Anda di halaman 1dari 20

PENDAHULUAN

Varisela merupakan suatu penyakit menular yang sangat cepat penularannya. Penyakit ini
menyebar dari satu orang ke orang lain melalui tetesan dari sumber pernapasan atau melalui
kontak langsung dengan artikel baru terkontaminasi. Ianya juga disebut chicken pox atau cacar
air. Varisela menular dari 24 jam sebelum sampai 6 hari setelah munculnya. Waktu inkubasinya
adalah 10-21 hari. Namun, rata-rata adalah 14-16. Varisela terutama menyerang anak-anak
kurang dari 10 tahun, dengan angka serangan tertinggi pada usia dua sampai enam tahun. Ianya
juga dapat menyerang pada orang dewasa, serta bayi baru lahir bahkan pernah dilaporkan
varisela congenital. Penyakit ini disebabkan oleh sejenis virus yang termasuk golongan Herpes
Virus yaitu virus Varicella Zoster, di mana pada kontak pertama menyebabkan varisela,
sedangkan pada kontak berikutnya yang muncul adalah penyakit Herpes Zoster. Oleh karena itu
beberapa peneliti mengatakan bahwa varisela akan meninggalkan kekebalan yang permanen,
kecuali pada anak-anak yang menderita leukimis, mendapat imunosupresif, imunodefisiensi.
Pencegahan terhadap infeksi virus varisela dapat dilakukan dengan pemberian imunisasi aktif
maupun pasif.1

PEMBAHASAN

Skenario

Seorang anak berusia 7 tahun dibawa ke puskesmas karena timbul bintil-bintil berisi cairan di
punggung dan dadanya yang menyebar ke tungkai sejak 1 hari yang lalu. Keluhan didahului
demam, nyeri otot dan batuk pilek ringan 3 hari sebelumnya. Ibu pasien mengatakan bahwa
teman sekelas anaknya mengalami keluhan yang sama sekitar 2 minggu yang lalu.

Anamnesis

Proses untuk mengidentifikasi penyakit anak ini terdiri dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan
melakukan pemeriksaan penunjang apabila dibutuhkan. Anamnesis yang baik merupakan tiang
utama diagnosis. Anamnesis dimulai dengan identitas pasien.

Identitas pasien: Identitas meliputi nama lengkap pasien, umur atau tanggal lahir, jenis
kelamin, nama orang tua atau suami atau isteri atau penanggung jawab, alamat pendidikan,
pekerjaan, suku bangsa dan agama. Identitas perlu ditanyakan untuk memastikan bahwa pasien

1
yang dihadapi adalah benar pasien yang dimaksud. Selain itu identitas ini juga perlu untuk
data penelitian, asuransi dan sebagainya.1

Keluhan utama: Keluhan utama adalah keluhan yang dirasakan pasien, yang membawa
pasien tersebut pergi ke dokter atau mencari pertolongan. Dalam menuliskan keluhan utama,
harus disertai dengan indikator waktu, berapa lama pasien merasakan hal tersebut.

Keluhan penyakit sekarang: Pada prakteknya, banyak dermatolog akan mengajukan


pertanyaan-pertanyaan pada pasien sesudah melihat sekilas untuk mengetahui masalahnya, dan
juga selama pemeriksaan formal. Anamnesisi dermatologis terutama mengandung pertanyaan-
pertanyaan: onset dan durasi, fluktuasi, perjalanan gejala-gejala, dan riwayat penyakit terdahulu.3

Pertanyaan yang diajukan biasanya:

i. Mengenai keluhan pokok:


Di mana mulai terdapat keluhan? Menjalarkah? Apakah hilang timbul? Berapa lama?
Apakah kering atau basah? Apakah gatal atau sakit?
ii. Mengenai penderita dan keluarganya:
a. Apa penyakit yang diderita?
b. Obat apa yang digunakan?
c. Adakah makanan yang membuat penyakit bertambah parah?
d. Apa pekerjaan penderita dan bagaimana lingkungannya?
e. Penyakit apa saja yang diderita oleh keluarga penderita? 1

Akan tetapi, terdapat beberapa perbedaan terutama adanya penekanan pada aspek-aspek
tertentu, seperti tersebut di bawah ini:

i. Riwayat penyakit terdahulu:


Hendaknya meliputi masalah-masalah umum, misalnya
a. Diabetes dan TB
b. Gangguan kulit yang pernah diderita
c. Alergi-alergi yang penting
ii. Riwayat keluarga:

2
Beberapa kelainan bersifat menular, kelainan-kelainan yang lain mempunyai latar
belakang genetik yang kuat
iii. Pekerjaan dan hobi:
Kulit seringkali dipengaruhi oleh zat-zat yang banyak terdapat dilingkungan kerja dan
di dalam rumah. Aktivitas penderita boleh menjadi sumber terkena penyakit
iv. Terapi:
Bukan hanya pengobatan yang sistemik tetapi juga topical, banyak pasien
menggunakan bermacam-macam krim dan salep, topical mungkin juga berupa obat.
Pasien hampir selalu melupakan nama-nama obat yang pernah digunakannya
Tetapi:
Pengobatan topical mungkin juga dilakukan sendiri tanpa resep dokter sebagai bagian
dari upaya kosmetik.3

Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik, hal yang diperiksa pada pasien:

1. Mengukur berat dan tinggi badan


2. Mengukur suhu tubuh
3. Mengukur tekanan darah
4. Menginspeksi kulit pasien, melihat adanya vesikel, papula atau crusta

Pasien diperiksa dari kepala hingga kaki. Dengan adanya penyakit kulit yang meradang atau
didapatkannya beberapa lesi, penting untuk memeriksa secara keseluruhan bagian-bagian tubuh
yang terserang kelainan tersebut, kemungkinan juga menemukan hal-hal yang tidak diharapkan,
seperti melanoma dan kanker kulit yang lain.3

Pemeriksaan penderita di tempat terang. Ruam pada kulit penderita dapat primer atau sekunder.7
Menurut PRAKKEN(1996) yang disebut efloresensi (ruam) primer adalah: macula, papul, plak,
urtika, nodus, nodulus, vesikel, bula, pustule dan krista. Sedangkan yang dianggap sebagai
efloresensi sekunder adalah skuama (sangat jarang sekali timbul sebagai efloresensi primer),
krusta, erosi, ulkus dan sikatriks.2

3
Ruam primer

i. Makula : kelainan kulit yang sama tinggi dengan permukaan kulit, warnanya berubah
dan berbatas jelas.

Gambar 1: Makula

ii. Papula : Kelaianan kulit yang lebih tinggi dari permukaan kulit, padat, berbatas jelas
dan ukurannya tidak lebih dari 1 cm.

Gambar 2: Papula

iii. Nodula : Sama dengan papula tetapi ukurannya lebih dari 1 cm.
iv. Vesikula : Kelainan kulit yang lebih tinggi dari permukaan kulit, berisi cairan dan
ukurannya tidak lebih dari 1 cm.
v. Bula : Sama dengan vesikula tetapi ukurannya lebih dari 1 cm.
vi. Pustula : sama dengan vesikula tetapi berisi nanah.

4
Gambar 3: Pustula

vii. Utrikula : Kelainan kulit yang lebih tinggi dari permukaan kulit, edemateus, berwarna
merah jambu, dan bentuknya bermacam-macam.
viii. Tumor : Kelainan kulit yang menonjol dan ukurannya lebih besar dari 2,5 cm.

Ruam sekunder

i. Skuama : Jaringan mati dari lapisan tanduk yang terlepas. Sebagian kulit menyerupai
sisik.
ii. Krusta : Kumpulan eksudat atau secret di atas kulit

Gambar 4: Krusta
iii. Fisura : Epidermis yang retak, higga dermis terlihat. Biasanya nyeri
iv. Erosio : Kulit yang epidermis bagian atasnya terkelupas.
v. Ekskoriasio : Kulit yang epidermisnya terkelupas. Lebih dalam dari erosion
vi. Ulkus : Kulit terlepas karena destruksi penyakit. Perlepasan ini dapat sampai jaringan
subkutan atau lebih dalam.
vii. Parut : Jaringan ikat yang kemudian terbentuk menggantikan jaringan dermis atau
jaringan lebih dalam yang telah hilang.7

5
Inspeksi dan palpasi lesi atau bercak kemerahan yang ada. Hal-hal pokok dalam pemeriksaan
dermatologis yang baik adalah:

i. Lokasi dan/atau distribusi dari kelainan yang ada


ii. Karakteristik dari setiap lesi (tipe ruam, ukuran, bentuk, garis, tepi dan batas-
batasnya, warna, gambaran permukaan, tekstur)
iii. Pemeriksaan lokasi-lokasi sekunder
iv. Teknik-teknik pemeriksaan khusus.

Boleh dikatakan bahwa pada kulit yang meradang, sulit untuk menentukan mana lesi atau lesi-
lesi yang harus dipilih untuk proses dekskriptif. Penyakit kulit itu dinamis. Beberapa lesi pada
setiap bercak timbul sangat cepat, sangat lambat, dan beberapa hal lainnya.

Diagnosis ditegakkan dengan melihat lesi kulit yang khas berupa lesi kulit yang timbul pada
tubuh dan wajah dengan diawali bentola kemerahan yang membesar selama 12 – 14 hari menjadi
besar, berair, berisi nanah dan kering. Lesi biasanya terletak pada sentral tubuh atau anggota
gerak bagian proksimal (lengan, paha) dan menyebar ke bawahnya tetapi tidak terlalu banyak.
Lesi yang terdapat diseluruh tubuh terdiri atas lesi kulit yang tidak seragam (berbeda stadium
erupsinya). Selain itu, benjolan berair dapat timbul di mukosa (mulut, penis, vagina) membentuk
luka yang tidak dalam. Benjolan yang timbul dapat berdarah. Pada pemeriksaan suhu tubuh,
suhu tubuh pasien akan meningkat sampai 39, 5 oC selama 3- 6 hari setelah terbentuknya lesi
kulit.

