Anda di halaman 1dari 77

BAB 7FUNGSI PERENCANAAN

TUJUAN INSTRUKSIONAL
1. Mahasiswa mampu mendeskripsikan fungsi perencanaan
2. Mahasiswa mampu membedakan jenis-jenis perencanaan
3. Mahasiswa mampu mendeskripsikan manfaat perencanaan
4. Mahasiswa mampu menganalisis kegiatan-kegiatan perencanaan

PENDAHULUAN
Bab 7 menguraikan tentang konsep dasar perencanaan secara teoritis dan aplikatif
di institusi pelayanan kesehatan. Mahasiswa kesehatan masyarakat sangat penting untuk
memahami fungsi perencanaan ini dikarenakan perannya dibutuhkan untuk ikut serta
berkontribusi dalam suatu proses perencanaan, baik dalam sebuah institusi maupun
masyarakat. Pada Bab 7 ini, mahasiswa diberikan dasar-dasar pemahaman tentang
konsep dasar perencanaan, jenis-jenis perencanaan beserta contoh aplikasinya, dan
manfaat perencanaan. Kompetensi mahasiswa disempurnakan dengan uraian tentang
kegiatan perencanaan beserta langkah-langkahnya. Setelah selesai mempelajari bab ini,
mahasiswa akan siap untuk menganalisis suatu peristiwa berkaitan dengan perencanaan
sekaligus membuat langkah-langkah perencanaan suatu program kesehatan tertentu.

7.1 KONSEP DASAR FUNGSI PERENCANAAN


Perencanaan merupakan proses terpenting untuk menjamin keberlangsungan
proses manajemen dalam suatu organisasi. Fungsi perencanaan sangat erat
kaitannya dengan pelaksanaan fungsi manajemen berikutnya, antara lain fungsi
pengorganisasian, pelaksanaan, dan penilaian (Rusniati dan Haq, 2014).
Pada prinsipnya, dalam kegiatan perencanaan inilah akan terjawab beberapa
pertanyaan tentang apa (what), siapa (who), kapan (when), dimana (where),
mengapa (why), dan bagaimana (how) suatu kegiatan dibutuhkan untuk mencapai
tujuan organisasi. Semua pertanyaan tersebut harus dijawab dalam proses
perencanaan melalui kegiatan analisis terhadap sumber daya organisasi dan fakta-
fakta pelaksanaan kegiatan sebelumnya yang kemudian akan dihubungkan dengan
asumsi-asumsi tentang masa yang akan datang. Hasil dari kegiatan perencanaan ini
berupa rumusan kegiatan-kegiatan yang akan diusulkan dan dirancang karena
dianggap perlu untuk pencapaian tujuan organisasi.
Sebagai umat muslim, konsep perencanaan ini juga sudah jelas difirmankan oleh
Allah SWT di dalam Al-Qur’an Surat Al-Hasyr ayat 18 berikut:

Arti ayat tersebut adalah:


“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap
diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan
bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan.”
Ayat tersebut mengajarkan bahwa perencanaan merupakan wujud kehati-hatian
setiap orang untuk menetapkan kegiatan apa yang akan dilakukannya pada masa
yang akan datang. Di dalam ayat tersebut, ada perintah dari Allah untuk bertakwa
yang berarti bahwa dalam merencanakan kegiatan kita juga harus mematuhi
peraturan-peraturan yang ada, sehingga bisa mengurangi tindakan kesalahan pada
saat proses pengawasan dilakukan .
Perencana yang baik di lingkungan pelayanan kesehatan perlu tahu bagian mana
yang paling penting untuk dilihat dan ditingkatkan pelayanannya. Misalnya,
perencanaan pengaturan dalam pelayanan kesehatan meliputi sistem informasi,
perawatan pasien, peningkatan efisiensi, dan produktivitas yang lebih besar.
Hasibuan (2006) menekankan empat alasan pentingnya perencanaan dalam suatu
organisasi, yaitu:
a. Tanpa perencanaan berarti tidak ada tujuan yang ingin dicapai;
b. Tanpa perencanaan tidak ada pedoman pelaksanaan sehingga akan terjadi
pemborosan;
c. Tanpa perencanaan, proses pengendalian tidak dapat dilakukan;
d. Tanpa perencanaan, tidak ada keputusan dan proses manajemen.
Beberapa alasan di atas memperlihatkan bahwa perencanaan merupakan dasar
dari seluruh kegiatan manajemen dalam suatu organisasi. Keberhasilan suatu
organisasi dalam pencapaian tujuan-tujuan yang telah ditetapkan bertumpu pada
proses perencanaan yang dilakukan.
Perencanaan merupakan proses yang wajib dilakukan oleh institusi pelayanan
kesehatan sebagai upaya untuk mengantisipasi kemungkinan peristiwa yang akan
terjadi pada masa yang akan datang. Pada proses perencanaan ini akan disusun
suatu strategi untuk mewujudkan target-target program dan tujuan-tujuan
organisasi. Ada dua alasan mendasar tentang pentingnya perencanaan yaitu
protective benefits dan positive benefits. Protective benefits merupakan proses
antisipasi terhadap kesalahan dalam pengambilan keputusan. Positive benefits
merupakan upaya untuk peningkatan pencapaian tujuan organisasi.
Fungsi perencanaan di bidang kesehatan adalah proses untuk merumuskan
masalah-masalah kesehatan masyarakat, menganalisis ketersediaan sumber daya
yang dimiliki, menentukan kebutuhan, menetapkan tujuan program, dan menyusun
langkah-langkah pelaksanaan program untuk mencapai tujuan organisasi yang telah
ditetapkan. Fungsi perencanaan ini menjadi dasar untuk pelaksanaan fungsi-fungsi
manajemen yang lain secara keseluruhan. Perencanaan inilah yang akan
memberikan gambaran secara detail tentang setiap langkah pengerjaan, orang yang
akan melakukan, waktu pelaksanaan, sehingga pencapaian tujuan bisa efektif dan
efisien.

7.2 JENIS-JENIS PERENCANAAN


Jenis-jenis perencanaan dapat dibedakan berdasarkan beberapa hal, antara lain
(Kristadi, 1995, dalam Athoilah, 2010):
1. Menurut penggunaannya
a. Single use planning merupakan perencanaan yang dibuat untuk satu kali
kegiatan. Bentuk perencanaan ini terlihat pada pembentukan kepanitian
suatu kegiatan tertentu. Contohnya adalah pembentukan Panitia Hari
Kesehatan Nasional ke-54 tahun 2018 untuk menyelenggarakan Lomba
Implementasi Green Hospital. Kegiatan ini dijadikan sebagai momentum
bagi seluruh rumah sakit di Indonesia agar dapat mendukung program
pelayanan kesehatan yang ramah lingkungan (Kementerian Republik
Indonesia, 2018).
b. Repeat planning merupakan bentuk perencanaan yang akan digunakan
secara terus menerus. Perencanaan ini terlihat pada rencana pembuatan
suatu standard operational procedur (SOP) dalam sebuah organisasi.
Pembuatan SOP dalam suatu rumah sakit perlu untuk selalu diperbaharui,
sehingga perlu perencanaan berulang (repeat planning) dilakukan.
Contohnya, pada saat awal penerapan sistem rujukan online peserta Jaminan
Kesehatan Nasional (JKN), setiap pemberi pelayanan kesehatan primer
memerlukan perubahan SOP yang sudah ada sebelumnya (Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial, 2018).

2. Menurut prosesnya
a. Policy planningmerupakan perencanaan yang berupa kebijakan tanpa
dilengkapi teknik pelaksanaan yang rinci, misalnya perencanaan garis besar
haluan negara (GBHN), Undang-undang tentang Rumah Sakit, dan lain-
lain.
b. Program planning merupakan perencanaan lanjutan dari policy planning
yang lebih rinci dan dilakukan oleh badan-badan khusus negara yang
berwenang, seperti Bappenas. Program planning ini memuat, antara lain:
1) Rincian tugas yang akan dilakukan;
2) Sumber dan bahan yang diperlukan;
3) Biaya, personalia, situasi, dan kondisi pekerjaan;
4) Prosedur kerja;
5) Struktur organisasi kerja.
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang diselenggarakan oleh Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) merupakan salah satu contoh
program planning yang ditetapkan oleh pemerintah. Program JKN ini
diharapkan menjadi program yang dapat menyelesaikan permasalahan
pembiayaan kesehatan yang semakin kompleks. Dalam perencanaan
program ini, berbagai macam rincian tugas, struktur organisasi, prosedur
kerja, pembiayaan, dan lain sebagainya telah direncanakan dengan sangat
baik oleh pemerintah melalui beberapa kebijakan yang telah ditetapkan.
Kebijakan-kebijakan tersebut antara lain UU No. 40 tahun 2004 tentang
Sistem Jaminan Sosial Nasional, UU No. 24 tahun 2011 tentang BPJS, PP
No. 101 tahun 2012 tentang Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan,
dan kebijakan-kebijakan lainnya (Kementerian Kesehatan RI, 2014).
c. Operational planning merupakan perencanaan kerja yang merinci cara-cara
melakukan pekerjaan untuk mencapai tujuan agar lebih efektif dan efisien.
Perencanaan ini memuat analisis program planning, penetapan prosedur
kerja, metode-metode kerja, dan menentukan tenaga pelaksana. Misalnya,
perencanaan program pemasangan Intra Uterine Device (IUD) gratis pada
poliklinik obgyn di rumah sakit yang bekerjasama dengan bidan-bidan desa
dalam satu wilayah kabupaten. Dalam perencanaan ini akan diuraikan
secara detail tentang teknik pelaksanaan, seperti kriteria wanita usia subur
(WUS) yang bisa mengikuti program, peran dan tanggung jawab bidan desa,
dan prosedur pelayanan saat di rumah sakit.
3. Menurut jangka waktu
a. Perencanaan jangka panjang merupakan perencanaan kegiatan dengan
waktu pelaksanaannya lebih dari 10 tahun. Ukuran keberhasilannya masih
sangat umum dan tidak terperinci. Perencanaan jangka panjang ini akan
memberikan arah untuk perencanaan jangka pendek dan jangka menengah.
Perencanaan jangka panjang ini biasanya terlihat pada perencanaan strategis
yang ditetapkan oleh rumah sakit. Sebagai contoh, perencanaan strategis
yang dikembangkan oleh RS Pertamina Jaya agar sejalan dengan upaya
pencapaian visi rumah sakit. Pada tahun 2010, rumah sakit tersebut
memiliki akreditasi C. Visi RS Pertamina Jaya adalah menjadi institusi
kesehatan yang mampu bersaing di era globalisasi dengan pelayanan
berstandar internasional tahun 2020. Rencana ini ingin dicapai dalam jangka
watktu 10 tahun (Karmawan, 2016).
b. Perencanaan jangka menengah merupakan perencanaan kegiatan yang
pelaksanaannya memerlukan waktu lima tahun. Perencanaan ini
menjabarkan hal-hal yang ditetapkan dalam perencanaan jangka panjang.
Apabila diaplikasikan pada rumah sakit, rencana jangka menengah ini
berupa uraian lebih detail dari rencana strategis yang telah ditetapkan sesuai
dengan visi misi. Misalnya, RS Pertamina Jaya yang memiliki rencana
strategis sebagaimana diuraikan pada poin a, menguraikan menjadi
beberapa rencana jangka menengah untuk pencapaiannya, seperti
memperoleh akreditasi B, memperoleh sertifikat standar mutu internasional,
dan menambah unit pelayanan poliklinik spesialis pada tahun 2015 (yang
akan dicapai selama periode waktu 2010-2015).
c. Perencanaan jangka pendek merupakan perencanaan dalam jangka waktu
pendek (1-2 tahun). Sebagai contoh, RS Pertamina Jaya yang memiliki
orientasi berstandar internasional harus membuat rincian rencana jangka
pendek yang harus dicapai. Perencanaan ini cenderung bersifat operasional
dan detail untuk pelaksanaan dan pencapaian kegiatannya.
4. Menurut wilayah pelaksanaan
Penerapan perencanaan menurut wilayah dapat dicontohkan dalam pelaksanaan
Program Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (GERMAS) oleh Kementerian
Kesehatan. Program ini perlu partisipasi seluruh pihak mulai dari lini paling
bawah hingga paling atas. Oleh karena itu, perlu adanya perencanaan yang
harus dilakukan berdasarkan batasan wilayah (Kementerian Kesehatan, 2018).
a. Rural planning merupakan perencanaan di tingkat wilayah desa. Pendataan
kesehatan keluarga di tingkat desa menjadi tanggung jawab bidan desa yang
didukung oleh perangkat desa setempat. Hal ini memerlukan perencanaan
yang baik dan terintegrasi sehingga program ini akan dimasukkan ke dalam
rural planning di tingkat desa.
b. City planning merupakan perencanaan kota. Pelaksanaan Program
GERMAS membutuhkan peran dari pihak kota dalam hal penyediaan sarana
dan prasarana untuk mendukung pelaksanaan aktivitas fisik sebagai salah
satu target dalam program tersebut. Pihak kota harus membuat city planning
untuk mewujudkan target tersebut.
c. Regional planningmerupakan perencanaan tingkat wilayah kabupaten
ataupun kota. Menteri Kesehatan menegaskan bahwa Program GERMAS
ini membutuhkan kerjasama lintas sektor, termasuk Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota. Pemerintah daerah memiliki peran untuk melakukan
advokasi kepada gurbernur agar menerbitkan surat terkait kebijakan
pelaksanaan Program-program GERMAS, pendekatan kepada tokoh agama
(ToMa) dan tokoh masyarakat (ToGa) untuk keberhasilan pelaksanaan
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), penyebarluasan informasi tentang
Program GERMAS, dan beberapa peran lainnya. Berbagai bentuk dukungan
tersebut sebaiknya dibuatkan regional planning sehingga pelaksanaannya
bisa dilaksanakan secara efektif dan efisien (Kementerian Kesehatan, 2019).
d. National planningmerupakan perencanaan tingkat nasional (negara).
Perencanaan ini terlihat dari berbagai macam rencana kegiatan yang
dilakukan oleh pihak Kementerian Kesehatan. Perannya meliputi
peningkatan kapasitas sumber daya manusia, kegiatan sosialisasi, pelatihan,
dukungan sarana dan prasarana pelayanan kesehatan, dukungan kegiatan
operasional melalui dana dekonsentrasi, advokasi kebijakan, dan lain
sebagainya. Oleh karena itu, setiap target kegiatan yang akan dilakukan
tersebut harus dibuat sebuah national planning yang lengkap (Kementerian
Kesehatan, 2019).

7.3 MANFAAT PERENCANAAN


Perencanaan perlu dilakukan oleh setiap organisasi dikarenakan memiliki beberapa
manfaat, antara lain (Daud, 2004):
1. Mengimbangi ketidakpastian dan perubahan
Proses perencanaan merupakan salah satu kegiatan antisipasi terhadap
kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi pada waktu yang akan datang.
Dalam proses perencanaan, semua orang yang terlibat akan melakukan
pengkajian terhadap perubahan kebijakan, tuntutan dari masyarakat dan
stakeholder, serta rencana peningkatan kualitas pelayanan yang kemungkinan
akan dihadapi oleh organisasi. Hasil pengkajian dalam proses perencanaan
tersebut akan bermanfaat bagi organisasi sehingga lebih siap untuk menghadapi
ketidakpastian ataupun perubahan yang akan terjadi pada masa yang akan
datang.
Ketidakpastian dan perubahan ini sering terjadi pada naik turunnya angka
kesakitan, angka kematian ibu dan anak, status gizi, maupun kasus penyakit
infeksi yang terjadi di masyarakat. Perencanaan Program GERMAS menjadi
salah satu wujud untuk mengatasi ketidakpastian tersebut. Wujud perencanaan
programnya berorientasi pada peningkatan upaya promotif dan preventif
sebagai upaya antisipasi terhadap ketidakpastian tersebut. Hal ini terlihat pada
Rencana Aksi Program Kesehatan Masyarakat Tahun 2015-2019 yang telah
disusun oleh Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia.
2. Fokus terhadap sasaran
Adanya perencanaan yang jelas pada awal proses manajemen akan menjadi
‘kompas’ untuk seluruh anggota organisasi. Setiap anggota organisasi akan
lebih fokus dan terarah untuk melakukan pekerjaan sesuai dengan sasaran
kegiatan yang telah direncanakan sebelumnya. Pada Rencana Aksi Program
Kesehatan Masyarakat Tahun 2015-2019, Kementerian Kesehatan RI sangat
jelas sekali menetapkan target dan sasaran pada setiap programnya. Misalnya,
pada program kegiatan gizi masyarakat, sasaran programnya terdiri atas:
a. ibu hamil kurang energi kronik (KEK) yang mendapatkan makanan
tambahan sebesar 65%
b. ibu hamil yang mendapatkan tablet tambah darah (TTD) sebesar 44%
c. bayi usia kurang dari enam bulan yang mendapatkan ASI eksklusif sebesar
44%
d. bayi baru lahir mendapatkan inisiasi menyusu dini (IMD) sebesar 44%
e. balita kurus yang mendapatkan makanan tambahan sebesar 80%
f. remaja putri yang mendapatkan TTD sebesar 20%.
Adanya fokus sasaran program dalam perencanaan ini akan memudahkan
petugas kesehatan semakin terarah untuk memberikan intervensi maupun
pendampingan terhadap kelompok-kelompok sasaran tersebut.
3. Efisiensi pelaksanaan kegiatan
Dalam proses perencanaan dilakukan analisis terhadap kegiatan-kegiatan yang
telah dilaksanakan, ketersediaan sumber daya yang dimiliki, dan ketercapaian
kegiatan yang telah dilakukan sebelumnya. Proses perencanaan ini akan
bermanfaat untuk efisiensi sumber daya yang dimiliki oleh organisasi, sehingga
dapat menekan pemborosan-pemborosan yang kemungkinan akan terjadi.
Hasil analisis program sebelumnya akan menghasilkan daftar indikator-
indikator pencapaian program apa saja yang perlu dimasukkan atau tidak perlu
dimasukkan ke dalam perencanaan saat ini. Sebagai contoh, tujuan program
untuk mengatasi kejadian ibu hamil yang kurang energi kronik (KEK)
menetapkan kriteria ibu hamil sebagai sasaran agar pelaksanaan program
semakin efisien. Kriteria ibu hamil tersebut yaitu yang memiliki ukuran lingkar
lengan atas (LiLA) <23,5 cm yang mendapat makanan tambahan dalam bentuk
pabrikan atau bahan pangan lokal minimal selama 90 Hari Makan Ibu (HMI)
secara berturut-turut. Cara perhitungannya adalah jumlah ibu hamil KEK yang
mendapatkan makanan tambahan dibagi jumlah ibu hamil KEK yang ada di
suatu wilayah pada periode tertentu dikali dengan 100%.
4. Mempermudah pengawasan
Perencanaan akan mempermudah pimpinan dalam melakukan pengawasan. Hal
ini dikarenakan dalam proses perencanaan akan disusun kegiatan yang disertai
tujuan, sasaran, dan indikator pencapaiannya. Adanya indikator ini menjadi
ukuran bagi pimpinan/pengawas untuk melihat ketercapaian pekerjaan yang
dilakukan oleh karyawan di bawahnya lalu ditindaklanjuti dengan pengambilan
keputusan.
Selain untuk ketercapaian efisiensi program kegiatan, adanya indikator juga
bertujuan untuk mempermudah pengawasan. Indikator sasaran untuk
meningkatkan persentase pemberian makanan tambahan untuk ibu hamil KEK
memerlukan rencana pengawasan yang akan dilakukan. Oleh karena itu,
Menteri Kesehatan menetapkan waktu pelaporannya setiap satu bulan sekali
dengan penanggung jawabnya petugas gizi di puskesmas. Mekanisme pelaporan
dilakukan secara online melalui website SiGizi dan formulir pencatatan
pemberian makanan tambahan ibu hamil KEK. Dengan adanya rencana
pelaporan ini akan sangat mempermudah proses pengawasan terhadap
keberhasilan pelaksanaan program.

