Produktifitas dan mutu genetik ternak yang rendah masih jadi permasalahan dunia
peternakan di Indonesia. Keadaan ini terjadi karena sebagian besar peternakan di Indonesia
masih merupakan peternakan konvensional atau tradisional, dimana mutu bibit, penggunaan
teknologi dan keterampilan peternak relatif masih rendah, pemeliharaan ternak dilakukan
secara sambilan (bukan menjadi sumber ekonomi utama) dengan kepemilikan ternak 1-3 ekor.
Reproduksi merupakan proses fisiologis pada makhluk hidup untuk menghasilkan keturunan.
Hewan tingkat tinggi bereproduksi secara seksual dan proses reproduksinya meliputi beberapa
tingkatan fisiologik yang meliputi fungsi-fungsi yang sangat komplek dan terintegrasi antara
proses yang satu dengan yang lainnya. Tingkatan-tingkatan fisiologik tersebut meliputi
pembentukan sel-sel kelamin ( gamet ), pelepasan sel-sel gamet yang telah berdiferensiasi
secara fungsional, perkawinan untuk mempertemukan gamet jantan dan gamet betina,
fertilisasi, fusi antara kedua pronuklei, pertumbuhan, diferensiasi dan perkembangan zigote
sampai kelahiran normal.Bidang peternakan produktivitas ternak tidak dapat dipisahkan
dengan proses reproduksi. Keberhasilan reproduksi merupakan cermin keberhasilan suatu
usaha peternakan. Berkembangnya populasi sangat tergantung pada induk dan bibit yang
berkualitas serta jumlah kelahiran sapi yang banyak. Hal ini tentu sangat ditunjang oleh
manajemen reproduksi yang optimal. Produksi dan reproduksi sangat berkaitan erat bagi
berkembang dan tersedianya ternak.
Kegagalan seekor ternak untuk menjadi bunting pada satu atau lebih perkawinan akan
menghilangkan produk konsepsi pada satu atau lebih periode kebuntingan. Berdasarkan
uraian diatas, maka perlu adanya pengetahuan tentang ilmu reproduksi ternak khususnya
membahas masalah fertilisasi, cleaveage dan implantasi untuk membantu meningkatkan mutu
genetik suatu ternak.
Perkembangan embrio terjadi mulai dari proses fertilisasi antara oosit dengan
spermatozoa. Fase fertilisasi adalah pertemuan antara sel sperma dengan sel ovum dan akan
menghasilkan zygote. Zygote akan melakukan pembelahan sel (cleavage). Zigot selanjutnya
mengalami pertumbuhan dan perkembangan melalui tahap-tahap yaitu pembelahan,
gastrulasi, dan organogenesis. Pada paper ini akan dibahas mengenai embryogenesis dan
organogenesis.
PEMBAHASAN
A. Embriogenesis
Embriogenesis adalah proses pembentukan dan perkembangan embrio. Proses ini
merupakan tahapan perkembangan sel setelah mengalami pembuahan atau fertilisasi.
Embriogenesis meliputi pembelahan sel dan pengaturan di tingkat sel. Sel pada embriogenesis
disebut sebagai sel embriogenik.
Tahapan pertumbuhan dan perkembangan embrio dibedakan menjadi 2 tahap yaitu :
a. Fase Embrionik yaitu fase pertumbuhan dan perkembangan makhluk hidup selama masa
embrio yang diawali dengan peristiwa fertilisasi sampai dengan terbentuknya janin di
dalam tubuh induk betina.
b. Fase fertilisasi adalah pertemuan antara sel sperma dengan sel ovum danakan menghasilka
n zygote. Zygote akan melakukan pembelahan sel (cleavage).
Secara umum, sel embriogenik tumbuh dan berkembang melalui beberapa fase, antara
lain:
1. Zigot/ Sel tunggal (yang telah dibuahi)
2. Blastomer/Morula
3. Blastula
4. Gastrula
5. Neurula
6. Embrio / Janin
Periode Embrio merupakan suatu periode ketika sel-sel berada dalam proses pembentukan
organ-organ spesifik dalam tubuh embrio. Merupakan periode dimulainya implantasi sampai
saat dimulainya pembentukan organ tubuh bagian dalam. Pada sapi berkisar hari ke 12-45,
kucing 6-24, dan kuda 12-50 setelah fertilisasi. Selama periode ini akan terbentuk lamina
germinativa selaput embrionik dan organ tubuh (Toelihere,1979).
