Anda di halaman 1dari 53

PEDOMAN PENGORGANISASIAN

KOMITE KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA (K3)


RSUD AL IHSAN PROVINSI JAWA BARAT

BAB I
PENDAHULUAN

I. Umum
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) sangat besar peranannya dalam upaya
meningkatkan produktivitas tenaga kerja terutama mencegah korban manusia dan segala
kerugian sebagai akibat kecelakaan. K3 sangat penting untuk mewujudkan kualitas hidup
masyarakat maju sesuai dengan tuntutan global. Dengan menerapkan prinsip-prinsip K3
secara tepat, masyarakat akan mampu mencegah terjadinya kecelakaan kerja,
menghindari adanya korban juga.
Program K3 di RSUD Al Ihsan dilaksanakan untuk melindungi pegawai, pasien
maupun masyarakat lainnya dari kemungkinan terjadinya kecelakaan baik di dalam
maupun di luar rumah sakit. Di samping itu juga untuk menjaga agar peralatan dan
bahan yang dipergunakan selama proses pelayanan kesehatan dapat dipakai dan
dimanfaatkan secara benar, efisien, dan produktif.
Komite K3 RSUD Al Ihsan sebagai instalasi/ unit kerja di RSUD AL IHSAN yang
mempunyai bidang tugas melakukan pemeliharaan berkala dan perbaikan mempunyai
peranan penting dalam hal terlaksananya Kesehatan dan Keselamatan Kerja , Untuk itu
perlu disusun suatu pedoman pengorganisasian yang menjadi panduan bagi Komite K3
RSUD Al Ihsan dalam melaksanakan kegiatannya secara berkesinambungan, dan dapat
juga dijadikan panduan oleh unit-unit kerja lain yang bertindak sebagai pengguna/ user.

II. Maksud dan Tujuan


a. Maksud
Memberikan petunjuk kepada pegawai RSUD Al Ihsan Provinsi Jawa Barat
khususnya pegawai yang rawan terhadap ancaman kesehatan dan keselamatan
kerja agar dalam melaksanakan tugasnya didapat suatu dasar, satu pengertian dan
tata cara pelaksanaan yang memadai
b. Tujuan
1. Sebagai pedoman bagi pegawai RSUD Al Ihsan Provinsi Jawa Barat guna
menyikapi, melaksanakan, dan menindaklanjuti fungsi dari keselamatan dan
kesehatan kerja.

1
2. Menciptakan budaya Keselamatan dan Kesehatan Kerja di RSUD Al Ihsan
Provinsi Jawa Barat

III. Pengertian
Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah keselamatan yang berhubungan dengan
peralatan, baik berupa peralatan kesehatan maupun non kesehatan yang dipergunakan
oleh pegawai, penderita maupun pengunjung di rumah sakit.

BAB II
PENGORGANISASIAN KOMITE K3 RSUD AL IHSAN PROVINSI JAWA BARAT

I. STRUKTUR ORGANISASI

TENAGA PENDUKUNG

II. SUSUNAN KEPANITIAAN


A. Tenaga Staf Komite K3

NAMA JABATAN

Dadan Ginanjar, SKM Ketua


Wakil Ketua
Asri Nurjanah, SKM Sekertaris
Penanggung Jawab Kesehatan Kerja
Penanggung Jawab Kewaspadaan Bencana

2
Penanggung Jawab Penanggulangan
Kebakaran
Penanggung Jawab Kesehatan Lingkungan
Kerja

B. Tenaga Pendukung Komite K3RS


1. Direksi : 3 Orang
2. Kepala Bidang/Bagian : 6 Orang
3. Kepala Ruangan : 10 Orang
4. Kepala Instalasi : 10 Orang

III. URAIAN TUGAS


I. Ketua Komite K3RS

NAMA JABATAN : Ketua Komite K3RS

TUGAS POKOK : Mengawasi pelaksanaan kegiatan K3 di RSUD


Al Ihsan Provinsi Jawa Barat

WEWENANG : 1. Menyusun program kerja PK3RS.


2. Memberikan usulan kepada Direktur RSUD
Al Ihsan Provinsi Jawa Barat tentang
perbaikan masalah K3.

URAIAN TUGAS : 1. Menentukan langkah, kebijakan demi


tercapainya pelaksanaan program Panitia
K3 RSUD Al Ihsan Provinsi Jawa Barat
2. Memimpin semua rapat pleno Panitia K3
RSUD Al Ihsan Provinsi Jawa Barat atau
menunjuk anggota untuk memimpin rapat
pleno.
3. Melakukan rapat dan evaluasi program
Keselamatan dan Kesehatan Kerja RSUD Al
Ihsan Provinsi Jawa Barat

PERSYARATAN : Minimal Tenaga Kesehatan yang memiliki


JABATAN sertifikat K3.

TANGGUNG JAWAB : Bertanggung jawab kepada Direktur RSUD Al


Ihsan Provinsi Jawa Barat

II. Wakil Ketua Komite K3RS

NAMA JABATAN : Wakil Ketua Komite K3RS

TUGAS POKOK : Membantu ketua dalam mengawasi


pelaksanaan kegiatan K3 di RSUD Al Ihsan
Provinsi Jawa Barat

WEWENANG : Membantu ketua dalam menyusun program


kerja Komite K3 RSUD Al Ihsan Provinsi Jawa
Barat

3
URAIAN TUGAS : Menggantikan ketua dalam memimpin semua
rapat Komite 3 RSUD Al Ihsan Provinsi Jawa
Barat jika ketua berhalangan hadir.

PERSYARATAN : Minimal pendidikan S1 dari segala jurusan.


JABATAN

TANGGUNG JAWAB : Bertanggung jawab kepada Ketua Komite K3


RSUD Al Ihsan Provinsi Jawa Barat

III. Sekretaris Panitia K3RS


NAMA JABATAN : Sekretaris Komite K3RS.

TUGAS POKOK : Melakukan pencatatan dan pengumpulan


dokumen yang berkaitan dengan K3 di RSUD Al
Ihsan Provinsi Jawa Barat

WEWENANG : Membantu Ketua dalam menyusun program


kerja Panitia K3RS.
URAIAN TUGAS : 1. Mencatat notulen rapat rutin.
2. Mengumpulkan dokumen yang berkaitan
dengan K3RS.

PERSYARATAN : Pendidikan minimal Tenaga Kesehatan dengan


JABATAN sertifikat K3.

TANGGUNG JAWAB : Bertanggung jawab kepada Ketua Komite K3


RSUD Al Ihsan Provinsi Jawa Barat

IV. Penanggung Jawab Penanggulangan Kebakaran


NAMA JABATAN : Penanggung Jawab Penanggulangan
Kebakaran
TUGAS POKOK : Membantu ketua dalam melaksanakan kegaitan
K3 di RSUD Al Ihsan Provinsi Jawa Barat
khususnya di bidang pencegahan dan
penanggulangan kebakaran.

WEWENANG : Bertanggung jawab dalam pelaksanaan program


penanggulangan kebakaran di RSUD Al Ihsan
Provinsi Jawa Barat

URAIAN TUGAS : 1. Melaksanakan program pencegahan dan


penanggulangan kebakaran.
2. Melakukan identifikasi risiko bahaya
kebakaran di lingkungan RSUD Al Ihsan
Provinsi Jawa Barat
3. Melakukan pengecekan sarana dan
prasarana yang menunjang pencegahan
dan penanggulangan kebakaran.

PERSYARATAN : Minimal pengalaman di bidang Maintenance


JABATAN selama 1 tahun.

4
TANGGUNG JAWAB : Bertanggung jawab kepada Ketua Komite K3
RSUD Al Ihsan Provinsi Jawa Barat

V. Penanggung Jawab Kewaspadaan Bencana

NAMA JABATAN : Penanggung Jawab Kewapadaan Bencana


TUGAS POKOK : Membantu ketua dalam melaksanakan kegiatan
K3 di RSUD Al Ihsan Provinsi Jawa Bara
khususnya di bidang kewaspadaan bencana.

WEWENANG : Bertanggung jawab dalam pelaksanaan


program kewaspadaan bencana di RSUD Al
Ihsan Provinsi Jawa Barat

URAIAN TUGAS : Melaksanakan program kewaspadaan bencana.

PERSYARATAN : : Minimal D3 Keperawatan yang bertugas di


JABATAN UGD.

TANGGUNG : JAWAB : Bertanggung jawab kepada Ketua Komite K3


RSUD Al Ihsan Provinsi Jawa Barat

VI. Penanggung Jawab Kesehatan Lingkungan Kerja

NAMA JABATAN : Penanggung Jawab Kesehatan Lingkungan


Kerja

TUGAS POKOK : Membantu ketua dalam melaksanakan kegiatan


K3 di RSUD Al Ihsan Provinsi Jawa Barat
khususnya di bidang kesehatan lingkungan
kerja.

WEWENANG : Bertanggung jawab dalam pelaksanaan program


kesehatan lingkungan kerja di RSUD Al Ihsan
Provinsi Jawa Barat

URAIAN TUGAS : Melaksanakan program kesehatan lingkungan


kerja.

PERSYARATAN : Minimal D3 Keperawatan


JABATAN
TANGGUNG JAWAB : Bertanggung jawab kepada Ketua Panitia K3
RSUD Al Ihsan Provinsi Jawa Barat

VII. Penanggung Jawab Kesehatan Kerja


NAMA JABATAN : Penanggung Jawab Kesehatan Kerja.

TUGAS POKOK : Membantu ketua dalam melaksanakan kegiatan


K3 di RSUD Al Ihsan Provinsi Jawa Barat
khususnya di bidang kesehatan kerja.

WEWENANG : Bertanggung jawab dalam pelaksanaan program


kesehatan kerja di RSUD Al Ihsan Provinsi Jawa
Barat

5
URAIAN TUGAS : Melaksanakan program kesehatan kerja.

PERSYARATAN : Minimal D3 Keperawatan.


JABATAN
TANGGUNG JAWAB : Bertanggung jawab kepada Ketua Panitia K3
RSUD Al Ihsan Provinsi Jawa Barat

VIII. Tenaga Pendukung Panitia K3RS

NAMA JABATAN : Tenaga Pendukung Panitia K3RS

TUGAS POKOK : Membantu panitia K3RS dalam memobilisasi


kegiatan K3 di RSUD Al Ihsan Provinsi Jawa
Barat

WEWENANG : Bertanggung jawab melaksanakan mobilisasi


kegiatan K3 di RSUD Al Ihsan Provinsi Jawa
Barat

URAIAN TUGAS : Mobilisasi pegawai dalam penanggulangan


bencana di RSUD Al Ihsan Provinsi Jawa Barat

PERSYARATAN : 1. Kepala Bagian


JABATAN 2. Kepala Instalasi
3. Kepala Ruangan

TANGGUNG JAWAB : Bertanggung jawab kepada Ketua Panitia K3


RSUD Al Ihsan Provinsi Jawa Barat

6
BAB III
IMPLEMENTASI K3 DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH AL IHSAN
PROVINSI JAWA BARAT

I. PENANGGULANGAN KEBAKARAN RSUD AL IHSAN PROVINSI JAWA BARAT


A. Pengertian
Keadaan Darurat: Keadaan darurat disini adalah setiap kejadian yang dapat
menimbukan gangguan terhadap kelancaran operasi / kegiatan di lingkungan
lingkungan Rumah Sakit Umum Daerah Al Ihsan Provinsi Jawa Barat yang meliputi
kejadian kebakaran, peledakan, kecelakaan, gangguan tenaga, gangguan keamanan
dan bencana alam.
Kebakaran: Adalah suatu peristiwa terbakarnya peralatan, unit kerja atau instalasi
disebabkan api sebagai akibat reaksi kimia (reaksi oksidasi) yang bersifat eksotermis
dan diikuti oleh pengeluaran cahaya, panas, serta dapat menghasilkan nyala api dan
bara.
Kebakaran Kecil: Adalah kebakaran yang dapat ditanggulangi oleh karyawan
setempat baik secara perorangan, kelompok maupun bersama-sama dengan Tim
Penanggulangan kebakaran lingkungan Rumah Sakit Umum Daerah Al Ihsan Provinsi
Jawa Barat dengan menggunakan alat pemadam api yang tersedia ditempat
tersebut.
Kebakaran Besar: Adalah kebakaran yang tidak dapat ditanggulangi oleh karyawan
dan peralatan seperti tersebut diatas (kebakaran kecil), tetapi memerlukan
pengerahan seluruh karyawan yang terlibat dalam organisasi penanggulangan
keadaan darurat.
Penanggulangan Kebakaran: Adalah suatu usaha mengatasi kejadian kebakaran,
termasuk melokalisir/mencegah kemungkinan meluasnya kebakaran, mengevakuasi
pasien / karyawan serta usaha penyelamatan jiwa dan harta benda.
Gangguan Tenaga: Adalah suatu gangguan teknis yang dapat menghambat/
mengakibatkan terhentinya penyaluran tenaga seperti listrik, air dan sebagainya yang
dapat menimbulkan bahaya.
Gangguan Keamanan: Adalah suatu kejadian non teknis yang mengganggu
keamanan dan menjurus kepada pengrusakan seperti huru-hara, demonstrasi liar dan
sebagainya yang dapat menimbulkan bahaya.
Bencana Alam: Adalah suatu kejadian yang disebabkan oleh faktor alam seperti
gempa bumi, angin topan, banjir dan sebagainya yang dapat menimbulkan bahaya.
Lantai Rawat: Adalah lantai / ruangan yang dipergunakan sebagai tempat pasien
rawat tinggal.
Lantai Non Rawat: Adalah lantai / ruangan yang tidak dipergunakan untuk rawat inap.
Lantai Z: Adalah lantai tempat terjadinya kebakaran

7
Daerah Rawan Bakar Tinggi: Adalah unit kerja yang memenuhi kriteria rawan
terhadap terjadinya risiko kebakaran, baik karena penyalaan sendiri maupun akibat
kelalaian petugas.

