Anda di halaman 1dari 55

UNIVERSITAS INDONESIA

PENGARUH PENYIMPANAN BIJI PADA SUHU RUANG,


DINGIN, DAN BEKU TERHADAP VIABILITAS BIJI BELIMBING
(Averrhoa carambola L.) KULTIVAR ‘DEWA BARU’ ASAL KECAMATAN
CIMANGGIS, DEPOK

SKRIPSI

AGRIANA ALI
0606069520

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM


DEPARTEMEN BIOLOGI
DEPOK
JULI 2011

Pengaruh penyimpanan ..., Agriana Ali, FMIPA UI, 2011


UNIVERSITAS INDONESIA

PENGARUH PENYIMPANAN BIJI PADA SUHU RUANG,


DINGIN, DAN BEKU TERHADAP VIABILITAS BIJI BELIMBING
(Averrhoa carambola L.) KULTIVAR ‘DEWA BARU’ ASAL KECAMATAN
CIMANGGIS, DEPOK

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar


Sarjana Sains

AGRIANA ALI
0606069520

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM


DEPARTEMEN BIOLOGI
DEPOK
JULI 2011

Pengaruh penyimpanan ..., Agriana Ali, FMIPA UI, 2011


HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri,

dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk

telah saya nyatakan dengan benar.

Nama : Agriana Ali

NPM : 0606069520

Tanda Tangan :

Tanggal : 14 Juli 2011

iii Universitas Indonesia

Pengaruh penyimpanan ..., Agriana Ali, FMIPA UI, 2011


HALAMAN PENGES
Universitas Indonesia

Pengaruh penyimpanan ..., Agriana Ali, FMIPA UI, 2011


KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah


SWT atas segala anugerah, rahmat, dan karuniaNya yang telah diberikan sehingga
penulis dapat menyelesaikan penelitian hingga akhir penulisan skripsi. Penulisan
skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai
gelar Sarjana Sains Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam Universitas Indonesia. Saya menyadari bahwa tanpa bantuan dan
bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan
skripsi ini, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena
itu, saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

(1) Dr. Nisyawati selaku pembimbing atas bimbingan, perhatian, kesabaran,


motivasi, dan sumbangan pikiran selama penelitian hingga tersusunnya
skripsi.
(2) Dra. Lestari Rahayu, M.Sc. dan Dr. Andi Salamah selaku dosen penguji yang
telah memberikan banyak saran dan masukan dalam penyelesaian skripsi ini.
(3) Dr.rer.nat. Mufti Petala Patria dan Dra. Nining Betawati Prihantini, M.Sc.
selaku Ketua dan Sekretaris Departemen Biologi FMIPA UI.
(4) Dr. Andi Salamah selaku Penasehat Akademik yang telah membimbing,
memberikan perhatian, dukungan, dan nasehat.
(5) Seluruh staf pengajar Departemen Biologi FMIPA UI atas bekal ilmu yang
penulis terima.
(6) Seluruh karyawan Departemen Biologi FMIPA, khususnya Pak Taryana atas
semua bantuannya.
(7) Kedua orangtuaku tersayang, Alimuddin Kadir dan Fatmawati Arsyad atas
doa, cinta, kasih sayang, dukungan moril dan materil yang telah diberikan.
(8) Kakakku Zulfikar Ali dan Adikku Muhammad Akbar Ali atas doa, kasih
sayang, dukungan, semangat, dan kebersamaan yang telah diberikan.
(9) Elly, Fido, Dini, Imey, Iqbal atas persahabatan, bantuan, semangat, doa, dan
harapan kalian selama ini.

v Universitas Indonesia

Pengaruh penyimpanan ..., Agriana Ali, FMIPA UI, 2011


(10) Teman-teman di Laboratorium Biologi Perkembangan Betty, Rika, Henny,
dan Sholia yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan
skripsi.
(11) Pak Herman dan Hadian Iman Sasmita (Bojes) atas semua bantuan yang
diberikan selama penelitian.
(12) Teman-teman FELIX (Federation of Biology O’Six) atas bantuan,
persahabatan, dan semangat yang telah diberikan selama ini, dan kakak-kakak
Baliveau (2004), Bi05phere (2005), serta adik-adik Blossom (2007),
Biosentris (2008), serta Zygomorf (2009).
(13) Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi.

Akhir kata, penulis berharap agar skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi
perkembangan ilmu pengetahuan.

Penulis

2011

vi Universitas Indonesia

Pengaruh penyimpanan ..., Agriana Ali, FMIPA UI, 2011


HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di


bawah ini:

Nama : Agriana Ali


NPM : 0606069520
Program Studi : Biologi
Departemen : Biologi
Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Jenis karya : Skripsi

demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada


Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty
Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:

Pengaruh Penyimpanan Biji pada Suhu Ruang, Dingin, dan Beku terhadap Viabilitas
Biji Belimbing (Averrhoa carambola L.) Kultivar ‘Dewa Baru’ Asal Kecamatan
Cimanggis, Depok

beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan,
mengalihmedia/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database),
merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan
nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Depok
Pada tanggal : 14 Juli 2011

Yang menyatakan

(Agriana Ali)

vii Universitas Indonesia

Pengaruh penyimpanan ..., Agriana Ali, FMIPA UI, 2011


ABSTRAK

Nama : Agriana Ali


Program Studi : Biologi
Judul : Pengaruh Penyimpanan Biji pada Suhu Ruang,
Dingin, dan Beku terhadap Viabilitas Biji Belimbing
(Averrhoa carambola L.) Kultivar ‘Dewa Baru’ Asal
Kecamatan Cimanggis, Depok

Telah dilakukan penelitian untuk mengetahui kualitas biji belimbing (Averrhoa


carambola L.). Kadar air awal biji berdasarkan berat basah adalah 40% dan
persentase perkecambahan awal adalah 92%. Biji dikeringkan hingga mencapai
kadar air 32%, 25%, 18%, 11%, 4% dan disimpan dalam masing-masing suhu
penyimpanan, yaitu, suhu ruang (27--30 °C), suhu dingin (5 °C), dan suhu beku
(-15 °C) selama 4 minggu. Hasil pengamatan menunjukkan biji masih dapat
bertahan hingga kadar air 4% pada masing-masing suhu penyimpanan. Suhu
penyimpanan biji yang paling baik terhadap viabilitas biji adalah pada suhu dingin
(5 °C) dengan kadar air 40% dan suhu ruang (27--30 °C) dengan kadar air 25%.

Kata Kunci : Averrhoa carambola, biji, kadar air, pengeringan,


perkecambahan biji, suhu penyimpanan, viabilitas
xiii + 43 halaman ; 13 gambar; 7 tabel; 16 lampiran
Daftar Acuan : 49 (1943-2010)

viii
Universitas Indonesia

Pengaruh penyimpanan ..., Agriana Ali, FMIPA UI, 2011


ABSTRACT

Name : Agriana Ali


Study Programme : Biology
Title : Effect of Seed Storage at Ambient Temperature, Cold
Temperature, and Freezing Temperature on Seed Viability
of Averrhoa carambola L. of Cultivars ‘Dewa Baru’ from
Kecamatan Cimanggis, Depok

This research is aimed to determine the quality of carambola seed (Averrhoa


carambola L.). The initial moisture content of seed was 40% on fresh weigh basis
with 92% initial germination. The seeds were dessicated to 32%, 25%, 18%,
11%, 4%, and stored at ambient (27--30 °C), cold (5 °C), and freezing
temperature (-15 °C) for 4 weeks. The seeds were found to be tolerant to
dessication up to 4% moisture content in any storage temperature. The favourable
storage temperature was cold (5 °C) with 40% moisture content and ambient
(27--30 °C) with 25% moisture content.

Keyword : Averrhoa carambola, dessication, moisture content, seeds,


seed germination, storage temperature, viability
xiii + 43 pages ; 13 pictures; 7 tables; 16 appendix
References : 49 (1943-2010)

ix Universitas Indonesia

Pengaruh penyimpanan ..., Agriana Ali, FMIPA UI, 2011


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................... ii


HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ................................................. iii
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................. iv
KATA PENGANTAR ........................................................................................ v
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR
UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ........................................................... vii
ABSTRAK ...................................................................................................... viii
ABSTRACT ....................................................................................................... ix
DAFTAR ISI ....................................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xii
DAFTAR TABEL ............................................................................................. xii

1. PENDAHULUAN .......................................................................................... 1

2. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................. 4


2.1 Belimbing (Averrhoa carambola L.) ......................................................... 4
2.1.1 Klasifikasi belimbing (Averrhoa carambola L.) ............................. 4
2.1.2 Kultivar belimbing di Indonesia ..................................................... 5
2.1.3 Deskripsi belimbing (Averrhoa carambola L.) ............................... 5
2.1.4 Wilayah sentra kebun belimbing di Depok ..................................... 7
2.2 Biji belimbing (Averrhoa carambola L.) ................................................... 8
2.3 Perkecambahan biji ................................................................................... 9
2.4 Viabilitas biji .......................................................................................... 10
2.5 Vigor biji ................................................................................................ 12
2.6 Penyimpanan biji .................................................................................... 13
2.6.1 Karakteristik penyimpanan biji ...................................................... 15

3. METODE PENELITIAN ............................................................................ 17


3.1 Lokasi dan waktu penelitian .................................................................... 17
3.2 Alat......................................................................................................... 17
3.3 Bahan ..................................................................................................... 17
3.4 Cara kerja ............................................................................................... 17
3.4.1 Persiapan dan ekstraksi biji .......................................................... 17
3.4.2 Penetapan kadar air ...................................................................... 18
3.4.3 Penyimpanan biji ......................................................................... 18
3.4.4 Uji Viabilitas biji ......................................................................... 18

4. HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................................... 20


4.1 Pengaruh penyimpanan biji belimbing pada kadar air yang
berbeda-beda .............................................................................................23
4.2 Pengaruh penyimpanan biji belimbing pada masing-masing suhu
penyimpanan .......................................................................................... 25
4.3 Pengaruh penyimpanan biji belimbing kultivar ‘Dewa Baru’ terhadap
Daya Berkecambah dan Potensi Tumbuh Maksimum .............................. 31

x Universitas Indonesia

Pengaruh penyimpanan ..., Agriana Ali, FMIPA UI, 2011


4.4 Pengaruh penyimpanan biji belimbing kultivar ‘Dewa Baru’ terhadap
panjang hipokotil dan epikotil ................................................................. 33
4.5 Pengaruh penyimpanan biji belimbing kultivar ‘Dewa Baru’
terhadap pertumbuhan skala daun ........................................................... 35

5. KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................... 37

DAFTAR ACUAN ........................................................................................... 38

Universitas Indonesia
xi

Pengaruh penyimpanan ..., Agriana Ali, FMIPA UI, 2011


DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Bagian-bagian belimbing ................................................................ 7


Gambar 2.1. Pengukuran panjang hipokotil, epikotil, dan skala daun ............... 19
Gambar 3.2. Skala daun .................................................................................... 20
Gambar 4.1. Pertumbuhan biji belimbing pada penyimpanan suhu ruang .......... 28
Gambar 4.2. Pertumbuhan biji belimbing pada penyimpanan suhu dingin ......... 29
Gambar 4.3. Pertumbuhan biji belimbing pada penyimpanan suhu beku ........... 30
Gambar 4.4. Diagram batang persentase Daya Berkecambah ............................ 32
Gambar 4.5. Diagram batang persentase Potensi Tumbuh Maksimum ............... 33
Gambar 4.6. Diagram batang rerata panjang hipokotil ....................................... 34
Gambar 4.7. Diagram batang rerata panjang epikotil ......................................... 34
Gambar 4.8. Diagram batang skala daun pertumbuhan hari ke-22 ..................... 35
Gambar 4.9 Diagram batang skala daun pertumbuhan hari ke-29 ..................... 36
Gambar 4.10 Pertumbuhan biji belimbing (Averrhoa carambola L.) .................. 36

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1. Perlakuan biji belimbing kultivar ‘Dewa Baru’ ................................ 20


Tabel 4.1. Data kumulatif Daya Berkecambah, Potensi Tumbuh Maksimum,
panjang epikotil, dan panjang hipokotil biji belimbing kultivar
‘Dewa Baru’................................................................................ ...... .22
Tabel 4.2. Data kumulatif skala daun selama 22 dan 29 hari setelah tanam (hst)
biji belimbing kultivar ‘Dewa Baru’..................................................20