Pemeriksaan Penunjang

Untuk pemeriksaan virus varicella zoster (VZV) dapat dilakukan beberapa test yaitu:

1. Tzanck smear

Pada test ini, preparat diambil dari discraping dasar vesikel yang masih baru, kemudian
diwarnai dengan pewarnaan yaitu hematoxylin-eosin, Giemsa’s, Wright’s, toluidine blue
ataupun Papanicolaou’s. Dengan menggunakan mikroskop cahaya akan dijumpai
multinucleated giant cells. Pemeriksaan ini sensitifitasnya sekitar 84%. Test ini tidak
dapat membedakan antara VZV dengan herpes simpleks virus.

6
2. Direct fluorescent assay (DFA)

Pada test ini, preparat diambil dari scraping dasar vesikel tetapi apabila sudah berbentuk
crusta, pemeriksaan dengan DFA kurang sensitive. Hasil pemeriksaan ini cepat.
Pemeriksaan ini membutuhkan mikroskop fluorescence. Test ini dapat menemukan
antigen VZV dan dapat membedakan antara VZV dengan herpes simpleks virus.

3. Polymerase chain reaction (PCR)

Pemeriksaan dengan metode ini sangat cepat dan sangat sensitive. Dengan metode ini
dapat digunakan berbagai jenis preparat seperti scraping dasar vesikel dan apabila sudah
berbentuk crusta, dapat juga digunakan sebagai preparat. Sensitifitas pemeriksaan ini
adalah sekitar 97-100%. Test ini dapat menemukan nucleic acid dari VZV.

4. Biopsi kulit

Hasil pemeriksaan histopatologis akan tampak vesikel intraepidermal dengan degenerasi


sel epidermal dan acantholysis. Pada dermis bagian atas dijumpai lymphocytic infiltrate.

Working Diagnosis

Pemeriksaan laboratorium bukan merupakan pemeriksaan terpenting dalam menentukan varisela.


Pada umumnya varisela mudah ditentukan dengan melihat karakteristik ruam yang timbul
menjadi papul kemudian berkembang menjadi vesikel.1,2 Dalam keadaan tertentu, beberapa
kasus varisela memerlukan pemeriksaan virologis untuk menentukan jenis virus apa yang
menginfeksi. Dengan memahami karakteristik vesikel yang timbul, diagnosis sudah dapat
ditegakkan.

7
Diagnosis Diferensial

Varisela berat dapat mirip variola, namun demikian dengan telah dibasminya cacar, kesulitan
diagnostik tersebut dapat dihilangkan. Beberapa penyakit lain dapat menyerupai varisela,
misalnya variola, varisela zoster dan hand mouth and foot disease.3 Variola atau smallpox adalah
penyakit akut eksantematosa yang sangat menular yang disebabkan oleh virus spesifik yang
dapat disaring, ditandai dengan masa demam 3 hari pra-erupsi yang diikuti erupsi generalisata.
Masa inkubasi rata-rata 12 hari, dengan kisaran antara 10 sampai 16 hari. Awitan penyakit tiba-
tiba dan ditandai dengan demam tinggi sampai 40oC yang disertai dilirium, toksemia, sakit
kepala, sakit punggung, dan muntah. Eksantem muncul pada hari ketiga atau keempat. Erupsi
secara khas mempunyai distribusi sentrifugal, makin nyata pada muka, lengan bawah, tangan,
tungkai, dan kaki.4

Gambar 5. Perbedaan varisela dan variola

Zoster pula kurang umum di masa kanak-kanak dibandingkan dengan di masa sesudah itu. Anak
yang menderita kelainan keganasan, terutama yang menderita limfoma, leukemia limfositik akut,
dan anak yang menderita AIDS berada pada risiko tinggi. Anak normal bisa menderita zoster.4
Walaupun nyeri dan neuralgia kurang umum pada anak dibandingkan dengan orang dewasa pada
penyakit zoster, nyeri bisa hebat sekali dan mendahului erupsi. Erupsi terdiri dari sekelompok
lesi vesikel dengan penyebaran dermatom unilateral yang umumnya di daerah dada. Biasanya
dikenali satu sampai tiga dermatom. Lesi baru bisa keluar setelah beberapa hari. Bisa terjadi,
sedikit lesi tersebar, jauh dari dermatom. Zoster diseminata, dinamakan untuk lebih dari 10 lesi
vesikularis jauh dari lesi dermatom yang dikenai, lebih sering ditemukan pada anak yang

8
menderita keganasan dibandingkan dengan normal. Erupsi zoster di daerah maksila saraf kranial
kelima sering disebabkan oleh herpes simpleks bukan oleh VZV.5

