Anda di halaman 1dari 12

PROPOSAL

KULIAH KERJA LAPANGAN

POTENSI BAHAN AKTIF TUMBUHAN DARI CAGAR


ALAM BATUKAHU TERKAIT MOTILITAS
SPERMATOZOA IKAN MAS (Cyprinus carpio L.) JANTAN

Pembimbing:
Pembimbing I : Dr. Elsa Lisanti M.Si
Pembimbing II : Dra. Ratna Dewi Wulaningsih M.Si.

Kelompok 20:
Annisa Nurtiansila 3415154271
Dikny Asti Khaerunisa 3415150782
Fera Dwi Nur 3415152645
Rahma Hanifah 3415151576

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2018
PERSETUJUAN PROPOSAL
KULIAH KERJA LAPANGAN

POTENSI BAHAN AKTIF TUMBUHAN DARI CAGAR ALAM BATUKAHU


TERKAIT MOTILITAS SPERMATOZOA IKAN MAS (Cyprinus carpio L.)
JANTAN

Kelompok 20
Annisa Nurtiansila 3415154271
Dikny Asti Khaerunisa 3415150782
Fera Dwi Nur 3415152645
Rahma Hanifah 3415151576

Nama Tanda Tanggal


Tangan

Pembimbing I Dr. Elsa Lisanti S.Pt, M.Si ………. ……….


NIP. 197104202001122002

Pembimbing II Dra. Ratna Dewi Wulaningsih M.Si ..…….. ………..


NIP. 196104051986022001
1

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keberhasilan reproduksi sangat tergantung pada kualitas spermatozoa yang
dihasilkan. Motilitas spermatozoa merupakan salah satu parameter yang dapat
menunjukkan kualitas dari spermatozoa (Setyawany, 2016).
Cagar Alam Batukahu memiliki banyak tumbuhan herbal yang dapat digunakan
sebagai bahan alami untuk meningkatkan ataupun menghambat kualitas
spermatozoa. Tumbuhan yang mempengaruhi kualitas spermatozoa mengandung
senyawa turunan dan Alkaloid, Flavonoid, Saponin, Tanin, Triterpenoid, Streroid
dan senyawa lain yang secara fisiologis dapat melancarkan sirkulasi darah pada alat
kelamin pria (Khomsan (2007) dalam Harmusyanto (2013)). Sehingga spermatozoa
yang dihasilkan memiliki kualitas yang baik.
Ikan mas (Cyprinus carpio) merupakan salah satu jenis ikan tawar yang umum
dibudidayakan. Usaha peningkatan benih ikan masih perlu dikembangkan terus
menerus dikarenakan hambatan yang terjadi saat pemijahan ikan mas secara alami
yang hanya terjadi setahun sekali karena ikan mas termasuk ikan petelur musiman.
(Rustidja, 2000)
Peningkatan kualitas dan kuantitas sperma dapat dilakukan dengan
menambahkan hormon androgen sintetik berupa 17-metiltestosteron yang
diberikan secara oral melalui pakan (Bustaman et al. 2009). Namun, penggunaan
hormon sintetik tersebut mulai dibatasi karena diduga residu hormon tersebut
menjadi salah satu pencemar lingkungan dan bersifat karsinogenik bagi manusia
(KEPMEN, 2014).
Oleh karena itu, untuk meminimalisir dampak dari hormon sintetik digunakan
hormon steroid berbahan alami dari tumbuhan yang lebih aman digunakan bagi
organisme dan lingkungannya, sehingga dilakukan penelitian mengenai “Potensi
Bahan Aktif Tumbuhan dari Cagar Alam Batukahu Terkait Motilitas
Spermatozoa Ikan Mas (Cyprinus Carpio L.) Jantan”.
B. Perumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Apakah terdapat pengaruh pemberian ekstrak tumbuhan terhadap motilitas
spermatozoa ikan mas?
2

2. Tumbuhan apa saja yang dapat mempengaruhi motilitas spermatozoa ikan mas?
3. Kandungan apakah yang dapat mempengaruhi motilitas spermatozoa ikan mas?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Menganalisis pengaruh ekstrak tumbuhan terhadap motilitas spermatozoa ikan
mas.
2. Mengidentifikasi kandungan bahan aktif yang terdapat pada tumbuhan sehingga
dapat mempengaruhi motilitas spermatozoa ikan mas.
D. Manfaat Penelitian
1. Untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat akan manfaat tumbuhan
2. Sebagai informasi bagi peneliti, kandungan bahan aktif tumbuhan yang
berpengaruh terhadap motilitas spermatozoa ikan mas.
3. Untuk informasi mengenai pengaruh ekstrak tumbuhan terhadap motilitas
spermatozoa ikan mas.