7.4 KEGIATAN-KEGIATAN PERENCANAAN


Kegiatan-kegiatan perencanaan perlu dilakukan secara berurutan dan sistematis
agar menghasilkan kejelasan untuk melaksanakan kegiatan organisasi pada masa
yang akan datang. Langkah-langkah kegiatan perencanaan tersaji pada Gambar 7.1.
a. Forecasting (Peramalan)
Forecasting (Peramalan) adalah menyusun suatu perkiraan kasar dengan
mengantisipasi situasi pada masa depan. Dalam bidang pelayanan kesehatan,
peramalan sangat diperlukan untuk mempersiapkan kegiatan peningkatan kualitas
pelayanan kesehatan. Tujuan dari peramalan ini untuk mengurangi ketidakpastian
pada masa yang akan datang, sehingga memperoleh suatu perkiraan yang
mendekati keadaan yang sebenarnya. Ada beberapa faktor yang harus
dipertimbangkan pada proses peramalan, antara lain: 1) cakupan waktu; 2)
ketersediaan data; 3) ketersediaan biaya; dan 4) metode peramalan yang digunakan.

Forecasting B Schedule
u
d
g
Objectives Procedure
e
t
i
Policy n Programming
g

Gambar 17. Langkah-langkah Perencanaan


(Sumber: Daud, 2004)

Ada tiga tipe peramalan yang utama dalam perencanaan, yaitu (Husnayetti,
2008):
1) Peramalan ekonomi (economic forecast) menjelaskan tentang perkiraan
siklus ekonomi yang terjadi (tingkat inflasi), ketersediaan dana, dana yang
dibutuhkan untuk pembangunan, dan indikator perencanaan ekonomi yang
lain. Sebagaimana pada pencapaian Program GERMAS yang sedang
dicanangkan oleh pemerintah yang dilaksanakan secara nasional, sehingga
memerlukan peramalan ketersediaan dana yang mendukung program
tersebut. Tingkat pemerintah desa hingga provinsi akan bersama-sama
menganalisis ketersediaan dana yang akan dialokasikan untuk program
tersebut agar benar-benar berjalan lancar dan sesuai dengan target
pelaksanaan.
2) Peramalan teknologi (technological forecast) memperhatikan
perkembangan teknologi yang dapat dimanfaatkan untuk mendukung
kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan. Pemanfaatan teknologi sangat
penting untuk efisiensi pelaksanaan program. Seperti proses sosialisasi
Program GERMAS melalui media elektronik (televise) sangat efektif dan
efisien untuk menyebarkan informasi program kepada masyarakat luas.
3) Peramalan permintaan (demand forecast) merupakan perkiraan permintaan
terhadap produk atau jasa yang dimiliki oleh organisasi. Peramalan ini
bertujuan untuk memperkirakan pengendalian proses dan kualitas
pelayanan, pemasaran, dan kebutuhan sumber daya manusia. Hal ini juga
diterapkan dalam pelaksanaan Program Germas. Contohnya adalah
peramalan jumlah ibu hamil KEK di suatu wilayah diperlukan untuk
melakukan peramalan permintaan terhadap pemberian makanan tambahan
dalam Program GERMAS.
b. Establishing Objective (penetapan tujuan)
Penetapan tujuan merupakan kegiatan menentukan hal-hal yang akan dicapai.
Tujuan ini dapat dirinci menjadi tujuan jangka panjang, menengah, dan jangka
pendek. Penjabaran masing-masing tujuan ini berdasarkan faktor situasional
dan kondisional yang terjadi dalam organisasi. Apabila diterapkan dalam
pelaksanaan Program Germas di Indonesia, masing-masing tujuan tersebut bisa
diuraikan sebagai berikut:
1) Tujuan jangka panjang adalah meningkatkan status kesehatan masyarakat
dan daya tanggap serta perlindungan masyarakat terhadap risiko sosial dan
finansial di bidang kesehatan
2) Salah satu tujuan jangka menengah adalah menurunkan angka kematian
bayi dari 32 menjadi 24 per 1.000 kelahiran hidup.
3) Tujuan jangka pendek dari tujuan menengah (pada nomor 2) adalah bayi
usia kurang dari enam bulan yang mendapatkan ASI eksklusif sebesar 44%
dan bayi baru lahir mendapatkan inisiasi menyusu dini (IMD) sebesar 44%.
c. Policy (kebijakan)
Pencapaian tujuan akan dirinci menjadi suatu program-program kegiatan.
Pelaksanaan program kegiatan tersebut memerlukan adanya kebijakan yang
akan dijadikan pedoman yang bisa mengikat para anggota organisasi untuk
melaksanakannya. Setiap kegiatan harus diidentifikasi secara cermat agar dapat
mencapai tujuan secara tepat.
d. Programming (Pemrograman)
Segala hal yang telah dilakukan pada tahap peramalan, penetapan tujuan, dan
kebijakan akan menjadi dasar untuk menyeleksi kegiatan. Kegiatan yang dipilih
sebaiknya berdasarkan skala prioritas dengan mempertimbangkan waktu dan
dana, serta dampak terhadap pencapaian tujuan.
e. Procedure
Setelah program dipilih dengan berbagai pertimbangan, selanjutnya menyusun
langkah-langkah kegiatan beserta prosedur kegiatannya. Ada tiga aktivitas yang
dilakukan untuk kegiatan ini, yaitu:
1) Pembuatan skala prioritas mempertimbangkan beberapa hal yang menjadi
prioritas kegiatan, meliputi besarnya kontribusi kegiatan untuk pencapaian
kegiatan, periode waktu pelaksanaan, dan dukungan sumber daya (tenaga,
biaya, dan peralatan)
2) Mengurutkan kegiatan dilakukan dengan cara memastikan kembali urutan
kegiatan sehingga jelas kegiatan yang menjadi prioritas utama.
3) Menyusun langkah-langkah kegiatan yang diperlukan untuk seluruh anggota
organisasi agar lebih memahami hal-hal apa yang harus dilakukan untuk
melaksanakan kegiatan yang direncanakan secara rinci, baik dalam tim
maupun individu.
f. Developing Procedures (Pengembangan prosedur)
Kegiatan yang telah ditetapkan sebagai prioritas beserta langkah-langkahnya
harus diperjelas tenaga yang akan melaksanakan dan bertanggung jawab,
penetapan waktu pelaksanaan, jenis kegiatan, dan tempat pelaksanaan kegiatan.
Adanya jadwal ini akan menjadi pedoman pelaksanaan kegiatan sesuai rencana.
Pada Rencana Aksi Program Kesehatan Masyarakat Tahun 2015-2019 dengan
sangat jelas telah ditetapkan definisi operasional target program, formula/cara
perhitungan, sumber data, waktu pelaporan, penanggung jawab, dan mekanisme
pelaporan. Hal ini akan mempermudah pencapaian tujuan program kegiatan.
g. Budgeting (penganggaran)
Pada saat penentuan program dilakukan, organisasi juga sudah harus
memikirkan tentang pembiayaannya karena sumbernya yang terbatas. Ada dua
hal yang perlu menjadi perhatian dalam hal pembiayaan, yaitu akuntabilitas dan
transparansi.

RANGKUMAN
Perencanaan merupakan proses terpenting untuk menjamin keberlangsungan proses
manajemen dalam suatu organisasi. Pada prinsipnya, dalam kegiatan perencanaan inilah
akan terjawab beberapa pertanyaan tentang apa (what), siapa (who), kapan (when),
dimana (where), mengapa (why), dan bagaimana (how) suatu kegiatan dibutuhkan untuk
mencapai tujuan organisasi.

Jenis-jenis perencanaan dapat dibedakan berdasarkan atas penggunaannya, prosesnya,


jangka waktu, dan wilayah pelaksanaan.

Perencanaan sangat bermanfaat untuk mengimbangi ketidakpastian dan perubahan,


fokus terhadap sasaran, efisiensi pelaksanaan kegiatan, dan mempermudah pengawasan.

Langkah-langkah perencanaan dimulai dengan proses forecasting (peramalan),


establishing objective (penetapan tujuan), policy (kebijakan), programming
(pemrograman), procedure, developing procedures (pengembangan prosedur), dan
budgeting (penganggaran).

SOAL-SOAL PENDALAMAN
Tipe A: Soal Menjodohkan
Perhatikan setiap pernyataan di bawah ini! Pahami dan pilihlah salah satu jenis
perencanaan yang sesuai dengan pernyataan tersebut!

1. Sebuah rumah sakit membuat suatu perencanaan strategis yang diselaraskan dengan
visi rumah sakit untuk 25 tahun ke depan. Oleh karena itu, pihak rumah sakit
melibatkan stakeholder, ikatan profesi kesehatan, LSM, dan pihak-pihak yang
terlibat dalam penyelenggaraan rumah sakit.
2. Standar operasional prosedur (SOP) alur pelayanan rawat jalan mengalami
perubahan yang signifikan dikarenakan adanya kebijakan baru tentang verifikasi
pasien jaminan kesehatan nasional (JKN) yang menggunakan sistem rujukan online.
Hal ini berdampak pada perencanaan yang akan dibuat oleh pihak manajemen rumah
sakit.
3. Pemerintah merencanakan kebijakan tentang kesehatan secara umum sebagai bahan
acuan kebijakan-kebijakan teknis lainnya.
4. Program GERMAS merupakan program pemerintah yang juga didukung oleh
gubernur dan bupati di seluruh wilayah di Indonesia. Hal ini terlihat pada beberapa
program pemerintah daerah tersebut yang mulai merencanakan program GERMAS
ke seluruh lini pemerintahan, baik kesehatan maupun nonkesehatan.
5. Dalam rangka menyambut Hari Kemerdekaan 17 Agustus 2019, seluruh institusi
pemerintah di kabupaten harus berpartisipasi dalam kegiatan karnaval yang akan
diadakan. Oleh karena itu, Direktur Rumah Sakit segera membentuk kapanitiaan
kegiatan dan merencanakan anggaran yang diperlukan.
6. Prevalensi penyakit rubella yang diderita oleh anak-anak semakin mengkhawatirkan.
Hal ini mendorong Kementerian Kesehatan segera merencanakan program imunisasi
MR (measless rubella) secara serentak sehingga mulai disusunlah penetapan
prosedur kerja, metode-metode kerja, dan menentukan tenaga pelaksananya.
7. Program Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (GERMAS) merupakan salah satu
program terobosan Kementerian Kesehatan untuk berkontribusi dalam penurunan
biaya pelayanan kesehatan yang semakin tinggi. Program ini telah disiapkan dengan
sanat baik oleh pemerintah meliputi berbagai macam rincian tugas, struktur
organisasi, prosedur kerja, pembiayaan, dan lain sebagainya.
8. Pemerintah desa dituntut oleh pemerintah untuk mendukung pelaksanaan program
GERMAS melalui kerjasama dengan bidan desa setempat. Hal ini diutamakan untuk
mendata kesehatan keluarga di satu wilayah desa, sehingga pemerintah desa harus
melakukan perencanaan untuk hal ini.
Pilihan Jawaban:
A. City planning G. Repeat planning
B. Regional planning H. Policy planning
C. Rural planning I. Program planning
D. National planning J. Operational planning
E. Perencanaan jangka panjang K. Perencanaan jangka menengah
F. Single use planning L. Perencanaan jangka pendek

Tipe B: Soal Analisis


1. Proses perencanaan merupakan tahapan terpenting dalam suatu proses manajemen.
Menurut Anda, dampak apa yang akan timbul jika suatu organisasi tidak melakukan
proses perencanaan dengan baik?
2. Buatlah suatu narasi kasus proses perencanaan dalam suatu institusi pelayanan
kesehatan (puskesmas, rumah sakit, dinas kesehatan) yang memiliki kebermanfaatan
untuk mengimbangi ketidakpastian dan perubahan, fokus terhadap sasaran, efisiensi
pelaksanaan kegiatan, dan mempermudah pengawasan!
DAFTAR PUSTAKA
Athoillah A. 2010. Dasar-dasar Manajemen. Bandung: Pustaka Setia.
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, R., 2018. Rujukan Online Semakin
Mempermudah Pasien Kami. Available at: https://bpjs-
kesehatan.go.id/bpjs/index.php/post/read/2018/931/Rujukan-Online-Semakin-
Mempermudah-Pasien-Kami.
Daud J. 2004. Prosedur Perencanaan. Medan: Universitas Sumatera Utara.
https://www.enotes.com/homework-help/four-functions-management-health-care-
setting-769933
Husnayetti. 2008. Anggaran Perusahaan. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Karmawan, B., 2016. Penyusunan Rencana Strategis Rumah Sakit Pertamina Jaya
Tahun 2017-2022. Jurnal Administrasi Rumah Sakit, 2(2), pp.115–126.
Kementerian Kesehatan, R., 2019. Pentingnya peran lintas sektor demi wujudkan
germas,
Kementerian Kesehatan, R., 2018. RENCANA AKSI PROGRAM KESEHATAN
MASYARAKAT TAHUN 2015-2019,
Kementerian Republik Indonesia, R., 2018. Pengumuman Lomba Implementasi Green
Hospital HKN ke-54.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Kumpulan UU dan Peraturan
tentang JKN. Available at: www.depkes.go.id/article/view/MCN-14010001/info-
terkini-kumpulan-uu-dan-peraturan-tentang-jkn.html
Rusniati dan Haq, A. (2014). Perencanaan Strategis dalam Perspektif Organisasi. Jurnal
Intekna, Tahun XIV, No. 2, November 2014: 102 – 209.
BAB 8FUNGSI PENGORGANISASIAN

TUJUAN INSTRUKSIONAL
1. Mahasiswa mampu menjelaskan konsep dasar fungsi pengorganisasian
2. Mahasiswa mampu membedakan departementalisasi
3. Mahasiswa mampu menganalisis rantai komando dalam suatu organisasi
4. Mahasiswa mampu membedakan sistem sentralisasi dan desentralisasi
5. Mahasiswa mampu menjelaskan konsep delegasi

PENDAHULUAN
Bab 8 membahas suatu konsep yang penting dalam suatu manajemen. Fungsi
pengorganisasian merupakan proses yang menentukan keberhasilan pelaksanaan fungsi
manajemen secara efektif dan efisien. Pada bab ini, mahasiswa akan belajar tetang
konsep dasar fungsi manajemen dan pembagian tugas melalui proses departementalisasi
beserta rantai komandonya. Selain itu, mahasiswa juga akan mempelajari tentang
konsep delegasi dalam suatu institusi pelayanan kesehatan. Mahasiswa kesehatan
masyarakat harus memiliki kompetensi untuk belajar mengorganisasikan suatu
kelompok, baik dalam suatu institusi maupun masyarakat secara umum. Oleh karena
itu, setelah mempelajari Bab 8 ini, mahasiswa akan lebih memahami dan siap untuk
mempraktikkan konsep-konsep pengorganisasian dalam pembelajaran di lapangan.

8.1 KONSEP DASAR FUNGSI PENGORGANISASIAN


Fungsi pengorganisasian merupakan salah satu fungsi manajemen untuk
menghubungkan orang-orang yang ada di dalam organisasi berdasarkan tugas dan
fungsinya masing-masing. Proses ini dilakukan dengan cara pembagian tugas,
wewenang, dan tanggung jawab secara jelas dan terperinci sesuai dengan tiap-tiap
bidang/bagian organisasi. Fungsi pengorganisasian ini bertujuan untuk
mengintegrasikan seluruh kegiatan yang berbeda-beda antar-bidang sehingga saling
terhubung satu sama lain agar bisa bersinergis dan bekerjasama untuk mencapai
tujuan organisasi. Dalam fungsi pengorganisasian, pihak manajemen juga berperan
untuk menyusun struktur organisasi. Dalam manajemen layanan kesehatan, ini dapat
mencakup hal-hal seperti mengembangkan pekerjaan baru, mendesain ulang
pekerjaan saat ini untuk meningkatkan integrasi vertikal, atau meningkatkan atau
mengurangi spesialisasi penugasan pekerjaan untuk meningkatkan produktivitas di
dalam departemen.
Ajaran tentang pengorganisasian yang baik dalam Islam telah difirmankan oleh
Allah SWT dalam Al-qur’an surat As-Saff ayat 4

Arti ayat tersebut adalah:


“Sesungguhnya Allah menyukai orang yang berpegang di jalan-Nya dalam
barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun
kokoh.”
Ayat tersebut mengajarkan bahwa suatu organisasi itu ibarat suatu bangunan
yang terdiri atas unit-unit yang kecil dan saling bersinggungan (menempel) satu
dengan yang lainnya. Apabila dianalogikan suatu barisan adalah sekumpulan unit-
unit dalam organisasi yang harus ditata rapi dan teratur dalam melakukan
pekerjaannya masing-masing. Susunan yang kokoh memiliki arti kuat yang bisa
diinterpretasikan adanya kekuatan dalam sekelompok unit untuk mencapai tujuan
organisasi.
Apabila diuraikan secara rinci, beberapa hal yang dilakukan dalam fungsi
pengorganisasian antara lain (Ismail, 2009):
1. Membagi pekerjaan ke dalam tugas-tugas operasional
2. Mengelompokkan tugas-tugas ke dalam posisi-posisi secara operasional
3. Menggabungkan jabatan-jabatan yang operasional ke dalam unit-unit yang
saling berkaitan
4. Memilih dan menempatkan orang untuk pekerjaan yang sesuai
5. Menjelaskan persyaratan setiap jabatan
6. Menyesuaikan wewenang dan tanggung jawab bagi setiap anggota
7. Menyediakan berbagai fasilitas untuk pegawai
8. Menyelaraskan organisasi sesuai dengan petunjuk hasil pengawasan
8.2 LANGKAH-LANGKAH PENGORGANISASIAN
Ada beberapa langkah yang dilakukan dalam fungsi pengorganisasian.
Pengorganisasian dalam pelayanan kesehatan primer (puskesmas) yang akan
dijadikan sebagai contoh dalam pembahasan ini. Sebagaimana contoh program yang
sudah dibahas pada baba sebelumnya, penulis akan memberikan ilustrasi langkah-
langkah perencanaan dalam Program GERMAS. Apabila dirinci, langkah-langkah
pengorganisasian meliputi (Umar, 2003):
1. Merinci seluruh pekerjaan yang harus dilaksanakan organisasi agar sesuai
dengan visi dan misinya. Sebagaimana yang telah diuraikan pada pembahasan
perencanaan, penetapan tujuan program kegiatan apapun yang diselenggarakan
oleh organisasi pelayanan kesehatan, termasuk puskesmas, disesuaikan dengan
visi puskesmas yang telah ditetapkan. Dari tujuan-tujuan tersebut, baik jangka
panjang, menengah, maupun jangka pendek, Program GERMAS menjadi
program utama yang harus didukung penuh oleh puskesmas untuk ikut
mengkampanyekan kegiatan aktivitas fisik, konsumsi buah dan sayur, dan
memeriksakan kesehatan secara rutin. Inilah yang akan dirinci menjadi bentuk-
bentuk pekerjaan oleh pegawai yang ada di puskesmas.
2. Membagi beban kerja ke dalam aktivitas-aktivitas yang secara logis dan
memadai dapat dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang.
GERMAS merupakan program nasional yang akan melibatkan seluruh lini dari
yang paling bawah hingga paling atas. Lini paling bawah dilakukan oleh
puskesmas yang bertugas untuk mengumpulkan data kesehatan keluarga.
Pendataan inipun juga tidak terlepas dari dukungan bidan desa dan pemerintahan
desa setempat. Pimpinan daerah kabupaten/lota juga memiliki peran dan tugas
untuk menetapkan kebijakan dan mensosialisasikan berbagai kegiatan yang
diarahkan untuk mewujudkan tercapainya Program GERMAS pada masyarakat.
3. Mengintegrasikan pekerjaan anggota organisasi dengan cara-cara yang
logis dan efisien sehingga menjadi satu kesatuan yang harmonis. Integrasi
pekerjaan anggota organisasi terlihat pada proses koordinasi yang baik selama
pelaksanaan kegiatan berdasarkan prosedur yang telah ditetapkan. Hal ini
terutama terlihat pada kegiatan pelaporan GERMAS yang menjadi tanggung
jawab tenaga kesehatan di puskesmas pada level yang paling bawah. Kemudian
secara berjenjang pelaporan tersebut dilaporkan secara kolektif di tingkat
kabupaten/kota yang akan menjadi data dasar untuk pelaporan ke pemerintah
pusat.
4. Memantau pelaksanaan setiap kegiatan dalam organisasi dan
meningkatkan efektivitas organisasi. Pemantauan setiap program dan sasaran
dalam GERMAS berbeda-beda. Hal ini disesuaikan dengan target sasaran
program, misalnya pemantauan pemberian tablet tambah darah pada ibu hamil
setiap 90 hari, pemantauan pemberian ASI eksklusif pada bayi baru lahir setiap
enam bulan sekali, dan lain sebagainya. Adanya kejelasan indikator dan waktu
pelaksanaan mempermudah pimpinan untuk melakukan pemantauan terhadap
pencapaian tujuan program yang efektif.

