Anda di halaman 1dari 7

BAIK HATI LUAR DALAM

Sherly Maharizki Amarin

XI.4

Sumber foto: https://pin.it/6rz6XWJ

SMA NEGERI 3 BANDAR LAMPUNG


Di suatu hari yang cerah, terdapat dua orang gadis bernama Raisa dan
Zahra. Mereka sedang asyik bermain di taman halaman rumah. Raisa dan
Zahra adalah saudara sepupu yang berasal dari keluarga ibu. Meskipun
berbeda darah, tapi mereka selalu menghabiskan waktu libur bersama.
Tidak ada yang meragukan eratnya persaudaraan di antara mereka.

Pada hari Minggu, Raisa memulai aktivitas hari liburnya dengan seperti
biasa yaitu membersihkan rumah, olahraga, dan bermain. Raisa pada pagi
itu sedang membersihkan rumah bersama kedua orang tua nya. Mereka
membersihkan rumah mulai dari dalam rumah hingga luar rumah agar
tetap terjaga kebersihan dan kenyamanan. Setelah waktu tertuju pada
pukul sepuluh pagi, bel rumah Raisa berbunyi yang berarti menandakan
adanya datang tamu yang ingin berkunjung. Tamu tersebut mengucapkan
salam dengan intonasi suara yang keras dan tinggi “Assalamualaikum
Raisa! Assalamualaikum om, tante, mama papa Raisa ada dirumah ga?!.”
Aku dan kedua orang tua ku yang mendengar ucapan salam tersebut reflek
tertawa sambil berjalan membukakan pintu dan menyambut tamu yang
sudah pasti kami mengenalinya, yaitu Zahra dan kedua orang tua nya.

Zahra dan kedua orang tua nya memang sering sekali berkunjung ke
rumah ku setiap akhir pekan. Mereka mengunjungi aku dan kedua orang
tua ku agar tetap terjalin silaturahmi antar saudara. Mama Zahra dan
mama ku adalah saudara sekandung. Mama ku adalah kakak dari mama
Zahra.

Setelah aku dan kedua orang tua ku membuka pintu, terdapat rasa
kebahagiaan di wajah mereka. Kami senang sekali bisa bertemu mereka
walaupun hanya bertemu saat akhir pekan yaitu hari Minggu saja. Aku dan
kedua orang tua ku menyambut mereka dengan sebuah pelukan yang
hangat dan erat. Lalu, kami pun mempersilahkan mereka untuk masuk ke
dalam rumah. Rumah yang sudah dibersihkan oleh aku dan kedua orang
tua ku tadi pagi membuat Zahra dan kedua orang tua nya sangat terkesan
melihat keindahan dan kerapihan.
Mama dan papa ku serta kedua orang tua Zahra duduk di sofa ruang tamu.
Mereka sedang berbincang-bincang berbagai hal, mulai dari cara menjaga
kebersihan rumah dan diri, sampai masa depan aku dan Zahra yang sudah
mereka tata dan susun sebaik-baik nya. Berbeda dengan para orang tua
kami, aku dan Zahra memilih untuk bermain dan bersantai bersama di
kamar tidur ku. Mama dan papa sebenarnya tidak suka jika aku mengajak
saudara atau teman untuk bermain di kamar tidurku, karena itu akan
mengganggu kenyamanan istirahat ku. Tetapi entah mengapa, mama dan
papa kali ini mengizinkan aku untuk mengajak bermain Zahra di kamar
tidurku. Mereka menyuruhku karena mereka katanya ingin mengobrol
dengan mama dan papa Zahra dengan obrolan serius yang tidak boleh
diketahui oleh aku dan Zahra. Dan aku pun menganggukan perintah
mereka.

Aku mengajak Zahra untuk bermain ilmu pengetahuan dengan bertujuan


untuk mengetes sudah sejauh manakah pengetahuan dan wawasan yang
kami miliki. Ilmu pengetahuan yang di ujikan sangatlah sederhana yaitu
tentang kebudayaan Indonesia yang sangat beragam. Aku dan Zahra pun
bermain permainan ini dengan rasa senang dan selalu tertawa karena
menganggap soal yang di ujikan kepada kami sangatlah mudah sehingga
kami bisa menjawab semuanya dengan cepat dan benar.

Setelah permainan selesai, aku dan Zahra kembali melakukan kegiatan.


Aku mengajak Zahra untuk belajar mata pelajaran Biologi, karena kami
berdua suka sekali dengan ilmu tentang makhluk hidup. Aku dan Zahra
ingin bercita-cita menjadi seorang dokter. Kami pun awalnya saling terkejut.
Melihat terdapat sejumlah kesamaan keinginan dan hobi yang kami miliki.

