Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa indonesia sebagaimana yang dimaksudkan dalam pancasila dan UUD 45. Tujuan dari pembangunan kesehatan adalah untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumberdaya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis. Kebijakan dari Departemen Kesehatan Republik Indonesia bahwa Puskesmas sebagai bagian dari sistem Kesehatan Nasional, sub sistem, dari kesehatan yang berada di Kabupaten/Kota, Provinsi dan Nasional. Sebagai sistem yang harus berjalan, Puskesmas dilengkapi dengan organisasi, memiliki Sumber Daya dan Program kegiatan pelayanan kesehatan. Program pokok Puskesmas merupakan program pelayanan kesehatan yang wajib dilaksanakan karena mempunyai daya ungkit yang besar terhadap peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Ada 6 program pokok pelayanan kesehatan diantaranya program pengobatan, promosi kesehatan, pelayanan KIA dan KB, pencegahan penyakit menular dan tidak menular, kesehatan lingkungan dan perbaikan gizi masyarakat. program kesehatan dan keselamatan kerja adalah salah satu program yang ada di puskesmas yang berupaya untuk melindungi pekerja agar hidup sehat dan terbebas dari gangguan kesehatan serta pengaruh buruk yang diakibatkan oleh pekerjaan yang meliputi pekerjaan formal maupun informal dan berlaku bagi setiap orang yang berada dilingkungan tempat kerja yang berdasar kepada Kepmenkes nomor 128/MENKES/SK/II 2004 tentang kebijakan dasar puskesmas yang bertanggung jawab dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan diwilayah kerja termasuk upaya kesehatan kerja. Ada (3) upaya dasar yang dilakukan di bidang kesehatan dan keselamatan kerja 1) Upaya pencegahan kecelakaan kerja melalui pengendalian bahaya ditempat kerja Kegiatan upaya tersebut meliputi ; a. pemantauan dan pengendalian kondisi tidak aman ditempat kerja b. pemantauan dan pengendalian tindakan tidak aman ditempat kerja 2) Upaya pencegahan kecelakaan kerja melalui pembinaan dan pengawasan. Kegiatan upaya tersebut meliputi: a. pelatihan dan pendidikan K3 terhadap tenaga kerja b. konseling dan konsultasi mengenai penerapan K3 bersama tenaga kerja c. pengembangan sumber daya ataupun teknologi yang berkaitan dengan penerapan K3 ditempat kerja 3) Upaya pencegahan kecelakaan kerja melalui sistem manajement Kegiatan upaya tersebut meliputi: a. prosedur ndan aturan K3 ditempat kerja b. penyediaan sarana dann prasarana K3 dan pendukungnya ditempat kerja. c. penghargaan dan sanksi terhadap penerapan K3 ditempat kerja pada tenaga kerja 1.2 Tujuan Umum : Meningkatkan kemampuan manajemen Program K3 Puskesmas dalam mengelola kegiatannya dalam upaya Peningkatan pencapaian program K3. Khusus : 1. Dapat disusunnya rencana usulan kegiatan program K3 2. Dapat disusunnya rencana pelaksanaan kegiatan progaram K3 1.3. Manfaat Program Perencanaan dan Evaluasi diharapkan memiliki berbagai manfaat antara lain sebagai berikut : 1. Bagi disiplin Ilmu Perencanaan Wilayah dan Kota, produk studi ini dapat digunakan sebagai masukan terhadap konsep dan teori mengenai pelaksanaan program kesehatan dan keselamatan kerja 2. Bagi pihak Puskesmas Limba B, hasil studi ini akan memberikan sumbangan mengenai hal-hal yang perlu dikembangkan dalam pelaksanaan program kesehatan dan keselamatan kerja. 3. Bagi Masyarakat yang berada dilingkungan kerja, pekerja, hasil evaluasi akan menyadarkan mengenai pentingnya pemahaman terhadap kesehatan dan keselamatan kerja program K3 yang ada di puskesmas. BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Perencanaan dan Evaluasi Program
