SKRIPSI
AZKIYA BANATA
1111095000006
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S1)
Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
AZKIYA BANATA
1111095000006
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S1)
Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
AZKIYA BANATA
1111095000006
Menyetujui,
Mengetahui,
i
PENGESAHAN UJIAN
Skripsi yang berjudul “Kepadatan Acanthaster planci L. dan Hubungannya
dengan Persentase Tutupan Karang Hidup di Pulau Air (Daerah Penyangga
Taman Nasional Kepulauan Seribu)” yang ditulis oleh Azkiya Banata, NIM
1111095000006 telah diuji dan dinyatakan LULUS dalam sidang Munaqasyah
Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 9 Juli
2015. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
sarjana strata satu (S1) Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
ii
PERNYATAAN
Azkiya Banata
1111095000006
iii
KATA PENGANTAR
disusun dalam rangka menyempurnakan syarat gelar sarjana strata satu (S1) sains
Skripsi ini tidak mungkin selesai tanpa adanya keridhoan dari Allah SWT
dan dukungannya kepada penulis. Segala dukungan dalam bentuk apapun, baik
yang diberikan secara langsung maupun tidak langsung, sangat berarti dalam
penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan banyak terima
kasih kepada:
1. Dr. Agus Salim, M.Si selaku dekan Fakultas Sains dan Teknologi Universitas
2. Dr. Dasumiati, M.Si selaku ketua Program Studi Biologi Fakultas Sains dan
3. Etyn Yunita, M.Si selaku sekretaris Program Studi Biologi Fakultas Sains dan
4. Prof. Dr. Lily Surayya Eka Putri, M.Env.Stud dan Narti Fitriana, M.Si selaku
iv
v
5. Dr. Fahma Wijayanti, M.Si, Drs. Paskal Sukandar, M.Si dan Mardiansyah,
M.Si selaku penguji seminar yang telah memberikan kritik dan saran yang
6. Dr. Megga Ratnasari Pikoli dan Priyanti, M.Si, selaku penguji sidang
Munaqasyah yang telah memberikan kritik dan saran yang sangat berguna
7. Rakhmat Abu Bakar dan Suheni, S.Ag, orang tua terbaik di dunia yang selalu
mendoakan tanpa henti dan memberikan dukungan berupa moral dan moril
8. Taman Nasional Kepulauan Seribu, khususnya Seksi Wilayah III, atas izin dan
9. Abah Sairan dan Bapak Firdiansyah selaku staf Taman Nasional Kepulauan
Seribu, atas bantuan dan curahan ilmu yang tidak henti-hentinya diberikan
10. Muhammad Arif Tanzil, Ismail Syakurrachman Alaydrus dan Reza Bayu
Zikrillah, atas bantuan dan pengorbanan waktu serta tenaga untuk membantu
11. Bapak Yohannes, Bapak Agus, Bapak Suwarna dan staf-staf Taman Nasional
Kepulauan Seribu yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu namun tidak
12. Pusat Laboratorium Terpadu UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dengan Puji
Astuti, S.Si dan Nur Amaliah Solihat, S.Si selaku laboran Biologi yang telah
vi
membantu penulis dalam menyediakan alat dan bahan yang diperlukan selama
penelitian berlangsung.
13. Civitas akademika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan
14. Yasmin Nafisah dan Hatoli yang selalu memberikan doa dan semangat kepada
15. Teman-teman Biologi 2011 (Wardi Eagles) sebagai sesama pejuang yang telah
16. Keluarga HIMBIO Oryza sativa, SEMA FST, KPU UIN Jakarta 2014, KPPS
FST 2014, DSCo 2011 DEMA FST dan Dapur Seni sebagai wadah
17. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.
skripsi ini tidak terlepas dari kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
membangun sangat penulis harapkan. Semoga skripsi ini dapat diterima sehingga
dapat digunakan sebagai acuan dalam penelitian lainnya yang akan dilakukan.
Aamiin.
Penulis
ABSTRAK
Acanthaster planci (Bintang Laut Mahkota Duri) merupakan predator karang yang
berpotensi merusak ekosistem terumbu karang apabila kepadatannya lebih dari
0,014 individu/m2. Pulau Air merupakan daerah penyangga kawasan Taman
Nasional Kepulauan Seribu yang perlu dijaga, khususnya ekosistem terumbu
karangnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kepadatan A. planci,
persentase tutupan karang dan hubungan antara kepadatan A. planci dan
persentase tutupan karang di Pulau Air, Kepulauan Seribu. Penelitian ini
menggunakan metode survei dengan teknik sampling line intercept transect dan
belt transect. Pengamatan dilakukan berdasarkan arah mata angin (barat, selatan,
timur dan utara) pada kedalaman 3-5 m dan 10-13 m. Hasil penelitian
menunjukkan kepadatan A. planci di Pulau Air sebesar 0,002 individu/m2 yang
tergolong kategori alami. Persentase tutupan karang hidup di Pulau Air adalah
44,21 % yang tergolong kategori sedang. Berdasarkan analisis statistika
menggunakan Principal Component Analysis (PCA), kepadatan A. planci
memiliki hubungan yang bersifat negatif terhadap persentase tutupan karang
hidup di Pulau Air.
