Bahasa Indonesia terus mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Salah satu perkembangannya adalah diberlakukannya Pedoman Umum
Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI) menggantikan EYD (Ejaan Yang Disempurnakan). Ejaan Bahasa Indonesia ini berlaku sejak tahun 2015
berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2015.
Perubahan sistem ejaan bahasa Indonesia sudah terjadi beberapa kali. Pada 1947, bahasa Indonesia menggunakan sistem Ejaan Soewandi,
kemudian sistem Ejaan Melindo pada 1959, dan EYD (Ejaan yang Disempurnakan) pada 1972 hingga EBI (Ejaan Bahasa Indonesia) tahun
2015. Perkembangan ini adalah bentuk perhatian pemerintah terhadap bahasa Negara agar bahasa Indonesia dapat mengikuti kemajuan ilmu
pengetahuan, teknologi, dan seni. Selain itu, pemerintah menginginkan bahasa Indonesia dapat digunakan di berbagai ranah secara lisan maupun
tulisan secara lebih luas.
Buku PUEBI dapat ditemukan di berbagai toko buku dengan harga di bawah Rp50.000,00. Apa yang membuat berbeda PUEBI dengan EYD?
Berikut perbedaan-perbedaan yang penulis temukan disajikan dalam bentuk tabel untuk mempermudah membandingkannya.
Huruf diftong ditemukan hanya tiga yaitu ai, au, oi. Contohnya:
1. Jenderal Kancil
Tidak mengatur penulisan unsur julukan.
2. Dewa Pedang
3. Raja Dangdut
Penggunaan Huruf Tebal
Terdapat 2 ketentuan penggunaan huruf tebal, yaitu untuk:
1.1.2 Masalah
1.1.3 Tujuan
Penggunaan Titik Koma (;)
Penggunaan Bilangan
Bilangan yang digunakan sebagai unsur nama geografi
ditulis dengan huruf, misalnya:
a. Rajaampat
Tidak diatur
b. Kelapadua
c. Simpanglima
Penggunaan Tanda Elipsis
Penggunaan tanda elipsis ( … ) dalam EYD dipakai dalam Tanda elipsis dipakai untuk menulis ujaran yang tidak selesai
kalimat yang terputus-putus. Contoh: dalam dialog.
Tidak ada ketentuan yang mengatur kedua hal di samping. a. BNP2TKI (Badan Nasional Penempatan dan
Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia)