Kategori: Cerpen Anak Lolos moderasi pada: 13 October 2019 Sepulang sekolah, Darko, Mariam, Dens, Karin, Roro dan Seungri bermain games karena besok hari libur sekolah. Mereka bahagia sekali. Tiba-tiba… “Kruuuuukkkk…” “Bunyi apaan tuh?” tanya Mariam. “Hehehe… maaf ya teman-teman aku mulai lapar” kata Dens. “Kapan sih kamu nggak lapar?” tanya Darko. “Tapi, hari memang sudah waktunya makan. Yuk kita minta tolong Pak Koki buat masakin makanan” ajak Karin. “Tolong sampaikan pada Pak Koki untuk memasak makanan spesial buat kami semua” kata Darko kepada salah satu pengawalnya. “Maaf hari ini Pak Koki tidak bekerja. Ia sakit parah sekali. Biar saya tolong Pak Alfred buat membelikan saja ya?” ujar pengawal. “Yah, terus gimana? Ah, aku ada ide. Gimana kalau kita masak saja?” usul Roro. “SETUJUUU…!!!!” mereka kompak sekali. Mereka menuju dapur. “Hmmm… masak apa ya?” tanya Karin. “Bagaimana kalau kamu yang memasak? Cowok kaya kami juga bisa masak lho!” ujar Seungri. Akhirnya, Dens, Darko, dan Seungri yang memasak. “Kita buat adonannya dan… jadilah mie. Seungri beri tepung daging itu!” kata Darko. “Aduh susah buka tepungnya” kata Seungri. Dan ketika berhasil dibuka tepung tumpah ke mukanya. Beberapa menit kemudian… “Ini dia. Mie chicken katsu teriyakinya. Silahkan dicoba nona-nona” canda Darko. “Nyam… nyam…” Karin mulai mencoba. “Ah enak sekali. Mienya lembut dan ringan. Chicken katsunya empuk. Perpaduan yang begitu sempurna. Hebat juga koki kita hari ini” puji Mariam. Mereka serasa seperti terbang ke udara. Yummy sekali. “Siapa dulu dong kokinya. Seungri gitu loh!” ujar Seungri. “Kita!” protes yang lain. “Hahahahahahahaha…” TAMAT Cerpen Karangan: Dian Kalila Sumbogo Hai aku Lila aku sekolah di SD muhammadiyah kutoarjo. Lahir 30 november 2007. Hobiku, menulis dan membaca. Semoga kalian suka cerpenku Cerpen Let’s Cook, Gents merupakan cerita pendek karangan Dian Kalila Sumbogo, kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya. "Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!"
Tirai Masa Lalu
Cerpen Karangan: Indriyanti Feronika Kategori: Cerpen Cinta Islami Lolos moderasi pada: 13 October 2019 “Za, tumbenan banget kamu masih sibuk di depan layar monitor?” Tanya Radha, teman dekat Zahra sambil dia memasuki ruangan kerja Zahra. Zahra masih tak menghiraukan ucapan sahabatnya itu, ia masih sibuk dengan keyboard komputernya. “Kamu bikin apa sih Za? Sampai sebegitu seriusnya. Apa kamu gak mau ngobrol sama sahabatmu ini, haa?” “Apa sih Ra, brisik tau…” Seketika Radha langsung mendekati meja kerja Zahra, ia lihat teman dekatnya sedang membuat jadwal harian. Ya Zahra, Hafidzah Nur Az-Zahra nama lengkapnya. Dia adalah sosok wanita karir. Bayangkan saja di usia yang baru menginjak 22 tahun ini dia sudah sukses di dalam pekerjaannya. Dia kerja di salah satu perusahaan ternama di Semarang, dia menjabat sebagai direktur manager pemasaran. Karena keahliannya dalam berbicara ataupun presentasi, membuat pekerjaannya selalu ternilai berkualitas di perusahaan tersebut. “Untuk apa jadwal itu Za? Sebegitu sibuknya ya kamu sekarang?” “Tidak juga, aku hanya ingin bisa membagi waktuku antara pekerjaan dan berkumpul dengan orangtuaku beserta adikku Ra. Kamu tahu sendiri kan, jika