Gambar 6. Gambaran penderita zoster

Penyakit HFM adalah penyakit menular yang umum disebabkan oleh virus dari keluarga
enterovirus, paling sering adalah coxsackievirus. Virus ini hidup dalam saluran pencernaan tubuh
dan menyebar dari orang ke orang, biasanya pada tangan tidak dicuci dan permukaan yang
terkontaminasi oleh tinja . Anak-anak usia 1 sampai 4 yang paling rentan terhadap penyakit ini,
kasus yang sering ditemukan di pusat penitipan anak, TK, dan tempat-tempat lain di mana anak-
anak berkumpul. Penyakit ini biasanya berlangsung 3-5 hari. Wabah biasanya terjadi selama
musim panas yang hangat dan musim gugur awal, meskipun mereka dapat terjadi sepanjang
tahun di bagian tropis dunia

Penyakit HFM menyebabkan lepuh menyakitkan di tenggorokan, lidah, gusi, langit-langit keras,
atau di dalam pipi. Lepuh merah dengan gelembung kecil cairan di atas dan sering berubah
menjadi bisul. Telapak kaki dan telapak tangan juga dapat dipengaruhi dengan ruam yang dapat
terlihat seperti bintik-bintik merah datar atau lecet merah. Kadang-kadang, ruam merah muda
dapat dilihat pada bagian lain dari tubuh, seperti bokong dan paha. Namun, beberapa anak
dengan penyakit HFM mengembangkan tanpa gejal, atau jika mereka lakukan, mungkin hanya
memiliki luka di bagian belakang tenggorokan. Seorang anak mungkin mengeluh sakit
tenggorokan, demam, nyeri otot, atau gejala seperti flu lainnya, menjadi mudah marah atau tidur
lebih dari biasanya.6

9
Gambar 7. Penyakit HMF

Etiologi

Varisela disebabkan oleh virus Varicella zoster atau disebut juga virus anticell-zooster (virus v-
z). Virus tersebut dapat pula menyebabkan herpes zoster.7,8 Penamaan virus ini memberikan
kesan bahwa infeksi primer menyebabkan penyakit varisela, sedangkan reaktivasi virus
menyebabkan herpes zoster.7

Gambar 8. Virus Varisella zoster

Kedua penyakit ini mempunyai manifestasi klinis yang berbeda. Diperkirakan bahwa setelah ada
kontak dengan virus V-Z akan terjadi varisela, kemudian setelah penderita tersebut sudah
sembuh, mungkin virus itu tetap ada dalam bentuk laten (tanpa ada manifestasi klinis) dan
kemudian virus V-Z diaktivasi oleh trauma sehingga menyebabkan herpes zoster. Virus V-Z
dapat dtemukan dalam cairan vesikel dan dalam darah penderita varisela. Dapat dilihat dengan
mikroskop electron dan dapat diisolasi dengan menggunakan biakan yang terdiri dari fibrolas
paru embrio manusia.9

10
Patofisiologi

VZV bertransmisi melalui sekret respirasi (droplets) dan cairan dari lesi di kulit yang
tersebar lewat udara atau kontak langsung.10 Bereplikasi di limfonodus regional pada 10-21 hari
pertama masa inkubasi, viremia primer menyebarkan virus dan bereplikasi di limpa dan hepar.
Penyebaran luas lesi pada permukaan kulit merupakan fase kedua yang berkisar antara 3-7 hari.
Imun hospes merespon, membatasi replikasi virus dan menyembuhkan infeksi.

Sistem imun tubuh manusia, dalam hal ini limfosit. Limfosit berkembang dari organ limfoid.
Limfosit T berasal dari timus sedangkan limfosit B berasal dari bone marrow. Masing-masing
limfosit mengekspresikan reseptor untuk satu antigen dan total populasi limfosit (sekitar 1012
pada manusia) mampu mengenali bermilyar-milyar antigen.11

1. Limfosit T
Merupakan kandungan terbesar (sekitar 60-70%) pada sistem limfatik. Tidak mendeteksi
antigen bebas atau circulating antigents. Namun sebagian besar limfosit T mengenali
potongan-potongan protein dari antigen yang melekat pada sel lain (major
histocompatibility complex atau MHC, pada manusia human leukocyte antigen/HLA
complex). MHC berfungsi sebagai ‘penunjuk’ pengenalan limfosit T pada antigen pada
sel lain serta mengaktifkan fungsi membunuh sel terinfeksi atau mengaktifkan fagosit
atau limfosit B untuk mencerna protein antigen.11 Pada setiap individu, sel T hanya
mengenali peptida oleh molekul MHC, yang melekat secara normal. Fenomena itu
disebut MHC-restriksi. Pada MHC-restriksi, reseptor sel T (TCR), merupakan
heterodimer yang tersusun dari rantai disulfida α dan β, dimana tiap rantai memiliki
variasi dalam berikatan dengan peptide antigen dan sisi untuk berinteraksi dengan
molekul pemberi sinyal.
TCR terbagi menjadi lima rantai polipeptida, yaitu ‫ﻵ‬, δ, ε pada kompleks molekul CD3
dan dua rantai lainnya. CD3 dan dua rantai lainnya tidak bekerja sendiri, mereka
berikteraksi dengan tempat di TCR untuk transduksi sinyal intraselular setelah TCR
mengenali antigen. Setelahnya, sel T akan mengekspresikan beberapa molekul fungsional
yang bervariasi, CD4 dan CD8 sebagai koreseptor untuk aktivasi sel T. Setelah
pengenalan antigen, CD4 akan menjadi MHC kelas II dan CD8 menjadi MHC kelas I.

