Anda di halaman 1dari 10

KAJIAN GOOD MANUFACTURING PRACTICES (GMP) DAN KUALITAS

MUTU PADA WINGKO BERDASARKAN SNI-01-4311-1996


The Study of Good Manufacturing Practices (GMP) and Good Quality Wingko Based on
SNI-01-4311-1996

Heru Rudiyanto
Departemen Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Airlangga
Heru2diyanto@gmail.com

Abstrak: Wingko merupakan makanan khas dari Kecamatan Babat Kabupaten Lamongan. Salah satu Industri Rumah
Tangga (IRT) yang membuat kue wingko di Kecamatan Babat adalah UD. Bintang Jaya. Pengolahan wingko dilakukan
secara tradisioanal dengan memanfaatkan tenaga manusia, dalam proses pengolahannya dimungkinkan wingko
dapat terkontaminasi oleh mikrooganisme atau cemaran lainnya sehingga dapat memengaruhi kualitas mutu makanan
itu sendiri. Guna meningkatkan kualitas mutu makanan dibutuhkan sebuah sistem pengawasan produk makanan.
Good Manufacturing Practices (GMP) salah satu sistem yang menjelaskan persyaratan yang harus dipenuhi oleh IRT.
Tujuan dari penelitian ini untuk menganalisis produksi wingko ditinjau dari perspektif GMP dan kualitas mutu wingko
berdasarkan SNI-01-4311-1996 serta membuat rancangan GMP pada IRT tersebut. Penelitian ini merupakan jenis
penelitian observasional deskriptif, sedangkan berdasarkan waktunya penelitian ini bersifat crossectional. Sampel
dalam penelitian ini adalah kue wingko, pemilik dan karyawan yang terlibat dalam produksi. Variabel dalam penelitian
ini adalah bahan baku, higiene karyawan, peralatan produksi, lokasi, dan ruang produksi serta kualitas mutu meliputi
keberadaan E.coli, pemanis (sakarin dan siklamat) dan aspek sensorik. Berdasarkan hasil penelitian variabel yang
mendapatkan kategori baik antara lain: bahan baku, higiene karyawan, peralatan produksi dan aspek sensorik serta
yang mendapatkan kategori cukup adalah lokasi dan fasilitas ruang produksi. Hasil uji laboratorium terhadap E.coli dan
pemanis (sakarin dan siklamat) menunjukkan memenuhi syarat SNI 01-4311-1996. Variabel yang belum sesuai dengan
prinsip GMP sebaiknya perlu dilakukan perbaikan guna menghasilkan produk yang lebih berkualitas dan variabel yang
sudah sesuai dengan prinsip GMP hendaknya tetap dipertahankan dalam kondisi sebaik mungkin.

Kata kunci: Kue Wingko, Kualitas Mutu Pangan, GMP

Abstract: Wingko is a special snack from Kecamatan Babat, Kabupaten Lamongan. One of home industries that produce
Wingko in Babat City is UD. Bintang Jaya. The making process of Wingko is done traditionally, by using human power. It
is really possible for microorganisms to contaminate and affect the quality of Wingko through this process. To raise the
quality of food, food controlling is badly needed. Good Manufacturing Practices (GMP) is one of systems that describes
the terms that have to be fulfilled by home industries. The purpose of this research is to identify the production of wingko
according to GMP perspective and the quality of Wingko based on SNI-01-4311-1996, and to make GMP plan for the
home industries. This is an observational research. Based on the data, this research is observational descriptive, while
according to the period of the research, this is a crossectional research. The sample for this research is Wingko, the
owner and the employees whoever involve in the production. The variable in this research consists of staple, employees
health, production tools, location and facilitations, E.coli and sweetener (saccharin and cyclamate), and last but not least
the sensory aspects. The research shows the good categorized variables are: staple, production tools, health employees
sensory aspects. Meanwhile the adequate categorized are: location and facilitations. The result of laboratory test over
E.coli and sweetener, shows that these are qualified based on SNI 01-4311-1996 about Wingko’s grade standard. The
variables that don’t meet the qualifications of (GMP), are suggested to be improved to make better results and more
qualified, while the qualified variables based on GMP are expected to keep their good conditions.

Keywords: Wingko, Food Grade Quality, GMP

PENDAHULUAN terbatas hanya pada karbohidrat, protein, lemak


dan mineral saja, tetapi baik kualitas maupun mutu
Makanan merupakan suatu kebutuhan pokok
pangan juga harus dapat dipenuhi karena status
manusia yang harus dipenuhi sebagai sumber
kesehatan manusia dipengaruhi oleh makanan
energi agar mampu melakukan aktivitas sehari-
yang dikonsumsinya. Zaman globalisasi saat ini
hari, kebutuhan manusia akan pangan tidak