B. Pengertian

Langkah-langkah:

1. Kebakaran Kecil.
Apabila terjadi kebakaran di area gedung, petugas yang pertama kali
menemukan kebakaran segera memadamkan api dengan alat pemadam api yang
tersedia atau dengan karung/kain basah yang ada sambil meminta pertolongan ke
petugas yang ada.
Bila usaha pemadaman dini tidak bisa dilakukan, segera hubungi petugas jaga/piket
(jaga ksatrian). Setelah mendapat laporan berlaku prosedur pemadaman kebakaran
tingkat II / sedang.

2. Kebakaran Besar.
2.1 Pengawas Bagian Keamanan.
2.1.1. Tim Pemadam.
- Mengetahui apakah api bisa dipadamkan dengan tabung APAR atau
Hydrant.
- Mengetahui dengan pasti letak alat pemadam kebakaran.
- Mengambil alih dan membawa alat pemadam kebakaran ketempat
kejadian.
- Berusaha memadamkan api dengan Alat Pemadam Api Ringan (APAR)
dan Hydrant, Hydrant dipergunakan setelah listrik dipadamkan.
- Melokalisir area kebakaran dengan manyingkirkan barang-barang yang
mudah terbakar, menutup jendela-jendela dan pintu agar api tidak
menjalar ke area lain.
- Cegah / melarang orang-orang yang bukan petugas Keselamatan
Kebakaran mendekati lokasi api hanya untuk menyelamatkan barang-
barangnya.
- Bila tidak mampu menguasai api, keluar dari lokasi api dengan cepat,
segera menghubungi Pos Jaga / Piket.
- Melaporkan tindakan dan hasilnya kepada Kepala Jaga.

2.1.2. Tim Evakuasi.


- Memerintahkan semua karyawan agar segera keluar gedung dengan
tertib.

8
- Memimpin pelaksanaan Evakuasi.
- Usahakan orang-orang keluar dengan cepat (jalan lari).
- Perintahkan wanita-wanita untuk melepas sepatu hak tingginya.
- Pimpin evakuasi dan berkumpul dilokasi masing-masing yang telah
ditentukan.
- Segera dievaluasi jumlah mereka, bersama-sama dengan Kepala
pelaksana Keselamatan Kebakaran Lantai.
- Jaga ketat jangan sampai ada yang berusaha masuk ke gedung atau
meninggalkan kelompok, sebelum ada instruksi lebih lanjut.

2.1.3. Tim Penyelamat:


- Sebelum pelaksanaan evakuasi orang-orang cacat, wanita-wanita hamil,
orang-orang berpenyakit langsung segera dibantu untuk keluar gedung.
- Jika terjadi pakaian seseorang terbakar maka “Fire Blanket” harus
diselimutkan pada nyala api tersebut dan memerintahkan orang tersebut
untuk berguling-guling dalam blanket diatas lantai agar api cepat padam.
- Jika P3K gagal, segera hubungi Rumah Sakit terdekat
/ambulance/dokter.
- Menghitung jumlah karyawan dan melaporkan kepada kepala Pelaksana
Keselamatan Kebakaran.

2.1.4. Tim Pengaman:


- Mengamankan area kebakaran agar jangan dimasuki orang-orang yang
tidak bertanggung jawab.
- Mengamankan lokasi penampungan korban.
- Mengamankan lokasi penempatan penyelamatan dokumen.
- dan barang berharga, brangkas, dan lain-lain.
- Menangkap orang yang mencurigakan, dibawa ke pos jaga/piket
diinterview kemudian diserahkan ke Polisi.
- Mengatur kelancaran ambulance dan mobil unit kebakaran yang datang
memberi pertolongan.

2.1.4. Petugas Pintu Depan:


- Menutup pintu masuk dan melarang kendaraan masuk
- Menuntun/menyediakan jalur untuk unit mobil Pemadam Kebakaran
dan Aparat Keamanan.
- Melarang orang-orang yang tidak berkentingan memasuki area dan
mengeluarkan kendaraan yang akan keluar.

9
- Memberitahu petugas Dinas Pemadam Kebakaran tentang lokasi
terjadinya kebakaran dan jalan yang terdekat menuju lokasi tersebut.

II. KEWAPADAAN BENCANA DI RSUD AL IHSAN PROVINSI JAWA BARAT


A. PENGERTIAN
Bencana adalah suatu peristiwa yang disebabkan oleh alam atau manusia yang
mengakibatkan korban dan penderitaan manusia, kerugian harta benda, kerusakan
lingkungan, kerusakan sarana dan prasarana umum, serta menimbulkan gangguan
terhadap tata kehidupan dan penghidupan masyarakat dan pembangunan nasional
yang memerlukan pertolongan dan bantuan secara khusus. Guna untuk kepentingan
kelancaran penanganan dan kesamaan istilah dengan Badan Koordinasi Nasional
Penanggulangan Bencana, maka korban bencana dikelompokkan dalam :
Bencana Tk. I : Korban diatas 300 0rang
Bencana Tk. II : Korban 100 – 200 orang
Bencana Tk. III : Korban 50 – 99 orang
Bencana Tk. IV : Korban 30 – 40 orang.

B. TATA CARA KERJA PENANGGULANGAN BENCANA (DISASTER PLAN)


Untuk menjalin kerja sama yang baik sehingga berdaya guna dan berhasil guna
maka diaturlah tata kerja (Disaster Plan) sebagai berikut :
1. Tempat masuknya informasi
Tempat informasi pertama tentang terjadinya bencana sudah disiapkan sarana
komunikasi berupa pesawat telepon langsung masuk IGD dari luar dengan
nomor (022) 5941729. Penerima berita pertama lewat operator adalah dokter
Triase yang bertugas, dan harus mengambil langkah-langkah sebagai berikut:
a. Menginformasikan dan mencatat laporan tersebut sejelas mungkin
mengenai:
1) Kapan.
2) Dimana.
3) Perkiraan jumlah korban.
4) Macam bencana (gunung berapi, tanah longsor, banjir,
kebakaran, kecelakaan lalu lintas dll).
5) Situasi terkini.
6) Mencatat identitas pelapor.
7) dll yang dapat memperjelas situasi.
b. Melaporkan langsung kepada Kepala IGD dan menantikan instruksi
lebih lanjut.
c. Menghubungi semua anggota Tim Penanggurulangan Bencana
Rumah Sakit Umum Daerah Al Ihsan Provinsi Jawa Barat

10
d. Mempersiapkan peralatan dan obat-obatan yang mungkin
diperlukan dalam rangka evaluasi dan penanganan bencana di
lapangan.
2. Mobilisasi tenaga dan sarana
Pemanfaatan secara maksimal semua tenaga, sarana dan prasarana yang ada
di Instalasi Gawat Darurat untuk penanggulangan bencana supaya
mendapatkan hasil yang optimal.
a. Dokter yang bertugas di Instalasi Gawat Darurat dan paling senior
harus bertindak sebagai ”Triage Offiser” dengan tugas-tugas :
1) Melaporkan secara vertikal kepada Kepala Instalasi Gawat
Darurat dan juga Direktur Rumah Sakit tentang terjadinya
bencana.
2) Mengkoordinasikan semua tenaga yang sedang bertugas di
UGD untuk penanggulangan bencana.
3) Memanfaatkan semua sarana dan prasarana yang ada di IGD
secara optimal.
4) Memobilisasi semua tenaga yang ada di IGD, jika dirasakan
tenaga yang sedang bertugas kurang memadai.
5) Meminta dan merencanakan semua sarana dan prasarana
yang diperlukan dalam penanggulangan bencana.
6) Semua tugas harus segera dikerjakan sampai ada pengambil
alihan tugas oleh yang lebih berwenang. (Tim Penanggulangan
Bencana Rumah Sakit).

b. Petugas paramedis berkewajiban membantu pelaksanaan


penanganan pasien bencana, dengan mempersiapkan sarana dan
prasarana yang dibutuhkan seperti :
1) Mempersiapkan peralatan medis bencana yang telah tersedia
sehingga dapat dipergunakan sewaktu-waktu dengan cepat.
2) Mempersiapkan tempat dan ruangan untuk pasien bencana.

c. Petugas Instalasi Farmasi mempersiapkan dan merencakanan obat


– obatan yang dibutuhkan dengan :
1) Mempersiapkan obat-obatan yang telah tersedia untuk
penanggulangan bencana sehingga siap digunakan.
2) Merencanakan dan meminta obat-obatan tambahan sehingga
siap digunakan.
3) Selalu berhubungan dengan Triage Offiser untuk mengetahui
perkembangan yang baru dan lebih lanjut.

11
d. Petugas lain yang ada di IGD
Berkewajiban membantu pelaksanaan penanggulangan bencana
sesuai dengan bidang masing-masing seperti :
1) Pekarya, petugas urusan rumah tangga membantu
mempersiapkan peralatan nonmedis yang diperlukan.
2) Petugas gizi mempersiapkan konsumsi petugas dan pasien.
3) Petugas Rekam Medik mempersiapkan dan melakukan
pencatatan clan pendataan pasien.

3. Sistem Koordinasi dan Penanggulangan Bencana di dalam dan di luar


Rumah Sakit
Dalam tugas penanggulangn bencana IGD mengadakan koordinasi dengan
dibentuknya Tim Penanggulangan Bencana yang dipimpin oleh Kepala IGD.
Sedang anggotanya terdiri atas unit terkait yaitu Dokter, Perawat IGD dan
Security.
Dalam hal bencana besar yang melibatkan banyak korban maka lewat Direktur
Rumah Sakit diadakan Koordinasi dengan Rumah Sakit lain dengan sistem
rujukan antar Rumah Sakit.
4. Sistem Informasi keluar Rumah Sakit
Informasi adalah keterangan yang diberikan seseorang berdasarkan
pengetahuan dan data-data yang ada. Informasi harus diberikan dengan suatu
sistem yang baku yaitu satu pintu, sehingga penyampaian informasi dilakukan
hanya untuk orang yang berkepentingan dan menghindari kebocoran kepada
orang yang tak berwenang.
5. Cadangan Logistik Medik
Dalam hal persediaan rumah sakit tidak mencukupi, maka atas wewenang
Instalasi farmasi atau Apotik yang telah diberikan Kepala Rumah Sakit, akan
mencari sumber cadangan yang ditunjuk Direktur Rumah Sakit untuk
mencukupi kebutuhan tersebut.
6. Alternatif cara pelayanan
Bila terjadi gangguan/kerusakan bangunan Rumah Sakit setempat akibat
bencana baik bencana alam maupun bencana ulah manusia (kebakaran
gedung rumah sakit dsb), maka dibawah koordinator Direktur RSUD Al Ihsan
Provinsi Jawa Barat, akan ditentukan alternatif cara pelayanan dengan
koordinasi dinas terkait untuk mencari penampungan sementara.

12
III. PENANGGULANGAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN DI RSUD AL IHSAN
PROVINSI JAWA BARAT
A. PENGERTIAN
Bahan berbahaya dan beracun adalah bahan atau zat yang mempunyai
karakteristik mudah terbakar, mudah meledak, beracun bersifat reaktif koroksif atau
menyebabkan infeksi.
Bahan Mudah Terbakar : Bahan yang apabila berdekatan dengan api, percikan api,
gesekan atau sumber nyala lain akan, mudah menyala / terbakar dan apabila telah
nya akan terus terbakar dalam waktu lama.
Bahan Mudah Meledak : Bahan yang melalui reaksi kimia dapat meghasilakan gas
dengan suhu dan tekanan yang tinggi yang dengan cepat merusak lingkungan
sekitar
Bahan Bersifat Reaktif : Bahan yang mudah menyebabkan kebakaran atau
ledakan karena sifat kimia yang tidak stabil pada suhu tinggi karena mengalami
oksidasi.
Bahan Korosif : Bahan yang dapat menyebabkan iritasi pada kulit atau
mengkorosikan baja.
Bahan Infeksious : Bahan yang berbahaya bagi lingkungan karena mengandung
kuman penyakit yang dapat menular.
Bahan Beracun : Adalah bahan yang mengandung racun berbahaya bagi manusia
dan lingkungan karena dapat menyebabkan kematian atau sakit serius
Bahan Iritan : Adalah bahan yang dapat menyebabkan iritasi pada mata, kulit dan
selaput lendir
Material Safety Sheet ( MSDS ) : Lembar data pengaman Bahan adalah lembar
petunjuk yang berisi informasi tentang sifat fisik, kimia dari bahan berbahaya dan
beracun, cara pengamanan dan tindakkan khusus yang dapat dilakukan dalam
keadaan darurat apabila terpapar bahan berbahaya dan beracun.