Kata kunci: Acanthaster planci, kepadatan, persentase tutupan karang, Pulau Air
vii
ABSTRACT
viii
DAFTAR ISI
hlm.
LEMBAR PENGESAHAN .............................................................................. i
PERNYATAAN ................................................................................................. iii
KATA PENGANTAR ....................................................................................... iv
ABSTRAK ......................................................................................................... vii
ABSTRACT ....................................................................................................... viii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xi
DAFTAR TABEL ............................................................................................. xii
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xiii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ........................................................................... 1
1.2. Batasan Masalah......................................................................... 3
1.3. Rumusan Masalah ...................................................................... 4
1.4. Hipotesis..................................................................................... 4
1.5. Tujuan Penelitian ....................................................................... 4
1.6. Manfaat Penelitian ..................................................................... 5
ix
x
BAB V PENUTUP
5.1. Kesimpulan ................................................................................ 47
5.2. Saran .......................................................................................... 47
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR GAMBAR
hlm.
Gambar 1. Morfologi A. planci ........................................................................ 8
Gambar 2. A. planci saat mengeluarkan gonad (Hoey, 2004) ......................... 10
Gambar 3. Siklus hidup A. planci (Birkeland dan Lucas, 1990) ..................... 11
Gambar 4. A. planci di atas karang dengan bentuk pertumbuhan tabular
(Hoey, 2004) .................................................................................. 13
Gambar 5. Salah satu predator A. planci yaitu Charonia tritonis (Hoey,
2004) .............................................................................................. 14
Gambar 6. Morfologi terumbu karang (Castro dan Hubber, 2003) ................. 15
Gambar 7. Ledakan populasi A. planci pada terumbu karang (Hoey, 2004) ... 22
Gambar 8. Morfologi karang yang telah dimangsa oleh A. planci (Kayal et
al., 2012) ........................................................................................ 23
Gambar 9. Gambaran lokasi pengambilan data ............................................... 26
Gambar 10. Petak pengambilan sampel terumbu karang dan A. planci ............ 28
Gambar 11. Keberadaan A. planci di Pulau Air (Dok. Pribadi, 2015)............... 34
Gambar 12. Persentase tutupan karang hidup di Pulau Air ............................... 36
Gambar 13. Patahan karang (rubble) (Dok. Pribadi, 2015) ............................... 37
Gambar 14. Persentase tutupan karang keras di Pulau Air ................................ 39
Gambar 15. Persentase tutupan substrat dasar di Pulau Air .............................. 40
Gambar 16. Grafik PCA keterkaitan A. planci dan parameter fisika-kimia
perairan dengan persentase tutupan karang hidup ......................... 43
Gambar 19. Karang keras yang diduga telah dimangsa oleh A. planci di Pulau
Air (Dok. Pribadi, 2015) ................................................................ 46
xi
DAFTAR TABEL
hlm.
Tabel 1. Kategori dan Persentase Tutupan Karang Hidup (Gomes dan Yap,
1988 dalam Fachrul, 2008) .................................................................. 29
Tabel 2. Jumlah Acanthaster planci yang Ditemukan di Pulau Air ................... 32
Tabel 3. Acanthaster planci yang Ditemukan di Pulau Air ............................... 33
xii
DAFTAR LAMPIRAN
hlm.
Lampiran 1. Kerangka Berpikir ....................................................................... 52
Lampiran 2. Panduan Pengamatan Persentase Tutupan Karang Hidup
(UNEP, 1993).............................................................................. 53
Lampiran 3. Parameter Fisika Kimia Perairan Pulau Air ................................ 56
Lampiran 4. Persentase Tutupan Substrat pada Stasiun I (Barat) Pulau Air di
Kedalaman 3-5 m ........................................................................ 57
Lampiran 5. Persentase Tutupan Substrat pada Stasiun I (Barat) Pulau Air di
Kedalaman 10-13 m .................................................................... 58
Lampiran 6. Persentase Tutupan Substrat pada Stasiun II (Selatan) Pulau
Air di Kedalaman 3-5 m .............................................................. 59
Lampiran 7. Persentase Tutupan Substrat pada Stasiun II (Selatan) Pulau
Air di Kedalaman 10-13 m.......................................................... 60
Lampiran 8. Persentase Tutupan Substrat pada Stasiun III (Timur) Pulau Air
di Kedalaman 3-5 m .................................................................... 61
Lampiran 9. Persentase Tutupan Substrat pada Stasiun III (Timur) Pulau Air
di Kedalaman 10-13 m ................................................................ 62
Lampiran 10. Persentase Substrat pada Stasiun IV (Utara) Pulau Air di
Kedalaman 3-5 m ........................................................................ 63
Lampiran 11. Persentase Tutupan Substrat pada Stasiun I (Utara) Pulau Air
di Kedalaman 10-13 m ................................................................ 64
Lampiran 12. Analisis Hubungan Antara Kepadatan Acanthaster planci dan
Persentase Tutupan Karang serta Parameter Fisik
Menggunakan PCA SPSS Ver. 20 .............................................. 65
Lampiran 13. Line Intercept Transect (LIT) pada Lokasi Pengamatan (Dok.