148
H Rudiyanto, Kajian Good Manufacturing Practices (GMP) 149

kebutuhan manusia akan pangan semakin tinggi, menerapkan Good Manufacturing Practices selain
itu tercermin dari semakin meningkatnya produk sebagai cara untuk meningkatkan kualitas produk
olahan makanan yang ada, guna menjamin yang dihasilkan penerapan GMP juga dapat
kebutuhan pangan manusia yang semakin memberikan kepercayaan kepada konsumen
tinggi dan dengan bertambahnya pertumbuhan bahwa produk yang mereka konsumsi aman dan
penduduk yang semakin cepat. Namun, seiring laik untuk di konsumsi.
peningkatan keanekaragaman olahan makanan Good Manufacturing Practices (GMP)
yang semakin tinggi tidak diiringi dengan kualitas atau biasa disebut Cara Produksi Pangan
dan mutu pangan yang baik, sehingga seringkali yang Baik (CPPB) merupakan pedoman yang
terjadi kasus kesakitan akibat dari mengonsumsi memperlihatkan aspek keamanan pangan bagi
makanan yang tidak higienis dan aman untuk Industri Rumah Tangga (IRT) untuk memproduksi
dikonsumsi. pangan agar bermutu, aman dan laik untuk
Menurut Arisman (2012), sekitar 70% dikonsumsi. Berdasarkan Undang-Undang Nomor
kasus diare yang terjadi di negara berkembang 36 Tahun 2009 tentang kesehatan, Pasal 111 Ayat
disebabkan oleh makanan yang telah tercemar, (1) menyatakan bahwa makanan dan minuman
pencemaran sebagian besar berasal dari industri yang digunakan masyarakat harus didasarkan
boga dan rumah makan. Selain itu keracunan pada standart atau persyaratan kesehatan.
juga kerap terjadi di Indonesia, dalam bukunya Dengan demikian dalam Undang-Undang tersebut
Arisman menyebutkan pada Tahun 2006 sebanyak tersirat bahwa makanan dan minuman yang tidak
60 pejabat pemda se-Indonesia yang tengah memenuhi persyaratan kesehatan dilarang untuk
mengikuti lokakarya di Kalimantan Barat dilaporkan diedarkan. Peraturan tersebut sesuai dengan
terserang keracunan, hal itu menunjukkan tujuan dari GMP, yaitu memberikan prinsip dasar
bahwa pencemaran yang terjadi akibat dari keamanan pangan bagi IRT dalam penerapan
tidak higienisnya pada proses pengolahan CPPB-IRT agar dapat menghasilkan produk
makanan yang menyebabkan makanan menjadi pangan yang aman dan bermutu sesuai dengan
terkontaminasi sehingga menimbulkan keracunan tuntutan konsumen baik konsumen domestik
makanan. Kejadian kasus keracunan yang terjadi maupun internasional.
di dunia dan di Indonesia sendiri terjadi karena Good Manufacturing Practices (GMP)
kurangnya kesadaran produsen atau pengelola merupakan bagian dari sistem Hazard Analysis
makanan dalam menjamin setiap produk makanan Critical Control Points (HACCP) yang merupakan
yang dihasilkan aman untuk dikonsumsi, sehingga suatu sistem yang dirancang untuk mencegah
menimbulkan permasalahan kesehatan. Pada terjadinya masalah kualitas produk makanan
tahun 2010 angka keracunan nasional yang baik yang disebabkan faktor biologi, kimia
terjadi mencapai 592 kasus dan 17 kasus akibat maupun fisis (Food Safety Problem). GMP
pencemaran lingkungan. Sedangkan untuk merupakan persyaratan dasar bagi industri
keracunan kasus baru yang terjadi pada Tahun pangan sebelum mendapatkan sertifikat PIRT.
2010 adalah 94 kasus akibat makanan dan Peran GMP dalam menjaga keamanan pangan
makanan menjadi penyebab keracunan nasional selaras dengan penerapan Pre-quisite HACCP.
(Ardianti, 2014). Pre-quisite merupakan prosedur minimum yang
Menurut Chandra (2012), kriteria makanan harus dipenuhi pada seluruh mata rantai proses
masih laik dikonsumsi atau tidak adalah: (1) pengolahan makanan mulai penyediaan bahan
makanan berada dalam tahap kematangan baku sampai produk akhir berkaitan dengan suatu
yang dikendalikan, (2) makanan terbebas dari proses untuk mencegah kontaminasi akibat dari
pencemaran dimulai dari tahapan produksi produksi atau pengolahan pangan sehingga
sampai penyajian atau makanan sampai tahap menghasilkan produk yang aman. Ruang lingkup
penyimpanan makanan setelah diolah, (3) bebas penerapan GMP meliputi, lokasi dan lingkungan
dari perubahan fisik, kimia atau karena kuman produksi, bangunan dan fasilitas, peralatan
maupun akibat pengawetan (4) bebas dari produksi, suplai air atau sarana penyediaan
mikroorganisme dan parasit yang dibawa oleh air, fasilitas dan kegiatan higiene dan sanitasi,
makanan seperti hal nya terdapat pada tempe, kesehatan dan higiene karyawan, pemeliharaan
keju dan susu. Guna menghasilkan produk yang dan program higiene sanitasi karyawan,
aman dan laik untuk dikonsumsi pemerintah telah penyimpanan, pengendalian proses, pelabelan
mensyaratkan bagi produsen makanan untuk pangan, pengawasan oleh penanggung jawab,
150 Jurnal Kesehatan Lingkungan Vol. 8, No. 2 Juli 2016: 148–157

