UCI AGUSTINA
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains
pada Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
UCI AGUSTINA
11140950000008
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Pada
Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
UCI AGUSTINA
11140950000008
Menyetujui :
Pembimbing I, Pembimbing II,
Mengetahui :
Ketua Prodi Biologi
Fakultas Sains dan Tekonologi
Menyetujui :
Penguji I, Penguji II,
Mengetahui :
Dekan Fakultas Sains dan Teknologi, Ketua Program Studi Biologi
Fakultas Sains dan Tekonologi
Prof. Dr. Lily Surayya Eka Putri, M. Env. Stud Dr. Priyanti, M.Si
NIP. 196904042005012005 NIP. 19750526200122001
PERNYATAAN
UCI AGUSTINA
11140950000008
ABSTRAK
v
ABSTRACT
vi
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrhiim
Puji dan syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas
rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi sebagai salah satu
syarat memperoleh gelar Sarjana Sains pada Program Studi Biologi, Fakultas
Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penulis telah menyelesaikan skripsi yang berjudul “PERILAKU MAKAN
ANAK ORANGUTAN KALIMANTAN (Pongo pymaeus wurmbii,
Tiedemann 1808) DI STASIUN PENELITIAN CABANG PANTI, TAMAN
NASIONAL GUNUNG PALUNG”.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penulisan laporan ini, antara lain kepada:
1. Dekan Fakultas Sains dan Teknologi, Dr. Lily Surayya Eka Putri, M.Env.stud
beserta jajaran dekanat.
2. Dr. Priyanti, M.Si selaku Ketua Program Studi Biologi, Fakultas Sains dan
Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Dr. Fahma Wijayanti, M.Si selaku dosen biologi dan juga pembimbing yang
telah memberikan banyak masukan, kritik dan saran kepada penulis.
4. Sri Suci Utami Atmoko, Ph.D selaku pembimbing yang telah memberikan
banyak masukan, kritik dan saran serta motivasi yang bermanfaat kepada
penulis.
5. Dr. Nani Radiastuti, M.Si selaku dosen penguji yang telah memberikan
motivasi serta arahan kepada penulis.
6. Dr. Dasumiati, M.Si selaku dosen penguji yang telah memberikan motivasi
serta arahan kepada penulis.
7. Instansi Balai Taman Nasional Gunung Palung, Kalimantan Barat, yang telah
memberikan izin untuk melakukan penelitian di Stasiun Penelitian Cabang
Panti, Taman Nasional Gunung Palung, Kalimantan Barat.
8. Dr. Cheryl D. Knott dari Department of Anthropology Boston University,
USA, selaku Direktur Eksekutif Gunung Palung Orangutan Conservation
Program dan Gunung Palung Orangutan Project yang telah memberikan
kesempatan, saran dan dukungan materi kepada peneliti sehingga dapat
melakukan penelitian di Stasiun Penelitian Cabang Panti, Taman Nasional
Gunung Palung, Kalimantan Barat.
9. Tri Wahyu Susanto, M.Si selaku Direktur Penelitian Gunung Palung
Orangutan Project yang telah membantu, memberikan dukungan, saran dan
mengajarkan ilmu-ilmu baru kepada penulis.
10. Seluruh staf Gunung Palung Orangutan Project yang telah membantu penulis
selama di lapangan yaitu Brodie, Alys, Amy, Erin, Dania, Pak lang Hasan,
Bang Toto, Bang Sabta, Sahril, Yogi, Syai, Bang Dang, dan Kak Rinta.
11. Seluruh staf pekerja yang ada di camp Cabang Panti yaitu Ute Landa, Pak
Wawan, Pak Darmawan, Pak usu Aceng, Beth, Anjang Surya, Bang Jack, Lisa,
Bang Ujang, Bang Udin, Dika, Emak, dan Ningsih yang sudah menyambut
kedatangan penulis dengan baik, menciptakan rasa kekeluargaan dan
kebersamaan yang tidak bisa dilupakan, serta menciptakan suasana yang
mengakrabkan.
vii
12. Rekan mahasiswa Ishma Fatiha, Nurhasri Fadilah, Sumihadi dan Simon Petrus
yang melaksanakan peneitian bersama, terima kasih atas kebersamaan dan
canda tawanya.
Penulis juga menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi
sempurnanya tulisan ini.