Pribadi, 2015) .............................................................................. 66
Lampiran 14. Pengambilan Data Lifeform Karang (Dok. Pribadi, 2015) .......... 66
Lampiran 15. Pengukuran Parameter Fisika Kimia Perairan (Dok. Pribadi,
2015) ........................................................................................... 67
xiii
BAB I
PENDAHULUAN
lokasinya dekat dengan daratan Pulau Jawa) hingga ke utara (yang lokasinya
jauh dari daratan Pulau Jawa). Kondisi terumbu karang di Kepulauan Seribu
pertama kali diteliti oleh Umbgrove pada tahun 1928, yang menjumpai
et al., 2010).
tempat memijah dan merawat juvenile, serta perlindungan bagi biota-biota lain
(Guntur, 2011). Salah satu biota yang menghuni terumbu karang adalah
(karang bercabang), sehingga dapat memberi ruang bagi koloni karang yang
dalam Reitchelt et al. (1990), jika populasinya lebih dari 14 individu per 1000
1
2
beberapa kali dilaporkan, antara lain di Pulau Lancang, Pulau Tikus, Pulau
Pari, Pulau Genteng dan Pulau Kelapa. Sebanyak 5-7 individu per 2000 m2
ditemukan di Pulau Lancang pada tahun 1969 dan 4-23 individu per 4000 m2
oleh Darsono pada tahun 1981 yang menyatakan bahwa terdapat 44 individu
per 400 m2 di Pulau Genteng dan 52 individu per 400 m2 di Pulau Kelapa
planci di Kepulauan Seribu masih dalam kondisi yang normal atau belum
Kepulauan Seribu. Pulau Air adalah pulau yang tidak berpenghuni dan
merupakan salah satu pulau yang dimanfaatkan sebagai lokasi wisata dengan
aktifitas manusia yang sering dilakukan adalah snorkeling dan diving. Kondisi
tutupan karang hidup di Pulau Air berkisar antara 27,18-37,88 % yang berarti
hal yang dapat menjadi ancaman kelangsungan hidup terumbu karang di Pulau
Air. Salah satu ancaman yang akan ditimbulkan oleh ledakan A. planci pada
ekosistem terumbu karang adalah laju predasi yang tidak terkendali sehingga
ekosistem terumbu karang, yaitu bulu babi, yang dilakukan oleh Antarnusa
Penelitian ini bermaksud agar daerah penyangga tetap terjaga sehingga dapat
Seribu?
Kepulauan Seribu?
1.4. Hipotesis
kategori mengancam.
Kepulauan Seribu.
Kepulauan Seribu.
TINJAUAN PUSTAKA
hingga 106o 57' 00" BT dan 5o 10' 00" LS hingga 5o 57' 00" LS, terdiri dari
105 gugus pulau yang terbentang vertikal dari Teluk Jakarta hingga ke utara
yang berujung di Pulau Sebira yang berjarak kurang lebih 150 km dari pantai
Kepulauan Seribu memiliki luas daratan mencapai 897,71 ha dan luas perairan
kontur batimetri di wilayah perairan Pulau Air sesuai untuk kegiatan wisata
kondisi kedalaman dan tubir yang landai. Wilayah perairan dangkal ke tubir
cukup jauh dan tipe pertumbuhan karangnya adalah karang tepi atau fringing
6
7
tahun 1705 yang menyebutkan terdapat bintang laut yang termasuk dalam
tahun 1758. A. planci tersebar luas di kawasan Indo Pasifik Barat, mulai dari
pantai timur Benua Afrika sampai ke Hawaii sebelah barat dan mulai dari
(Aziz, 1995). Klasifikasi dari A. planci menurut Birkeland dan Lucas (1990)
memiliki perut yang lebih besar dibandingkan bintang laut pada umumnya,
dan memiliki banyak duri tajam pada permukaan tubuhnya dengan panjang
biasanya sekitar 15-23 buah. Berbagai organ tubuh, alat pencernaan, gonad
(kantung benih), susunan saraf, dan lainnya terdapat pada setiap lengan
yang besar dan sederetan kaki tabung yang tersusun sebagai suatu alur pada
sejumlah susunan atau struktur yang hanya bisa terlihat dengan pengamatan
8
yang seksama, seperti sebuah anus, yang terletak dekat dengan tubuh bagian
tengah (disk), sejumlah tonjolan kecil keras yang terletak di sekitar tubuh
pada Gambar 1.