2.1.1 Pengertian Perencanaan Perencanaan adalah cara berpikir mengenai persoalan- persoalan sosial dan ekonomi, terutama berorientasi pada masa datang, berkembang dengan hubungan antara tujuan dan keputusan – keputusan kolektif dan mengusahakan kebijakan dan program. Beberapa ahli lain merumuskan perencanaan sebagai mengatur sumber-sumber yang langka secara bijaksana dan merupakan pengaturan dan penyesuaian hubungan manusia dengan lingkungan dan dengan waktu yang akan datang. Definisi lain dari perencanaan adalah pemikiran hari depan, perencanaan berarti pengelolaan, pembuat keputusan, suatu prosedur yang formal untuk memperoleh hasil nyata, dalam berbagai bentuk keputusan menurut sistem yang terintegrasi. Menurut Wilson, Pengertian Perencanaan merupakan salah satu proses lain, atau merubah suatu keadaan untuk mencapai maksud yang dituju oleh perencanaan atau oleh orang/badan yang di wakili oleh perencanaan itu. Perencanaan itu meliputi : Analisis, kebijakan dan rancangan. Perencanaan tidak lain merupakan kegiatan untuk menetapkan tujuan yang akan dicapai beserta cara- cara untuk mencapai tujuan tersebut. Sebagaimana disampaikan oleh Louise E. Boone dan David L. Kurtz (1984) bahwa : planning may be defined as the proses by which manager set objective, asses the future, and develop course of action designed to accomplish these objective. Sedangkan T. Hani Handoko (1995) mengemukakan bahwa : “Perencanaan (planning) adalah pemilihan atau penetapan tujuan organisasi dan penentuan strategi, kebijaksanaan, proyek, program, prosedur, metode, sistem, anggaran dan standar yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan. 2.1.2 Pengertian Evaluasi Istilah evaluasi mempunyai arti yang berhubungan, masing- masing menunjukkan pada aplikasi beberapa skala nilai terhadap hasil kebijakan dan program. Secara umum istilah evaluasi dapat disamakan dengan penafsiran (approach), pemberian angka (rating), dan penilaian (assesment), kata-kata yang menyatakan untuk menganalisis suatu hasil kebijakan dalam arti satuan nilainya. Evaluasi berkenaan dengan produk informasi mengenai nilai atau manfaat suatu hasil kebijkan. Ketika hasil suatu kebijkaan pada kenyataannnya mempunyai nilai, hal ini karena hasil tersebut memberi sumbangan pada tujuan dan sasaran (Dunn, 2000). Definisi lain tentang evaluasi adalah mencari sesuatu yang berharga (worth). Sesuatu yang berharga tersebut dapat berupa informasi tentang suatu program, produksi serta alternatif prosedur tertentu (Worthen dan Sanders, 1979). Karenanya evaluasi bukan merupakan hal baru dalam kehidupan manusia sebab hal tersebut senantiasa mengiringi kehidupan seseorang. Seorang manusia yang telah mengerjakan suatu hal, pasti akan menilai apakah yang dilakukannya tersebut telah sesuai dengan keinginannya semula. Menurut Stufflebeam dalam Worthen dan Sanders (1979) evaluasi adalah process of delineating, obtaining and providing useful information for judging decision alternatives. Dari pengertian-pengertian diatas, evaluasi merupakan sebuah proses yang dilakukan oleh seseorang untuk melihat sejauh mana keberhasilan sebuah kebijakan/program. Dalam evaluasi terdapat perbedaan yang mendasar dengan penelitian meskipun secara prinsip, antara kedua kegiatan ini memiliki metode yang sama. Perbedaan tersebut terletak pada tujuan 24 pelaksanaannya. Jika penelitian bertujuan untuk membuktikan sesuatu (prove) maka evaluasi bertujuan untuk mengembangkan (improve). Terkadang, penelitian dan evaluasi juga digabung menjadi satu frase, penelitian evaluasi. Sebagaimana disampaikan oleh Subarsono (2006) penelitian evaluasi mengandung makna pengumpulan informasi tentang hasil yang telah dicapai oleh sebuah program yang dilaksanakan secara sistematik dengan menggunakan metodologi ilmiah sehingga darinya dapat dihasilkan data yang akurat dan obyektif. Evaluasi Formatif dan Sumatif Rumusan Evaluasi mengacu pada proses penentuan manfaat atau kepentingan sebuah kegiatan, kebijakan atau program. Sebuah penilaian yang subyektif dan sesistematik mungkin terhadap sebuah intervensi yang direncanakan, sedang berlangsung atau pun yang telah diselesaikan. Berdasarkan kegunaan, fokus dan output evaluasi, evaluasi formal dapat dibedakan menjadi dua tipe (Patton dan Sawicki, 1986), yaitu: a. Evaluasi formatif adalah evaluasi yang ditujukan untuk meningkatkan daya guna, dan pada umumnya dilaksanakan selama tahap implementasi