11
MHC kelas I bekerja ekstraselular, berfungsi mengenali virus sehingga sel yang terinfeksi virus
dapat dieliminasi oleh sel limfosit. Sedangkan MHC kelas II bekerja secara intraselular,
berfungsi mengenali pathogen dari luar dan memerankan fungsi proteksi. Keduanya berbeda
namun bekerja secara overlapping. CD4 merupakan sel T “helper” karena menghasilkan sekret
berupa sitokin untuk membantu sel B memproduksi antibody. Kegagalan fungsi CD4 terlihat
pada penderita HIV. CD8 juga dapat memproduksi sitokin, namun fungsi utama dari CD8 adalah
membunuh sel yang terinfeksi virus atau sel tumor (sitotoksik).

Gambar 9. Perbedaan Reaksi Imunitas Immunoglobulin

2. Limfosit B
Berjumlah sekitar 10-20% dari sistem limfatik. Sel B mengenali antigen melalui
membran antibodi monomer, yaitu immunoglobulin M (IgM). Berbeda dengan sel T yang
hanya dapat mengenali MHC, sel B dapat mengenali berbagai macam bentuk struktur
kimia lain, seperti protein, lipid, polisakarida, asam amino, dan lainnya. Sel B juga
mengenali antigen dalam bentuk asli. Sama seperti TCR, masing-masing sel B memiliki
spesifikasi tersendiri dalam mengenali antigen. Perbedaan antibodi berasal dari
rearansemen somatik gen immunoglobulin.11 Beberapa sel B berfungsi sebagai transduksi
sinyal dan beberapa lainnya sebagai aktivasi sel. Molekul tersebut termasuk reseptor

12
CD40, yang melekat pada sel T “helper” dan CD21 (CR2 reseptor komplemen) yang
diketahui sebagai pengganggu pada penumpukan mikroba.
Setelah terstimulasi, sel B berdiferensiasi menjadi sel plasma, yang mensekresi banyak
antibody, mediator imunitas humoral.11 Terbagi menjadi beberapa kelas (isotype)
immunoglobulin, yaitu IgG, IgM, IgA, IgE, dan IgD. IgA merupakan isotype terbesar
dalam sekret mukosa, IgE berjumlah sedikit dan ditemukan melekat pada permukaan
jaringan sel mast, dan IgD ditemukan melekat pada permukaan sel B namun tidak
disekresikan. Tiap tipe memiliki perbedaan dalam kemampuan mengatasi sel yang
inflamasi dan memerankan peranan berbeda dalam proteksi hospes serta lokasi penyakit.

Pada infeksi varisella, IgG, IgM, IgA meningkat setelah 2-5 hari munculnya ruam dan terus
meningkat higga mencapai puncak pada minggu ke-2 dan ke-3.12 Selanjutnya kadar IgG, IgM,
dan IgA akan menurun. Namun kadar IgG tetap ada meskipun pada level yang lemah. Namun
apabila berikutnya terjangkit herpes zozter, kadar IgG akan meningkat secara liar dan menjadi
lebih hebat dari infeksi yang pertama. Sel imun terfasilitasi (cell-mediated imunity/CMI)
memiliki peran penting pada perlawanan dan proteksi terhadap infeksi. Apabila CMI tidak
berfungsi, infeksi varisella dapat berakibat fatal.2,12

Infeksi varisella pada 20 minggu pertama maternal dinyatakan memiliki resiko 2% lebih tinggi
mengakibatkan efek pada fetal seperti lesi pada kulit, defek pada sistem saraf pusat dan
pengelihatan, serta 30% mortalitas pada awal kehidupan.11 Pada kasus ibu mengandung yang
terinfeksi varisella, apabila bayinya terinfeksi herpes zozter, berarti bayi tersebut telah terpapar
infeksi varisella saat berada dalam kandungan.