Universitas Indonesia

xii
Pengaruh penyimpanan ..., Agriana Ali, FMIPA UI, 2011
1

BAB 1
PENDAHULUAN

Belimbing (Averrhoa carambola L.) merupakan salah satu buah tropis asal
Asia Tenggara (Ploetz 2004: 225). Belimbing sering digunakan sebagai konsumsi
segar maupun industri rumah tangga, seperti manisan buah, selai, dan minuman
segar (Narain dkk. 2001: 145; Supriati dkk. 2006: 51). Belimbing sebagai obat
tradisional juga digunakan untuk obat tekanan darah tinggi (Supriati dkk. 2006:
51) dan memiliki kandungan vitamin C yang relatif cukup tinggi (35 mg/100 g
buah) di antara buah-buah lain, seperti apel dan anggur (BAPPENAS 2000: 3).
Belimbing menurut beberapa peneliti berasal dari Sri Langka dan Pantai
Maluku (Indonesia) (Ludders 2004: 117; Oliveira dkk. 2009: 478). Kultivasi
belimbing sudah dilakukan sejak lama di Malaysia (Ludders 2004: 117) dan di
Indonesia (Oliveira dkk. 2009: 478). Kultivasi di Indonesia berasal dari beberapa
wilayah, seperti Depok (Jawa Barat) (Dinas Pertanian Kota Depok 2007: 46).
Wilayah Depok merupakan salah satu daerah yang membudidayakan beberapa
kultivar belimbing unggulan, yaitu ‘Dewa Baru’, ‘Dewi Murni’, ‘Demak Kunir’,
‘Demak Kapur’, dan ‘Simanis’ (Dinas Pertanian Kota Depok 2007: 9).
Program pembudidayaan belimbing di Kota Depok memerlukan
penanganan yang tepat, yaitu tersedianya bibit belimbing unggul dalam jumlah
yang banyak (Supriati dkk. 2006: 51). Penanganan tersebut meliputi penyimpanan
biji pada kondisi yang optimum untuk mempertahankan viabilitas biji pada saat
akan ditanam kembali (Purwanto 2009: 2). Selain itu, diperlukan penyimpanan
biji yang tepat untuk mengetahui kualitas biji sehingga penting untuk konservasi
plasma nutfah (Schdmit 2000: 1).
Konservasi plasma nutfah dibagi ke dalam 2 tipe, yaitu konservasi in situ
dan ex situ. Konservasi in situ merupakan konservasi yang dilakukan di dalam
habitat alami untuk melestarikan organisme berserta lingkungan sekitar, seperti
hutan lindung dan taman nasional. Konservasi ex situ merupakan konservasi yang
dilakukan di luar habitat alami. Salah satu contoh dari konservasi ex situ ialah
kebun raya, kultur jaringan secara in vitro, bank gen, dan penyimpanan biji.
Penyimpanan biji yang sesuai dapat dijadikan jenis konservasi ex situ yang aman,

Universitas Indonesia

Pengaruh penyimpanan ..., Agriana Ali, FMIPA UI, 2011


2

tidak mahal dan metode yang dapat diterima dalam konservasi material genetik
(Hong dkk. 1998: 13; Leunufna 2007: 80).
Konservasi plasma nutfah belimbing telah dilakukan di beberapa negara,
seperti Malaysia (Supriati dkk. 2006: 51), Brazil (Oliveira dkk. 2009: 478), dan
Florida, Amerika Serikat (Campbel dkk. 1989: 272). Pengelolaan belimbing
untuk tujuan konservasi di Indonesia masih tertinggal dari negara lain, seperti
Malaysia. Hal tersebut dikarenakan perkebunan belimbing di Indonesia masih
belum intensif karena keterbatasan bibit bermutu (Supriati dkk. 2006: 51).
Ketersediaan bibit dengan kualitas yang baik dan jumlah yang mencukupi menjadi
prioritas dalam pengelolaan budidaya buah untuk memenuhi permintaan pasar
yang cenderung meningkat (Wulandari 2009: 1). Pengelolaan belimbing yang
belum intensif juga dipengaruhi oleh terbatasnya informasi dan pengetahuan
mengenai kualitas biji belimbing (Purwanto 2009: 2). Kualitas biji tersebut
meliputi segi fisik, fisologis (Silomba 2006: 2) dan kemampuan biji dalam
memertahankan viabilitas selama periode penyimpanan tertentu (Purwanto 2009:
2).
Konservasi plasma nutfah belimbing meliputi penyimpanan biji di
berbagai macam kondisi penyimpanan. Salah satu tujuan konservasi tersebut
ialah mengetahui kualitas biji. Kualitas biji dapat dilakukan melalui studi
viabilitas (Smith dkk. 2003: 448) dan daya simpan biji (Hong dkk. 1998: 13).
Studi viabilitas dan daya simpan biji dapat memberikan informasi penting
mengenai kualitas biji belimbing untuk tujuan konservasi plasma nutfah (Smith
dkk. 2003: 448). Studi yang dilakukan oleh Purwanto (2009: 20--22) didapatkan
hasil bahwa biji belimbing masih dapat berkecambah dengan baik pada kadar air
di bawah kadar air minimum, yaitu 12%. Pengeringan biji belimbing dengan
kadar air biji sebesar 11,07% menghasilkan Daya Berkecambah sebesar 47% dan
Potensi Tumbuh Maksimum sebesar 80%. Biji belimbing juga masih dapat
berkecambah dalam suhu penyimpanan pada suhu dingin (± 5 oC). Daya
Berkecambah yang didapatkan sebesar 26,67% pada suhu penyimpanan di lemari
pendingin selama 12 minggu.
Biji belimbing (Averrhoa carambola L.) berdasarkan karakteristik
penyimpanan biji merupakan biji intermediat (Hong dkk. 1998: 618). Biji

Universitas Indonesia

Pengaruh penyimpanan ..., Agriana Ali, FMIPA UI, 2011


3

intermediat pada umumnya terdapat di daerah tropis (Hong dkk. 1998: 21;
Djam’an dkk. 2006: 164), sehingga hanya dapat bertahan disimpan selama periode
yang singkat (mingguan sampai bulanan) (Engelmann dkk. 1995: 27). Viabilitas
biji jenis intermediat akan menurun cepat apabila disimpan secara konvensional
(Djama’an dkk. 2006: 164). Teknik penyimpanan biji dalam periode yang
panjang dengan mempertahankan viabilitas biji ialah kriopreservasi atau
penyimpanan material genetik dalam suhu yang ultra rendah (-196 oC).
Kriopreservasi merupakan salah satu bentuk konservasi ex-situ (Effendi Litz
2003: 111; Leunufna 2007: 80). Penyimpanan biji juga dapat dilakukan dalam
suhu yang rendah (cold storage) dengan kisaran suhu 5 sampai 10 oC dan -15
sampai -20 oC. Biji yang disimpan dalam kondisi tersebut harus mencapai kadar
air optimal sehingga selama dalam penyimpanan tidak mengalami kerusakan
akibat suhu dingin (freezing injury) (Schmidt 2000: 27).
Beberapa penelitian mengenai penyimpanan biji dalam suhu rendah telah
banyak dilakukan, antara lain biji tanaman hutan seperti damar (Agathis damara)
(Djama’an 2006: 164--167), biji tanaman industri seperti kopi (Coffea arabica)
(Engelmann dkk. 1995: 27--31), dan biji tanaman pangan berupa buah-buahan
seperti alpukat (Efendi & Litz 2003: 111--114), dan pepaya (Wulandari 2009: 13).
Informasi mengenai penyimpanan biji belimbing belum sampai pada
penyimpanan dalam suhu di bawah 0 oC, hanya sebatas penyimpanan di dalam
lemari pendingin dengan suhu sekitar 5--7 oC (Oliveira dkk. 2009: 477; Purwanto
2009: 20). Penyimpanan biji dalam periode yang panjang merupakan pendekatan
konservasi yang penting untuk plasma nutfah tanaman (Djama’an 2006: 164).
Oleh karena itu, studi mengenai viabilitas biji dan daya simpan biji belimbing
perlu dilakukan untuk menambah informasi mengenai konservasi plasma nutfah
belimbing.
Penelitian dilakukan untuk mengetahui kualitas biji belimbing (Averrhoa
carambola L.) kultivar ‘Dewa Baru’ asal Kecamatan Cimanggis, Depok setelah
penyimpanan biji dalam suhu ruang (27--30 oC), suhu dingin (5 oC) dan suhu beku
(-15 oC) dengan kadar air 40%, 32%, 25%, 18%, 11%, 4%. Hipotesis penelitian
adalah biji belimbing dapat mempertahankan viabilitas dengan kadar air 4% pada
suhu penyimpanan dingin (5 oC).

Universitas Indonesia

Pengaruh penyimpanan ..., Agriana Ali, FMIPA UI, 2011


4

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Belimbing (Averrhoa carambola L.)

Belimbing (Averrhoa carambola L.) merupakan salah satu buah tropis asal
Asia Tenggara (Ploetz 2004: 225). Belimbing tumbuh liar di beberapa Pulau
Jawa dengan ketinggian di bawah 500 m, tetapi ada juga yang dibudidayakan
(Hayne 1987: 1073). Buah belimbing mengandung vitamin C yang lebih tinggi
dibandingkan apel dan anggur. Buah belimbing yang dikonsumsi segar berkhasiat
menurunkan tekanan darah tinggi. Industri rumah tangga memanfaatkan
belimbing dalam keperluan, mulai dari buah segar, manisan buah, selai, jeli, dan
minuman dalam bentuk jus. Selain itu, belimbing memiliki tajuk kanopi yang
rimbun dan indah sehingga disukai oleh masyarakat sebagai tanaman hias di
pekarangan (Supriati dkk. 2006: 51).

2.1.1 Klasifikasi Belimbing (Averrhoa carambola L.)

Berdasarkan National Botanical Tropical Garden (2011: 1), klasifikasi


belimbing adalah sebagai berikut.
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Superdivision : Spermatophyta
Division : Magnoliophyta
Class : Magnoliopsida
Subclass : Rosidae
Ordo : Geraniales
Family : Oxalidaceae
Genus : Averrhoa
Spesies : Averrhoa carambola Linnaeus

4 Universitas Indonesia

Pengaruh penyimpanan ..., Agriana Ali, FMIPA UI, 2011


5

2.1.2 Kultivar Belimbing di Indonesia

Belimbing (Averrhoa carambola L.) merupakan salah satu tumbuhan


tropis asal Asia Tenggara (Ploetz 2004: 225). Beberapa peneliti menyebutkan
bahwa belimbing berasal dari Sri Langka dan Pantai Maluku, Indonesia (Ludders
2004: 117; Oliveira dkk. 2009: 478). Kultivasi belimbing sendiri sudah sejak
lama dilakukan di Malaysia, India, Sri Langka (Crane 1994: 1), Indonesia
(Departemen Pertanian 1998: 1), dan beberapa negara di Asia Tenggara (Ludders
2004: 117).
Kultivasi belimbing di Indonesia telah menghasilkan kultivar unggulan
dan lokal. Kultivar belimbing unggulan diperoleh melalui serangkaian penelitian
yang bertujuan untuk mendapatkan kultivar dengan sifat-sifat yang diinginkan,
seperti produktivitas tinggi, ketahanan terhadap hama penyakit, dan sesuai dengan
selera konsumen (Balitpa 2009: 11). Kultivar unggulan belimbing yang telah
dirilis di Indonesia, yaitu ‘Dewi Murni’, ‘Dewa Baru’ (Departemen Pertanian
1998: 1), ‘Pancur Batu’ (Departemen Pertanian 2003: 1), ‘Demak Kunir’, ‘Demak
Kapur’ (IPTEKNET 2005: 2), dan ‘Simanis’ (Departemen Pertanian 1998: 1).
Kultivar lokal lain, yaitu ‘Bangkok’, ‘Siwalan’, ‘Wulan’, ‘Taiwan’, ‘Penang’,
‘Paris’, ‘Malaya’, dan ‘Filipin’ (IPETEKNET 2005: 1--2).
Produktivitas belimbing di Indonesia semakin meningkat setiap tahunnya.
Hal tersebut dikarenakan pertambahan penduduk dan semakin banyak konsumen
yang menyadari kecukupan gizi dari buah-buahan. Perkiraan permintaan setiap
tahun semakin meningkat sebesar 6,1%/tahun (1995--2000), 6,5%/tahun (2000--
2005), 6,8%/tahun (2005--2010), dan mencapai 8,9%/tahun (2010--2015). Data
tersebut menunjukkan prospek agribisnis belimbing berpotensial apabila dikelola
secara intensif dan komersial (BAPPENAS 2000:11).