B. KETENTUAN
1. Pemesanan
a. Pemesanan Bahan berbahaya dan beracun dapat dilakukan apabila disertai
permintaan tertulis yang ditandatangani oleh kepala bagian logistik farmasi
b. Pemesanan bahan berbahaya dan beracun menggunakan nota pemesanan
yang terpisah dengan bahan yang tidak termasuk bahan berbahaya dan
beracun
c. Pemesanan harus disertai dengan notifikasi bahwa bahan yang dipesan
merupakan B3
d. Pemesanan dilakukan melalui Distributor resmi yang terdaftar pada balai
POM atau Departemen perindustrian dan perdagangan

13
e. Setiap pemesanan harus mencantumkan dengan jelas nama bahan, nama
dagang, nama kimia, jumlah yang dipesan nama dan alamat distributor.
f. Setiap pemesanan harus mencantumkan pernyatan bahwa pihak distributor
akan melampirkan MSDS pada saat penyerahan B3
g. Tidak diperkenankan memesan B3 yang terlarang berdasarkan peraturan
pemerintah RI No. 74 tahun 2001 tentang pengelolaan bahan berbahaya
dan beracun
h. Pemesanan B3 yang termasuk golongan bahan dengan penggunaan
terbatas sesuai dengan peraturan pemerintah RI No. 74 Tahun 2001 tentang
pengelolan bahan berbahaya dan beracun harus mendapat persetujuan
PK3RS dengan masa berlaku 1 tahun

2. Penyerahkan Barang
a. Pada saat penyerahan B3, nota penyerahan harus mencatumkan dengan
jelas nama, bahan, nama dagang, nama kimia jumlah bahan nama
distributor, dan nama pengimpor / produsen.
b. Setiap B3 yang diserahkan harus disertai dengan lembar data pengaman
bahan ( material Safety data sheet ) yang berisi merek dagang, rumus kimia
jenis B3, klasifikasi, teknik penyimpanan, dan tatacara penanganan bila
kecelakaan
c. Pada saat diserahkan, B3 harus memenuhi syarat sebagai berikut :
1) Diserahkan dalam bentuk kemasan yang kompak
2) Wadah kemasan tidak bocor
3) Tidak berkarat
4) Tidak rusak
5) Disertai dengan penandaan nama dangan, nama bahan, berat yang
sesuai dengan yang tertera pada nota penyerahan bahan
d. Setiap B3 yang diserahkan harus telah memiliki tanda peringatan sesuai
dengan jenis dan bahayanya. Simbol bahaya dan petunjuk P3K yang mudah
dilihat, dibaca, dimengerti dan tidak luntur
e. Bahan berbahaya dan beracun tidak dapat diterima apabila :
1) Dokumen tidak lengkap
2) Sudah kadaluarsa
3) Label yang tertera pada bahan dan dokumen tidak cocok
f. Penyerahan B3 harus dilakukan secara langsung kepala petugas bagian
logistik sedangkan bahan langsung ditempatkan pada ruang Penyimpanan
B3

14
3. Penanganan Bahan Kimia
a. Penandaan
1) Setiap bahan berbahaya dan beracun harus diberikan penandaan agar
dapat dikenali oleh setiap orang
2) Penandaan meliput nama bahan, nama kimia dan simbol bahan
berbahayaan beracun ( B3 )
3) Penandaan harus diberikan pada setiap kemasan luar/ pembungkus
bahan, dengan tulisan dan simbol yangs jelas, mudah terbaca, tidak
mudah terlepas dan bertahan lama
4) Simbol yang dipergunakan untuk penandaan bahan B3 mengacu pada
ketentuan yang berlaku yaitu sebagai berikut
BAHAN IRITASI BAHAN TOKSIK

BAHAN KOROSIF BAHAN MUDAH MELEDAK

BAHAN OKSIDATOR BAHAN MUDAH TERBAKAR

Tata Cara pengunaan Bahan Berbahaya dan Beracun


1) Dalam menangani bahan kimia berbahaya dan beracun setiap karyawan
harus menghindari terjadinya inhalasi bahan, penyerapkan melalui kulit,

15
tertelan melalui mulut, atau kontak langsung dengan peralatan/ bahan
yang terkantaminasi.
2) Pengambilan bahan kimia cair dengan mempergunakan pipet yang
disedot dengan mulut tidak diperkenankan karena dapat menyebabkan
tertelanya bahan kimia tersebut.
3) Dalam menuangkan bahan kimia cair, tidak boleh dilakukan dengan
terburu- buru yang sampai mengotori label
4) Sebelum menuangkan bahan kimia, pekerja harus membaca dengan
teliti label kimia. Apabila label sudah tidak jelas atau tidak ada maka
tidak diperkenankan mengambil bahan kimia dari kontener
5) Apabila menuang bahan kimia cair dari kontener yang besar kedalam
gelas ukur yang kecil maka gelas ukur harus ditahan agar cairan tidak
tumpah
6) Setiap pekerja yang menangani bahan kimia berbahaya dan beracun
harus mempergunakan sarung tangan gown. Sepatu tertutup dan
celana pendek, baju lengan diperkenankan dan sepatu yang terbuka
apabila bekerja dengan bahan kimia yang berbahaya dan beracun
7) Makan, minum atau merokok tidak diperkenankan apabila sedang
bekerja dengan bahan kimia bebahaya dan beracun
8) Tidak diperkenankan mengembalikan bahan kimia yang berlebih setelah
ditungkan kedalam wadah semula karena hal ini akan dapat
menimbulkan suatu reaksi kimia yang berbahaya. Harus diupayakan
pengambilan bahan secara tepat tanpa berlebihan
9) Apabila sedang mengerjakan pencampuran bahan kimia, tidak
diperkenankan meninggalkan tempat sehingga proses
pencampuran/reaksi tidak diawasi
10) 8Tidak diperkenankan mencicipi/meras bahan kimia jenis apapun.
Apabila harus mencium bahan kimia maka lakukan sehingga hanya
sebagai kecil uap yang masuk kehidung
11) Tidak diperkenankan menyimpan mantel, baju lais, atau buku dalam
ruang berisi bahan kimia karena bisa terkontaminasi oleh bahan kimia

b. Tatacara Pengelolaan Bahan Berbahaya Dan Beracun


1) Untuk menghindari terjadinya kecelakaan akibat bahan kimia berbahaya
maka bahan kimia berbahaya dan beracun harus disimpan.
Dipergunkan dan dibuang dengan cara yang sesuai tertentu
2) Setiap bagian dan setiap personal di rumah sakit harus melakukan
secara benar seluruh ketentuan penyimpanan, penggunaan
pembuangan bahan kimia berbahaya dan beracun

16
3) Setiap bagian yang menyimpan bahan kimia berbahaya dan beracun
dalam jumlah besar dan jenis bahan kimia yang banyak, harus
mempunyai ruangan penyimpanan khusus
4) Semua bahan kimia berbahaya dan beracun harus diberikan label yang
benar agar tidak terjadi pencampuran bahan yang tidak sesuai
5) Semua bahan kimia berbahaya dan beracun harus diperiksa secara
teratur untuk mendeteksi kebocoran atau kerusakan wadah
6) Bahan kimia yang menjadi basah akibat kelembaban yang tinggi harus
dikeringkan sebelum dipergunakan
7) Sampah yang berasal dari bahan kimia harus dibuang pada kontener
yang telah disiapkan khusus untuk bahan tersebut, tidak boleh dibuang
pada sampah untuk bahan kimia lain.
8) Tidak diperkenankan mempergunakan lampu spirtus dalam ruang berisi
bahan kimia apabila tidak diinstruksikan
9) Setiap wadah dari gelas harus diperiksa apakah ada keretakan atau
tidak karena akan menyebabkan cedera serius apabila terjadi
kebocoran bahan kimia.
10) Untuk menghindari terjadinya peledakan bahan kimia maka setiap
bahan kimia dengan konsentrasi yang tinggi harus disimpan dalam
rungan suhu yang lebih rendah dari titik nyala bahan kimia tersebut
11) Setiap bahan kimia yang mudah meledak atau terbakar harus
diidentifikasi titik nyala dari bahan tersebut
12) Setiap karyawan harus memperhatikan bahwa beberapa bahan kimia
padat tidak boleh terkena air, terkena pemanasan. Terjadi gesekan atau
terkena cahaya/sinar matahari karena akan mudah terbakar.
13) Setiap karyawan harus mengetahui dari alat pemadam. Api ringan
( APAR), tempat pembilasan, dan mengetahui cara mempergunakan
peralatan tersebut
14) Setelah kejadian pemaparan, kecelakan peledakan atau adanya
tumpuhan bahan, karyawan harus segera memberitahukan kepala
bagiannya atau atasan langsung

c. Penganganan Bahan Gas


1) Penggunalan Gas yang tidak benar dapat menimbulkan peledakan,
kebakam, keracunan intoksidasi akibat inhalasi gas tau dapat
mencederai kulit. Karena di rumah sakit terdapat banyak jenis gas yang
berbahaya dengan efek yang bermacam-macam maka dibuat beberapa
ketentuan umum yang berlaku untuk semua tindakan yang
mempergunakan gas.

17
2) Pemakaian lampu spiritus ( Bunsen ) pada daerah yang mengndung gas
harus dilakukan dengan sangat hati – hati dan hanya dapat dilakukan
apabila tidak terdapat kebocoran gas. Lampu spiritus harus segeraa
dimatikan apabila tidak dipegunakan. Apabila sedang ada nyata api
maka tidak diperkenankan menggunakan oksigen
3) Meroko dilarang diseluruh bagian, seluruh tempat tindakan di rumah
sakit apabila ditempatkan gas dan penganan yang mempergunakan gas
4) Penyimpanan gas apabila memungkinkan tempat yang berjauhan
dengan pusat kegiatan pelayanan dan dilindungi dari pemaparan suhu
tinggi
5) Seluruh tabung gas harus diberi label yang jelas. Tabung yang tidak
berlabel tidak boleh dipergunakan karena sangat membahayakan.
6) Seluruh staf harus mengetahui tatacara mengidentifikasi gas
berdasarkan kode warna yang disepakati
7) Pengangkutam tabung gas dan pengisian gas harus mempergunakan
troli yang menahan tanng gas tidak jatuh
8) Dalam menuang gas bentuk cair maka tidak boleh terjadi tumpahan gas
pada pakaian dan lantai
9) Setiap pekerjaan harus mempergunakan pakaian pelindungan masker,
sarung tangan dan baju lengan panjang.
d. Penyimpanan Bahan Berbahaya Dan Beracun
1) Persyaratan Umum Ruang Penyimpanan
a) Ruangan penyimpanan harus memenuhi persyaratan sebagai
berikut :
 Kedap air, tidak bocor, ada ventillasi untuk mencegah akumulasi
gas, lubang angin harus dilengkapi dengan kasa penutup agas
burung dan binatang tidak masuk dan dilengkapi penerangan
yang mencukupi
 Instansi penerangan harus tidak menimbulkan ledakan, dengan
memsang lampu penerangan minimal 1 meter diatas kemasan
dan semua saklar untuk ruang bahan mudah tebakar tepasang
dari sisi luar
 Tersedia sarana pencucian yang dekat lokasi dan memada
misalnya wastafel untuk terpapar bahan berbahaya dan beracun
 Tesedia sistim pemadam kesadaran dan deteksi kebakaran
yang sesuai dengan luas ruang dan jenis bahan yang disimpan
 Tersedia pembangkit listrik cadanngan yang berfungsi secara
otomatik apabila terjadi gangguan aliran listrik

18
 Tersedia fasilitas pertolongan pertama pada kecelakaan dalam
jumlah dan jenis yang memadai
 Peralatan komunikasi dalam ruang penyimpanan harus tersedia
agar memudahkan komunikasi dengan bagian lain.
 Setiap ruang penyimpanan harus mempunyai pompa penyedot
tumpahan B3 yang juga berfungsi menyedot tumpahan cair
 Tersedia pengontrol suhu dan kelembaban disetiap ruang
penyimpanan bahan berbahaya dan beracun
 Ruangan penyimpanan tidak boleh terkena cahaya matahari
secara langsung karena dapat menyebabkan terjadi reaksi
kimia pda bahan kimia yang tidak stabil
 Ruangan penyimpanan bahan berbahaya dan beracun
dinyatakan sebagai “restrieted area” sehingga setiap orang
yang tidak berkepentingan tidak diperkenan masuk
 Semua sistim pengamanan ruangan penyimpanan bahan kimia
harus diperiksa sekurang kurangnya setiap bulan
 Setiap hasil pemeriksaan harus didokumentasikan dilaporkan ke
PK3RS
b) Penyimpanan bahan berbahaya dan beracun harus mengikuti
ketentuan sebagai berikut ;
 Dilakukan dengan sistem blok, terdiri dari 2 x 2 kemasan
sehingga dapat dilakukan pemriksaan menyeluruh terhdap
setiap kemasan
 Jarak antar blok minimum 60 cm agar masih tersisa runagn
untuk melakukan pengawasan rutin
 Maksimal tumpukan 3 lapis, apabila lebih maka harus dengan
memakai rak, kecuali untuk bahan kimia yang disimpan dalam
wadah botol tidak diperkenankan untuk disimpan bersusun
 Jarak kemasan tertular tidak boleh kurang 1 meter dari atap
 Kemasan B3 yang tidak saling cocok harus disimpan terpisah,
tidak dalam 1 blok untuk menghindari terjadinya reaksi kimia
yang membahayakan
 Penempatan kemasan harus dengan syarat tidak ada
kemungkinan tumpah ke kemasan lain.