Pada anak yang mengalami imunokompromi, dimana terjadi kegagalan fungsi imun, terutama
respon sel imun terfasilitasi, menyebabkan replikasi virus meningkat dan mengakibatkan
komplikasi pada organ visera seperti paru-paru, hati, otak, dan organ lainnya.2,12

13
Gambar 10. Varisella Pada Pasien dengan Imunokompromi

Viremia pada pasien varisella dicerminkan dengan adanya lesi pada kulit. Vesikel meliputi
korium dan dermis, merubah karakteristik secara degeneratif dengan “ballooning” (membuat
balon).1 Infeksi dapat meliputi lokasi pembuluh darah perifer pada kulit, menyebabkan nekrosis
dan epidermal hemorrhage. Dengan evolusi yang demikian, cairan di pembuluh darah menjadi
keruh karena peningkatan jumlah polimorfnuklear leukosit dan adanya sel degenerasi serta
fibrin. Vesikel dapat menjadi rupture, mengakibatkan cairan keluar (mengandung virus yang
infeksius) atau diserap kembali.

Infeksi Rekuren. Mekanisme pengaktifan kembali VZV yang menimbulkan herpes zozter belum
diketahui pasti. Kemungkinan virus tersebut menginfeksi bagian dorsal cabang ganglia selama
infeksi varisella, dimana menjadi laten hingga aktif kembali.1,2 Secara histopatologis, herpes
zoster identik dengan varisella.1,2,10,12

14
Gejala klinik

Masa inkubasi penyakit ini berlangsung 14 sampai 21 hari. Gejala klinis mulai gejala prodormol,
yakni demam yang tidak terlalu tinggi, malaise dan nyeri kepala. Kemudian disusuli timbulnya
erupsi kulit berupa papul eritematosa yang dalam waktu beberapa jam berubah menjadi vesikel.
Bentuk vesikel ini khas berupa tetesan embun (tear drops). Vesikel akan berubah menjadi pustul
dan kemudian menjadi krusta. Sementara proses ini berlangsung, timbul lagi vesikel-vesikel baru
sehingga menimbulkan gamabaran polimorfi.

Penyebaran terutama di daerah badan dan kemudian menyebar secara sentrifugal ke muka dan
ekstremitas, serta dapat menyerang selaput lender mata, mulut dan saluran napas bagian atas.
Jika terdapat infeksi sekunder, terdapat pembesaran kelenjar getah bening regional. Penyakit ini
biasnya disertai rasa gatal.

Komplikasi pada anak-anak umunya jarang timbul dan lebih sering pada orang dewasa. Ia berupa
ensefalitis, pneumonia, glomerulonephritis, karditis, hepatitis, keratitis, konjungtivitis, otitis,
arteritis dan kelainan darah (beberapa macam purupura).

Infeksi yang timbul pada trimester pertama kehamilan dapat menimbulkan kelaianan kongenital.
Sedangkan infeksi yang terjadi beberapa hari menjelang kelahiran dapat menyebabkan varisela
kongenital pada neonates.13

Pengobatan

Cacar yang tidak rumit tidak memerlukan terapi khusus. Mandi setiap hari dengan sabun
antibakteri sangat dianjurkan untuk mengurangi risiko superinfeksi bakteri lesi kulit. Kuku harus
dipangkas untuk mengurangi bahaya cedera dari menggaruk. Gatal biasanya dapat diatasi dengan
aplikasi topikal calamine lotion yang mengandung mentol 0,1% atau 0,5% fenol. Sesekali. agen
antipruritus sistemik seperti trimeprazine juga membantu. Acyclovir merupakan agen terapi yang
efektif untuk varisela atau zoster. VZV relatif kurang sensitif terhadap acyclovir dibandingkan
virus herpes simpleks.

Pasien sakit parah atau imunokompromois harus diperlakukan secara intravena 10 mg/kg tiap 8
jam selama 7 hari. Acyclovir oral telah terbukti memiliki efek klinis minimal pada chickenpox
pada anak-anak normal. Ini mungkin berguna pada remaja atau dewasa, di mana secara

15
umumnya penyakitnya lebih parah. Dosis yang diberikan adalah 20 mg/kg empat kali sehari
selama lima hari dengan tidak melebihi 800 mg empat kali sehari. Acyclovir diberikan selama 7
hari mulai 7 hari setelah onset paparan telah ditunjukkan untuk memodifikasi atau mencegah
penyakit.14

Prognosis

Gejala-gejala yang timbul akibat varisela akan hilang dalam waktu 1-3 minggu. Infeksi primer
akan menimbulkan imunitas seumur hidup terhadap varisela. Pada orang dewasa atau orang
imunokompremais, varisela akan menimbulkan berbagai komplikasi pada traktus respiratorius
atau peredaran darah.15 Pada neonates dan anak yang menderita leukimia, imunodefisiensi,
sering menimbulkan komplikasi dan angka kematian meningkat. Angka kematian pada neonates
31% dengan penyebab kematian biasanya gagal napas akut. Angka kematian pada penderita
yang mendapat pengobatan imunosupresif tanpa mendapat vaksinasi dan pengobatan antivirus
antara 7-27% dan sebagian besar penyebab kematian adalah komplikasi pneumonitis dan
ensefalitits.16