2.1.3 Deskripsi Belimbing (Averrhoa carambola L.)

Belimbing (Averrhoa carambola L.) memiliki ukuran pohon setinggi 7--


10 m. Batang belimbing berkayu, tegak, bulat, dan bercabang-cabang. Akar
belimbing merupakan akar tunggang, berbentuk bulat, dan berwarna kuning

Universitas Indonesia

Pengaruh penyimpanan ..., Agriana Ali, FMIPA UI, 2011


6

kecoklatan, Daun belimbing merupakan daun menyirip gasal (imparipinatus),


dengan anak daun berjumlah 3--7 dan berbentuk bulat telur, ujung runcing,
pangkal membulat, tepi rata, pertulangan daun menyirip, dan bertangkai pendek.
Panjang daun belimbing sekitar 1,5--7,5 cm dan lebar 1--4 cm. Bunga belimbing
merupakan bunga majemuk dan berbentuk malai. Bunga berwarna merah muda
atau ungu dan memiliki 5 petal dan 5 sepal. Buah belimbing termasuk ke dalam
buah buni (bacca). Buah tersebut memiliki permukaan yang licin, berdaging,
berserat, dan memiliki potongan berbentuk bintang. Warna buah yaitu kuning
cerah sampai gelap. Biji belimbing secara umum memiliki 10--12 biji per buah.
Panjang biji sekitar 0,6--1,3 cm, kulit biji berwarna coklat, dan diselubungi oleh
salut biji yang berlendir (Verheij & Coronel 1992: 97; Crane 1994: 1--2).
Belimbing ‘Dewa Baru’ merupakan salah satu kultivar unggulan di DKI
Jakarta. Belimbing tersebut memiliki pohon yang rimbun, ukuran buah yang
besar dengan panjang 9,5--15 cm, keliling buah 15,5--30,9 cm, berat buah rata-
rata 100--350 g, dan kedalaman lingsir rata-rata 2,68 cm (Sasmita 2010: 69). Buah
berwarna orange dan kuning pucat, serta memiliki tekstur licin dan bergelombang
(Sasmita 2010: 35). Belimbing ‘Dewa Baru’ memiliki rasa manis dan segar,
daging buah berserat, aroma yang harum, dan lingsir yang tebal dan menarik.
Ciri-ciri tersebut yang menunjukkan belimbing ‘Dewa Baru’ menjadi kultivar
unggulan (Departemen Pertanian 1998: 1). Bunga pada belimbing ‘Dewa Baru’
memiliki tinggi bunga setinggi 7,33 mm dengan tinggi stamen sekitar 5,472 mm
dan tinggi putik sekitar 3,438 mm (Sasmita 2010: 35). Tinggi stamen yang
panjang menunjukkan belimbing ‘Dewa Baru’ dapat melakukan penyerbukan
sendiri sehingga kultivar tersebut cukup kuat dalam memertahankan karakternya
(Sasmita 2010: 47).

Universitas Indonesia

Pengaruh penyimpanan ..., Agriana Ali, FMIPA UI, 2011


7

1,25 cm
4 cm
(a) (b)

1,67 cm
4,25 cm

(d)

(c)
Keterangan:
a. Buah belimbing c. Daun belimbing
b. Bunga belimbing d. Biji belimbing

Gambar 2.1. Bagian-bagian belimbing


[Sumber: Dokumentasi pribadi, 2011.]

2.1.4 Wilayah Sentra Kebun Belimbing di Depok

Kebun belimbing di wilayah kota Depok tersebar sebanyak 6 wilayah


kecamatan. Wilayah tersebut merupakan wilayah yang berpotensi dalam
penanaman buah belimbing. Enam wilayah kecamatan tersebut antara lain,
Sawangan, Pancoran Mas, Sukmajaya, Cimanggis, Limo, dan Beji. Berdasarkan
data Dinas Pertanian Kota Depok tahun 2005, luas total area tanaman belimbing
di 6 kecamatan tersebut adalah 119,6 ha atau 3% dari luas areal
tegalan/perkebunan Kota Depok (3.468 ha) (Dinas Pertanian Kota Depok 2007:
7--8). Kecamatan Cimanggis merupakan salah satu wilayah yang berpotensial
dalam pembudidayaan belimbing. Rata-rata produksi belimbing di Kecamatan
Cimanggis mencapai 40--50 ton per hektar dengan luas areal 20,3 ha, populasi

Universitas Indonesia

Pengaruh penyimpanan ..., Agriana Ali, FMIPA UI, 2011


8

pohon sebesar 4.553 dengan umur tanaman lebih dari 2 tahun (Dinas Pertanian
Kota Depok 2007: 9).

2.2 Biji Belimbing (Averrhoa carambola L.)

Biji belimbing memiliki karakteristik tertentu. Jumlah biji dalam satu


buah pada umumnya tidak lebih dari 10--12 biji. Panjang biji sekitar 0,6--1,3 cm.
Biji belimbing berwarna coklat, panjang, tipis dan diselubungi oleh salut biji yang
berlendir (Crane 1994: 2). Biji pada belimbing varietas ‘Dewa Baru’ berjumlah
4--15 per buah dengan ukuran panjang dan lebar sebesar 2:1. Bentuk pada biji
belimbing ‘Dewa Baru’ berbentuk elliptic (Sasmita 2010: 35).
Biji belimbing berdasarkan karakteristik penyimpanan biji termasuk biji
intermediat. Biji tersebut memiliki persentase kadar air minimum sekitar 12,3%.
Penurunan kadar air di bawah kadar tersebut dapat menurunkan viabilitas. Biji
belimbing juga dapat memertahankan viabilitas biji selama 6 bulan dengan
pengeringan biji dalam suhu 5 oC (Hong dkk. 1998: 618). Studi yang dilakukan
oleh Purwanto (2009: 20--22) menyatakan bahwa biji belimbing masih dapat
berkecambah dengan baik dengan pada kadar air 11,07% dengan nilai potensi
tumbuh maksimum kecambah sebesar 80% dan daya berkecambah sebesar 47%.
Purwanto (2009: 22) juga menyatakan bahwa biji belimbing yang disimpan
selama 12 minggu di suhu ruang memiliki nilai daya berkecambah sebesar 48%
dengan kadar air yang rendah, yaitu 6,54%. Penyimpanan biji selama 12 minggu
di suhu dingin (5--7 oC) juga menunjukkan nilai daya berkecambah sebesar
26,67% dengan kadar air sebesar 7,03%. Biji belimbing dapat tumbuh 5--7 hari
setelah tanam (hst) (Purwanto 2009: 14).
Studi yang dilakukan oleh Oliveira dkk. (2009: 236--244) menunjukkan
kualitas biji belimbing pada saat penyimpanan dalam suhu dingin. Biji belimbing
dapat disimpan dalam suhu 10 oC selama 90 dan 180 hari. Biji belimbing juga
dapat disimpan dalam suhu ruang selama 90 hari dalam kemasan yang kedap
udara tanpa merusak kualitas biji.
Studi mengenai interaksi lama pengeringan (jam) dan metode pengeringan
biji belimbing menunjukkan pengeringan dengan kipas angin lebih cepat

Universitas Indonesia

Pengaruh penyimpanan ..., Agriana Ali, FMIPA UI, 2011


9

dibandingkan kering angin (Purwanto 2009: 19). Hal tersebut dikarenakan biji
mendapatkan aliran udara yang kontinu dibandingkan dengan kering angin. Nilai
daya berkecambah dan potensi tumbuh maksimum dengan metode kipas angin
lebih tinggi dibandingkan dengan kering angin, walaupun tidak berbeda nyata
(Purwanto 2009: 20).

2.3 Perkecambahan biji

Perkecambahan biji merupakan proses tumbuhnya radikula melalui kulit


biji pada saat biji ditanam di kondisi yang optimum atau sub-optimum (Doijode
2001: 4). Perkecambahan biji dapat dipicu oleh proses imbibisi, yaitu masuknya
air ke dalam biji sehingga memicu terjadinya perkecambahan. Imbibisi yang
terjadi mengaktivasi kerja enzim yang akan dipergunakan untuk merombak
cadangan makanan dan kemudian ditranslokasikan ke titik-titik tumbuh pada biji
untuk kemudian tumbuh menjadi kecambah (Bradford & Nonogaki 2007:29).
Perkecambahan biji dapat terjadi dikarenakan proses respirasi (Mayer &
Poljakoff-Mayber 1982: 85). Respirasi merupakan proses oksidasi-reduksi pada
makhluk hidup yang menghasilkan senyawa-senyawa dan melepaskan energi
yang sebagian digunakan untuk proses kehidupan. Proses respirasi pada
perkecambahan membutuhkan enzim-enzim yang memiliki fungsi masing-masing
dalam perombakan cadangan makanan dalam biji. Enzim-enzim tersebut yaitu
alfa amilase (α-amilase), beta amilase (β-amilase), dan pati fosforilase. Proses
respirasi yang semakin lama menyebabkan cadangan makanan dalam biji juga
semakin banyak digunakan. Cadangan makanan utama yang disimpan dalam biji,
yaitu pati, hemiselulosa, lemak, dan protein. Fungsi dari enzim-enzim tersebut
ialah merombak pati dan hemiselulosa menjadi gula, lemak menjadi gliserol dan
asam lemak, dan protein menjadi asam amino. Senyawa-senyawa yang sudah
dirombak tersebut yang nantinya akan larut dalam air sehingga dapat diangkut
melalui membran dan dinding sel (Mayer & Poljakoff-Mayber 1982: 94--95 ).
Perombakan pati dilakukan oleh dua macam enzim yaitu β-amilase dan α-
amilase. Enzim β-amilase berperan dalam merombak amilosa menjadi glukosa
yang bersifat terlarut dan dapat diangkut ke dalam sel. Selain itu, β-amilase juga

Universitas Indonesia

Pengaruh penyimpanan ..., Agriana Ali, FMIPA UI, 2011


10

merombak amilopektin menjadi dextrin. Dextrin kemudian dirombak kembali


oleh α-amilase menjadi maltosa. Maltosa kemudian dengan bantuan enzim
maltase dirombak menjadi glukosa. Cadangan makanan yang terdapat dalam biji
selain karbohidrat adalah lipid (lemak) dan protein. Lipid dirombak menjadi
gliserol dan asam lemak dengan bantuan enzim lipase. Gliserol larut dalam air,
dapat diangkut, dan dipergunakan langsung ke dalam siklus respirasi. Asam
lemak juga larut dalam air dan dirombak melalui proses β-oksidasi menjadi Asetil
CoA yang kemudian masuk ke dalam siklus Krebs (Mayer & Poljakoff-Mayber
1982:98--99). Kandungan portein dalam cadangan makanan biji terdapat dalam
jaringan penyimpan berupa protein body. Protein body merupakan derivat dari
retikulum endoplasma selama perkembangan biji. Protein dalam biji dirombak
menjadi peptida dan asam amino oleh bantuan enzim protease. Asam amino
kemudian diangkut ke dalam sel yang nantinya digunakan untuk pertumbuhan biji
atau embrio (Mayer & Poljakoff-Mayber 1982: 103--105).
Cadangan makanan yang telah dirombak, yaitu glukosa, asam lemak, dan
asam amino kemudian diangkut ke titik tumbuh, yaitu embryonic axis, radikula,
dam plumula. Jaringan pengangkut pada biji masih sangat sederhana, sehingga
pengangkutan cadangan makanan tersebut melalui proses difusi atau osmosis
darisatu sel ke sel lain (Justice & Bass dalam Zahrok 2007: 51).
Hormon pada tumbuhan merupakan faktor penting dalam perkecambahan.
Hormon yang berperan salah satunya yaitu giberelin (GA). Hormon GA
diperlukan untuk pemanjangan sel embrio ketika proses perkecambahan (Eira dkk.
2007: 155). Sitokinin juga merupakan salah satu hormon yang mempengaruhi
perkecambahan biji. Metabolisme sitokinin aktif pada saat perkecambahan.
Sitokinin juga berinteraksi dengan komponen kimiawi lain, yaitu asam absisat
(ABA), giberelin (GA), dan suhu dan korelasi diantaranya berhubungan dengan
pecahnya dormansi biji (Mayer & Poljakoff-Mayber 1982: 77--78).