penarikan produk, pencatatan dan dokumentasi produksi berlangsung. Gambaran awal yang
serta pelatihan karyawan (BPOM, 2012). dilakukan pada saat peninjauan di lokasi produksi
Kue wingko merupakan makanan tradisional wingko babat digunakan sebagai landasan untuk
semi basah yang terbuat dari campuran tepung identifikasi yang lebih jauh mengenai aspek Good
ketan, kelapa parut dan gula, di Indonesia Manufacturing Practices (GMP) yang diterapkan
sendiri terdapat dua kota yang terkenal akan oleh UD. Bintang Jaya.
kue wingko yaitu Semarang Jawa Tengah dan Berdasarkan ulasan latar belakang
Kecamatan Babat Lamongan Jawa Timur, dalam dan identifikasi masalah dapat dirumuskan
sejarahnya wingko merupakan panganan asli permasalahan yaitu Bagaimana penerapan Good
khas dari Kecamatan Babat Lamongan. Babat Manufacturing Practices pada produksi wingko
merupakan kecamatan yang berada di Kabupaten UD. Bintang Jaya di Desa Sawo Kecamatan Babat
Lamongan yang menjadikan kecamatan ini lekat dan Kabupaten Lamongan
dengan oleh-oleh khasnya yaitu wingko babat, Tujuan dalam penelitian ini adalah
Di Kecamatan Babat sendiri banyak ditemui menganalisis produksi wingko UD. Bintang Jaya
penjual kue wingko baik yang dijajakan pada kios, pada Industri Rumah Tangga di Desa Sawo
maupun dijajakan oleh para penjual asongan. Kecamatan Babat Kabupaten Lamongan ditinjau
Produksi wingko babat tumbuh subur seiring dari Good Manufacturing Practices (GMP) dan
pertumbuhan ekonomi di Jawa Timur tidak heran kualitas mutu berdasarkan SNI 01-4311-1996.
apabila banyak ditemui pelbagai merek wingko
produksi rumahan warga Kecamatan Babat.
METODE PENELITIAN
Mengingat bahan utama wingko adalah campuran
tepung ketan, gula dan kelapa di mana kelapa Jenis penelitian ini adalah observasional
memiliki sifat yang dapat menimbulkan rasa tengik deskriptif dengan rancang bangun cross sectional.
apabila dibiarkan dalam jangka waktu yang lama Populasi dalam Populasi dalam penelitian ini
perubahan sifat itulah dapat menjadikan makanan adalah produk wingko UD. Bintang Jaya yang
tidak layak untuk dikonsumsi, oleh karena itu perlu berada di Kecamatan Babat selain itu juga
dilakukan penelitian, mengenai produksi wingko melibatkan pemilik selaku penanggung jawab
di Kecamatan Babat ditinjau dari perspektif Good produksi, karyawan yang terlibat dalam produksi
Manufacturing Practices (GMP) dan kualitas mutu wingko serta tester aspek sensorik. Sampel yang
wingko. dilakukan pengujian laboratorium diambil di 3
Berdasarkan peninjauan awal di lokasi titik penjualan yang diambil secara acak. Teknik
produksi untuk mendapatkan gambaran awal pengumpulan data dalam penelitian ini diperoleh
penerapan Good Manufacturing Practices (GMP) secara langsung melalui kuesioner, observasi dan
pada UD. Bintang Jaya, didapatkan gambaran pemeriksaan laboratorium.
awal lokasi tempat produksi berada di tepi jalan Data yang terkumpul dari hasil penelitian
dan berada di lingkungan yang padat penduduk, dikompilasi kemudian dianalisis secara deskriptif
selain itu jarak antar rumah saling berdekatan. dideskripsikan dengan menggunakan tabel dan
Bangunan dan fasilitas produksi juga kurang dijelaskan dalam bentuk naratif. Cara pengukuran
terjamin kebersihannya. Bangunan tempat dan kategori penilaian untuk setiap aspek
produksi tidak memiliki langit-langit, sehingga
memungkinkan kotoran dari atap jatuh dan dapat Total Nilai yang diperoleh
×100%
mencemari bahan-bahan pada saat produksi Total Nilai Maksimal
berlangsung. Ventilasi pada lokasi produksi
juga tidak dilengkapi dengan kasa, sehingga GMP, persentase dihitung total nilai masing-
vektor dan rodent dapat menjamah peralatan masing aspek total nilai keseluruhan dihitung
dan bahan produksi. Terdapat peralatan produksi menggunakan rumus sebagai berikut:
yang kondisinya kurang baik, di mana terdapat Setiap aspek GMP yang dinilai berdasarkan
peralatan produksi yang cat pelindungnya kriteria:
terkelupas dan berkarat sehingga berbahaya A. Baik : > 75%
dapat mengontaminasi makanan pada saat proses B. Cukup : 50–75%
C. Kurang : < 50%
H Rudiyanto, Kajian Good Manufacturing Practices (GMP) 151

Sedangkan untuk penilaian secara campuran tepung ketan 5 kg, gula pasir 7,5 kg
keseluruhan aspek GMP adalah: dan kelapa muda ukuran sedang sebanyak 35
A. Baik : > 75% butir, dalam setiap bak tersebut dapat dicetak
B. Cukup : 65–75% sebanyak 1040 biji wingko dengan ukuran
C. Kurang : 55–65% diameter 5 cm, jadi dalam sekali produksi UD.
D. Buruk : < 55% Bintang Jaya mampu menghasilkan wingko 5200
biji. Setiap kemasan wingko dengan isi 20 biji oleh
Kategori penilaian berdasarkan acuan
Bapak HE dijual dengan harga Rp.15.000, karena
Arikunto (2010) dalam Triesty (2013).
pada umumnya wingko yang dijual di pasaran
berkisar antara harga Rp10.000-Rp.20.000.
HASIL DAN PEMBAHASAN Pemasaran produk wingko UD. Bintang
Jaya selain dipasarkan di kios-kios kecil di
Gambaran Umum Lokasi Penelitian sepanjang jalan Babat juga ada yang dipasarkan
di Wisata Bahari Lamongan (WBL), pemasaran
Wingko merupakan makanan khas dari
produk wingko Bapak HE tidak terbatas
Kabupaten Lamongan khususnya Kecamatan
hanya di Lamongan saja, tetapi ada juga yang
Babat, tidak heran banyak orang menyebutnya
dipasarkan di luar Kabupaten Lamongan yaitu
sebagai “Wingko Babat” karena memang
di Kabupaten Jombang dan Kabupaten Gresik.
makanan ini banyak diproduksi oleh warga Babat,
Pemasaran produk yang berada di luar Kabupaten
di sepanjang jalan raya Babat utamanya yang
Lamongan biasanya dijual di toko oleh-oleh yang
berada di sekitar Pasar Babat banyak dijumpai
memang sudah menjadi langganan wingko yang
kios-kios kecil dan penjual asongan yang menjual
diproduksi oleh Bapak HE pendistribusiannya
wingko dengan berbagai merek. Letak lokasi yang
biasanya wingko diambil sendiri di rumah Bapak
sangat strategis membuat pertumbuhan ekonomi
HE oleh para tengkulak tersebut. Usaha produksi
di Kecamatan Babat khususnya yang berada di
wingko UD. Bintang Jaya merupakan salah satu
sekitar Pasar Babat tumbuh dengan baik, selain itu
anggota mitra binaan dari Semen Gresik dalam
pertemuan jalur yang menghubungkan Kabupaten
pengelolaan produksi wingko bersama dengan
Jombang, Kabupaten Bojonegoro dan Kabupaten
usaha wingko lainnya yang berada di Desa Sawo,
Tuban serta adanya stasiun kereta yang dilewati
dalam hal legalitas usaha UD. Bintang Jaya telah
jalur kereta api jurusan Surabaya-Jakarta yang
memiliki sertifikat Surat Ijin Usaha Perorangan
terletak di selatan pasar, hal itulah yang membuat
(SIUP), Tanda Daftar Usaha Perorangan (TDUP),
Kecamatan Babat banyak disinggahi oleh para
Hak Merek Dagang terdaftar di Kementerian
wisatawan untuk mencari oleh-oleh dan hal itu
Hukum dan Hak Asasi Manusia Hak kekayaan
yang membuat para produsen wingko tetap
Intelektual No IDM 000303396 serta Departemen
bertahan menjual wingko karena memang wingko
Kesehatan (Depkes) S.P.P.IRT No. 306352401091.
terkenal di Kecamatan Babat.
Tahun 2005 UD. Bintang Jaya pernah memperoleh
Desa Sawo Kecamatan Babat terdapat 5
penghargaan Museum Rekor Indonesia (MURI)
Industri Rumah Tangga (IRT) yang memproduksi
atas prestasi pembuatan kue wingko terbesar se-
wingko salah satu industri rumah tangga kue
Indonesia dengan diameter 3,5 m dan ketebalan
wingko yang ada di Desa Sawo adalah UD.
10 cm dalam rangka Hari Jadi Kabupaten
Bintang Jaya yang tepatnya terletak di Jalan
Lamongan.
Sumowiharjo Gang 01 Desa Sawo Kecamatan
Karyawan yang bekerja di UD. Bintang Jaya
Babat Kabupaten Lamongan. Usaha wingko UD.
sebanyak 8 (delapan) orang di mana terdiri dari 7
Bintang Jaya sudah berdiri sejak Tahun 1986 dan
perempuan yaitu Ibu SA (52), SR (53), ER (49), KS
awal mulanya usaha ini didirikan oleh Bapak (alm)
(54), BR (60), SW (40) dan SL (52) dan 1 laki-laki
BI, namun pada Tahun 2006 Bapak BI meninggal
yaitu Bapak RN (31). Tugas dari masing-masing
dunia dan usaha ini kemudian dilanjutkan
karyawan berbeda Bapak RN bertugas sebagai
oleh anak keduanya yaitu Bapak HE (34) yang
pengoven dan penggiling kelapa, Ibu BR bertugas
sekaligus sebagai penanggung jawab produksi,
mengupas tempurung kelapa, Ibu ER bertugas
sampai sekarang usaha ini masih tetap berjalan
mencampur adonan dan mencetak adonan
sebagaimana mestinya. UD. Bintang Jaya dalam
sedangkan sisanya Ibu SA, SR, KS, SW dan SL
sekali produksi dapat membuat adonan sebanyak
memiliki tugas sebagai pembungkus wingko yang
5 bak besar di mana dalam satu bak terdiri dari
152 Jurnal Kesehatan Lingkungan Vol. 8, No. 2 Juli 2016: 148–157

sudah matang. Rata-rata karyawan yang bekerja proses pengovenan selesai wingko ditiriskan untuk
di rumah Bapak HE merupakan ibu rumah tangga menurunkan panas selain itu untuk menghindari
yang tinggal di sekitar rumah Bapak HE. keluarnya uap air pada saat proses pengemasan
yang dapat menimbulkan jamur dan ketengikan
Alur Pembuatan Wingko sehingga mengurangi kualitas dari wingko itu
sendiri.
Pengupasan dan pencucian
Pengemasan
Proses pengupasan dilakukan secara manual
pada kelapa dengan menggunakan golok (bendo) Wingko dikemas dengan menggunakan
untuk melepaskan tempurung dari daging buah, kertas dengan bentuk kantung kecil yang
selain itu kulit ari yang berwarna merah yang sebelumnya telah dilapisi oleh plastik, selanjutnya
menempel pada daging kelapa juga dibersihkan wingko disusun ke dalam tas plastik kecil dengan
dengan tujuan agar kelapa bersih dan tidak jumlah isi 20 buah dalam setiap tas plastik.
memengaruhi warna adonan dan rasa wingko
Penilaian Aspek Good Manufacturing
ketika matang. Setelah pengupasan kelapa dari
practices (GMP) Pada Industri Rumah Tangga
tempurung dan kulit arinya, selanjutnya kelapa
(IRT) Wingko UD. Bintang Jaya
dibersihkan dengan air agar bersih dan kotoran
yang menempel pada daging buah pada saat
pengupasan tidak ikut tercampur pada saat Bahan baku
pengolahan. Bahan baku berperan sangat penting
Penghalusan (penggilingan) terhadap hasil akhir dari sebuah produk olahan
pangan, bahan baku yang bermutu dalam
Penghalusan/penggilingan hanya dilakukan kondisi baik, tidak rusak serta tidak busuk akan
pada kelapa yang telah dibersihkan dengan menjamin bahwa produk yang dihasilkan akan
bantuan mesin penggilingan, tujuan penghalusan memiliki mutu dan kualitas yang baik (Arisman,
pada kelapa adalah agar kelapa menjadi 2012). Bahan baku utama yang digunakan untuk
serat-serat kecil agar memudahkan pada saat memproduksi wingko adalah kelapa, tepung
pencampuran adonan. ketan dan gula. Kelapa (Cocos nucifera) yang
Pencampuran dan pengadukan dipilih dalam pembuatan wingko adalah kelapa
yang mempunyai ukuran sedang dengan tingkat
Proses pencampuran dilakukan pada tepung kematangan yang tidak terlalu tua. Menurut
ketan, gula dan kelapa yang telah digiling dengan penuturan Bapak HE penggunaan kelapa muda
takaran, dalam 1 bak/baskom terdiri dari 5 kg dipilih agar menghasilkan kue wingko yang
tepung ketan, 7,5 kg gula pasir dan 35 butir kelapa empuk. Tepung ketan yang digunakan dalam
yang sudah dihaluskan. Selanjutnya campuran memproduksi wingko adalah merek “Rose Brand
bahan gula pasir, tepung ketan dan kelapa diaduk, “yang dikemas dalam bentuk pack dengan
pengadukan dilakukan agar adonan menjadi ukuran 500 g, sedangkan gula yang digunakan
homogen dan merata. untuk membuat wingko adalah gula kristal putih
Pencetakan produksi PT. Perkebunan Nusantara.
Secara fisik bahan yang digunakan dalam
Adonan yang sudah tercampur kemudian
pembuatan wingko dalam kondisi fisik yang baik.
dicetak di atas loyang yang sudah dilapisi
Bahan yang digunakan untuk produksi wingko
daun pisang, pencetakan dilakukan dengan
baik kelapa, gula dan tepung ketan didatangkan
menggunakan cetakan dengan lubang-lubang
dari toko yang sudah menjadi langganan Bapak
kecil dengan diameter lubang 5 cm, dalam sekali
HE yang memang menjual bahan-bahan tersebut.
cetak dapat menghasilkan 49 buah wingko yang
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara,
siap di oven.
selama proses pembuatan wingko di UD. Bintang
Pengovenan Jaya tidak ada penambahan Bahan Tambahan
Makanan (BTM) yang sengaja dilakukan baik
Pengovenan dilakukan dengan menggunakan
oleh pemilik maupun karyawan. Total nilai yang
tungku dengan bahan bakar kayu bakar, proses
diperoleh dari aspek pengadaan bahan baku
pengovenan berlangsung selama ± 10 menit
adalah 15 dari total maksimal 18. Berdasarkan
dengan suhu pemanggangan ± 250°C. Setelah
kategori penilaian variabel pengadaan bahan baku
H Rudiyanto, Kajian Good Manufacturing Practices (GMP) 153