Periode ini terdiri dari empat tingkat:
1) Tingkat Pembelahan (Cleavage)
Cleavage adalah pembelahan zygote secara cepat menjadi unit-unit yang lebih kecil
yang di sebut blastomer. Stadium cleavage merupakan rangkaian mitosis yang berlangsung
berturut-turut segera setelah terjadi pembuahan yang menghasilkan morula dan blastomer.
Pembelahan (cleavage) adalah suksesi pembelahan sel secara cepat yang terjadi
setelah fertilisasi. Selama pembelahan itu, sel-sel mengalami fase S (Sintesis DNA) dan fase
M (mitosis) siklus sel, tetapi seringkali hampir selalu melewatkan fase G1, dan G2. Embrio
tidak mengalami pertambahan ukuran. Pembelahan yang terjadi yaitu pemecahan sitoplasma
satu sel besar yaitu zigot, menjadi banyak sel yang lebih kecil disebut blastomer, yang masing
– masing memiliki nucleus.
Selama pembelahan, sumbu pembelahan mengikuti pola spesifik yang relatif terhadap
kutub zigot. Pada banyak katak dan hewan lain, persebaran kuning telur merupakan faktor
kunci dalam mempengaruhi pola pembelahan. Kuning telur paling terkonsentrasi pada satu
kutub sel telur itu, yang disebut sebagai kutub vegetal (vegetal pole), sementara kutub
lawannya, kutub animal (animal pole), mempunyai konsentrasi kuning telur terendah. Belahan
zigot dinamai menurut kutubnya masing-masing.
Awalnya zigot membelah menjadi 2 sel, kemudian terjadi tingkat 3 sel, kemudian tingkat
4 sel, diteruskan tingkat 5 sel, 6 sel, 7 sel, 8 sel, dan terus menerus hingga terbentuk balstomer
yang terdiri dari 60-70 sel, berupa gumpalan massif yang disebut morula, bahasa Latin untuk
“mulberry” mengacu ke permukaan berlobus pada embrio dalam tahapan ini. Sel tersebut
memadat untuk menjadi blastodik kecil yang membentuk dua lapisan sel. Bagian dalam akan
menjadi embrio dan bagian luar menjadi thropoblas yang akan berkembang menjadi kantung
korionik. Sekitar 4-5 hari setelah fertilisasi, embrio mengapung bebas didalam uterus dengan
nutrisi yang berasal dari sekresi endometrium yang disebut susu uterin sementara lapisan
uterus mengental, dan disebut sebagai blastokista. Cleavage telah mencapai tingkatan morula
pada hari ke-5 sampai hari ke-6 sesudah permulaan estrus dan pembentukan blastocyst
dengan penghilangan zona pellucida terjadi pada hari ke-6 sampai hari ke-8
4). Neurulasi
Pembentukan yang mengiringi pembentukan gastrula ialah neurulasi atau tubulasi
(pembumbungan). Neurulasi berasal dari kata neuro yang berarti saraf. Neurulasi adalah
proses awal pembentukan sistem saraf, jaringan ini berasal dari diferensiasi ektoderm,
sehingga disebut ektoderm neural. Sebagai induktor pada proses neurulasi adalah mesoderm
notochord yang terletak di bawah ektoderm neural. Neurulasi dapat juga diartikan dengan
proses awal pembentukan sistem saraf yang melibatkan perubahan sel-sel ektoderm bakal
neural, dimulai dengan pembentukan keping neural (neural plate), lipatan neural (neural folds)
serta penutupan lipatan ini untuk membentuk neural tube, yang terbenam dalam dinding tubuh
dan berdiferensiasi menjadi otak dan korda spinalis dan berakhir dengan terbentuknya
bumbung neural.
Proses Neurulasi Proses neurulasi merupakan suatu proses yang kompleks sehingga
apabila mengalami kelainan biasanya disebabkan oleh multifaktor. Proses neurulasi diawali
dengan adanya induksi yaitu bakal notocorda, sebagai inductor, terhadap ectoderm yang
terletak tepat di atasnya yaitu ectoderm neural, yang berperan sebagai jaringan. induksi
memperlihatkan adanya hierarki. Induksi paling awal oleh induksi dan disebut sebagai induksi
primer, induksi berikutnya (induksi-induksi sekunder) didahului oleh induksi sebelumnya.