2.4 Viabilitas Biji

Viabilitas biji adalah kemampuan biji untuk tetap hidup. Keadaan tersebut
dapat dilihat dari kemampuan biji untuk berkecambah, walaupun dalam keadaan

Universitas Indonesia

Pengaruh penyimpanan ..., Agriana Ali, FMIPA UI, 2011


11

abnormal (Smith dkk. 2003: 448). Viabilitas biji dapat dipengaruhi oleh kondisi
penyimpanan biji yang meliputi kelembaban, suhu, dan lama masa penyimpanan.
Viabilitas biji akan mengalami penurunan jika ditempatkan pada kondisi
penyimpanan yang tidak sesuai. Kondisi tersebut meliputi kelembaban dan suhu
yang tinggi atau masa penyimpanan yang sudah lama. Proses metabolisme pada
biji juga dapat menurun apabila dalam kondisi kelembaban dan suhu yang
rendah, dan kandungan karbon dioksida yang cukup tinggi. Faktor penurunan
viabilitas biji berbeda-beda pada setiap spesies. Beberapa spesies hanya dapat
memertahankan viabilitas biji dalam waktu yang singkat. Spesies tersebut
umumnya merupakan biji yang masih segar dan non-dorman. Spesies biji tersebut
cepat mengalami perkecambahan, tetapi tidak dapat bertahan lama apabila dalam
keadaan penyimpanan yang tidak sesuai (Doijode 2001: 6).
Viabilitas biji dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu faktor innate, induced, dan
enforced. Ekstraksi benih merupakan salah satu faktor induced yang
memengaruhi viabilitas biji. Ekstraksi biji dilakukan dengan mengambil biji dari
buah melalui pengupasan atau pemerasan buah (Sadjad 1993 dalam Setyaningrum
2006: 9). Ekstraksi biji dari daging buah atau lendir yang menyelubunginya perlu
ditangani dengan tepat. Ekstraksi biji penting karena biji yang kotor dapat
menginduksi pertumbuhan mikroorganisme sehingga viabilitas biji menurun.
Ekstraksi biji dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu menggunakan serbuk
gergaji, abu gosok, larutan asam (HCl) atau larutan basa (air kapur, larutan
detergen), atau direndam dalam air (Setyaningrum 2006: 10). Burhanudin (1996:
17) menyatakan bahwa perendaman biji coklat selama 32 jam menghasilkan daya
berkecambah lebih besar sebesar 98% dibandingkan dengan perendaman dalam
air kapur dengan daya berkecambah sebesar 92%. Susilawati (2003: 14) juga
menyatakan bahwa ekstraksi biji mengkudu dengan perendaman dalam air selama
30 menit menghasilkan daya berkecambah lebih tinggi yaitu 25%, dibandingkan
dengan perendaman dalam larutan detergen 1% selama 10 menit dengan daya
berkecambah sebesar 10%.
Paramater viabilitas biji yang biasa diamati ialah Daya Berkecambah (DB)
dan Potensi Tumbuh Maksimum (PTM). Daya Berkecambah adalah parameter
viabilitas potensial dan dihitung berdasarkan persentase kecambah normal yang

Universitas Indonesia

Pengaruh penyimpanan ..., Agriana Ali, FMIPA UI, 2011


12

tumbuh pada hari pengamatan pertama dan hari pengamatan kedua (Sadjad 1993
dalam Yullianida & Murniati 2005: 146). Waktu hitungan pertama dan kedua
untuk belimbing belum ada ketentuan yang baku. Berdasarkan studi yang
dilakukan Purwanto (2009: 13), hitungan pertama pada hari ke-22 dan hitungan
kedua pada hari ke-29 hari setelah tanam (hst). Potensi Tumbuh Maksimum
adalah parameter viabilitas total biji dan dihitung berdasarkan persentase
kecambah normal dan abnormal. Daya Berkecambah (DB) dan Potensi Tumbuh
Maksimum (PTM) dihitung dengan rumus:

DB (%) = kecambah normal hari ke-22 + kecambah normal hari ke-29 x 100%
biji yang ditanam

PTM (%) = biji yang berkecambah x 100%


biji yang ditanam

2.5 Vigor biji

Vigor biji merupakan kemampuan biji untuk tumbuh normal pada kondisi
suboptimum atau menghasilkan pertumbuhan di atas normal pada kondisi
optimum (Sadjad 1993 dalam Zahrok 2007: 34). Biji akan lebih cepat kehilangan
vigor dibandingkan daya berkecambah dalam arti biji masih dapat berkecambah
meskipun vigor biji sudah menurun. Hal tersebut tampak ketika biji
dikecambahkan akan membutuhkan waktu yang relatif lama dan jumlah
kecambah abnormal akan bertambah banyak (Zahrok 2007: 42--43). Vigor biji
berperan penting selama masa penyimpanan biji karena berpengaruh terhadap
kualitas biji ketika ditanam. Kualitas biji tersebut dipengaruhi oleh
perkembangan biji yang sesuai, kondisi lingkungan biji berkecambah, dan nutrisi
yang cukup untuk berkecambah. Vigor biji yang rendah dapat mempengaruhi
kecepatan tumbuh biji dan tumbuhnya kecambah yang abnormal (Doijode 2001:
9--10).

Universitas Indonesia

Pengaruh penyimpanan ..., Agriana Ali, FMIPA UI, 2011


13

2.6 Penyimpanan Biji

Penyimpanan biji memiliki tujuan utama yaitu untuk memperpanjang


periode viabilitas biji dengan mengurangi atau membatasi faktor yang dapat
merusak viabilitas (Schmidt 2000: 12). Penyimpanan biji penting dilakukan
karena dapat digunakan sewaktu-waktu, khususnya dalam usaha tani di bidang
pertanian (Doijode 2001: 8). Tujuan lain dari penyimpanan biji ialah mengurangi
kerja metabolisme biji, mencegah serangan dari serangga, jamur, dan patogen lain
(Schmidt 2000: 12).
Kondisi penyimpanan biji dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal.
Faktor internal dapat dipengaruhi oleh faktor genetik yang meliputi struktur,
komposisi kimiawi, dan karakter kulit biji (Schmidt 2000: 13). Faktor eksternal
meliputi faktor lingkungan. Tiga faktor lingkungan yang utama meliputi kadar air
biji, suhu, dan konsentrasi oksigen (Sastry dkk. 2007: 1). Faktor lain yang
memengaruhi, yaitu wadah penyimpanan biji (Schdmit 2000: 16), pengemasan
biji, dan serangan dari serangga atau mikroba (Doijode 2001: 13--14).
Kadar air biji berperan besar dalam penyimpanan biji. Kadar air yang
tinggi dapat mengurangi viabilitas biji selama penyimpanan. Daya tahan biji akan
menurun sebesar setengah setiap kenaikan kadar air sebesar 1 persen. Oleh
karena itu, kadar air yang baik untuk dipertahankan ialah sebesar 5--14 %
(Schmidt 2000: 14; Doijode 2001: 11).
Suhu penyimpanan dan kadar air atau kelembaban berperan penting dalam
pengaruh kerusakan biji. Daya tahan biji pada spesies biji hortikultura akan
menurun seiring dengan meningkatnya suhu penyimpanan. Daya tahan biji akan
menurun sebesar setengah ketika suhu meningkat sebesar 5 oC dengan kisaran
suhu 0 sampai 5 oC. Biji dari beberapa spesies dapat tahan terhadap suhu yang
sangat rendah, khususnya pada tingkat kadar air yang rendah, sehingga
meningkatkan daya tahan biji. Penyimpanan dengan suhu yang rendah dapat
menguntungkan untuk mempertahankan viabilitas biji, dengan beberapa
pengecualian. Penyimpanan biji pada suhu yang berubah-ubah dapat merusak
kualitas biji. Biji pada beberapa sayuran dengan persentase kadar air sebesar 5,6
sampai 5,7 dapat mempertahankan viabilitas sampai tujuh tahun pada suhu 0 oC.

Universitas Indonesia

Pengaruh penyimpanan ..., Agriana Ali, FMIPA UI, 2011


14

Kadar air biji tersebut apabila sebesar 22 persen dapat merusak biji ketika
disimpan dalam suhu -6 oC. Suhu yang rendah efektif dalam menjaga kualitas
biji. Biji tomat, mentimun, dan lada dapat hidup selama 36 bulan pada suhu 20 oC
dan 70 bulan pada suhu 0 oC (Schmidt 2000: 14; Doijode 2001: 12).
Proses pengemasan dalam penyimpanan biji merupakan salah satu faktor
yang penting (Doijode 2001: 13--14). Bahan, metode, dan alat pengemas
ditentukan oleh jenis dan jumlah biji yang dikemas, tipe kemasan, lama
penyimpanan serta kelembapan ruang penyimpanan (Justice & Bass 2002: 154).
Bahan kemasan yang dipakai harus memenuhi syarat, yaitu tidak mudah robek
dan mampu menahan masuknya uap air dan pertukaran gas-gas dari lingkungan
luar (Kuswanto 2003: 45). Oliveira dkk. (2009: 477) menyatakan bahwa biji
belimbing yang disimpan dalam kantung plastik kedap udara dapat
mempertahankan kualitas fisiologis biji. Biji tersebut disimpan selama 90 dan
180 hari pada suhu 10 oC dan 90 hari pada suhu ruang.
Biji intermediat memiliki sifat penyimpanan antara biji ortodoks dan
rekalsitran. Penyimpanan biji intermediat dapat dilakukan dengan
mempertahankan kadar air sekitar 10--12%. Contoh biji tersebut yaitu Averrhoa
carambola dan Carica papaya. Salah satu karakter dalam penyimpanan biji
intermediat ialah relasi negatif antara viabilitas dalam suhu ruang dan kadar air.
Penyimpanan tersebut dalam suhu 20 °C dengan kadar kelembaban 40--50%.
Beberapa biji yang berasal dari daerah tropis dapat bertahan hingga kadar air
sebesar 7--10% (Hong dkk. 1998: 32).
Penyimpanan biji dengan teknik kriopreservasi atau dalam suhu beku
(freeze) (-15 sampai -20 oC) telah dilakukan oleh beberapa peneliti. Beberapa
kriopreservasi biji yang dilakukan, yaitu biji alpukat (Efendi & Litz 2003: 111--
114), damar (Djama’an dkk. 2006: 164--167), kelapa sawit dan kopi (Engelmann
dkk. 1995: 27--31). Biji yang disimpan dalam suhu beku (-20 oC) yang telah
dilakukan, yaitu biji pepaya (Wulandari 2009: 13). Kriopreservasi biji damar
menunjukkan hasil yaitu biji yang berkulit yang divitrifikasi selama 1 jam tanpa
menggunakan krioprotektan PVS2 memiliki persentase rerata kecambah yang
paling tinggi (84,67%). Biji damar yang menggunakan krioprotekan PVS2 pada
vitrifikasi selama 4 minggu meningkatkan viabilitas biji yang dikupas (36,67%)

Universitas Indonesia

Pengaruh penyimpanan ..., Agriana Ali, FMIPA UI, 2011


15

maupun tidak dikupas (34,33%) dibandingkan dengan vitrifikasi selama 1 jam


(Djama’an dkk. 2006: 166--167).