E. Hipotesis
Bahan aktif dalam tumbuhan dapat mempengaruhi motilitas spermatozoa ikan mas
jantan.

BAB II KAJIAN PUSTAKA


Cagar Alam Batukahu terletak di Desa Candikuning, Kecamatan Baturiti,
Kabupaten Tabanan, dan di Desa Asah Munduk, Kecamatan Banjar, Kabupaten
Buleleng. Secara geografis terletak pada 8° 10’ - 8° 23’ LS dan 115° 02’ - 115° 15’ BT
dengan jarak ± 55 km Utara Kota Denpasar dan ± 30 km Selatan Kota Singaraja. Status
kawasan Cagar Alam Batukahu ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Menteri
Pertanian No. 716/KPTS/UM/11/1974 dengan luasan 1.762,80 Ha (BKSDA, 2017).
Pengelolaan kawasan Cagar Alam ditujukan untuk melindungi lingkungan dan
melestarikan sumber daya alam dan biodiversitas, sehingga kemampuan ekosistem
wilayah tidak mengalami kemunduran. Secara umum kawasan Cagar Alam Batukahu
memiliki beranekaragam jenis tumbuhan dan tingkat pohon sampai semai (Sutomo,
2015).
Tumbuhan memproduksi senyawa metabolit sekunder yang salah satu fungsinya
untuk mempertahankan diri dari kondisi lingkungan yang kurang menguntungkan
3

seperti, suhu, iklim, maupun gangguan hama dan penyakit tanaman (Zetra dan Prasetya,
2007). Senyawa metabolit sekunder ini dikelompokkan menjadi beberapa golongan
berdasarkan struktur kimianya yaitu, alkaloid, flavonoid, steroid, tanin, saponin,
antrakuinon, dan terpenoid (Rohyani, 2015).
Beberapa senyawa metabolit sekunder dapat memberikan efek sitotoksik pada
reproduksi jantan dengan mengganggu metabolisme sel germinal dan sel
spermatogenik, seperti sekresi hormon GnRH yang merangsang pengeluaran hormon
reproduksi yaitu FSH yang merangsang perkembangan spermatogonium menjadi
spermatozoa. Hormon LH yang merangsang sel leydig untuk menghasilkan hormon
testosteron yang berfungsi dalam perkembangan saluran reproduksi jantan (Purwoistri,
2010).
Senyawa alkaloid bersifat kompetitif terhadap reseptor FSH pada sel tubulus
seminiferus yaitu sel sertoli Senyawa flavonoid mampu menghambat enzim aromatase
dan mampu menghambat kerja hormon gonadotropin sehingga mengganggu
spermatogenesis. Senyawa steroid mempunyai efek androgenik dan meningkatkan
kadar hormon testosteron dalam darah (Elisdiana et al. 2015). Senyawa saponin bersifat
sitotoksik yang dapat menyebabkan penurunan jumlah sel spermatogenik (Nurliani,
2005). Senyawa tanin dapat menyebabkan penggumpalan sperma sehingga menurunkan
motilitas dan daya hidup sperma, akibatnya sperma tidak dapat mencapai sel telur.
Spermatozoa merupakan sel haploid yang terdiri dari kepala dan ekor. Kepala
spermatozoa dapat dibagi menjadi dua bagian utama, yaitu nukleus dan struktur
membran. Bagian besar kepala spermatozoa terdiri dari inti yang berisi materi genetik
(DNA) (Shobry, 2011).
Motilitas atau pergerakan spermatozoa merupakan salah satu faktor yang
menentukan kualitas spermatozoa (Toelihere, 1981). Salisbury and Vandenmark (1961)
dalam Solichah (2007) menyatakan salah satu faktor tingginya motilitas dikarenakan
masih tersedianya nutrisi yang dibutuhkan, sehingga spermatozoa dapat memanfaatkan
energi berupa ATP untuk bergerak.
Menurut Muryanti (2005) berdasarkan mekanismenya, motilitas spermatozoa
dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu:
1. Spermatozoa dengan motilitas baik, yaitu spermatozoa yang bergerak lurus ke
depan, lancar, cepat dengan gerak ekor yang berirama.
4