termasuk dalam kategori baik dengan persentase plester, serta menggunakan sarung tangan. Hal
sebesar 83,33%. ini dilakukan untuk menghindari kontaminasi dari
luka berupa darah atau bakteri apabila lukanya
Higiene Karyawan mengalami infeksi (Rauf, 2013).
Karyawan yang terlibat dalam proses Sebagian besar penjamah yang terlibat dalam
produksi harus memenuhi persyaratan sanitasi proses pengolahan wingko sudah memahami
seperti kebersihan individu, perilaku yang baik, pentingnya personal higiene hal itu ditunjukkan di
tidak menderita penyakit infeksi dan bukan mana sebelum melakukan aktivitas pekerjaannya
carrier dari suatu penyakit sehingga tidak menjadi para karyawan mandi terlebih dahulu di rumahnya
agent pada makanan yang diproduksi sehingga masing-masing selain itu sebelum memulai proses
makanan yang dihasilkan memiliki mutu yang produksi karyawan melakukan cuci tangan
baik (Chandra, 2012). Tenaga kerja yang memiliki terlebih dahulu di tempat yang tersedia dalam
sifat inang harus mendapatkan perlakuan khusus. ruang produksi. Namun, terdapat perilaku higiene
Praktik personal higiene seseorang meliputi tingkat yang tidak dipatuhi oleh karyawan adalah perilaku
kebersihan kuku, kulit dan telinga dikarenakan merokok ketika proses produksi berlangsung
pemenuhan aspek personal higiene pada manusia yaitu dilakukan oleh Bapak RN (31) di mana beliau
memengaruhi kesehatan seseorang dalam terlihat merokok pada saat proses pengovenan
pencegahan penyakit (Andarmoyo, 2012). berlangsung, tindakan tersebut seharusnya
Karyawan atau pekerja lepas yang mengolah tidak dilakukan oleh Bapak RN selain berisiko
langsung kue wingko tersebut merupakan bagi penjamah lainnya, kegiatan merokok yang
penjamah makanan. Menurut Keputusan dilakukan juga dapat mencemari makanan di
Menteri Kesehatan No. 1098 Tahun 2003 tentang mana asap yang dihasilkan dari rokok dan abu
persyaratan higiene dan sanitasi rumah makan yang dihasilkan dapat jatuh atau bersinggungan
dan restoran, penjamah makanan adalah ke dalam makanan yang diproduksi. Sebaiknya
orang yang secara langsung berhubungan tindakan tersebut tidak dilakukan pada saat
dengan makanan dan peralatan mulai dari proses produksi berlangsung.
tahap persiapan, pembersihan, pengolahan, Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja
pengangkutan sampai dengan penyajian. Menurut dan Transmigrasi Nomor 8 Tahun 2010 tentang
BPOM (2012), karyawan yang bekerja di bagian Alat Pelindung Diri (APD) karyawan yang terlibat
pangan harus memenuhi persyaratan dalam dalam proses pengolahan makanan hendaknya
keadaan sehat. Jika sakit atau baru sembuh dari menggunakan APD selain melindungi dari
sakit dan diduga masih membawa penyakit tidak bahaya di tempat kerja penggunaan pelindung
diperkenankan masuk ke ruang produksi. Jika pada penjamah makanan untuk menghindari
karyawan menunjukkan gejala atau menderita kontaminasi makanan dari kotoran yang
penyakit menular, misalnya sakit kuning (virus menempel pada penjamah. APD yang dapat
hepatitis A), diare, sakit perut, muntah, demam, digunakan pada penjamah antara lain masker,
sakit tenggorokan, sakit kulit (kudis, gatal), penutup kepala dan sarung tangan. Menurut
keluarnya cairan dari telinga (congek), sakit mata Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi
(belekan), dan atau pilek tidak diperkenankan Nomer 8 Tahun 2010 pada Pasal 2 disebutkan
masuk ke dalam ruang produksi. pengusaha wajib menyediakan alat pelindung diri
Karyawan yang bekerja di UD. Bintang Jaya bagi pekerja/buruh di tempat kerja.
sebanyak 8 orang sebagian besar penjamah Menurut Rauf (2013), pada mulut manusia
hanya berpendidikan SD 6 orang dan 2 lainnya banyak terdapat kuman, kuman tersebut dapat
berpendidikan terakhir SMP. Semua karyawan dipindahkan ke batang rokok dan jari perokok
tidak ada yang mengalami penyakit menular saat perokok tersebut menyentuh makanan, maka
seperti yang disebutkan dalam peraturan BPOM kuman perokok tersebut dapat mengontaminasi
dan hanya sakit ringan (sakit ringan di mana para makanan, sebaiknya perokok tersebut mencuci
karyawan masih mampu terlibat dalam proses tangan sebelum menangani pangan. Total nilai
produksi) sakit yang pernah mereka alami seperti, aspek yang diperoleh aspek kesehatan dan
pegal-pegal, reumatik dan asam urat, selain itu higiene karyawan adalah 21 dari total maksimal 27.
para karyawan juga tidak ada yang mengalami Berdasarkan kategori penilaian variabel kesehatan
luka pada bagian tubuh. Jika ada luka pada dan higiene karyawan termasuk dalam kategori
jari pekerja, sebaiknya ditutup menggunakan baik dengan persentase sebesar 77,77%.
154 Jurnal Kesehatan Lingkungan Vol. 8, No. 2 Juli 2016: 148–157