2.6.1 Karakteristik penyimpanan biji

Biji dapat dikelompokkan menjadi beberapa jenis berdasarkan


karakteristik biji pada saat penyimpanan. Pengelompokkan tersebut diperlukan
sebelum memilih metode penyimpanan yang sesuai. Pengelompokkan biji dibagi
menjadi dua, yaitu biji ortodoks dan rekalsitran. Pengelompokkan tersebut
berdasarkan respons fisiologis biji selama penyimpanan terhadap faktor kadar air
atau kelembapan, dan suhu. Jenis lain dalam pengelompokkan biji, yaitu biji
intermediat. Biji tersebut memiliki sifat perantara antara biji ortodoks dan
rekalsitran (Hong dkk. 1998: 4--5).
Biji ortodoks merupakan biji yang dapat bertahan dengan pengeringan
mencapai kadar air sebesar 2--14%. Biji tersebut juga dapat disimpan dalam suhu
yang rendah (Chin dkk. 1989: 15; Hong dkk. 1998: 4; Schmidt 2000: 2). Kadar air
tersebut tidak menyebabkan kerusakan pada biji (Hong dkk. 1998: 4). Daya tahan
biji ortodoks meningkat seiring dengan penurunan kadar air biji dan suhu (Hong
dkk. 1998: 6).
Biji rekalsitran merupakan biji yang dapat mempertahankan kadar air yang
tinggi (>30--50%) pada saat biji masih dewasa. Biji tersebut sensitif terhadap
pengeringan dengan kadar air di bawah 12--30% (Hong dkk. 1998: 4; Shmidt
2000: 2). Biji rekalsitran dibagi menjadi tiga karakteristik, yaitu highly
recalcitrant, minimally recalcitrant, dan moderately recalcitrant. Highly
recalcitrant memiliki sifat sensitif terhadap kekeringan dan suhu yang rendah.
Contoh dari biji tersebut, yaitu Avicennia marina dan Syzygium sp. Minimally
recalcitrant memiliki sifat tahan terhadap kekeringan pada kadar air yang relatif
rendah, tetapi proses perkecambahan lamban. Biji tersebut dapat bertahan dalam
penyimpanan dengan suhu yang rendah. Contoh biji tersebut, yaitu Auracaria
hunsteinii dan Podocarpus henkelii. Moderately recalcitrant memiliki sifat
sensitif terhadap kekeringan. Jenis biji tersebut memiliki karakteristik biji antara
jenis highly recalcitrant dan minimally recalcitrant. Contoh biji moderately

Universitas Indonesia

Pengaruh penyimpanan ..., Agriana Ali, FMIPA UI, 2011


16

recalcitrant, yaitu Hevea brasiliensis dan Theobroma cacao (Hong dkk. 1998: 4--
6).
Biji intermediat merupakan biji yang dapat dikeringkan dengan kadar air
yang rendah seperti biji ortodoks, tetapi sensitif terhadap suhu rendah (Schmidt
2000: 3). Biji intermediat, akan tetapi, cepat rusak setelah pengeringan mencapai
kurang dari 7--12% tergantung dari spesies masing-masing biji. Kandungan kadar
air tersebut menyebabkan viabilitas menurun dengan cepat selama masa
penyimpanan atau setelah pengeringan dilakukan. Contoh biji yang termasuk
dalam biji intermediat, yaitu Averrhoa carambola, Carica papaya, Citrus spp.,
dan Coffea arabica (Hong dkk. 1998: 21).

Universitas Indonesia

Pengaruh penyimpanan ..., Agriana Ali, FMIPA UI, 2011


17

BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Rumah Kaca FMIPA UI dan Laboratorium Biologi


Perkembangan Departemen Biologi FMIPA UI, Depok. Pengambilan sampel
belimbing dilakukan di Kecamatan Cimanggis, Depok. Waktu penelitian
dilakukan selama 4 bulan.

3.2 Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian adalah oven [Ohauss],


timbangan analitik [Precissa], desikator, lemari pendingin 2 pintu (kulkas dan
freezer) [Samsung], kipas angin [Cosmos], kamera digital [Canon EOS 1000D],
higrometer, termometer, cawan petri, wadah plastik berukuran 25 x 20 x 15 cm,
dan penggaris.

3.3 Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian adalah belimbing kultivar


‘Dewa Baru’ sebanyak ± 50 kg, pasir jenis Ciapus sebagai media tanam, kantung
plastik zip lock sebagai bahan kemasan penyimpanan biji, label keterangan, dan
tusuk gigi sebagai penanda jumlah biji yang tumbuh.

3.4 Cara Kerja

3.4.1 Persiapan dan Ekstraksi Biji

Biji belimbing yang digunakan berasal dari buah yang memiliki indeks
kematangan buah senilai 5—6 yaitu bauh sudah berwarna kuning atau orange.
Biji yang telah dipisahkan dari buah kemudian diekstraksi untuk menghilangkan
salut biji yang berlendir. Ekstraksi biji dilakukan dengan direndam dalam air

17 Universitas Indonesia

Pengaruh penyimpanan ..., Agriana Ali, FMIPA UI, 2011


18

selama 1--2 jam. Biji yang telah bersih dari salut biji direndam kembali dalam air.
Biji yang abnormal (bulat, pipih dan, mengapung saat direndam) tidak digunakan
dalam penelitian karena akan sulit untuk tumbuh.

3.4.2 Penetapan Kadar Air

Biji dikeringkan menggunakan kipas angin di ruangan terbuka hingga


mencapai kadar air yang diinginkan, yaitu 32%, 25%, 18%, 11%, dan 4%. Kadar
air awal yaitu 40% tanpa dikeringkan. Kadar air diukur terlebih dahulu sebelum
disimpan dan dikecambahkan. Pengukuran kadar air dilakukan dengan
menggunakan oven dengan suhu 105 oC selama 18 jam, kemudian dimasukkan
dalam desikator dan selanjutnya ditimbang. Penimbangan dilakukan sebelum dan
sesudah dimasukkan ke oven. penentuan kadar air didasarkan pada berat basah.

3.4.3 Penyimpanan Biji

Biji dengan masing-masing kadar air dimasukkan ke dalam plastik zip


lock. Biji kemudian disimpan di tiga suhu simpan, yaitu ruang, dingin, dan beku
selama 4 minggu. Suhu penyimpanan masing-masing perlakuan adalah Suhu
Ruang (SR) (27--30 oC), Suhu Dingin (SD) (5 oC), dan Suhu Beku (SB) (-15 oC).

3.4.4 Uji Viabilitas Biji

Biji dibagi ke dalam 3 kelompok ulangan untuk setiap perlakuan. Masing-


masing kelompok ulangan terdiri atas 25 sampel biji. Biji sebelumnya direndam
dalam air hangat (55--60 oC) selama 30 menit sampai 1 jam (BAPPENAS 2000:
4). Biji kemudian dikecambahkan di bak plastik ukuran 25 x 20 x 15 cm dengan
media pasir. Pengamatan dilakukan dengan mencatat beberapa parameter, yaitu
Daya Berkecambah (DB), Potensi Tumbuh Maksimum (PTM), panjang hipokotil,
panjang epikotil, dan skala daun. Panjang hipokotil diukur dari leher akar sampai
pangkal kotiledon. Panjang epikotil diukur dari pangkal kotiledon sampai
pangkal tangkai daun pertama. Skala daun diamati dengan mencatat panjang daun
dari nodus sampai ujung daun pada hari ke-22 dan ke-29 hari setelah tanam (hst).

Universitas Indonesia

Pengaruh penyimpanan ..., Agriana Ali, FMIPA UI, 2011


19

Skala daun 1 memiliki panjang 0--0,9 cm; skala daun 2 memiliki panjang 1--1,9
cm; skala daun 3 memiliki panjang 2--2,9 cm; skala daun 4 memiliki panjang 3--
3,4 cm; skala daun 5 memiliki panjang 3,5--3,9 cm; dan skala daun 6 memiliki
panjang 4--4,4 cm.

a b c

Keterangan:
a. Pengukuran panjang hipokotil
b. Pengukuran panjang epikotil
c. Pengukuran skala daun

Gambar 3.1. Pengukuran panjang hipokotil, epikotil, dan skala daun


[Sumber: Dokumentasi pribadi, 2011.]

Universitas Indonesia

Pengaruh penyimpanan ..., Agriana Ali, FMIPA UI, 2011


20

(a) (b)
(b) (c) (d) (e) (f)

Keterangan:
a. Skala daun 1 (0--0,9 cm)
b. Skala daun 2 (1--1,9 cm)
c. Skala daun 3 (2--2,9 cm)
d. Skala daun 4 (3--3,4 cm)
e. Skala daun 5 (3,5--3,9 cm)
f. Skala daun 6 (4--4,4 cm)

Gambar 3.2. Skala daun


[Sumber: Dokumentasi pribadi, 2011.]

Tabel 3.1. Perlakuan biji belimbing kultivar ‘Dewa Baru’

Suhu Kadar air


penyimpanan
40%
32% 25% 18% 11% 4%
(awal)
Suhu ruang
40SR 32SR 25SR 18SR 11SR 4SR
(27--30 oC)
Suhu dingin
40SD 32SD 25SD 18SD 11SD 4SD
(5 oC)
Suhu beku
40SB 32SB 25SB 18SB 11SB 4SB
(-15 oC)

Universitas Indonesia

Pengaruh penyimpanan ..., Agriana Ali, FMIPA UI, 2011


21

Data hasil penelitian juga dapat dilihat dalam bentuk diagram batang dan
gambar. Selain itu, data hasil penelitian terhadap beberapa parameter persentase
DB, persentase PTM, panjang hipokotil, panjang epikotil, dan skala daun hari ke-
22 dan ke-29. Persentase DB dan PTM dapat dihitung dengan rumus:

DB (%) = kecambah normal hari ke-22 + kecambah normal hari ke-29 x 100%
biji yang ditanam

PTM (%) = biji yang berkecambah x 100%


biji yang ditanam

Universitas Indonesia

Pengaruh penyimpanan ..., Agriana Ali, FMIPA UI, 2011


22

BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengamatan pertumbuhan biji belimbing (Averrhoa carambola L.)


meliputi pengamatan persentase Daya Berkecambah (DB), persentase Potensi
Tumbuh Maksimum (PTM), panjang hipokotil, panjang epikotil, dan skala daun
selama 22 dan 29 hari setelah tanam (hst). Data kumulatif persentase DB,
persentase PTM, panjang epikotil, dan panjang hipokotil biji belimbing dapat
dilihat pada Tabel 4.1. Data kumulatif skala selama 22 dan 29 hst dapat dilihat
pada Tabel 4.2.

Tabel 4.1. Data kumulatif Daya Berkecambah, Potensi Tumbuh Maksimum,


panjang epikotil, dan panjang hipokotil biji belimbing kultivar
‘Dewa Baru’

Parameter
Daya Potensi Tumbuh Panjang Panjang
Perlakuan Berkecambah (%) Maksimum (%) Hipokotil (cm) Epikotil (cm)
Kontrol 90 ± 3,27 92 ± 3,27 2,85 ± 0,12 0,87 ± 0,22
40SR busuk busuk busuk busuk
40SD 75,33 ± 3,4 81,33 ± 1,89 2,96 ± 0,26 1,08 ± 0,06
40SB 1,33 ± 1,89 1,33 ± 1,89 1,17 ± 1,65 0,5 ± 0,71
32SR busuk busuk busuk busuk
32SD 3,33 ± 0,94 6,67 ± 1,89 2,57 ± 0,76 0,83 ± 0,24
32SB 0±0 0±0 0±0 0±0
25SR 75,33 ± 3,4 81,33 ± 4,99 3,24 ± 0,07 0,9 ± 0,03
25SD 16 ± 3,27 22,67 ± 4,99 3 ± 0,54 0,76 ± 0,21
25SB 0±0 0±0 0±0 0±0
18SR 6,67 ± 4,71 25,33 ± 7,54 0,62 ± 0,87 0,05 ± 0,07
18SD 4 ± 5,66 4 ± 5,66 0±0 0±0
18SB dimakan tikus dimakan tikus dimakan tikus dimakan tikus
11SR 2,67 ± 3,77 9,33 ± 6,8 0,62 ± 0,87 0,12 ± 0,17
11SD 56 ± 9,09 61,33 ± 10,5 2,94 ± 0,17 0,94 ± 0,06
11SB 26,67 ± 4,71 36 ± 6,53 2,86 ± 0,46 0,76 ± 0,05
4SR 64,67 ± 10,37 70,67 ± 4,99 2,88 ± 0,15 0,92 ± 0,11
4SD 58 ± 12,96 65,33 ± 10,5 2,94 ± 0,14 0,95 ± 0,11
4SB 58 ± 9,09 66,67 ± 7,54 2,54 ± 0,41 0,87 ± 0,12

22 Universitas Indonesia

Pengaruh penyimpanan ..., Agriana Ali, FMIPA UI, 2011


23

Tabel 4.2. Data kumulatif skala daun selama 22 dan 29 hari setelah tanam (hst)
biji belimbing kultivar ‘Dewa Baru’

1 2 3 4 5 6
H-22 H-29 H-22 H-29 H-22 H-29 H-22 H-29 H-22 H-29 H-22 H-29
Kontrol 4 0 7 4 6 4 3 5 1 7 0 2
40SR busuk busuk busuk busuk busuk busuk busuk busuk busuk busuk busuk busuk
40 SD 4 0 5 1 3 2 3 3 2 8 0 2
40 SB 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
32SR busuk busuk busuk busuk busuk busuk busuk busuk busuk busuk busuk busuk
32 SD 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0
32 SB 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
25 SR 5 1 3 1 2 3 1 6 0 9 0 1
25 SD 0 1 0 1 1 1 0 1 0 1 0 1
25 SB 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
18 SR 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1
18 SD 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
18SB dimakan dimakan dimakan dimakan dimakan dimakan dimakan dimakan dimakan dimakan dimakan dimakan
tikus tikus tikus tikus tikus tikus tikus tikus tikus tikus tikus tikus
11 SR 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
11 SD 2 1 6 0 1 4 1 6 0 3 0 1
11 SB 1 2 1 1 2 1 2 2 0 2 0 0
4 SR 5 1 4 0 3 2 0 5 0 8 0 1
4 SD 3 1 5 0 2 2 2 4 0 6 0 2
4 SB 4 1 1 2 1 2 1 3 2 4 0 1

Berdasarkan hasil pengamatan secara keseluruhan perlakuan 40SD dan


25SR menunjukkan pertumbuhan yang cenderung lebih baik dibandingkan
perlakuan lain. Tabel 4.1 menunjukkan persentase DB dan PTM paling besar
terdapat pada perlakuan 40SD dan 25SR, yaitu 75,33% untuk nilai DB dan
81,33% untuk nilai PTM. Panjang hipokotil paling tinggi terdapat pada perlakuan
25SR sebesar 3,24 cm, sedangkan panjang epikotil paling tinggi pada perlakuan
40SD sebesar 1,08 cm. Berdasarkan Tabel 4.2, pertumbuhan skala daun paling
banyak terdapat pada hari ke-22 terjadi pada perlakuan 40SD, sedangkan
pertumbuhan pada hari ke-29 terdapat pada perlakuan 25SR.

