena paralysis otot interkostal
dapat merupakan hasil dari cedera yang mengenai medulla spinalis
didaerah servikal bawah atau torakal atas. Bila bagian atas atu
tengah medulla spinalis didaerah servikal mengalami cedera,
diagframa akan mengalami paralysis yang disebabkan segmen
C3 –C5 terkena, yang mempersarafi diagfragma melalui
N. frenikus.
 Trombosis vena profunda adalah komplikasi umum pada cedera
medulla spinalis. Pasien PVT berisiko mengalami embolisme
pulmonal.
 Komplikasi lain adalah hiperfleksia autonomic(dikarakteristikkan
oleh sakit kepala berdenyut, keringat banyak,kongesti
nasal,piloereksi, bradikardi dan hipertensi), komplikasi lain yaitu
berupa dekubitus dan infeksi(infeksi urinarius,dan tempat pin ).
2. pencegahan
factor –faktor resiko dominant untuk cedara medulla spinalis meliputi
usia, jenis kelamin, dan penyalahgunaan obat. Frekuensi factor resiko
ini dikaitkan dengan cedera medulla spinalis bertindak untuk
menekankan pentingnya pencegahan primer.untuk mencegah
kerusakan dan bencana cedera ini, langkah – langkah berikut perlu

17
dilakukan : (1) menurungkan kecepatan berkendara., (2)
menggunakan sabuk pengaman, (3) menggunakan helm untuk
pengendara motor dan sepeda, (4) program pendidikan langsung
untuk mencegah berkendara sambil mabuk, (5) mengajarkan
penggunaan air yang aman, (6) mencegah jatuh,(7) menggunakn alat –
alat pelindung dan tekhnik latihan.
3. 7. ASUHAN KEPERAWATAN CEDERA MEDULLA SPINALIS
 Pengkajian
1. Aktivitas isterahat
Tanda : kelumpuhan otot ( terjadi kelemahan selama syok spinal )
pada/ dibawah lesi. Kelemahan umum/kelemahan otot ( trauma dan
adanya kompresi saraf)
2. Sirkulasi
Gejala: Berdebar –Debar, pusing saat melakukan perubahan posisi
atau bergerak.
Tanda : hipotensi, hipotensi postural, bradikardi, ektremias dingin dan
pucat. Hilangnya keringat pada daerah yang terkena.
3. Eliminasi
Tanda : inkontinensia defekasi dan berkemih.
Retensi urine. Distensi abdomen, peristaltic usus hilang.
Melena, emesis berwarna seperti kopi tanah/hematemesis
4. Integritas Ego
Gejala : Menyangkal, tidak percaya, sedih, marah.
Tanda : takut, cemas, gelisah , menari diri.
5. Makanan/ Cairan
Tanda : mengalami distensi abdomen, peristaltic usus hilang ( ileus
paralitik)
6. Higyene
Tanda : sangat ketergantungan dalam melakukan aktivitas sehari-hari

18
7. Neurosensori
Gejala : kebas, kesemutan, rasa terbakar pada lengan /kaki. Paralysis
flaksid/spastisitas dapat terjadi saat syok spinal teratasi,
tergantung pada area spinal yang sakit.
Tanda : Kelumpuhan, kelemahan (kejang dapat berkembang saat
terjadi perubahan pada syok spinal.
Kehilangan sensasi, kehilangan tonus otot/ vasomotor,
kehilangan refleks/ refleks asimetris termasuk tendon dalam.
Perubahan reaksi pupil,ptosis, kehilangan keringat dari
bagian tubuh yang terkena karena pengaruh trauma spinal.
8. Nyeri/kenyamanan
Gejala ; Nyeri tekan otot, hiperestesia tepat diatas daerah trauma.
Tanda : Mengalami deformitas, postur,nyeritekan vertebral.
9. pernapasan
Gejala : napas pendek, “ lapar udara” sulit bernapas.
Tanda : pernapasan dangkal/labored,periode apnea, penurunan bunyi
napas, ronki,pucat, sianosis.
10. keamanan
gejala : suhu yang berfluktuasi
11. seksualitas
gejala : keinginan untuk kembali seperti fungsi normal.
Tanda : Ereksi tidak terkendali (pripisme), menstruasi tidak teratur.
12. Penyuluhan / pembelajaran
 Diagnosa
1. Resiko Tinggi pola napas tidak efektif b/d kerusakan persarafan
dari diagfragma, kehilangan komplit atau campuran dari fungsi otot
interkostal.
2. Resiko tinggi trauma b/d kelemahan temporer/ketidakstabilan
kolumna spinalis.