Tanpa adanya induksi neural, innduksi-induksi selanjutnya, terutama yang terjadi pada tahap
organogenesis, tidak dapat berlangsung dan embrio tidak akan berkembang lanjut secara
sempurna. Kebanyakan proses induksi bersifat instruktif dan sisanya bersifat permisif.
Misalnya, induksi matriks ekstraselular fibronektin terhadap pial neural untuk berdifferensiasi
membelah bermigrasi lewat matriks, adalah induksi permisif. Pada induksi instruktif inductor
melakukan aksi (instruksi) terhadap jaringan kompeten untuk berubah atau berdifferensiasi.
Pada induksi permisif, inductor tidak melakukan suatu terhadap sel yang mengalami
differensiasi, melainkan hanya menyediakan saja, misalnya jalur untuk bermigrasi.
Setelah mengalami induksi primer, selanjutnya ectoderm neural akan memperlihatkan
perubahan, antara lain sel-selnya meninggi menjadi silindris dan berbeda dari sel-sel ectoderm
bakal epidermis yang berbentuk kubus. Perubahan sel-sel melibatkan pemanjangan
mikrotobul yaitu salah satu komponen sitoskelet. Meningginya sel-sel keping neural
menyebabkan keping neural menjadi sedikit terangkat dari ectoderm di sampingnya. Sebagai
respon terhadap induksi, sel-sel keping neural mensintesis RNA baru dan terdeterminasi
untuk berdifferensiasi menjadi bakal sistem saraf pusat. Kedua bagian tepi keping neural
melipat menjadi lipatan neural, mengapit keping yang melekuk yaitu lekuk neural. Kedua
lipatan neural akan bertemu berfusi di bagian mediodorsal embrio sehingga terbentuk
bumbung neural seperti tampak pada tahap-tahap pembentukan bumbung neural.
Dan puncak (aspeks) sel. Konstriksi tersebut mengakbatkan sel-sel alas menjadi baji
(wedge saped) yang disebut “median binge” (MH) atau engsel. sehingga terjadi pelekukan di
bagian atas tersebut. Pada sisi dorsolateral terdapat dorsolateral hinge (DLH) atau engsel
dorsolateral juga menyebabkan pelekukan dan membantu bersatunya kedua lipatan hingga
terbentuk bumbung neural. Rongga didalam bumbung neural dinamakan neural atau
neurosoel. Saluran ini untuk sementara berhubungan denga melalui satu saluran pendek yang
yang disebut kanalis neurenterikus paling jelas ditemuakan pada amfioksus. Saluran ini
kemudian akan menutup rongga saluran neural dan rongga arkenteron terpisah satu sama lain.
a. Neuralasi terbagi menjadi dua jenis beradasarkan bagaimana neural tube terbentuk:
1. Neurulasi primer, dimana neural tube terbentuk akibat adanya proses pelekukan atau
invaginasi dari lapisan ectoderm neural yang diinisiasi oleh nothocord. Cara ini
paling umum ditemukan diantara berbagai kelompok hewan, yaitu amfibia, reptilia,
aves dan mamalia termasuk manusia.
2. Neurulasi sekunder, Proses neurulasi ini terjadi dengan ditandainya pembentukan
neural tube tanpa adanya pelipatan ectoderm neural, melainkan pemisahan ectoderm
neural dari lapisan ectoderm epidermis, baru kemudian membentuk neural tube.
misalnya pada pisces. Selain pada hewan yang khusus, kedua neurulasi ini dapat juga
ditemui dalam satu embrio. Neurulasi primer berlangsung di bagian anterior (kepala
dan tubuh) sedangkan neurulasi sekunder terdapat di bagian posterior tubuh dan ekor.
b. Organogenesis (Morfogenesis)
Organogenesis dimulai akhir minggu ke 3 dan berakhir pada akhir minggu ke 8.
Dengan berakhirnya organogenesis maka ciri-ciri eksternal dan system organ utama sudah
terbentuk yang selanjutnya embryo disebut fetus. Organ yang dibentuk ini berasal dari
masing-masing lapisan dinding tubuh embrio pada fase gastrula, yang terdiri dari:
1) Lapisan Ektoderm akan berdiferensiasi menjadi cor (jantung), otak (sistem saraf),
integumen (kulit), rambut dan alat indera.