8.3 DEPARTEMENTALISASI
Departementalisasi adalah pengelompokan fungsi-fungsi yang saling berkaitan
dalam suatu unit untuk mencapai efektivitas dan efisiensi dalam organisasi. Unsur-
unsur utama dalam departementalisasi antara lain fungsi, proses, produk, pasar,
pelanggan, dan area geografis (Robbins, 2015).
Pemahaman departementalisasi ini sebenarnya lebih mudah dipahami dengan
mengkaji organisasi pelayanan kesehatan yang berbentuk institusi, seperti
puskesmas, rumah sakit, klinik, dan lain sebagainya. Pada bagian ini, penulis akan
memberikan ilustrasi departementalisasi dalam sebuah rumah sakit.
8.3.1 Fungsi
Pengelompokan unit organisasi berdasarkan fungsi dibedakan menjadi beberapa
bagian, antara lain pemasaran, keuangan, dan produksi/pelayanan. Apabila
karyawan dalam setiap unit tersebut terlalu berfokus pada bidangnya
dibandingkan keseluruhan bidang yang ada, hal ini bisa menjadi masalah bagi
organisasi. Meskipun fungsi setiap unit berfokus pada spesifik kegiatan tertentu,
akan tetapi tanggung jawab pelaksanaannya akan berkaitan dengan unit yang
lain. Contoh departementalisasi berdasarkan fungsi terlihat pada Gambar 18.

Direktur

Pelayanan Pemasaran Keuangan


Gambar 18. Departementalisasi berdasarkan fungsi (Sumber: Robbins, 2015)
8.3.2 Proses
Pengelompokan unit organisasi berdasarkan proses yang dilakukan di dalam
organisasi tersebut. Pembentukan unit berdasarkan proses disesuaikan dengan
jenis organisasinya. Misalnya, organisasi dalam bentuk perusahaan manufaktur
memiliki departemen khusus meliputi desain, perawatan mesin, painting and
finishing.

Direktur

Desain Perawatan Painting and


Finising

Gambar 19. Departementalisasi berdasarkan proses (Sumber: Robbins, 2015)


8.3.3 Produk
Organisasi yang bergerak di bidang produksi untuk menghasilkan suatu produk
tertentu, baik barang maupun jasa, juga memerlukan unit-unit khusus yang
spesifik untuk menangani setiap produk tersebut. Apabila diterapkan dalam
sebuah rumah sakit, bidang produksi ini bisa disamakan dengan jenis-jenis
pelayanan medis (rawat inap dan rawat jalan) maupun pelayanan penunjang
(laboratorium dan radiologi) yang menawarkan beberapa macam produk
pelayanan. Misalnya, pada pelayanan rawat inap di sebuah rumah sakit memiliki
beberapa kelas perawatan dengan fasilitas yang berbeda-beda. Pelayanan
penunjang laboratorium memberikan paket pemeriksaan kesehatan yang bisa
menjadi alternatif pilihan masyarakat untuk melakukan cek laboratorium di
rumah sakit tersebut.

Wakil Direktur
Pemasaran

Pelayanan Pelayanan Pelayanan


rawat inap rawat jalan Laboratorium

Gambar 20. Departementalisasi berdasarkan produk (Sumber: Robbins, 2015)


8.3.4 Pasar
Suatu organisasi yang bergerak di bidang pelayanan nonprofit (seperti pelayanan
kesehatan) terkadang membutuhkan unit khusus untuk menyediakan pelayanan
kepada berbagai tipe sasaran pasar. Sebuah rumah sakit yang lebih berorientasi
kepada pelayanan sosial (khususnya rumah sakit milik pemerintah) juga perlu
memikirkan unit-unit yang berfokus pada pangsa pasar. Pangsa pasar ini
merupakan pihak-pihak yang dapat mendukung perkembangan dan peningkatan
kualitas pelayanan di rumah sakit. Misalnya, direktur rumah sakit menyediakan
kerjasama dengan institusi pendidikan kesehatan sebagai lahan praktik untuk
mahasiswa institusi tersebut.

Direktur

Pemerintah Pelayanan Institusi


kesehatan pendidikan

Gambar 21. Departementalisasi berdasarkan pasar (Sumber: Robbins, 2015)


8.3.5 Geografis
Pengelompokan unit-unit dalam suatu organisasi yang akan menangani
keberlangsungan proses manajemen berdasarkan cakupan wilayah yang menjadi
sasaran dari pemasaran produk organisasi tersebut. Apabila diterapkan dalam
sebuah rumah sakit milik swasta yang berada di bawah yayasan dan tersebar di
beberapa wilayah di Indonesia, maka direktur utama rumah sakit tersebut
memerlukan direktur-direktur pemasaran yang bertanggung jawab di setiap
wilayahnya. Contoh departementalisasi berdasarkan letak geografis dapat dilihat
pada Gambar 22.

Wakil Presiden Pemasaran

Direktur Pemasaran Direktur Pemasaran Direktur Pemasaran


Pulau Jawa Pulau Sumatera Pulau Kalimantan
Gambar 22. Departementalisasi berdasarkan geografis (Sumber: Robbins, 2015)
Setelah melihat berbagai macam departementalisasi yang bisa dilakukan oleh
suatu rumah sakit, hal ini bisa disimpulkan bahwa tujuan departementalisasi
merupakan upaya strategis rumah sakit untuk mengatur kegiatan-kegiatan
operasional organisasi untuk mewujudkan tujuan organisasi secara efektif dan
efisien.

8.4 RANTAI KOMANDO


Rantai komando merupakan garis kewenangan manajer tingkat atas terhadap
manajer tingkat bawah serta kejelasan garis pertanggungjawaban yang jelas. Adanya
rantai komando akan membantu karyawan untuk menjawab pertanyaan seperti
“Kepada siapa saya akan menyampaikan permasalahan yang ada?” atau “Kepada
siapa saya akan bertanggung jawab?”.
Ada beberapa unsur yang berkaitan erat dengan rantai komando, antara lain
kewenangan, tanggung jawab, akuntabilitas, kesatuan komando, dan delegasi.
1. Kewenangan diartikan sebagai suatu hak yang dimiliki karyawan ketika
menduduki jabatan tertentu untuk memberikan perintah kepada bawahannya.
Kewenangan inilah yang menjadi dasar bagi para manajer untuk memutuskan
sesuatu terhadap permasalahan yang dihadap oleh organisasi. Misalnya, seorang
kepala instalasi rawat inap memiliki kewenangan untuk mengatur pembagian
jadwal shift jaga perawat di instalasi tersebut.
2. Tanggung jawab merupakan wujud kewajiban yang harus dipenuhi oleh
karyawan. Manajer berperan penting untuk memastikan karyawan yang ada di
bawahnya benar-benar berkoordinasi dan berintegrasi untuk menyelesaikan
pekerjaannya. Misalnya, dalam suatu instalasi gawat darurat (IGD), antara
dokter dan perawat memiliki tanggung jawab bersama memberikan
penatalaksanaan pasien yang datang setiap saat dengan berkoordinasi dan
berintegrasi.
3. Tanggung jawab ini akan terwujud bersama akuntabilitas. Akuntabilitas
merupakan suatu kebutuhan untuk melaporkan pekerjaannya kepada atasannya
sebagai wujud pertanggungjawaban. Misalnya, staf bagian rekam medis
memiliki tanggung jawab untuk mendata 10 besar penyakit yang terjadi di
rumah sakit setiap bulan. Hasil tersebut harus dilaporkan kepada direktur rumah
sakit sebagai laporan rutin yang akan diserahkan kepada dinas kesehatan
setempat.
4. Kesatuan komando merupakan upaya untuk menjaga keberlangsungan garis
kewenangan antara karyawan dengan manajer. Ini menetapkan bahwa setiap
karyawan hanya menerima perintah dari satu manajer atau pimpinan. Hal ini
bertujuan agar tidak terjadi masalah karena adanya bermacam perintah dari
manajer yang berbeda-beda. Misalnya, seorang direktur rumah sakit menetapkan
kebijakan baru terkait peningkatan mutu pelayanan rumah sakit. Kebijakan ini
akan diterima dan dipatuhi oleh para kepala bagian di rumah sakit dan akan
diteruskan untuk disampaikan kepada karyawan-karyawan yang ada di bawah
mereka. Oleh karena itu, terjadi kesatuan komando atas perintah seorang
direktur yang akan dilaksanakan oleh seluruh karyawan yang ada di rumah sakit
tersebut.
5. Delegasi diperlukan oleh manajer dikarenakan keterbatasan waktu dan
pengetahuan yang dimilikinya. Delegasi merupakan pemberian wewenang
kepada karyawan lain untuk menjalankan suatu pekerjaan spesifik dan
mengambil keputusan terhadap pekerjaannya tersebut. Misalnya, seorang
direktur rumah sakit yang harus menghadiri pertemuan dengan pemerintah
daerah memiliki keterbatasan waktu dikarenakan bersamaan dengan undangan
kegiatan pemerintah pusat. Jika hal ini terjadi, maka direktur rumah sakit bisa
mendelegasikan kepada wakil direktur rumah sakit untuk menghadiri pertemuan
dengan pemerintah daerah.

8.5 SENTRALISASI DAN DESENTRALISASI


Setiap organisasi memiliki tipe pengambila keputusan yang berbeda-beda.
Secara umum, ada dua tipe sistem pengambilan keputusan, yaitu sentralisasi dan
desentralisasi. Sentralisasi dideskripsikan sebagai cara pengambilan keputusan
yang difokuskan pada satu titik dalam suatu organisasi. Manajer puncak menjadi
kunci pengambilan keputusan dengan mengabaikan ada atau tidak adanya masukan
dari manajer tingkat bawah atau karyawannya. Pada sistem desentralisasi,
organisasi memberikan kesempatan kepada manajer tingkat bawah dan para
karyawannya untuk memberikan input terhadap pengambilan keputusan manajer
puncak. Hal yang perlu diingat adalah tidak selalu sebuah organisas menerapkan
salah satu sistem pengambilan keputusan secara absolut. Ada beberapa organisasi
yang leih efektif ketika menerapkan sistem pengambilan keputusan dengan
mengkombinasikan kedua sistem tersebut.
Sebagian besar organisasi memulai sistem pengambilan keputusan dengan
sentralisasi, dimana pemilik organisasi menjadi kunci pengambilan keputusan.
Seiring berjalannya waktu, organisasi akan mengalami pertumbuhan dan
menghadapi berbagai macam permasalahan yang semakin kompleks, sehingga
menuntut organisasi untuk lebih responsif dan fleksibel. Hal ini memaksa organisasi
untuk menerapkan pengambilan keputusan secara desentralisasi. Pada suatu
perusahaan yang sangat besar, manajer tingkat bawah cederung dituntut untuk
melakukan pengambilan keputusan lebih cepat karena lebih paham secara rinci
tentang permasalahan di tingkat bawah dibandingkan dengan manajer puncak.
Manajer tingkat bawah akan memberikan respon lebih cepat dan tepat. Akan tetapi,
jika lingkungan organisasi memiliki kondisi yang lebih stabil, hal ini
memungkinkan organisasi untuk melakukan sistem pengambilan keputusan
sentralisasi.
Kebijakan desentralisasi sudah dimulai seja tahun 2001 yang telah membawa
berbagai konsekuensi strategis, khususnya bagi sektor kesehatan. Beberapa bentuk
konsekuensinya antara lain pengambilan keputusan program kesehatan harus
berdasarkan data, fakta, dan informasi yang sahih dan tersedia tepat waktu. Bentuk
respon dari Kementerian Kesehatan terhadap desentralisasi adalah menyusun
standar pelayanan minimal (SPM) dan kewenangan pemerintah daerah dalam
pembangunan kesehatan di wilayahnya. Adanya sistem desentralisasi ini setiap
unsur pelaksana memiliki tujuan masing-masing, sehingga membutuhkan kehati-
hatian dalam pelaksanaannya. Hal ini dikarenakan berkaitan erat dengan struktur
hierarki dan garis kewenangan yang dimiliki sangat menentukan bentuk perintah
yang akan diberikan kepada bawahannya (Kementerian Kesehatan 2003).
Pada tahun 2003, Kementerian Kesehatan RI mengawali sistem desentralisasi
ini dengan mengadakan lokakarya nasional untuk menyatukan persepsi dan
pemahaman tentang desentralisasi yang berkaitan dengan perannya dalam kebijakan
pembangunan kesehatan daerah sehingga akan timbul komitmen di setiap tingkatan
pemerintahan. Adanya komitmen nasional dan global di bidang kesehatan ini akan
berdampak pada kesepakatan dan peningkatan sinergisme serta kerja sama yang
semakin baik antara pusat dan provinsi/kabupaten/kota (Kementerian Kesehatan
2003).

8.6 DELEGASI
1. Definisi
Delegasi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) didefinisikan
sebagai bentuk perwakilan atau utusan dengan proses penunjukkan secara
langsung maupun musyawarah untuk mengutusnya menjadi salah satu perwakilan
suatu kelompok atau lembaga. Seorang manajer layaknya sebagai manusia biasa
memiliki keterbatasan, baik waktu, kemampuan, maupun kompetensi. Oleh
karena itu, manajer diperbolehkan untuk memberikan sebagian tugas dan
tanggung jawabnya kepada orang lain melalui pendelegasian. Karyawan yang
didelegasikan akan memiliki beban tanggung jawab dan kekuasaan yang sama
dengan jenis pekerjaan yang diberikan oleh manajer. Manajer tetap bertugas
memberikan pembimbingan sebaik-baiknya kepada karyawan tersebut. Selain itu,
hasil pekerjaan karyawan dari kegiatan pendelegasian tersebut akan menjadi
tanggung jawab manajer.
2. Unsur-unsur Delegasi
Pada saat manajer menunjuk karyawan yang dijadikan delegasi atas pekerjaannya,
tahap ini berarti karyawan sudah mendapatkan tugas dan kekuasaan tertentu atas
pekerjaan tersebut. Selanjutnya, saat karyawan sudah menyelesaikan tugas
tersebut, ia memiliki tanggung jawab untuk melaporkan hasil pekerjaan tersebut
kepada manajernya. Apabila disimpulkan, pada proses pendelegasian ini memiliki
tiga unsur, yaitu:
a. Tugas (responsibility) adalah berbagai jenis pekerjaan yang harus dilakukan
oleh karyawan yang didelegasikan pada jabatan/pekerjaan tertentu.
b. Kekuasaan (authority) adalah hak khusus yang dimiliki oleh karyawan yang
didelegasikan untuk memutuskan segala sesuatu yang berhubungan dengan
pekerjaannya.
c. Pertanggungjawaban (accountability) adalah pemberian laporan berkaitan
dengan tugas-tugas yang dilaksanakan oleh karyawan yang didelegasikan, serta
penggunaan kekuasaan yang diberikan.
Manajer harus memahami bahwa pendelegasian ini bukan berarti pekerjaan dan
kekuasaan penuh diberikan kepada karyawan yang dipilihnya. Tugas dan
kekuasaan yang diberikan hanya bersifat sebagian saja.
3. Tugas-tugas yang Didelegasikan
a. Dari sudut proses
Tugas mendasar seorang manajer ada tiga, yaitu perencanaan (planning
dan organizing), pelaksanaan (assembling resources), dan pengawasan
(supervise). Pendelegasian dilakukan dengan memberikan sebagian tugas
perencanaan dan pelaksanaan. Manajer akan lebih memfokuskan diri pada
tahap pengawasan. Apalagi jika aktivitas dalam organisasi semakin banyak dan
luas, maka manajer sebaiknya memberikan delegasi tugas perencanaan dan
pelaksanaan kepada bawahannya, sehingga perhatian manajer lebih dipusatkan
pada tugas pengawasan. Manajer yang mendelegasikan tugas dan kekuasaan
kepada bawahannya bukan berarti mendelegasikan pertanggungjawabannya.
Oleh karena itu, manajer tetap melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan
tugas dengan sebaik-baiknya. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 23.

Tugas Manajer

Perencanaan + Pelaksanaan Pengawasan


(Pengorganisasian
Sebagian didelegasikan kepada
bawahan

Perencanaan Pelaksanaan

Gambar 23. Delegasi dari Sudut Proses (Amelia, 2018)


b. Dari sudut bidang
Manajer memiliki beberapa tugas apabila dilihat dari segi kebidangan,
meliputi produksi, personalia, keuangan, tata usaha dan statistik, marketing,
dan lain-lain. Ada beberapa bidang yang bisa didelegasikan dan ada yang tidak
bisa didelegasikan.
Fungsi produksi merupakan fungsi pelaksanaan yang bisa didelegasikan
oleh manajer kepada kepala bagian produksi. Akan tetapi, ada beberapa
kegiatan di bagian produksi yang biasanya tidak bisa didelegasikan, antara lain
technical research, product development, dan kegiatan lain yang memerlukan
spesialisasi dalam pelaksanaannya.
Manajer bagian personalia tidak dianjurkan untuk didelegasikan ke
bawahannya, karena tugas-tugasnya mencakup hal-hal khusus yang berkaitan
dengan sumber daya manusia di organisasi tersebut. Hal-hal khusus tersebut
meliputi pengembangan pimpinan, gaji dan bonus karyawan, perubahan tingkat
upah, pengambilan keputusan terhadap keluhan karyawan, dan lain sebagainya.
Kegiatan di bidang keuangan tidak boleh untuk didelegasikan meskipun
kegiaan organisasi mencakup daerah lebih luas. Hal ini dikarenakan tingginya
peluang penyelewengan dana organisasi, sehingga manajer keuangan harus
lebih berhati-hati jika ingin mendelegasikan pekerjaannya kepada bawahannya.
Pada dasarnya, kegiatan dalam bidang keuangan ada beberapa yang bisa
didelegasikan, seperti fungsi pencatatan dan fungsi penyimpanan, akan tetapi
fungsi penguasaan tetap harus dikendalikan oleh manajer.
Kegiatan marketing dalam suatu organisasi cenderung akan
didelegasikan kepada bawahannya, baik oleh pimpinan organisasi kepada
bawahannya maupun oleh kantor pusat kepada kantor cabang. Terutama
kegiatan distribusi atau penjualan perlu mendelegasikan apabila wilayah
pemasaran yang dijangkau sangat luas.