Kami saling bertanya satu sama lain mengapa ingin bercita-cita menjadi
seorang dokter? Aku pun menjawab “karena aku ingin menolong orang lain
yang sedang mengalami sakit dengan hati nurani ikhlas ku dan dengan
rasa rela berkorban serta rela menolong.” Kemudian aku pun bertanya
sebaliknya kepada Zahra, mengapa ia ingin menjadi seorang dokter?
Bukan kah ia dulu ingin menjadi seorang karyawan bank? Zahra pun
menjawab dengan cara berbicara yang kaku dan seperti orang yang tidak
ingin ditanyakan. Omongan yang dikeluarkan dari mulut Zahra untuk
menjawab adalah sama jawaban nya dengan jawaban milik ku. Dan aku
pun tidak ingin bertanya lebih lanjut, karena ekspresi wajah Zahra yang
sudah ku tebak. Ia tidak nyaman. Beberapa menit kemudian, Zahra pun
tertidur di kasur kamar ku karena sudah terlalu lelah belajar dan aku
mengizinkannya. Saat Zahra sedang tertidur pulas, aku pun memutuskan
untuk keluar dari kamar tidurku dan berjalan menuju dapur. Ingin
membuatkan jus buah naga kesukaan Zahra dan cemilan untuk kami
berbincang-bincang lagi setelah ia bangun.

Saat aku sedang memasak, aku dikejutkan oleh datangnya mama dan
papa Zahra yang sedang memuji ku “wah rajin sekali Raisa, sudah cantik,
rajin menabung, pintar dan tidak sombong, apalagi ingin bercita-cita
menjadi seorang dokter. Pasti akan terwujud. Berbeda dengan Zahra yang
hobi nya sibuk bermain hp, main sana sini, dan sering tidak mau diatur
kelakuan nya. Saya saja belum tahu cita-cita Zahra ingin menjadi apa, ia
tidak pernah membicarakan nya. Harusnya ia seperti mu, selalu berbicara
tentang masa depan yang akan datang. Saya selalu khawatir dengan nya.”

Aku pun yang mendengar ucapan yang dikeluarkan dari mulut kedua orang
tua Zahra membuat hati ku sangat sedih. Karena Zahra adalah anak baik
menurut ku. Ia pasti memiliki keinginan untuk hidupnya, seperti tadi ia
berkata ingin menjadi seorang dokter. Tetapi aku pun heran dan bingung.
Mengapa Zahra tidak berbicara dan memberi tahu tentang cita-citanya
kepada kedua orang tua nya? “Apakah om dan tante tidak menyetujui cita-
cita Zahra? Sedih sekali.” Batin ku berbicara.

Setelah makanan dan minuman nya sudah selesai dibuat, aku sajikan di
piring dengan penuh kerapihan dan aku sedikit menambahkan hiasan
supaya Zahra lebih semangat lagi dan tidak sedih. Entah mengapa
walaupun Zahra tidak mendengar omongan kedua orang tua nya, aku tetap
bisa merasakan kesedihan Zahra selama ini.

“hahaha aku tahu, mama dan papa pasti selalu saja membicarakan
keburukan ku didepan orang lain, bahkan di depan Raisa sepupu ku
sendiri. Kenapa sih mereka selalu terkagum-kagum pada Raisa? Lalu aku
tidak membanggakan bagi mereka? Prestasi lomba ku yang aku pajang di
rak kamar berarti masih kurang cukup ya? Masih kurang bermakna ya?
Gimana ya rasanya jadi Raisa? Dia gapernah gagal kah? Selalu berhasil
terus ya. Sepertinya aku harus menyusun strategi supaya Raisa tidak bisa
mengikuti aktivitas pembelajaran nya dengan baik. Otak main ku mulai
berjalan, maafkan aku Raisa. Aku hanya ingin orang tua ku bangga
memiliki ku bukan bangga memiliki mu sebagai keponakan nya.” Batin
Zahra.

Zahra yang sudah sedari tadi ia berdiri dibelakang tembok penghalang


dapur dan mendengar apa yang orang tua nya bicarakan kepada sepupu
nya itu. Zahra awalnya ingin menemani Raisa memasak, karena tidak enak
apabila Raisa memasak sendiri. Dan ia pun terkejut ketika melihat orang
tua nya terdapat disana juga. Hati Zahra rapuh dan marah. Ia memang
sudah sedari dulu menyimpan rasa amarah nya kepada kedua orang tua
nya. Tetapi rasa amarah nya kali ini berbeda, kelakuan aslinya ditunjukkan
kepada sepupu nya sendiri oleh orang tua nya.

Setelah itu, Zahra pun langsung menuju ke dapur saat orang tua nya
sudah pergi meninggalkan Raisa yang kini hanya sendiri di dapur. “Hai, Sa.
Sedang apa? Kenapa kamu tidak membangunkan ku?.” Zahra bertanya
kepada Raisa. “Aku habis buat makanan dan minuman kesukaan kamu
nih, Ra. Ayok kita makan, setelah itu kita bermain sepeda di sekitar
komplek ya?.” “Okay, Sa.”