4.1 Pengaruh penyimpanan biji belimbing pada kadar air yang berbeda-beda

Biji belimbing dikeringkan berdasarkan kadar air yang diinginkan, yaitu


32%, 25%, 18%, 11%, dan 4%. Kadar air awal biji tanpa pengeringan yaitu 40%.
Berdaarkan hasil pengamatan, pengeringan biji belimbing dengan kadar air
rendah, yaitu 11% dan 4% menunjukkan adanya perkecambahan di masing-
masing suhu penyimpanan. Biji belimbing dengan kadar air 4% menunjukkan
perkecambahan yang cenderung lebih tinggi dibandingkan biji belimbing dengan

Universitas Indonesia

Pengaruh penyimpanan ..., Agriana Ali, FMIPA UI, 2011


24

kadar air 11%. Pengeringan biji belimbing dengan kadar air 18% hanya
menunjukkan perkecambahan dengan persentase perkecambahan yang rendah di
suhu ruang dan dingin. Biji belimbing dengan kadar air 18% di suhu beku tidak
tumbuh dikarenakan sebagian besar biji dimakan oleh tikus. Biji belimbing
dengan kadar air 25% menunjukkan adanya perkecambahan di suhu ruang dan
dingin. Perkecambahan biji belimbing di suhu beku tidak menunjukkan adanya
perkecambahan. Biji belimbing dengan kadar air 40% dan 32% menunjukkan
adanya perkecambahan hanya di suhu dingin, sedangkan di suhu ruang biji
menjadi busuk selama penyimpanan dan di suhu beku biji menunjukkan
perkecambahan yang rendah.
Pengeringan biji belimbing dengan kadar air 4% menunjukkan
perkecambahan yang cenderung lebih baik dibandingkan kadar air lain (Gambar
4.1, Gambar 4.2, Gambar 4.3). Penyimpanan biji dengan kadar air rendah untuk
periode waktu yang cukup lama (≥ 1 bulan) tergolong efektif karena mampu
meminimalisir kerusakan yang terjadi pada biji ketika disimpan (Cochrane dkk.
2002: 34). Hal tersebut dikarenakan semakin rendah kadar air biji, laju respirasi
akan semakin rendah, sehingga biji masih dapat berkecambah ketika disimpan
dalam periode waktu yang cenderung lama (Zahrok 2007: 60). Laju respirasi
yang rendah menyebabkan kerja enzim yang berperan dalam merombak cadangan
makanan dalam biji menjadi lambat. Kerja enzim tersebut meliputi enzim β-
amilase, α-amilase dalam merubah pati menjadi glukosa, lipase dalam merubah
lipid menjadi gliserol dan asam lemak, dan protease dalam merubah protein
menjadi asam amino (Mayer & Poljakoff-Mayber 1982: 103--105).
Salah satu faktor yang berperan dalam toleransi biji terhadap kekeringan
adalah protein Late Embryogenic Accumlating/Abundant (LEA). Protein LEA
terbentuk selama masa perkembangan embrio dalam biji. Protein tersebut
berperan dalam resistensi tumbuhan terhadap kondisi sekitar yang kering, salinitas
yang tinggi, dan suhu dingin (Hong-Bo dkk. 2005: 132). Ekspresi gen protein
LEA yang terbentuk berkaitan dengan hormon asam absisat (ABA). Hormon
ABA selain berperan dalam pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan, juga
berperan sebagai respons toleransi tumbuhan terhadap stres pada lingkungan,
seperti suhu dingin atau kekeringan (Kobayashi dkk. 2008: 227). Protein LEA

Universitas Indonesia

Pengaruh penyimpanan ..., Agriana Ali, FMIPA UI, 2011


25

pada umumnya diinduksi oleh hormon ABA pada kondisi biji yang kering
(Hong-Bo dkk. 2005: 132).

4.2 Pengaruh penyimpanan biji belimbing pada masing-masing suhu


penyimpanan

Penyimpanan biji belimbing dilakukan di 3 macam suhu penyimpanan,


yaitu ruang (27--30 oC), dingin (5 oC), dan beku (-15 oC). Berdasarkan hasil
pengamatan, penyimpanan biji di suhu dingin cenderung menunjukkan
perkecambahan yang baik dibandingkan suhu ruang dan suhu beku. Biji
belimbing dengan masing-masing kadar air dapat tumbuh di suhu dingin (Gambar
4.2). Perkecambahan biji belimbing di suhu ruang tedapat pada kadar air 25%,
18%, 11%, dan 4% (Gambar 4.1), sedangkan perkecambahan biji belimbing di
suhu beku terdapat pada kadar air 40%, 11%, dan 4% (Gambar 4.3).
Biji belimbing yang disimpan di suhu ruang dengan kadar air 40% dan
32% terserang kapang selama masa penyimpanan sehingga biji busuk (Gambar
4.1a dan 4.1b). Hal tersebut dikarenakan biji masih memiliki kadar air yang
cenderung tinggi dan disimpan di suhu ruang dengan kelembapan yang cukup
tinggi (27--29 oC; RH 50--60%) sehingga biji mudah terserang kapang
(Anandalakshmi dkk. 2005: 571). Biji terserang kapang dapat diakibatkan kulit
biji mengandung selulosa dari hasil proses resiprasi biji, sehingga kapang
menjadikan biji menjadi substrat sebagai sumber nutrisi (Syaiful dkk. 2007: 249).
Selain itu, tempat penyimpanan tanpa alat pendingin (AC) juga memicu biji
terserang kapang ketika disimpan. Penyimpanan biji dalam AC memiliki
kelembapan yang tidak terlalu tinggi sehingga mencegah biji terserang kapang
selama penyimpanan (Kartono 2004: 81).
Biji belimbing yang disimpan di suhu beku dengan kadar air 32% dan 25%
selama masa penanaman menjadi lunak sehingga tidak dapat berkecambah. Hasil
penelitian sebelumnya oleh Anandalakshmi dkk. (2005: 569) menunjukkan bahwa
penyimpanan biji Syzigium cuminii yang disimpan pada suhu 0 sampai -5 oC
memiliki presentase perkecambahan yang rendah (16%) setelah disimpan selama
20 hari. Penyimpanan selanjutnya selama 40 hari sampai 170 hari juga
menunjukkan tidak ada biji yang berkecambah selama disimpan pada suhu 0

Universitas Indonesia

Pengaruh penyimpanan ..., Agriana Ali, FMIPA UI, 2011


26

sampai -5 oC. Hal tersebut dapat diakibatkan karena proses freezing injury pada
biji. Freezing injury atau kerusakan akibat pengkristalan air dalam biji terjadi
karena kandungan air dalam biji masih relatif tinggi dan disimpan pada suhu di
bawah minus nol derajat. Kandungan air tersebut membentuk kristal-kristal es
yang terikat di antara sel dan komponen sel dalam biji (Hong dkk. 1998: 10).
Kristal es tersebut kemudian mencair dan menyebabkan membran sel mengerut
sehingga proses metabolisme dalam sel terganggu dan biji menjadi tidak dapat
berkecambah (Copeland & McDonald 2000 dalam Wulandari 2009: 14).
Pembentukan kristal es tersebut juga merusak jaringan-jaringan di dalam biji
sehingga biji menjadi tidak dapat berkecambah (James 1983: 168). Semua
kerusakan sel dan jaringan saat dibekukan dapat dihindarkan apabila sel mencapai
keadaan tervitrifikasi. Vitrifikasi merupakan peristiwa perubahan zat dari fase
cair ke fase padat atau bentuk seperti gelas (glassy state) tanpa proses kristalisasi
atau nukelasi (Cooper dkk. 1996: 149).
Biji yang tidak dapat berkecambah ketika ditanam juga bisa diakibatkan
oleh peristiwa imbibition injury. Imbibition injury merupakan kerusakan pada biji
ketika proses imbibisi. Kerusakan tersebut terjadi karena penyerapan air ke biji
terlau cepat ketika proses perendaman biji dalam air, sehingga biji menjadi rusak.
Kerusakan biji terjadi karena mucilage pada kulit biji. Mucilage merupakan
bentuk polisakarida yang berperan dalam proses pengangkutan air ke biji atau
hidrasi (Moïse dkk.2005:623). Mucilage pada saat proses imbibisi menjadi
penghalang difusi oksigen pada kulit biji. Selain itu, penyerapan air berlebih
mendukung tumbuhnya mikroorganisme di kulit biji sehingga pertumbuhan dan
perkembangan embrio terhalang karena mikroorganisme yang tumbuh bersaing
untuk mendapatkan oksigen yang tersedia (Mayer & Poljakoff-Mayber 1982: 55).
Berdasarkan hal tersebut penyimpanan di suhu dingin (5 oC) pada biji
belimbing menunjukkan perkecambahan yang lebih baik dibandingkan suhu ruang
dan suhu beku. Hal tersebut dipengaruhi oleh hormon asam absisat (ABA) yang
dapat menginduksi terjadinya toleransi biji terhadap suhu rendah. Hormon ABA
dapat terakumulasi dalam biji ketika biji disimpan dalam kondisi lingkungan yang
dingin (Mohapatra dkk. 1988: 470). Hormon tersebut dapat menginduksi
dormansi biji ketika masa penyimpanan di suhu dingin sehingga biji masih dapat

Universitas Indonesia

Pengaruh penyimpanan ..., Agriana Ali, FMIPA UI, 2011


27

mempertahankan viabilitasnya ketika ingin dikecambahkan (Mohapatra dkk.


1988: 468).
Biji belimbing berdasarkan karakteristik penyimpanan biji termasuk ke
dalam biji intermediat (Hong dkk. 1998: 21). Biji intermediat memiliki
karakteristik yaitu toleran terhadap kadar air rendah, tetapi sensitif terhadap suhu
yang rendah, terutama suhu di bawah 0 oC (Yang dkk. 2008: 319). Biji belimbing
dapat dibagi menjadi dua karaketristik khusus, yaitu tropical intermediate dan
temperate intermediate. Biji dengan karakteristik tropical intermediate
umumnya sensitif ketika disimpan pada suhu di bawah 0 oC, sedangkan temperate
intermediate masih dapat mempertahankan viabilitas bijiwalaupun disimpan pada
suhu tersebut. Biji belimbing termasuk ke dalam tropical intermediate, sehingga
biji tersebut sensitif ketika disimpan pada suhu di bawah 0 oC (Hong dkk. 1998:
22). Hasil penelitian yang dilakukan sesuai dengan teori yang disebutkan. Biji
belimbing masih dapat mempertahankan viabilitasnya dengan kadar air rendah,
tetapi viabilitas biji menurun ketika disimpan di bawah 0 oC.

Universitas Indonesia

Pengaruh penyimpanan ..., Agriana Ali, FMIPA UI, 2011


28

1 cm 1 cm

(a) (b) 10 cm (c)

10 cm (d) 10 cm (e) 10 cm (f)

Keterangan:
a. Biji belimbing pada kadar air 40% disimpan pada suhu ruang (busuk)
b. Biji belimbing pada kadar air 32% disimpan pada suhu ruang (busuk)
c. Biji bellimbing pada kadar air 25% disimpan pada suhu ruang
d. Biji belimbing pada kadar air 18% disimpan pada suhu ruang
e. Biji belimbing pada kadar air 11% disimpan pada suhu ruang
f. Biji belimbing pada kadar air 4% disimpan pada suhu ruang

Gambar 4.1. Pertumbuhan biji belimbing pada penyimpanan suhu ruang


[Sumber: Dokumentasi pribadi, 2011.]