proyek atau program. Evaluasi formatif juga dapat dilaksanakan untuk alasan lain misalnya pemenuhan kelengkapan, keperluan hukum, atau sebagian dari pelaksanaan evaluasi yang lebih besar. Evaluasi formatif adalah sebuah evaluasi yang menyelidiki cara-cara program, kebijakan atau proyek diterapkan, apakah asumsi “logika operasional” sesuai dengan kegiatan senyatanya dan apa hasil langsung yang muncul dari tahapan tersebut. Evaluasi jenis ini biasanya dilakukan selama tahap implementasi proyek atau program tetapi dapat juga dilaksanakan secara ex post (sesudah terjadi). Bagian dari apa yang dikenal sebagai “pemantauan dan evaluasi” ini dapat juga dipandang sebagai penyelidikan yang berorientasi proses. Evaluasi formatif dapat berisi penaksiran nilai secara cepat, evaluasi paruh waktu, dan evaluasi proses implementasi. Evaluasi selama tahapan implementasi (evaluasi proses) memberikan masukan sehingga implementasi dapat diperbaiki dan halangan terhadap peningkatan dayaguna dapat dikenali dan disingkirkan. b. Evaluasi sumatif (evaluasi hasil/dampak) adalah penyelidikan yang dilakukan pada akhir sebuah pelaksanaan atau tahapan pelaksanaan untuk menentukan seberapa jauh antisipasi hasil akan didapatkan. Evaluasi sumatif ditujukan untuk memberikan informasi tentang kegunaan sebuah program. Evaluasi sumatif ditujukan untuk memberikan informasi tentang keuntungan dan dampak program. Evaluasi sumatif termasuk: penilaian dampak, penilaian ketepatgunaan dana, percobaan pura-pura dan percobaan secara acak. Evaluasi hasil atau dampak umumnya dilakukan setelah penerapan selesai. Evaluasi tersebut digunakan untuk menjawab pertanyaan tentang pertaliannya, hasil pelaksanaan, dampak, kesinambungan, kegunaan eksternal dan pelajaran. 2.1.3 Kriteria Evaluasi Program Evaluasi diterapkan secara retropektif (ex-post), sedangkan kriteria untuk merekomendasikan diterapkan secara perspektif (ex- ante). Secara umum tolok ukur yang dapat dijadikan alat untuk evaluasi suatu program meliputi : a. Efektifitas : berkenaan dengan apakah suatu alternatif mencapai hasil yang diharapkan, atau mencapai tujuan dari diadakannya tindakan. b. Efisiensi : berkenaan dengan jumlah usaha yang diperlukan untuk menghasilkan tingkat efektifitas tertentu. c. Kecukupan atau adequancy : berkenaan dengan seberapa jauh suatu tingkat efektifitas memuaskan kebutuhan, nilai, atau kesempatan yang menumbuhkan adanya masalah. Kriteria kecukupan menekankan pada kuatnya hubungan antara alternatif kebijakan dan hasil yang diharapkan. 2.1.4 Fungsi dan Tujuan Evaluasi Program Evaluasi memegang peranan utama dalam setiap analisis kebijakan atau program, secara umum fungsi evaluasi adalah sebagai berikut : a. Memberikan informasi yang valid mengenai kinerja kebijakan atau program, yaitu seberapa jauh kebutuhan, nilai, dan kesempatan telah dapat dicapai melalui tindakan publik, dalam hal ini evaluasi mengungkapkan seberapa besar tujuan telah dicapai. b. Melakukan klarifikasi dan kritik terhadap nilai-nilai yang medasari pemilihan tujuan dan target. c. Evalusai memberikan sumbangan pada aplikasi metode-metode analisis kebijakan lainnya, termasuk perumusan masalah dan rekomendasi. 2.2. Kesehatan dan Keselamatan Kerja 2.2.1 Pengertian SAFE adalah aman atau selamat. Safety menurut kamus besar tata bahasa Indonesia yang telah diterjema dalam bahasa Indonesia adalah mutu suatu keadaan aman atau kebebasan dari bahaya dan kecelakaan. Keselamatan kerja atau safety adalah suatu usaha untuk menciptakan keadaan lingkungan kerja yang aman bebas dari kecelakaan Kecelakaan adalah suatu kejadian atau peristiwa yang tidak diinginkan atau tidak disengaja serta tiba-tiba dan menimbulkan kerugian, baik harta maupun jiwa manusia. Kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang terjadi dalam hubungan kerja atau sedang melakukan pekerjaan disuatu tempat kerja. Keselamatan kerja adalah menjamin keadaan, keutuhan dan kesempurnaan, baik jasmaniah maupun rohaniah manusia serta hasil karya