Anda di halaman 1dari 11

Rencana Strategis Bisnis Instalasi Rawat Inap

Di RS Z

A.Latar Belakang

Pembuatan bussines plan RS Z di maksud untuk mentapkan rencana strategis atau program
jangka menengah RS yang di fokuskan pada instalasi rawat inap. Sehingga menjadi RS yang
bersaing di era global dan berdayaguna bagi masyarakat.

B. VISI

INStalasi RAwat Inap dan terpercaya

C. Misi

1. Menyediakan fasilitas rawat inap yang lengkap

2. Memberikan pelayanan yang cepat,tepat,dan bermutu tinggi

3. Menerapkan budaya kerja berorientasi pada pelanggan

4, SDM yang loyal dan kompeten sesuai standar pelayanan

Value

Bersikap ramah,sopan,,peduli kepada semua pelanggan

III. ANALISIS LINGKUNGAN BISNIS

A. Analisis Lingkungan Eksternal

1. Profil Pasar RS ..

2. Peta Persaingan

3. Anggaran Pemerintah untuk Kesehatan

4. Analisis Ketersediaan Tenaga Medis di Kabupaten/Kota/provinsi …


5. Analisis Lingkungan Internal

a. Aktifitas Pelayanan bagi Segmen Pasar yang Membeli Langsung, Mendapat Subsidi dan
Membelikan untuk Orang Lain

1)     Pelayanan di Instalasi Rawat Jalan dan Gawat Darurat

2)     Pelayanan di Instalasi Rawat Inap

3)     Pelayanan di Instalasi Penunjang

b. Aktivitas Pendukung

1)     Budaya Organisasi

2)     Struktur Organisasi

3)     Sumber Daya Keuangan

4)     Sumber Daya Manusia

5)     Sumber Daya Informasi

6)     Sumber Daya Teknologi

7)     Sumber Daya Fasilitas Fisik (Bangunan dan Peralatan)

6. Analisis SWOT

1. Kekuatan

2. Kelemahan

3. Peluang

4. Ancaman

7. Asumsi-asumsi

Isu Strategis/Isu Pengembangan


III. RENCANA PEMASARAN

A. SASARAN, TARGET DAN STRATEGI

1. Sasaran (objective), indikator dan Target: berdasarkan proyeksi

2. Target Volume Kegiatan Tahun 20.. – 20..

i.     Target Kinerja Pelayanan untuk Pasien Umum


ii.     Target Kinerja Pelayanan untuk Pasien Askes
iii.     Target Kinerja Pelayanan untuk Pasien Jamkesmas

3. Strategi: yang dilakukan untuk mencapai target dan sasaran (startegi umum)

4. Strategi Pemasaran

1. Kebijakan Tarif Pelayanan


2. Pengembangan Produk Baru )
3. Peningkatan Cakupan Pelayanan

IV. RENCANA MANAJEMEN RS

1. Kondisi Manajemen dan Staf

2. Proyeksi Kebutuhan SDM

3. Proyeksi Kebutuhan Pengembangan Sub Sistem

4. Strategi Pemenuhan Kebutuhan SDM dan Sub Sistem

5. Program tahun

V. RENCANA KEUANGAN

1. Asumsi Keuangan

2. Proyeksi Pendapatan RS

a. Pendapatan dari Pelayanan


b. Pendapatan dari APBD/APBN

c. Pendapatan dari HIBAH

d. Pendapatan dari kerjasama

e. Pendapatan lainnya yang sah

3. Proyeksi Biaya RS

a. Biaya Langsung

 Biaya Pelayanan untuk Segmen Umum


 Biaya Pelayanan untuk Segmen ASKES
 Biaya Pelayanan untuk Segmen JAMKESMAS

b. Biaya Tidak Langsung

4. Proyeksi Laporan Arus Kas

5. Proyeksi Neraca

A. perencanaan strategis bisnis

Rencana strategis bisnis merupakan dokumen penting bagi rumahsakit yang akan melakukan
transisi dari model manajemen konvensional yang mendapat subsidi penuh dari pemerintah, ke
model pengelolaan lembaga publik yang lebih modern.