4. Persyaratan Berdasarkan Jenis B3


4.1 Bahan Beracun
 Ruangan penyimpanan harus dingin dan berventilasi
 Jauhkan dari bahan lain yang dapat beraksi

19
 Tersedia alat perlindungan diri

4.2 Bahan Korosif


 Ruangan penyimpanan harus dingin dan berventilasi
 Bahan disimpan dalam wadah tertutup berlabel
 Tersedia alat pelindung diri

4.3 Bahan Mudah Terbakar


 Ruangan penyimpanan harus dingin dan berventilasi
 Ruangan / bahan harus jauh dari sumber aoi / panas
 Hindari terjadinya loncatan api listrik atau bara rokok
 Tersedia alat pemadam kebakaran
 Penyimpanan harus dijauhkan dari bahan kimia oksidator
 Tesedia alat pelindung diri
4.4 Bahan Mudah Meledak
 Ruangan penyimpanan harus dingin dan berventilasi
 Ruangan / bahan harus jauh dari sumber aoi / panas
 Tersedia alat pemadam kebakaran
 Tempat penyimpanan tidak menimbulkan gesekan atau benturan mekanis
 Tesedia alat pelindung diri

4.5 Bahan Oksidator


 Rungan penyimpanan harus dingin, kering dan berventilasi
 Ruangan / bahan harus jauh dari sumber api / panas
 Ruangan harus kedap air
 Tersedia alat pemadam kebakaran
 Tersedia alat pelindung diri

C. PROSEDUR PENANGGULANGAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN


1. AIR RAKSA
a. Nama Kimia : Hg
b. Nama Lain : Mercury
c. Pemaparan
Pemaparan dapat terjadi melalui, inhalasi, tertelan. Absorbsi klit, atau kontak dengan
mata.
d. Gejala Keracunan :
1) Mata : Iritasi mata
2) Kulit : Iritasi Kulit

20
3) Inhalasi : Batuk, sakit dada, sesak napas, bronkhitis, pnuemonitis,
edema paru, ataxia. Trrmor, sakit kepala, nausea, vomiting,
insomnia, gelisah, stomatitis, hypersalivasi, gangguan parut,
anoreksia, proteinuria, hematemesis, ARF, shock, cardiac areest
e. Pertolongan Pertama
1) Segera melakukan irigasi mata dengan mengunakan air mengalir
selama 15 menit
2) Segera melakukan pembilasan dengan air
3) Berikan oksigen / bantuan pernapasan apabila ada gangguan
pernapasan
4) Bila tertelan segera lakukan lavase lambung
5) Dapat diberikan antidotum yaitu Dimercaprol
6) Bila perlu dilakukan hemodialisis
f. Pencegahan
1) Hindari kontak dengan mata/ kulit
2) Pebelian cepat pada kamar bilas atau kamar mandi

2. ALKOHOL
a. Nama Kimia : Ethyl Alkohol
b. Nama Lain : Alkohol Ethanol
c. Pemaparan
Pemaparan dapat terjadi melalui inhalasi tertelan atau kontak denga kulit /
mata
d. Gejala Keracunan
1) Mata : Iritasi mata
2) Kulit : Iritasi Kulit
3) Inhalasi : Sakit kepala, lemas, batuk – batuk, pusing, tidak
sadar, kerusakan hati, anmia
e. Pertolongan Pertama
1) Segera melakukan irigasi mata dengan menggunakan air mengalir
selama 15 menit
2) Segera melakukan pembilasan kulit dengan air
3) Berikan oksigen / bantuan pernapasan apabila ada gangguan
pernafasan
4) Bila tertelan, segera lakukan lavase lambung, berikan charcoal
untuk menyerap sisa bahan yang masih berada dalam lambung
f. Pencegahan Pemaparan
1) Hindari kontak dengan mata/kulit
2) Pakai baju pelindung

21
g. Pencegahan
1) Hindari kontak dengan mata/ kulit
2) Pakai masker bila kansentrasi > 2000ppm

3. BARIUM SULFAT
a. Nama Kimia : BaSO4
b. Nama Lain : Barium Sulfate
c. Pemaparan
Pemaparan dapat terjadi mellaui inhalasi, tertelan atau kontak dengan
mata/kulit.
d. Gejala Keracunan
1) Mata : Iritasi mata.
2) Kulit : Iritasi kulit, terbakar.
3) Inhalasi : Iritasi saluran napas, spasme otot, nadi lambat,
ekstrasistol, hypokalemia.
e. Target Organ
Mata, kulit, saluran pernapasan, kardiovaskular.
f. Pertolongan Pertama
1) Segera lakukan irigasi mata dengan menggunakan air mengalir
selama 15 menit.
2) Segera melakukan pembilasan kulit dengan sabun dan air.
3) Berikan oksigen/bantuan pernapasan bila ada gangguan
pernapasan.
g. Pencegahan Pemaparan
Hindari kontak dengan mata/kulit.

4. CIDEX
a. Nama Kimia : Glutaraldehyde (OCH(CH2)3CHO)
b. Nama Lain : Cidex
c. Pemaparan
Pemaparan dapat terjadi melalui inhalasi, absorbsi kulit, tertelan atau
kontak dengan kulit/mata.
d. Gejala Keracunan
1) Mata : Iritasi mata.
2) Kulit : Iritasi kulit, dermatitis, sensitisasi kulit.
3) Inhalasi : Mual, muntah, batuk, asma.
e. Target Organ
Mata, kulit, saluran napas.

22
f. Pertolongan Pertama
1) Segera melakukan irigasi mata dengan menggunakan air mengalir
selama 15 menit.
2) Segera melakukan pembilasan kulit dengan sabun.
3) Berikan oksigen/bantuan pernapasan apabila ada gangguan
pernapasan.

5. ELPIJI
a. Nama Kimia : C3H8/C3H6/C4H10/C4H8
b. Nama Lain : LPG (Liquified Petroleum Gas, Liquified Hidrocarbon Gas)
c. Pemaparan
Pemaparan dapat terjadi melalui inhalasi atau kontak dengan kulit/mata.
d. Gejala Keracunan
1) Mata : Iritasi mata, frostbite.
2) Kulit : Frostbite.
3) Inhalasi : Pusing, kesadaran menurun, asfiksia.
e. Target Organ
Saluran napas, CNS.
f. Pertolongan Pertama
1) Segera melakukan irigasi mata dengan menggunakan air mengalir
selama 15 menit.
2) Segera melakukan pembilasan kulit dengan sabun.
3) Berikan oksigen/bantuan pernapasan apabila ada gangguan
pernapasan.

6. FENOL
a. Nama Kimia : C6H5OH
b. Nama Lain : Phenol, Carbolic Acid, Hydroxy Benzene, Phenyl Alcohol.
c. Pemaparan
Pemaparan dapat terjadi melalui inhalasi, absorbsi kulit, tertelan atau kontak
dengan kulit/mata.
d. Gejala Keracunan
1) Mata : Iritasi mata.
2) Kulit : Iritasi kulit, Dermatitis, kulit terbakar.
3) Inhalasi: Iritasi hidung/tenggorokan, anoreksia, kelemahan, nyeri
otot, urin warna gelap, sianosis, kerusakan ginjal dan
hati, tremor, konvulsi, twiching.

23
e. Target Organ
Mata, kulit, saluran napas, hati, ginjal.
f. Pertolongan Pertama
1) Segera melakukan irigasi mata dengan menggunakan air mengalir
selama 15 menit.
2) Segera melakukan pembilasan kulit dengan sabun.
3) Berikan oksigen/bantuan pernapasan apabila ada gangguan
pernapasan.

7. FORMALIN
a. Nama Kimia : HCHO
b. Nama Lain : Formaldehyda, Methanal, Methyl Aldehida, Methylene
Oxide.
c. Pemaparan
Pemaparan dapat terjadi melalui inhalasi atau kontak dengan mata/kulit.
d. Gejala Keracunan
1) Mata : Iritasi mata, hiperlakrimasi.
2) Kulit : Iritasi kulit.
3) Inhalasi: Iritasi hidung, tenggorokan, batuk, wheezing, sesak napas,
Bronkhitis, Pneumonitis, dan edema paru.
e. Target Organ
Mata, saluran napas.
f. Pertolongan Pertama
1) Segera melakukan irigasi mata dengan menggunakan air mengalir
selama 15 menit.
2) Segera melakukan pembilasan kulit dengan sabun.
3) Berikan oksigen/bantuan pernapasan apabila ada gangguan
pernapasan.
g. Pencegahan Pemaparan
Hindari kontak dengan mata/kulit.

8. FREON
a. Nama Kimia : CCl4
b. Nama Lain : Karbon klorida, Halon, Tetraklorometana.
c. Pemaparan
Pemaparan dapat terjadi melalui inhalasi, tertelan, absorbsi kulit atau kontak
dengan mata/kulit.
d. Gejala Keracunan
1) Mata : Iritasi mata.

24
2) Kulit : Iritasi kulit.
3) Inhalasi: Mual, muntah, pusing, gangguan koordinasi, depresi saraf
pusat, gangguan hati, dan ginjal.
e. Target Organ
1) Mata, kulit, paru-paru, saraf perifer, hati, ginjal.
2) Menyebabkan kanker hati (pada binatang).
f. Pertolongan Pertama
1) Segera melakukan irigasi mata dengan menggunakan air mengalir
selama 15 menit.
2) Segera melakukan pembilasan kulit dengan sabun.
3) Berikan oksigen/bantuan pernapasan apabila ada gangguan
pernapasan.
g. Pencegahan Pemaparan
1) Hindari kontak dengan mata/kulit.
2) Lakukan pembilasan cepat pada ruang bilas atau kamar mandi.

9. HIDROGEN PEROKSIDA
a. Nama Kimia : H2O2
b. Nama Lain : Peroxide, Hydrogen Diooxyde.
c. Pemaparan
Pemaparan dapat terjadi melalui inhalasi, tertelan atau kontak dengan
mata/kulit.
d. Gejala Keracunan
1) Mata : Iritasi mata, ulkus cornea.
2) Kulit : Iritasi kulit, vesikel, eritema.
3) Inhalasi : Iritasi hidung, tenggorokan, pneumonia, edema paru.
4) Sistemik : Rambut menjadi putih.
e. Target Organ
Kulit, mata, saluran napas.
f. Pertolongan Pertama
1) Segera melakukan irigasi mata dengan menggunakan air mengalir
selama 15 menit.
2) Segera melakukan pembilasan kulit dengan sabun.
3) Berikan oksigen/bantuan pernapasan apabila ada gangguan
pernapasan.
g. Pencegahan Pemaparan
1) Hindari kontak dengan mata/kulit.
2) Lakukan pembilasan cepat pada kamar bilas atau kamar mandi.
3) Gunakan masker apabila konsentrasi > 10 ppm.

25
10. KARBON DIOKSIDA
a. Nama Kimia : CO2
b. Nama Lain : Gas CO2, Dry Ice.
c. Pemaparan
Pemaparan dapat terjadi melalui inhalasi, tertelan atau kontak dengan
mata/kulit.
d. Gejala Keracunan
1) Mata : Penglihatan kabur, iritasi mata, myosis.
2) Kulit : Melepuh, luka bakar (frosbite).
3) Inhalasi: Sakit kepala, berkeringat, hypersalivasi, asfiksia, kram
perut, diare, mual, muntah, lemas, twiching otot,
inkoordinasi, kejang.
e. Target Organ
Saraf pusat, saraf perifer, cholinesterase darah.
f. Pertolongan Pertama
1) Segera melakukan irigasi mata dengan menggunakan air mengalir
selama 15 menit.
2) Segera melakukan pembilasan kulit dengan sabun.
3) Berikan oksigen/bantuan pernapasan apabila ada gangguan
pernapasan.
g. Pencegahan Pemaparan
1) Hindari kontak dengan mata/kulit
2) Pakai pelindung badan.

11. KLORIN
a. Nama Kimia : Cl2
b. Nama Lain : Chlorine, Sodium Hypochloride, Precept, Bleaching Agent.
c. Pemaparan
Pemaparan dapat terjadi melalui inhalasi atau kontak dengan kulit/mata.
d. Gejala Keracunan
1) Mata : Rasa perih, panas, terbakar.
2) Kulit : Dermatitis, frostbite.
3) Inhalasi: Hipersalivasi, mual, muntah, rinorea, batuk, kesedakan,
nyeri substernal, sakit kepala, pusing, sinkope, edema
paru, pneumonia, hipoksemia.
e. Target Organ
Mata, kulit, saluran napas.

26
f. Pertolongan Pertama
1) Segera melakukan irigasi mata dengan menggunakan air mengalir
selama 15 menit. Bila terjadi frostbite, jangan dibilas dengan air.
2) Segera melakukan pembilasan kulit dengan sabun bila belum ada
frostbite.
3) Berikan oksigen/bantuan pernapasan apabila ada gangguan
pernapasan.
4) Kortikosteroid, antibiotika.
g. Pencegahan Pemaparan
Hindari kontak dengan mata/kulit

12. LAS KARBID


a. Nama Kimia : CH2
b. Nama Lain : Acetylene, Ethirine (Gas yang dipakai untuk las).
c. Pemaparan
Pemaparan dapat terjadi melalui inhalasi atau kontrak dengan kulit/mata.
d. Gejala Keracunan
1) Mata : Luka beku (frostbite)
2) Kulit : Frostbite
3) Inhalasi : Sakit kepala, pusing, asfiksia.
e. Target Organ
Saluran napas, saraf pusat.
f. Pertolongan Pertama
1) Segera melakukan irigasi mata dengan menggunakan air mengalir
selama 15 menit. Bila terjadi frostbite, jangan dibilas dengan air.
2) Segera melakukan pembilasan kulit dengan sabun, bila belum ada
frostbite.
3) Berikan oksigen/bantuan pernapasan apabila ada gangguan
pernapasan.
g. Pencegahan
1) Hindari kontak dengan mata/kulit.
2) Pakai masker.

