Anda di halaman 1dari 8

KONSEP AKHLAK MENURUT IBNU MASKAWAIH

Mega Khrisna Antika


932129616
Fakultas Trabiyah IAIN Kediri
Email : megakhrisna81@gmail.com

Abstrak

Akhlak merupakan aspek utama dalam kehidupan. Menurut ibnu Maskawaih ada dua faktor
yang menjadikan akhlak sebagai dasar dalam diri manusia. Yang pertama faktor agama dan
yang kedua faktor jiwa (psikologi). Pemikiran Ibnu Maskawaih merupakan pemikiran yang
menggabungkan dua pemikiran antara paradigma filsafat yunani yang diserasikan dengan
doktrin ajaran agama Islam. Dalam perkembangan teori akhlak, Ibnu Maskawaih adalah
tokoh yang sukses dalam mensistematiskannya. Hal ini terbukti Ibnu Maskawaih telah
menerbitkan beberapa buku yang didalamya membahas mengenai etika, akhlak yang
dikaitkan dengan doktrin agama Islam.

Keyword: Akhlak,

1
Pendahuluan

Etika dan jiwa merupakan salah satu pokok bahasan dalam filsafat. Etika
merefleksikan bagaimana manusia harus hidup agar ia berhasil sebagai manusia. Karena
itu tidak mengherankan bahwa hampir semua filsuf besar juga menulis dalam bidang etika.
Mengapa etika dan jiwa dibahas dalam filsafat dan disepakati karena keduanya merupakan
cabang filsafat, etika dalam cabang filsafat tidak mempersoalkan keadaan manusia,
melainkan mempersoalkan bagaimana manusia harus bertindak. Sedangkan keadaan
manusia itu sendiri dimaknai dengan jiwa, maka dari itu etika dan jiwa merupakan dua hal
yang saling berkaitan. Bahkan dipahami bahwasanya etika lahir dari jiwa.
Ibnu Miskawaih dikenal tidak hanya dalam bidang filsafatnya melainkan juga dalam
bidang disiplin keilmuan lainnya, seperti sejarah dan sastra Arab. Bahkan melalui salah
satu master piece-nya yang berjudul Tahżīb al-Akhlāq wa Tatkhīr al-A’rāq namanya
menjadi semakin populer di berbagai belahan dunia. Oleh karena itu, dalam kesempatan
ini penulis memandang perlu untuk menampilkan sosok Ibnu Miskawaih tersebut dengan
telaah pemikirannya tentang filsafat al-akhlak-nya.

2
Biografi Ibnu Miskawaih

Ibnu miskawaih adalah seorang filsof muslim yang memfokuskan perhatiannya pada
etika Islam. Maskawaih dulunya adalah seorag filosuf yunani yang terkenal dengan
pengetahuannya tentang tabib, ilmuan dan sastrawan. Namun pada akhirnya ia tertarik
untuk menkaji lebih dalam mengenai etika dalam filsafat yang dikaitkan langsung dengan
ajaran syariat Islam.
Nama lengkapnya adalah Abu Ali Al-Khasim Ahmad bin Ya’qub bin Maskawaih.
Sebutan namanya yang lebih dikenal adalah Maskawaih atau Ibnu Maskawaih.nama itu
diambil dari nama kakeknya yang semula beragama Majusi. Kemudian gelarnya adalah
Abu Ali yang diambil dari nama sahabat Ali. Dimana kaum syi’ah memandang bahwa Ali
adalah yang pantas menggantikan Nabi setalah Nabi wafat.
Maskawaih lahir di Ray (Teheran). Mengenai tahun beberapa referensi menunjukan
berbeda-beda, 320 H, 330 H dan 325 H. Dan wafatnya pada tahun 421 H.
Masakawaih hidup pada zaman pemerintahan bani Abbas yang berasal dari keturunan
Parsi Bani Buwaih. Ayahnya Abu Syuja’ Buawaih adalah pemimpin suku yang amat
gemar berperang dan hampir semua pengikutnya berasal dari pegunungan Dailan Persia.
Puncak keemasan pada saat itu diraih oleh Bani Buwaih pada masa ‘Adhud al Daulah
pada tahun 367-272 H. ‘Adhud al Daulah adalah penguasa Islam pertama yang
menggunakan gelar Syahinzah yang artinya maha raja. Pada saat inilah maskawaih
menjadi keprecayaannya raja yaitu sebagai bendaharawan pada pemerintahan ‘Adhud al
Daulah. Disamping kesenangan itu, dalam hati maskawaih terdapat sesuatu yang
membuatnya khawatir, yaitu kemerosotan moral yang melanda masyarakat. Pada saat
itulah maskawaih menitik beratkan perhatiannya pada bidang etika, khusunya etika Islam.