tak aku jadwal seperti ini pasti waktuku akan terkuras habis di kantor.” Jawab Zahra dengan tegas. “Iya-iya deh aku tahu. Tapi cepat dikit dong, aku udah laper nih, apa kamu gak mau nemenin aku makan? Haa!!” sahut Radha sedikit kesal kapada sahabatnya itu. “Iya ini tinggal nyimpen juga kok!” Setelah jadwal hariannya sudah selesai, Zahra memakai jasnya yang sedari tadi tersampir di kursi megahnya. Jilbab syar’I yang ia kenakan menambah keanggunan gadis keturunan Jawa itu. Ya memang perusahaan di mana Zahra berkerja ini tidak melarangnya untuk memakai pakaian yang syar’i. “Oke, ayo kita makan malam. Dan kuantarkan kau pulang sekalian nanti.” Ucap Zahra sambil menarik tangan sahabatnya yang terduduk di sofa, kursi tamu. Mobil yang mulus meluncur di keramaian kota, melaju dengan kecepatan sedang dan tersuguh keindahan kota di malam hari. “Mau makan di restoran mana kita malam ini?” Tanya Radha Pada Zahra yang sedang mengemudikan mobil. “Terserah kamu saja, yang penting aku bisa kenyang malam ini.” Jawab Zahra dingin. “Oke, kita makan di restoran yang biasa kita makan di sana tiap hari, trus nanti kita pulang. Malam ini jangan tidur terlarut malam, ingat kita besok ada pertemuan kontrak kerja sama Za. Dan semua itu kamu yang memegang tanggung jawabnya. Jangan sampai kita kehilangan kontrak itu, kamu mengerti kan.?” “Iya, aku mengerti kok. Kalau tander itu sangat besar dan harus kita dapatkan.” “Oh iya Za, aku dengar-dengar nih CEO dari perusahaan yang akan kita jalin kontrak itu masih sangat muda loh. Usut-usut sih seumuran kita, dan katanya CEO nya itu keren dan tampan banget Za.” Jelas Radha tanpa Zahra minta. Itulah sifat Radha yang sukanya bercanda walaupun terkadang candaannya melampaui batasan. “Kau tidak mengenalnya, untuk itu diamlah. Atau kau akan terus membicarakan CEO itu? Ayo turun, kita sudah sampai.” Ucap Zahra datar. Keesokan harinya mereka harus datang ke kantor lebih pagi, untuk mempersiapkan berkas untuk mendapatkan tander kontrak dari sebuah perusahaan yang terkenal. “Za semua berkasnya udah kamu siapin kan? Ini ada satu berkas lagi yang harus kamu periksa sebelum kita berangkat.” Ucap Radha sambil memasuki ruangan kerja Zahra dengan memberikan berkas. “Mana?” Zahra langsung memeriksa berkas yang baru saja diberikan oleh Radha. “Oke, berkasnya sudah lengkap sekarang kita berangkat ke perusahaan itu sekarang.” Mobil mulus berwarna silver meluncur dengan begitu saja ke dalam keramaian kota Semarang pagi itu. Perjalanan kurang lebih selama 30 menit, mereka telah sampai di perusahaan yang ingin bekerja sama dengan perusahaan mereka. “Permisi, di mana ruang CEO nya mbak?” Tanya Radha kepada resepsionis “Apakah anda sudah membuat janji dengan beliau?” “Ya, kami sudah membuat janji denganya dua hari yang lalu.” jawab Zahra tegas. Ya itulah sifat gadis itu, keras kepala dan tegas atas keputusannya. “Baiklah kalau begitu kalian bisa menemui beliau di lantai tiga.” Mereka langsung menaiki lift menuju lantai tiga. Sesampainya mereka di depan pintu tiba-tiba Zahra mendapat telepon dari ibunya. “Telfon dari siapa Za?” “Dari mamaku, entahlah ada apa. Begini saja, kamu masuk ruangan CEO itu dulu, sementara aku akan mengangkat telfon dari mamaku. Tidak enak