dan budayanya tertuju pada kesejahteraan masyarakat pada umumnya dan manusia pada khususnya. Seringkali kita dengar berita ada kecelakan di tempat kerja. Lebih- lebih kecelakaan kerja di Proyek. Menurut beberapa sumber terungkap bahwa sektor konstruksi menjadi penyumbang tertinggi kecelakaan kerja bila dibanding dengan sektor lain. Pada kesempatan ini akan kami sajikan beberapa teori tentang kecelakaan kerja menurut beberapa ahli, antara lain : 1. Teori Heinrich ( Teori Domino) Teori ini mengatakan bahwa suatu kecelakaan terjadi dari suatu rangkaian kejadian. Ada lima faktor yang terkait dalam rangkaian kejadian tersebut yaitu : lingkungan, kesalahan manusia, perbuatan atau kondisi yang tidak aman, kecelakaan, dan cedera atau kerugian ( Ridley, 1986 ). 2. Teori Multiple Causation Teori ini berdasarkan pada kenyataan bahwa kemungkinan ada lebih dari satu penyebab terjadinya kecelakaan. Penyebab ini mewakili perbuatan, kondisi atau situasi yang tidak aman. Kemungkinan- kemungkinan penyebab terjadinya kecelakaan kerja tersebut perlu diteliti. 3. Teori Gordon Menurut Gordon (1949), kecelakaan merupakan akibat dari interaksi antara korban kecelakaan, perantara terjadinya kecelakaan, dan lingkungan yang kompleks, yang tidak dapat dijelaskan hanya dengan mempertimbangkan salah satu dari 3 faktor yang terlibat. Oleh karena itu, untuk lebih memahami mengenai penyebab-penyebab terjadinya kecelakaan maka karakteristik dari korban kecelakaan, perantara terjadinya kecelakaan, dan lingkungan yang mendukung harus dapat diketahui secara detail. 4. Teori Domino Terbaru Setelah tahun 1969 sampai sekarang, telah berkembang suatu teori yang mengatakan bahwa penyebab dasar terjadinya kecelakaan kerja adalah ketimpangan manajemen. Widnerdan Bird dan Loftus mengembangkan teori Domino Heinrich untuk memperlihatkan pengaruh manajemen dalam mengakibatkan terjadinya kecelakaan. 5. Teori Reason Reason (1995-1997) menggambarkan kecelakaan kerja terjadi akibat terdapat “lubang” dalam sistem pertahanan. Sistem pertahanan ini dapat berupa pelatihan-pelatihan, prosedur atau peraturan mengenai keselamatan kerja. 6. Teori Frank E. Bird Petersen Penelusuran sumber yang mengakibatkan kecelakaan. Bird mengadakan modifikasi dengan teori domino Heinrich dengan menggunakan teori manajemen, yang intinya sebagai berikut: a. Manajemen kurang kontrol. b. Sumber penyebab utama. c. Gejala penyebab langsung (praktek di bawah standar). d. Kontak peristiwa (kondisi di bawah standar). e. Kerugian gangguan (tubuh maupun harta benda). f. Kerugian Kecelakaan Kerja (Teori Gunung Es Kecelakaan Kerja) Kerugian kecelakaan kerja diilustrasikan sebagaimana gunung es di permukaan laut dimana es yang terlihat di permukaan laut lebih kecil dari pada ukuran es sesungguhnya secara keseluruhan. Begitu pula kerugian pada kecelakaan kerja kerugian yang “tampak/terlihat” lebih kecil daripada kerugian keseluruhan. Dalam hal ini kerugian yang “tampak” ialah terkait dengan biaya langsung untuk penanganan/perawatan/pengobatan korban kecelakaan kerja tanpa memperhatikan kerugian-kerugian lainnya yang bisa jadi berlipat-lipat jumlahnya daripada biaya langsung untuk korban kecelakaan kerja. Kerugian kecelakaan kerja yang sesungguhnya ialah jumlah kerugian untuk korban kecelakaan kerja ditambahkan dengan kerugian-kerugian lainnya (material/non-material) yang diakibatkan oleh kecelakaan kerja tersebut. Kerugian-kerugian (biaya-biaya) tersebut antara lain : a. Biaya Langsung Kerugian Kecelakaan Kerja : 1) Biaya Pengobatan & Perawatan Korban Kecelakaan Kerja. 2) Biaya Kompensasi (yang tidak diasuransikan). b. Biaya Tidak Langsung : 1) Kerusakan Bangunan 2) Kerusakan Alat dan Mesin 3) Kerusakan Produk dan Bahan/Material 4) Gangguan dan Terhentinya Produksi 5) Biaya Administratif 6) Pengeluaran Sarana/Prasarana Darurat 7) Sewa Mesin Sementara 8) Waktu untuk Investigasi 9) Pembayaran Gaji untuk Waktu Hilang 10) Biaya Perekrutan dan Pelatihan 11) Biaya Lembur (Investigasi) 12) Biaya Ekstra Pengawasan 13) Waktu untuk Administrasi 14) Penurunan Kemampuan Tenaga Kerja yang Kembali karena Cedera 15) Kerugian Bisnis dan Nama Baik 2.2.2 Tujuan Kesehatann dan Keselamatan Kerja Dari pemahaman diatas sasaran keselamatan kerja adalah: 1. Mencegah terjadinya kecelakaan kerja. 