3
Riwayat Pendidikan Maskawaih

Berbicara riwayat pendidikan Ibnu Maskawaih bahwa riwayat pendidikannya tidak


bisa diketahui secara jelas. Namun dapat diduga bahwa pendidikan Ibnu Miskawaih
tidak jauh berbeda dari kebiasaan anak menuntut ilmu pada masanya. Ahmad Amin
berpendapat (seperti yang dikutip oleh A. Mustofa) bahwa pendidikan anak pada
zaman Abbasiyah pada umumnya anak-anak bermula dengan belajar membaca,
menulis, mempelajari Al-Qur’an, dasar-dasar bahasa Arab, tata bahsa Arab, (nahwu)
dan arudh (ilmu membaca dan membuat syair).1
Adapun mata pelajaran dasar tersebut diberikan di kalangan keluarga yang
berada di mana guru didatangkan ke rumahnya untuk memberikan les privat kepada
anak-anaknya. Setelah ilmu-ilmu dasar itu diselesaikan, kemudian anak-anak
diberikan pelajaran ilmu fiqh, hadits, sejarah (khususnya sejarah Arab, Parsi, dan
India) dan matematika. Selain itu, juga diberikan macam-macam ilmu praktis seperti;
musik, bermain catur, furusiah (ilmu kemiliteran).2
Diduga Ibnu Maskawaih pun mengalami pendidikan semacam itu pada masa
mudanya, meskipun menurut dugaan juga Ibnu Maskawaih tidak mengikuti les privat,
karena ekonomi keluarganya yang kurang mampu untuk mendatangkan guru privat,
terutama pada mata pelajaran-mata pelajaran lanjutan yang biayanya sangat mahal.
Perkembangan Ibnu Maskawaih diperoleh dengan cara memperbanyak membaca buku,
terutama saat memperoleh kepercayaan dari Ibnu al-‘Amid untuk menjaga sebuah
perpustakaan.3
Pengetahuan Ibnu Maskawaih yang amat menonjol dari hasil banyak membaca
buku itu ialah tentang sejarah, filsafat, dan sastra. Hingga saat ini nama Ibnu Maskawaih
dikenal terutama sekali dalam keahliannya sebagai sejarahwan dan filosuf. Tidak
hanya itu Maskawaih juga dikenal sebagai Bapak Etika Islam karena Maskawaih
merupakan orang yang pertama mengemukakan teori tentang etika dan kemudian ia
banyak menulis buku tentang etika. Maka dari itu karya-karya maskawaih tentang etika
sangat terkenal.

1
A. Mustofa, Filsafat Islam (Bandung: Pustaka Setia, 2004), 168.
2
Nina M. Armando, Ensiklopedi Islam (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 2005), 89.
3
A. Mustofa, Filsafat Islam ,…168.

4
Definisi Akhlak Ibn Maskawaih

Akhlak merupakan sesuatu hal yang melekat pada diri manusia, Sejarah bangsa-
bangsa baik yang diabadikan dalam Alqur’an seperti kaum ‘Ad, Samud, Madyan, dan
Saba maupun yang terdapat dalam buku-buku sejarah menunjukan bahwa suatu bangsa
akan kokoh apabila akhlaknya kokoh, dan sebaliknya apabila suatu bangsa akan runtuh
apabila akhlaknya rusak. Agama tidak akan sempurna manfaatnya, kecuali dibarengi
dengan akhlak yang mulia.4
Pembicaraan mengenai akhlak tidak akan lepas dari hakikat manusia sebagai khalifah
dimuka bumi ini. Sebagai khalifah manusia bukan saja diberi kepercayaan untuk menjaga,
memelihara dan memakmurkan alam ini tetapi juga dituntut untuk berlaku adil dalam
segala urusannya.
Dalam bukunya, Ibnu Miskawaih mengungkapkan akhlak merupakan bentuk jamak
dari khuluq yakni suatu keadaan jiwa yang mengajak atau mendorong seseorang untuk
melakukan perbuatan-perbuatan tanpa difikirkan dan diperhitungkan sebelum-nya. Yang
mendorong manusia untuk berbuat secara spontan yang merupakan pembawaan fitrah
sejak lahir, dan juga dapat diperoleh dari kebiasaan dan latihan yang menjadikan dirinya
menjadi terbiasa melakukan hal-hal yang baik.
Landasan pemikiran maskawaih tersebut juga dikaitkan dengan al Qur’an yang
dimana juga menjelaskan tentang keadaan fitrah manusia. Allah berfirman dalam Surah
As-Syams Surah 8-10
 
    
    
 
Artinya: Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan
ketakwaannya, sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan
Sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.