Lengan Mulut
Duri
Anus Kaki
Tabung
A B
C D
sensitif berwarna merah muda cerah. Ini adalah sensor yang selalu bergerak
planci bervariasi mulai dari kelabu hingga biru, ungu, dan merah.
akan beregenerasi dan tubuh yang terbelah dua tepat di bagian tengah akan
merah dan abu-abu. Warna yang sama juga banyak ditemukan di Great
Warna tubuh A. planci di Indonesia umumnya abu-abu, ungu, hijau, dan biru
(Suharsono, 1991).
dilakukan secara eksternal dengan rasio 1:1 untuk gamet jantan dan gamet
karang bercabang, kemudian dari sana telur dan sperma akan dilepaskan ke
Ada sekitar 10 juta telur-telur yang kecil (diameter 1,2 mm) yang bisa
dilepaskan oleh seekor induk betina besar ke dalam kolom air. Adapun
tersebut (Fraser et al., 2003). Lamanya pelepasan telur dan sperma adalah 30
menit dengan ukuran telur rata-rata 0,2 mm dan sperma 0,5 mm. Penelitian
Setiap telur yang telah dimasuki oleh sebuah sperma, maka membran
masuknya sperma yang lain. Telur-telur yang telah dibuahi akan menjadi
larva planktonik sehingga akan terbawa oleh arus jauh dari tempatnya
dipijah, atau seringkali sampai pada permukaan terumbu karang, atau justru
terbawa ke laut terbuka menjauhi terumbu karang (Fraser et al., 2003). Fase
sedangkan pada umur 6-12 hari bipinaria berubah menjadi brachiolaria yang
tersebut terjadi setelah hari ke -12 (Olson, 1985). Setelah tujuh bulan, A.
(Fraser et al., 2003). Bintang laut ini akan menjadi individu dewasa setelah
(Suharsono, 1991).
yaitu daerah yang bintang laut ini tidak dapat dengan mudah terhempaskan
yang kuat. Alasan inilah yang menyebabkan bintang laut ini cenderung
Bintang laut dewasa aktif mencari makan pada siang dan malam hari,
sedangkan anakan bintang laut ini hanya makan pada waktu malam hari
untuk menghindari predator. Cara makan bintang laut ini cukup unik, yaitu
suatu enzim dari pyloric caeca yang berfungsi sebagai pemecah lemak.
Proses ini membutuhkan waktu antara 4–6 jam (Suharsono, 1991). Akibat
proses tersebut memakan waktu yang cukup lama, maka A. planci umumnya
makan hanya satu atau dua kali dalam sehari (Frasser et al., 2003)
Makanan utama bintang laut ini adalah karang keras namun A.planci
dari faktor ketersediaan makanan (Moran, 1986). Makanan bintang laut ini
tersebut. Pada fase larva makanan bintang laut ini adalah fitoplankton
makanan dari bintang laut ini, bentuk pertumbuhan yang paling disukai pada
semua genera karang adalah tabular (Gambar 4) dan yang kurang disukai
Barrier Reef, Australia, genera karang keras yang paling disukai untuk
dimangsa oleh A. planci adalah dari genera Acropora dan yang paling tidak
yang jika diamati sepintas tidak mungkin ada yang memangsanya. Namun,
sejak berbentuk telur hingga dewasa A. planci tidak pernah luput dari
incaran predator (Suharsono, 1991). Kepiting karang dan beberapa jenis ikan
diketahui memangsa A. planci juvenil. Ada beberapa jenis ikan seperti ikan
kerapu, ikan trigger dan ikan napoleon yang pernah diamati memakan A.
planci dewasa. Ikan-ikan ini menghindari duri tubuh yang beracun dengan
2003).
Gambar 5. Salah satu predator A. planci yaitu Charonia tritonis (Hoey, 2004)
2.3.1. Morfologi
medusa yang sangat singkat dan hidup sebagai polip. Polip-polip tersebut
15
adalah struktur di dasar laut berupa deposit kalsium karbonat di laut yang
Satu individu karang atau disebut polip karang memiliki ukuran yang
bervariasi mulai dari yang sangat kecil 1 mm hingga yang sangat besar yaitu
lebih dari 50 cm. Umumnya polip karang berukuran kecil, ukuran besar
2007).
sebagai hasil dari produk respirasi, yang berguna bagi zooxanthellae dalam
simbiosis antara karang dan zooxanthellae bagi karang adalah dalam proses
Muscatine, 1971 dan Muscatine et al., 1972 dalam Tomascik et al., 1997).
suhu perairan, salinitas, kecerahan atau kejernihan air, keadaan arus, dan
berikut:
a. Cahaya
b. Suhu
c. Salinitas
lebih tinggi atau lebih rendah. Terumbu karang dapat bertahan hidup
pada salinitas laut normal, yaitu 32-35 ‰ namun ada beberapa jenis
d. Kecerahan
memerlukan air yang bersih dan jernih (Guntur, 2011). Sedimen dalam
2005). Selain itu apabila air laut keruh mengandung banyak lumpur atau
(Guntur, 2011).
19
e. Arus
dan padat tidak akan rusak oleh arus, tetapi justru dengan adanya arus
yang memberikan sumber air segar yang mengandung oksigen dan dapat
karang. Selain itu arus akan mensuplai bahan makanan seperti plankton
dan unsur hara bagi kehidupan terumbu karang (Nybakken dan Mark,
2005).
1. Non-Acropora
tepi terumbu dan bagian atas lereng, terutama yang terlindungi atau
lubang kecil, banyak terdapat pada lokasi yang terbuka dan berbatu-
hewan lain.
g. Karang api (Millepora), semua jenis karang api dapat dikenali dengan
adanya warna kuning di ujung koloni dan rasa panas seperti terbakar
bila disentuh.
pada rangkanya.
