Anda di halaman 1dari 3

Validitas berdasarkan kriteria (criterion-related validity)

Validitas berdasarkan kriteria atau criterion-related validity merupakan sebuah ukuran


validitas yang ditentukan dengan cara membandingkan skor-skor tes dengan kinerja tertentu
pada sebuah ukuran luar. Ukuran luar ini seharusnya memiliki hubungan teoritis dengan
variabel yang di ukur oleh tes itu. Validitas kriteria (criterion-related validity) terpenuhi jika
pengukuran membedakan individu menurut suatu kriteria yang diharapkan diprediksi. Hal
tersebut bisa dilakukan dengan menghasilkan validitas konkuren (concurrent validity) atau
validitas predictive (predictive validity).
Validitas konkuren dihasilkan jika skala membedakan individu yang diketahui berbeda,
yaitu mereka harus menghasilkan skor yang berbeda pada instrumen, sedangkan validitas
predictive menunjukkan kemampuan instrument pengukuran untuk membedakan orang dengan
referensi pada suatu kriteria masa depan (Sekaran, 2006). Dengan demikian, perbedaan antara
concurrent validity dengan predictive validity adalah waktu pengujian, dimana concurrent
validity diambil dalam waktu yang sama (atau kurang lebih sama), sedangkan predictive
validity dilakukan beberapa saat (dalam periode waktu tertentu) setelah terlebih dahulu dahulu
skor hasil tes diperoleh.
Concurrent dan Predictive Validity : Contoh Kasus
Concurrent Validity
Misalkan kita melakukan survei karyawan di sebuah perusahaan dan meminta mereka
untuk melaporkan tingkat absensi mereka. Data yang diperoleh ini kemudian dapat kita validasi
menggunakan data absensi yang ada diperusahaan. Oleh karenanya, kita dapat menilai validitas
survei (tingkat absensi dilaporkan oleh karyawan) dengan menghubungkan kedua kriteria ini.
Semakin rendah hubungan antara skor penilaian karyawan dengan kondisi sebenarnya yang
tercatat di perusahaan, maka semakin rendah pula tingkat validitas item tersebut.
Contoh lainnya adalah dengan cara menguji hubungan antara skor test pada satu alat
ukur dengan alat ukur lainnya. Jika cara sebelumnya dilakukan dengan membandingkan hasil
penilaian responden dengan kriteria yang diperoleh dari luar/eksternal, maka metode kedua ini
adalah memberikan dua alat ukur yang sama kepada responden. Misalnya, responden diberikan
dua alat ukur yang memiliki fungsi berbeda yaitu engagement dan burnout yang secara teori
kedua konsep ini adalah berbanding terbalik (Schaufeli et al., 2004).
Predictive Validity
Penggunaan test kepribadian Myers-Briggs yang mengkategorikan kepribadian dalam
beberapa kategori yaitu introvert/ekstrovert, intuititf/sensitif, pemikir/perasa, dan
judging/perceiving. Hasil test calon karyawan kemudian akan dicocokkan dengan bidang/jenis
pekerjaan dalam perusahaan. Artinya, perusahaan akan menentukan apa kriteria kepribadian
yang diperlukan untuk pekerjaan tertentu. Misalnya, calon tenaga penjualan harus memiliki
kriteria mudah bergaul, ramah, dan lainnya.
Validitas predictive menunjukkan kemampuan instrument pengukuran untuk
membedakan orang dengan referensi pada suatu criteria masa depan (Sekaran, 2006).
Misalnya, tes potensi akademik dilakukan pada awal masuk perguruan tinggi, dan selanjutnya
2 (dua) tahun kemudian digunakan untuk memprediksi prestasi akademik melalui indeks
prestasi kumulatif (IPK), maka contoh di atas juga secara teknis dapat dilakukan untuk
pengujian validitas prediktif. Dimana, korelasi antara skor TPA pada saat masuk perguruan
tinggi diharapkan akan berfungsi sebagai prediksi prestasi akademik mahasiswa.
Kelemahan validitas kriteria
Groth-Marnat (2010) memberikan penjelasan bahwa “metode Contruct Validity
dikembangkan sebagian untuk mengoreksi ketidak-adekuatan dan kesulitan yang dialami
dengan pendekatan content dan pendekatan criterion. Bentuk-bentuk awal validitas isi terlalu
banyak mengandalkan pada judgement subjektif, sementara validitas criterion terlalu restriktif
dalam bekerja dengan ranah-ranah atau struktur konstrak-konstrak yang diukur. Validitas
criterion memiliki kesulitan lain dalam arti bahwa sering kali tidak ada kesepakatan dalam
menetapkan kritera luar yang adekuat”.

Sumber:
Hendryadi. (2015). Validitas Berdasarkan Kriteria (Criterion-related validity): Konsep dan Aplikasi
dalam Riset Manajemen . TeoriOnline Personal Paper, 2-5.

Uji Homogenitas
Pengujian homogenitas merupakan suatu teknik analisa untuk mengetahui homogen
tidaknya data dari dua variansi setiap kelompok sampel. Pendekatan statistika yang digunakan
adalah dengan menggunakan uji F, dengan formulasi rumusnya adalah sebagai berikut:

𝑉𝑎𝑟𝑖𝑎𝑛𝑠𝑖 𝐵𝑒𝑠𝑎𝑟 (𝑉𝑏)


𝐹= 𝑉𝑎𝑟𝑖𝑎𝑛𝑠𝑖 𝐾𝑒𝑐𝑖𝑙

Catatan:
 Pembilang: Variansi besar (Vb) artinya Variansi dari kelompok dengan variansi
terbesar (lebih banyak)
 Penyebut: Variansi kecil (Vk) artinya Variansi dari kelompok dengan variansi terkecil
(lebih sedikit)
 Jika variansi sama pada kedua kelompok, maka bebas tentukan pembilang dan
penyebut.
Beberapa tahapan dalam analisanya adalah sebagai berikut:
1. Menulis pasangan hipotesis yang akan diuji, yaitu:
H0 : 𝜎1 = 𝜎2 (Variansi Homogen)
H1 : 𝜎1 ≠ 𝜎2 (Variansi Tidak Homogen)
2. Substitusi nilai pada rumus uji F.
3. Tulis kriteria penerimaan dan penolakan hipotesisnya, yaitu:
Jika: Fhitung ≥ Ftabel (0,05; dk1; dk2), maka H0 ditolak.
Jika: Fhitung ≤ Ftabel (0,05; dk1; dk2), maka H0 diterima.
4. Tentukan batas nilai kritis (Ftabel) dari penerimaan dan penolakan hipotesisnya, yaitu:
dk pembilang : n – 1
dk penyebut : n – 1
Pada taraf signifikansi α = 0,01 atau 0,05.
5. Membandingkan nilai Fhitung dengan Ftabel.
6. Menuliskan kesimpulan.

Anda mungkin juga menyukai