2) Lapisan Mesoderm akan berdiferensiasi menjadi otot, rangka (tulang/osteon), alat
reproduksi (testis dan ovarium), alat peredaran darah dan alat ekskresi seperti ren.
3) Lapisan Endoderm akan berdiferensiasi menjadi alat pencernaan, kelenjar pencernaan,
dan alat respirasi seperti pulmo.
Setiap lapisan germinal akan berdiferensiasi menjadi organ dan sistem organ sebagai berikut:
a. Lapisan Ektoderm
Lapis ektoderm menghasilkan bagian epidermal, neural tube, dan sel neural crest.
1) Epidermal ectoderm akan menumbuhkan organ antara lain:
a) Lapisan epidermis kulit, dengan derivatnya yang seperti sisik, bulu, kuku, tanduk,
cula, taji, kelenjar minyak bulu, kelenjar peluh, kelenjar lugak, kelenjar lendir, dan
kelenjar mata
b) Organ perasa sepertai lensa mata, alat telinga dalam, indra pembau, dan indra peraba.
c) Epithelium dari rongga mulut ( stomodium), rongga hidung, sinus paranasalis, kelenjar
ludah, dan kelenjar analis (proctodeum).
2) Neural tube akan menumbuhkan organ antara lain: otak, spinal cord, saraf feriper, ganglia,
retina mata, beberapa reseptor pada kulit, reseptor pendengaran, dan perasa, neurohifofisis.
3) Neural crest akan menumbuhkan organ antara lain : neuron sensoris, neuron cholinergik,
sistem saraf parasimpapetik, neuron adrenergic, sel swann dan ginjal, sel medulla adrenal,
sel para folikuler kelenjar tyroid,sel pigmen tubuh, tulang dan yang lainnya (Majumdar,
N.N, 1983).
Sistem saraf terdiri atas sistem sistem saraf pusat (SSP) dan sistem saraf tepi (perifer), yaitu
system saraf kranial, spinal, dan autonom. SSP berasal dari bumbung neural yang dihasilkan
oleh proses neurulasi. Bumbung neural beserta salurannya (neurosoel) berdiferensiasi menjadi
otak dan medulla spinalis (sumsum tulang belakang: STB) Saluran di dalam otak terdiri atas 4
ventrikel dan di dalam STB sebuah kanalis sentralis.
Otak embrio mula-mula terdiri atas 3 wilayah, yaitu prosensefalon, mesensefalon,
rombensefalon. Kemudian, otak berkembang menjadi 5 wilayah yaitu prosensefalon
berkembang menjadi (1) telensefalon (bakal serebrum) dan (2) diensesefalon. Adapun
mesensefalon tetap sebagai (3) mesensefalon. Sementara itu, rombensefalon berkembang
menjadi (4) metensefalon (bakal serebelum) dan (5) mielensefalon (bakal PonsVarolii dan
medula oblongata atau batang otak). Saluran di dalam telensefalon (telosoel) lateral kiri dan
kanan ialah ventrikel I dan ventrikel II. Ventrikel III adalah telosoel median dan diosoel.
Ventrikel IV ialah metasoel dan mielosoel. Mesosoel tidak membentuk ventrikel, dan disebut
duktus Sylvius. Dinding SSP awalnya ialah neuroepitelium yang merupakan sumber sel-sel
saraf dan neuroglia. Kemudian, neuroepitelium pada batang otak dan STB akan terdiri atas
lapisan ependum/ventricular (yang membatasi lumen), mantel (materi kelabu), dan marginal
(materi putih) Materi kelabu (mengandung banyak sel saraf dan neuroglia) dan materi putih
(berisi banyak akson bermielin) pada otak anterior dari batang otak, letak kedua materi itu
kebalikan dari kedudukannya di dalam STB.
