Anda di halaman 1dari 2

Yasmin Ramandhita Mokoginta

Konsep Pengkaderan yang Baik

Pengkaderan adalah suatu proses dalam membentuk karakter seseorang atau kelompok menjadi pribadi
yang lebih baik sesuai dengan tujuan organisasi, dimana dalam proses tersebut terdapat penanaman nilai-nilai,
salah satunya yaitu nilai kemanusiaan. Pengkaderan dapat juga dikatakan sebagai proses regenerasi. Proses
regenerasi ini memiliki peran penting dalam kelangsungan organisasi, bila proses regenerasi tersebut terhambat,
maka proses berjalannya organisasi itu juga akan terganggu dan tidak sesuai dengan tujuan awal. Tujuan dari
pengkaderan tentu saja untuk membentuk dan menghasilkan kader-kader yang berkualitas. Untuk membentuk
kader-kader yang berkualitas diperlukan konsep yang baik agar pengkaderan berjalan sesuai dengan tujuan
organisasi tersebut. Pengkaderan merupakan proses pengembangan jiwa solidaritas maupun jiwa loyalitas
terhadap satu sama lainnya. Serta menjadi wadah untuk pembentukan watak dan karakter bagi mahasiswa baru.

Pengkaderan yang di kategorikan ideal harus sesuai dengan tujuan dan esensi dari pengkaderan setiap
organisasi itu sendiri, dimana tujuan dan esensi organisasi itu adalah memperkenalkan dunia kampus dan
memberikan pemahaman mengenai fungsi nya sebagai mahasiswa serta tidak lepas dari “Tri Dharma Perguruan
Tinggi” yaitu pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Tri Dharma Perguruan Tinggi ini adalah
sebuah visi misi serta salah satu tujuan pencapaian yang harus dilakukan. Yang tak kalah pentingnya adalah
pengkaderan harus memanusiakan mahasiswa baru, bukan malah menganggap mahasiswa baru itu sesuatu yang
di program untuk selalu patuh kepada senior.

Kegiatan di dalam proses pengkaderan pada umumnya dilaksanakan dengan cara monoton karena
dianggap menjadi sebuah tradisi yang harus turun temurun dilakukan. Seperti adanya tindakan kurang
mengenakkan yang dilakukan senior terhadap mahasiswa baru, contohnya dipermalukan tanpa sebab, melakukan
hal-hal konyol dan hal lainnya membuat mahasiswa baru berfikir seolah-olah mereka di jadikan bahan lelucon. Tak
sedikit juga yang bahkan menjadikan hal tersebut menjadi alasan mereka untuk membalaskan dendamnya setelah
apa yang mereka dapatkan sebelumnya di dalam proses pengkaderan.

Salah satu hal yang sering dilakukan dalam proses tersebut yaitu kekerasan. Contohnya memberitahu
dengan cara membentak. Bila memang mahasiswa baru berbuat salah yang masih bisa ditolerir, alangkah baiknya
menegur atau memberitahu dengan cara yang baik pula. Namun jika perbuatan atau tindakan dari mahasiswa baru
sudah tidak dapat ditolerir lagi atau sudah melewati batas wajar dan perlu diberitahu dengan cara memarahi nya,
saya rasa itu tidak masalah. Karena seorang pengkader merupakan gambaran serta cerminan dari sebuah
organisasi tersebut dan bisa saja perilaku tersebut akan ditiru atau dilakukan oleh pengkader selanjutnya yang
menganggap bahwa hal itu sudah lumrah dilakukan didalam proses pengkaderan dalam organisasi tersebut. Hal
tersebut pula yang dianggap menjadi budaya dan telah di klaim menjadi ciri serta karakter dari sebuah organisasi.
Walaupun sebenarnya tidak semua para pengkader menggunakan metode tersebut, namun tetap saja hal itu telah
terkonstruk di fikiran mahasiswa baru yang bahkan notabene nya mereka belum pernah memasuki sebuah
organisasi.

Adapula yang menggunakan metode “satu rasa” adalah sebuah wujud solidaritas. Melakukan hal-hal
diluar batas kemanusiaan seperti “makan permen secara bergantian”, “sikat gigi menggunakan satu alat” serta
“berkumur dengan hasil kumur orang lain” menurut saya hal tersebut sangat tidak ideal. Bukan kah masih banyak
cara yang bisa dilakukan untuk menumbuhkan rasa solidaritas dengan menggunakan metode yang “lebih
manusiawi”. Dari segi kesehatan pula itu sangat tidak dianjurkan. Metode yang bisa diberikan dapat berupa
pemberian tugas yang unik. Seperti pada pengkaderan yang saya dapatkan ditahap awal, kami bekerjasama dalam
mengerjakan tugas-tugas yang diberikan oleh kakak-kakak pengkader. Hal itu pula mampu menumbuhkan rasa
kebersamaan diantara kami.

Harapan saya yaitu agar sistem pengkaderan kedepannya bisa jauh lebih baik daripada yang sebelumnya.
Saya juga tidak mengatakan bahwa sistem pengkaderan yang sebelumnya itu tidak baik, karena saya juga
merasakan banyak sekali pelajaran yang bisa di dapatkan dari pengkaderan ini. Namun, saya hanya ingin agar
sistem pengkaderan khususnya di Kemasos FISIP Unhas ini lebih ditingkatkan lagi dan mampu menerima kritik
serta saran tentu nya dengan melalui beberapa pertimbangan. Selain itu agar Kemasos FISIP Unhas sendiri mampu
menghasilkan kader-kader yang bisa diandalkan dan lebih unggul diantara wadah atau organisasi lainnya.

Anda mungkin juga menyukai