2. Mencegah timbulnya penyakit akibat suatu pekerjaan. 3. Mencegah/ mengurangi kematian. 4. Mencegah/mengurangi cacat tetap. 5. Mengamankan material, konstruksi, pemakaian, pemeliharaan bangunan, alat-alat kerja, mesin-mesin, instalasi dan lain lain. 6. Meningkatkan produktivitas kerja tanpa memeras tenaga kerja dan menjamin kehidupan produktifnya. 7. Mencegah pemborosan tenaga kerja, modal, alat dan sumbersumber produksi lainnya. 8. Menjamin tempat kerja yang sehat, bersih, nyaman dan aman sehingga dapat menimbulkan kegembiraan semangat kerja. 9. Memperlancar, meningkatkan dan mengamankan produksi industri serta pembangunan Dari sasaran tersebut maka keselamatan kerja ditujukan bagi: a. Manusia (pekerja dan masyarakat) b. Benda (alat, mesin, bangunan dll) c. Lingkungan (air, udara, cahaya, tanah, hewan dan tumbuh tumbuhan) 2.2.3 Syarat-syarat Kesehatan Dan Keselamatan Kerja Menurut perundang-undangan Timor-Leste menjelaskan bahwa yang sekarang ini di terapkan guna meminimisasikan resiko di lokasi proyek atau lokasi pabrik. 1. Mencegah dan mengurangi kecelakaan 2. Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran 3. Mencegah dan mengurang bahaya peledakan 4. Memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran atau kejadian lain yang berbahaya 5. Memberi pertolongan pada kecelakaan 6. Memberi alat perlindungan diri kepada para pekerja 7. Mencegah dan mengendalikan timbulnya atau menyebar luasnya suhu, kelembaban, debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara dan gelora. 8. Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja, baik fisik maupun psikis, keracunan, infeksi dan penularan. 9. Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai. 10. Menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang baik; 11. Menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup; 12. Memelihara kebersihan, keselamatan dan ketertiban. 13. Memperoleh keserasian antara tenaga kerja dan alat kerja. 14. Mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang-orang, binatang, tanaman atau barang. 15. Mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan. 16. Mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar muat, perlakuan dan penyimpanan barang. 17. Mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya. 18. Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang bahaya kecelakaannya menjadi bertambah tinggi. 2.2.4 Pengenalan bahaya pada area kerja Bila ditinjau dari awal perkembangan usaha keselamatan kerja diperusahaan/industri, manusia menganggap bahwa kecelakaan terjadi karena musibah, namun sebenarnya setiap kecelakaan disebabkan oleh salah satu faktor sebagai berikut, baik secara sendiri - sendiri atau bersama-sama, yaitu: a. Tindakan tidak aman dari manusia itu sendiri (unsafe act) b. Terburu-buru atau tergesa-gesa dalam melakukan pekerjaan. c. Tidak menggunakan pelindung diri yang disediakan. d. Sengaja melanggar peraturan keselamatan yang diwajibkan. e. Berkelakar/bergurau dalam bekerja dan sebagainya. 2.2.5 Keadaan yang tidak aman dari area Kerja (Unsafe Condition) Mesin-mesin yang rusak tidak diberi pengamanan, kontruksi kurang aman, bising dan alat-alat kerja yang kurang baik dan rusak. Lingkungan kerja yang tidak aman bagi manusia (becek atau licin, ventilasi ataupertukaran udara , bising atau suara-suara keras, suhu tempat kerja, tata ruang kerja/ kebersihan dan lain- lain). Dan Akhirnya timbul pertanyaan apakah kecelakaan yang merugikan itu dapat dicegah? Pada prinsipnya setiap kecelakaan dapat diusahakan untuk dicegah karena, Setiap kecelakaan pasti ada sebabnya. Bilamana sebab-sebab kecelakaan itu dapat kita hilangkan maka kecelakaan dapat dicegah. Mengatasi Lingkungan Yang Tidak Aman