Hipofisis dibentuk dari 2 komponen, yaitu kantung Rathke (dari stomodeum) dan
infundibulum (dari diensefalon), masing-masing menjadi lobus anterior dan lobus posterior
dari hipofisis. Lobus intermedia terletak pada perbatasan kantung Rathke bagian posterior
dengan infundibulum. Tiap lobus menghasilkan hormon yang berbeda. Pembentukan organ
indera ditandai dengan adanya penebalan (plakoda) pada ektoderm yang berhadapan dengan
otak. Plakoda nasal (olfaktorius), plakoda optik, dan plakoda otik (auditorius) masing-masing
berhadapan dengan telensefalon, diensefalon, dan mielensefalon. Selain berasal dari plakoda
optik (bakal lensa), mata berasal juga dari bagian diensefalon, yaitu vesikula optik (bakal
retina) Bakal telinga yang mulai dibentuk adalah bakal telinga dalam yang berasal dari
plakoda otik, baru kemudian bakal telinga tengah, dan terakhir bakal telinga luar (bagi hewan
yang memiliki daun telinga atau pina).
b. Lapisan Mesoderm
Mesoderm adalah lapisan benih kedua yang terbentuk, tetapi merupakan sumber bagian
terbesar zat hidup dalam organisme. Seluruh otot, jaringan- jaringan ikat padat (tulang,
kartilago dan serat), darah dari pembuluh-pembuluhnya, serta mesenterium tipis yang
menghubungkan hampir semua organ dalam ke dinding tubuh,
Adapun turunan mesoderm meliputi:
a) Mesoderm korda
Biasa disebut juga sebagai mesoderm aksial turunan mesoderm ini pada organisme dewasa
disubstitusi oleh kolumna vertebrata. Dimana kolumna vertebralis dibangun oleh sklerotom
dari somit. Fungsinya secara khusus yaitu membentuk notochord atau sumbu tubuh yang
berfungsi sebagai penyokong tubuh itu sendiri.
b) Mesoderm paraksial
Turunan mesoderm ini akan membentuk jaringan ikat tubuh, tulang otot, tulang rawan, dan
dermis. Diferensiasi mesoderm dorsal ( paraksial ) ada yang bersifat segmental maupun yang
tidak, tergantung pada hewannya. Beberapa contoh diferensiasi dari mesoderm dorsal
(paraksial) adalah sebagai berikut:
Anonimous, 2011. Embriogenesis dan Induksi Embrio (Bagian II). Bogor : Institut Pertanian
Bogor
Anonimous.2009. Turunan Mesoderm. Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan.Universitas
Mataram
Fletcher, T.F dan Weber, A.F. 2013. Veterinary Development Anatomy (Veterinary
Embryology). CVM 6903
Hill, M.A. 2019, Embryology Bovine Development.
https://embryology.med.unsw.edu.au/embryology/index.php/Bovine_Development.
Diakses pada Tanggal 12 Oktober 2019.
Morris, D.G., grealy, M., Leese, H.J., Diskin, M.G., Sreenan., J.M. 2001. Cattle Embryo
Growth Development and Viability. Beef Production series vol 36.
Puja, I Ketut et al. 2010. Embriologi Modern, Udayana University Press: Denpasar.
Resdiana, N. 2018. Embriogenesis Awal (Gastrulasi dan Neurulasi).
https://www.academia.edu/9480755/EMBRIOGENESIS_AWAL_GASTRULASI_D
AN_NEURULASI_. Diakses pada Tanggal 11 Oktober 2019.
Soenardirahardjo, B.P. 2017. Teratologi pada hewan dan ternak. Surabaya: Airlangga
University Press.
Suberata, I.W., 2018. Fertilisasi, Cleavage, dan Implantasi.
https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_pendidikan_dir/5e94e5221fc7015c6321a3e3b9
3ac00e.pdf. Diakses pada 10 Oktober 2019.
Valadao, L., Helena M.S., Fernando, MS. 2018. Bovine Embryonic Development to
Implantation. https://www.intechopen.com/books/embryology-theory-and-
practice/bovine-embryonic-development-to-implantation. Diakses pada Tanggal 11
Oktober 2019.
Yatim, W. 1990. Reproduksi dan Embriologi, Bandung: Penerbit Tarsito
Yatim, Wildan et al. 1984. Embryologi untuk Mahasiswa Biologi dan Kedokteran, Penerbit
Tarsito: Bandung.
Yohana et al. 2007. Perkembangan Hewan. DDC 580 / ISBN 9796897571:
http://pustaka.ut.ac.id. Diakses 13 Oktober 2019