Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

Latar belakang

Anak adalah merupakan dasar awal yang menentukan kehidupan suatu bangsa dimasa yang akan
datang, sehingga diperlukan Persiapan generasi penerus bangsa dengaan mempersiapkan anak untuk
tumbuh dan kembang secara optimal baik dalam perkembangan moral, fisik, kognitif, bahasa maupun
sosial emosional. Dewasa ini terdapat berbagai fenomena yang dapat menggangu pertumbuhan dan
perkembangan seperti kasus maraknya pelecehan seksual terhadap anak.

KPAI melaporkan kasus kejahatan seksual menujukan angka yang memperhatikan terbanyak adalah
pelecehan anak, pada tahun 2018 sebanyak 1.192 kasus pelecehan anak, sedangkan Markas Besar Polri
mencatat ada 236 kasus pelecehan seksual terhadap anak yang terjadi pada Januari hingga Mei 2019.
Namun, Kepala Bagian Penerangan Umum Mabes Polri Komisaris Besar Asep Adi Saputra mengatakan
hanya 50 persen dari keseluruhan kasus yang bisa ditangani tuntas oleh institusinya. Di Amerika Utara,
sekitar 15% sampai 25% wanita dan 5% sampai 15% pria yang mengalami pelecehan seksual saat mereka
masih anak-anak.Sebagian besar pelaku pelecahan seksual adalah orang yang dikenal oleh korban
mereka; sekitar 30% adalah keluarga dari si anak, paling sering adalah saudara laki-laki, ayah, paman,
atau sepupu; sekitar 60% adalah kenalan lainnya seperti 'teman' dari keluarga, pengasuh, atau tetangga,
orang asing adalah pelanggar sekitar 10% dalam kasus penyalahgunaan seksual anak.Kebanyakan
pelecehan seksual anak dilakukan oleh laki-laki; studi menunjukkan bahwa perempuan melakukan 14%
sampai 40% dari pelanggaran yang dilaporkan terhadap anak laki-laki dan 6% dari pelanggaran yang
dilaporkan terhadap perempuan.Sebagian besar pelanggar yang pelecehan seksual terhadap anak-anak
sebelum masa puber adalah pedofil,] meskipun beberapa pelaku tidak memenuhi standar diagnosis
klinis untuk pedofilia.Dampa yang ditimbulkan dari pelecehan seksual pada anak adalah Anak menjadi
pribadi yang tertutup dan tidak percaya diri.Timbul perasaan bersalah, stres, bahkan depresi.Timbul
ketakutan atau fobia tertentu.Mengidap gangguan traumatik pasca kejadian (PTSD).Di kemudian hari,
anak bisa menjadi lebih agresif, berpotensi melakukan tindan kriminal bahkan menjadi calon pelaku
kekerasan, dan masih banyak lagi sehingga ketika tidak ditangani dengan tepat akan menimbulkan
dampak yang serius bagi anak.

Selain itu anak dengan disabilitas atau kebutuhan khusus sering mendapatkan prilaku yang tidak adil
dikarenakan kekurangan yang dimiliki, kebanyakan anak dengan disabilitas banyak yang tidak
mendapatkan haknya seperti kebutuhan ekonomi sehingga membuat anak harus ditelantarkan, menurut
KPAI anak dengan disabilitas ditelantarkan sebanyak 521 kasus yang dilaporkan. Anak dengan disabilitas
bila tidak ditangani akan memperparah kondisinya.

Dari permasalahan dibutuhkan pembahasan tentang pelecehan seksual dan disabilitas pada anak.

Rumusan masalah
Bagaimana analisis kasus kejahatan seksual dan disabilitas pada anak

Rujuaan masalah

Tujuan umum

Untuk mengetahui

Bagaimana analisis kasus kejahatan seksual dan disabilitas pada anak

Tujuan khusus

Untuk mengetahui tentang definisi kejahatan seksual dan disabilitas pada anak

Untuk mengetahui penyelesaian masalah pada kasus kejahatan seksual dan disabilitas pada anak