21
2. Acropora
mendatar dan rata seperti meja. Karang ini ditopang dengan batang
yang berpusat atau bertumpu pada satu sisi membentuk sudut atau
datar.
dari 80 % karang hidup pada satu kawasan terumbu karang telah dirusak oleh
Island telah mengalami serangan A. planci yang serius pada tahun 1962, 1979
Island, GBR yang terjadi pada tahun 1982 berulang kembali pada tahun 1996
mengalami serangan A. planci pada tahun 1996 dan mengalami serangan lagi
pada tahun 2008 (Alustco, 2009). Umumnya terumbu karang sudah pulih
kembali persen tutupannya dalam waktu 10-15 tahun, atau lebih (CRC, 2003).
Salah satu ciri suatu koloni karang telah dimangsa oleh A. planci yaitu
kerangka karang berwarna putih dan membentuk suatu luasan tertentu (Frasser
et al., 2003). Kayal et al. (2012) menambahkan, luasan kerangka karang yang
dimangsa oleh A. planci. Kerangka karang yang telah ditumbuhi oleh alga
23
C A
B
A
panah dan penjepit. Pada beberapa tempat tertentu bisa menggunakan alat
penangkap ikan seperti senapan jubi, mata panah (panah dari senapan jubi),
atau ganculi (alat pengait yang dipakai untuk teripang laut) yang cukup baik
seperti jamala atau jarring ikan, juga bisa digunakan untuk mengangkut A.
24
planci dalam air, baik untuk diangkut ke perahu atau diangkut ke pantai.
pantai.
dewasa tidak bermigrasi ke lokasi yang baru saja dibersihkan, dan juga
pagar ini digunakan hanya untuk menjaga agar individu dewasa tidak keluar
25
d. Pemotongan
METODOLOGI PENELITIAN
pengambilan data adalah Pulau Air, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Data
berdasarkan arah mata angin yaitu utara, barat, selatan dan timur (Gambar 9).
(m)
P. JAWA
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: roll meter 100 m,
turbidity meter, DO meter, pengukur arus, kamera digital, GPS, SCUBA set,
Secchi disk, alat tulis, pita meter, termometer raksa, kertas indikator pH, dan
buku pedoman terumbu karang. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini
26
27
planci.
yang tersebar di Pulau Air. Titik sampling ditentukan berdasarkan arah mata
angin (utara, timur, selatan, dan barat) dan kedalaman air (3-5 dan 10-13 m)
et al., 1994 dalam Fachrul 2008). Teknik ini dilakukan dengan memasang
transek dengan areal pemantauan 2,5 m di sisi kiri dan kanan transek garis
(Gambar 10) (Rani et al., 2013). Pengambilan data dilakukan pada pukul
09.00-16.00 WIB, karena menurut Ikhsan et al. (2013), salah satu waktu
makan A. planci adalah pada siang hari, maka dari itu diambil kurun waktu
Pengambilan data dilakukan secara spasial dalam kurun waktu 1-2 hari.
3-5 dan
10-13 m
2,5 m
2,5 m 5m 5m
20 m 20 m 20 m
70 m
Keterangan:
Li= Persentase tutupan karang (%)
ni= Panjang tutupan lifeform ke –i pada transek (cm)
L= Panjang transek (m)
29
Tabel 1. Kategori dan Persentase Tutupan Karang Hidup (Gomes dan Yap,
1988 dalam Fachrul, 2008)
Kategori Tutupan karang hidup (%)
Buruk 0-24,9
Sedang 25-49,9
Baik 50-74,9
Sangat Baik 75-100
1989):
D = n/A
Keterangan:
D= Kepadatan spesies (individu/m2)
n= Jumlah total individu (individu)
A= Luas total transek (m2)
Stablum (1975) dalam Reichelt et al. (1990) yaitu dikategorikan alami jika
bentuk tabel.
Component Analysis (PCA) dengan bantuan perangkat lunak SPSS Ver. 20.
maka terdapat hubungan. Selain itu juga dilakukan analisis secara deskriptif
sebelah utara Jakarta, tepat berhadapan dengan Teluk Jakarta. Pulau Air
adalah salah satu pulau penyusun gugusan Kepulauan Seribu. Pulau ini
Nasional Kepulauan Seribu dan menjadi salah satu destinasi untuk keperluan
wisata karena memiliki daya tarik pada ekosistem terumbu karang. Daya tarik
lainnya adalah terdapat semacam kanal yang membelah Pulau Air menjadi dua
bagian.
Pulau Air dapat diakses melalui pintu masuk dari arah selatan dan
utara. Bagian luar Pulau Air dikelilingi ‘pagar’ yang menahan gelombang agar
perairan Pulau Air sesuai untuk kegiatan wisata snorkeling dan SCUBA
diving.
31
32
sebutan lokal yaitu bintang laut mahkota duri. Namun masyarakat sekitar
Pulau Air biasa menyebutnya dengan bulu seribu. Organisme ini dikenal
planci di Pulau Air bagian utara sebanyak 4 individu (Tabel 2). Karakteristik
buah, tubuh bagian dorsal ditutupi oleh banyak duri, memiliki madreporit pada
menurut kategori Endean dan Stablum (1975) dalam Reichelt et al. (1990).