2. Spermatozoa dengan motilitas kurang baik adalah:


a. Motilitas bergetar atau berputar
b. Motilitas tanpa arah
c. Motilitas karena kepala atau ekor asimetris
d. Motilitas spermatozoa imatur
e. Motilitas spermatozoa yang teraglutinasi
f. Motilitas spermatozoa yang lemah
Ikan mas (Cyprinus carpio L.) merupakan salah satu ikan air tawar yang mampu
memijah sepanjang tahun tanpa mengenal musim. Akan tetapi meskipun mampu
memijah sepanjang tahun dan menghasilkan benih dalam jumlah banyak, produksi
benih yang dihasilkan oleh induk ikan mas masih terkendala pada rendahnya kualitas
benih yang dihasilkan (KKP, 2011). Indikator benih yang berkualitas adalah derajat
penetasan telur dan kelulushidupan benih ikan yang tinggi (Mukti, 2005). Penyebab
rendahnya produksi dan kualitas benih ikan yang dihasilkan dapat disebabkan karena
rendahnya kualitas nutrisi yang diberikan pada pakan induk ikan mas (Firmantin, 2015).
Ginzburg (1872) dalam Zairin Jr et al. (2005) menyatakan bahwa konsentrasi sperma
ikan Cyprinidae berkisar antara 7,6 – 28 x 109 sel/ml. Menurut Woynarovich dan
Horvath (1980) umur spermatozoa ikan mas (Cyprinus carpio) di dalam air tawar hanya
30 – 60 detik. Pendapat Effendy (1997) juga menyatakan bahwa secara normal masa
hidup sperma setelah keluar kedalam air hanya sekitar 1 - 2 menit.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN


A. Tempat dan Waktu Penelitian
Pengambilan sampel tumbuhan dilakukan di Cagar Alam Batukahu, Bedugul, Bali
pada tanggal 14 – 16 April 2018. Kemudian penelitian dilanjutkan di Laboratorium
Fisiologi Hewan, Jurusan Biologi, FMIPA, Universitas Negeri Jakarta.
B. Metode Penelitian
1. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada penelitian ini, diantaranya blender, mikroskop
cahaya, kaca objek dan penutup, cawan petri, tabung reaksi, baskom, kertas label,
saringan, koran, pisau, kompor listrik portable, timbangan, plet tetes, dan pipet
tetes. Sedangkan bahan yang digunakan adalah tumbuhan di Cagar Alam
5

Batukahu, ikan mas, NaCl 0,09%, etanol 70%, akuades, kloroform amoniak 0,05
M, asam sulfat 2 N, pereaksi mayer, bubuk magnesium, asam klorida pekat, amil
alkohol, asam asetat anhidrida, feron klorida.
2. Prosedur Penelitian
a. Pengambilan sampel
Pengambilan sampel dilakukan dengan metode Simple random sampling di Cagar
Alam Batukahu, Kebun Raya Bedugul, Bali.
b. Pembuatan ekstrak
Pembuatan ekstrak tumbuhan dilakukan dengan cara memotong bagian tumbuhan
meliputi daun menjadi bagian yang lebih kecil sehingga cepat kering. Tumbuhan
dikeringkan alami dengan cara dijemur dibawah sinar matahari secara tidak
langsung. Tumbuhan yang sudah kering diblender sampai menjadi serbuk. Serbuk
kering tumbuhan dicampurkan dengan aquades dengan perbandingan 1:9
(Setyawaty, 2016). Ekstrak disaring dengan saringan agar didapatkan ekstrak
yang diinginkan.
c. Pengujian Bahan Aktif
a) Uji Alkaloid
Sebanyak 4 gram sampel dipotong halus, digerus dengan lumpang dengan
bantuan pasir yang bersih dan dibasahi dengan 10 ml kloroform ditambah
dengan 10 ml kloroform amoniak 0,05M, digerus kembali dan disaring ke
dalam tabung reaksi, ditambah 0,5 ml/10 tetes asam sulfat 2 N, kocok dan
biarkan terjadi dua lapisan. Ambil asam sulfat dan masukkan ke dalam tabung
reaksi dan kemudin satu tetes pereaksi meyer. Terbentuknya endapan putih
menandakan positif alkaloid (Mulyani, 2013).
b) Uji Flavonoid
Sebanyak 4 gram sampel segar dirajang halus dan dididihkan dengan 25 ml
etanol selama lebih kurang 25 menit, disaring dalam keadaan panas, kemudian
pelarut diuapkan sampai kering. Setelah itu, ditambahkan kloroform dan air
suling (1:1) sebanyak 5 ml, dikocok dan dibiarkan sejenak hingga terbentuk
dua lapisan kloroform-air. Lapisan kloroform dibagian bawah, sedangkan
lapisan air di bagian atas. Sebagian dari lapisan air diambil dan dipindahkan
dengan pipet ke dalam tabung reaksi. Kemudian dimasukkan bubuk
6