Untuk mengetahui pencegahan masalah kejahatan seksual dan disabilitas pada anak

BAB II

PEMBAHASAN

Definisi kejahatan seksual dan disabilitas pada anak

1 Kejahatan seksual

Kejahatan seksual merupakan semua tindakan seksual, percobaan tindakan seksual, komentar
yang tidak diinginkan, perdagangan seks, dengan menggunakan paksaan, ancaman, paksaan
fisik oleh siapa saja tanpa memandang hubungan dengan korban, dalam situasi apa saja,
termasuk tapi tidak terbatas pada rumah dan pekerjaan. Kejahatan seksual dapat dalam berbagai
bentuk termasuk perkosaan, perbudakan seks dan atau perdagangan seks, kehamilan paksa,
kekerasan seksual, eksploitasi seksual dan atau penyalahgunaan seks dan aborsi.
Kejahatan seksual dikategorikan menjadi:
Non- konsensual, memaksa perilaku seksual fisik seperti pemerkosaan atau penyerangan
seksual.
Psikologis bentuk pelecehan, seperti pelecehan seksual, perdagangan manusia, mengintai,dan
eksposur tidak senonoh tapi bukan eksibisionisme.
Penggunaan posisi kepercayaanuntuk tujuan seksual, seperti pedofilia dan semburit, kekerasan
seksual, dan incest.
Perilaku dianggap oleh Pemerintah tidak sesuai.
Bentuk kejahatan seksual yang paling banyak adalah pelecehan seksual namun ini hanya
berdasarkan keterangan korban dan tidak dapat dibuktikan dengan barang bukti, sedangkan
peringkat kedua adalah pemerkosaan dan pada pemerkosaan selain berdasarkan keterangan
korban juga dapat dibuktikan dengan barang bukti.

2 . Anak disabilitas

Difabel, disabilitas, atau keterbatasan diri (bahasa Inggris: disability) dapat bersifat fisik, kognitif, mental,
sensorik, emosional, perkembangan atau beberapa kombinasi dari ini.

Istilah difabel dan disabilitas sendiri memiliki makna yang agak berlainan. Difabel (different ability—
kemampuan berbeda) didefinisikan sebagai seseorang yang memiliki kemampuan dalam menjalankan
aktivitas berbeda bila dibandingkan dengan orang-orang kebanyakan, serta belum tentu diartikan
sebagai "cacat" atau disabled. Sementara itu, disabilitas (disability) didefinisikan sebagai seseorang yang
belum mampu berakomodasi dengan lingkungan sekitarnya sehingga menyebabkan disabilitas. istilah
disabilitas berasal dari bahasa inggris yaitu different ability yang artinya manusia memiliki kemampuan
yang berbeda. Terdapat beberapa istilah penyebutan menunjuk pada penyandang disabilitas,
Kementerian Sosial menyebut dengan istilah penyandang cacat, Kementerian Pendidikan Nasional
menyebut dengan istilah berkebutuhan khusus dan Kementerian Kesehatan menyebut dengan istilah
Penderita cacat.

Cacat Fisik

Cacat fisik adalah kecacatan yang mengakibatkan gangguan pada fungsi tubuh, antara lain gerak tubuh,
penglihatan, pendengaran, dan kemampuan berbicara. Cacat fisik antara lain: a) cacat kaki, b) cacat
punggung, c) cacat tangan, d) cacat jari, e) cacat leher, f) cacat netra, g) cacat rungu, h) cacat wicara, i)
cacat raba (rasa), j) cacat pembawaan.

Cacat tubuh atau tuna daksa berasal dari kata tuna yang berarati rugi atau kurang, sedangkan daksa
berarti tubuh. Jadi tuna daksa ditujukan bagi mereka yang memiliki anggota tubuh tidak sempurna.

Cacat tubuh dapat digolongkan sebagai berikut:


Menurut sebab cacat adalah cacat sejak lahir, disebabkan oleh penyakit, disebabkan kecelakaan, dan
disebabkan oleh perang.

Menurut jenis cacatnya adalah putus (amputasi) tungkai dan lengan; cacat tulang, sendi, dan otot pada
tungkai dan lengan; cacat tulang punggung; celebral palsy; cacat lain yang termasuk pada cacat tubuh
orthopedi; paraplegia.

b. Cacat Mental

Cacat mental adalah kelainan mental dan atau tingkah laku, baik cacat bawaan maupun akibat dari
penyakit, antara lain: a) retardasi mental, b) gangguan psikiatrik fungsional, c) alkoholisme, d) gangguan
mental organik dan epilepsi.

c. Cacat Ganda atau Cacat Fisik dan Mental

Yaitu keadaan seseorang yang menyandang dua jenis kecacatan sekaligus. Apabila yang cacat adalah
keduanya maka akan sangat mengganggu penyandang cacatnya.Reefani, Nur Kholis. 2013. Panduan Anak
Berkebutuhan Khusus. Yogyakarta: Imperium.