Kelimpahan yang tergolong alami ini justru berguna bagi ekosistem terumbu
Manfaat lainnya menurut Ikhsan et al. (2013) adalah, kerangka karang yang
33
mati akibat pemangsaan A. planci dapat menjadi tempat bagi larva dan spora
dan diameter yang berkisar antara 21-26 cm (Tabel 3). Jumlah lengan
cm. Nilai diameter dapat digunakan sebagai perkiraan dalam menentukan usia
Maka dari itu dapat diperkirakan pula usia A. planci di Pulau Air adalah ± 48
bulan.
A. planci (Fraser et al., 2003). Dengan kata lain kepadatan A. planci dalam
masih dalam kondisi yang cukup baik. Dugaan tersebut diperkuat oleh
34
penelitian Suharsono et al. pada tahun 2010 yang menyatakan bahwa Pulau
Air masih belum terpengaruh sedimen dan material organik dari Teluk Jakarta,
A B
C D
Gambar 11. Keberadaan A. planci di Pulau Air pada karang Coral Encrusting
(A); Coral Submassive (B); Coral Foliose (C); dan Coral
Submassive (D) (Dok. Pribadi, 2015)
kedua stasiun ini dilanda terpaan angin dan gelombang musiman setiap
mencapai 20 knot dan pada musim timur mencapai 15 knot. Terpaan angin
tersebut. Arus yang cukup besar dapat membuat persebaran larva A. planci
maupun dewasa.
stasiun utara adalah adanya limpasan bahan organik dari P. Panggang dan P.
Pramuka. Kedua pulau tersebut berada di sebelah timur laut Pulau Air dan
sumber nutrisi bagi alga dan plankton yang merupakan pakan bagi larva A.
planci di Pulau Air yang masih tergolong dalam kategori alami ini
pada setiap arah mata angin. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan,
didapatkan hasil bahwa rata-rata persentase tutupan karang hidup di Pulau Air
2010, yaitu persentase tutupan karang hidup di Pulau Air sebesar 43,16 %
yang tergolong dalam kategori sedang. Berdasarkan hasil yang tertera pada
Gambar 12, persentase tutupan karang hidup yang paling tinggi terdapat pada
stasiun barat yaitu sebesar 65,03% yang tergolong dalam kategori baik.
37
Adapun persentase tutupan karang hidup yang paling rendah terdapat pada
stasiun selatan yaitu sebesar 30,76 % yang tergolong dalam kategori sedang.
perikanan, pariwisata, dan lain sebagainya. Selain itu, pada stasiun selatan
pada tahun 1980 –an terjadi eksploitasi karang dan pasir dengan tujuan
tinggi. Menurut Castro dan Huber (2003), cahaya sangat dibutuhkan dalam
Seribu, bagian barat Pulau Air merupakan lokasi yang banyak dikunjungi
form karang keras yang ditemukan di Pulau Air saat pengamatan antara lain
(CE), Coral Foliose (CF), Coral Massive (CM), Coral Mushroom (CMR), dan
terlihat mendominasi pada stasiun barat dan timur. Adapun persentase tutupan
ditemukan pada stasiun selatan dan utara. Hal tersebut berkaitan dengan
39
kecepatan arus pada masing-masing stasiun. Stasiun barat dan timur memiliki
kecepatan arus yang lebih tinggi dari stasiun utara dan selatan (Lampiran 3).
Selain itu, stasiun barat dan timur setiap tahunnya mengalami tekanan
lebih kebal terhadap tekanan dari arus yang cukup besar. Johan (2003)
Ekosistem terumbu karang tidak hanya dihuni oleh karang keras dan
karang antara lain abiotik dan biotik. Komponen abiotik terdiri atas pasir,
batu, karang mati dan patahan karang. Komponen biotik terdiri atas karang
hidup dan biota lain seperti alga, Echinodermata, Porifera, Zoanthid dan
40
Substrat dasar tertutupi oleh komponen biotik seperti alga, antara lain
Padina sp., Sargassum sp. dan Halimeda sp. yang berkisar antara 0,72-22,92
%, dan biota lain yang berkisar antara 0,28-9,77 %. Komponen abiotik yang
menutupi substrat dasar meliputi karang mati, yang berkisar antara 6,37-52,93
%, dan abiotik lain seperti batu, pasir, dan patahan karang, yang berkisar
coral with algae (karang mati dengan alga) yang menimbulkan dugaan bahwa
tutupan karang hidup di Pulau Air yang didukung oleh parameter lingkungan
Analysis (PCA) menggunakan perangkat lunak SPSS Ver. 20. Hasil analisis
disajikan dalam bentuk grafik dan tabel yang tertera pada Gambar 16 dan
komponen 1 terdiri atas variabel karang hidup, karang mati, kecepatan arus,
dan suhu.
persentase tutupan karang hidup di Pulau Air. Kecepatan arus di Pulau Air
berkisar antara 0,11-0,31 m/s. Menurut Nybakken dan Mark (2005), arus
Selain itu arus akan mensuplai bahan makanan seperti plankton dan unsur hara
berkaitan erat dengan arus yang berperan dalam persebaran larva planula
hewan karang.