13. METHANOL
a. Nama Kimia : CH3OH
b. Nama Lain : Methyl alkohol, Carbinol, Spiritus, Wood alkohol, thiner.
c. Pemaparan
Pemaparan dapat terjadi melalui inhalasi, absorbsi kulit, tertelan atau kontak
dengan kulit/mata.

27
d. Gejala Keracunan
1) Mata : Iritasi, gangguan penglihatan, kerusakan saraf mata.
2) Kulit : Iritasi, dermatitis.
3) Inhalasi: Iritasi saluran napas/hidung, sakit kepala, pusing, mual,
muntah, gangguan kesadaran.
e. Target Organ
Mata, kulit, saluran napas, CNS, GIT.
f. Pertolongan Pertama
1) Segera melakukan irigasi mata dengan menggunakan air mengalir
selama 15 menit.
2) Segera melakukan pembilasan kulit dengan sabun.
3) Berikan oksigen/bantuan pernapasan apabila ada gangguan
pernapasan.
4) Lakukan lavese lambung, dapat diberikan Charcoal.
5) Dapat diberikan antidotom yaitu Ethanol atau Fomeprazole.
g. Pencegahan
1) Hindari kontak dengan mata/kulit.
2) Pakai masker bila > 2000 ppm.

14. NATRIUM HIDROKSIDA


a. Nama Kimia : NaOH
b. Nama Lain : Caustic Soda, Lye, Sodium Hydrate
c. Pemaparan
Pemaparan dapat terjadi melalui inhalasi, tertelan, absorbsi kulit, kontak
dengan kulit/mata.
d. Gejala Keracunan
1) Mata : Iritasi mata.
2) Kulit : Iritasi kulit, kulit terbakar.
3) Inhalasi: Iritasi mukosa saluran napas, pneumonitis, kerontokan
rambut temporer.
e. Target Organ
Mata, kulit, saluran napas.
f. Pertolongan Pertama
1) Segera melakukan irigasi mata dengan menggunakan air mengalir
selama 15 menit.
2) Segera melakukan pembilasan kulit dengan air.
3) Berikan oksigen/bantuan pernapasan apabila ada gangguan
pernapasan.

28
g. Pencegahan
1) Hindari kontak dengan mata/kulit.
2) Pakai masker bila > 10 mg/m3

15. NITROGEN DIOKSIDA


a. Nama Kimia : N2O
b. Nama Lain : Nitrogen peroksida, Dinitrogen tetraoksida-gas anestesi
c. Pemaparan
Pemaparan dapat terjadi melalui inhalasi, tertelan atau kontak dengan
kulit/mata.
d. Gejala Keracunan
1) Mata : Iritasi mata, penglihatan kabur, frostbite.
2) Kulit : Iritasi kulit, melepuh, frostbite.
3) Inhalasi: Iritasi hidung/tenggorokan, anastesi, batuk, frothy sputum,
penurunan fungsi paru, bronkitis, sesak napas, edema
paru, sianosis, takipnea, takikardia.
e. Target Organ
Mata, saluran napas, kardiovaskular.
f. Pertolongan Pertama
1) Segera melakukan irigasi mata dengan menggunakan air mengalir
selama 15 menit.
2) Segera melakukan pembilasan kulit dengan sabun.
3) Berikan oksigen/bantuan pernapasan apabila ada gangguan
pernapasan.
g. Pencegahan
1) Hindari kontak dengan mata/kulit.
2) Pakai masker bila konsentrasi lebih besar 20 ppm.

16. NITROGLISERIN
a. Nama Kimia : CH2NO3CHNO3CH2NO3
b. Nama Lain : Glyceryl, Trinitrate, Trynitroglyceryne
c. Pemaparan
Pemaparan dapat terjadi melalui inhalasi, absorbsi kulit, tertelan atau kontak
dengan kulit/mata.
d. Gejala Keracunan
1) Mata : Iritasi mata
2) Kulit : Iritasi kulit

29
3) Inhalasi: Sakit kepala, pusing, mual, muntah, nyeri perut, hipotensi,
flushing, Palpitasi, methemoglobinemia, delirium, depresi
saraf pusat.
e. Target Organ
Kardiovaskuler, darah, kulit, saraf pusat
f. Pertolongan Pertama
1) Segera melakukan irigasi mata dengan menggunakan air mengalir
selama 15 menit.
2) Segera melakukan pembilasan kulit dengan sabun.
3) Berikan oksigen/bantuan pemaparan apabila ada gangguan
pernapasan.
g. Pencegahan Pemaparan
1) Hindari kontak dengan mata/kulit.
2) Lakukan pembilasan dalam ruang bilas atau kamar mandi.
3) Pakai masker.
17. TIMBAL
a. Nama Kimia : Pb
b. Nama Lain : Lead, Plumbum
c. Pemaparan
Pemaparan dapat terjadi melalui tertelan atau kontak dengan kulit/mata.
d. Gejala Keracunan
1) Mata : Iritasi mata
2) Tertelan: Lemah, pucat, insomnia, anoreksia, berat badan menurun,
konstipasi, nyeri abdomen, anemia, tremor, paralisis,
encephalopati, gangguan ginjal, hipotensi.
e. Target Organ
Mata, saraf pusat, ginjal, saluran pernapasan, darah.
f. Pertolongan Pertama
1) Segera melakukan irigasi mata dengan menggunakan air mengalir
selama 15 menit.
2) Segera melakukan pembilasan kulit dengan sabun.
3) Berikan oksigen/bantuan pernapasan apabila ada gangguan
pernapasan.
4) Lakukan irigasi lambung.
5) Berikan antidotum EDTA atau Dimercaptosuccinic acid
6) Dapat diberikan Carchoal.
g. Pencegahan
1) Hindari kontak dengan mata/kulit.
2) Pakai masker.

30
18. XYLENE
a. Nama Kimia : C6H4(CH3)2.
b. Nama Lain : Orthoxylene-O-Xylol.
c. Pemaparan
Pemaparan dapat terjadi melalui inhalasi atau kontak dengan mata/kulit.
d. Gejala Keracunan
1) Mata : Iritasi, vakuolisasi cornea.
2) Kulit : Iritasi, dermatitis.
3) Inhalasi: Iritasi hidung/tenggorokan, pusing, eksitasi, gangguan
koordinasi, nausea, vomiting, jalan limbung, abdominal
pain, anoreksia.
e. Target Organ
Mata, kulit, saluran napas, saraf pusat, saluran cerna, darah.
f. Pertolongan Pertama
1) Segera melakukan irigasi mata dengan menggunakan air mengalir
selama 15 menit.
2) Segera melakukan pembilasan kulit dengan sabun.
3) Berikan oksigen/bantuan pernapasan apabila ada gangguan
pernapasan.
g. Pencegahan
1) Hindari kontak dengan mata/kulit.
2) Pakai masker bila > 1900 ppm.

19. WASH BENSIN


a. Nama Kimia :-
b. Nama Lain :-
c. Pemaparan
Pemaparan dapat terjadi melalui inhalasi, tertelan atau kontak dengan
mata/kulit.
d. Gejala Keracunan
1) Mata : Iritasi mata, ulkus cornea.
2) Kulit : Iritasi kulit, vesikel, eritema.
3) Inhalasi : Iritasi hidung, tenggorokan, pneumonia, edema paru.
4) Sistemik: Rambut menjadi putih.
e. Target Organ
Kulit, mata, saluran napas.
f. Pertolongan Pert0ama
1) Segera melakukan irigasi mata dengan menggunakan air mengalir
selama 15 menit.

31
2) Segera melakukan pembilasan kulit dengan sabun.
3) Berikan oksigen/bantuan pernapasan apabila ada gangguan
pernapasan.
g. Pencegahan Pemaparan
1) Hindari kontak dengan mata/kulit.
2) Lakukan pembilasan cepat pada kamar bilas atau kamar mandi.
3) Gunakan masker apabila konsentrasi > 10 ppm.
IV. KESELAMATAN DAN KESEHATAN PEGAWAI
A. Pengunaan Alat Pelindung Diri
 Melakukan observasi lapangan dan mendata pegawai yang harus wajib
menggunakan Alat Pelindung Diri
 Mempersiapkan Alat Pelindung Diri seperti : masker, sarung tangan disposible,
sarung tangan karet, sarung tangan kain, sarung tangan Pb, tutup kepala, helm,
apron, baju steril, sepatu boots, dan celemek.
 Membagikan dan mensosialisasikan penggunaan alat pelindung diri bagi petugas.

B. Pemeriksaan kesehatan pra-pekerjaan


 Pemeriksaan kesehatan dilakukan setelah diakan rekrutmen pegawai baru.
 Setiap calon pegawai yang dinyatakan diterimasebagai pegawai RSUD Al Ihsan
Provinsi Jawa Barat pada saat rekrutmen diharuskan melakukan pemeriksaan
kesehatan.
 Lakukan pemeriksaan kesehatan calon pegawai yang meliputi pemeriksaan isik
lengkap, anamnesa riwayat kesehatan, pemeriksaan laboratorium, dan rongent paru
(bila mungkin)

C. Pemeriksaan kesehatan berkala


 Dilakukan setiap satu tahun sekali untuk seluruh pegawai RSUD Al Ihsan Provinsi
Jawa Barat
 Tentukan waktu pelaksanaan pemeriksaan kesehatan, dibuat beberapa gelombang
untuk memudahkan pelaksanaan.
 Lakukan pemeriksaan kesehatan yang meliputi pemeriksaan darah dan urine
lengkap, serta pemeriksaa foto thorax.
 Buat kesimpulan hasil pemeriksaan.
 Lakukan tindak lanjut apabila ditemukan gangguan kesehatan terhadap pegawai
RSUD Al Ihsan Provinsi Jawa Barat
D. Pemeriksaan kesehatan khusus
 Menentukan pegawai pada unit kerja tertent yang akan dilakukan pemeriksaan
kesehatan.
 Menentukan waktu pelaksanaan pemeriksaan kesehatan.

32
 Pelaksanaan pemeriksaan keehatan bagi pegawai yang memiliki rasio tinggi yang
meliputi foto thorax, HbsAg, liver fngsi test.
 Melakukan penilaian hasil pemeriksaan kesehatan.
 Melakukan tindak lanjut hasil pemeriksaan apabila ditemukan gangguan kesehatan
terhadap pegawai RSUD Al Ihsan Provinsi Jawa Barat.
V. KESEHATAN LINGKUNGAN KERJA (SANITASI)
A. PENGERTIAN
Sanitasi adalah pencegahan penyakit dengan cara menghilangkan atau
mengendalikan faktor-faktor lingkungan yang berkaitan dengan rantai perpindahan
penyakit tertentu. Dan sanitasi adalah suatu istilah yang selalu dikaitkan dengan
kesehatan terutama kesehatan manusia. Ehlers dan Steele mendefinisikan sanitasi
sebagai pencegahan penyakit dengan cara menghilangkan atau mengendalikan
faktor-faktor lingkungan yang berkaitan dengan rantai perpindahan penyakit
tersebut.
Manusia selalu berupaya untuk memanipulasi lingkungan untuk menghasilkan
kondisi yang paling menguntungkan. Salah satu contoh dalam hal ini adalah
aplikasi ilmu sanitasi.
Secara luas ilmu sanitasi adalah penerapan dari prinsip-prinsip tersebut yang bisa
membantu dalam memperbaiki, menjaga atau memulihkan lingkungan manusia
sehingga kehidupan yang sehat dapat terwujud.

B. RUANG LINGKUP
1. Penyehatan Bangunan dan Ruang, termasuk Pengaturan Pencahayaan,
Penghawaan serta Pengendalian Kebisingan.
2. Penyehatan Makanan dan Minuman
3. Penyehatan Air Termasuk Penyediaan dan Pengawasan Kualitas Air.
4. Pengelolaan Limbah.
5. Penyehatan Tempat Pencucian Umum Termasuk Tempat Pencucian Linen.
6. Pengendalian Serangga dan Tikus.
7. Sterilisasi/Desinfeksi.
8. Perlindungan Radiasi.
9. Penyuluhan/Pelatihan Kesehatan Lingkungan

C. LANDASAN HUKUM
1. Undang-undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.
2. PP No.19/1994 jo PP No.12/1995 Pasal 4 tentang Setiap orang atau badan
usaha dilarang membuang limbah B3 secara langsung ke dalam air, tanah,
atau udara.

33
3. Kepmenkes RI No.1204/MENKES/SK/X/2004 tentang Persyaratan Kesehatan
Lingkungan Rumah Sakit.
4. Direktorat Jendral PPM 7 PL dan Direktorat Jendral Pelayanan Medik
Departemen Kesehatan Republik Indonesia No. 363.729.7 tahun 2002
tentang Pedoman Sanitasi Rumah Sakit di Indonesia.
5. Permenaker No. Per.05/MEN/1996 tentang Sistem Manajemen Keselamatan
dan Kesehatan Kerja.
6. Kepmen LH No. Kep-58/1995 tentang Baku Mutu Limbah Cair Kegiatan
Rumah Sakit.
7. Undang-undang No.4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
Pengelolaan Lingkungan Hidup.