Sebenarnya Cukup Mudah Dihilangkan, sumber-sumber bahaya atau keadaan tidak aman tersebut agar tidak lagi menimbulkan bahaya, misalnya alat-alat yang rusak diganti atau diperbaiki. Dieleminir/diisolir, sumber bahaya masih tetap ada, tetapi diisolasi agar tidak lagi menimbulkan bahaya, misalnya bagian-bagian yang berputar pada mesin diberi tutup/pelindung atau menyediakan alat-alat keselamatan kerja. Dikendalikan, sumber bahaya tidak aman dikendalikan secara teknis, misalnya memasang safety valve pada bejana-bejana tekanan tinggi, memasang alat-alat control dsb. Untuk mengetahui adanya unsafe condition harus dilakukan pengawasan yang seksama terhadap lingkungan kerja. BAB III PROFIL PUSKESMAS
2.1. Gambaran Umum Puskesmas
2.1.2 Luas Wilayah Letak Geografis Puskesmas Limba B Kecamatan Kota Selatan Kota Gorontalo yaitu luas wilayah 14,39 Km2 yang secara geografis terletak pada :1° lintang utara 123° bujur timur. Gambar 1. Peta Wilayah Puskesmas Limba Kec.Kota Selatan
Disamping itu pula Batas-Batas Wilayah Puskesmas Limba B
Kecamatan Kota Selatan Kota Gorontalo yaitu : 1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Kota tengah. 2. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Kota Timur. 3. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Hulonthalangi 4. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Kota Barat. 3.1.2 JumlahKelurahan dan Luas wilayah Wilayah Puskesmas Limba B No. Kelurahan Luas (Km2) 1. Biawao 0,39 2. Biawu 0,62 3. Limba U.I 0,48 4. Limba U.II 0,81 5. Limba B 1,12 3.1.3 Jumlah Penduduk menurut Jenis Kelamin dan Kelompok Umur Jumlah penduduk Puskemas Limba B Kecamatan Kota Selatan Tahun 2014 menurut estimasi yang didasarkan pada hasil sensus penduduk tahun 2014 oleh BPS dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 39,45 % adalah sebanyak 24.015 jiwa yang terdiri dari 11.954 jiwa penduduk laki-laki (49,77%) dan 12.061 jiwa penduduk perempuan ( 50,23%). Kelompok umur dan jenis kelamin merupakan faktor penting dalam demografi. Dengan adanya data jumlah penduduk berdasarkan kelompok umur dan jenis kelamin, maka penduduk dapat diklasifikasikan menjadi penduduk usia muda, usia produktif dan usia lanjut. Komposisi penduduk menurut kelompok umur dan jenis kelamin itu pada setiap negara tidak selalu sama.
Grafik 1 : menunjukkan bahwa komposisi penduduk menurut
kelompok umur di Puskesmas Limba B Kecamatan Kota Selatan Tahun 2014 sebagian besar berada pada kelompok umur produktif atau usia kerja. Hal ini terlihat dari jumlah penduduk berusia 15-64 tahun yang mencapai8.628 jiwa laki-laki (35,92 %) dan 8.593 jiwa perempuan ( 35,78 %). Dengan kondisi seperti ini memberikan implikasi bahwa potenssi kelompok usia produktif perlu mendapatkan perhatian dan pengembangan dalam menghasilkan tenaga-tenaga terampil dan mandiri untuk mendukung pembangunan kesehatan di Kecamatan Kota Selatan Tahun 2014di masa yang akan datang. BAB IV TUGAS POKOK PROGRAM KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA
4.1. Tugas Pokok
Tugas pemegang program adalah sebagai pelaksana pengamatan kesehatan dan keselamatan kerja, pengawasan kesehatan dan keselamatan kerja dan pembinaan kesehatan dan keselamatan kerja dalam rangka perbaikan kualitas kesehatan dan keselamatan kerja yang ada ditempat kerja untuk dapat memelihara, melindungi dan meningkatkan taraf hidup para pekerja dan masyarakat yang ada ditempat kerja. Uraian tugas pokok pelayanan kesehatan kerja menurut peraturan menteri tenaga kerja dan transmigrasi R.I No Per.03/Men/1982, pasal 2 yaitu. 1. pemeriksaan kesehatan sebelum kerja, pemeriksaan berkala dan pemeriksaan kesehatan khusus 2. pembinaan dan pengawasan atas penyesuaian pekerjaan terhadap tenaga kerja 3. pembinaan dan pengawasan terhadap lingkungan kerja 4. pembinaan dan pengawasan perlengkapan untuk kesehatan tenaga kerja 5. pembinaan dan pengawasan perlenfgkapan sanitair 6. pencegahan dan pengobatan terhadap penyakit umum dan penyakit akibat kerja 7. pertolongan pertama pada kecelakaan 8. pendidikan kesehatan untuk tenaga kerja dan latihan petugas 9. memberikan nasehat mengenai perencanaan dan pembuatan tempat kerja, pemilihan alat pelindung diri yang diperlukan dan gizi serta penyelenggaraan makanan ditempat kerja 10. membantu usaha rehabilitasi akibat kecelakaan atau penyakit akibat kerja, pembinaan dan pengawasan terhadap tenaga kerja yang mempunyai kelainan tertentu dalam kesehatannya. BAB V LAPORAN BULANAN DAN PERENCANAAN PROGRAM K3 TAHUN 2016