Oleh karena itu, tujuan dari penyusunan rencana strategis bisnis adalah untuk merencanaan
penggunaan sumber daya yang dimiliki oleh rumahsakit agar dapat digunakan seoptimal
mungkin dalam menghadapi kebutuhan target penggunanya. Rencana strategis bisnis merupakan
proses berkala untuk menyusun langkah-langkah yang diperlukan guna menjalankan misinya dan
mencapai visi yang diinginkan, dengan menggunakan pola pikir strategisHasil akhir dari
perencanaan stratejik ini adalah adanya strategi dan rencana untuk jangka waktu 3 – 5 tahun
kedepan. Dengan demikian, renstra bisnis akan memberikan fokus pada organisasi dan akan
menjadi “template” bagi kepala SMF, kepala Instalasi, kepala unit dan sebagainya dalam
pengambilan keputusan operasional yang mendukung pencapaian visi dan pelaksanaan misi.

Rencana strategis sebenarnya merupakan bagian dari manajemen strategis, dimana ada dua aspek
lain yaitu berpikir strategis dan momentum strategis. Aspek yang pertama adalah berpikir
strategis, yaitu suatu proses intelektual, suatu cara berpikir atau suatu metode untuk mendorong
pemimpin melihat gambaran besar dari apa yang sedang terjadi di lingkungannya dan
membandingkannya dengan apa yang telah dilakukan oleh organisasi. Sebenarnya proses
berpikir startegis tidak hanya dilakukan oleh pimpinan, melainkan oleh seluruh bagian di
rumahsakit. Orang yang berpikir strategis akan:.

 Memahami dan mengakui realitas perubahan


 Menanyakan asumsi saat ini dan kegiatan yang ada
 Membangun pemahaman sistem
 Memvisikan masa depan yang mungkin
 Menghasilkan ide-ide baru, dan
 Mempertimbangkan kecocokan organisasi dengan lingkungan luar

Aspek ketiga dari manajemen strategis setelah berpikir strategis dan perencanaan strategis adalah
momentum stratejik yang merupakan aktivitas sehari-hari dalam menjaga agar strategi yang
diimplementasikan dapat mencapai tujuan. Secara spesifik, momentum stratejik berarti:

 Pekerjaan nyata untuk mencapai tujuan


 Terkait dengan proses pengambilan keputusan dan konsekuensinya
 Terkait budaya
 Membutuhkan antisipasi, inovasi, dan unggulan
 Mengevaluasi kinerja strategi melalui kontrol
 Merupakan proses belajar
 Bertumpu pada penguatan strategic thinking dan perencanaan strategis secara periodik
Hakikat Manajemen Stratejik (Swayne et al, 2006)

Sebagai contoh, sebuah RSUD menetapkan visinya melalui konsensus bersama yaitu menjadi RS
bertaraf internasional. Strategi yang ditempuh adalah memperbaiki sistem pelayanan yang masih
birokratis dan memperbaiki prosedur operasi standar. Momentum strategis pada RS tersebut
adalah morning report yang dilaksanakan setiap pagi untuk mengevaluasi setiap perbaikan
standar dan sistem yang dilakukan. Morning report juga mendorong terjadinya perubahan
budaya dari bekerja sebagai sekedar melaksanakan kewajiban menjadi bekerja untuk
menghasilkan output terbaik. Didalamnya terkandung proses belajar terus menerus untuk
meningkatkan kualitas output secara kontinyu. Selain itu, juga terdapat budaya mengevaluasi –
bukan mencari kesalahan orang lain – dalam rangka memperbaiki mutu pelayanan dan kinerja
organisasi.

1. 1. keterkaitan antara perencanaan – budgeting dengan perencanaan yang lebih


operasional

Penyusunan rencana strategis bisnis merupakan proses yang kontinyu dan seharusnya memiliki
keterkaitan yang sangat erat dengan pengembangan sistem dan sub sistem di rumahsakit. Namun
sebelum lebih jauh membahas mengenai kaitan tersebut, ada prasyarat yang harus dimiliki dalam
menyusun perencanaan strategis. Prasyarat tersebut adalah adanya komitmen dan kepemimpinan
baik di level rumahsakit maupun stakeholder. Horak (1999) menggambarkannya sebagai berikut.
Diadaptasi dari Strategic Planning in Health Care (Bernard J Horak, 1999)

Perencanaan strategis bisnis yang disusun tanpa adanya kepemimpinan tidak akan mengandung
konsesnsus mengenai arah yang hendak dituju oleh rumahsakit. Kepemimpinan juga menjadi
faktor kunci yang penting dalam menggalang komitmen dari seluruh komponen di rumahsakit
untuk mengimplementasikan rencana yang sudah dibuat. Sebagaimana dikatakan oleh para
pakar, membuat rencana strategis yang baik merupakan proses yang rumit, namun
mengimplementasikannya jauh lebih rumit. Jika tidak ada komitmen, maka rasa tanggung jawab
terhadap pencapaian target dan kinerja akan sangat minim, bahkan tidak ada.