Pencegahan

Anak-anak dengan cacar air biasanya dikeluarkan dari sekolah untuk pertama 5 hari setelah
munculnya ruam. Terjadinya varisela pada pasien rawat inap menimbulkan beberapa risiko untuk
pasien immunocompromised . Varicella zoster immune globulin ( VZIG ) harus diberikan
kepada pasien yang terpapar di tempat tidur atau ruang yang lebih kecil . Kadang-kadang,
petugas rumah sakit mengembangkan varisela, risiko untuk pasien yang telah terkena orang-
orang ini harus dinilai secara individual . Kontak tatap muka dapat mengakibatkan transmisi dari
varisela.VZIG kontak dapat diandalkan untuk mencegah varisela pada orang dewasa. Hanya
sekitar 10 % dari tenaga hospital dengan sejarah negatif sebenarnya seronegatif. Pasien dengan
zoster adalah dikenali untuk menularkan infeksi kepada anak-anak yang rentan, dan mereka
harus isolatedif mereka harus dirawat di rumah sakit. Bila mungkin , anak-anak yang inkubasi
cacar air harus keluar dari rumah sakit.

Pasien yang menerima dosis tinggi streoids, pasien yang immunocompromised, dan pasien
dengan gangguan ganas memiliki risiko lebih tinggi terkena cacar air parah daripada anak-anak
normal. Orang-orang ini harus dilindungi dengan pemberian VZIG sesegera mungkin setelah

16
terpapar. Setelah 3 atau 4 hari mungkin memiliki pengaruh yang kecil. Hal ini diyakini bahwa
anak-anak yang menerima prednisone dalam dosis 1 sampai 2 mg / kg / d atau lebih atau obat
lain di dosis setara akan meningkatkan risiko mereka harus mengembangkan cacar air. Pada saat
paparan cacar air, dosis tersebut harus dikurangi ke tingkat yang tidak akan memiliki efek
samping yang signifikan pada penyakit yang mereka sedang diberikan.

Paparan penuh panjang bayi baru lahir ke petugas rumah sakit atau bayi yang terinfeksi telah
biasanya tidak menimbulkan risiko yang signifikan penyebaran. Transfer plasenta antibodi VZV
maternal ke janin dapat menjelaskan risiko rendah dalam kelompok ini. Ada infeksi sekunder di
unit perawatan intensif neonatal. Bayi prematur berada pada peningkatan risiko baik karena
mereka mungkin telah lahir terlalu dini untuk memperoleh lengkap antibodi ibu dan karena
penghapusan yang mengandung antibodi darah untuk prosedur diagnostic

Ketika seorang wanita mengalami infeksi VZV awal dan pengakhiran kehamilan adalah sebuah
pilihan, ia dan dokternya harus bobot risiko memiliki bayi cacat. Disarankan bahwa wanita hamil
rentan yang terpapar secara pasif diimunisasi dengan VZIG. Tidak ada alasan untuk memberikan
VZIG kepada perempuan setelah cacar air berkembang . Telah direkomendasikan bahwa setiap
bayi yang baru lahir yang ibunya telah terkena varisela dalam waktu 5 hari sebelum atau 2 hari
setelah melahirkan diberi VZIG , yang efficiacy prosedur ini tidak telah ditetapkan

Varisela vaksin hidup sekarang tersedia . Hal ini telah terbukti efektif pada anak-anak normal,
memiliki beberapa efek samping terlihat dan telah terbukti untuk mencegah infeksi bila diberikan
3 hari pasca pajanan. Vaksin dapat mengembangkan varisela ringan jika terkena tetapi umumnya
dilindungi terhadap penyakit yang parah. Mereka dapat menularkan infeksi kepada isi rentan.
Vaksin mengembangkan zoster lebih jarang daripada pasien yang mengalami infeksi varisela
alami. Anak-anak 12 bulan sampai 12 tahun menerima dosis tunggal sementara mereka 13 dan
lebih diberikan 2 dosis selama 4 sampai 8 minggu.14

17
Komplikasi

Komplikasi yang paling umum dari varisela adalah selulitis dan impetigo karena superinfeksi
bakteri lesi kulit. Pneumonia jarang terjadi pada anak-anak normal dan jarang pada orang
dewasa. Komplikasi neurologis setelah varisela meliputi myelitis melintang, neuritis optik atau
perifer, sindrom Guillain-Barre, meningitis aseptik dan ensefalitis. Ensefalitis terjadi beberapa
hari setelah timbulnya ruam sering disertai dengan edema serebral akut dengan kursus fulminan.
Cerebellitis akut biasanya terjadi lambat pada minggu pertama ruam atau bahkan kemudian dan
umumnya memiliki prognosis yang baik. Cerebellitis juga telah dilaporkan sebelum erupsi.
Sejumlah besar pasien dengan Reye syndromeare dikatakan memiliki cacar sebelumnya.
Berbagai manifestasi hematologi telah dikaitkan dengan cacar air, termasuk purpura fulminans
dan thrombocytopenic purpura. Komplikasi jarang termasuk orkitis, arthritis dan nefritis.14

Epidemiologi

Insidensi varisela di Amerika diperkirakan 3,1 – 3,5 juta setiap tahun. Meskipun belumada
penelitian di Indonesia, namun kasus varisela yang dirawat di beberapa rumah sakit besar di lima
provinsi menunjukkan angka yang cukup tinggi. Sekitar 607 kasus dilaporkan oleh rumah sakit
tersebut selama kurun waktu tahun 1994 – 1995.