jika beliau menunggu kita Ra.” “Oke, aku akan bawa sisa-sisa berkas ini, kau jangan lama-lama Za” Zahra mengangkat telepon dari ibunya, sedangkan Radha menemui CEO perusahaan tersebut. “Permisi?” ucap Radha lirih saat memasuki ruangan yang megah itu. Dilihatnya sosok yang membelakanginya. Tengah berdiri tegak, dengan badan yang sangat ideal berpadu dengan jas hitam pekat yang menambah pesona CEO itu. “Silahkan duduk, apa kamu hanya sendiri?” jawab CEO itu. Suara yang sopan dan berwibawa. “Tidak, sebenarnya bersama rekan saya. Tapi dia sedang ditelfon oleh ibunya.” “Oke, kalau begitu langsung saja. Saya sudah membaca berkas-berkas yang kalian kirim kemarin. jujur saya merasa puas dengan hasil kinerja perusahaan kalian. Berkas-berkas yang kalian kirim pun juga tersusun rapi dan terjelaskan dengan rinci. Untuk itu saya yakin memberikan tander kontrak ini kepada perusahaan kalian. Ini berkasnya, sudah saya tanda tangani kontraknya.” Jelas laki-laki itu sambil membalikan badan. Radha hampir tak percaya bahwa tander besar itu bisa ia dapatkan, ia sungguh tak percaya, namun itulah kenyataanya. Ya memang benar CEO itu memang masih muda dan tampan rupawan, seperti yang ia ketahui. “Maaf saya telat.” Ucap Zahra saat memasuki ruangan yang memang megah dan dingin dengan semilirnya AC ruangan itu. Namun seketika mata Zahra terbelalak dan nanar tak percaya melihat sosok yang tengah duduk di kursi kemegahan dan menghadap padanya. Dia sangat terkejut melihat sosok yang tak asing baginya itu. Ya, Affan. Tidak, lebih tepatnya Affan Arkana Aditya Putra. Mantan kekasihnya dulu. “Kau? untuk apa kau disini?” Tanya Zahra dengan sedikit sinis. “Za, kita memenangkan tander ini. Proyek itu jatuh ke tangan perusahaan kita Za.” Ucap Radha gembira. Namun Zahra tak memperdulikan ucapanya. Zahra kini masih terfokus pada sosok yang tak asing lagi baginya itu. “Jangan bilang kau CEO perusahaan ini?” Tanya Zahra dengan nada yang lebih sinis dari sebelumnya. Tatapan matanya itu bagaikan tatapan elang yang hendak menerkam mangsanya. Ya, tatapan kebencian akan masalah yang masih terekam indah di memori Zahra, tentang tujuh tahun silam. Begitu juga dengan tatapan Affan, kebencian mereka yang saling terungkap dalam tatapan mata itu sungguh sangat membuat Radha tak mengerti. “Za dialah CEO perusahaan ini. Apa kamu mengenalnya?” Tanya Radha polos. “Jadi kau pemegang tander ini?” Tanya Affan yang sedari tadi diam tanpa kata melihat sosok wanita yang dulu sempat bersinggah di hatinya. “Itu tidak penting bagimu. Ayo Ra, kita pergi dari sini. Urusan kita disini sudah selesai.” Ucap Zahra ketus, sambil meninggalkan Affan yang masih terduduk dikursi megahnya. “Berhenti Za!!!” sambar Affan yang juga masih terduduk . Zahra tak menghiraukan ucapan Affan. Dia tetap yakin dengan langkah kakinya itu. “Aku bilang berhenti ya berhenti Zahra!!!!” ucap Affan dengan nada tinggi, sambil ia menghalangi langkah Zahra. Melihat semua itu Radha hanya terdiam seribu bahasa, dia tahu itu adalah masalah pribadi mereka. Sehingga ia juga sadar bahwa ia tak berhak ikut campur, justru dia malah duduk di kursi tamu melihat perdebatan sahabatnya itu. Namun dia heran ada hubungan apa Zahra dan CEO itu. “Menyingkirlah dari hadapanku