Setelah mereka menghabiskan makanan dan minuman nya berdua di


dapur, mereka pun langsung mencuci piringnya supaya tidak menumpuk.
Raisa yang mengajarkan Zahra kalau setelah makan, piring supaya
langsung di cuci agar tidak menumpuk. Dan ajaran dari Raisa, masih
sampai saat ini Zahra terapkan saat ia di rumah.

Kemudian pada pukul empat sore, Raisa dan Zahra izin berpamitan
kepada kedua orang tua nya bahwa ingin bermain sepeda di sekitar
komplek dan tidak terlalu lama. Mereka pun mengeluarkan sepeda dari
garasi dan mengayunkan rodanya dengan pelan sambil berbincang-
bincang omong kosong.
Tepat sekali aksi permainan Zahra akan ia mulai, ia sudah melihat tepat di
depan nya ada sebuah selokan yang cukup dalam. Zahra berpura-pura
mengendarai sepeda nya seakan sepeda nya tiba-tiba memiliki rem blong.
Kemudian dari perlakuan berpura-pura tersebut, Zahra sengaja
mendekatkan sepeda nya dan membuat Raisa terjatuh ke dalam selokan
tersebut.

Misi yang dilakukan Zahra pun berhasil. Kini Raisa berada di dalam
selokan yang cukup dalam itu. Saat Raisa terjatuh, Zahra bukan nya
menolong Raisa tetapi ia malah pergi meninggalkan Raisa seorang diri
dengan keadaan seperti itu. Raisa tersedih lalu menangis. Mengapa
sepupu nya tidak menolonginya. Tak lama, datanglah seorang gadis cantik
yang sedang berjalan melihat Raisa dalam keadaan seperti itu. Gadis itu
mendekatkan tubuhnya kepada Raisa dan membantu Raisa untuk keluar
dari selokan tersebut. Gadis itu adalah sahabat Raisa yang rumahnya
bersebelahan dengan rumah Raisa. Mereka sudah berteman sedari waktu
kecil. Gadis itu bernama Nadira.

Nadira membantu Raisa untuk pulang ke rumah. Kondisi tubuh Raisa


sangatlah menyedihkan, ia dipenuhi oleh luka-luka berdarah. Saat sampai
di rumah, kedua orang tua Nadira sangatlah terkejut melihat kondisi Raisa
saat pulang sehabis bermain seperti itu. Begitu pula dengan Zahra dan
kedua orang tua nya yang saling terkejut juga. Zahra mengatakan kepada
keluarga nya bahwa tadi Raisa ingin pergi membeli sesuatu terlebih
dahulu, maka Zahra pulang sendiri tanpa menemani Raisa.

Alasan itu membuat kedua orang tua Zahra memarahinya. Zahra pun
menangis dan berkata bahwa ia tidak salah, Raisa ingin membeli sesuatu
sendiri tanpa harus ditemaninya. Kemudian Nadira berbicara dengan blak-
blakan. Nadira berkata “Zahra orangnya baik hati luar dalam belum tentu.”
Kami semua sangat kebingungan, maksud dari Nadira apa. Nadira
menjelaskan “Zahra satu eskul di sekolah bersama ku. Aku sering
mendengar bahwa Zahra sering memberi tahu teman-teman nya ia
memiliki sepupu yang ia tidak sukai. Alasan nya karena sepupu nya jauh
lebih baik darinya, sehingga orang tua nya selalu membandingkan Zahra
dan sepupu nya itu, bahkan Zahra pun dibelakang sering membicarakan
keburukan sepupu nya. Dan sepupu nya itu adalah Raisa. Raisa sudah
cerita tadi kepada ku bahwa Zahra sengaja melakukan perbuatan ini
kepadanya dan alasan tadilah yang menjadi penyebab nya. Bukan kah itu
alasan kamu untuk melukai Raisa hanya karena iri?.”

Setelah mendengar penjelasan dari Nadira, kedua orang tua Zahra


menatap matanya dan berkata “apakah kamu seperti itu, Zahra?” lalu
Zahra pun berkata jujur dan benar alasan tersebut. Ia sengaja melakukan
hal tersebut kepada Raisa hanya karena ia merasa orang tua nya tidak
pernah bangga memilikinya.

Zahra dan kedua orang tua Zahra kemudian meminta maaf kepada Raisa
dan kedua orang tua Raisa bahwa anaknya yaitu Zahra telah melakukan
perbuatan seperti itu hanya karena merasa tidak pernah dikasih kasih
sayang. Raisa dan kedua orang tua nya tentu bisa merasakan kesedihan
yang selama ini dipendam oleh Zahra. Mereka memberi tahu kepada
kedua orang tua Zahra bahwa semua anak-anak adalah anugerah terindah
dari Tuhan dan semua anak yang dititipkan adalah sama derajatnya dan
diciptakan sebaik-baiknya.

Zahra dan kedua orang tua nya saling berminta maaf kepada Raisa dan
kedua orang tua Raisa. Lalu mereka memaafkan nya dan kembali damai
serta tidak ada konflik diantara mereka yang dapat memutuskan
silaturahmi.

Anda mungkin juga menyukai