Peralatan produksi bersarang dalam ruang produksi (Arisman,


2012).
Pemenuhan aspek keamanan peralatan
Kondisi lingkungan secara umum cukup
produksi juga menentukan kualitas dari makanan
bersih di mana setiap hari dijaga kebersihannya,
yang diproduksi peralatan yang digunakan harus
terawat, memiliki jarak antara rumah satu dengan
memiliki persyaratan terbuat dari bahan yang kuat,
yang lain, jarak lokasi dengan tempat pembuangan
aman, tidak berkarat, mudah dibersihkan atau
sampah sementara (TPS) berjarak antara 6-10 m
disucihamakan dan peralatan harus terpelihara
dari lokasi, ketersediaan tempat sampah ruang
dengan baik agar tidak berkarat.
produksi kondisinya baik dan bersih namun tidak
Peralatan produksi dalam keadaan bersih
berpenutup sehingga dapat dijamah oleh binatang
dan kering setiap setelah digunakan peralatan
pengganggu dan dapat dimungkinkan sebagai
produksi dicuci dengan menggunakan sabun
tempat berkembang biaknya vektor. Menurut Arya
dan air yang digunakan mengalir dan memenuhi
(2008) dalam Prayusnita (2011), syarat tempat
syarat fisik air. Mesin penggiling yang digunakan
sampah yang baik adalah tempat sampah harus
untuk memarut kelapa kondisi permukaan cat
kuat, tidak mudah bocor atau retak, harus memiliki
luarnya sudah ada yang mengelupas, walaupun
penutup agar bau sampah tidak tercium, dan
tidak bersinggungan langsung dengan bahan
tidak menjadi sumber kontaminan vektor. Kondisi
produksi tetapi sebaiknya pemilik memperhatikan
jalan yang berada di samping tempat produksi
setiap peralatan yang digunakan, sebaiknya dapat
sudah beraspal dan tidak berdebu, kondisi jalan
dilakukan pengecatan ulang pada bagian yang cat
yang berdebu dapat menjadi sumber kontaminan
lapisan pelindungnya sudah mulai mengelupas
makanan, debu dapat beterbangan yang dibawa
karena dikhawatirkan dapat menjadikan berkarat
oleh angin sehingga perlindungan makanan
dan apabila sudah berkarat dapat menjadi sumber
dengan menghindarkannya dengan menutup atau
kontaminan pada makanan yang diproduksi.
menyimpan di tempat yang aman dapat digunakan
Menurut Thaheer, (2008) dalam pemenuhan aspek
sebagai salah satu cara menghindarkan makanan
keamanan pangan piranti yang digunakan untuk
dari kontaminasi.
pemeliharaan alat harus memenuhi persyaratan
Kondisi lantai pada ruang produksi bersih,
food grade, kondisi lain yang dapat menyebabkan
tidak licin, permukaan rata, dan tidak menyerap
tumbuhnya mikroorganisme pada makanan
air serta mudah dibersihkan, dinding pada ruang
dan kontaminasi produk dapat disebabkan dari
produksi memiliki warna terang terawat dan kondisi
peralatan yang tidak baik.
permukaannya rata dan tidak berlubang, dalam
Pemilihan peralatan dalam proses pengolahan
struktur bangunan ruang produksi tidak tersedia
makanan ada hal yang harus dipertimbangkan:
langit-langit, dan jendela. Menurut BPOM (2012),
(1) peralatan yang dipilih harus sesuai dengan
konstruksi langit-langit pada struktur bangunan
produk yang dihasilkan, (2) ukuran peralatan
berfungsi untuk mencegah penumpukan debu,
sesuai dengan kapasitas produk, (3) peralatan
pertumbuhan jamur, pengelupasan, bersarangnya
harus kuat, mudah dalam pembersihannya, sesuai
hama, dan memperkecil kondensasi, sedangkan
dengan peralatan lain tidak mudah berkarat.
struktur pintu dan jendela pada bangunan
Selain itu peralatan harus dijaga dan diperlukan
berfungsi untuk mencegah masuknya debu dan
pembersihan secara efektif, karena peralatan yang
harus dilapisi kasa untuk mencegah masuknya
kurang bersih atau masih mengandung mikroba
serangga. Ventilasi/lubang angin difungsikan
dapat membuat produk cepat rusak (Hidayati,
agar sirkulasi udara di dalam ruangan tetap segar
2012). Berdasarkan penilaian variabel peralatan
dan dapat menghilangkan uap, gas, asap, bau
produksi termasuk dalam kategori baik dengan
dan panas yang timbul selama pengolahan,
persentase 88,88%.
ventilasi harus dilengkapi kasa untuk menjamin
Lokasi dan ruang produksi serangga agar tidak masuk ke dalam ruang
produksi atau mengurangi masuknya kotoran
Fasilitas tempat produksi berperan sangat
ke dalam ruang produksi. Pencahayaan dalam
penting dalam menunjang proses sanitasi, guna
ruang produksi cukup terang di siang hari dan
proses sanitasi berlangsung baik fasilitas gedung
menggunakan lampu pada malam hari, kondisi
harus dirancang dan dibangun berdasarkan
permukaan tempat kerja dalam hal ini meja
prinsip sanitasi dan keamanan agar meminimalisir
sebagai tempat meniriskan kue wingko yang
masuknya binatang pencemar/pengganggu
sudah matang kondisinya cukup baik, bersih,
H Rudiyanto, Kajian Good Manufacturing Practices (GMP) 155