Universitas Indonesia

Pengaruh penyimpanan ..., Agriana Ali, FMIPA UI, 2011


29

10 cm 10 cm 10 cm
(a) (b) (c)

10 cm 10 cm 10 cm
(d) (e) (f)

Keterangan:
a. Biji belimbing pada kadar air 40% disimpan pada suhu dingin
b. Biji belimbing pada kadar air 32% disimpan pada suhu dingin
c. Biji bellimbing pada kadar air 25% disimpan pada suhu dingin
d. Biji belimbing pada kadar air 18% disimpan pada suhu dingin
e. Biji belimbing pada kadar air 11% disimpan pada suhu dingin
f. Biji belimbing pada kadar air 4% disimpan pada suhu dingin

Gambar 4.2. Pertumbuhan biji belimbing pada penyimpanan suhu dingin


[Sumber: Dokumentasi pribadi, 2011.]

Universitas Indonesia

Pengaruh penyimpanan ..., Agriana Ali, FMIPA UI, 2011


30

10 cm 10 cm 10 cm
(a) (b) (c)

10 cm 10 cm 10 cm
(d) (e) (f)

Keterangan:
a. Biji belimbing pada kadar air 40% disimpan pada suhu beku
b. Biji belimbing pada kadar air 32% disimpan pada suhu beku
c. Biji bellimbing pada kadar air 25% disimpan pada suhu beku
d. Biji belimbing pada kadar air 18% disimpan pada suhu beku (dimakan tikus)
e. Biji belimbing pada kadar air 11% disimpan pada suhu beku
f. Biji belimbing pada kadar air 4% disimpan pada suhu beku

Gambar 4.3. Pertumbuhan biji belimbing pada penyimpanan suhu beku


[Sumber: Dokumentasi pribadi, 2011.]

Universitas Indonesia

Pengaruh penyimpanan ..., Agriana Ali, FMIPA UI, 2011


31

4.3 Pengaruh penyimpanan biji belimbing terhadap Daya Berkecambah dan


Potensi Tumbuh Maksimum

Berdasarkan Gambar 4.4 dan Gambar 4.5, persentase DB dan PTM paling
besar terdapat pada perlakuan 40SD dan 25SR, yaitu sebesar 75,33% untuk nilai
DB dan 81,33% untuk nilai PTM. Hal tersebut menunjukkan bahwa biji
belimbing masih dapat berkecambah walaupun disimpan dalam keadaan kadar air
yang cukup tinggi. Penelitian sebelumnya menggunakan biji rekalsitran Syzigium
cuminii menunjukkan bahwa penyimpanan biji dalam suhu ruang (28--30 oC)
dengan kadar air 24,1% memiliki persentase perkecambahan sebesar 90%. Biji
Syzigium cuminii juga memiliki persentase perkecambahan yang tinggi pada
kadar air yang cukup tinggi, yaitu 24,1% ketika disimpan di suhu 10 oC, sebesar
96,5% (Anandalakshmi dkk. 2005: 571). Hasil penelitian bertolak belakang
dengan teori yang menyebutkan bahwa biji dengan kadar air yang tinggi
cenderung dapat menurunkan viabilitas biji (Carrillo dkk. 2003: 412). Hal
tersebut dikarenakan laju respirasi meningkat sejalan dengan kenaikan kadar air
biji. Respirasi yang berlangsung menyebabkan cadangan makanan berupa
karbohidrat, lemak, dan protein lebih banyak digunakan. Respirasi yang aktif dan
terus-menerus juga menghasilkan alkohol. Senyawa alkohol tersebut dapat
merusak membran sel, sehinga dapat menurunkan viabilitas biji (Syaiful dkk.
2007: 249--250).
Biji masih dapat berkecambah dapat diakibatkan oleh pengaruh hormon
giberelin (GA). Giberelin berperan penting dalam imbibisi air, laju respirasi, dan
aktivitas metabolik. Penyimpanan biji pada perlakuan tersebut bisa dikatakan
memicu kerja hormon GA masih aktif ketika akan dikecambahakan sehingga biji
masih dapat tumbuh (Eira dkk. 2006: 156).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa biji belimbing masih dapat
berkecambah dengan kadar air rendah sebesar 4% setelah disimpan selama 4
minggu pada suhu ruang (27--30 oC), suhu dingin (5 oC), dan suhu beku (-15 oC)
dengan nilai berturut-turut yaitu 64,67%, 58%, dan 58%. Penelitian oleh
Purwanto (2009: 22) menunjukkan bahwa biji belimbing juga masih dapat tumbuh
dengan kadar air rendah (6,89%) setelah disimpan selama 4 minggu di suhu ruang
dengan nilai DB sebesar 34,67%. Hasil tersebut menunjukkan biji belimbing

Universitas Indonesia

Pengaruh penyimpanan ..., Agriana Ali, FMIPA UI, 2011


32

masih dapat mempertahankan viabilitasnya dengan kadar air rendah. Hal tersebut
dikarenakan laju respirasi biji selama penyimpanan rendah. Semakin rendah
kadar air bij maka semakin rendah laju respirasi biji selama penyimpanan. Hal
tersebut dikarenakan aktivitas enzim yang berperan dalam merombak cadangan
makanan selama pembentukan embrio terhambat sehingga biji masih dapat
berkecambah ketika ingin dikecambahkan (Mayer & Poljakoff-Mayber 1982: 94--
95). Biji dengan kadar air rendah juga dipengaruhi oleh kerja hormon ABA dan
protein LEA. Kedua faktor tersebut berperan dalam respons tumbuhan,
khususnya biji, terhadap kondisi lingkungan yang ekstrim, seperti kekeringan,
atau suhu dingin dan beku. Biji ketika dalam kondisi kering mengaktifkan
hormon ABA yang kemudian menginduksi terbentuknya protein LEA. Aktivasi
hormon ABA dipengaruhi oleh konsentrasi hormon tersebut. Kondisi lingkungan
yang semakin kering akan meningkatkan konsentrasi hormon tersebut. Oleh
karena itu, biji dengan kadar air yang semakin rendah akan mengaktivasi hormon
ABA yang semakin meningkat dan protein LEA yang terbentuk juga meningkat
(Hong-Bo dkk. 2005: 132; Kobayashi dkk. 2008: 227).

Gambar 4.4. Diagram batang persentase Daya Berkecambah

Universitas Indonesia

Pengaruh penyimpanan ..., Agriana Ali, FMIPA UI, 2011


33

Gambar 4.5. Diagram batang persentase Potensi Tumbuh Maksimum

4.4 Pengaruh penyimpanan biji belimbing terhadap panjang hipokotil dan


epikotil

Berdasarkan Gambar 4.5 dan Gambar 4.6, panjang hipokotil tertinggi


terdapat pada perlakuan 25SR sebesar 3,24 cm; sedangkan panjang epikotil
tertinggi terdapat pada perlakuan 40SD sebesar 1,08 cm. Panjang hipokotil
terendah terdapat pada perlakuan 18SR dan 11SR sebesar 0,62 cm; sedangkan
panjang epikotil terendah terdapat pada perlakuan 11SR dan 18SR, yaitu sebesar
0,12 dan 0,05 cm.
Panjang hipokotil dan epikotil merupakan salah satu dari indikasi vigor
biji. Vigor biji merupakan kemampuan biji untuk tumbuh normal pada kondisi
suboptimum atau menghasilkan pertumbuhan di atas normal pada kondisi
optimum (Sadjad 1993 dalam Zahrok 2007: 34). Vigor biji juga berhubungan
dengan kualitas biji (Doijode 2001: 9--10). Biji akan lebih cepat kehilangan vigor
dibandingkan daya berkecambah dalam arti biji masih dapat berkecambah
meskipun vigor biji sudah menurun. Hal tersebut tampak ketika biji
dikecambahkan akan membutuhkan waktu yang relatif lama dan adanya
pertumbuhan yang abnormal (Zahrok 2007: 42--43). . Berdasarkan hasil tersebut,

Universitas Indonesia

Pengaruh penyimpanan ..., Agriana Ali, FMIPA UI, 2011


34

biji dengan perlakuan 25SR dan 40SD masih dapat mempertahankan vigor biji
dengan kadar air yang relatif tinggi. Pertumbuhan panjang hipokotil dan epikotil
yang baik dan normal juga menunjukkan kualitas biji yang dapat menghasilkan
kecambah yang baik (Syaiful dkk. 2007: 244).

Gambar 4.6. Diagram batang rerata panjang hipokotil

Gambar 4.7. Diagram batang rerata panjang epikotil

Universitas Indonesia

Pengaruh penyimpanan ..., Agriana Ali, FMIPA UI, 2011


35

4.5 Pengaruh penyimpanan biji belimbing terhadap pertumbuhan skala daun

Skala daun diamati pada hari ke-22 dan ke-29 dengan melihat
pertumbuhan daun. Pertumbuhan diukur dari nodus sampai ujung daun.
Pengamatan dilakukan dengan menghitung jumlah pertumbuhan skala daun 1,
skala daun 2, skala daun 3, skala daun 4, skala daun 5, dan skala daun 6.
Berdasarkan Gambar 4.8 dan Gambar 4.9, pertumbuhan skala daun pada hari ke-
22 tercepat terjadi pada perlakuan 40SD, sedangkan pada hari ke-29 terjadi pada
perlakuan 25SR. Hal tersebut menunjukkan bahwa perlakuan dengan kadar air
tinggi, yaitu 40% dan disimpan pada suhu dingin dan kadar air 25% disimpan
pada suhu ruang masih dapat tumbuh dengan baik.
Pertumbuhan skala daun berhubungan dengan vigor biji yang meliputi
pertumbuhan panjang epikotil dan jumlah daun (Syaiful dkk. 2007: 248). Seiring
dengan pertumbuhan skala daun, maka panjang epikotil dan jumlah daun juga
lebih besar. Pertumbuhan skala daun yang lebih cepat dan besar menunjukkan
pertumbuhan dan kalitas kecambah yang baik (Syaiful dkk. 2007: 245).
Pertumbuhan biji belimbing normal dapat dilihat pada Gambar 4.10.

Gambar 4.8. Diagram batang skala daun pertumbuhan hari ke-22

Universitas Indonesia

Pengaruh penyimpanan ..., Agriana Ali, FMIPA UI, 2011


36

Gambar 4.9. Diagram batang skala daun pertumbuhan hari ke-29

Gambar 4.10. Pertumbuhan biji belimbing (Averrhoa carambola L.)


[Sumber: Dokumentasi pribadi, 2011.]

Universitas Indonesia

Pengaruh penyimpanan ..., Agriana Ali, FMIPA UI, 2011


37

BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Biji dengan kadar air rendah 4% dapat tumbuh pada suhu simpan ruang
(27--30 oC), suhu dingin (5 oC), dan suhu beku (-15 oC).
2. Kualitas biji belimbing yang paling baik adalah biji yang disimpan selama 4
minggu pada suhu dingin (5 oC) dengan kadar air 40% dan biji yang disimpan
pada suhu ruang (27--30 oC) dengan kadar air 25%.
3. Biji belimbing merupakan biji intermediat.

5.2 Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai penyimpanan biji


belimbing dengan kadar air 40%, 32%, 25%, 18%, 11%, dan 4% dengan masa
penyimpanan yang lebih lama (2 bulan, 4 bulan, 6 bulan).

37 Universitas Indonesia

Pengaruh penyimpanan ..., Agriana Ali, FMIPA UI, 2011


38

DAFTAR ACUAN

Anandalakshmi, R., V. Sivakumar, R.R. Warrier, R. Parimalam, S.N.