Rahayu, Sugi. Dewi, Utami dan Ahdiyana, Marita. 2013. Pelayanan Publik Bidang Transportasi Bagi
Difabel Di Daerah Istimewa Yogyakarta.

Kasus

1 kejahatan seksual

Catatan tindak kriminalitas seksual terhadap anak di Indonesia bertambah panjang. Seorang ibu
berinisial MF melaporkan kejadian pencabulan QZ, anaknya, yang masih duduk di bangku TK Mexindo,
Bogor. Pencabulan ini diduga dilakukan oleh seorang penjaga sekolah berinisial U.

Dilansir Kompas, pada Mei silam, MF mendapati anaknya merasa kesakitan saat buat air kecil. Awalnya,
MF tidak merasa curiga, tetapi ketika memeriksa celana dalam QZ, ditemukan noda darah. MF pun
membawa QZ ke dokter untuk visum. Dari penjelasan dokter, diketahui bahwa ada benda yang
dipaksakan masuk ke alat kelamin QZ. Sejak itulah MF menduga anaknya telah menjadi korban
pencabulan.
Trauma pun mengiringi QZ sehingga ia sulit diajak berkomunikasi. Setelah dibujuk orangtuanya, QZ pun
mengaku dirinya dicabuli oleh penjaga sekolah. Upaya advokasi pun dilakukan MF. Kasus tersebut
dilaporkannya ke Pemkot dan Dinas Pendidikan Kota Bogor.

Alih-alih mendapat dukungan untuk memperoleh keadilan, Pemkot malah lepas tangan dengan
mengatakan kasus tersebut berada di luar wewenangnya. MF juga kembali menelan kekecewaan setelah
Disdik yang sempat menjanjikan akan menonaktifkan sementara terlapor belum kunjung mewujudkan
janjinya.

MF juga melaporkan kasus anaknya tersebut ke Polresta Bogor tanggal 12 Mei lalu. Namun hingga
Agustus, penjaga sekolah tersebut belum juga ditangkap atau diberhentikan dari tempat kerja. Alat bukti
sudah diserahkan MF, tetapi polisi belum juga bergerak menegakkan keadilan bagi MF dan anaknya.

Menurut pengakuan MF, pihak sekolah bahkan meminta tersangka tidak ditahan dulu. MF kian sakit hati
begitu mendapat tanggapan pihak kepolisian yang saat itu memintanya pasrah saja dan mengatakan
sudah banyak kasus serupa terjadi.

Sumber : https://www.google.com/amp/s/amp.tirto.id/peliknya-kasus-pencabulan-bocah-tk-cu7r

UU terkait :

Penangana :

Dibutuhkan penganagan segera dari pihak berwenag dan sekolah untuk menyelesaikan masalah
tersebut, sehingga tidak dibiarkan berlarut-larut selain itu pemerintah perlua adanya edukasi/sosialisasi
kepeda orang tua tentang pendidikan seks tentang batasan-batasan privasi yang tidak boleh disentuh
oleh orang lain dan tanda-tanda kejahatan seksual.

Mengatasi Trauma Korban

Seiring dengan proses advokasi yang dijalankan keluarga, fokus terhadap kondisi korban pun tidak boleh
luput diperhatikan. Dukungan emosional untuk korban perlu diberikan secara maksimal. Bila korban
belum bisa mengomunikasikan kejadian buruk yang dialaminya, keluarga atau orang dekat lainnya butuh
bersabar dan memahami situasi emosi si korban.

Hal lain yang dapat dilakukan adalah menghindarkan korban untuk kembali ke TKP karena dapat
memperburuk kondisi traumanya. Alih-alih meminta korban untuk beraktivitas seperti sedia kala,
orangtua perlu memberikan rasa aman dulu kepada korban sebelum ia kembali ke sekolah. “Pahami
emosi anak karena sewaktu-waktu, emosinya bisa meledak jika teringat akan kejadian buruk yang
menimpanya. Katakan kepada anak, ‘Nak, Mama tahu kamu sedih, tapi sekarang ada Mama di sini yang
akan menjaga kamu,'," ujar Lia.