Fan.” Ucap Zahra dingin. “Apa kau fikir aku akan membiarkanmu pergi secepat itu? seperti kau pergi tujuh tahun yang lalu? hahaha, this is impossible!!!!” “Apa lagi? Urusan pekerjaan kita sudah selesai. Kontrak sudah kamu tanda tangani. Jadi tidak ada urusan lain lagi yang harus kita bicarakan.” Jawab Zahra sambil menyingkir dari hadapan Affan. “Jika kau tetap ingin pergi, maka sekarang juga aku akan membatalkan kontrak itu. “ Mendengar hal itu langkah Zahra tiba-tiba terhenti. “Apa-apaan kamu ini, urusan pribadi tidak bisa dicampur dengan urusan pekerjaan. Bersikaplah professional. Dan kau juga tidak bisa membatalkan kontrak begitu saja Fan.” “Owh, benarkah? Lalu kenapa hubungan bisa diakhiri dengan begitu saja? Haa!! Kenapa?” Tanya Affan dengan nada yang tinggi. Perkataan itu membuat hati Zahra seakan berhenti bendetak, badanya lemas, tenggorokanya seakan tercengang. Badai halilintar yang seakan-akan menghantamnya saat itu, hatinya benar-benar merasakan sakit hati ketika ia harus mengingat tujuh tahun yang lalu itu. “Jangan bicara ngelantur Fan!! Ini bisnis bukan tentang cinta.” “Hahahaha, sungguh? Benarkah? Kau memang gadis gilaa Zahra!!!! Oh iya, sudah tujuh tahun, pantas saja kau lupa. Kalau begitu akan aku ingatkan lagi memori itu. Tapi sebelumnya aku akan mengomentari dirimu yang sekarang. Sudah tujuh tahun kita tidak bertemu, tidak berkomunikasi. Kamu sudah banyak berbeda namun satu yang masih tetap sama, pakaianmu itu. Yang telah membuatmu pergi dari hidupku.” Ucap Affan dengan ketus. “Kau juga banyak berubah Fan, namun satu yang masih sama, sifat kekanak- kanakanmu itu.” “Jaga bicaramu Za!!!” bentak Affan, dengan emosi yang semakin memuncak. Radha sampai tak percaya sahabatnya akan memiliki cerita yang sedemikan rupa. “Kau tak suka ku anggap anak-anak bukan? Aku juga tak suka kamu menghina jilbabku. Mengerti?!!!” bentak Zahra yang tak kalah tinggi. “Terserah kau ingin berpendapat apa dan ingin menjelaskan apa. Aku sudah tak perduli Fan, bagiku tujuh tahun itu sudah berlalu dan lenyap. Ayo Ra kita pergi dari sini.” Ucap Zahra sinis sambil berlalu meninggalkan Affan yang masih berdiri mendengar ucapan dari yang terakhir. Dia tak menyangka Zahra akan semudah itu melupakanya, sedangkan dia masih sangat mencintai gadis keras kepala itu. Saat di perjalanan pulang Zahra menjelaskan semuanya pada Radha, apa boleh buat toh Radha juga sudah melihat perdebatanya dengan Affan. Keesokan harinya Zahra mendapat tugas dari kantor. Untuk meminta tanda tangan Affan, untuk salah satu dokumen proyek yang baru ia dapatkan kemarin. Sebenarnya Zahra sangat tidak ingin bertemu dengan Affan, karena masih teringat perlakuan Affan yang kemarin. Namun apa boleh tugas tetaplah tugas yamg harus ia laksanakan. Toh Radha juga sedang sibuk, tidak bisa membantunya. Untuk itu ia segera menuju kantor Affan. “Permisi, pak Affan nya ada?” Tanya Zahra pada resepsionis. “Maaf mbak pak Affan baru keluar.” “Keluar kemana? “Kata sekertarisnya beliau izin untuk melatih adiknya bermain musik mbak.” “Di mana? Saya sedang ada urusan dengannya. Saya membutuhkan tanda tanganya sekarang.” tegas Zahra. “sekertarisnya bilang beliau di studio band The Brightly mbak.” Tanpa berfikir panjang dan