5.1. Laporan bulan oktober Kegiatan K3 Tahun 2015
No Uraian Jumlah Ket 1 Pekerja Yang Sakit Dilayani 9 2 Kasus Penyakit Umum Pada Pekerja 9 3 Kasus Diduga Penyakit Akibat Kerja Pada Pekreja 0 4 Kasus Penyakit Akibat Pekerjaan Pada Pekerja 0 5 Kasus Kecelakaan Akibat Kerja Pada Pekerja 0 6 Frekuensi Penyuluhan Di Tempat Kerja Formal 0 7 Frekuensi Penyuluhan Di Tempat Kerja In Formal 9 8 Jenis Penyakit Umum Yang Terbanyak Dikalangan Hipertensi Pekerja 9 Jenis Penyakit Karena Pekerjaan Yang Terbanyak Pada 0 Pekerja
5.2. Perumusan Masalah dan Penyebab Masalah Program K3
No Rumusan Masalah Berbagai Faktor Perumusan Penyebab Penyebab Masalah Masalah 1 Tingginya angka Masih adanya pekerja Tidak tersediaannya APD kecelakaan kerja, yang tidak yang memadai ditempat kerja penyakit akibat menggunakan APD dan kurangnya pengawasaan pada hubungan kerja, melakukan tindakan saat aktifitas kerja penyakit akibat yang tidak aman saat kerja, serta bekerja pengadaan jaminan kesehatan untuk Perilaku / kebiasaan Perilaku / kebiasaan pekerja pekerja dan pekerja yang mengonsumsi alkohol dokumen AMDAL atau obat-obat terlarang
Faktor Ekonomi Pemilik perusahaan
menganggap pengadaan APD, pengadaan jaminan kesehatan dan pembuatan dokumen AMDAL sangat mahal 2 Masih rendahnya Kurangnya tenaga ahli Ketidak tersediaannya tenaga ketersediaan tenaga didaerah kurang ahli terutama didaerah ahli pada alat kerja selektifnya perekrutan terpencil/pelosok. Kurangnya atau pada kegiatan tenaga/pekerja fasilitas pendidikan yang kerja tertentu menghasilkan SDM Faktor ekonomi berkualitas dan memiliki skill/keahlian yang khusus sehingga perekrutan pekerja kurang berkualitas
Keterbatasan dana dalam
pengadaan pekerja ahli dari luar daerah/negeri
5.3. Perumusan Pendekatan Pemecahan Masalah Program K3
No Rumusan Penyebab Inventarisasi Alternatif Rumusan Pendekatan Masalah Pendekatan Pemecahan Pemecahan Masalah Masalah 1. Tingginya angka - Melakukan penyuluhan - Membuat jadwal kecelakaan kerja, K3 secara penyuluhan penyakit akibat berkelanjutan - Membuat jadwal hubungan kerja, - Kunjungan Ditempat kunjungan di tempat penyakit akibat kerja secara kerja kerja, serta berkelanjutan - Menjelaskan dan pengadaan dokumen - Memberikan contoh mempraktekan tentang AMDAL penggunaan alat penggunaan APD yang pelindung diri yang sesuai dan aman baik baik dan aman - Pengadaan klinik kerja - Melakukan oleh pihak perusahaan pemeriksaan kesehatan - Memberi sanksi tegas - Pengadaan dokumen terhadap pemilik AMDAL sesegera perusahaan yang tidak mungkin memiliki dokumen - Melakukan kerja sama AMDAL Lintas Sektor - Melakukan kerja sama Lintas Sektor Dengan Pihak Pemerintah Daerah atau dengan Pihak lainnya
2. Masih rendahnya Melakukan Perekrutan Melakukan perekrutan
ketersediaan tenaga sesuai Bidang yang pekerja yang berkompeten ahli/kompeten pada dibutuhkan dan memiliki pengalaman pada kegiatan kerja kerja dibidangnya 5.4. Inventarisasi rencana kegiatan Program K3 No Pendekatan Inventarisasi rencana Rencana Anggaran pemecahan kegiatan kegiatan Biaya masalah Kegiatan 1 Membuat jadwal Membuat Jadwal Setiap 1 Rp 600.000 penyuluhan K3 di penyuluhan K3 tahun sekali Pengadaan Instansi atau di properti tempat kerja kegiatan 2 Membuat jadwal Jadwal kunjungan Setiap 1 Rp 200.000 kunjungan Di tempat bulan Dilakukan oleh kerja pemegang program K3 dan anggota di puskesmas 3 Memberikan contoh Menerangkan/ Setiap 1 Rp 200.000 penggunaan alat menjelaskan dan bulan Dilakukan oleh pelindung diri mempraktekan tentang pemegang penggunaan APD yang program K3 sesuai dan aman baik dan anggota di puskesmas 4 Memberikan Memotivasi pekerja Setiap 1 Rp 300.000 motivasi dan untuk mau berperilaku bulan Dilakukan oleh bimbingan kepada aman saat bekerja pemegang pekerja untuk mau program K3 melakukan tindakan dan anggota di yang aman dalam puskesmas bekerja