Penulis
viii
DAFTAR ISI
ABSTRAK ............................................................................................................. v
ABSTRACT .......................................................................................................... vi
KATA PENGANTAR ......................................................................................... vii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ................................................................................................ xi
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xiii
ix
4.4.4 Teknik makan serangga................................................................... 28
4.4.5 Teknik makan kulit pohon .............................................................. 28
4.5 Jarak makan anak dengan induknya ....................................................... 29
4.5.1 Jarak anak dengan induk saat makan buah ..................................... 29
4.5.2 Jarak anak dengan induk saat makan daun ..................................... 30
4.5.3 Jarak anak dengan induk saat makan umbut ................................... 31
4.5.4 Jarak anak dengan induk saat makan serangga ............................... 32
4.5.5 Jarak anak dengan induk saat makan kulit pohon ........................... 33
x
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Individu (anak) target dengan tingkat umur berbeda .......................... 16
Tabel 2. Genus-genus buah yang menjadi pakan anak orangutan selama
pengamatan di Stasiun Penelitian Cabang Panti ................................. 19
Tabel 3. Genus-genus daun yang menjadi pakan anak orangutan selama
pengamatan di Stasiun Penelitian Cabang Panti ................................. 20
Tabel 4. Genus-genus bunga yang menjadi pakan anak orangutan
selama pengamatan di Stasiun Penelitian Cabang Panti ..................... 21
Tabel 5. Kecepatan makan buah pada anak orangutan di Stasiun
Penelitian Cabang Panti per menit ...................................................... 23
xi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
xiii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keberadaan orangutan sangat penting untuk menjaga ekosistem.
Orangutan memiliki peran penting dalam menyebarkan biji-biji tumbuhan yang
dimakannya (Galdikas, 1986; Suhandi, 1988). Berdasarkan penelitian van Schaik
et al (2003) adanya pengelolaan habitat dan kehadiran orangutan terbukti
membantu dalam pemulihan lahan di Stasiun Penelitian Orangutan Tuanan,
Kalimantan Tengah yang merupakan hutan sekunder sisa lahan HPH (Hak
Pengusahaan Hutan). Menurut Yuwono et al (2007) upaya konservasi orangutan
dilakukan dengan pengelolaan hutan habitat orangutan, sehingga sedapat mungkin
hutan harus dipertahankan dan tidak dikonversi.
Perubahan cuaca dapat mempengaruhi fenologi tumbuhan, khususnya saat
terjadi pertunasan, perbungaan dan perbuahan yang menggambarkan produktivitas
dari tumbuhan. Perubahan waktu berbunga dari tumbuhan juga dapat
mempengaruhi produksil buah yang dimakan oleh orangutan (Suhud dan Saleh,
2007). Perubahan produksi buah akan direspon oleh orangutan dan kera besar
lainnya dengan melakukan perubahan perilaku makan (Yamagiwa, 2004).
Menurut Rijksen (1978) dan Utami et al (1997) dalam pengamatan
perilaku makan orangutan terlihat memiliki daya ingat terhadap perubahan
fenologi bunga dan buah yang dimakan. Selain itu, orangutan juga
memperlihatkan perilaku dalam memilih bagian yang dimakan dari makanannya.
Hasil penelitian Knott (1998) tentang perilaku makan buah yang dilakukan di
Stasiun Penelitian Cabang Panti terlihat bahwa orangutan hampir selalu memakan
daging buah yang matang, sementara biji biasanya dimakan dari buah yang
mentah. Orangutan memilih makan kambium saat terjadi kelangkaan buah.
Orangutan merupakan pemakan yang selektif dengan jumlah pakan yang
cukup banyak karena ukuran tubuhnya yang besar (Delgado & van Schaik, 2002).
Marshall & Wrangham (2006) menjelaskan bahwa terdapat dua jenis pakan, yaitu
pakan preferensi (Preference food) dan pakan cadangan (Fallback food). Pakan
preferensi merupakan pakan yang sering dipilih saat kelimpahannya cukup tinggi
1
2
di dalam habitat suatu populasi sedangkan pakan cadangan adalah pakan yang
dipilih ketika pakan preferensi tidak tersedia (Harrison dan Marshall, 2011).
Daftar makanan orangutan dari stasiun riset di Sumatera dan Kalimantan
yang telah diperbarui terdiri dari 1693 spesies (1666 spesies tumbuhan, 16 spesies
invertebrata, 4 spesies vertebrata, 7 spesies lainnya). Spesies tumbuhan pakan
yang mewakili terdiri dari 453 genus dan 131 famili. Pakan yang tergolong
invertebrata antara lain semut (4 spesies), rayap (4 spesies), ulat (2 spesies), lintah,
lebah, tawon, belatung, jangkrik, kutu dan serangga lainnya (1 spesies). Pakan
yang tergolong vertebrata antara lain tikus pohon, kukang, owa, telur burung, dan
burung kecil. Pakan lainnya adalah madu, berbagai jenis jamur, urin, lumut, dan
air (Russon et al, 2009).
Perilaku makan meliputi kegiatan menggapai, mengolah, mengekstraksi,
memegang, mengunyah, dan menelan makanan pada satu sumber pakan (Galdikas,
1986). Berdasarkan penelitian Russon et al (2009) persentase jenis pakan
orangutan umumnya adalah 34-92% buah, 4-69% daun, 0-28% bunga, 3-5% kulit
pohon, 0-23% intisari, dan 0-31% umbut. Menurut Knott (1998) di Gunung
Palung orangutan merespon ketersediaan buah yang rendah dengan mengubah
pola makannya sehingga terjadi keseimbangan energi.