Tidak semua orangtua memiliki kecakapan menangani trauma. Bahkan dalam kasus tertentu, bukan tidak
mungkin orang-orang terdekat dengan individu yang trauma mengalami frustrasi dan malah gagal
memberi dukungan moral. Karena itu, pakar psikologi dapat dilibatkan untuk membantu pengentasan
masalah psikis korban melalui pendampingan atau terapi.

2. Disabilitas pada anak

Kasus Denis yang Pipinya Disetrika Contoh Perlakuan Semena-mena Pada Anak Berkebutuhan Khusus

Jumat, 27 Maret 2015 23:04 WIB

luka-bakar-denis_20150324_120707.jpg

Dennis Aprilian (10) yang menjadi korban kekejaman ibu tirinya, Suhemi. Dennis disetrika di bagian pipi
kirinya, seperti tampak dalam foto. - Warta Kota/Junianto Hamonangan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota DPR RI Komisi VIII, KH Maman Imanulhaq menilai, kasus Denis
Aprilian (10), anak yang disetrika ibu tirinya merupakan contoh fakta jika anak berkebutuhan khusus
masih dianggap sebelah mata. Kasus tersebut menyita perhatian publik lantaran kejamnya perilaku sang
ibu tiri terhadap Denis.

Ia menilai, karena berkebutuhan khusus, Denis kerap diperlakukan semena-mena termasuk kekerasan
fisik. Maman menduga kasus Denis bukanlah satu-satunya, sebetulnya banyak kasus serupa namun tidak
muncul ke publik.

“Anak berkebutuhan khusus rentan diperlakuan diskriminatif atau mengalami tindak kekerasan, apalagi
berusia anak-anak, seperti Denis,” kata Maman, Jumat (27/3/2015).
Perlakuan diskriminatif dan kekerasan, menurut Politisi PKB itu, terjadi akibat masih adanya pandangan
keliru. Anak berkebutuhan khusus, kata Maman, seringkali dianggap obyek, tanpa hak, bahkan produk
gagal sehingga tak perlu sekolah dan wajar diperlakukan tak semestinya.

“Bercermin dari kasus Denis, semua pihak mestinya sadar, jika siapapun, termasuk anak berkebutuhan
khusus serta penyandang disabilitas itu sama manusia juga. Mereka punya hak, wajib belajar, dapat
bekerja dan memiliki harapan masa depan lebih baik. Karena itu, sepatutnya dihargai dan dilindungi”,
ungkap Maman.

Agar dapat lebih menghormati, melindungi, memajukan dan memenuhi hak-hak anak berkebutuhan
khusus serta penyandang disabilitas (PD), Maman berpendapat perlu adanya perubahan pandangan baik
itu dari aspek psikologis, sosiologis maupun yuridis.

“DPR sendiri bertekad akan memproses RUU Penyandang Disabilitas untuk diundangkan segera tahun
ini. Bersamaan dengan itu, kesadaran publik sebagai personal atau lembaga untuk menghargai,
melindungi dan memenuhi hak-hak Difabel mesti terus kita dorong sama-sama”, kata Maman.

Sumber : https://www.google.com/amp/s/m.tribunnews.com/amp/metropolitan/2015/03/27/kasus-
denis-yang-pipinya-disetrika-contoh-perlakuan-semena-mena-pada-penyandang-disabilitas

Analisis :

UU yang dilanggar

Pasal 70

Perlindungan Khusus bagi Anak Penyandang

Disabilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59

ayat 2 huruf l dilakukan melalui upaya:


a. perlakuan Anak secara manusiawi sesuai

dengan martabat dan Hak Anak;

b. pemenuhan kebutuhan khusus;

c. perlakuan yang sama dengan Anak lainnya

untuk mencapai integrasi sosial sepenuh

mungkin dan pengembangan individu; dan

d. pendampingan sosial

Penyebab

Hal tersebut dikarenakan penerimaan secara fisik maupun psikologis dari ibu tiri terhadap Denis
dikarenakan Denis bukan anak kandungnya dan berkebutuhan khusus selain itu dari pihak ayah
kurangnya pengawasan untuk istrinya dan selain itu kiranya pengetahuan dari pihak orang tua Denis
bagaimana mendidik anak hal ini dibuktikan tidak terpenuhinya hak-hak dasar anak disabilitas.