tidak rusak, layak digunakan serta tidak menyerap Pemerintah daerah Kabupaten atau Kota
air. Total nilai aspek yang diperoleh dari aspek khususnya dalam menilai persyaratan CPPB-
lokasi dan fasilitas ruang produksi adalah 34 dari IRT. Memberikan panduan bagi tenaga Penyuluh
total nilai maksimal 48. Berdasarkan kategori Keamanan Pangan (PKP) dan Pengawas Pangan
penilaian variabel tersebut aspek lokasi dan ruang Kabupaten/Kota (District Food Inspector/DFI)
produksi termasuk dalam kategori cukup dengan dalam melakukan pembinaan dan pengawasan
persentase sebesar 70,83%. IRT agar Pangan IRT yang beredar memenuhi
persyaratan keamanan pangan dan tuntutan
Penilaian aspek Good Manufacturing masyarakat konsumen.
Practices (GMP) secara keseluruhan di UD. Secara umum penerapan GMP memberikan
Bintang Jaya pedoman untuk kegiatan higiene, sanitasi dan
Hasil penilaian Aspek Good Manufacturing teknik penanganan pangan yang baik pada
Practices (GMP) secara keseluruhan pada Industri Industri Rumah Tangga (IRT). sedangkan HACCP
Rumah Tangga (IRT) wingko UD. Bintang Jaya. merupakan suatu proses yang melibatkan
pengidentifikasian risiko dari keamanan dan mutu
Tabel 1. pangan oleh karena itu GMP dalam menjaga
Hasil Penilaian Aspek Good Manufacturing Practices keamanan pangan selaras dengan penerapan
(GMP) Secara Keseluruhan terhadap Wingko Produksi Pre-quisite HACCP.
UD. Bintang Jaya, Desember Tahun 2013
Kualitas Mutu wingko
Aspek Good
Manufacturing Skor Persentase (%) Kategori Aspek sensorik
Practices
Bahan baku 15 83,33 Baik Berdasarkan pengujian aspek sensorik
Higiene 21 77.77 Baik
terhadap 15 orang tester rata-rata tester memiliki
karyawan penilaian yang sama terhadap aspek sensorik
pada wingko meliputi warna, rasa dan bau, di
Peralatan 16 88,88 Baik
produksi mana wingko memiliki warna yang cenderung
warna normal pada umumnya yaitu coklat,
Lokasi dan 34 70,83 Cukup
ruang produksi sedangkan rasa pada wingko yaitu manis dan
Total Skor 109 98,10 Baik memiliki bau yang khas wingko seperti pada
umumnya. Penilaian secara organoleptik yang
melibatkan indera perasa, penglihatan dan
Berdasarkan penilaian hasil observasi pembau penilaian aspek tersebut dapat diamati
secara keseluruhan aspek Good Manufacturing secara langsung maupun dirasakan perubahannya
Practices (GMP) pada wingko produksi UD. sebagai indikator mutu pangan. Perubahan sifat
Bintang Jaya meliputi pengadaan bahan baku, pada pangan bisa dikatakan sebagai awal dari
higiene karyawan, peralatan produksi lokasi proses pembusukan/dekomposisi dari keadaan
dan bangunan ruang produksi adalah 109 dari normal menjadi keadaan yang tidak dikehendaki.
total skor maksimal 111. Berdasarkan aspek Proses pembusukan dapat terjadi karena proses
penilaian Good Manufacturing Practices (GMP) fisika akibat dari adanya benturan atau akibat
dalam kategori baik dengan persentase sebesar dari dimakan oleh binatang pengganggu, proses
98,10%. pembusukan dapat terjadi secara alami akibat
Tujuan dari penerapan Cara Produksi Pangan dari zat makanan itu sendiri, proses pembusukan
yang Baik adalah Memberikan prinsip dasar akibat dari mikroba yang tumbuh dalam makanan
keamanan pangan bagi IRT dalam menerapkan sehingga makanan menjadi rusak serta berubah
CPPB-IRT agar dapat menghasilkan produk rasa, bau dan warnanya.
pangan yang aman dan bermutu sesuai dengan Bahan Tambahan Makanan (BTM)
tuntutan konsumen baik konsumen domestik
maupun internasional. Memberikan panduan Hasil pengujian Balai Besar Laboratorium
bagi penyelenggara SPP-IRT guna memperlancar Kesehatan Surabaya (BBLK) dengan nomor
operasional pelaksanaan berbagai kegiatan yang laboratorium L13001589/4324/BHN/XII/2013
berkaitan dengan kewenangan minimal yang dengan contoh bahan kue wingko dengan
wajib dilaksanakan oleh Bupati atau Walikota. parameter sakarin dan siklamat dinyatakan kue
156 Jurnal Kesehatan Lingkungan Vol. 8, No. 2 Juli 2016: 148–157