magnesium dan beberapa tetes asam klorida pekat dan amil alkohol. Adanya
flavonoid ditunjukkan dengan terbentuknya warna orange merah (Mulyani,
2013).
c) Uji Triterpenoid dan Streroid
Lapisan kloroform dari uji Flavonoid diambil sedikit kemudian dimasukkan
ke dalam plet tetes dan biarkan sampai kering. Tambahkan satu tetes asam
asetat anhidrida dan satu asam sulfat pekat (Pereaksi Liebermann Burchard).
Terbentuknya warna merah menandakan positif untuk senyawa triterpenoid
dan terbentuknya warna biru atau ungu positif untuk senyawa steroid
(Mulyani, 2013).
d) Uji Saponin
Sebanyak 5 gram sampel didihkan dalam 100 ml air selama 5 menit,
kemudian disaring dalam keadaan panas. Larutan tersebut diambil sebanyak
10 ml, kemudian dikocok kuat secara vertikal selama 10 detik. Adanya
saponin ditandai dengan terbentuknya busa yang stabil setinggi 1-10 cm dan
tidak kurang dari 10 menit dan tidak hilang pada penambahan satu tetes HCl 2
N (Mulyani, 2013).
e) Uji Tanin
Sekitar 2,5 gram ekstrak tanaman dilarutkan dalam 5 ml air suling, reagen
disaring dan ditambahkan feron klorida ke dalam filtrat. Hasil positif pada
tanin ditandai dengan adanya endapan biru-hijau, hijau, atau biru-hijau
(Trease dan Evans, 1989 dalam Amin Mir, 2016).
d. Perlakuan ekstrak tumbuhan terhadap ikan mas
Ekstrak tumbuhan diberikan pada ikan mas sesuai dengan unit perlakuan yang
telah ditentukan. Ikan mas yang berumur 6 -12 bulan dipijah dengan cara diurut
perutnya ke arah anus yang akan mengeluarkan cairan putih (sperma)
(Sumantadinata, 1981 dalam Kurniawan, 2013). Kemudian sperma segar yang
dihasilkan ditampung dengan menggunakan baskom. Selanjutnya sperma segar
diamati secara mikroskopis. Pengamatan secara mikroskopis dengan mengamati
motilitasnya. Ekstrak tumbuhan diberikan pada ikan mas jantan sesuai dengan
unit perlakuan yang telah ditentukan. Terdapat dua unit perlakuan, yaitu perlakuan
spermatozoa tanpa diberi ekstrak tumbuhan sebagai kontrol dan perlakuan
7

