Anda di halaman 1dari 2

TESTIS MALDESENSUS

Pada masa janin testis berada di rongga abdomen dan beberapa saat sebelum bayi
dilahirkan, testis mengalami desensus testikulorum atau turun ke dalam kantong skrotum.

Diduga ada beberapa faktor yang mempengaruhi penurunan testis ke dalam skrotum, antara lain:

(1) Adanya tarikan dari gubernakulum testis dan refleks dari otot kremaster
(2) Perbedaan pertumbuhan gubernakulum dengan pertumbuhan badan
(3) Dorongan dari tekanan intraabdominal

Oleh karena itu, proses desensus testikulorum tidak berjalan dengan baik sehingga testis
tidak berada di dalam kantong skrotum (maldesensus). Dalam hal ini mungkin testis tidak mampu
mencapai skrotum tetapi masih berada dalam jalur normal, keadaan ini disebut kriptokismus, atau
pada proses desensus, testis tersesat (keluar) dari jalur normal, keadaan ini disebut testis ektopik.

Testis yang belum turun ke kantong skrotum dan masih berada dalam jalur mungkin terletak
di kanalis inguinalis atau di rongga abdomen yaitu terletak di antara fossa renalis dan anulus
inguinalis internus. Testis ektopik mungkin berada di perineal, diluar kanalis inguinalis yaitu antara
aponeurosis oblikus eksternus dan jaringan subkutan, suprapubik, atau di regio femoralis.

Etiologi

Testis maldesensus dapat terjadi karena adanya kelainan pada:

(1) Gubernakulum testis


(2) Kelainan intrinsik testis
(3) Defisiensi hormon gonadotropin yang memicu proses desensus testis

Patofisiologi dan Patogenesis

Suhu di dalam rongga abdomen 1 C lebih tinggi daripada suhu di dalam skrotum, sehingga
testis abdominal selalu mendapatkan suhu yang lebih tinggi daripada testis normal; hal ini
mengakibatkan kerusakan sel-sel epitel germinal testis. Pada usia 2 tahun, sebanyak 1/5 bagian dari
sel-sel germinal testis telah mengalami kerusakan, sedangkan pada usia 3 tahun hanya 1/3 sel
germinal yang masih normal. Kerusakan ini makin lama makin progresif dan akhirnya testis mengecil.

Karena sel-sel leydig sebagai penghasil hormon androgen tidak ikut rusak, maka potensi
seksual tidak mengalami gangguan.

Akibat lain yang ditimbulkan dari letak testis yang tidak berada di skrotum adalah mudah
terpluntir (torsio), mudah terkena trauma, dan mudah mengalami degenerasi maligna.

Gambaran Klinis
Pasien biasanya dibawa berobat ke dokter karena orang tuanya tidak menjumpai testis di
kantong skrotum, sedangkan pasien dewasa mengeluh karena infertilitas yaitu belum mempunyai
anak setelah kawin beberapa tahun, kadang merasa ada benjolan di perut bagian bawah yang
disebabkan testis maldesensus mengalami trauma, mengalami torsio, atau berubah menjadi tumor
testis.

Inspeksi pada regio skrotum terlihat hipoplasia kulit skrotum, karena tidak pernah ditempati
oleh testis. Pada palpasi, testis tidak teraba di kantung skrotum melainkan berasal di inguinal atau
ditempat lain. Pada saat melakuka palpasi untuk mencari keberadaan testis, jari tangan pemeriksa
harus keadaan hangat.

Jika kedua testis tidak diketahui tempatnya, harusnya dibedakan dengan anorkismus
bilateral (tidak punya testis). Untuk itu perlu dilakukan pemeriksaan hormonal antara lain hormon
testosteron, kemudian dilakukan uji dengan pemberian hormon hCG.

Periksa kadar testosteron awal

Injeksi hCG 2000u/hari selama 4 hari

Hari ke 5: kadar meningkat 10x lebih tinggi dari kadar semula

Testis memang ada

Keberadaan testis sering kali sulit untuk di tentukan, apalagi testis yang letaknya intrabadominal dan
pada pasien gemuk. Untuk itu diperlukan bantuan beberapa sarana penunjang, diantaranya adalah
flebografi selektif untuk mencari pleksus pampiniformis atau diagnostik laparoskopi.

Tatalaksana

Operasi yang dikerjakan adalah orkidopeksi yaitu meletakkan testis ke dalam skrotum
dengan melakukan fiksasi pada kantong sub dartos.

Sumber : dasar” urologi

Anda mungkin juga menyukai