2. Delegasi yang Efektif


Ada beberapa hal yang harus dijadikan dasar agar proses delegasi dapat berjalan
secara efektif, antara lain:
a. Unsur delegasi harus lengkap dan jelas
Manajer harus menjelaskan tentang hak dan wewenang yang akan diperoleh
oleh karyawan yang didelegasikan secara rinci. Selain itu, karyawan tersebut
juga diberitahu tentang hasil yang diharapkan dapat dicapai dalam pengerjaan
tugas pendelegasian tersebut. Hal ini dapat meminimalisasi terjadinya
kesalahan yang akan dilakukan oleh karyawan, sehingga tujuan pendelegasian
dapat dicapai dengan baik.
b. Pendelegasian pada orang yang tepat
Manajer memilih bawahannya yang memiliki kualifikasi sesuai dengan tugas
yang akan didelegasikan, baik kualifikasi secara fisik maupun psikis. Apabila
ada karyawan yang sudah memiliki kuaifikasi yang dibutuhkan, manajer
seharusnya memberikan kesempatan kepada karyawan tersebut untuk
didelegasikan melaksanakan tugas/pekerjaan tertentu.
c. Sarana dan prasarana yang mendukung
Manajer yang sudah mendelegasikan tugas/pekerjaan kepada bawahannya
harus memberikan peralatan dan lingkungan fisik (cahaya, suhu, kebisingan)
yang mendukung. Hal ini akan mempengaruhi keberhasilan pelaksanaan tugas
dengan baik.
d. Ketersediaan insentif
Pemberian insentif kepada karyawan yang didelegasikan merupakan hak yang
harus diberikan. Selain itu, pemberian insentif ini juga bisa menjadi perangsang
untuk karyawan agar bisa semakin termotivasi dalam melaksanakan tugas dan
tanggung jawabnya selama proses pendelegasian.
3. Delegasi Dokter kepada Perawat
Rumah sakit dikenal sebagai industry yang padat karya. Hal ini ditunjukkan
dengan ada banyaknya profesi-profesi yang bekerja bersama-sama dalam
memberikan satu bentuk pelayanan. Oleh karena itu, tidak jarang pula apabila di
dalam rumah sakit terjadi beberapa gesekan antarprofesi yang sudah diatasi
dengan adanya kebijakan-kebijakan profesi kesehatan. Ada hubungan antara dua
profesi kesehatan (dokter dan perawat) yang harus dijaga keharmonisan
hubungannya saat melakukan pelayanan kepada pasien di rumah sakit, termasuk
kegiatan pendelegasian wewenang selama pemberian tindakan medis kepada
pasien.
Seorang dokter di suatu instalasi bisa mendelegasikan pekerjaannya kepada
perawat. Meskipun pada dasarnya memang dokter yang paling bertanggung
jawab terhadap pasien. Akan tetapi, ada waktu dimana dokter harus menangani
pasien dalam jumlah banyak, sehingga ada beberapa tugas tertentu yang dapat
didelegasikan kepada perawat. Pada Undang-undang Nomor 38 Tahun 2014
tentang Keperawatan, pasal 32 menyatakan bahwa delegasi tugas ini ada yang
bersifat delegatif dan mandat.
Tugas yang bersifat delegatif artinya disertai dengan pelimpahan tanggung
jawab. Beberapa contoh tugas delegatif dari dokter ke perawat antara lain:
1. Pemeriksaan tanda-tanda vital pasien (tekanan darah, denyut jantung,
frekuensi napas, dan suhu);
2. Pemberian tindakan medis (pengambilan darah, memberi suntikan,
pemasangan selang infus, dan pembersihan luka);
3. Pemberian informasi tentang penyakit, rencana pengobatan, dan penjelasan
tentang obat-obatan yang dikonsumsi pasien;
4. Pemberian imunisasi dasar sesuai dengan program pemerintah.
Tugas yang bersifat mandat artinya tanggung jawab tetap ada di tangan
dokter, sehingga perawat hanya melakukan tugas tersebut di bawah pengawasan
dokter. Oleh karena itu, perawat baru bisa memberikan tindakan atas ijin/
sepengetahuan dokter baik secara lisan maupun tertulis. Perawat tidak memiliki
hak untuk mengubah atau mengganti instruksi tanpa persetujuan dokter. Contoh
tugas yang bersifat mandat dari dokter ke perawat antara lain pemasangan
kateter, melakukan penjahitan luka, pemberian obat injeksi, serta pemberian
resep dokter.
Tujuan delegasi tugas dokter bukan berarti dikarenakan dokter tidak
kompeten untuk melakukannya, akan tetapi agar pasien tidak menunggu terlalu
lama untuk mendapatkan pelayanan atau terlambat untuk ditangani. Di samping
itu, tetap ada tugas dokter yang tidak dapat didelegasikan yaitu penentuan
diagnosis dan rencana pengobatan pasien. Tugas ini secara eksklusif tertuang di
dalam kebijakan menjadi wewenang seorang dokter. Meskipun perawat
memiliki wewenang medis tidak sebesar dokter, bukan berarti bahwa perawat
dianggap sebagai pembantu dokter, karena ada batas-batas wewenang dan
tanggung jawab antara profesi dokter dan perawat yang tetap harus dijaga
keharmonisannya (Amelia, 2018).
RANGKUMAN
Fungsi pengorganisasian merupakan salah satu fungsi manajemen untuk
menghubungkan orang-orang yang ada di dalam organisasi berdasarkan tugas dan
fungsinya masing-masing.

Departementalisasi adalah pengelompokan fungsi-fungsi yang saling berkaitan dalam


suatu unit untuk mencapai efektivitas dan efisiensi dalam organisasi. Unsur-unsur utama
dalam departementalisasi antara lain fungsi, proses, produk, pasar, pelanggan, dan area
geografis.

Rantai komando merupakan garis kewenangan manajer tingkat atas terhadap manajer
tingkat bawah serta kejelasan garis pertanggungjawaban yang jelas. Ada beberapa unsur
yang berkaitan erat dengan rantai komando, antara lain kewenangan, tanggung jawab,
akuntabilitas, kesatuan komando, dan delegasi.

Setiap organisasi memiliki tipe pengambilan keputusan yang berbeda-beda. Secara


umum, ada dua tipe sistem pengambilan keputusan, yaitu sentralisasi dan desentralisasi.

Delegasi didefinisikan sebagai bentuk perwakilan atau utusan dengan proses


penunjukkan secara langsung maupun musyawarah untuk mengutusnya menjadi salah
satu perwakilan suatu kelompok atau lembaga.

SOAL-SOAL PENDALAMAN
Soal A: Soal Menjodohkan
Perhatikan beberapa narasi berikut! Tetapkan unsur departementalisasi yang sesuai
dengan narasi tersebut!

Pilihan unsur departemantalisasi


A. Fungsi D. Pasar
B. Proses E. Geografis
C. Produk
1. Sebuah rumah sakit memiliki beberapa produk pelayanan, meliputi pelayawanan
rawat jalan, pelayanan rawat inap, dan pelayanan penunjang (laboratorium dan
radiologi). Oleh karena itu, masing-masing pelayanan tersebut dibentuk unit bagian
secara terpisah dengan dikepalai oleh seorang kepala bagian.
2. Rumah sakit yang berorientasi untuk memberikan jasa pelayanan kesehatan untuk
seluruh masyarakat, baik yang membutuhkan sarana untuk mendapatkan pelayanan
kesehatan maupun menjadikan rumah sakit sebagai sarana pendidikan kesehatan.
oleh karena itu, rumah sakit perlu membentuk unit khusus yang bergerak untuk
melakukan komunikasi dan kerjasama secara intensif dengan pihak pemerintah,
pelayanan kesehatan lain, dan institusi pendidikan yang membutuhkan pelayanan
rumah sakit (medis atau nonmedis).
3. Rumah sakit sebagai sebuah industri padat karya dan padat modal memerlukan
penanggung jawab tugas yang menangani berbagai fungsi yang berbeda-beda.
Rumah sakit berfungsi sebagai institusi pelayanan kesehatan, sehingga perlu
memiliki unit khusus yang menangani pelayanan tersebut. Selain itu, rumah sakit
juga perlu untuk mengembangkan modal/investasinya sehingga perlu melakukan
fungsi pemasaran ke berbagai macam pihak. Sebagai industri padat modal, rumah
sakit juga perlu untuk memiliki unit khusus dan kompeten dalam perputaran
keuangan rumah sakit.
4. Sebuat rumah sakit yang memiliki beberapa cabang di berbagai wilayah
memerlukan penanggung jawab khusus di setiap wilayah tersebut. Oleh karena itu,
pembentukan unit/departemen berdasarkan wilayah sangat dibutuhkan. Hal ini
dikarenakan setiap wilayah memiliki karakteristik kebutuhan pelayanan kesehatan
yang berbeda-beda.
5. Dalam pengelolaan rumah sakit, selain memikirkan tentang pelayanan kesehatan
berupa jasa, rumah sakit juga membutuhkan peran dari unit khusus yang mengurusi
hal-hal infrastruktur yang dibutuhkan oleh rumah sakit. Oleh karena itu, selama
proses pelayanan kesehatan diberikan, tingkat kenyamanan dan kebersihan rumah
sakit memerlukan unit yang mengatur tentang tata letak, desain, perawatan sarana
dan prasarana rumah sakit.

Soal B: Soal Analisis Kasus


Sebuah rumah sakit merupakan wujud organisasi yang bergerak di bidang pelayanan
kepada masyarakat yang bersifat sosial. Upaya pelayanan kesehatan yang
diselenggarakan meliputi promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Selain itu, rumah
sakit merupakan organisasi yang padat karya, dikarenakan karyawan yang bekerja di
dalamnya meliputi karyawan medis (dokter, perawat, bidan, apoteker, terapis, analis,
dan lain sebagainya) dan non-medis (administrasi, keuangan, hukum, dan lain
sebagainya).

1. Berdasarkan kondisi rumah sakit tersebut, apa saja bentuk departementalisasi


yang diperlukan untuk keberlangsungan proses pelayanan di rumah sakit
tersebut (boleh lebih dari satu jenis)? Gambarkan secara singkat dalam bentuk
struktur organisasi dan berikan penjelasannya!
2. Buatlah sebuah narasi tentang proses pendelegasian wewenang dalam sebuah
rumah sakit! Uraikan ilustrasi tersebut yang meliputi unsur tugas, kekuasaan,
dan pertanggungjawaban!
DAFTAR PUSTAKA

Amelia, F. 2018. Ini Tugas DOkter yang Bisa Didelegasikan kepada Perawat.
Klikdokter.com. 17 Maret 2018. Available at: https://www.klikdokter.com/info-
sehat/read/3379404/ini-tugas-dokter-yang-bisa-didelegasikan-kepada-perawat

Ismail. 2009. Pengantar Manajemen. Jakarta: Erlangga

Kementerian Kesehatan, R., 2003. Desentralisasi membawa konsekuensi strategis bagi


sektor kesehatan. Available at:
http://www.depkes.go.id/development/site/jkn/index.php?cid=524&id=desentralisa
si-membawa-konsekuensi-strategis-bagi-sektor-kesehatan.html.
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 97 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan
Pelayanan Terpadu Satu Pintu

Robbins SP & Langton N. 2004. Fundamentals of Management Organizational


Behaviour. Pearson Hall https://www.enotes.com/homework-help/four-functions-
management-health-care-setting-769933

Umar H. 2003. Bussines an Introduction. Jakarta:PT Gramedia


BAB 9FUNGSI PENEMPATAN (STAFFING)

TUJUAN INSTRUKSIONAL
1. Mahasiswa mampu menjelaskan fungsi penempatan karyawan (staffing)
2. Mahasiswa mampu menjelaskan tahapan proses penempatan karyawan
(rekrutmen, seleksi, pelatihan dan pengembangan)

PENDAHULUAN
Pada Bab 9 ini, mahasiswa akan mempelajari konsep penting tentang fungsi
penempatan pegawai dalam sebuah institusi. Hal ini sangat bermanfaat untuk
mahasiswa kesehatan masyarakat mengetahui beberapa hal berkaitan dengan proses
rekrutmen dan seleksi karyawan. Mahasiswa kesehatan masyarakat yang diakui juga
memiliki kompetensi sebagai seorang manajer. Seorang manajer harus berkompeten
untuk melihat dan menganalisis kebutuhan karyawan yang akan dipimpinnya melalui
proses rekrutmen dan seleksi yang efektif dan efisien. Selain itu, pada bab ini
mahasiswa juga diberikan pemahaman tentang konsep pelatihan dan pengembangan
karyawan sebagai upaya untuk meningkatkan kinerja karyawan dalam suatu organisasi.
Setelah selesai mempelajari Bab 8 ini, mahasiswa siap untuk melakukan analisis
kebutuhan pegawai, merancang proses rekrutmen dan seleksi karyawan.

9.1 DEFINISI PENEMPATAN


Organisasi yang sudah menetapkan perencanaan dengan baik, lalu diikuti
dengan proses pengorganisasian yang jelas, organisasi harus mulai memikirkan
tentang proses penempatan pegawai. Organisasi perlu melakukan analisis terhadap
penempatan pegawai secara periodik. Hal ini dikarenakan adanya proses
manajemen yang kemungkinan besar mempengaruhi bagian kepegawaian menjadi
sangat dinamis. Berbagai kegiatan kepegawaian yang menyebabkan terjadinya
perubahan antara lain adanya perpindahan pegawai, pegawai yang pensiun,
dan/atau pegawai yang meninggal. Selain itu, adanya tuntutan dari luar juga bisa
mendorong organisasi untuk melakukan inovasi terhadap struktur organisasi
maupun proses manajemen yang ada di dalamnya. Kegiatan-kegiatan inilah yang
menuntut organisasi melakukan proses penempatan karyawan (staffing) ataupun
menyediakan karyawan yang lebih kompeten dan berkualifikasi, baik secara
kuantitas maupun kuantitas.
Fungsi penempatan karyawan (staffing) merupakan proses pengisian
beberapa posisi jabatan pada struktur organisasi berdasarkan kebutuhan organsasi
sesuai dengan tuntutan internal dan eksternal organisasi. Fungsi ini dimulai dengan
perencanaan kepegawaian yang dapat diuraikan menjadi beberapa kegiatan,
meliputi rekrutmen, seleksi, pelatihan, pengembangan, promosi, kompensasi, dan
evaluasi kinerja karyawan.
Rumah sakit merupakan organisasi yang padat modal, padat sumber daya
manusia, padat teknologi, dan padat ilmu pengetahuan. Sumber daya manusia
merupakan sumber utama sebagai penggerak pelayanan di rumah sakit. Peran
sumber daya manusia (staf) inilah yang akan menentukan pencapaian visi dan misi
rumah sakit. Pengelolaan staf yang baik akan dimulai dengan penempatan staf
sesuai dengan kualifikasi dan jabatan yang dibutuhkan oleh rumah sakit. Hal ini
akan sangat bermanfaat untuk mendukung peningkatan mutu pelayanan rumah
sakit. Ketepatan penempatan staf sesuai dengan kompetensi dan jabatan yang
tersedia di rumah sakit menjadi penentu keberhasilan pelayanan. Kompetensi
adalah kemampuan yang dimiliki oleh staf rumah sakit untuk melaksanakan
pekerjaannya sesuai dengan jabatan tertentu agar efektif, efisien, dan produktif
dalam pencapaian visi dan misi rumah sakit.
Sebagian besar rumah sakit saat ini memiliki keterbatasan untuk menganalisis
kebutuhan dan penempatan staf rumah sakit. Padahal, apabila ini tidak dilakukan
dengan baik bisa menimbulkan kerugian rumah sakit sebagai akibat meningkatnya
biaya operasional rumah sakit dikarenakan beban kerja staf yang berlebih, sehingga
angka kesakitan, angka absensi, ataupun angka turn over staf juga semakin
meningkat. Permasalahan penempatan staf yang sering terjadi adalah bagaimana
permintaan kebutuhan staf saat ini dan apakah kompetensi yang dimiliki staf sudah
memenuhi kebutuhan pelayanan rumah sakit (Krueger, 2018).
9.2 PENEMPATAN PEGAWAI (STAFFING) DI RUMAH SAKIT
Rumah sakit merupakan organisasi yang padat modal, padat sumber daya
manusia, padat teknologi, dan padat ilmu pengetahuan. Sumber daya manusia
merupakan sumber utama sebagai penggerak pelayanan di rumah sakit. Peran
sumber daya manusia (staf) inilah yang akan menentukan pencapaian visi dan misi
rumah sakit. Pengelolaan staf yang baik akan dimulai dengan penempatan staf
sesuai dengan kualifikasi dan jabatan yang dibutuhkan oleh rumah sakit. Hal ini
akan sangat bermanfaat untuk mendukung peningkatan mutu pelayanan rumah
sakit. Ketepatan penempatan staf sesuai dengan kompetensi dan jabatan yang
tersedia di rumah sakit menjadi penentu keberhasilan pelayanan. Kompetensi
adalah kemampuan yang dimiliki oleh staf rumah sakit untuk melaksanakan
pekerjaannya sesuai dengan jabatan tertentu agar efektif, efisien, dan produktif
dalam pencapaian visi dan misi rumah sakit.
Sebagian besar rumah sakit saat ini memiliki keterbatasan untuk menganalisis
kebutuhan dan penempatan staf rumah sakit. Padahal, apabila ini tidak dilakukan
dengan baik bisa menimbulkan kerugian rumah sakit sebagai akibat meningkatnya
biaya operasional rumah sakit dikarenakan beban kerja staf yang berlebih, sehingga
angka kesakitan, angka absensi, ataupun angka turn over staf juga semakin
meningkat. Permasalahan penempatan staf yang sering terjadi adalah bagaimana
permintaan kebutuhan staf saat ini dan apakah kompetensi yang dimiliki staf sudah
memenuhi kebutuhan pelayanan rumah sakit (Krueger, 2018).
Permasalahan penempatan staf di rumah sakit bisa diatasi dengan melakukan
tiga analisis berikut (sebagai contoh yang dilakukan oleh rumah sakit di
Amerika Serikat), antara lain:
1. Sistem beban kerja pasien
Sistem perawatan yang dibutuhkan oleh tiap-tiap pasien berbeda, bergantung
pada kasus penyakit yang diderita oleh pasien. Sistem manajemen yang
memperhatikan tingkat perawatan pasien ini akan mempermudah rumah
sakit untuk menempatkan staf sesuai dengan kompetensi yang dimilikinya.
Hal ini bertujuan untuk menyesuaikan antara rasio kepegawaian dengan
beban kerja yang dimiliki oleh tiap-tiap staf agar terjadi keseimbangan.
2. Sistem manajemen tenaga kerja
Sistem ini digunakan untuk mengatur penjadwalan kerja staf, kehadiran, dan
ketepatan waktu kerja. Sistem ini akan menjadi petunjuk bagi manajer rumah
sakit untuk melakukan pembagian jam kerja ataupun penempatan pegawai
sesuai dengan kebutuhan. Misalnya, dalam satu unit ruangan/bangsal
perawatan ada beberapa staf perawat yang memiliki kedisiplinan kurang,
sehingga ini menjadi dasar bagi kepala bangsal tersebut menetapkan
penjadwalan shift kerja sesuai dengan tingkat kedisiplinannya. Biasanya,
bangsal rawat inap pada saat shift pagi membutuhkan staf perawat yang lebih
banyak dan lebih disiplin dikarenakan jadwal visitasi dokter dilakukan pagi
hari dan harus tepat waktu.
3. Sistem manajemen tempat tidur
Sistem manajemen tempat tidur ini yang biasanya menjadi dasar penempatan
staf (khususnya staf perawat). Sistem ini menunjukkan ketersediaan dan
status tempat tidur yang tersedia di rumah sakit. Analisis ketersediaan tempat
tidur ini dihitung berdasarkan tinggi atau rendahnya permintaan pasar
(pasien) berdasarkan lama waktu perawatan. Hasil analisis ini bisa menjadi
dasar bagi rumah sakit untuk memanfaatkan tempat tidur tersebut
diinformasikan kepada pihak luar tentang ketersediaannya untuk
menampung pasien baru.
Permasalahan yang sering terjadi di rumah sakit adalah sistem yang belum
terintegrasi satu dengan yang lainnya. Hal ini menyebabkan rumah sakit akan
kesulitan untuk melakukan pengambilan keputusan terhadap analisis kebutuhan
dan penempatan staf yang tepat. Apabila sistem rumah sakit sudah terintegrasi
dengan baik, kepala staf bisa dengan mudah untuk merancang jadwal
kepegawaian yang lebih akurat dalam waktu dekat (mingguan atau bulanan). Hal
ini akan berdampak pada penempatan staf yang tepat dalam waktu yang tepat.
Selain itu, analisis terhadap faktor eksternal juga bisa dilakukan sebagai bahan
pertimbangan, seperti pola masa lalu yang sering terjadi, misalnya cuaca.
Misalnya, beberapa staf yang berdomisili jauh dari rumah sakit, pada saat musim
hujan, memiliki kecenderungan lebih terlambat datang daripada staf yang
berdomisili lebih dekat dengan rumah sakit. Hal ini menjadi bahan pertimbangan
bagi kepala staf untuk mengatur jadwal yang lebih efektif dan efisien agar
pelayanan tetap berjalan dengan baik dan berkualitas.
Penempatan Staf Keperawatan dalam Rumah Sakit
Rumah sakit menghadapi banyak sekali tantangan dalam pemberian
pelayanan kesehatan. Salah satunya adalah pengurangan biaya kesehatan dengan
terus meningkatkan kualitas pelayanan. Semakin banyaknya jenis pelayanan
yang diselenggarakan rumah sakit sebagai hasil semakin tingginya tuntutan
masyarakat mengakibatkan semakin beragamnya intervensi medis yang
dilakukan oleh rumah sakit. Ini sangat berdampak pada semakin tingginya
kebutuhan terhadap tenaga perawat, baik secara jumlah maupun kualitas
kompetensi, yang harus disediakan oleh rumah sakit (Aiken, 2002).
Hasil systematic review terhadap 13 studi di Amerika Serikat, Australia,
Austria, Kanada, dan Taiwan yang dilakukan oleh Thungjaroenkul, et al (2007)
menunjukkan bahwa adanya pengaruh staf perawat terhadap biaya rumah sakit
dan/atau lama waktu perawatan. Kesimpulan tersebut berdasarkan data yang
dikumpulkan melalui total biaya pengeluaran rumah sakit dan rasio antara biaya
total operasi rumah sakit dan pendapatan rumah sakit yang dibandingkan dengan
proporsi perawat berpengalaman atau tidak berpengalaman.
Pada dasarnya, bukan hanya penempatan staf perawat yang penting
dilakukan di rumah sakit, tapi juga berlaku untuk staf yang lain. Hal ini
dikarenakan jumlah kebutuhan staf perawat di rumah sakit sangat banyak atau
bahkan mendominasi, jika dibandingkan dengan staf yang lain. Oleh karena itu,
analisis kebutuhan dan penempatan staf perawat menjadi sangat penting untuk
dilakukan.