spermatozoa yang diberi ekstrak tumbuhan. Sperma yang telah dipijah di


pindahkan ke dalam cawan petri, lalu ditambahkan ekstrak tumbuhan.
e. Pengamatan
Pengamatan motilitas spermatozoa menurut Luthfi, dkk., (2015) dapat
dilakukan dengan cara spermatozoa yang diberi perlakuan dimasukkan ke dalam
cawan petri yang berisi garam fisiologis (NaCl 0,9 %) suhu 350C. Motilitas
spermatozoa ditentukan dari spermatozoa dalam satu lapangan pandang, hasilnya
dinyatakan dalam persentase.
Motilitas spermatozoa dinilai berdasarkan:
a) Motilitas normal (%): Bergerak lurus ke depan, lancar, cepat dengan gerak
ekor yang berirama.
b) Motilitas perlahan (%): Spermatozoa bergerak ke depan dengan kecepatan
sedang.
c) Motilitas sangat perlahan (%): Spermatozoa bergerak lambat.
d) Tiada pergerakan (nonmotil) (%): Spermatozoa tidak bergerak sama sekali.
Persentase jumlah sperma yang motil ditentukan dengan rumus (Nafa dan
Eshre, 2002 dalam Fiarani, 2013).
𝑎+𝑏
𝑥 100%
100
Keterangan:
a = Motilitas normal
b = Motilitas perlahan
Menurut Toelihere (1993) dalam Salmah (2014), penilaian gerakan individual
spermatozoa mempunyai nilai 0 sampai 5, sebagai berikut:
Tabel 2. Nilai gerakan individual spermatozoa
Nilai gerakan individual
Keterangan
spermatozoa
0 Spermatozoa immotil atau tidak bergerak.
1 Pergerakan berputar di tempat.
Gerakan berayun melingkar, kurang dari 50% bergerak
2
progresif dan tidak ada gelombang.
Antara 50-80% spermatozoa bergerak progresif dan
3
menghasilkan gerakan massa.
4 Pergerakan progresif yang gesit dan segera membentuk
8

gelombang dengan 90% sperma motil;


Gerakan yang sangat progresif, gelombang yang sangat
5
cepat menunjukkan 100% motil aktif.

C. Teknik Pengumpulan dan Analisis Data


Penelitian tentang efektivitas ekstrak tumbuhan di Cagar Alam Batukahu
terhadap motilitas spermatozoa ikan mas (Cyprinus carpio) menggunakan metode
Rancangan Acak Lengkap dianalisis dengan Analysis of Variance (ANOVA, α =
0,05).

DAFTAR PUSTAKA
Balai Konservasi Sumber Daya Alam Bali. (2017). Cagar Alam Batukahu.
https://www.ksda-bali.go.id/kawasan-hutan/kawasan-konservasi/cagar-alam
batukahu. Diakses tanggal 9 Februari 2018
Bustaman WJ, Arisandi A, Abdia IW. (2009). Efektivasi Hormon 17α- metiltestosteron
untuk Memanipulasi Kelamin Ikan Nila (Oreochromis niloticus) pada
Pemeliharaan Salinitas yang Berbeda. Jurnal Kelautan. 2(1) : 57-65.
Damhuri. (2000). Pengaruh Sari Daun Lantana camara, L. terhadap Kehamilan Tahap
Pasca Implantasi Lanjut pada Tikus Putih (Rattus norvegicus) Wistar. Skripsi.
Universitas Halu Oleo, Kendari.
Efendie, M. I. (1997). Biologi Perikanan. Yogyakarta: Yayasan Pustaka Nusatama
Elisdiana Y, Zairin MJ, Soelistyowati DT, Widanarni. (2015). Induksi Perkembangan
Gonad Ikan Patin Siam (Pangasianodon hypopthalmus) Jantan dengan Pemberian
Ekstrak Cabe Jawa (Piper retrofractum) Melalui Makan. Jurnal Iktiologi
Indonesia.16 (1).
Fiarani, H. S. (2013). Pengaruh Pemberian Methoxychlor Pada Periode Laktasi terhadap
Kualitas Spermatozoa Mencit (Mus musculus L.) Strain Balb C. Skripsi.
Universitas Jember, Jember.
Firmantin I. T., Sudaryono A., dan Nugroho R.A. (2015). Pengaruh Kombinasi
Omega-3 dan Klorofil dalam Pakan terhadap Fekunditas, Derajat Penetasan Dan
Kelulushidupan Benih Ikan Mas (Cyprinus Carpio, L). Journal of Aquaculture
Management and Technology, 4(1), 19-25
9