5.5 Rencana usulan kegiatan Program K3
Kegiatan Rencana Kegiatan Target Volume Sasaran Pokok Kegiatan Pemeriksaan Pekerja dan 12x setahun Tempat kerja - kelengkapan APD di alat kerja tempat kerja - kesehatan pekerja - kondisi alat kerja Penyuluhan, kunjungan Pekerja 12x setahun Tempat kerja dan Pembinaan serta memotivasi pekerja dalam kelancaran kerja Pengadaan Klinik Setiap ada Setiap ada Pekerja yang kesehatan ditempat kerja kecelakaan kasus mengalami dan Jaminan kesehatan kerja kecelakaan 5.6 Analisa Hambata1.1n Potensial Program K3 NO KEGIATAN KEMUNGKINAN LANGKAH MENCEGAH HAMBATAN TIMBULNYA HAMBATAN PELAKSANAAN 1 2 3 4 1 Penyuluhan K3 Tidak semua Melalui undangan resmi dari masyarakat/tenaga kerja manager/pemimpin perusahaan datang diundang atau dan petugas program K3 tidak berada dirumah Menggunakan puskel 2 Membuat Adanya jadwal yang Konfirmasi ulang sebelum jadwal bentrok dengan kegiatan jadwal kunjungan kunjungan lain yang kurang 3 Memberikan Faktor kebiasaan pekerja - Mengusulkan permintaan contoh yang tidak mau dana ke Lintas Sektor atau ke penggunaan alat menggunakan APD pihak perusahaan/industri pelindung diri dengan alasan tidak - Membuat peraturan yang yang baik dan nyaman memaksa dan tersedianya aman sanksi bagi yang melanggar dan tersedianya reward bagi yang melakukan 4 Memberikan - Pekerja yang sulit Melakukan pendekatan motivasi dan untuk berubah individual kepada pekerja bimbingan perilaku bekerja maupun kepada Manager dan kepada pekerja sesuka hati menerapkajn sanksi ringan untuk mau - kurangnya hingga berat kepada pekerja melakukan perhatian/acuh yang melakukan tindakan tidak tindakan yang terhadap bimbingan aman saat bekerja aman dalam bekerja BAB VI PENUTUP
1. Penyusunan perencanaan program kesehatan dan keselamatan kerja ini
dimaksudkan untuk memberikan pedoman dalam melaksanakan program K3 di puskesmas sehingga dalam pelaksanaannya nanti kegiatan yang dilaksanakan akan lebih terarah. 2. Diharapkan pada semua pihak yang terkait dapat melaksanakan program K3 dengan baik dan profesional sehingga mendapat hasil yang lebih baik. 3. Akhirnya kami mengharapkan dukungan dari semua pihak maupun lintas sektoral terkait untuk dapat berperan serta dalam program kesehatan yang kami rencanakan. DOKUMENTASI
Tampilan depan Puskesmas Limba B
DAFTAR PUSTAKA Direktorat Bina Kesehatan Kerja. (2008). Pedoman Tata Laksana Penyakit Akibat Kerja bagi Petugas Kesehatan. Departemen Kesehatan
OHSAS 18001. (2007). Sistem Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja.
Peraturan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia Nomor 03/MEN/98 tahun 1998 tentang Tata Cara Pelaporan dan Pemeriksaan Kecelakaan
Perwitasari, D, Anwar, A. 2006. Tingkat Risiko Pemakaian Alat Pelindung Diri
dan Higiene Petugas di Laboratorium Klinik RSUPN Ciptomangunkusumo Jakarta. Jurnal Ekologi Kesehatan. Vol.5, No.1, April 2006 : 380-384.
Santoso, S. 2006. Kajian Pengembangan Manajemen Kesehatan dan Keselamatan
Kerja Berdasarakan OHSAS 18001. BPTKN-Pusat Teknologi Reaktor dan Keselamatan Nuklir. Vol.10, No.1, Pebruari 2006.
Silalahi, B. dan Silalahi, R. (1995). Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan
Kerja. Pustaka Binaman Pressindo
Suma’mur, 1996. Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: PT. Gunung Agung.
Suma’mur, 1996. Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan. Jakarta:
PT.Gunung Agung.
Tarwaka, 2008. Kesehatan dan Keselamatan Kerja ”Manajemen dan
Implementasi K3 di Tempat Kerja”. Surakarta: Harapan Press.
Manajemen waktu dalam 4 langkah: Metode, strategi, dan teknik operasional untuk mengatur waktu sesuai keinginan Anda, menyeimbangkan tujuan pribadi dan profesional