19
3. Kerusakan mobilitas fisik b/d kerusakan neuromuskuler ditandai
dengan ketidakmampuan untuk bergerak sesuai keinginan,
paralisis,atropi.
4. Nyeri akut b/d cedera psikis, alat traksi
 intervensi
1. Resiko tinggi pola napas tidak efektif
Kriteria evaluasi : Mempertahankan ventilasi adekuat dibuktikan oleh
takadanya distress pernapasan dan GDA dalam
batas normal
 Lakukan pengisapan bila perlu. Catat jumlah, jenis, dan
karakteristik sekresi
Rasional ; jika batuk tidak efektif, penghisapan dibutuhkan untuk
mengeluarkan secret, meningkatkan distribusi udara,
dan mengurangi resiko infeksi pernapasan.
 Kaji fungsi pernapasan dengan menginstruksikan pasien untuk
melakukan napas dalam.
Rasional ; Trauma pada C1 – C2 menyebabkan hilangnya fungsi
pernapasan secara menyeluruh, trauma C4-5
mengakibatkan hilangnya fungsi pernapasan yang
bervariasi tergantung pada tekanan saraf frenikusdan
fungsi diafragma.
 Auskultasi suara napas.
Rasional; Hipoventilasi biasanya terjadi atau menyebabkan
akumulasi/atelektasis atau pneumonia (komplikasi
yang sering terjadi).
 Observasi warna kulit , adanya sianosis, keabu-abuan
Rasional; Menggambarkan akan terjadinya gagal napas yang
memerlukan evaluasi dan intervensi medis dengan
segera.

20
 .berikan oksigen dengan cara yang tepat seperti dengan kanul
oksigen, masker,intubasi
Rasional; Metode yang akan dipilih tergantung dari lokasi
trauma, keadaan insufisiensi pernapasan, dan
banyaknya fungsi otot pernapasan yang sembuh
setelah fase syok spinal.
2. resiko tinggi trauma b/d kelemahan temporer
Kriteria evaluasi : Mempertahankan kesejajaran yang tepat dari spinal
tanpa cedera medulla spinalis lanjut
 Pertahankan tirah baring dan alat-alat imobilisasi seperti traksi,
halo brace, kolar leher, bantal pasir dll.
Rasional; Menjaga kestabilan dari kolumna vertebra dan
membantu proses penyembuhan.
 Tinggikan bagian atas dari kerangka traksi atau tempat tidur jika
diperlukan.
Rasional; Membuat keseimbangan untuk mempertahankan posisi
pasien dan tarikan traksi..
 Ganti posisi, gunakan alat Bantu untuk miring dan menahanseperti
alat pemutar, selimut terrgulung, bantal dsb.
Rasional; Mempertahankan posisis kolumna spinalis yang tepat
sehingga dapat mengurangi resiko trauma.
 Siapkan pasien untuk tindakan operasi, seperti laminektomi spinal
atau fusi spinal jika diperlukan.
Rasional; Operasi mungkin dibutuhkan pada kompresi spinal
atau adanya pemindahan fragmen –framen tulang yang
fraktur
3. Kerusakan mobilitas fisik b/d kerusakan neuromuskuler
Kriteria evaluasi : mempertahankan posisi posisi fungsi dibuktikan
oleh tidak adanya kontraktur footdrop.

21
Meningkatkan kekuatan bagian tubuh yang sakit
atau kompensasi
 Kaji secara teratur fungsi motorik
Rasional; mengevaluasi keadaan secara khusus karena pada
beberapa lokasi trauma mempengaruhi tipe dan
pemilihan intervensi,
 Bantu atau lakukan latihan room pada semua ekstremitas dan
sendi dengan perlahan dan lembut.
Rasional; Meningkatkan sirkulasi ,mempertahankan tonus
otot,dan mobilisasi sendi, dan mencegah kontraktur
dan atrofi otot.
 Gantilah posisi secaca periodik walaupun dalam keadaan duduk
Rasional; Mengurangi tekanan pada salah satu area dan
meningkatkan sirkulasi perifer.
 Kaji rasa nyeri, kemerahan,bengkak, ketegangan otot jari
Rasional; Banyak sekali pasien denga trauma saraf servikal
mengalami pembentukan trombus karena gangguan
sirkulasi perifer,imobilisasi dan kelumpuhan flaksid.
 Konsultasi dengan ahli terapi fisik
Rasional; membantu dalam merencanakan dan melaksanakan
latihan secara individual dan mengidentifikasi alat-alat
Bantu untuk mempertahankan fungsi mobilisasi dan
kemandirian pasien.
4. Nyeri akut b/d cedera psikis, alat traksi
Kriteria evaluasi : mengidentifikasi cara – cara untuk mengatasi nyeri
 Kaji terhadap adanya, Bantu pasien mengidentifikasi dan
menghitung nyeri.