Harmusyanto, Rhanuga. (2013). Studi Mengenai Daun Katuk (Sauropus androgynus (L)
Merr.) terhadap Libido Kelinci Jantan (Orytolagus cuniculus) sebagai Afrodisiak.
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya .2(1), 1-13
Julianuari, F. (2014). Pengaruh Penambahan Madu dengan Dosis Berbeda terhadap
Motilitas Spermatozoa dan Daya Tetas Telur Ikan Mas (Cyprinus carpio) pada
Proses Preservasi. Skripsi. Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). (2011). Produksi Ikan Mas Tahun Ini Bisa
Mencapai. Info Media. Kontan.15 hlm.
Kurniawan, Isnan Yudi, dkk. (2013). Penambahan Air Kelapa Dan Gliserol Pada
Penyimpanan Sperma Terhadap Motilitas Dan Fertilitas Spermatozoa Ikan Mas
(Cyprinus Carpio L.). Journal of Aquaculture Management and Technology.
2(1):51-65
Luthfi, Ja’far M., dan Mahanem M.N. (2015). Analisis Kualitas Sperma Tikus
Percobaan (Jumlah, Motilitas, dan Morfologi). Surakarta: UNS Press
M Amin Mir, Kajal Parihar, Uzma Tabasum and Ekata Kumari. (2016). Estimation of
alkaloid, saponin and flavonoid, content in various extracts of Crocus sativa.
Journal of Medicinal Plants Studies. 4(5): 171-174
Mukti, A.T. (2005). Perbedaan Keberhasilan Tingkat Poliploidisasi Ikan Mas (Cyprinus
carpio, L) melalui Kejutan Panas. Fakultas Kedokteran Hewan Universitas
Airlangga Surabaya. Berk. Penel. Hayati, 10 (133–138)
Muryanti. (2005). Kadar Testosterone dan Kualitas Spermatozoa Mencit (Mus
Musculus, L.) Setelah Diperlakukan Ekstrak Biji Saga (Abrus prectorius, L.)
Tesis. Program Studi Biologi, Universitas Gadjah Mada
Nurliani, A., Rusmiati & H.B. Santoso. (2005). Perkembangan Sel Spermatogenik
Mencit (Mus musculus L.) Setelah Pemberian Ekstrak Kulit Kayu Durian (Durio
zibethinus Murr.).Berk. Penel. Hayati: 11 (77–79).
Purwoistri, R.F. (2010). Pengaruh Ekstrak Biji Pepaya (Carica papaya, L.) terhadap
Spermatogenesis dan Tebal Epitel Tubulus Seminiferus Testis Mencit (Mus
musculus, L.) Jantan. Skripsi. Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik
Ibrahim Malang, Malang.
10

Rohyani I. S., Aryanti E., dan Suripto. (2015). Kandungan Fitokimi Beberapa Jenis
Tumbuhan Lokal yang Sering Dimanfaatkan sebagai Bahan Baku Obat di Pulau
Lombok. Journal Pros Sem Nas Biodiv Indon. 1(2): 388-391
Rustidja. (2000). Pemisahan Spermatozoa x dan y Ikan Mas (Cyprinus carpio). Malang:
Universitas Brawijaya.
Salmah, N. (2014). Motilitas, Persentase Hidup dan Abnormalitas Spermatozoa Semen
Beku Sapi Bali pada Pengencer Andromed dan Tris Kuning Telur. Skripsi.
Universitas Hasanuddin, Makassar.
Setyawany, Tiky. (2016). Efektivitas Pemberian Ekstrak Cabe Jawa (Piper retrofractum
Vahl) melalui Penyuntikan Terhadap Kualitas Semen Ikan Red Fin Shark
(Epalzeorhynchus frenatum). Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Institut Pertanian Bogor
Shobry M.I.. (2011). Tanaman Paria (Momordica charantia, L.) Laporan Praktikum
Sistematik Tumbuhan. Palembang: Universitas Sriwijaya
Sutomo. (2015). Komposisi Komunitas Tumbuhan Bawah Di Dalam Plot Permanen 1
Ha Gunung Pohen Cagar Alam Batukahu Bali. Journal Metamorfosa. II (1): 41‐
49
Toelihere, M. R. (1981). Inseminasi Buatan Pada Ternak. Bandung: Angkasa
Woynarovich, E. and Horvarth, L. (1980). The Artificial Propagation of Warm-Water
Fin
Fish. A Manual for Extention. FA0 Fish. Tech. Pap., No. 201. 183 p.
Zairin Jr, M., S. Handayani, dan I. Supriatna. (2005). Kualitas Sperma Ikan Batak (Tor
Soro) Hasil Kriopreservasi Semen Menggunakan Dimetilsulfoksida (DMSO) Dan
Gliserol 5, 10 dan 15%. Jurnal Akuakultur Indonesia. 4 (2) : 145 – 151

Zetra Y dan Prasetya P. (2007). Isolasi Senyawa amirin dari Tumbuhan Beilschmiedia
roxburghiana (Medang) dan Uji Bioaktivitasnya. Akta Kimindo 3:27-30

Anda mungkin juga menyukai