D. FASILITAS SANITASI RSUD AL IHSAN PROVINSI JAWA BARAT


No Fasilitas Sanitasi Keterangan
1. Penyediaan air Air yang digunakan di RSUD Al Ihsan Provinsi
Jawa Barat bersumber dari air tanah.
2. Toilet a. Ruang perawatan toilet disesuaikan dengan
ketentuan Permenkes No.1204 tahun 2004.
b. Tersedia toilet untuk umum bagi pengunjung
dan pengguna jasa RSUD Al Ihsan Provinsi
Jawa Barat disesuaikan ketentuan
Permenkes No. 1204 tahun 2004.
3. Kamar Mandi Ruang perawatan kamar mandi sudah sesuai
dengan ketentuan perundang-undangan yang
berlaku.
4. Tempat pengelolaan sampah a. Meliputi sampah padat medis dan non medis.
padat : b. Sampah/limbah padat medis dan non medis
a. Tempat sampah dikelola sesuai dengan jenisnya.
b. Gerobak Pengangkut Sampah c. Limbah padat infeksius dimusnahkan di
c. Tempat Sampah Sementara Incinerator dengan suhu ± 1000°C.
(TPS). d. Limbah padat non infeksius dari TPS dibuang
d. Incinerator ke TPA bekerja sama dengan dinas
kebersihan Purwakarta.
5. Pengelolaan Limbah Cair RSUD Instalasi pengolahan air limbah yang digunakan
Al Ihsan Provinsi Jawa Barat di RSUD Al Ihsan Provinsi Jawa Barat adalah
sistem tabung.
6. Pengendalian Serangga a. Pengendalian nyamuk dengan cara fogging.
b. Pengendalian lalat dengan cara Elektrik Fly
Killer.
7. Penyehatan Makanan dan Pengelolaan Penyehatan Makanan dan
Minuman Minuman di Instalasi Gizi meliputi :

34
a. Penerimaan bahan baku.
b. Pemilahan bahan baku
c. Pengolahan penghidangan
d. Distribusi ke ruangan
e. Pemeriksaan Kesehatan Pegawai.
8. Tempat Pencucian Kegiatan pengelolaan Pencucian di Unit Laundry
RSUD Al Ihsan Provinsi Jawa Barat Pengelolaan
Pencucian Meliputi :
a. Pengambilan Linen kotor ke ruangan dan
instalasi.
b. Penerimaan Linen kotor.
c. Pemilahan dan Penimbangan Linen kotor.
d. Pencucian
e. Pemerasan
f. Pengeringan
g. Penyetrikaan
h. Pelipatan
i. Perbaikan
j. Penyimpanan
k. Pendistribusian
l. Penggantian Linen Rusak.

E. TATA LAKSANA PENGELOLAAN KESEHATAN LINGKUNGAN RSUD AL IHSAN


PROVINSI JAWA BARAT
a. Penyehatan Bangunan dan Ruang termasuk Pengaturan Pencahayaan,
Penghawaan serta Pengendalian Kebisingan
a. Pengertian
1) Ruang bangun dan halaman rumah sakit adalah semua ruang/unit
dan halaman yang ada di dalam batas pagar rumah sakit (bangunan
fisik dan kelengkapannya) yang dipergunakan untuk berbagai
keperluan dan kegiatan rumah sakit.
2) Pencahayaan di dalam ruang bangun rumah sait adalah intensitas
penyinaran pada suatu bidang kerja yang ada di dalam ruang
bangun rumah sakit yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan
secara efektif.
3) Penghawaan ruang bangun adalah aliran udara segar di dalam
ruang bangun yang memadai untuk menjamin kesehatan penghuni
ruangan.

35
4) Kebisingan adalah terjadinya bunyi yang tidak dikehendaki sehingga
mengganggu dan atau membahayakan kesehatan.
5) Kebersihan ruang bangun dan halaman adalah suatu keadaan atau
kondisi ruang bangun dan halaman bebas dari bahaya dan risiko
minimal untuk terjadinya infeksi silang, serta masalah kesehatan dan
keselamatan kerja.

b. Tata Cara Pelaksanaan Pengelolaan Penyehatan Bangunan dan


Ruang, termasuk Pengaturan Pencahayaan, Penghawaan, serta
Pengendalian Kebisingan
1) Pemeliharaan Ruang dan Bangunan
a) Pemeliharaan dan pembersihan ruang dilakukan pagi dan sore
hari dilaksanakan oleh Cleaning Service (pihak ketiga).
b) Pembersihan lantai di ruang perawatan pasien dilakukan
setelah jam makan, setelah kunjungan keluarga dan sewaktu-
waktu apabila diperlukan.
c) Cara-cara pembersihan yang dapat menebarkan debu
dihindari.
d) Cara menggunakan pembersihan dengan perlengkapan pel
yang memenuhi syarat dan bahan antiseptic yang ramah
lingkungan.
e) Masing-masing ruangan disediakan perlengkapan pel sendiri.
f) Pembersihan lantai dimulai dari bagian ruangan paling dalam
dan bergerak menuju arah luar.
g) Sewaktu membersihkan lantai dengan perlengkapan pel semua
perabotan ruang seperti meja, kursi, tempat tidur, dan yang
lainnya harus diangkat/digeser, agar pembersihan lantai
sempurna.
h) Pembersihan dinding dilakukan secara periodik minimal dua
kali dalam setahun.
i) Pemeriksaan usap dinding dan lantai secara acak di setiap
ruang perawatan dan instalasi dilaksanakan satu tahun dua kali
sesuai dengan Kepmenkes RI No.1204/Menkes/Per/X/2004.
j) Setiap percikan ludah, darah atau eksudat luka pada dinding
segera dibersihkan dengan menggunakan antiseptik.
k) Persyaratan kualitas penyehatan bangunan dan ruang untuk
masing-masing ruangan atau unit harus sesuai dengan
Ketentuan Kepmenkes RI No.1204/Menkes/SK/X/2004.
2) Tata Cara Pelaksanaan Pengelolaan Kualitas Pencahayaan

36
a) Pencahayaan alam maupun buatan diupayakan agar tidak
menimbulkan silau dan intensitasnya sesuai dengan
peruntukkannya.
b) Penempatan bola lampu sedemikian rupa sehingga
menghasilkan penyinaran yang optimal dan sering dibersihkan.
c) Bola lampu yang mulai tidak berfungsi segera diganti.
d) Pemeriksaan kualitas pencahayaan dilaksanakan satu tahun
dua kali oleh Badan Pengujian Mutu Konstruksi dan
Lingkungan.
e) Apabila dari hasil pemeriksaan ada yang tidak sesuai dengan
Kepmenkes RI No. 1204/Menkes/Per/X/2004. Segera diganti,
koordinasi dengan bagian teknik.
f) Jaringan instalasi listrik harus sering diperiksa kondisinya untuk
menjamin keamanan.
g) Persyaratan kualitas pencahayaan untuk masing-masing
ruangan atau unit harus sesuai dengan Ketentuan Kepmenkes
RI No. 1204/Menkes/SK/X/2004.
3) Tata Cara Pelaksanaan Pengelolaan Kualitas Penghawaan dan
Udara Ruang.
a) Penghawaan alamiah, lubang ventilasi diupayakan sistem
silang (Cross Ventilation) dan dijaga agar aliran udara tidak
terhalang.
b) Penghawaan mekanis dengan mengunakan exhause fan,
dipasang pada ketinggian minimal 2 meter di atas lantai atau
minimal 0,20 meter dari langit-langit.
c) Penghawaan ruang operasi harus dijaga agar tekanannya lebih
tinggi dibandingkan ruang-ruang lain dan menggunakan cara
mekanis (Air Conditioner).
d) Ruang-ruang tertentu seperti ruang operasi, perawatan bayi,
laboratorium, perlu mendapat perhatian yang khusus karena
sifat pekerjaan yang terjadi di ruang-ruang tersebut.
e) Ruang yang tidak menggunakan AC, sistem sirkulasi udara
segar dalam ruang harus cukup (mengikuti pedoman teknis
yang berlaku).
f) Agar mengurangi kadar kuman dalam udara ruang (indoor) satu
kali dalam satu bulan didesinfeksi dengan menggunakan
aerosol (resorconol triethylin glikol) atau disaring dengan
electron presipitator atau menggunakan penyinaran ultra violet.

37
g) Sistem suhu dan kelembaban hendaknya didesain sedemikian
rupa sehingga dapat menyediakan suhu dan kelembaban
sesuai dengan standar suhu, kelembaban, dan tekanan udara
sesuai dengan Ketentuan Kepmenkes RI
No.1204/Menkes/SK/X/2004.
h) Pemantauan kualitas udara ruang diperiksa satu tahun dua kali
parameter kualitas udara (kuman dan debu) sesuai dengan
Kepmenkes RI No. 1204/Menkes/Per/X/2004.
i) Ruang tidak berbau (terutama bebas dari H2S dan Amoniak)
j) Kadar debu (particulate matter) berdiameter kurang dari 10
micron dengan rata-rata pengukuran 8 jam atau 24 jam tidak
melebihi 150 ug/m3, dan tidak mengandung debu asbes. Indeks
angka kuman untuk setiap ruangan/unit sesuai dengan
Ketentuan Kepmenkes RI No. 1204/Menkes/SK/X/2004.
k) Persyaratan kualitas penghawaan dan kualitas udara ruang
untuk masing-masing ruangan atau unit harus sesuai dengan
Ketentuan Kepmenkes RI No. 1204/Menkes/SK/X/2004.
4) Tata Cara Pelaksanaan Pengelolaan Kualitas Kebisingan
a) Pengaturan dan tata letak harus sedemikian rupa sehingga
kamar dan ruangan yang memerlukan suasana tenang
terhindar dari kebisingan.
b) Persyaratan kebisingan untuk masing-masing ruangan atau unit
harus sesuai dengan Ketentuan Kepmenkes RI No.
1204/Menkes/SK/X/2004.
c) Sumber bising yang berasal dari rumah sakit dan sekitarnya
diupayakan untuk dikendalikan antara lain dengan cara :
 Sumber kebisingan di dalam ruangan : peredam
penyekatan, pemindahan pemeliharaan mesin-mesin yang
menjadi sumber bising.
 Sumber kebisingan berasal dari luar : Penyekatan,
penerapan bising dengan penanaman pohon (green belt),
meninggikan tembok, dan meninggikan tanah (bukit
buatan).
 Pemeriksaan kualitas kebisingan dilaksanakan satu tahun
dua kali sesuai dengan Ketentuan Kepmenkes RI
No.1204/Menkes/SK/X/2004 oleh Badan Pengujian Mutu
Konstruksi dan Lingkungan.

38
 Sumber bising biasanya hanya sesaat yaitu pada jam
besuk, di luar jam besuk kebisingan masih bisa ditolerir
dalam batas normal.
b. Pengelolaan Penyehatan Makanan dan Minuman
a. Pengertian
1) Makanan dan minuman di rumah sakit adalah semua makanan yang
disajikan dari dapur/gizi rumah sakit untuk pasien.
2) Higiene adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan
melindungi kebersihan individu. Misalnya, mencuci tangan, mencuci
piring, membuang bagian makanan yang rusak.
3) Sanitasi adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan
melindungi kebersihan lingkungan. Misalnya, menyediakan air
bersih, menyediakan tempat sampah dan lain-lain.
b. Tata Cara Pelaksanaan Pengelolaan Penyehatan Makanan dan Minuman
1) Pengadaan Bahan Makanan
a) Pengadaan bahan makanan instalasi gizi oleh pihak ketiga.
b) Bahan makanan yang akan diolah terlebih dahulu diperiksa
secara fisik terutama daging, daging ayam, ikan, udang,
sayuran, buah harus baik segar dan tidak rusak atau berubah
bentuk, warna, dan rasa.
c) Bahan makan kemasan hendaknya memenuhi persyaratan,
sudah terdaftar pada Depkes dan sesuai dengan peraturan
yang berlaku.
d) Bahan kemasan mempunyai label dan merk, kemasan tidak
rusak dan pecah, belum kadaluarsa, kemasan kaleng hanya
digunakan untuk satu kali.
e) Bahan makanan yang tidak dikemas harus baru dan segar,
tidak basi, busuk, rusak dan berjamur, dan tidak menggunakan
bahan makanan yang memakai bahan pengawet dan pewarna.

39
2) Penyimpanan Bahan Makanan
a) Tempat penyimpanan bahan makanan harus selalu terpelihara
dan dalam keadaan bersih, terlindung dari debu, bahan kimia
berbahaya, serangga, dan hewan lain.
b) Bahan makanan dan makanan jadi disimpan pada tempat yang
terpisah.
c) Makanan yang mudah busuk disimpan dalam suhu panas lebih
dari 65,5°C atau dalam suhu dingin kurang dari 4°C atau dalam
suhu dingin kurang dari 4°C sampai 1°C.
d) Gudang bahan makanan berada di bagian yang tinggi untuk
mencegah genangan air dan kelembaban.
e) Bahan makanan disimpan pada rak-rak yang baik dengan
ketinggian rak dari lantai kurang lebih 20 – 25 cm, hal ini untuk
menghindari dan mencegah infeksi seranggga serta
memudahkan pembersihan.
f) Penyimpanan bahan makanan harus sesuai dengan Ketentuan
Kepmenkes RI No.1204/Menkes/SK/X/2004.
3) Pengolahan Makanan
a) Dalam pengolahan makanan terdapat unsur bahan makanan,
unsur orang yang mengolah, unsur waktu dan unsur suhu.
b) Pengolahan makanan dilakukan oleh penjamah makanan
dengan sikap dan perilaku yang higienis yaitu :
 Tidak merokok.
 Tidak memakai perhiasan berlebihan kecuali cincin kawin.
 Tidak menggaruk, mencungkil, menjilat atau meludah
selama mengolah makanan.
 Menggunakan perlengkapan kerja : celemek, tutup kepala,
dan alas kaki.
 Tenaga pengolah makanan melakukan pemeriksaan
kesehatan secara rutin minimal 6 bulan satu kali.
 Sebelum dan sesudah kegiatan pengolahan makanan
tempat pengolah makanan selalu dibersihkan.
 Penjamah makanan tidak menderita sakit atau menjadi
sumber penular penyakit (carier) berdasarkan keterangan
yang diberikan oleh dokter.
 Selama melakukan pengolahan makanan, penjamah
makanan terlindung dari kontak langsung dengan tubuh
menggunakan sarung tangan plastik, penjepit makanan,
sendok, garpu, dan sebagainya.