9.3 PENTINGNYA FUNGSI PENEMPATAN KARYAWAN


Sumber daya manusia (karyawan) merupakan aset bagi setiap organisasi. Setiap
posisi jabatan dalam struktur organisasi mebutuhkan karyawan yang tepat, baik
secara kuantitas maupun kualitas. Karyawan inilah yang akan berperan penting
untuk mengelola seluruh sumber daya yang dimiliki organisasi. Pengelolaan yang
baik akan tercapai jika dilakukan oleh karyawan yang memang berkompeten untuk
mengelola sesuai dengan bidangnya. Apabila terjadi ketidaktepatan
penempatankaryawan pada posisi jabatan tertentu, hal ini akan memberikan
dampak buruk terhadap keberlangsungan suatu organisasi. Kemampuan organisasi
untuk mencapai tujuannya sangat bergantung pada ketepatan organisasi
menempatkan karyawannya pada posisi/jabatan yang tepat (the right man for the
right job).
Fungsi penempatan karyawan ini sangat penting untuk keberlangsungan proses
manajemen yang ada di dalam suatu organisasi. Berbagai macam posisi dalam
suatu organisasi membutuhkan karyawan yang memiliki kompetensi/keahlian
sesuai dengan posisi tersebut. Ketepatan penempatan karyawan dalam suatu
organisasi akan memberikan beberapa manfaat, antara lain:
a. Membantu pencapaian kebutuhan kompetensi karyawan untuk berbagai jenis
pekerjaan dalam posisi/jabatan tertentu
b. Meningkatkan kualitas pencapaian tujuan organisasi
c. Memastikan keberlangsungan proses pertumbuhan organisasi melalui
keberhasilan penempatan manajer
d. Mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya manusia yang ada dalam
organisasi
e. Meningkatkan kepuasan kerja pada karyawan melalui pemberian kompesasi
dan penghargaan yang adil (sesuai dengan pekerjaan/posisi jabatan
karyawan).
Secara umum, fungsi penempatan karyawan (staffing) dapat dilihat pada
Gambar 24.

Pelamar Kerja Organisasi


(orang) (pekerjaan)

Rekrutmen
(Identifikasi dan penarikan)

Seleksi
(penilaian, evaluasi, dan
pengambilan keputusan)

Pelatihan
(pengembangan kompetensi
dan keterampilan)

Gambar 24. Fungsi Penempatan Karyawan (Staffing) (Krueger, 2018)


9.4 REKRUTMEN
Rekrutmen merupakan proses pencarian kandidat karyawan untuk sebuah posisi
jabatan tertentu. Proses rekrutmen ini bertujuan untuk mencari kandidat karyawan
yang potensial agar mau memasukkan lamaran ke organisasi tersebut. Strategi
pencarian kandidat karyawan ini dapat dilakukan melalui berbagai macam cara
pengumuman, baik melalui iklan (media massa dan media cetak), organisasi
karyawan/profesi, bursa kerja (job center), maupun kerjasama dengan institusi
pendidikan.
Proses rekrutmen ini sangat menentukan keberhasilan organisasi untuk
menjalankan fungsi-fungsi manajemen dan mencapai tujuan-tujuan organisasi.
Adapun proses rekrutmen yang sesuai syariat Agama Islam juga penting untuk
diperhatikan. Hal ini bertujuan agar karyawan yang telah direkrut bisa
dikembangkan potensinya secara maksimal sehingga bisa memberikan
kebermanfaatan untuk organisasi. Islam mengajarkan bahwa pemilihan kandidat
karyawan harus berdasarkan kemampuan, keahlian, dan pengalaman di bidang
tertentu yang dibutuhkan oleh organisasi. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT
dalam Surat Al-Qashas [28] ayat 26 yang artinya (Mardiah 2016):
“Karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja
(pada kita) adalah orang yang kuat lagi dapat dipercaya”.
Ayat ini juga diperkuat dengan sabda Rasullullah Shallallahu’alaihi wassalam
yaitu:
“Jika urusan diserahkan bukan pada ahlinya, maka tunggulah kehancuran itu”
(Bukhari-6015).
Dari kutipan ayat dan hadist tersebut, proses rekrutmen merupakan tahapan
manajemen yang harus diperhatikan secara hati-hati dikarenakan sangat
menentukan masa depan sebuah organisasi. Oleh karena itu, ada banyak hal yang
harus dipersiapkan oleh pihak manajemen sebelum melakukan pross rekrutmen
tersebut. Adapun beberapa aktivitas yang dilakukan dalam proses rekrutmen ini,
antara lain:
a. Mengidentifikasi sumber ketersediaan tenaga kerja dalam berbagai bursa
kerja
b. Menilai kelayakan kompetensi kandidat karyawan
c. Memilih kandidat yang sesuai dengan kebutuhan posisi/jabatan dalam
organisasi
d. Mengundang kandidat karyawan untuk mengikuti proses seleksi yang
diselenggarakan oleh organisasi
Sumber tenaga kerja yang dibutuhkan oleh organisasi dapat berasal dari dalam
maupun luar organisasi. Sumber tenaga kerja dari internal organisasi dapat
diperoleh melalui dua cara, yaitu transfer dan promosi.
a. Transfer
Proses transfer ini dilakukan dengan memindahkan karyawan dari pekerjaan
satu ke pekerjaan lainnya atau dari departemen satu ke departemen lainnya.
Karyawan yang ditransfer ini cenderung tidak mengalami perubahan jenis
pekerjaan yang terlalu signifikan, baik secara status maupun tanggung
jawabnya. Proses transfer ini bisa dikatakan sebagai perpindahan horizontal
karyawan, karena masih menempati kedudukan pada level yang sama.
Pemindahan karyawan melalui transfer ini tidak memberikan dampak
terhadap peningkatan kompensasi ataupun gaji yang diterima.
b. Promosi
Promosi adalah pemindahan karyawan suatu organisasi dari posisi/level
tingkat bawah ke posisi yang lebih tinggi. Pemindahan karyawan ini bersifat
vertikal, sehingga memberikan dampak terhadap peningkatan tanggung
jawab, gaji, dan kompensasi yang akan diterima oleh karyawan. Adanya
peningkatan ini bisa menjadi motivasi untuk mencapai loyalitas dan
kepuasan kerja lebih tinggi. Akan tetapi, karyawan juga seharusnya siap
dengan tantangan psikologis karena menempati posisi yang lebih tinggi. Hal
ini dikarenakan karyawan tersebut dituntut untuk mengatur bawahan dan
bertanggung jawab ke atasan dalam pemenuhan pekerjaannya.
Proses rekrutmen dengan sumber internal ini memiliki kelebihan dan
kekurangan. Adapun kelebihan proses rekrutmen internal antara lain:
a. Karyawan termotivasi untuk meningkatkan kinerjanya
b. Menyederhanakan proses rekrutmen dan seleksi
c. Proses transfer menjadi sarana pelatihan pegawai untuk mempersiapkan diri
untuk jabatan yang lebih tinggi.
d. Proses transfer memiliki keuntungan bagi unit yang mengalami kelebihan
jumlah karyawan, sehingga bisa memenuhi kekurangan karyawan pada unit
yang lain.
e. Proses rekrutmen internal membutuhkan biaya yang lebih murah
dibandingkan dengan rekrutmen eksternal.
Adapun kekurangan proses rekrutmen internal, antara lain:
a. Input karyawan dalam organisasi tidak luas
b. Tidak semua posisi jabatan bisa dipenuhi oleh karyawan internal
dikarenakan kebutuhan kompetensi/keahlian tertentu
c. Semangat berkompetisi antarkaryawan bisa memperburuk hubungan
interpersonal karyawan
d. Frekuensi transfer pegawai yang tinggi dapat mengurangi produktivitas
organisasi

Proses rekrutmen eksternal diperlukan oleh organisasi apabila ada


kompetensi dan prasyarat posisi/jabatan tertentu yang tidak dapat dipenuhi oleh
karyawan internal. Rekrutmen eksternal memungkinkan organisasi untuk
menyediakan kesempatan yang luas kepada kandidat karyawan yang ada di luar.
Beberapa proses rekrutmen eksternal yang dilakukan oleh organisasi, meliputi:
a. Proses rekrutmen langsung
Organisasi melakukan rekrutmen secara langsung dengan membuka
lowongan pekerjaan. Proses ini memungkinkan organisasi akan memperoleh
kandidat karyawan baik yang kompeten maupun tidak kompeten. Metode
ini membutuhkan biaya yang tinggi karena biasanya akan melibatkan
perusahaan iklan untuk membantu menyebarluaskan informasi lowongan
pekerjaan tersebut.
b. Panggilan khusus
Organisasi terkadang sudah memiliki berkas lamaran dari para kandidat
karyawan yang sudah memasukkan sebelum lowongan dibuka. Proses
rekrutmen ini tidak membutuhkan biaya yang tinggi untuk pembukaan
iklan/pengumuman lowongan pekerjaan.
c. Iklan
Iklan merupakan salah satu cara yang efektif memperoleh kandidat
karyawan dalam jangkauan yang lebih luas. Proses rekrutmen ini
memungkinkan kandidat karyawan yang akan melamar dalam jumlah yang
sangat tinggi. Hal ini akan berdampak pada organisasi yang membutuhkan
waktu lama untuk menyeleksi kandidat karyawan yang tidak sesuai dengan
syarat dan kompetensi yang dibutuhkan.
d. Pertukaran karyawan
Pertukaran karyawan ini biasanya dilakukan oleh pemerintah karena
institusi yang meminta pertukaran karyawan mempersyaratkan bukti secara
hukum. Adanya pertukaran karyawan ini dapat menghubungkan antara
kebutuhan organisasi pencari kerja dengan pencari kerja.
e. Rekrutmen melalui perguruan tinggi
Organisasi yang sudah bonafide cenderung ingin mencari kandidat
karyawan yang berkualitas dari segi akademis, sehingga ada perguruan
tinggi yang akan menjadi sasaran untuk melakukan rekrutmen terhadap
lulusan perguruan tinggi tersebut. Proses rekrutmen ini menjadi salah satu
alternatif bagi organisasi untuk mendapatkan karyawan yang berkualitas
secara efektif dan efisien.
f. Rekomendasi karyawan
Karyawan yang sudah bekerja di dalam suatu organisasi bisa memberikan
rekomendasi apabila ada kenalan rekan yang sesuai dengan kompetensi atau
prasyarat yang dibutuhkan.
Organisasi yang melakukan rekrutmen eksternal akan memiliki kelebihan
antara lain:
a. Organisasi mendapatkan pilihan kandidat karyawan yang berkualitas
b. Organisasi memiliki pilihan kandidat karyawan dengan jangkauan yang
lebih luas
c. Organisasi akan memperoleh karyawan dari fresh graduates berbagai
perguruan tinggi
d. Karyawan yang diterima melalui proses rekrutmen eksternal cenderung
memiliki jiwa kompetitif yang tinggi
Kekurangan dari proses rekrutmen eksternal antara lain:
a. Ketidakpuasan karyawan lama karena semakin menyempitnya kesempatan
untuk dipromosikan
b. Membutuhkan waktu yang cukup lama untuk proses rekrutmen
c. Biaya yang tinggi untuk proses rekrutmen

Sebuah hasil penelitian juga menunjukkan hasil tentang pentingnya proses


rekrutmen dalam sebuah perusahaan, antara lain:
a. Proses rekrutmen yang baik akan berdampak pada hasil yang positif bagi
perusahaan;
b. Proses rekrutmen yang baik akan menentukan produktivitas karyawan agar
sesuai dengan kebutuhan perusahaan;
c. Efektivitas proses rekrutmen sangat memperbesar eluang perusahaan untuk
mendapatkan karyawan yang tepat;
d. Kendala yang sering timbul dalam proses rekrutmen cenderung berasal dari
organisasi/perusahaan secara internal, pola rekruteman yang kurang tepat,
dan faktor-faktor eksternal dari lingkungan sekitar organisasi/perusahaan.

9.5 SELEKSI
Seleksi merupakan proses mengidentifikasi dan memilih karyawan terbaik dari
beberapa kandidat yang memenuhi syarat rekrutmen. Tujuan dari proses seleksi
adalah menilai kelayakan kandidat karyawan melalui beberapa tahapan seleksi yang
sudah direncanakan oleh organisasi. Tahapan pokok seleksi meliputi:
a. Seleksi awal
Seleksi awal ini bertujuan untuk menyeleksi kandidat karyawan yang sudah
tidak memenuhi syarat secara administratif. Proses ini akan menghasilkan
kandidat karyawan yang layak untuk mengikuti proses ujian/tes berikutnya.
b. Tes Seleksi
Tes seleksi merupakan proses untuk mengukur kelayakan kandidat karyawan
berdasarkan karakteristik, meliputi bakat, kecerdasan, dan kepribadian.
c. Tes Wawancara
Proses wawancara adalah percakapan formal dan mendalam yang dilakukan
untuk mengevaluasi kesesuaian pelamar dengan pekerjaan. Proses ini akan
melengkapi kelayakan kandidat karyawan setelah melalui proses kelayakan
administrasi.
d. Referensi
Referensi menjadi salah satu syarat yang harus dipenuhi oleh kandidat
karyawan. Referensi ini akan menjadi pertimbangan bagi organisasi untuk
menilai kelayakan kandidat karyawan oleh pihak ketiga. Pihak yang biasanya
diminta untuk memberikan referensi antara lain pimpinan tempat kerja
sebelumnya, dosen saat kuliah, atau rekan kandidat yang dinilai memiliki posisi
lebih tinggi.
e. Keputusan Seleksi
Keputusan seleksi dilakukan setelah beberapa tahapan sebelumnya sudah
dilewati oleh kandidat karyawan yang dinyatakan lolos/layak oleh tim seleksi.
f. Tes Kesehatan
Tes kesehatan ini bertujuan untuk memastikan bahwa karyawan yang sudah
lulus seleksi memiliki kondisi kesehatan yang baik dan layak untuk bekerja.
g. Tawaran Pekerjaan
Organisasi memberikan tawaran kepada kandidat karyawan yang telah
memenuhi syarat serangkaian tes sebelumnya. Penawaran ini bertujuan untuk
memastikan bahwa karyawan tersebut bersedia untuk melakukan pekerjaan
yang akan diterimanya.
h. Kontrak Kerja
Kontrak kerja merupakan tahapan terakhir dari proses seleksi berupa bukti
pengesahan kesediaan karyawan untuk mau bekerja dalam organisasi. Tahapan
ini biasanya dibuktikan dengan adanya penandatanganan kontrak yang berisi
hak dan kewajiban karyawan selama bekerja.

9.6 PELATIHAN DAN PENGEMBANGAN


Pelatihan dan pengembangan merupakan salah satu upaya organisasi untuk
meningkatkan kinerja karyawan berupa peningkatan kompetensi dan keterampilan
karyawan. Perkembangan ilmu dan teknologi yang semakin pesat menjadi salah
satu faktor yang akan mempengaruhi kebutuhan pelatihan dan pengembangan
karyawan dalam suatu organisasi. Pelatihan dan pengembangan karyawan menjadi
faktor pendorong untuk memenuhi standar kompetensi yang dipersyaratkan oleh
organisasi pada tiap-tiap jabatan. Adanya program pelatihan dan pengembangan
bertujuan untuk meningkatkan keterampilan, pengetahuan, dan pengalaman, serta
lebih menyesuaikan diri karyawan terhadap pekerjaannya. Hal ini akan berdampak
pada semakin lebarnya kesempatan karyawan untuk meningkatkan jenjang karir
yang lebih baik daripada sebelumnya (Salmah 2012).
Pelatihan dan pengembangan memberi keuntungan bagi organisasi, antara lain:
a. Meningkatkan produktivitas karyawan, baik kuantitas maupun kualitas, yang
akan menguntungkan organisasi
b. Memiliki calon-calon manajer masa depan yang sudah terlatih
c. Meningkatkan moral karyawan sehingga mengurangi tingkat absensi dan
pergantian karyawan
d. Meningkatkan kesiapan respon yang efektif terhadap perubahan lingkungan
dan teknologi
Pelatihan dan pengembangan memberi keuntungan bagi karyawan, antara lain:
a. Karyawan akan lebih terarah untuk pengembangan karir dengan peningkatan
keterampilan dan pengetahuan
b. Peningkatan kinerja karyawan
c. Karyawan semakin efisien untuk mengoperasikan peralatan/mesin
d. Meningkatkan kepuasan dan moral karyawan.

Hasil penelitian juga menunjukkan hasil yang signifikan tentang dampak


pemberian pelatihan kepada karyawan dalam sebuah perusahaan, antara lain :
a. Karyawan lebih memahami dasar-dasar ilmu yang berkaitan dengan
pekerjaannya;
b. Karyawan lebih bersemangat untuk melaksanakan pekerjaannya karena
adanya arahan dari pemateri;
c. Adanya peningkatan kinerja karyawan.
Dari hasil penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa pemberian pelatihan
sangat bermanfaat baik untuk karyawan dan institusi.

RANGKUMAN
Fungsi penempatan karyawan (staffing)merupakan proses pengisian beberapa posisi
jabatan pada struktur organisasi berdasarkan kebutuhan organsasi sesuai dengan
tuntutan internal dan eksternal organisasi.

Rekrutmen merupakan proses pencarian kandidat karyawan untuk sebuah posisi jabatan
tertentu.

Seleksi merupakan proses mengidentifikasi dan memilih karyawan terbaik dari


beberapa kandidat yang memenuhi syarat rekrutmen.
Pelatihan dan pengembangan merupakan salah satu upaya organisasi untuk
meningkatkan kinerja karyawan berupa peningkatan kompetensi dan keterampilan
karyawan.