wingko negatif mengandung pemanis buatan. SIMPULAN DAN SARAN


Artinya kue wingko tersebut memenuhi syarat
Berdasarkan hasil penelitian serta
mutu wingko berdasarkan Standar Nasional
pembahasan, dapat diambil kesimpulan UD.
Indonesia (SNI) 01-43311-1996 tentang kue
Bintang Jaya didirikan pada tahun 1986 dan telah
wingko.
memiliki beberapa perijinan untuk Industri Rumah
Penggunaan pemanis sintetis terutama
Tangga (IRT), yaitu ijin Surat Ijin Usaha Perorangan
sakarin dan siklamat dapat dilihat dampaknya
(SIUP), Tanda Daftar Usaha Perorangan (TDUP),
apabila dikonsumsi dalam jangka waktu yang
Hak Merek Dagang terdaftar di Kementerian
panjang dapat menimbulkan gangguan kesehatan.
Hukum dan Hak asasi Manusia (Hak kekayaan
Penelitian pada hewan coba menunjukkan
Intelektual) dan Sertifikat-PIRT. Karyawan yang
bahwa konsumsi sakarin dan siklamat dapat
bekerja pada Industri Rumah Tangga (IRT) UD.
menyebabkan timbulnya kanker kandung kemih
Bintang Jaya dari 8 orang, 6 orang berpendidikan
(Cahyadi, 2012).
terakhir sekolah dasar (SD) dan 2 orang
Bakteriologis berpendidikan sekolah menengah pertama (SMP).
Penerapan aspek Good Manufacturing Practices
Hasil pengujian Balai Besar Laboratorium
pada pengadaan bahan baku di UD. Bintang
Kesehatan Surabaya (BBLK) Nomor Lab.
Jaya termasuk dalam kategori cukup baik dengan
L13015891/1134M/Bakt.Snt/XII/2013 contoh bahan
persentase 83,33%. Penerapan aspek Good
kue wingko dengan parameter E.coli dinyatakan
Manufacturing Practices pada peralatan produksi
kue wingko negatif mengandung bakteri E.coli.
di UD. Bintang Jaya termasuk dalam kategori baik
Artinya kue wingko tersebut memenuhi syarat
dengan persentase sebesar 88,88%. Penerapan
mutu wingko. Bakteri dapat berkembang biak
aspek Good Manufacturing Practices pada higiene
dalam waktu singkat.
karyawan di UD. Bintang Jaya termasuk dalam
Mikroorganisme dapat ditemukan di
kategori baik dengan persentase sebesar 77,77%.
berbagai tempat yaitu, tanah, udara dan air hal
Penerapan aspek Good Manufacturing Practices
ini menyebabkan makanan sulit terhindar dari
pada lokasi dan ruang produksi di UD. Bintang
kontaminasi mikroorganisme. Bakteri E.coli
Jaya termasuk dalam kategori Cukup. Penilaian
mampu memperbanyak diri dari satu sel menjadi
kualitas mutu wingko meliputi aspek sensorik,
2 sel identik dalam waktu 15–20 menit, proses
pemanis buatan dan bakteriologis berdasarkan
pembelahan diri tersebut akan terus berkembang,
penilaian dan uji laboratorium dan observasi
hal ini menunjukkan bahwa bakteri dapat
memenuhi syarat mutu wingko berdasarkan SNI
berkembang biak dengan cepat dari jumlah
01-4311-1996.
yang sedikit menjadi lebih banyak. Antisipasi
Mengacu pada hasil penelitian, pembahasan
terhadap kontaminasi bakteri pada makanan
serta kesimpulan maka dapat dikemukakan
dapat dilakukan dengan memahami faktor yang
beberapa saran untuk pemilik IRT sebaiknya
memengaruhi pertumbuhan bakteri agar produk
pemilik menyediakan Alat Pelindung Diri (APD)
akhir yang diproduksi aman bagi konsumen (Rauf,
pada karyawan berupa, masker, penutup
2013).
kepala, sarung tangan dan apron (celemek).
Keluhan Kesehatan Peralatan produksi yang kondisinya sudah tidak
terawat dapat diganti/peralatan produksi yang
Berdasarkan hasil kuesioner didapatkan
cat pelindungnya terkelupas dapat dilakukan
bahwa dari 8 penjamah makanan yang pernah
pengecatan kembali. Karyawan yang melakukan
mengonsumsi wingko didapatkan 1 diantaranya
perilaku merokok/melakukan tindakan yang tidak
pernah merasakan keluhan kesehatan berupa
higienis pada saat produksi hendaknya ditegur
sakit tenggorokan. Keluhan kesehatan yang
oleh pemilik/penanggung jawab. Melengkapi
pernah dirasakan oleh penjamah makanan dapat
legalitas yang belum dimiliki seperti sertifikat
terjadi akibat dari makanan yang dikonsumsi
halal dan perijinan yang belum dimiliki terkait
penjamah selain dari produk wingko, mengingat
legalitas industri rumah tangga. Kelengkapan
penjamah makanan tidak hanya mengonsumsi
keterangan lengkap pada kemasan seperti, barat
wingko atau memang kondisi kesehatan penjamah
bersih, komposisi bahan, tanggal, bulan dan
makanan sedang tidak baik sehingga timbul sakit
tahun kedaluwarsa sebaiknya dicantumkan pada
tenggorokan yang dirasakan.
kemasan produk.
H Rudiyanto, Kajian Good Manufacturing Practices (GMP) 157

Peran serta pemerintah sebagai pemangku Arisman. 2012. Buku Ajar Ilmu Gizi: Keracunan Makanan.
kebijakan dapat memantau/mengawasi Industri Jakarta: ECG.
Chandra, B. 2012. Pengantar Kesehatan Lingkungan.
Rumah Tangga (IRT) yang bergerak di bidang
Jakarta: ECG.
pengolahan pangan agar tetap mematuhi prinsip Cahyadi, W. 2012. Analisis & Aspek Kesehatan Bahan
keamanan pangan. Melakukan pelatihan kepada Tamabahan Pangan. Jakarta: Bumi Aksara.
pemilik Industri Rumah Tangga (IRT) tentang cara Hidayati, D. 2012. Penerapan Good Manufacturing
pengolahan makanan yang baik. Memberikan Practices di Industri Rajungan PT. Kelola Mina Laut.
Jurnal Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo.
sanksi kepada pemilik Industri Rumah Tangga
Depkes RI, 2003. Keputusan Menteri Kesehatan Republik
(IRT) yang tidak memiliki ijin usaha/kelengkapan Indonesia Tahun Nomor 1098/MENKES/SK/VII/2003
perijinan yang telah ditetapkan. Tentang Persyaratan Higiene Sanitasi Rumah Makan
Konsumen sebagai pengguna/penikmat dan Restoran.
produk pangan hendaknya waspada terhadap Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
Republik Indonesia Nomor Hk.03.1.23.04.12.2206
produk yang tidak memiliki informasi/keterangan
Tahun 2012 tentang Cara Produksi Pangan Yang
yang jelas mengenai produk tersebut. Tidak Baik Untuk Industri Rumah Tangga.
membeli produk dengan kemasan yang sudah Kemenakertrans, 2010. Peraturan Menteri Tenaga Kerja
tidak baik/rusak. Melihat tanggal kedaluwarsa dan Transmigrasi Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Alat
pada setiap produk yang akan di beli. Pelindung Diri.
Prayusnita, H. 2011. Produksi Brem ditinjau dari Good
Manufacturing Practices. Skripsi Fakultas Kesehatan
DAFTAR PUSTAKA Masyarakat. Universitas Airlangga.
Rauf, R. 2013. Sanitasi Pangan & HACCP. Yogyakarta:
Andarmoyo, S. dan Isroin, L. 2012. Personal Hygiene. Graha Ilmu.
Yogyakarta: Graha Ilmu. Standar Nasional Indonesia 01-4311-1996 tentang Kue
Ardianti, A. 2014. Ekstraksi Antibakteri dari Daun Wingko.
Berunuk (Crescentia cujete Linn) Menggunakan Thaheer, H. 2008. Sistem Manajemen HACCP. Jakarta:
Metode Ultrasonik. Jurnal Fakultas Teknologi Pangan, Bumi Aksara.
Universitas Brawijaya Malang. Republik Indonesia, 2009. Undang-undang Republik
Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang
Kesehatan.

Anda mungkin juga menyukai