Komitmen juga dibutuhkan dari stakeholder eksternal RSUD, khususnya stakeholder kunci.
Tanpa adanya komitmen, rumahsakit daerah yang hendak menerapkan pola keuangan Badan
Layanan Umum Daerah tidak akan mendapat dukungan dari DPRD atau Pemda sehingga tidak
akan pernah disahkan menjadi BLUD.
Balanced Scorecard bagi RS dengan misi sosial

Produk akhir perencanaan strategis adalah strategi dan program. Sebagaimana ditunjukkan oleh
bagan di atas, bagi RS dengan misi sosial ada strategi yang berbeda untuk diterapkan pada
segmen pengguna yang berbeda pula. Dalam hal ini, RSUD memiliki 3 jenis segmen pengguna,
yaitu pengguna yang membeli langsung, yang memberi subsidi dan yang membelikan untuk
orang lain (donatur kemanusiaan).

Bagi segmen yang membeli langsung, baik perorangan (out of pocket) maupun dengan jaminan
kesehatan (asuransi, perusahaan), RSUD dapat menerapkan strategi jual beli. Paket pelayanan
“dijual” dengan tarif sama dengan atau lebih tinggi dari unit cost. Jenis sumber pendapatan ini
merupakan peluang bagi RSUD untuk “menjual” produk yang disesuaikan dengan kebutuhan
dan keinginan pengguna (customize).

Bagi segmen yang memberi subsidi, dalam hal ini pemeirntah, RSUD dapat menerapkan strategi
lobby atau negosiasi untuk memperoleh alokasi anggaran kesehatan yang dibutuhkan. Saat ini
subsidi bagi pasien tidak mampu dialokasikan melalui program Jamkesmas. Sedangkan untuk
segmen pengguna yang membelikan untuk orang lain, RSUD dapat menerapkan strategi dana
kemanusiaan (filantrofi) dengan badan amal, pertunjukkan amal, proposal kemanusiaan dan
sebagainya.
Rencana strategis bisnis yang telah disusun selanjutnya akan menjadi acuan bagi pengembangan
sistem manajemen dan sub sistem di rumahsakit. Sebagai contoh, jika strategi yang ditempuh
oleh rumahsakit adalah fokus pada pengembangan layanan Ibu dan Anak sebagai unggulan
(centre of excellence), maka langkah selanjutnya adalah menyesuaikan sistem dan sub sistem
yang ada dalam layanan Ibu dan Anak tersebut. Misalnya centre of excellence diterjemahkan
sebagai pelayanan yang terintegrasi antara rawat jalan, rawat inap dan penunjang yang berada
dalam satu lokasi, cepat tanggap terhadap kebutuhan pengguna, akurat, dan cost effective. Dari
sistem manajemen operasional klinik, layanan yang terintegrasi akan membutuhkan SOP yang
berbeda dengan layanan sebelumnya. Dari aspek SDM, perlu dipikirkan pengembangan skill
SDM, pengembangan teamwork dan sebagainya. Dari aspek keuangan harus dikembangkan
sistem billing dan sistem informasi keuangan yang mampu memberikan informasi keuangan
tertentu kepada pengguna (pasien dan keluarganya) maupun kepada manajemen secara tepat
waktu dan akurat. Bahkan strategi di level RS ini juga akan mempengaruhi pengembangan fisik
RS (bukan sebaliknya). Kapasitas yang harus dibangun, desain bangunan sampai dengan interior
menyesuaikan dengan strategi besar RS.

Strategi yang telah di-break down menjadi rencana kerja kemudian diterjemahkan kedalam
bahasa keuangan, yaitu kebutuhan biaya dan potensi pendapatan yang dapat diperoleh.
Semuanya dibuat dalam kurun waktu 5 – 10 tahun, tergantung pada eriode perencanaan. Dengan
demikian, jelas bahwa antara strategi, perencanaan, dan penganggaran memiliki keterkaitan yang
sangat erat dan merupakan hubungan sebab akibat, sebagaimana digambarkan pada matriks
berikut.