SOAL-SOAL PENDALAMAN
Soal A: Soal Pemahaman
1. Fungsi penempatan karyawan sangat penting dilakukan oleh organisasi dengan cara
yang tepat karena akan memberikan beberapa manfaat dalam jangka waktu
panjang. Sebutkan beberapa manfaat dari proses penempatan karyawan!
2. Proses rekrutmen dalam suatu organisasi dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu
rekrutmen internal dan eksternal. Masing-masing rekrutmen tersebut terbagi atas
beberapa metode. Pilihlah salah satu metode yang menurut Anda memiliki tingkat
efektivitas dan efisiensi yang tinggi! Uraikan alasan yang jelas!
Soal B: Soal Analisis Kasus
Studi Kasus (Wijayanti 2013)
Di RSUP Nasional Dr.Cipto Mangunkusumo mempunyai pegawai yang berstatus
PNSdan non PNS, dalam penelitian ini penulis akan membahas masalah yang terjadi
padarekrutmen dan seleksi pegawai non PNS. Rekruitmen yang dilakukan di Bagian
SumberDaya Manusia dilakukan dengan cara menaruh iklan di internet dan Koran.
Lamaran yangmasuk akan melewati tahap seleksi administrasi sesuai dengan formasi
yang dibutuhkan,kemudian pelamar yang memenuhi persyaratan dipanggil via telepon
untuk seleksi tahapberikutnya yaitu ujian tertulis, tes wawancara, tes psikotest, tes
kesehatan dan praktek untuktenaga perawat. Setelah melalui tahap seleksi tersebut,
pelamar yang lolos semua tahapseleksi ditempatkan sesuai dengan formasi dan latar
belakang pendidikan, kemudiandilakukan percobaan kerja selama tiga bulan atau yang
sering disebut dengan NTC (NurseTechnical Center) untuk perawat. Setelah tiga bulan
melewati masa percobaan kerja barulahpegawai tersebut menjadi pegawai non PNS.
Sampai saat ini RSUP Nasional Dr.Cipto Mangunkusumo masih terus
melakukanrekrutmen dan seleksi seiring dengan adanya pembangunan gedung baru.
Sebelummelakukan rekrutmen dan seleksi BagianSumber Daya Manusia khusunya
BagianPerencanaan dan Data menetapkan kebutuhan perencanaan pegawai. Dalam hal
ini seringterjadi masalah-masalah yaitu tidak terpenuhinya kebutuhan rencana pegawai
karenaberbagai sebab, salah satunya yaitu langkanya tenagakerja yang dibutuhkan untuk
jenistenaga kerja tertentu,pelamar tidak sesuai dengan kriteria yang dibutuhkan
sepertipendidikan,lalu jumlah pelamar pun sedikit dan terkadang pegawai yang sudah
lolos prosesseleksi dan rekrutmen mengundurkan diri karena berbagai sebab, masalah
lain yang seringterjadi adalah pada sarana dan prasarana dalam pelaksanaan rekrutmen
dan seleksi yaitu tidaktersedianya ruangan, pernyataan ini didapatkan penulis ketika
melakukan wawancara dengansalah satu tim rekrutmen dan seleksi pada tanggal 10
September 2012.
Pertanyaan:
1. Menurut Anda, bagaimana proses rekrutmen dan seleksi yang dilakukan di
RSUP Nasional Dr.Cipto Mangunkusumo? Sudah sesuai dengan teori atau
belum? Jika sudah atau belum, uraikan penjelesan Anda!
2. Ada permasalahan yang muncul tentang proses rekrutmen dan seleksi yang
dilakukan oleh RSUP Nasional Dr.Cipto Mangunkusumo. Sebutkan
permasalahan apa yang diuraikan oleh penulis? Menurut pendapat Anda, apa
saja dampak yang bisa ditimbulkan dari permasalah tersebut?
DAFTAR PUSTAKA
Mardiah, N., 2016. Rekrutmen, seleksi dan penempatan dalam perspektif islam. Jurnal
Kajian Ekonomi Islam, 1(2), pp.223–235.
Raghuram, S. 2015. Business Studies.Fordham Graduate School of Business.
Salmah, N.N.A., 2012. Pengaruh Program Pelatihan dan Pengembangan Karyawan
terhadap Kompetensi Karyawan pada PT Muba Electric Power Sekayu. Jurnal
Ekonomi dan Informasi Akuntansi (Jenius), 2(3), pp.278–290.
Wijayanti, R., 2013. Gambaran Rekrutmen dan Seleksi Pegawai di Rumah Sakit Umum
Pusat,
BAB 10FUNGSI PENGARAHAN (ACTUATING)

TUJUAN INSTRUKSIONAL
1. Mahasiswa memahami konsep dasar fungsi pengarahan
2. Mahasiswa memahami pentingnya fungsi pengarahan dalam organisasi
3. Mahasiswa memahami prinsip-prinsip fungsi pengarahan dalam organisasi
4. Mahasiswa memahami motivasi dalam fungsi pengarahan

PENDAHULUAN
Pada Bab 10 Fungsi Pengarahan, mahasiswa akan dapat meningkatkan pemahamannya
tentang konsep dasar dan pentingnya penerapan fungsi pengarahan dalam suatu
organisasi. Selain itu, pemahaman ini juga akan didukung dengan materi dasar tentang
prinsip-prinsip fungsi dasar pengarahan dalam organisasi. Mahasiswa kesehatan
masyarakat sangat penting mempelajari fungsi pengarahan ini karena saat mereka
bekerja akan berhadapan langsung dengan penerapan fungsi pengarahan ini. Setiap
pekerjaan yang dilakukan tidak terlepas dari penerapan fungsi pengarahan. Pemahaman
dasar tentang peran motivasi dalam pelaksanaan fungsi pengarahan juga sangat
diperlukan karena mahasiswa akan lebih mengenali beberapa motif yang bisa mereka
pilih saat mereka bekerja nanti. Di dalam setiap pembahasan, penulis juga menyisipkan
beberapa contoh aplikatif dan bukti terkait pelaksanaan fungsi pengarahan berdasarka
hasil-hasil penelitian. Hal ini akan mempermudah mahasiswa untuk menelusuri secara
langsung sumber pustaka tersebut untuk pendalaman pemahamannya tentang fungsi
pengarahan lebih lanjut.

10.1 KONSEP DASAR FUNGSI PENGARAHAN


Seorang manajer membutuhkan beberapa cara untuk memimpin, memotivasi,
menginspirasi, berkomunikasi dengan bawahannya secara efektif dan efisien. Fungsi
pengarahan (directing) diartikan sebagai pemberian instruksi dan arahan kepada orang
lain dalam melakukan pekerjaannya. Dalam suatu manajemen, fungsi pengarahan
diartikan proses menginstruksi, membimbing, memberikan konsultasi, memotivasi, dan
memimpin anggota organisasi dalam mencapai tujuan-tujuannya. Pada dasarnya, dalam
fungsi pengarahan ini tidak hanya berhubungan dengan komunikasi, akan tetapi juga
erat kaitannya dengan pengawasan, motivasi, dan kepemimpinan.
Dalam manajemen layanan kesehatan, ini dapat mencakup hal-hal seperti
mengembangkan pekerjaan baru, mendesain ulang pekerjaan saat ini untuk
meningkatkan integrasi vertikal, atau meningkatkan atau mengurangi spesialisasi
penugasan pekerjaan untuk meningkatkan produktivitas di dalam departemen. Apalagi
institusi pelayanan kesehatan seperti rumah sakit yang terdiri atas berbagai macam
pelayanan kesehatan yang diberikan beserta berbagai macam profesi kesehatan maupun
non-kesehatan yang berkerja di dalamnya. Fungsi pengarahan menjadi sesuatu hal yang
sangat penting agar semua jenis pelayanan dapat diselenggarakan dengan kolaborasi
berbagai macam profesi kesehatan yang akan memberikan pelayanan tersebut.
Fungsi pengarahan (directing) memiliki beberapa karakteristik, antara lain:
1. Fungsi pengarahan merupakan kunci fungsi manajemen
Fungsi pengarahan dilakukan oleh seorang manajer pada setiap tahapan fungsi
manajemen yang lain, seperti perencanaan, pengorganisasian, penyusunan staf,
dan pemantauan. Jadi, fungsi pengarahan dilaksanakan pada setiap proses
tahapan manajemen. Hal ini bertujuan agar pada setiap tahapan tersebut
memiliki integritas yang baik dengan tahapan yang lain, sehingga tidak akan
terjadi penyimpangan instruksi yang diberikan kepada karyawan. Apabila sudah
terjadi demikian, setiap lini/unit bagian memiliki orientasi yang sama untuk
pencapaian tujuan organisasi.
2. Fungsi pengarahan berperan dalam setiap tahapan manajemen
Hubungan tingkatan manajemen dari bawah ke atas semakin jelas dengan
adanya fungsi pengarahan sehingga proses koordinasi semakin mudah. Pada
dasarnya, fungsi yang kedua ini hampir sama dengan fungsi yang pertama.
Apabila dirinci secara detail, tahapan perencanaan menjadi tahapan awal dalam
manajemen sudah membutuhkan fungsi pengarahan dalam menetapkan rencana-
rencana program yang akan dilakukan. Kemudian, fungsi pengarahan
dilanjutkan ke dalam tahapan pengorganisasian sebagai keberlanjutan instruksi
pada tahap perencanaan sebelumnya. Fungsi pengarahan akan terus dilanjutkan
hingga tahap akhir manajemen, yaitu evaluasi.
3. Fungsi pengarahan merupakan tahapan berkelanjutan
Fungsi pengarahan ada sepanjang kegiatan manajemen diselenggarakan dalam
suatu organisasi. Adanya fungsi pengarahan menjadi arah bagi organisasi untuk
melakukan kegiatan-kegiatan selanjutnya. Ini merupakan nilai dari fungsi yang
pertama dan kedua di atas, dikarenakan fungsi pengarahan dilakukan pada setiap
tahapan manajemen, maka pemberian arahan oleh pimpinan kepada karyawan
dilakukan secara berkelanjutan dan terus menerus. Selama organisasi beroperasi
dan melaksanakan fungsi manajamen, fungsi pengarahan akan selalu ada dan
berkelanjutan.
4. Fungsi pengarahan bergerak dari atas ke bawah
Pengarahan diberikan oleh pimpinan atas ke bawahannya sesuai dengan garis
kewenangan yang ditetapkan dalam struktur organisasi. Setiap manajer dapat
memberikan arahan secara langsung kepada bawahannya. Hal yang mendasari
ini adalah seorang pimpinan memiliki akses informasi yang lebih luas dengan
pihak-pihak di luar organisasi ataupun dengan organisasi yang lebih atas. Oleh
karena itu, kapasitas seorang pimpinan untuk memberikan pengarahan lebih
layak dan mumpuni terhadap para bawahannya. Selain itu, pengarahan dari
pimpinan akan cenderung lebih dipercaya oleh sebagian besar karyawan
dikarenakan keberadaan posisi dan jabatannya yang dipercaya dapat
memberikan keputusan dalam berbagai masalah yang ada dalam organisasi.
Wujud pentingnya fungsi pengarahan ini juga terlihat dari hasil penelitian yang
dilakukan oleh Warsito (2006) yang menunjukkan fungsi pengarahan memiliki
hubungan dengan pelaksanaan manajemen asuhan keperawatan di ruang rawat
inap RSJD Dr. Amino Gondohutomo Semarang. Fungsi pengarahan ini lebih
berpengaruh dibandingkan dengan fungsi yang lain, seperti perencanaan,
pengorganisasian, dan pegendalian yang menunjukkan tidak ada hubungan
dengan pelaksanaan manajemen asuhan keperawatan. Hasil tersebut juga
menunjukkan bahwa peran kepala ruang mempengaruhi pelaksanaan asuhan
keperawatan yang dilaksanakan oleh perawat pelaksana di ruangan tersebut.
Apabila fungsi pengarahan dan pengawasan oleh kepala ruang tidak baik, maka
pelaksanaan manajemen keperawatannya cenderung juga tidak baik (Warsito
2006).
10.2 PENTINGNYA FUNGSI PENGARAHAN
Keberlangsungan kegiatan yang dilakukan dalam suatu organisasi selalu
berlandaskan atas fungsi pengarahan. Fungsi inilah yang menjadi dasar ketercapaian
tujuan-tujuan organisasi. Manajer tidak hanya sekedar memberikan arahan tentang
tindakan/kegiatan yang dilakukan oleh bawahannya, tetapi juga memastikan bahwa
tindakan/kegiatan tersebut telah dilakukan dengan cara yang tepat dan sesuai dengan
aturan. Fungsi pengarahan ini juga berperan penting untuk pencapaian kegiatan yang
efektif dan efisien dalam suatu organisasi.
Ada beberapa hal yang menunjukkan bahwa fungsi pengarahan sangat penting untuk
dilakukan dalam suatu organisasi, antara lain:
1. Memberikan arahan untuk pencapaian tujuan organisasi
Seorang supervisor membimbing dan memperjelas kendala-kendala yang
dihadapi oleh bawahannya agar lebih terarah dalam mencapai target kinerja.
Misalnya, apabila diterapkan dalam kinerja keperawatan dalam suatu rumah
sakit, kepala ruang rawat inap memiliki tanggung jawab untuk membimbing dan
mengarahkan para perawat pelaksana yang ada di bawahnya. Bimbingan dan
arahan ini diperlukan agar target kinerja pelayanan keperawatan bisa tercapai
sesuai dengan yang diharapkan.
2. Mengintegrasikan tujuan karyawan dengan tujuan organisasi
Kemampuan kepemimpinan manajer dapat memaksimalkan fungsi pengarahan
untuk menyatukan tujuan-tujuan pribadi karyawan dan tim menjadi perwujudan
tujuan organisasi. Setiap karyawan pasti memiliki motif tersendiri yang menjadi
orientasinya dalam bekerja. Meskipun demikian, seorang pimpinan harus
mampu memberikan arahan agar tujuan tersebut dapat diwujudkan bersama-
sama dengan pencapaian tujuan organisasi.
3. Membimbing karyawan untuk memaksimalkan potensi dan kemampuannya
Melalui fungsi pengarahan, seorang manajer dapat memberikan motivasi seluruh
bawahannya agar bekerja dengan memaksimalkan potensi yang dimilikinya.
Wujud arahan dan bimbingan pimpinan tidak hanya bertujuan untuk perwujudan
tujuan organisasi saja, akan tetapi juga mampu untuk merangsang dan
meningkatkan potensi dan kemampuan karyawan yang ada di bawahnya.
Sebagaimana hasil penelitian yang menunjukkan hasil bahwa peran fungsi
pengarahan kepala ruang berhubungan erat dengan motivasi para perawat
pelaksana di ruang rawat inap RSUD Kota Semarang (Rizal 2015).
4. Mempermudah proses perubahan organisasi
Setiap orang dalam suatu organisasi cenderung resisten untuk melakukan
perubahan. Adanya fungsi pengarahan yang baik dari manajer, melalui
komunikasi, motivasi, dan kepemimpinan, akan mempermudah penerimaan
karyawan untuk mengikuti perubahan yang ada. Sebenarnya hal ini merupakan
dampak dari adanya tujuan-tujuan pribadi yang dimiliki oleh karyawan. Apabila
terjadi perubahan kebijakan/instruksi dari pimpinan yang belum dipahami secara
baik oleh karyawan, maka karyawan akan bersikap resisten. Oleh karena itu,
fungsi pengarahan berperan sangat penting untuk menyamakan persepsi
antarkaryawan dan memberikan pengarahan sehingga akan dirasa sangat mudah
untuk dilakukan dan dicapai oleh mereka.
5. Meningkatkan stabilitas dan keseimbangan dalam organisasi
Fungsi pengarahan berperan penting untuk menjaga kerjasama dan komitmen
seluruh karyawan dalam suatu organisasi sehingga tercapai keseimbangan antar
kelompok, aktivitas, dan unit/departemen yang ada. Apabila fungsi pengarahan
sudah berjalan dengan baik, hal ini berarti proses komunikasi dan hubungan
interpersonal antarkaryawan, atau karyawan dengan pimpinan, atau karyawan
dengan organisasi akan terwujud dengan baik dan harmonis. Kondisi ini
merupakan modal dasar untuk mewujudkan kerjasama dan komitmen yang kuat
pada seluruh karyawan dalam sebuah organisasi. Sebagai contoh, saat pimpinan
rumah sakit mampu memahamkan dan menggerakkan seluruh karyawan dari
level atas sampai bawah untuk bersama-sama mewujudkan pelayanan kesehatan
yang berkualitas, maka semua akan tergerak untuk memberikan pelayanan yang
terbaik. Oleh karena itu, proses akreditasi rumah sakit bisa berjalan dengan
sangat baik.

10.3 PRINSIP-PRINSIP FUNGSI PENGARAHAN


Pengarahan yang baik dan efektif merupakan tantangan bagi manajer karena
dihadapkan dengan berbagai keberagaman dalam suatu organisasi. Manajer harus
menghadapi karyawan dengan berbagai macam karakteristik, sehingga perlu memenuhi
prinsip-prinsip fungsi pengarahan agar fungsi pengarahan dapat dilakukan dengan baik.
Prinsip-prinsip fungsi pengarahan antara lain:
1. Memaksimalkan kontribusi individu
Prinsip ini menekankan bahwa pengarahan berfungsi untuk memaksimalkan
potensi dan kemampuan yang dimiliki oleh setiap karyawan untuk mencapai
tujuan organisasi. Pemberian motivasi yang baik kepada karyawan dapat
berkontribusi untuk memaksimalkan usaha-usaha yang akan mereka lakukan
untuk organisasi, sehingga dapat memperoleh penghargaan yang disediakan.
2. Menyelaraskan tujuan-tujuan organisasi
Antara tujuan individu yang dimiliki oleh karyawan dengan tujuan organisasi
seringnya bertentangan. Misalnya, karyawan mengharapkan gaji yang tinggi
sehingga dapat memenuhi segala kebutuhannya, akan tetapi organisasi menuntut
karyawan untuk lebih produktif agar keuntungan lebih meningkat. Fungsi
pengarahan yang baik seharusnya bisa menyelaraskan antara kedua tujuan
tersebut melalui penyediaan penghargaan untuk karyawan dan efisiensi
organisasi dalam mencapai tujuan.
3. Kesatuan komando
Fungsi pengarahan ini harus berprinsip kesatuan komando agar karyawan hanya
akan mematuhi satu komando dari satu pimpinan terdekatnya. Hal ini akan
meningkatkan efektivitas fungsi pengarahan. Sebagai seorang pimpinan,
meskipun di bagian unit terkecil dalam organisasi sekalipun, harus mengikuti
komandu pimpinan di atasnya dan seterusnya. Hal ini akan menjaga kesatuan
komando agar tidak terjadi penyimpangan instruksi yang diberikan kepada
karyawan yang ada di bawahnya. Oleh karena itu, tugas yang dilakukan akan
berorientasi pada tujuan yang sama.
4. Ketepatan teknik pengarahan
Ketepatan teknik motivasi dan kepemimpinan seharusnya diberikan saat fungsi
pengarahan diberikan kepada karyawan sesuai dengan kebutuhan, kemampuan,
dan situasi tertentu. Misalnya, pemberian penghargaan berupa uang bisa menjadi
motivasi yang kuat bagi sebagian karyawan akan tetapi tidak untuk karyawan
yang lain. Pimpinan memiliki tanggung jawab untuk memahami karakteri dan
motif setiap karyawan yang ada di bawahnya, khususnya terkait dengan motivasi
yang dimilikinya. Apakah motivasi internal atau ekternal yang mendorongnya
akan lebih semangat dalam bekerja? Ini seharusnya dilakukan oleh pimpinan
terdekat dengan karyawan di dalam lingkup unit terkecil, yang kemudian akan
dijadikan bahan laporan ke pimpinan teratas dalam suatu organisasi. Hal ini
akan mempermudah pimpinan untuk memberikan teknik pengarahan yang tepat
kepada para karyawan.
5. Manajemen komunikasi
Manajemen komunikasi yang efektif pada seluruh tingkatan manajemen
membuat fungsi pengarahan dapat berjalan secara efektif. Fungsi pengarahan
seharusnya dapat menyampaikan instruksi yang jelas untuk memastikan
pemahaman oleh karyawan secara keseluruhan. Setiap pimpinan sebaiknya
memiliki kemampuan komunikasi yang efektif, sehingga penerimaan arahan dari
pimpinan ke karyawan dapat diterima dan diaplikasikan dengan sangat baik.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepemimpinan yang kurang baik akan
mempengaruhi kinerja karyawan. Hal ini dikarenakan kurangnya komunikasi
antara pimpinan dan karyawan. Pimpinan dapat memberikan semangat dan
motivasi kerja kepada karyawan melalui komunikasi yang baik, sehingga
kinerjanya juga akan semakin baik (Posuma 2013).