40
 Penjamah makanan selalu mencuci tangan sebelum bekerja
dan setelah keluar dari kamar kecil.
 Penjamah makanan selalu memakai pakaian kerja yang
bersih dan perlengkapan pelindung dengan serta tidak
dipakai di luar dapur.
c) Tata cara pengolahan makanan harus sesuai dengan
Ketentuan Kepmenkes RI No. 1204/Menkes/SK/X/2004.
4) Pendistribusian Makanan
 Makanan yang telah diolah dikirim ke ruangan dengan
menggunakan kereta makan tertutup, anti karat, bersih, dan
mudah dibersihkan.
 Pengisian makanan tidak sampai penuh agar masih tersedia
udara untuk ruang gerak dan untuk menghindari tumpahan.
 Makanan dikirim ke ruang rawat inap sesuai porsi yang
dipesan.
 Makanan tidak dicampur dengan bahan-bahan lain seperti :
linen, Alat Tulis Kantor (ATK) dan yang lainnya.
 Pendistribusian makanan ke ruang rawat inap harus sesuai
dengan ketentuan Kepmenkes RI No.1204/Menkes/SK/X/2004.
5) Penyajian Makanan
 Cara penyajian makanan harus terhindar dari pencemaran
(dengan menggunakan kereta makan khusus).
 Makanan jadi yang siap disajikan harus diwadahi dan dijamah
dengan peralatan yang bersih.
 Ditutup dengan plastik transparan.
 Makanan disajikan dalam keadaan hangat.
 Makanan disajikan oleh petugas gizi ke ruangan-ruangan.
 Petugas memakai pakaian bersih dan rapi.
 Makanan jadi yang sudah menginap tidak disajikan kepada
pasien.
6) Tempat Pengolahan Makanan
 Sebelum dan sesudah kegiatan pengolahan makanan tempat
pengolahan makanan selalu dibersihkan dengan antiseptik.
 Intensitas pencahayaan tidak kurang dari 200 lux.
 Kebisingan tidak lebih dari 78 dB (A).
 Air bersih yang digunakan diperiksa 3 bulan sekali oleh Dinas
Pertambangan dan Energi.

41
c. Pengelolaan Penyehatan Air
a. Pengertian
1) Air minum adalah air yang melalui proses pengolahan atau
tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan
dapat langsung diminum.
2) Sumber penyediaan air minum dan untuk keperluan rumah sakit
berasal dari air tanah melalui tangki air dan harus memenuhi
syarat kualitas air minum.
3) Air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari
dan akan menjadi air minum setelah dimasak terlebih dahulu.
4) Sebagai batasan air bersih adalah air yang memenuhi
persyaratan bagi sistem penyediaan air minum dimana
persyaratan yang dimaksud adalah persyaratan dari segi
kualitas air yang meliputi kualitas fisik, kimia, biologi, dan dari
bakteriologi sehingga apabila dikonsumsi tidak menimbulkan
efek samping.
5) Sumber penyediaan air minum dan air bersih untuk keperluan
rumah sakit dapat diperoleh dari sumber air tanah yang telah
diolah sehingga memenuhi persyaratan.
b. Tata Cara Pengelolaan Penyehatan Air
1) Kualitas Air Minum
Syarat-syarat dan Pengawasan Air Minum sesuai dengan
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No.907/Menkes/SK/VII/2002.
2) Kualitas Air yang Digunakan di Ruang Khusus
a) Ruang Operasi
RSUD Al Ihsan Provinsi Jawa Barat menggunakan air untuk
keperluan Kamar Operasi bersumber dari air tanah yang
telah diolah terlebih dahulu.
b) Air Minum Pasien dan Pegawai
Air minum untuk pasien dan pegawai RSUD Al Ihsan
Provinsi Jawa Barat bersumber dari air tanah yang telah
diolah terlebih dahulu.
3) Kebutuhan Air Bersih
Jumlah kebutuhan air minum dan air bersih RSUD Al Ihsan
Provinsi Jawa Barat tergantung kepada berbagai pelayanan
yang ada di rumah sakit.
Semakin banyak pelayanan yang ada di rumah sakit semakin
besar jumlah kebutuhan air.

42
Secara umum perkiraan kebutuhan air bersih minimal 500
liter/hari/tempat tidur.
4) Pemeriksaan Kualitas Air Bersih
Pemeriksaan kualitas air bersih dilaksanakan 3 bulan sekali ke
Dinas Pertambangan dan Energi.
Parameter yang diperiksa sesuai dengan Permenkes RI
No.416/Per/X/1990.
5) Desinfeksi Sistem Saluran Air
Desinfeksi akan lebih efektif bila dilakukan upaya untuk
mencegah kontaminasi permukaan dalam pipa sebelum dan
selama dipasang pipa hendaknya disimpan di tempat bersih,
dan di setiap ujung hendaknya ditutup, sistem harus diglonir
keseluruhan sebelum didesinfeksi.

d. Pengolahan Sampah dan Limbah Rumah Sakit


a. Pengertian
1) Limbah Rumah Sakit adalah limbah yang dihasilkan dari
kegiatan rumah sakit dalam bentuk padat, cair, dan gas.
2) Limbah Padat Rumah Sakit adalah semua limbah rumah
sakit yang berbentuk padat sebagai akibat kegiatan rumah sakit
yang terdiri dari limbah medis padat dan non medis.
3) Limbah Medis Padat adalah limbah padat yang terdiri dari
limbah infeksius, limbah patologi, limbah benda tajam, limbah
farmasi, limbah citotoksis, limbah kimiawi, limbah radioaktif,
limbah kontainer bertekanan, dan limbah dengan kandungan
logam berat yang tinggi.
4) Limbah Padat Non Medis adalah limbah padat yang
dihasilkan dari kegiatan di rumah sakit di luar medis yang berasal
dari dapur, perkantoran, taman, dan halaman yang dapat
dimanfaatkan kembali apabila ada teknologinya.
5) Limbah Cair adalah semua air buangan termasuk tinja
yang berasal dari kegiatan rumah sakit yang kemudian
mengandung mikroorganisme, bahan kimia beracun dan
radioaktif yang berbahaya bagi kesehatan.
6) Limbah Gas adalah limbah gas yang berbentuk gas yang
berasal dari kegiatan pembakaran di rumah sakit seperadalah
limbah gas yang berbentuk gas yang berasal dari kegiatan
pembakaran di rumah sakit seperi incenerator, dapur,

43
perlengkapan generator, anestesi, dan pembuatan obat
citotoksik.
7) Limbah Infeksius adalah limbah yang terkontaminasi
organisme patogen yang tidak secara rutin ada di lingkungan dan
organisme tersebut dalam jumlah dan virulensi yang cukup untuk
menularkan penyakit pada manusia rentan.
8) Limbah Citotoksis adalah limbah dari bahan terkontaminasi
dari persiapan dan pemberian obat sitotoksik untuk kemoterapi
kanker yang mempunyai kemampuan untuk membunuh atau
menghambat pertumbuhan sel hidup.
9) Minimisasi Limbah adala upaya yang dilakukan rumah
sakit untuk mengurangi jumlah limbah yang dihasilkan dengan
cara mengurangi bahan (reduse), menggunakan kembali (reuse),
dan daur ulang limbah (recycle).

b. Tata Cara Pengelolaan Sampah dan Limbah Rumah Sakit


1) Jenis Limbah yang Dihasilkan RSUD Al Ihsan Provinsi Jawa
Barat
a) Limbah Padat Medis Infeksius
 Sumber limbah padat infeksius : Ruang Perawatan,
Poliklinik, UGD, OK, Apotik, Laboratorium, Farmasi.
 Limbah Medis Infeksius berupa : organ tubuh, bekas
kateter swab, bekas plester, spuit bekas, jarum suntik
bekas, under pet, sarung tangan disposible, pipet
pasteur, dll.
b) Limbah Padat Non Medis
 Sumber limbah padat Non Infeksius : pada umumnya dari
semua kegiatan/aktivitas RSUD Al Ihsan Provinsi Jawa
Barat yang menghasilkan buangan limbah padat.
 Limbah pada Non Infeksius berupa : sisa makanan,
sampah perkantoran, sampah taman, dll.
 Volume Limbah Padat yang Mudah Busuk yaitu :
Sampah sisa buangan dapur dan mess (sisa makanan),
sisa makanan pasien serta sampah halaman sekitar
pertamanan.
c) Limbah Cair
Semua limbah cair RSUD Al Ihsan Provinsi Jawa Barat
sebelum dibuang ke badan air terlebih dahulu diolah dengan
IPAL sistem tabung.

44
45
c. Metode Penanganan Limbah Padat Infeksius dan Non
Infeksius RSUD Al Ihsan Provinsi Jawa Barat Penanganan limbah
padat infeksius dan non infeksius RSUD Al Ihsan Provinsi Jawa Barat
melihat pada potensi bahaya yang dapat ditimbulkan terhadap
manusia sehingga diperlukan adanya pemisahan antara limbah padat
infeksius dan non infeksius yaitu :
a) Pewadahan
 Pewadahan limbah padat infeksius dikelompokkan menjadi :
o Limbah medis infeksius
Pewadahan limbah padat infeksius di ruang perawatan dan instalasi
dimasukkan ke tempat sampah infeksius yang tertutup dilapisi
kantong plastik kuning.
o Limbah medis benda tajam
Pewadahan limbah padat infeksius benda tajam di ruang perawatan
dan instalasi dimasukkan ke dalam kardus persegi panjang (safety
box) dengan ukuran yang telah ditentukan, dan ketebalan tertentu
diberi label infeksius berwarna kuning dan diberi tulisan RSUD Al
Ihsan Provinsi Jawa Barat
 Pewadahan limbah padat non infeksius :
o Pewadahan limbah padat non infeksius di ruang perawatan dan
instalasi dimasukkan ke tempat sampah tertutup dilapisi kantong
plastik hitam.
o Limbah padat non medis dipisahkan ke dalam 2 (dua) kelompok
yaitu :
 Limbah padat non medis kering
Sampah perkantoran, sampah taman, dan sampah plastik
bekas makanan.
 Limbah padat non medis basah
Sampai sisa makanan baik dari Dapur, Ruang Perawatan Inap
dan Mess.
b) Pengumpulan
 Limbah Padat Infeksius dan Limbah Benda Tajam
Limbah padat infeksius dan limbah padat benda tajam dari ruang
perawatan dan instalasi setelah penuh atau apabila 2/3 bagian kantong
sudah terisi oleh limbah segera diangkut supaya tidak menjadi
perindukan vektor penyakit atau binatang pengganggu, sebelumnya
kantong plastik kuning diikat kuat terlebih dahulu, tidak boleh dibuka
ikatannya sampai ke tempat pemusnahan. Alat pengangkut limbah
medis benda tajam dan non benda tajam menggunakan

46
 Limbah Padat Non Infeksius
Limbah padat non infeksius indoor dan outdoor setelah penuh atau
apabila 2/3 bagian kantong sudah terisi oleh limbah segera diangkat
supaya tidak menjadi perindukan vektor penyakit atau binatang
pengganggu, sebelumnya kantong plastik hitam diikat kuat.
c) Pemusnahan
 Limbah Padat Infeksius dan Limbah Benda Tajam
Limbah padat benda tajam dan limbah padat infeksius non benda tajam
dibawa ke lokasi pemusnahan sampah infeksius, dimusnahkan di
incenerator.
 Limbah Padat Non Infeksius
Limbah padat non infeksius dibawa ke lokasi Tempat Pembuangan
Sementara.

e. Penyehatan Tempat Pencucian Umum Termasuk Tempat Pencucian


Linen
a. Pengertian
1. Laundry Rumah Sakit adalah tempat pencucian linen yang dilengkapi
dengan sarana penunjangnya berupa mesin cuci, alat, dan desinfektan,
mesin uap (steam boiler), pengering, meja, dan mesin setrika.
2. Unit Laundry adalah unit pelayanan mulai dari perencanaan pengadaan
linen baru, melaksanakan proses pencucian linen kotor, pengeringan,
penyetrikaan, penyortiran, penjahitan untuk membuat peralatan linen
baru serta linen yang mengalami kerusakan dari berbagai unit pelayanan
dan pendistribusian untuk keperluan pelayanan terhadap pasien.
3. Infeksi Nosokomial adalah infeksi yang didapat di rumah sakit dimana
pada saat masuk rumah sakit tidak ada tanda/gejala atau tidak dalam
masa inkubasi.
4. Linen adalah bahan/alat yang terbuat dari kain, tenun.
5. Linen kotor adalah linen yang sudah digunakan. Pada umumnya berasal
dari ruang isolasi, ICU, UGD, OK, poliklinik, dan lain-lain.
6. Bahan kimia berbahaya adalah bahan yang mudah terbakar, meledak,
korosif, reaktif, beracun, dan mudah menyebabkan infeksi.
7. Antiseptik adalah desinfektan yang digunakan pada permukaan kulit dan
membran mukosa untuk menurunkan jumlah mikroorganisme.
8. Dekontaminasi adalah suatu proses untuk mengurangi jumlah
pencemaran mikroorganisme atau substansi lain yang berbahaya
sehingga aman untuk penanganan lebih lanjut.
9. Desinfeksi adalah proses inaktivasi mikroorganisme melalui sistem.