tutupan karang hidup di Pulau Air. Kecerahan di Pulau Air terbilang tinggi
kekeruhan pada lokasi penelitian yang bernilai 0,00 FTU. Kecerahan yang
2003).
perairan Pulau Air berkisar antara 7,73-7,83 mg/l yang masih dalam kondisi
bahwa kadar DO yang baik bagi kelangsungan hidup biota laut adalah lebih
dari 5 mg/l.
berdasarkan analisis PCA. Salinitas perairan Pulau Air berkisar antara 30,20-
yang bersifat negatif tersebut diduga karena salinitas Pulau Air yang cukup
persentase tutupan karang hidup. pH perairan Pulau Air berkisar antara 7,00-
8,70 yang masih tergolong normal menurut KEPMEN LH No. 51 tahun 2004.
Suhu perairan Pulau Air berdasarkan hasil penelitian berkisar antara 28,3-29,7
43
o
C. Menurut Guntur (2011), berdasarkan wilayah geografisnya, suhu yang
cocok bagi pertumbuhan karang di Indonesia berkisar antara 27-29 oC. Suhu
perairan di Pulau Air tersebut juga masih sesuai dengan standar baku mutu
karang hidup di Pulau Air bersifat negatif berdasarkan analisis statistik PCA.
tutupan karang mati berkorelasi positif. Hal tersebut diduga bahwa semakin
44
suhu dan pH perairan Pulau Air memiliki hubungan yang negatif terhadap
berkisar antara 28,3-29,7 oC. Menurut Suharsono (1991) suhu yang optimal
o
bagi perkembangan A. planci adalah 26-28 C. Suhu pada stasiun
ditemukannya A. planci di Pulau Air adalah sebesar 28,3 oC, yang merupakan
suhu terendah di antara stasiun lainnya. pH di Pulau Air berkisar antara 7,00-
menyatakan bahwa kadar DO yang baik bagi kelangsungan hidup biota laut
sebesar 7,83 mg/l yang merupakan kadar paling tinggi di antara stasiun
lainnya.
adalah 0,20 m/s pada kedalaman 3-5 m. Hal tersebut didukung oleh
daerah yang dipengaruhi oleh arus yang tinggi. A. planci di Kepulauan Seribu
Lucas (1990) menyatakan bahwa kisaran salinitas yang optimal bagi A. planci
karang yang diduga telah menjadi mangsa dari A. planci yang ditandai dengan
ciri yang hampir mirip (Gambar 17). Namun dugaan ini masih bersifat
menentukan suatu koloni karang yang mati akibat A. planci atau penyakit lain
terumbu karang di Pulau Air agar tidak bertambah kerusakannya baik yang
A B
Gambar 17. Karang keras yang diduga telah dimangsa oleh A. planci di Pulau
Air: karang keras bercabang (A); dan karang keras tabular (B)
(Dok. Pribadi, 2015)
menggambarkan kondisi perairan Pulau Air masih sesuai dengan baku mutu
terumbu karang. Kepadatan A. planci yang masih dalam kategori alami juga
sehingga dapat dilakukan pengawasan lebih lanjut dan intens dalam kegiatan
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
5.2. Saran
menjaga kestabilan ekosistem terumbu karang di Pulau Air. Selain itu perlu
47
DAFTAR PUSTAKA
Alustco, S. 2009. Kajian Kualitas Tutupan Karang Hidup dan Kaitannya dengan
Acanthaster planci di Kabupaten Bintan. Tesis Institut Pertanian Bogor.
Bogor.
Antarnusa, G. H. 2014. Kelimpahan dan Pola Pengelompokan Bulu Babi di Pulau
Pramuka Kepulauan Seribu DKI Jakarta. Skripsi Fakultas Sains dan
Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Jakarta.
Asmara, A. 2005. Hubungan Struktur Komunitas Plankton dengan Kondisi Fisika-
Kimia Perairan Pulau Pramuka dan Pulau Panggang, Kepulauan Seribu.
Skripsi Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Instutut Pertanian Bogor.
Bogor.
Aziz, A. 1995. Beberapa Catatan Tentang Kehadiran Bintang Laut Jenis
Acanthaster planci di Perairan Indonesia. Oseana. 20:23-31.
Birkeland, C., dan Lucas, J. S. 1990. Acanthaster planci: Major Management
Problem of Coral Reef . CRC press: Boston.
Castro, R. dan Huber, M. E. 2003. Marine Biology. Fourth Edition. McGraw-Hill,
A Business Unit of the McGraw-Hill Companies,Inc 1221: New York, NY
10020.
Castro, R dan Huber, M. E. 2007. Marine Biology. Sixth Edition. McGraw-Hill, A
Business Unit of the McGraw-Hill Companies,Inc 1221: New York, NY
10020.
Cheser, R. H. 1969. Destruction of Pacific Corals by the Seastar Acanthaster
planci. Science. 165:280.
CRC. 2003. Crown-of-Thorns Starfish in the Great Barrier Reefs: Current State of
Knowledge. Cooperative Research Centers (CRC) Reef Research Center.