Vijayachandran & B.G. Singh. 2005. Seed storage studies in Syzigium
cuminii. Journal of Tropical Forest Science 17(4): 566—573.
Balitpa (= Balai Besar Penelitian Tanaman Padi). 2009. Varietas Ciherang makin
mendominasi. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian 31(6):
11--13.
BAPPENAS (= Badan Pembangunan Nasional). 2000. Belimbing (Averrhoa
carambola). 12 hlm.
http://imadatainstiper.files.wordpress.com/2008/01/belimbing.pdf, 3
Agustus 2010, pk. 15.30.
Bewley J. D. & M. Black. 1943. Seeds: Physiology of Development and
Germination. Plenum Press. New York. 367 hlm. Dalam: Wulandari, R.R.
2009. Pengujian sifat benih pepaya (Carica papaya L.) dengan
penyimpanan suhu dingin. Skripsi. Program Studi Pemuliaan Tanaman
dan Teknologi Benih. Fakultas Pertanian. IPB, Bogor: 37 hlm.
Bradford, K.J. & H. Nonogaki. 2007. Seed development, dormancy, and
germination. Blackwell Publishing, Oxford: xvii + 367 hlm.
Burhanudin. 1996. Pengaruh metode ekstraksi dan tingkat kadar air benih
terhadap viabilitas benih kakao. Skripsi. Jurusan Budidaya Pertanian.
Faperta.IPB, Bogor: 35 hlm.
Campbel, C.A., D.J. Huber & K.E. Koch. 1987. Postharvest response of
carambola to storage at low temperatures. Proceedings Florida State
Horticultural Society. 100: 272--275.
Carrillo, V.P., A. Chaves, H. Fassola & A. Mugridge. 2003. Refrigerated storage
of seeds of Araucaria angstifolia (Bert.) O. Kuntze over a period of 24
months. Seed Science & Tecnology 31: 411--421.
Chin, H.F., B. Krishnapillay & P.C. Stanwood. 1989. Seed moisture: Recalcitran
vs orthodox seeds. Crop Science Society of America 14: 15--22.
Cochrane, A., K. Brown & A. Kelly. 2002. Low temperature and low moisture
storage of seed of the endemic Australian genus Eremophilia R Br

38 Universitas Indonesia

Pengaruh penyimpanan ..., Agriana Ali, FMIPA UI, 2011


39

(Myoporaceae). Hournal of the Royal Society of Western Australian 85:


31--35.
Copeland, L. O. & M. B. Donald. 2001. Principles of Seed Science and
Technology. Fourth Edition, Chapmand and Hall. New York. 409 hlm.
Dalam: Wulandari, R.R. 2009. Pengujian sifat benih pepaya (Carica
papaya L.) dengan penyimpanan suhu dingin. Skripsi. Program Studi
Pemuliaan Tanaman dan Teknologi Benih. Fakultas Pertanian. IPB,
Bogor: 37 hlm.
Crane, J.H. 1994. Carambola growing in the Florida home landscape. 9 hlm.
http://edis.ifas.ufl.edu/pdffiles/MG/MG26900.pdf, 4 Februari 2009, pk.
17.45.
Departemen Pertanian. 1998. Keputusan Menteri Pertanian Nomor: 717/Kpts/Tp.
240/8/98 tentang pelepasan belimbing dewi sebagai vairetas unggul
dengan nama dewi murni. 3 hlm.
http://dokumen.deptan.go.id/doc/BDD2.nsf/828b6c655a82612e472566610
0335d9e/80ed7a408f09227f47256aa0002496d4?OpenDocument, 1 Mei
2010, pk. 17.18.
Departemen Pertanian. 1998. Keputusan Menteri Pertanian Nomor: 718/Kpts/TP.
240/8/9 tentang pelepasan belimbing varietas unggul dengan nama dewa
baru. 3 hlm.
http://dokumen.deptan.go.id/doc/BDD2.nsf/828b6c655a82612e472566610
0335d9e/42839aa2dffdda1747256aa0002496d5?OpenDocument, 1 Mei
2010, pk. 17.18.
Departemen Pertanian. 2003. Surat keputusan Menteri Pertanian Nomor:
515Kpts/Pd.210/10/2003 tentang pelepasan belimbing pancur batu sebagai
varietas unggul. 3 hlm. http://www.deptan.go.id/bdd/admin/file/SK-515-
03.pdf, 1 Mei 2010, pk. 17.16.
Dinas Pertanian Kota Depok. 2007. Profil belimbing:Potensi investasi
hortikultura Kota Depok. Kegiatan pengembangan fatih dana
pembangunan APBN. Depok: iii + 50 hlm.

Universitas Indonesia

Pengaruh penyimpanan ..., Agriana Ali, FMIPA UI, 2011


40

Djama’an, D.F., D. Priadi & E. Sudarmanowati. 2006. Penyimpanan benih damar


(Agathis damara Salisb.) dalam nitrogen cair. Biodiversitas 7(2): 164--
167.
Doijode, S.D. 2001. Seed storage of horticultural crops. Food Products Press,
Binghamton: xvi + 339 hlm.
Efendi, D. & R.E. Litz. 2003. Cryopreservation of avocado. Proceedings V World
Avocado Congress (?): 111--114.
Eira, M.T.S., E.A. Amaral da Silva, R.D. de Castro, S. Dussert, C. Walters, J.D.
Bewley & H.W.M. Hilhorst. 2006. Coffee seed physiology. Brazilian
Journals Plant Physiology 18(1): 149--163.
Engelmann, F., D. Dumet, N. Chabrillange, A. Abdelnour-Esquivel, B. Assy-Bah,
J. Dereuddre & Y. Duval. 1995. Factors affecting the cryopreservation of
coffea, coconut and oil palm embryos. Plant Genetics Resources
Newsletter (103): 27--31.
Hayne, K. 1987. Tumbuhan berguna Indonesia. Jilid II. Yayasan Sarana Wana
Jaya, Jakarta: xx + 1247 hlm.
Hong, T.D., S. Linington & R.H. Ellis. 1998. Compendium of information on seed
storage behaviour. Vol. I A--H. Royal Botanic Gardens, Kew: xvii +400
hlm.
IPTEKNET. 2005. Varietas belimbing. 13 hlm.
http://www.iptek.net.id/ind/teknologi_pangan/?mnu=2, 5 Februari 2010,
pk. 12.19.
James, E. 1983. Low temperature preservation of living cells. Dalam: Mantell,
S.H. & H. Smith (eds.). 1984. Plant biotechnology. Cambridge Univ.
Press, Cambridge: 163--186.
Justice O.L. & L.N. Bass. 1979. The Principles and Practices of Seed Storage.
Castle House Publishing, New York: 446 hlm.
Kuswanto, H. 2003. Teknologi pemrosesan pengemasan dan penyimpanan.
KANISIUS, Yogyakarta: 127 hlm.
Kobayashi, F., S. Takumi & C. Nakamura. 2008. Increased freezing tolerance in
an ABA-hypersensitive mutant of common wheat. Journal of Plant
Physiology 165(2): 224--232.

Universitas Indonesia

Pengaruh penyimpanan ..., Agriana Ali, FMIPA UI, 2011


41

Lawrence, G.H.M. 1951. Taxonomy of vascular plants. The MacMillan Company,


New York: xiii + 823 hlm.
Leunufa, S. 2007. Kriopreservasi untuk konservasi plasma nutfah tanaman:
Peluang pemanfaatannya di Indonesia. Jurnal AgroBiogen 3(2): 80-88.
Ludders, P. 2004. Karambole (Averrhoa carambola L.). Erwerbs-obstbau (46):
117--122.
Mohapatra, R., J. Poole & R.S. Dhindsa. 1988. Abscisic acid-regulated gene
expression in relation to freezing tolerance in Alfalfa. Plant Physiology 87:
468--473.
Moïse, J.A., S. Han, L. Gudyaitę-Savitch, D.A. Johnson & B.L.A. Miki. 2005.
Seed coats: Structure, development, composition, dan biotechnology. In
Vitro Cellular & Developmental Biology Plant 41(5): 620--644.
Narain, N., P.S. Bora, H.J. Holschuh & M.A.Da.S. Vasconcelos. 2001. Physical
and chemical composition of carambola fruit (Averrhoa carambola L.) at
three stages of maturity. Asociaciớn de Licenciados en Ciencia y
Tecnologỉa de lis Alimentos de Galicia 3(3): 144--148.
Oliveira, M.T.R.de, P.A. Herbert, H.D. Vieira, J.T.L. Thiebaut, V. de O. Carlesso
& R. de C. Pereira. 2009. Avaliação do vigor de sementes de carambola
em função da secagem e do armazenamento. Revista Brasileira de
Engenharia Agricola e Ambiental 13(4): 477--482.
Ploetz, R.C. 2004. Influence of temperature on Pythium splendens-induced root
disease on carambola, Averrhoa carambola. Mycopathologia 157:
225--231.
Purwanto, E. 2009. Studi karakteristik benih belimbing (Averrhoa carambola L.)
dan daya simpannya. Skripsi. Program Studi Pemuliaan Tanaman dan
Teknologi Benih Fakultas Pertanian IPB, Bogor: 33 hlm.
Sadjad, S. 1993. Dari benih kepada benih. PT. Gramedia Widiasarana Indonesia,
Jakarta: 134 hlm. Dalam: Yullianida & E. Murniati. 2005. Pengaruh
antioksidan sebagai perlakuan invigorasi benih sebelum simpan terhadap
daya simpan benih bunga matahari (Helianthus annuus L.). Hayati 12(4):
145--150.

Universitas Indonesia

Pengaruh penyimpanan ..., Agriana Ali, FMIPA UI, 2011


42

Sasmita, H. 2010. Variasi morfologi dan kromosom pada beberapa kultivar


belimbing (Averrhoa carambola L.) di Kota Depok. Skripsi. Departemen
Biologi FMIPA UI, Depok: viii + 78 hlm.
Sastry D.V.S.S.R., H.D. Upadhyaya & C.L.L. Gowda. 2007. Survival of
groundnut seeds under different storage conditions. International Crops
Research Institute for the Semi-Arid Tropics 5: 1--3.
Schmidt, L. 2000. Seed storage. Danida Forest Centre. 40 hlm.
Setyaningrum, A. 2006. Pengaruh cara ekstraksi benih dan perlakuan pematahan
dormansi terhadap viabilitas benih aren (Arenga pinnata (Wurmb.)
Merr.). Skripsi. Program Studi Pemuliaan Tanaman dan Teknologi Benih.
Fakultas Pertanian. IPB, Bogor: 35 hlm.
Silomba, S.D.A. 2006. Pengaruh lama perendaman dan pemanasan terhadap
viabilitas benih kelapa sawit (Elaeis guineensis Joqc.). Skripsi. Program
Srudi Pemuliaan Tanaman dan Teknologi Benih. Fakultas Pertanian. IPB,
Bogor: 41hlm.
Smith, R.D., J.B. Dickie, S.H. Linington, H.W. Pritchard & R.J. Probert. 2003.
Seed conservation: Turning science into practice. Royal Botanic Garden,
Kew: xxiv + 1023 hlm.
Supriati, Y., I. Mariska & Mujiman. 2006. Multiplikasi tunas belimbing
(Averrhoa carambola) melalui kultur In Vitro. Buletin Plasma Nutfah
12(2): 50--55.
Susilawati, E. 2003. Pengaruh berbagai cara ekstraksi dan pematahan dormansi
terhadap viabilitas benih mengkudu (Morinda citrifolia L.). Skripsi.
Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, IPB, Bogor: 37 hlm.
Syaiful, S.A., M.A. Ishak & Jusriana. 2007. Viabilitas benih kakao (Theobroma
cacao L.) pada berbagai tingkat kadar air benih dan media simpan benih.
J. Agrivigor 6(3): 243--251.
Verheij, E.W.M. & R.E. Coronel. 1992. Plant Resources of South-East Asia.
No. 2. Edibel fruits and nuts. PROSEA Fundation, Bogor: 447 hlm.
Wulandari, R.R. 2009. Pengujian sifat benih pepaya (Carica papaya L.) dengan
penyimpanan suhu dingin. Skripsi. Program Studi Pemuliaan Tanaman
dan Teknologi Benih. Fakultas Pertanian. IPB, Bogor: 37 hlm.

Universitas Indonesia

Pengaruh penyimpanan ..., Agriana Ali, FMIPA UI, 2011


43

Yang, J.C., S.R. Kuo & C.M. Lee. 2008. Germination and storage behavior of
seeds of Litsea coreana Levl. Taiwan J For Science 23(4): 309--321.
Zahrok, S. 2007. Pengaruh kadar air awal dan suhu penyimpanan terhadpa mutu
fisiologis benih kedelai (Glycine max (L.) Merill). Skripsi. Jurusan Biologi
Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Malang, Malang:
79 hlm.

Universitas Indonesia

Pengaruh penyimpanan ..., Agriana Ali, FMIPA UI, 2011

Anda mungkin juga menyukai