menyahut ucapan petugas resepsionis, Zahra langsung menuju studio itu, kebetulan dia juga tahu posisi studio itu di mana. Saat sudah sampai di depan pintu studio The Brightly Zahra langsung masuk ke dalam studio itu. Zahra tak kuat dengan suara pukulan drum yang Affan mainkan saat itu. Suara itu hampir membuat gendang telinganya & kaca-kaca yang ada di sekitar studio itu pecah. “Apa kau akan terus melampiaskan amarahmu pada benda mati ini?” teriak Zahra di hadapan drum yang Affan mainkan. Seketika tangan Affan berhenti memukul benda mati kesayanganya itu. Ya, dari sejak dia SMP Affan sudah sangat pandai memainkan drum, karena sejak SMP pula dia sudah ikut band. Band The Brightly yang sempat melejit namanya di kalangan remaja waktu itu, saat mereka masih duduk di kursi SMA. Dan Affan pula lah yang menjadi kapten band itu. “Ngapain kamu kesini? Masih ingat jalan kesini juga kamu haaa?!” Ucap Affan ketus tanpa menatap wajah cantik gadis itu. “Aku butuh tanda tanganmu sekarang juga.” Sahut Zahra sambil memberikan map berwarna merah padanya. “aku akan mengingatkanmu terlebih dahulu tentang tujuh tahun silam itu Za. Baru aku akan menandatangani berkas ini.” Sambil merebut berkas dari tangan Zahra. “Za, aku masih mencintaimu. Tapi kenapa kamu secepat itu melupakanku? Haa!! Tujuh tahun aku memendam rasa ini sendirian, setelah kamu memutuskanku dengan segudang alasan yang tak satupun kamu utarakan padaku, tapi kamu apa? Kamu gak perduli sama sekali. Za, sampai kapan kita akan begini terus? Saling membohongi diri sendiri. Aku tahu kamu masih mencintaiku bukan? Tapi kamu terlalu gengsi untuk mengungkapkan itu. Katakan bahwa apa yang aku ucapkan itu benar Za!! Katakana!!” ucapa Affan dengan nada mulai meninggi. “Kalaupun aku masih mencintaimu, untuk apa aku harus mengungkapkannya? Karena aku ingin, hanya aku dan Allah yang tahu semua itu Fan. Aku tak mau jika kau tahu aku masih mencintaimu, maka kau tak akan mau aku putuskan. Toh aku tak mau menyatakan cinta, karena aku tak berhak atas dirimu.” “Apa maksudmu?” “Aku ingin menyatakan hal itu, apabila aku memang sudah berhak atas dirimu sepenuhnya Fan, bukan separuhnya. Tak perlu aku jelaskan lebih lebar lagi. Cepatlah tanda tangani berkas itu!!” ucap Zahra datar dan dingin. “Berkas itu tak penting bagiku!! Aku hanya ingin kepastian darimu saja Za!!” bentak Affan sehingga membuat badan Zahra terjingkat mendengarnya. ya Zahra memanglah gadis keras kepala, namun Affan lebih keras kepalanya dari pada Zahra. “Kepastian apa lagi yang kamu maksudkan? Haa?” Tanya Zahra dengan nada yang memuncak pula. “Apakah maksud dari perkataanmu kau ingin menikah?” tanay Affan dengan serius. “siapa juga yang mengatakan itu, asal bicara aja!” Jawab Zahra dengan nada ketus. “Za, aku minta maaf karena selama ini aku tak pernah mengerti apa keinginanmu Za. Cukup tujuh tahun sudah aku sempat kehilanganmu, cukup tujuh tahun pula saja aku merasakan sakit hati ini. Sekarang aku tak ingin lagi kehilangan dirimu Za. Maukah kamu menikah denganku? Aku mengkhitbahmu saat ini juga Za.” Tanya Affan dengan mata yang berkaca-kaca. “Kalau bercanda jangan sampai terlewat batas Fan!” Ketus Zahra. “Untuk apa aku bercanda?” Tegas Affan. “Apa yang ingin kucari