Townsville: Australia. 8:1-2.
Darsono, P. 1988. Pengamatan Terhadap Kehadiran Bintang Laut Pemangsa
Karang, Acanthaster planci (L.), di Pulau Seribu. P30-LIPI, Jakarta.
De’ath, G., dan Moran, P. J. 1998. Factors Affecting the Behafior of Crown-of-
Thorns Starfish (Acanthaster planci) on the Great Barrier Reef. Feeding
Preferences. Exp. Mar. Biol. Ecol. 220: 107-126.
Efrinawati. 2012. Kondisi Terumbu Karang di Pulau Pramuka, Kelurahan Pulau
Panggang, Taman Nasional Kepulauan Seribu. Skripsi Fakultas Sains dan
Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Jakarta.
English, S, Wilkenson, C., dan Baker, V. 1994. Survey Manual for Tropical
Marine Resources. ASEAN Australia Living Coastal Resources Project.
Australian Institute of Marine Science.
48
49
Napitupulu, P., Tioho, H., dan Windarto, A. 2013. Struktur Populasi Acanthaster
planci di Rataan Terumbu Bagian Selatan Pulau Bunaken. Jurnal Pesisir
dan Laut Tropis. 1:1-8.
Newman, H. 1998. A Thorny Issue: Crown-of-Thorns Controversy. Asian Diver.
6:34-38.
Nybakken, J. W. dan Mark, D. B. 2005. Marine Biologi: An Ecological Approach
Sixth Edition. Pearson Education. San Fransisco
Olson, R. R. 1985. In Situ Culturing of Larvae of the Crown-of-Thorns Starfish
(Acanthaster planci). Mar. Ecol. Prog. Ser. 25:207-210.
Putrajaya, G. 2010. Peran Positif Modal Sosial Nyambang Sebagai Alat Untuk
Mengatasi Peningkatan Kemiskinan Masyarakat Nelayan Pulau Lancang
Kelurahan Pulau Pari, Kecamatan Kepulauan Seribu Selatan, Provinsi DKI
Jakarta. Tesis Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Depok.
Rani, C., Yusuf, S., dan Benedikta, F. D. S. 2007. Preferensi dan Daya Predasi
Acanthaster planci Terhadap Karang Keras. Jurnal Fakultas Ilmu
Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin Makassar. Makassar.
Rani, C., Dahlan, A., dan Asmara, A.. 2011. Status Ekologi Kepadatan Predator
Karang Acanthaster planci LINN: Kaitannya Dengan Kondisi Terumbu
Karang di Perairan Tomia, Taman Nasional Wakatobi. Jurnal Fakultas
Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin Makassar.
Makassar.
Reichelt, R. E., Bradbury, R. H., dan Moran, P. J. 1990. The Crown-Of-Thorns
Starfish, Acanthaster planci, On The Great Barrier Reef. Mathl Comput.
Modelling. 13:45-60.
Romimohtarto, K. dan Sri, J. 2007. Biologi Laut: Ilmu Pengetahuan Tentang
Biota Laut. Djambatan. Jakarta
Soemarwoto, O. 1985. Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan.
Djambatan. Jakarta
Sorokin, Y. I. 1995. Coral reef Ecology. Springer-Verlag: Berlin
Subhan, B., Arafat, D., Andono, G., Mursalin, dan Madduppa, H. 2008. Kajian
Tutupan Substrat Dasar di Daerah Terumbu Karang di Pulau Karang
Beras, Pulau Air, Pulau Panggang, dan Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu,
Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Prosiding Seminar dan Konferensi
Nasional 2008 Bidang Pemanfaatan Sumberdaya Perairan. Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya: Malang.
Suharsono. 1991. Bulu Seribu (Acanthaster planci). Oseana. 16:1-7
51
Encrusting ACE
Submassive ACS
Digitate ACD
Tabulate ACT
Non- Branching CB
Acropora
Encrusting CE
54
Foliose CF
Massive CM
Submassive CS
Mushroom CMR
Millepora CME
Heliopora CHL
Other Fauna:
Soft Coral SC
Sponges SP
55
Zoanthids ZO
Others OT
Algae:
Algal Assemblage AA
Coralline Algae CA
Halimeda HA
Macroalgae MA
Turf Algae TA
Abiotic:
Sand S
Rubble R
Silt SI
Water WA
Rock RCK
Lampiran 3. Parameter Fisika dan Kimia Perairan Pulau Air
56
57
Lampiran 10. Persentase Tutupan Komponen Penyusun Habitat Terumbu Karang pada
Stasiun IV (Utara) Pulau Air di Kedalaman 3-5 m
Lampiran 11. Persentase Tutupan Komponen Penyusun Habitat Terumbu Karang pada
Stasiun IV (Utara) Pulau Air di Kedalaman 10-13 m
Lampiran 12. Analisis Hubungan Antara Kepadatan Acanthaster planci dan Persentase
Tutupan Karang serta Parameter Fisik Menggunakan PCA SPSS Ver. 20
66
Lampiran 13. Line Intercept Transect (LIT) pada Lokasi Pengamatan (Dok. Pribadi,
2015)