Penanganan

Penanganan dari pemerintah dan masyarakat adalah

Pertama, meningkatkan peran serta masyarakat. Hal ini dikarenakan permasalahan yang adaselama ini
dibebankan semata kepada penegak hukum. Hal itu tidak berbanding dengan banyaknya perkara yang
mencuat ke publik. Oleh sebab itu, peran serta masyarakat harus dilibatkan dalam meningkatkan
pencegahan kekerasan terhadap anak. Caranya, dengan memberdayakan jaringan lokal maupun nasional
dengan melakukan update informasi mengenai potensi masyarakat.
Kedua, pemenuhan kebutuhan saran dan prasarana. Seperti panti, rumah aman yang dapat memberikan
rehabilitasi bagi korban kekerasan untuk memberdayakan penanganan kasus anak. Sarana yang ada
memang terbatas. Ujungnya, rehabilitasi pun ditempatkan di Lapas. “Ini masalah kita,” ujarnya.

Ketiga, pemahaman terhadap kapasitas persepsi aparat penegak hukum dalam pencegahan dan
penanganan anak yang sensitif perlu didalami. Ia khawatir bila tidak diubah, maka penanganan perkara
anak disamaratakan dengan penjahat umum lainnya. Padahal, pimpinan Polri sudah mewanti-wanti
terkait dengan masalah gender dan anak mesti ditangani secara khusus, tidak menggunakan cara yang
umum.

Keempat, membuat Standar Operasional Prosedur (SOP). Menurutnya, SOP terkait dengan mekanisme
sistem rujukan, standar lembaga layanan serta model kasus terkait dalam penanganan perkara anak. Tak
kalah penting, melakukan realisasi kebijakan SOP tersebut di masing-masing instans

Penanganan untuk anak

Memberikan konseling jangka panjang untuk menyelesaikan psikologis untuk mengetahui trauma
sehingga tidak mengenagu tumbuh kembang anak dan saat dewasa tidak menjadi pelaku kejahatan
kekerasan pada anak, selain itu pemberian edukadukasi terhadap orangtua anak tentang pemberian hak-
hak untuk anak disabilitas sehingga anak dapat mendapatkan haknya seperti pendidikan, pendapingan
sosial, perlakuan anak secara manusiawi dan lain sebagainya.

Denpasar, IDN Times - Terhitung sudah dua minggu lima gadis di bawah umur diamankan bersama dua
tersangka kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) oleh Ditreskrimum Polda Bali pada Jumat
(4/1) lalu.

Daftar pustaka

https://id.m.wikipedia.org/wiki/Kejahatan_seksual_terhadap_anak_di_Indonesia

https://id.m.wikipedia.org/wiki/Difabel

Penutup

Kesimpulan

Dari kasus diatas dapat disimpulkan bahwa kejahatan seksual bisa dilakukan oleh orang terdekat dan
orang yang tidak dikenal sehingga dibutuhkan edukasi dari orang tua terhadap anak tentang bagian
privasi anggota tubuh yang tidak boleh dipegang oleh orang lain dan tanda-tanda pelecehan seksual.
Sedangkan anak disabilitas dibutuhkan suport dari orangtua tantang pemenuhan kebutuhan khusus
seperti hak pendidikan, hak sosialisasi dan perlakuan yang sama, dari kasus kejahatan seksual dan
disabilitas pada anak dibutuhkan pemagangan segera dari pihak pemerintah terkait sebagai pemangku
kebijakan sehingga kasus tersebut dapat ditangani dan dapat dicegah sehingga tidak menggangu
pertumbuhan dan perkembangan anak.

Saran-saran

1. Orang tua sebagai pendidik anak harus mempunyai pengetahuan terkait tentang kejahatan seksual
dan disabilitas pada anak dan menginformasikan pada anak agar dapat mencegah kasus tersebut selain
itu dibutuhkan pengawasan pada anak bila ada masalah

2. Keikutsertaan pemerintah untuk menangani dan mencegah kasus tersebut sangat dibutuhkan karen
sebagai pemangku kebijakan selain itu dibutuhkan perbaikan fasilitas rehabilitasi untuk pengobatan
pskologis untuk kesembuhan anak.

Anda mungkin juga menyukai