lagi? Haa?!! Katakan!! Harta? Karir? Prestasi? Ketenaran? Aku sudah punya itu semua Zahra! satu yang tidak aku punya” “Apa?” “Cinta. Aku sudah memiliki semua yang ingin ku miliki saat ini. Tapi belum dengan cinta darimu.” Jawab Affan. “Dulu aku pernah mendapatkannya. Tapi dulu juga aku pernah kehilangannya. Apa kau fikir aku akan membiarkannya hilang seperti dulu lagi? Tidak!!! Aku tidak akan membiarkan hal itu terulang lagi.” Jelas Affan panjang lebar. Sedangkan Zahra yang sedari tadi penuh dengan pemberontakkan terhadap Affan. Kini dia hanya bisa diam seribu bahasa mendengarkan semua perkataan Affan. “Sudah cukup kegilaan yang udah kamu berikan waktu itu padaku. Sekarang tidak lagi!” Affan yang memang memilki sifat keras kepala dan juga tegas yang tak kalah dari sifat Zahra. Kini dia mulai menampakkan sifatnya dengan kesungguhan. “Kegilaan?” Tanya Zahra dengan kedua alisnya yang hitam ikut mengerut. “Ya, kegilaan. Apa kamu tahu. Aku sudah cukup gila setelah kamu tinggalkan waktu itu Za. kamu nggak pernah merasakan hal itu bukan?!!” tanya Affan dengan nada sinis. “Aku sudah cukup sabar menghadapi sikapmu Za. apa kamu akan membohongi dirimu terus seperti ini?!! Katakan!! Kamu dan aku masih salaing mencintai. Kenangan tujuh tahun yang lalu itu belum bisa hilang dari memorimu kan? Sama denganku Za. aku masih mencintaimu. Tujuh tahun aku sabar dengan kesendirian ini. Aku sempat berfikir, bahwa aku tak akan lagi bisa bertemu denganmu. Tapi, mungkin Tuhan telah menakdirkan kita untuk bertemu lagi. Untuk itu aku dengan kesungguhan hatiku melamarmu di depan drum kesayanganmu. Kamu masih ingat dengannya bukan? Aku mohon Za, terimalah aku kembali dalam hidupmu. Untuk kedua kalinya aku berjanji untuk memberikan kebahagiaan dalam hidupmu. Will you merry me?” kembali Affan menanyakan hal itu dengan mata yang berkaca-kaca. Cinta memang tak pernah bisa membohongi segalanya. Termasuk cinta yang masih Zahra milii untuk Affan selam ini. Pengorbanan, kesetiaan, cinta, kasih sayang, dan kesabaran yang dimiliki Affan lah yang telah menyadarkan Zahra kembali akan sebuah cinta. Cinta yang telah mereka akhiri bertahun-tahun lalu, kini semua merebak kembali. Dengan pelan namun pasti, Zahra mengangguk sebagai tanda bahwa ia menerima pinangan sang pujaan hati yang telah lama pergi. Kebahagiaan yang tak terhingga dirasakan oleh kedua insane yang telah lama merajut dan memilki ikatan rasa cinta yang suci dan tulus itu. Untuk itu, kita sebagai para remaja islam, tak seharusnya melakukan hal yang dinamakan “pacaran”. Karena hal itu sudah dilarang di agama kita. seperti yang tertulis dalam QS.Al-Isra’(32). Yang artinya “Dan janganlah kamu mendekati zina, zina itu sungguh suatu perbuatan keji, dan suatu jalan yang buruk”. Seperti halnya Zahra dan Affan, mereka telah mengakhiri hubungannya. Namun, karena Allah telah berkehendak. Sejauh dan selama apapun mereka berpisah, maka mereka akan bersama kembali. Cerpen Karangan: Indriyanti Feronika Blog / Facebook: Indriyanti Feronika (FB) Cerpen Tirai Masa Lalu merupakan cerita pendek karangan Indriyanti Feronika, kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya. "Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!" Share ke Facebook Twitter