47
10.Infeksi adalah proses dimana seseorang yang suscaptible terkena invasi
agen yang patogen atau infeksius yang tumbuh, berkembang biak dan
menyebabkan sakit.
11. Bahaya (hazard) adalah suatu keadaan yang berpotensi menimbulkan
dampak merugikan atau menimbulkan kerusakan.

b. Tata Cara Pengelolaan Penyehatan Tempat Pencucian Umum Termasuk


Tempat Pencucian Linen
1) Persyaratan suhu ari panas untuk pencucian 70°C dalam waktu 25 menit atau
95°C dalam waktu 10 menit.
2) Penggunaan jenis deterjen dan desinfektan untuk proses pencucian yang
ramah lingkungan agar limbah cair yang dihasilkan mudah terurai oleh
lingkungan.
3) Standar kuman bagi linen bersih setelah keluar dari proses tidak mengandung
6 x 103 spora species Bacillus per inci persegi.
4) Pelayanan/Tahap Kerja Unit Laundry meliputi :
5) Jam kerja Unit Laundry mulai 07.00 – 17.00 WIB.
6) Unit Laundry tidak menyediakan linen baru.
7) Pengangkutan linen kotor dan bersih menggunakan tempat yang berbeda.
8) Pengajuan perbaikan (penjahitan) linen, diketahui oleh kepala bagian yang
bersangkutan.
9) Penggunaan deterjen pencuci ditetapkan oleh bagian rumah tangga dan
maintenance.
10) Lantai dan ruang tempat kerja laundry dibersihkan dua kali sehari yaitu pagi
dan siang.
11)Pembersihan kereta dorong linen kotor dibersihkan setiap hari dan kereta
linen bersih dibersihkan satu minggu satu kali.
12) Pencucian tower dilaksanakan satu bulan sekali.
13) Lokasi laundry jauh dari ruangan pasien dan tidak berada di jalur lalu lintas.
14) Ruang-ruang terpisah sesuai kegunaannya antara lain :
a) Ruang Linen Kotor
b) Ruang Linen Bersih
c) Tempat cuci kereta dorong.
d) Tempat kereta linen bersih dan kotor.
e) Kamar mandi/WC tersedia untuk petugas pencucian.
f) Gudang tempat penyimpanan perlengkapan kebersihan dan
perlengkapan pencucian.
g) Tempat pembersihan linen kotor sebelum dicuci.
h) Tersedianya tempat cuci tangan dan larutan desinfeksi.

48
i) Penempatan ruang-ruang diatur sedemikian rupa sehingga linen bersih
tidak terkontaminasi dengan linen kotor.
j) Alur lalu lintas linen kotor dan bersih terpisah mulai dari pintu masuk Unit
Laundry.
k) Petugas laundry sebelum dan sesudah bekerja harus selalu mencuci
tangan.
l) Alat Pelindung Diri (APD) yang harus digunakan oleh petugas laundry
yaitu :
 Masker
 Sepatu Boot
c. Standar Material
Pemilihan material linen disesuaikan dengn fungsi, cara perawatan, dan
penampilan yang diharapkan.
d. Standar Ukuran dan Jumlah
Linen rumah sakit merupakan barang habis pakai yang mempunyai
standar ukuran yang diperhitungkan tidak dari penggunaannya tetapi
juga dari biaya pengadaan dengan adanya ukuran tempat tidur standar
maka ukuran linen distandarkan menjadi:
Jenis linen yang digunakan di RSUD Al Ihsan Provinsi Jawa Barat
No Jenis Linen Jumlah Ukuran
1 Laken 297 P = 238 cm, L = 138 cm
2 Steek laken 207 P = 149 cm, L = 75 cm
3 Sarung bantal 248 P = 65 cm, L = 47 cm
4 Sarung guling 100 P = 95 cm, L = 33 cm
5 Selimut salur 68 P = 168 cm, L = 157 cm
6 Selimut tebal 44 P = 190 cm, L = 150 cm
7 Laken VIP/Bunga 47 P = 236 cm, L = 160 cm
8 Bed cover 14 P = 203 cm, L = 150 cm
9 Perlak merah + biru 159 P = 134 cm, L = 74 cm
10 Pernel 127 P = 123 cm, L = 72 cm
11 Lap tangan 10 P = 56 cm, L = 50 cm
12 Doek besar 10 P = 150 cm, L = 150 cm
13 Doek sedang 10 P = 100 cm, L = 100 cm
14 Doek kecil 10 P = 50 cm, L = 50 cm
15 Laken putih 5 P = 256 cm, L = 150 cm
16 Baju pasien ukuran (S) 51 S
17 Baju pasien ukuran (M) 49 M
18 Baju pasien ukuran (L) 64 L
19 Baju pasien ukuran (XL) 62 XL
20 Gordyn besar hijau muda 310
21 Gordyn besar hijau tua 206
22 Gordyn gambar 33
23 Gordyn gambar kecil 21
24 Gordyn orange besar 9

49
25 Gordyn orange kecil 172
26 Gordyn biru muda 23
27 Popok 128
28 Topi 22
29 Gurita 30
30 Baju bayi 70
31 Spanduk kain warna 2 P = 5 m, L = 1,5 m
32 Jas dokter 26
33 Sarung tangan + kaki 43
34 Sarung guling kotak 8
35 Taplak meja 13
36 Waslap 140
37 Mukena 10
38 Handuk kecil 38
39 Bantal 40
40 Guling 35

e. Bahan Kimia yang digunakan di Unit Laundry RSUD Al hsan Provinsi Jawa
Barat
1) Cheml (Deterjen)
2) Chemca (Pemutih)
3) Chemsour (Pelembut)
4) STTP (Penghilang Minyak)
5) Presept (Desinfektan)
6) Oxalid Exid (Menghilangkan Noda)
7) Creolin (Pembersih Lantai)
8) Lysol (Desinfektan)

f. Pengendalian Serangga dan Tikus


a. Pengertian
1) Pengendalian serangga, tikus dan binatang pengganggu lainnya
adalah upaya untuk mengurangi populasi serangga, tikus, dan
binatang pengganggu lainnya sehingga keberadaannya tidak menjadi
vektor penularan penyakit.
2) Vektor (serangga dan tikus) dalam program sanitasi rumah sakit
adalah semua jenis serangga dan tikus yang dapat menularkan
beberapa penyakit tertentu, merusak bahan pangan di gudang dan
peralatan instalasi rumah sakit.
3) Insektisida adalah bahan kimia beracun yang digunakan untuk
campuran umpan untuk membunuh serangga atau tikus atau binatang
pengganggu lainnya di dalam maupun di luar rumah sakit.

50
b. Tata Cara Pengendalian Serangga dan Tikus
1) Tempat perindukan serangga, tikus, dan binatang pengganggu lainnya
yaitu :
a. Tempat penampungan sampah.
b. Saluran air limbah.
c. Tempat penyimpanan, pengelolaan, dan penyajian makanan.
d. Penampungan air bersih.
e. Gudang : Farmasi, Peralatan, dll.
2) Pengendalian Nyamuk, Kecoa, Lalat, dan Tikus:
a. Pengendalian Nyamuk
 Pemberantasan jentik nyamuk di saluran-saluran air dengan
menambahkan kimia “Vectoback”.
 Pemberantasan di ruang-ruang perawatan dan instalasi dengan
treatment spraying, sedangkan di luar ruangan menggunakan
treatment fogging satu minggu dua kali.
b. Pengendalian Kecoa
 Pemberantasan kecoa dengan cara fisik atau mekanis yaitu
dengan membunuh langsung dengan alat pemukul, menyiram
tempat perindukan dengan air panas dan menutup celah-celah
dinding.
 Secara kimia dengan menggunakan insektisida dengan
pengasapan, bubuk, semprotan, dan umpan.
c. Pengendalian Lalat
 Pengendalian lalat khususnya di Instalasi Gizi dengan
memasang Elektrik Fly Killer.
d. Pengendalian Tikus
 Pengendalian tikus secara fisik dengan cara memasang
perangkap, sebagai alternatif terakhir dapat dilakukan secara
kimia dengan menggunakan umpan beracun.
3) Pemeliharaan Kebersihan
a. Penampungan, pengangkutan, dan pembuangan sampah yang
benar dan sesuai dengan ketentuan merupakan unsur
pengendalian yang sangat penting.
b. Diusahakan tidak terjadi penumpukan sisa makanan menginap
di dalam ruangan.
c. Kebersihan ruangan dan halaman merupakan tindakan yang
sangat penting
4) Tenaga Pengelola
a. Bagian Rumah Tangga dan Maintenance.

51
g. Sterilisasi/Desinfeksi
a. Pengertian
1) Dekontaminasi adalah upaya mengurangi dan atau menghilangkan
kontaminasi oleh mikroorganisme pada orang, peralatan, bahan, dan
ruang melalui desinfeksi dan sterilisasi dengan cara fisik dan kimiawi.
2) Desinfeksi adalah upaya untuk mengurangi/menghilangkan jumlah
mikroorganisme patogen penyebab penyakit (tidak termasuk spora)
dengan cara fisik dan kimia.
3) Sterilisasi adalah upaya untuk menghilangkan semua mikroorganisme
dengan cara fisik dan kimia.
b. Tata Cara Sterilisasi/Desinfeksi
Tata laksana strilisasi sesuai dengan buku pedoman pelayanana
serilisasi RS. Efarin Etaham.
h. Perlindungan Radiasi
a. Pengertian
1) Radiasi adalah emisi dan penyebaran energi melalui ruang (media)
dalam bentuk gelombang elektromagnetik atau partikel-partikel atau
elementer dengan kinetik yang sangat tinggi yang dilepaskan dari
bahan atau alat radiasi yang digunakan oleh instansi di rumah sakit.
2) Pengamanan dampak radiasi adalah upaya perlindungan kesehatan
masyarakat dari dampak radiasi melalui promosi dan pencegahan
risiko atas bahaya radiasi, dengan melakukan kegiatan pemantauan,
investigasi dan mitigasi pada sumber, media lingkungan dan manusia
yang terpajan atau alat yang mengandung radiasi.
3) Pemantauan radiasi adalah pemeriksaan rutin tingkat energi radiasi di
ruang kerja dan tingkat pemaparan pada kerja.
4) Evaluasi radiasi adalah rangkaian kegiatan sejak analisis laboratorium
penyidikan/pemeriksaan mendalam terhadap instansi dan tindak
lanjut.
b. Tata Cara Perlindungan Radiasi
1) Tata Laksana Perlindungan Radiasi harus sesuai dengan Keputusan
Menteri Kesehatan RI No. 1204/Menkes/SK/X/2004. Diantaranya :
a) Perizinan.
b) Sistem Pembatasan Dosis.
c) Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja terhadap
Pemanfaatan Radiasi Pengion diantaranya :
d) Kalibrasi.
e) Penanggulangan Kecelakaan Radiasi.
f) Pengelolaan Limbah Radioaktif.

52
i. Penyuluhan atau Pelatihan Kesehatan Lingkungan
a. Pengertian
Penyuluhan kesehatan rumah sakit adalah penyuluhan penyampaian
pesan tentang penyehatan lingkungan rumah sakit kepada pegawai,
pasien, dan pengunjung serta dapat memanfaatkan fasilitas sanitasi
rumah sakit dengan benar.

b. Tata Cara Penyuluhan/Pelatihan Kesehatan Lingkungan


1) Penyuluhan kesehatan lingkungan di rumah sakit dapat dilaksanakan
dengan teknik atau cara, tanya jawab dan bimbingan, ceramah dan
diskusi pameran, demonstrasi pemasangan poster/gambar,
penyebaran leaflet, dll.
2) Kegiatan penyuluhan kesehatan lingkungan rumah sakit dilakukan
oleh seluruh pegawai rumah sakit di bawah koordinasi tenaga atau
unit organisasi yang menangani kesehatan lingkungan rumah sakit.
3) Pesan penyuluhan hendaknya di bedakan berdasarkan sasarannya.
a) Pesan penyuluhan untuk karyawan bersisi hubungan fasilitas sanitasi
pentingnya pengadaan, pemeliharaan, dan pembersihan fasilitas
sanitasi,.
b) Pentingnya memberi contoh terhadap pasien dan pengunjung tentang
pemanfaatan fasilitas sanitasi.
c) Pesan penyuluhan untuk pasien, pengunjung, dan masyarakat di
sekitarnya berisi tentang cara-cara dan pentingnya membiasakan dari
hidup bersih dan sehat, memanfaatkan fasilitas sanitasi dan fasilitas
kesehatan lainnya.

53

Anda mungkin juga menyukai