2. Konsep dan kerangka pikir perencanaan berbasis program klinik


Kondisi yang berkembang saat ini di banyak RS daerah adalah bahwa perencanaan merupakan
tugas direktur atau manajemen RS. Bahkan tugas merencana diserhakan kepada bagian
perencanaan. Klinisi sebagai tenaga motor penggerak berjalannya rumahsakit tidak dilibatkan
atau tidak dimotivasi untuk terlibat penuh dalam proses perencanaan.

Disisi lain, klinisi menganggap bahwa perencanaan sebagai bagian sistem manajemen adalah
urusan direksi/pihak manajemen. Padahal, rumahsakit bukan merupakan lembaga birokrat yang
kegiatannya bertumpu pada kegiatan yang dilakukan oleh para profesional. Oleh karena itu,
sistem manajemen di rumahsakit seharusnya mendukung kinerja para profesional, bukan
sebaliknya sehingga menjadikan rumahsakit sebagai lembaga yang birokratis.

Kegiatan pelayanan di rumahsakit berbasis pada kegiatan yang dilakukan di SMF. Para tenaga
medis berkelompok dalam SMF-SMF sesuai dengan keahliannya masing-masing. Oleh karena
itu, tenaga medis akan menjadi pemimpin dibidang ilmunya masing-masing. Jika rumahsakit
memutuskan untuk mengembangkan pelayanan bedah kearah bedah digestif atau ortopedik,
maka keputusan itu seharusnya berasal dari kelompok spesialis bedah. Direktur dan tim
manajemen tinggal memberikan dukungan yang dibutuhkan dan mengintegrasikan
pengembangan tersebut dengan pengembangan dan aktivitas lain di bagian lain di rumahsakit.
Dengan model seperti ini, sangat besar peluang bagi dokter spesialis untuk meningkatkan
volume kegiatannya sesuai dengan peluang pasar yang dimiliki. Dengan demikian, tidak
menutup kemungkinan pula pendapatan yang diperoleh dokter spesialis akan lebih besar dari
direktur sesuai dengan kinerja pelayanan yang dilakukan.

Untuk dapat mengembangkan pola manajemen demikian, para klinisi harus mulai menjadi
pemimpin untuk pengembangan produk pelayanan dibidangnya masing-masing. Dalam hal ini,
para klinisi tersebut dikenal sebagai pemimpin klinik (clinical leader). Sebagai pemimpin, klinisi
bertugas untuk menetapkan visi bersama dalam kelompoknya masing-masing yang bisa jadi
kemudian membentuk visi rumahsakit. Para klinisi juga bertugas untuk memimpin perubahan
yang diperlukan dalam kelompoknya masing-masing, menyusun rencana dan melaksanakan
rencana tersebut.

Kegiatan pelayanan di rumahsakit harus merupakan kegiatan yang menambah nilai bagi
pengguna. Kegiatan menambah nilai tersebut dapat dilakukan pada saat sebelum pengguna
menerima pelayanan di RS, pada proses pelayanan di RS dan pasca pelayanan di RS.
Kesemuanya ini merupakan kegiatan inti di rumahsakit yang disebut sebagai aktivitas pelayanan.
Termasuk dalam aktivitas pelayanan adalah identifikasi pasar dan kebutuhannya, merencanakan
kebutuhan RS untuk melayani kebutuhan pasar, inovasi proses klinik, dan sebagainya.
Sedangkan aktivitas pendukung harus merupakan kegiatan penunjang penambah nilai. Termasuk
didalamnya adalah budaya organisasi, struktur organisasi, norma perilaku, SDM, keuangan,
sistem infromasi dan teknologi. Secara lebih jelas hubungan antara aktivitas pelayanan dengan
aktivitas pendukung di RS digambarkan melalui ilustrasi rantai nilai berikut.

Rantai Nilai (Swayne et al, 2006; diadaptasi dari Porter, Competitive Advantage; Creating and
Sustaining Superior Performance, New York Free Press 1985)

Dengan core business pada pelayanan kesehatan, fokus perencanaan strategis bisnis RS
seharusnya terletak pada aktivitas pelayanan. Visi RS harus diterjemahkan menjadi strategi yang
berbasis pada hasil penilaian terhadap kebutuhan pengguna dan pemberi subsidi. Strategi ini
yang kemudian diterjemahkan menjadi perencanaan klinik untuk menentukan jumlah pelayanan
dan nilai yang akan diberikan pada pengguna maupun pemberi subsidi.

Anda mungkin juga menyukai