Infeksi ini menyerang semua usia termasuk neonates dengan puncak insidensi pada usia 5 – 9
tahun. 90% pasien varisela berusia kurang dari 10 tahun. Sementara itu, herpes zoster menyerang
kelompok usia yang lebih dewasa. Di Indonesia, dari data rumah sakit yang terbatas itu, sebagian
besar penderita berusia 5 – 44 tahun. Belum ada penjelasan yang memadai mengapa di Indonesia
terdapat perbedaan. Di Amerika Serikat sekitar 90% penduduk dewasa mempunyai kekebalan
terhadap varisela. Kekebalan varisela berlangsung seumur hidup setelah seseorang terkena
serangan penyakit ini satu kali.

Angka kematian penyakit ini relatif rendah. Di Amerika Serikat rata-rata kematian adalah 2 per
100.000 penduduk, tetapi bisa meningkat sampai 30 per 100.000 pada orang dewasa. Kematian
biasanya terjadi karena adanya komplikasi. Mortalitas kasus dengan komplikasi cukup tinggi
yaitu 5 – 25%. Pada 15% penderita yang selamat akan mempunyai sekuele yang menetap berupa
kejang, retardasi mental dan kelainan atau perubahan perilaku.17

18
PENUTUP

Varisela disebabkan oleh varicella-zoster virus (VZV) yang merupakan virus DNA. Varisela
terjadi pada individu yang belum mempunyai kekebalan sama sekali terhadap VZV yang
menular terutama pada masa prodromal dan selama stadium vesicular. Secara klinis varisela
ditandai oleh ruam yang polimorfi berupa bercak-bercak skarlatiniformis yang eritematosa,
papul-papul milier, dan vesikul-vesikel yang cepat menjadi pustule. Distribusi lesi terutama
sentral, dengan dominasi di wajah, scalp dan badan serta mukosa mulut.

Kesimpulannya, hasil dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang serta diagnosis yang
dilakukan, dapat diketahui anak ini menderita penyakit Varicella

DAFTAR PUSTAKA
1. Braunwald E, Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL. Harrisons’s
principles of internal medicine. 15th Ed. USA : McGraw-Hill Companies. 2001. Pg.
1106-8.
2. Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF. Nelson book of pediatrics. 18th
Ed. Philadelphia : Saunders Elsevier. 2007. Pg. 1366-72.
3. Boediarja SA, Sugito TL, Kurniati DD, Elandari. Infeksi kulit pada bayi dan anak.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2005.h.17-30
4. Rudolph AM, Hoffman JIE, Rudolph CD. Buku ajar pediatri rudolph volume 1.
Jakarta: EGC; 2006. h. 679
5. Corwin EJ. Patofisiologi. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC ; 2009.h.118-20.
6. Hand mouth and foot disease. Available from:
http://kidshealth.org/parent/infections/skin/hfm.html#. 10 Nopember 2013
7. Harahap M. Ilmu penyakit kulit.Jakarta: Hipokrates, 2000.h.1-99
8. Ardhie AM. Infeksi kulit bayi dan anak serta penanganannya. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Indonesia, 2003.h.12-5
9. Djuanda A. Ilmu kesehatan anak. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
2002. h.636-41
10. F. Geo, Brooks, Butel JS, Morse SA. Jawetz, melnick, adelbergs’ medical
microbiology. 23rd Ed. USA : McGrawhill. 2006

19
11. Kumar V, Abbas AK, Fausto N, Michell RN. Robbins. Basic pathology. Philadelphia
: Saunders Elsevier. 2007. Pg. 107-18.
12. Gillespie SH, Bamford KB. Medical microbiology and infection at a glance. London :
Blackwell Science Ltd. 2000. Pg. 54-8.
13. Bagian ilmu penyakit kulit & kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Ilmu penyakit kulit & kelamin. Edisi 5. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 2007. h. 115-6
14. Rudolph AM, Hoffman JJE, Rudolph CD. Rudolph’s pediatrics. 20th ed. USA:
Appleton & Lange; 1996. Pg. 685
15. Kane KS, Lio PA, Stratigos AJ, Johnson RA. Color atlas & synopsis of pediatric
dermatology. China: McGraw Hill; 2009.h.428-33
16. Rampengan TH, Laurents IR. Penyakit infeksi tropik pada anak. Jakarta: EGC,
2002.h.100-15
17. Widoyono. Penyakit tropis epidemiologi, penularan, pencegahan &
pemberantasannya. Jakarta: Pernerbit Erlangga; 2005. h. 91-3
.

20

Anda mungkin juga menyukai