22
Rasional; Pasien biasanya melaporkan nyeri diatas tingkat cedera.
Mis dada, punggung atau kemungkinan sakit kepala
dari alat stabilizer.
 Bantu pasien dalam mengidentifikasi factor pencetus
Rasional; Nyeri terbakar dan spasme otot dicetuskan/
diperberat oleh banyak factor mis,ansietas,tegangan,
suhu eksternal.
 Berikan tindakan kenyamanan, mis perubahan
posisi,masase,kompres hangat/dingin.
Rasional; Tindakan alternative mengontrol nyeri digunakan untuk
keuntungan emosianal, selain menurunkan kebutuhan
obat/efek tak diinginkan pada fungsi pernapasan.
 Berikan obat sesuai indikasi : relaxan otot mis, dantern (dantrium)
Rasional; Dibutuhkan untuk menghilangkan spasme/nyeri otot
atau untuk menghilangkan ansietas dan meningkatkan
istirahat.

BAB III

PENUTUP

23
3. 1. KESIMPULAN
 Cedera Medula spinalis adalah cedera yang biasanya berupa fraktur atau
cedera lain pada tulang vertebra, korda spinalis itu sendiri, yang terletak
didalam kolumna vertebralis, dapat terpotong, tertarik,terpilin atau
tertekan.
 Penyebab tersering adalah kecelakaan mobil, kecelakaan motor,
jatuh,cedera olah raga, dan luka akibat tembakan atau pisau.
 Cidera medulla spinalis dapat diklasifikasikan sesuai dengan :
level,beratnya deficit neurologik, spinal cord syndrome, dan morfologi.
 Cedera servikal dapat disebabkan oleh satu atau kombinasi dari
mekanisme cedera ; (1) pembebanan aksial (axial loading), (2) fleksi, (3)
ekstensi, (4) rotasi, (5) lateral bending, dan (6) distraksi.
 Tujuan peñatalaksanaan adalah mencegah cedera medulla spinalis lanjut
dan mengopservasi gejala penurunan neurologik. Pasiaen diresusitasi bila
perlu, dan stabilitas oksigenasi dan kardiovaskuler dipertahankan.
 Komplikasi
 Syok neurogenik versus syok spinal
 Trombosis vena profunda adalah komplikasi umum pada cedera
medulla spinalis.
 Komplikasi lain adalah hiperfleksia autonomic(dikarakteristikkan oleh
sakit kepala berdenyut, keringat banyak,kongesti nasal,piloereksi,
bradikardi dan hipertensi), komplikasi lain yaitu berupa dekubitus dan
infeksi(infeksi urinarius,dan tempat pin ).

 Diagnosa

24
1. Resiko Tinggi pola napas tidak efektif b/d kerusakan persarafan
dari diagfragma, kehilangan komplit atau campuran dari fungsi otot
interkostal.
2. Resiko tinggi trauma b/d kelemahan temporer/ketidakstabilan
kolumna spinalis.
3. Kerusakan mobilitas fisik b/d kerusakan neuromuskuler ditandai
dengan ketidakmampuan untuk bergerak sesuai keinginan,
paralisis,atropi.
4. Nyeri akut b/d cedera psikis, alat traksi

4. 2. SARAN
Melalui makalah ini, diharapkan dapat memberikan sumbangsih
pengetahuan mengenai cedera medulla spinalis dan penatalaksaannya baik
prahospital maupun prehospital dan (asuhan keperawatan) yang profesional

DAFTAR PUSTAKA

25
Marilynn E Doenges, dkk., 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, Penerbit Buku
Kedokteran, EGC, Jakarta.

Sylvia & Lorraine, 1994, Patofisiologi, Konsep Klinis Proses Penyakit. Penerbit
Buku Kedokteran, EGC, Jakarta.

Brunner & suddarth. Keperawatan Medical Bedah. Penerbit buku Kedokteran


Volume 3 ,EGC. Jakarta 2001

Manjoer , Arif M, dkk. Kapita Selekta Kedoteran . penerbit media aeculapius FKUI
Edisi III. Jakarta 2000

26

Anda mungkin juga menyukai