Maskawaih juga menetapkan bahwa manusia akan mengalami perubahan tingkah


laku, hal itulah kenapa harus diperlukan hukum-hukum syariat, nasihat-nasihat dan
brbagai macam ajaran agama lainnya. Karena hal tersebut betujuan untuk memungkinan

4
Suwito, Filsafat Pendidikan Akhlak Ibn Miskawaih, (Yogyakarta, Belukar, 2004),130.

5
manusaia untuk memilih dengan akalnya mana yang baik yang harus dilakukan dan mana
yang buruk harus di hindarkan dari kehidupannya.
Dalam menuju pada kesempurnaan diri, manusia harus melaluinya dengan aplikasi
akhlak dalam kehidupan sehari-hari. Akhlak adalah suatu sikap mental (halun li al-nafs)
yang mengandung daya dorong untuk berbuat tanpa berfikir dan pertimbangan. Sikap
mental ini terbagi dua, ada yang berasal dari watak dan ada juga yang berasal dari
kebiasaan dan latihan. Dengan demikian, sangat penting menegakkan akhlak yang benar
dan sehat. Sebab dengan landasan yang demikian akan melahirkan perbuatan-perbuatan
baik tanpa kesulitan. Berdasarkan ide diatas Ibn Miskawaih secara tidak langsung menolak
pendapat sebagian pemikir Yunani yang mengatakan bahwa akhlak yang berasal dari
watak tidak mungkin berubah.5
Ibnu Maskawaih sangat menekankan metode pembiasaan dalam pengembangan
akhlak, karena akhlak baik bisa diusahakan secara terus menerus. Hal itu bisa ditempuh
dengan melibatkan lingkungan sekitar baik teman, orang tua, dan lainnya.

Keutamaan Akhlak menurut Maskawaih

a. Kebijaksanaan
Kebijaksanaan merupakan sebuah keadaan jiwa yang memungkinkan jiwa
seseorang mampu membedakan antara yang benar dan yang salah.
b. Keberanian
Keberanian merupakan keutamaan dari jiwa yang muncul pada diri manusia
pada saat nafsu terbimbing oleh jiwa.
c. Menjaga Kesucian Diri
Menjaga kesucian diri merupakan keutamaan jiwa yang akan muncul pada diri
manusia apabila nafsunya dikendalikan oleh pikirannya.
d. Keadilan
Keadilan adalah bagaimana sikap seseorang bisa menempatkan segala sesuatu
pada tempat dan porsinya masing-masing.
Keadilan yang dimaksud Ibnu Miskawaih dalam hal ini berarti kesempurnaan
dari keutamaan akhlak yaitu perpaduan antara kebijaksanaan, keberanian, dan
menahan diri, sehingga menghasilkan keseimbangan berupa keadilan. Adapun

5
Ahmad Daudy, Kuliah Filsafat Islam, (Jakarta, Bulan Bintang, 1986), 61.

6
keadilan yang diupayakan manusia dalam hal ini adalah menjaga keselarasan atau
keseimbangan agar tidak saling berselisih dan menindas antara satu dengan yang
lainnya.

e. Cinta dan persahabatan


Manusia adalah makhluk sosial yang membutuhkan sesamanya. Hanya melalui
teman dan lingkungannya manusia dapat memperoleh kesempurnaan dan
eksistensinya dan dalam keadaan mendesak mereka harus saling membantu. Harus
diketahui bahwa sifat bersahabat dalam diri manusia merupakan nilai yang harus
dipertahankan.6

Penutup

Dari pembahasan di atas setidaknya dapat kita ambil beberapa poin penting. Bahwa
hakikat akhlak menurut Ibn Maskawaih adalah suatu keadaan jiwa yang melahirkan
perbuatan atapun tindakan secara spontan, tanpa adanya unsur sandiwara, rekayasa
maupun paksaan. Suatu perbuatan yang dilakukan dengan adanya unsur paksaan, bukanlah
akhlak. Namun demikian, suatu perbuatan akan dapat menjadi akhlak manakala hal
tersebut terus-menerus dilatih dan dibiasakan hingga akhirnya menjadi sifat, watak dan
pada akhirnya menjadi akhlaknya.
Ibn maskawaih juga berpendapat bahwakeutamaan akhlak ada 4 yaitu: kebijaksanaan,
keberanian, menjaga kesucian diri, keadilan serta cinta dan persahabatan. Dimana kelima
dimesi itu tidak dapat didpisahkan, karena merupaka suatu pondasi yang paling utama
untuk akhlak dalam diri manusia.

6
Nurul Azizah “Pendidikan Akhlak Ibnu Maskawaih Konsep dan Urgensinya dalam Perkembangan Karakter di
Indonesia, Pendidikan Agama Islam” Jurnal Universitas Wahid Hasyim, Vol. 5 No. 2, (Desember 2017), 191.

7
Daftar Pustaka

A. Mustofa, Filsafat Islam (Bandung: Pustaka Setia, 2004)


Ahmad Daudy, Kuliah Filsafat Islam, (Jakarta, Bulan Bintang, 1986)
Nina M. Armando, Ensiklopedi Islam (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 2005)
Nurul Azizah “Pendidikan Akhlak Ibnu Maskawaih Konsep dan Urgensinya dalam
Perkembangan Karakter di Indonesia, Pendidikan Agama Islam” Jurnal Universitas
Wahid Hasyim, Vol. 5 No. 2, (Desember 2017)
Suwito, Filsafat Pendidikan Akhlak Ibn Miskawaih, (Yogyakarta, Belukar, 2004)

Anda mungkin juga menyukai