6. Penggunaan kelompok informal


Dalam suatu organisasi, ada kelompok-kelompok informal yang dibentuk oleh
karyawan atas dasar beberapa kesamaan. Fungsi pengarahan juga dapat
diterapkan melalui kelompok-kelompok tersebut sehingga arahan bisa
disampaikan lebih efektif. Karyawan-karyawan yang memiliki kesamaan dalam
hal kegiatan-kegiatan informal di luar pekerjaan, mereka cenderung akan
membentuk suatu komunitas tersendiri. Misalnya, karyawan yang sama-sama
memiliki hobi bersepeda, arisan bersama, dan lain sebagainya, akan memiliki
kecenderungan untuk sering berkumpul bersama. Kegiatan inilah yang bisa
dimanfaatkan oleh organisasi jika ingin memberikan masukan atau pengarahan
akan cenderung lebih efektif.
7. Kepemimpinan
Manajer seharusnya belajar tentang konsep kepemimpinan dengan baik agar
dapat dengan mudah memberikan pengaruh kepada bawahannya tanpa
menimbulkan ketidakpuasan di antara mereka. Banyak sekali jenis
kepemimpinan yang diterapkan oleh para pemimpin organisasi. Setiap tipe
kepemimpinan akan berdampak berbeda terhadap karyawan dalam menjalankan
tugasnya. Sebagaimana hasil penelitian yang menunjukkan hasil bahwa tipe
kepemimpinan yang diterapkan secara baik, dapat mempengaruhi motivasi dan
kinerja karyawan. Bahkan kompensasi finansial yang diberikan tidak
mempengaruhi motivasi dan kinerja karyawan tersebut. Hal ini menunjukkan
bahwa tipe kepemimpinan yang baik terhadap karyawan merupakan faktor yang
sangat penting, terutama dalam pelaksanaan fungsi pengarahan (Riyadi 2011).
Kepemimpinan yang baik juga berpengaruh positif terhadap kinerja organisasi
secara keseluruhan (Brahmasari & Suprayetno 2005).
8. Mengikuti alur
Arahan yang diberikan oleh manajer seharusnya mengikuti alur yang ada secara
berurutan agar tidak menimbulkan masalah. Apabila dibutuhkan, modifikasi
yang tepat juga bisa dilakukan oleh manajer untuk membuat arahan baru.
Apabila membahas tentang alur, hal ini berkaitan erat dengan struktur organisasi
yang mendeskripsikan sebuah alur tanggung jawab dan kewenangan.
Sebagaimana hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya perubahan struktur
organisasi memberikan pengaruh terhadap produktivitas karyawan (Budiasih
2012). Hal ini berarti bahwa pemberian arahan dalam organisasi juga harus
mengikuti perubahan struktur organisasi dan alur kewenangan yang sedang
berlaku. Oleh karena itu, alur komunikasi antarkaryawan maupun atasan dengan
bawahan juga akan berjalan dengan baik dan lancar.

10.4 MOTIVASI DALAM FUNGSI PENGARAHAN


Seorang manajer harus memahami motif pribadi yang dibawa oleh karyawan
yang ada di bawahnya. Hal ini akan menjadi dasar bagi manajer untuk memberikan
arahan sesuai dengan
keinginan dan kebutuhan mereka. Motivasi kerja setiap karyawan menjadi pokok
perhatian bagi manajer untuk meningkatkan produktivitas kerja sehingga
mempermudah proses pengarahan. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa motivasi
secara parsial bisa mempengaruhi kinerja seseorang dalam bekerja (Setiawan 2013).
Di dalam ayat suci Al-Qur’an Surat Ar-Rad ayat 11 juga menunjukkan pentingnya
motivasi yang harus dimiliki oleh setiap orang. Berikut kutipan ayatnya:

Artinya: “Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya secara


bergiliran, dimuka dan dibelakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah.
Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka
mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah
menghendaki keburukan pada suatu kaum, maka tidak ada yang dapat menolaknya, dan
sekali-kali tidak ada pelindung bagi mereka selain Dia.”

Ayat tersebut menunjukkan bahwa ada dampak dari sebuah motivasi yang dimiliki oleh
setiap karyawan memiliki potensi untuk berkontribusi mengubah suatu keadaan
(organisasi), terutama ke arah yang lebih baik. Hal ini bisa menjadi pedoman bagi setiap
karyawan bahwa motivasi yang dimiliki tersebut berperan penting bagi organisasi,
apalagi karyawan tersebut bersedia berubah dan mengikuti arahan para pimpinannya
guna pencapaian tujuan-tujuan organisasi.

Ada beberapa motif yang dimiliki karyawan sebagai sumber motivasi kerja dalam suatu
organisasi, antara lain:

1. Kebutuhan
Karyawan akan memiliki motivasi yang tinggi saat harus memenuhi kebutuhan
pokok dalam kehidupannya, seperti sandang, pangan, dan papan. Kondisi sosial
dan ekonomi menjadi motif yang memiliki kekuatan besar untuk mendorong
seseorang termotivasi untuk bekerja lebih baik dalam suatu organisasi.
2. Keuntungan
Seseorang bekerja tidak hanya berorientasi pada penghasilan rutin setiap bulan,
akan tetapi lebih dari itu. Seseorang akan lebih termotivasi bekerja apabila akan
diperoleh keuntungan-keuntungan lain, seperti mendapatkan baik posisi jabatan
tetap yang bagus, penghargaan, maupun bonus. Keuntungan-keuntungan
tersebut juga bisa meningkatkan status sosialnya di masyarakat.
3. Kepuasan individu
Setiap karyawan memiliki motif pribadi dalam bekerja, seperti gaji yang tinggi,
memiliki banyak teman, atau mendapatkan penghargaan-penghargaan. Kepuasan
yang dicapai secara individu oleh karyawan akan mempermudah dalam
pemberian arahan kepada mereka. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa
karyawan yang memiliki kepuasan yang tinggi terhadap kompensasi yang
diberikan oleh institusi akan menunjukkan kinerja yang baik pula, sehingga
pimpinan akan lebih muda untuk memberikan arahan kepada karyawannya
(Komara & Nelliawati 2014).
4. Kemandirian
Ada motivasi karyawan saat bekerja untuk mencapai kemandirian, artinya
bahwa segala hal yang dikerjakan berdasarkan ide dan kemandirian yang
dimilikinya tanpa ada pengawasan secara langsung. Akan tetapi, ada sebagian
besar karyawan yang justru membutuhkan pengarahan dan pendampingan dalam
melakukan pekerjaannya.
5. Penghargaan dan pengakuan
Manajer seharusnya mengakui adanya kontribusi yang positif dari bawahannya
dalam bentuk memberikan penghargaan dan pengakuan. Meskipun tidak semua
karyawan mengaharapkan hal tersebut. Akan tetapi, dengan adanya penghargaan
dan pengakuan, karyawan akan lebih merasa dihargai sehingga suasana kerja
semakin menyenangkan. Hal ini akan mempermudah untuk mengarahkan
karyawan agar bekerja sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.
6. Uang
Uang merupakan salah satu bentuk motivasi dasar yang paling diinginkan oleh
setiap karyawan. Akan tetapi, ada dampak secara tidak langsung dari besarnya
gaji/insentif yang diperoleh karyawan juga menunjukkan pengakuan secara
sosial dari organisasi kepada karyawan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
pemberian kompensasi kepada pegawai rumah sakit memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap kinerja pegawainya, sehingga dapat menunjang ketercapaian
institusi (Komara & Nelliawati 2014).
7. Kebijakan organisasi
Kebijakan organisasi berupa tunjangan dan lingkungan kerja yang mendukung
dapat meningkatkan motivasi karyawan selama bekerja. Tunjangan yang
diberikan bisa bermacam-macam, seperti asuransi kesehatan dan asuransi
kecelakaan kerja, tunjangan keluarga, liburan, seragam, tunjangan pensiun, dan
lain sebagainya. Lingkungan kerja yang mendukung baik secara fisik
(kebersihan, kelengkapan sarana dan prasarana) maupun sosial (hubungan kerja
antarkaryawan).
Setiap karyawan bisa saja memiliki lebih dari satu motif untuk melakukan pekerjaannya
sesuai dengan arahan pimpinan. Akan tetapi, biasanya ada salah satu motif yang
dominan dimiliki oleh setiap karyawan.

RANGKUMAN
Fungsi pengarahan diartikan proses menginstruksi, membimbing, memberikan
konsultasi, memotivasi, dan memimpin anggota organisasi dalam mencapai tujuan-
tujuannya.

Fungsi pengarahan (directing) memiliki beberapa karakteristik, antara lain:

1. Fungsi pengarahan merupakan kunci fungsi manajemen


2. Fungsi pengarahan berperan dalam setiap tahapan manajemen
3. Fungsi pengarahan merupakan tahapan berkelanjutan
4. Fungsi pengarahan bergerak dari atas ke bawah
Pentingnya fungsi pengarahan, antara lain:

1. Memberikan arahan untuk pencapaian tujuan organisasi


2. Mengintegrasikan tujuan karyawan dengan tujuan organisasi
3. Membimbing karyawan untuk memaksimalkan potensi dan kemampuannya
4. Mempermudah proses perubahan organisasi
5. Meningkatkan stabilitas dan keseimbangan dalam organisasi

Prinsip-prinsip pengarahan, antara lain:

1. Memaksimalkan kontribusi individu


2. Menyelaraskan tujuan-tujuan organisasi
3. Kesatuan komando
4. Ketepatan teknik pengarahan
5. Manajemen komunikasi
6. Penggunaan kelompok informal
7. Kepemimpinan
8. Mengikuti alur
Ada beberapa motif yang dimiliki karyawan untuk mau mengikuti arahan dari
pimpinannya, antara lain:

1. Kebutuhan
2. Keuntungan
3. Kepuasan individu
4. Kemandirian
5. Penghargaan dan pengakuan
6. Uang
7. Kebijakan organisasi

REFLEKSI
1. Fungsi pengarahan memiliki empat (4) karakteristik, yaitu:
a. Merupakan kunci fungsi manajemen
b. Berperan dalam setiap tahapan manajemen
c. Merupakan tahapan berkelanjutan
d. Bergerak dari atas ke bawah
Uraikan contoh karakteristik fungsi pengarahan tersebut apabila diterapkan di
sebuah pelayanan kesehatan!

2. Apabila Anda nanti bekerja sebagai seorang karyawan sebuah rumah sakit, motif
apa yang Anda pilih untuk meningkatkan produktivitas selama bekerja? Boleh lebih
dari satu motif yang dipilih. Berikan alasan memilih motif-motif tersebut!

3. Sebuah rumah sakit swasta yang berlokasi di daerah Jakarta sedang memperbaiki
kualitas pelayanan yang diberikan. Upaya dasar yang dilakukan oleh direktur
rumah sakit adalah membangun persepsi tentang mutu pada seluruh karyawan
rumah sakit dari tingkatan bawah hingga atas. Pemberian pengarahan kepada
seluruh karyawan dilakukan secara bertahap, melalui peran masing-masing kepala
unit/bagian yang rutin rapat dengan direktur agar menyampaikan informasi kepada
para staf yang ada di bawahnya. Rumah sakit juga mulai menetapkan tujuan baru
yang lebih tinggi daripada sebelumnya. Hal ini dikarenakan semakin tingginya
tuntutan masyarakat ataupun kebijakan pemerintah yang juga semakin berubah dan
meningkat. Setelah satu bulan proses pengarahan dilaksanakan, tidak semua unit
memperlihatkan perbaikan pelayanan, salah satunya adalah unit laboratorium. Hal
ini dikarenakan sesaat setelah proses pengarahan dilakukan, kepala laboratorium
memperoleh surat keputusan untuk dimutasi di bagian manajemen, sehingga sesaat
terjadi kekosongan jabatan tersebut. Wakil laboratorium yang kurang terlibat dalam
proses pengarahan sejak awal memiliki kendala untuk melanjutkan penyampaian
informasi dari direktur ke para staf di unit laboratorium. Saat kepala laboratorium
yang baru telah ditunjuk, proses pengarahan ternyata memang mengalami
perubahan sehingga para staf masih harus belajar untuk beradaptasi dengan pola
yang baru.
Pertanyaan:
a. Berdasarkan prinsip-prinsip fungsi pengarahan, apa saja prinsip yang sudah
terlaksana dengan baik dan belum terlaksana dengan baik? Berikan penjelasan
tentang penilaian Anda tentang kebaikan tersebut!
b. Apabila melihat permasalahan pada unit laboratorium pada kasus tersebut,
uraikan pendapat Anda tentang dampak apa yang bisa terjadi pada fungsi
pengarahan di unit tersebut!
DAFTAR PUSTAKA

Brahmasari, I.A. & Suprayetno, A., 2005. Pengaruh Motivasi Kerja , Kepemimpinan
dan Budaya Organisasi Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan serta Dampaknya
pada Kinerja Perusahaan ( Studi kasus pada PT . Pei Hai International Wiratama
Indonesia ). Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, 10(2), pp.124–135.
Budiasih, Y., 2012. Struktur Organisasi, Desain Kerja, Budaya Organisasi, dan
Pengaruhnya terhadap Produktivitas Karyawan: Studi Kasus pada PT. XX di
Jakarta. Jurnal Liquidity, 1(2), pp.99–105.
Komara, A.T. & Nelliawati, E., 2014. Pengaruh Kompensasi, Motivasi, dan Kepuasan
Kerja terhadap Kinerja Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Lingkungan Rumah Sakit
Umum Daerah (RSUD) Kota Bandung. Jurnal Ekonomi, Bisnis, &
Entrepreneurship, 8(2), pp.73–85.
Posuma, C.O., 2013. Kompetensi, Kompensasi, dan Kepemimpinan Pengaruhnya
terhadap Kinerja Karyawan pada Rumah Sakit Ratumbuysang Mando. Jurnal
EMBA, 1(4), pp.646–656.
Riyadi, S., 2011. Pengaruh Kompensasi Finansial, Gaya Kepemimpinan, dan Motivasi
Kerja terhadap Kinerja Karyawan pada Perusahaan Manufaktur di Jawa Timur.
Jurnam Manajemen dan Kewirausahaan, 13(1), pp.40–45.
Rizal, A.A.F., 2015. Hubungan Pelaksanaan Fungsi Manajemen Kepala Ruang dengan
Motivasi Perawat Pelaksana dalam Memberikan Layanan Keperawatan di Ruang
Rawat Inap RSUD Kota Semarang,
Setiawan, A., 2013. Pengaruh Disiplin Kerja dan Motivasi terhadap Kinerja Karyawan
pada Rumah Sakit Umum Daerah Kanjuruhan Malang. Jurnal Ilmu Manajemen,
1(4), pp.1245–1253.
Warsito, B.E., 2006. Pengaruh Persepsi Perawat Pelaksana tentang Fungsi Manajerial
Kepala Ruang terhadap Pelaksanaan Manajemen Asuhan Keperawatan di Ruang
Rawat Inap RSJD Dr. Amino Gondohutomo Semarang,
Leadership and Directing in Hospitality Management.
https://www.enotes.com/homework-help/four-functions-management-health-care-
setting-769933
BAB 11FUNGSI PENGAWASAN

TUJUAN INSTRUKSIONAL:
1. Memahami konsep dasar fungsi pengawasan
2. Memahami pentingnya fungsi pengawasan
3. Memahami prinsip dasar pengawasan
4. Memahami proses pengawasan

PENDAHULUAN

Bab 11 berisi tentang pendalaman materi tentang fungsi pengawasan dalam manajemen.
Seorang mahasiswa kesehatan masyarakat membutuhkan ilmu tentang fungsi
pengawasan karena ini merupakan salah satu kegiatan penting yang dapat diterapkan
dalam berbagai bidang, baik formal maupun nonformal. Pada bab ini, mahasiswa akan
memahami konsep dasar fungsi pengawasan yang menjadi dasar pemahaman sebelum
mempelajari pentingnya fungsi pengawasan dalam manajemen. Agar pelaksanaan
fungsi pengawasan berjalan dengan baik, maka mahasiswa diberikan materi tentang
prinsip dasar pengawasan. Hal ini akan melatih mahasiswa bisa merencanakan proses
pengawasan dengan cara yang tepat. Setelah itu, mahasiswa dipahamkan tentang proses
pengawasan dan tahapannya.

11.1 KONSEP DASAR FUNGSI PENGAWASAN


Fungsi pengawasan(controlling) sangat diperlukan dalam suatu pelayanan
kesehatan. Hal ini dikarenakan tidak ada hal yang lebih penting dalam perawatan
kesehatan dalam pelayanan kesehatan dibandingkan pemenuhan standar pelayanan
untuk memenuhi keselamatan staf dan pasien. Seorang manajer layanan kesehatan yang
efektif harus memiliki pemahaman yang sangat, sangat kuat dari kedua standar
perawatan pasien (termasuk hubungan di kantor, sikap di tempat tidur, efektivitas
dengan pekerja sosial) dan standar dasar pengobatan itu sendiri, seperti mampu
memahami jika teknisi laboratorium mendapatkan ceroboh atau jika dokter membuat
sejumlah kesalahan diagnosis. Oleh karena itu, manajer pelayanan kesehatan harus
melakukan fungsi pengawasan secara maksimal.
Menurut Henry Fayol:
“Control consist in verifying whether everything occurs in conformity with the
plan adopted, the instructions issued and the principles established.”
Sedangkan menurut Koontz dan O’Donnell:
“Controlling implies measurement of accomplishment against the standard
anf the correction of deviation to assure attainments of objectives according to plans.”

Pengawasan merupakan suatu kegiatan untuk menyesuaikan kegiatan


operasional (actuating) di lapangan dengan rencana (planning) yang telah ditetapkan
dalam tujuan (goal) dari organisasi. Objek dari fungsi pengawasan adalah kesalahan,
penyimpangan, pelanggaran, kecacatan, atau hal-hal yang bersifat negatif sehingga
menimbulkan suatu kendala/masalah dalam proses manajemen (Glendoh, 2000).
Pengawasan dilakukan pada setiap tingkatan manajemen, mulai tingkatan paling atas
hingga tingkatan bawah. Fungsi pengawasan erat kaitannya dengan pelaksanaan fungsi-
fungsi manajemen lainnya. Apabila fungsi-fungsi manajemen lain sudah berjalan
dengan baik, maka fungsi pengawasan tidak terlalu diperlukan, tetapi harus tetap
dilaksanakan. Hasil dari proses pengawasan inilah yang akan menjadi bahan untuk
melakukan proses evaluasi yang akan berakhir pada suatu pengambilan keputusan yang
harus dilakukan oleh manajer.
Dalam ajaran Islam, setiap orang sudah diajarkan untuk selalu waspada dan
melakukan pengawasan terhadap diri sendiri agar tidak melakukan hal-hal yang tidak
baik. Apabila dasar ajaran ini dilaksanakan oleh setiap karyawan dalam pekerjaannya,
maka fungsi pengawasan dalam sebuah organisasi akan berjalan dengan baik.
Sebagaimana firman Allah SWT dalam Al-Qur’an surat Al-Mujadalah ayat 7 berikut
ini:
“Tidakkah kamu perhatikan, bahwa Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang
ada di langit dan di bumi? tiada pembicaraan rahasia antara tiga orang, melainkan
Dia-lah keempatnya. dan tiada (pembicaraan antara) lima orang, melainkan Dia-lah
keenamnya. dan tiada (pula) pembicaraan antara jumlah yang kurang dari itu atau
lebih banyak, melainkan dia berada bersama mereka di manapun mereka berada.
Kemudian dia akan memberitahukan kepada mereka pada hari kiamat apa yang Telah
mereka kerjakan. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu.”
Saat setiap karyawan menyadari bahwa segala pekerjaan yang dilakukan tidak
luput dari pengawasan Allah SWT, maka karyawan tersebut akan menunjukkan
kepatuhan dan kejujuran dalam pekerjaannya. Kondisi ini akan sangat mendukung
manajer dalam proses pengawasan, sehingga proses manajemen akan berjalan dengan
baik.

Ada empat fungsi utama dalam kegiatan pengawasan, yaitu (Dunn, 1999):
1. Ketaatan (compliance)
Manajer memastikan ketaatan dari seluruh karyawan yang ada di bawahnya telah
melaksanakan kegiatannya sesuai dengan standar/prosedur yang telah ditetapkan.
Dalam suatu pelayanan kesehatan, ketaatan seluruh staf kepada prosedur
merupakan kunci keberhasilan keamanan dan keselamatan seluruh pihak, baik
pasien dan tenaga kesehatan (medis dan non-medis). Hasil penelitian menunjukkan
bahwa kepemimpinan memiliki hubungan dengan kepatuhan perawat di rumah
sakit dalam melaksanakan tugasnya (Handayani et al. 2014). Hal ini membuktikan
bahwa peran pimpinan dalam proses pengawasan memang benar bisa
meningkatkan kepatuhan karyawan yang ada di bawahnya.
2. Pemeriksaan (auditing)
Manajer melakukan pemeriksaan tentang ketepatan sumber dan layanan yang ada di
organisasi sesuai dengan pihak tertentu yang memang membutuhkannya. Proses
pemeriksaan ini juga perlu diawasi karena berkaitan dengan ketersediaan sarana
prasarana (stok obat, alat kesehatan, alat transportasi, dan lain-lain) dan ketepatan
penggunaan alat-alat kesehatan yang tersedia. Pemeriksaan yang rinci dan rutin
akan mendukung kelancaran pelayanan kesehatan yang akan diberikan.
3. Laporan (actuating)
Dalam proses pengawasan, ada proses analisis dan perhitungan terhadap data atau
informasi yang ada. Hasil laporan tersebut menggambarkan ketercapaian target-
target pelaksanaan kebijakan/standar operasional yang ditetapkan dibandingkan
dengan pelaksanaannya.
4. Penjelasan (explanation)
Dengan adanya pelaksanaan pengawasan, terjadinya pelaksanaan kegiatan/program
yang tidak sesuai dengan kebijakan bisa dijelaskan dengan baik. Hasil dari proses
pengawasan ini akan memperjelas sesuatu yang belum jelas sebelumnya. Misalnya,
apabila ada suatu kesalahan berulang yang dilakukan oleh staf administrasi rumah
sakit, setelah pengawasan dilakukan akhirnya ditemukan sumber permasalahannya
dimana.

11.2 PENTINGNYA FUNGSI PENGAWASAN


Setelah mempelajari definisi dan fungsi utama kegiatan pengawasan, berikut
akan diuraikan tentang beberapa item pentingnya fungsi pengawasan ini dilakukan
dalam suatu organisasi.
1. Sebagai dasar untuk tindakan masa depan
Fungsi pengawasan yang berkelanjutan akan menyediakan berbagai informasi
tentang hal-hal apa saja yang bisa dilakukan/diupayakan untuk masa depan. Hal ini
dikarenakan hasil dari fungsi pengawasan diperoleh informasi tentang ketepatan
tindakan yang bisa dilakukan sehingga terhindar dari terjadinya kesalahan di masa
depan.
2. Membantu dalam pengambilan keputusan
Fungsi pengawasan sangat membantu manajer untuk mengambil keputusan yang
tepat. Kegiatan follow-up merupakan salah satu upaya keberhasilan untuk
tercapainya tujuan organisasi. Saat kegiatan pengawasan, manajer bisa memastikan
ketepatan informasi dan proses pelaksanaan yang dilakukan oleh pegawai yang ada
di bawahnya. Proses pengawasan ini akan mempermudah pengambilan keputusan
bagi manajer karena adanya bukti atau informasi saat proses pengawasan
dilakukan.
3. Membantu proses desentralisasi
Fungsi pengawasan ini akan sangat membantu top manager untuk mendapatkan
feedback atau informasi dari manajemen di bawahnya sehingga bisa memastikan
keputusan yang diambil benar bisa membantu pengimplementasian kebijakan yang
telah ditetapkan. Hal ini akan sangat membantu proses desentralisasi dapat berjalan
dengan baik karena banyaknya informasi yang akan diperoleh di lapangan.
4. Membantu proses koordinasi
Adanya kegiatan pengawasan mempermudah proses koordinasi antar-bagian dalam
organisasi. Hasil proses pengawasan biasanya akan menampilkan batasan-batasan
antar-bagian tersebut untuk menentukan tujuan dan pedoman tiap anggota
organisasi.
5. Memberikan dampak positif ke karyawan
Pengawasan akan menuntut karyawan untuk selalu bekerja sesuai dengan prosedur
yang telah ditetapkan. Selain itu, pekerjaan yang sesuai dengan prosedur tersebut
akan meningkatkan efektivitas dan efisiensi organisasi dalam mencapai tujuan.
6. Memperjelas kelemahan yang dimiliki oleh organisasi
Hasil pengawasan ini biasanya akan menampilkan beberapa kelemahan yang
dimiliki oleh organisasi, sehingga akan mempermudah organisasi untuk
memperbaiki kelemahan tersebut
7. Pembentukan pola pengawasan organisasi
Kegiataan pengawasan antara organisasi satu dengan yang lain biasanya memiliki
perbedaan. Setiap organisasi memiliki ciri khas dalam proses pengawasan, karena
ini berkaitan dengan sistem manajemen yang diterapkan di organisasi tersebut.
Setiap posisi manajemen memiliki kewenangan untuk melakukan pengawasan
khusus dan tindakan perbaikan yang berbeda-beda.
8. Mengurangi biaya operasional
Kegiatan pengawasan tidak selalu mahal, justru kegiatan pengawasan ini menjadi
upaya untuk mengendalikan pengeluaran (biaya operasional) yang disebabkan oleh
kegiatan-kegiatan yang tidak sesuai dengan standar.
9. Fungsi pengawasan seharusnya mudah untuk dipahami
Hal ini berkaitan dengan sistem kontrol pada tiap-tiap bagian yang seharusnya
mudah untuk dipahami, sehingga fungsi pengawasan juga mudah dilaksanakan
untuk upaya pengontrolan.
10. Mengontrol ketepatan pelaksanaan program/kegiatan
Adanya fungsi pengawasan ini sebagai upaya untuk mengontrol ketepatan
kegiatan/program yang dilakukan pada setiap tingkatan manajemen.
Fungsi pengawasan dalam suatu organisasi sangat erat kaitannya dengan peran
seorang manajer selama menjalankan tugas dan tanggung jawabnya. Berikut tujuan
pengawasan bagi seorang manajer, antara lain (Suwardi, 1994, dalam Arifin, dkk,
2016):
1. Mempertebal rasa tanggung jawab manajer untuk melaksanakan tugas dan
wewenangnya;
2. Mendorong para manajer untuk mematuhi prosedur yang telah ditetapkan dalam
menjalankan pekerjaannya;
3. Mencegah terjadinya penyimpangan, kecurangan, dan kelemahan yang dapat
menimbulkan kerugian bagi organisasi;
4. Meminimalisasi pemborosan-pemborosan yang kemungkinan akan menjadi
hambatan dalam melaksanakan pekerjaan.

11.3 PRINSIP DASAR PENGAWASAN


Acuan dari kegiatan pengawasan adalah ketentuan-ketentuan yang telah
disepakati dan diberlakukan untuk dipatuhi secara bersama-sama dalam proses
pelaksanaannya. Ada beberapa prinsip pengawasan yang sebaiknya dipatuhi, antara lain
(Suryana, 2010):
1. Dilakukan secara berkesinambungan
Setiap organisasi pastinya memiliki program-program kegiatan yang terus
dilakukan sepanjang organisasi tersebut masih ada dan beroperasi. Oleh karena itu,
fungsi pengawasan akan selalu diperlukan secara terus-menerus dan
berkesinambungan. Meskipun program kegiatan sudah berjalan dengan baik,
pengawasan juga masih akan terus diperlukan sebagai upaya peningkatan kualitas
yang juga berkesinambungan.
2. Menjadi dasar perbaikan kegiatan program organisasi
Hasil dari proses pengawasan akan menjadi sumber data dan informasi untuk
perbaikan kegiatan program dalam organisasi. Apabila proses pengawasan sudah
menggunakan metode dan proses pengukuran yang tepat, data hasil pengawasan
bisa menjadi sumber yang valid bagi manajer untuk proses pengambilan keputusan.
3. Bermanfaat bagi organisasi dan pengguna produk (barang atau jasa/pelayanan)
Proses pengawasan yang dilakukan harus berorientasi pada hasil yang akan
bermanfaat untuk organisasi dan customer (pengguna produk). Setiap item
pengawasan dilakukan berfokus pada organisasi dan customer.
4. Memotivasi karyawan untuk lebih berprestasi
Proses pengawasan memiliki tujuan tidak hanya menguntungkan organisasi saja,
akan tetapi menjadi salah satu stimulus bagi para karyawan untuk lebih berprestasi.
Proses pengawasan biasanya juga memperhatikan ketepatan pekerjaan yang
dilakukan oleh karyawan, sehingga karyawan akan berusaha dan berlomba untuk
mengerjakan pekerjaan sebaik mungkin. Hal ini secara tidak langsung akan
membentuk pola motivasi pada karyawan sehingga bisa lebih termotivasi.
5. Berorientasi pada tujuan program
Sebagaimana orientasi setiap organisasi yaitu mencapai tujuan-tujuan organisasi
sesuai dengan rencana yang ditetapkan. Begitu pula proses pengawasan yang
dilakukan dalam sutau organisasi juga berorientasi pada tujuan program-program
yang sedang dilaksanakan.
Proses pengawasan dan evaluasi secara sekilas memiliki kemiripan, padahal
sebenarnya memiliki perbedaan yang cukup signifikan. Pengawasan merupakan proses
yang berusaha untuk mengendalikan program dari awal sampai akhir. Selain itu,
kegiatan ini juga memberikan bimbingan dan mencegah terjadinya kesalahan dalam
pelaksanaan program. Sedangkan proses evaluasi dilakukan hanya pada waktu-waktu
tertentu secara periodik dan menekankan pada bagian proses dan hasil saja.

11.4 PROSES PENGAWASAN


Pada dasarnya, fungsi pengawasan adalah kegiatan untuk menyesuaikan antara
pelaksanaan dengan rencana-rencana yang telah ditetapkan. Adapun rincian kegiatan
yang dilakukan dalam proses pengawasan antara lain:
1. Mengukur Hasil
Proses pengawasan bisa dilakukan pada setiap tingkatan manajemen. Tahapan
mengukur hasil ini adalah proses penilaian yang dilakukan oleh manajer atau
pimpinan terhadap ketercapaian tujuan organisasi, baik pada level atas maupun
level bawah. Apabila pengukuran hasil pada level atas baisanya cakupan
penilaiannya lebih umum dan luas yang telah dicapai oleh pimpinan tingkat atas.
Selain itu, pengukuran juga dilakukan pada manajemen tingkat bawah yang sifat
penilaiannya lebih rinci dan detail. Penilaian ini dilakukan secara objektif. Hal-hal
yang biasa diukur dalam suatu pelayanan kesehatan adalah ketercapaian indikator-
indikator pelayanan kesehatan. Waktu pelaksanaan proses pengukuran tidak selalu
sama antara level atas dan level bawah. Apabila kegiatan yang bersifat operasional,
penilaian sebaiknya dilakukan secara rutin, misalnya satu bulan sekali. Akan tetapi,
apabila penilaian bersifat umum atau luas dan strategis pada level atas, penilaian
dilakukan satu tahun sekali.
2. Menganalisis Data
Data yang dianalisis adalah data yang diperoleh saat proses pengukuran. Data
diperelohe bisa melalui beberapa cara, antara lain:
a. Pengamatan langsung
Pengamatan langsung biasanya dilakukan oleh manajer secara langsung dengan
mengamati setiap kegiatan yang sedang dilakukan oleh karyawan, berupa
kualitas, jumlah kerja, dan sikap kerja. Metode ini memiliki kelebihan yaitu
kepuasan manajer untuk membuktikan secara langsung pelaksanaan kegiatan
yang ada di lapangan dan mendapatkan informasi secara langsung tentang
kegiatan-kegiatan yang tidak tertulis secara kuantitatif. Kelemahan metode ini
adalah menimbulkan rasa ketidaknyamanan dari para karyawan, menyita waktu
manajer/pimpinan, dan data yang terkumpul bersifat kualitatif sehingga
keakuratan informasi sangat relatif.
b. Laporan lisan
Metode ini dilakukan melalui proses wawancara oleh pimpinan kepada para
karyawan. Kegiatannya berupa pertemuan kelompok untuk mengadakan diskusi
informal berkaitan dengan capaian indikator pelayanan yang telah dilakukan.
Metode laporan lisan ini juga termasuk pengamatan langsung, karena
manajer/pimpinan bisa bertemu langsung dengan karyawan sekaligus bisa
menilai keseriusan dan kebenaran informasi yang disampaikan oleh karyawan.
c. Laporan tertulis
Metode pengawasan ini menghasilkan data lengkap sehingga bisa dipakai untuk
dianalisis secara statistik. Data yang diperoleh dari laporan ini bisa digunakan
untuk melengkapi laporan lisan dan pengamatan langsung yang telah dilakukan
oleh pimpinan. Laporan tertulis bisa berupa data kuantitatif maupun kualitatif
(deskriptif). Penarikan kesimpulan dari data tersebut bisa menggunakan
berbagai macam metode statistik yang sudah sering digunakan.
3. Membandingkan Hasil dengan Standar
Tahapan ini dilakukan dengan membandingkan data hasil pengukuran dengan
standar yang telah ditetapkan. Apabila terdapat penyimpangan, manajer perlu
melakukan analisis dampak dari penyimpangan yang terjadi tersebut, besar atau
kecil.
4. Memperbaiki Penyimpangan
Penyimpangan yang terjadi harus segera diperbaiki agar mendapatkan hasil sesuai
dengan yang diinginkan. Perbaikan penyimpangan harus disertai oleh tanggung
jawab oleh karyawan yang melakukan penyimpangan.
5. Pengawasan Awal
Pengawasan awal ini bertujuan untuk memberikan peringatan dini apabila terjadi
penyimpangaan saat melaksanakan tugas/kegiatan. Ada beberapa komponen yang
mempengaruhi pengawasan mutu secara statistik, antara lain: 1) faktor kuantitas; 2)
faktor kualitas; 3) waktu; 4) faktor biaya. Komponen-komponen tersebut
merupakan bagian dari suatu fungsi produksi, penjualan keuangan, dan pegawai.
Tiap-tiap komponen tersebut mengandung faktor kuantitas, kualitas, waktu, dan
biaya.
Apabila melihat beberapa proses pengawasan di atas, dapat disimpulkan bahwa
proses pengawasan juga memerlukan strategi dan metode yang tepat, sehingga manajer
bisa dengan tepat pula menentukan keputusan/kebijakan apa yang harus diambil.
Apabila lebih diperinci, kegiatan-kegiatan pengawasan meliputi beberapa hal berikut ini
(Ismail, 2009):
1. Membandingkan hasil-hasil pekerjaan dengan rencana secara keseluruhan
2. Menilai hasil pekerjaan sesuai dengan standar hasil kerja
3. Membuat media pengukur pekerjaan
4. Memindahkan data secara terperinci agar dapat terlihat perbandingan dan
penyimpangan-penyimpangannya
5. Membuat saran tindakan-tindakan perbaikan jika dirasa perlu oleh anggota
6. Memberi tahu anggota yang bertanggung jawab terhadap pemberian penjelasan
7. Menyesuaikan pengawasan sesuai dengan petunjuk hasil pengawasan
RANGKUMAN
Pengawasan merupakan suatu kegiatan untuk menyesuaikan kegiatan operasional
(actuating) di lapangan dengan rencana (planning) yang telah ditetapkan dalam tujuan
(goal) dari organisasi. Objek dari fungsi pengawasan adalah kesalahan, penyimpangan,
pelanggaran, kecacatan, atau hal-hal yang bersifat negatif sehingga menimbulkan suatu
kendala/masalah dalam proses manajemen.

Pentingnya fungsi pengawasan, antara lain:

1. Sebagai dasar untuk tindakan masa depan


2. Membantu dalam pengambilan keputusan
3. Membantu proses desentralisasi
4. Membantu proses koordinasi
5. Memberikan dampak positif ke karyawan
6. Memperjelas kelemahan yang dimiliki oleh organisasi
7. Pembentukan pola pengawasan organisasi
8. Mengurangi biaya operasional
9. Fungsi pengawasan seharusnya mudah untuk dipahami
10. Mengontrol ketepatan pelaksanaan program/kegiatan
Prinsip dasar pengawasan, meliputi:

1. Dilakukan secara berkesinambungan


2. Menjadi dasar perbaikan kegiatan program organisasi
3. Bermanfaat bagi organisasi dan pengguna produk (barang atau jasa/pelayanan)
4. Memotivasi karyawan untuk lebih berprestasi
5. Berorientasi pada tujuan program
Proses pengawasan dilakukan beberapa kegiatan, antara lain:

1. Mengukur Hasil
2. Menganalisis Data
3. Membandingkan Hasil dengan Standar
4. Memperbaiki Penyimpangan
5. Pengawasan Awal
SOAL-SOAL PENDALAMAN
Soal A: Esai
1. Pilihlah 3 (tiga) hal yang mendasari pentingnya fungsi pengawasan lalu jelaskan
ketiga hal tersebut!
2. Prinsip dasar pengawasan ada 5 (lima). Sebutkan kelima prinsip tersebut dan
jelaskan dampak apabila prinsip tersebut tidak dipenuhi dalam proses pengawasan!

Soal B: Studi Kasus


Hasil studi pendahuluan penelitian yang peneliti lakukan di Rumah Sakit Siloam Dhirga
Surya Medan, bahwa pada tahun 2014 data infeksi nosokomial sebanyak 1,75%, dan
meningkat pada tahun 2015 menjadi 2,20% (Data Rumah Sakit Siloam Dhirga Surya
Medan, 2015). Observasi yang peneliti lakukan di ruangan rawat inap Rumah Sakit
Siloam Dhirga Surya Medan dengan mengamati sebanyak 15 orang perawat dalam
memberikan asuhan keperawatan pada pasien, diperoleh hasil sementara bahwa 7 orang
tidak rutin atau tidak terbiasa melakukan cuci tangan sebelum atau setelah melakukan
tindakan, sedangkan 8 orang rutin melakukan cuci tangan. Ada juga perawat yang
melakukan cuci tangan tetapi hanya dengan air tidak menggunakan sabun. Ketika
peneliti menanyakan pada perawat tersebut kenapa tidak rutin melakukan cuci tangan
sebelum melakukan tindakan diperoleh jawaban bahwa tangannya selalu dalam kondisi
bersih, malas karena harus selalu bolak-balik mencuci tangan. Kurangnya pengawasan
dari kepala ruangan dalam mengawasi perawat dalam melakukan tindakan mencuci
tangan menyebabkan perawat menganggap sepele tindakan mencuci tangan sebelum
dan setelah melakukan tindakan keperawatan. Hal tersebut patut disayangkan karena
dapat berdampak terhadap terjadinya penularan infeksi dari pasien ke perawat ataupun
dari pasien yang satu ke pasien yang lainnya (Sembiring 2019).
Pertanyaan:
Apabila Anda berperan sebagai kepala ruangan tersebut yang dituntut oleh direktur
rumah sakit untuk melakukan pengawasan lebih baik, buatlah rencana kerja untuk
melakukan proses pengawasan dengan rincian berikut:
1. Mengukur hasil
2. Menganalisis data
3. Membandingkan hasil dengan standar
4. Memperbaiki penyimpangan
5. Pengawasan awal
Masing-masing tahapan di atas dijelaskan secara rinci.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin S, Rahman F, Wulandari A, Anhar VY. 2016. Buku Ajar Dasar-dasar
Manajemen Kesehatan. Banjarmasin: Pustaka Banua
Dunn WN. 1999. Analisis Kebijakan. Diterjemahkan oleh Wibawa, dkk. Edisi ke-2.
Jakarta
Glendoh, SH. 2000. Fungsi Pengawasan dalam Penyelenggaraan Manajemen Korporasi.
Jurnal Manajemen & Kewirausahaan, Vol. 2, No. 1: 4
Handayani, M., Anggraeni, R. & Maidin, M.A., 2014. Determinan Kepatuhan Perawat
di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Stella Maris Makassar, Makassar.
Prasad LM. Principles and Practices of Management
Sembiring, E., 2019. Hubungan Pengawasan Kepala Ruangan Terhadap Tindakan
Mencuci Tangan Di Rumah Sakit Siloam Dhirga Surya Medan. Journal of
Midwifery and Nursing, 1(2), pp.20–24.
Suryana. 2010. Strategi Monitoring dan Evaluasi (monev) Sistem Penjaminan Mutu
Internal Sekolah. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia

Anda mungkin juga menyukai