Sifat semi-soliter orangutan merupakan perilaku yang khas pada keluarga
kera besar. Orangutan jarang ditemui bersosialisasi dengan sesamanya kecuali
pada saat kawin atau pada induk dengan anak yang belum dewasa. Salah satu
interaksi sosial yang sering terjadi dalam kelompok orangutan yaitu hubungan
antara induk dan anak, dalam bentuk perawatan dan pembelajaran hingga anak
mandiri (van Noordwijk & van Schaik, 2005). Beberapa penelitian yang
dilakukan Galdikas (1998), interaksi orangutan dewasa dengan anaknya pernah
ditemui pada orangutan liar maupun orangutan rehabilitan.
Sejauh ini belum ada penelitian mengenai perilaku makan anak orangutan
di Stasiun Penelitian Cabang Panti, Taman Nasional Gunung Palung. Oleh sebab
itu, dalam penelitian ini yang dijadikan objek penelitian adalah bayi (infant),
kanak-kanak (juvenile) dan remaja (adolescent). Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui perilaku makan anak orangutan liar beserta pengaruh fenologi
3
Habitat Orangutan
Kalimantan
- Bayi
Fenologi tumbuhan Perilaku makan anak
- Anak
orangutan
- Remaja
5
6
orangutan sebagai mamalia arboreal terbesar dengan berat betina 40 kg dan jantan
80 kg.
Habitat optimal bagi orangutan adalah habitat yang mencakup paling
sedikit dua tipe lahan utama yaitu tepi sungai dan dataran tinggi kering yang
berdekatan. Kalimantan sendiri secara umum memiliki lima tipe habitat yang
ditempati oleh orangutan, yaitu dataran banjir dan rawa gambut, hutan
aluvial/daerah sepanjang sungai, dataran tinggi di kaki bukit, hutan
subpegunungan dan pegunungan, serta hutan tebang pilih hutan sekunder
(Meijaard et al., 2001).
Ketersediaan buah pada setiap waktu tidaklah sama. Tumbuhan
menghasilkan buah dan biji selama interval tertentu yang terkait dengan kondisi
ekologis (Rijksen dan Meijaard, 1999). Fluktuasi ketersediaan buah antara pulau
Sumatera dan Kalimantan menunjukan pola yang berbeda. Produktivitas buah di
hutan Sumatera lebih tinggi dibandingkan di hutan Kalimantan. Hutan Sumatera
juga sering mengalami periode buah rendah dibandingkan hutan Kalimantan.
Periode buah yang rendah di hutan Sumatera terjadi lebih singkat
dibandingkan di hutan Kalimantan. Selain itu, kelimpahan dan keragaman
tumbuhan Ficus di Sumatera lebih tinggi dibandingkan Kalimantan (Wich et al.,
2006; Marshall et al., 2009; Wich et al., 2011). Rijksen dan Meijaard (1999)
menjelaskan bahwa fluktuasi ketersediaan buah berhubungan dengan kerapatan
pohon berbuah, durasi dan frekuensi musim, serta kesuburan tanah. Hal ini dapat
diartikan bahwa semua pohon berbuah di suatu daerah memiliki pola produksi
buah tertentu.
Berdasarkan van Noordwijk et al (2018), perbedaan morfologi dan
perilaku orangutan berdasarkan kelas umur dan jenis kelamin adalah sebagai
berikut:
a. Bayi (infant)
Bayi berumur antara 0 - 3 tahun dengan berat tubuh berkisar antara 3-6 kg,
memiliki warna rambut jauh lebih terang, pada sekeliling mata dan bagian
mulutnya berwarna putih dan terdapat bercak-bercak di seluruh tubuhnya. Bayi
orangutan sangat tergantung pada induknya baik untuk mendapatkan makanan
7
(menyusu) dan pergerakannya (bayi akan selalu berpegang pada induknya pada
saat berpindah dari pohon ke pohon).
b. Anak (juvenile)
Anak berumur antara 3-7 tahun dengan berat tubuh berkisar antara 6-10
kg. Kulit wajah lebih gelap dari bayi dan bercak-bercak putih pada sekeliling mata
dan sekitar mulut semakin menghilang. Anakan masih berpindah bersama dengan
induknya, tetapi tidak berpegangan lagi seperti halnya bayi. Anakan orangutan
masih menggunakan sarang yang sama dengan induk dan masih menyusu.
c. Remaja (adolescent)
Remaja berumur antara 7-14 tahun dan memiliki berat tubuh antara 10-30
kg. Wajah orangutan remaja terlihat lebih terang dari orangutan dewasa dan di
sekitar wajah memiliki rambut yang panjang. Pergerakannya sudah lepas dari
induknya atau dengan individu lain. Orangutan remaja memiliki tingkat sosial
yang tinggi. Betina remaja akan mencari jantan sebagai pasangan selama masa
birahi seksual, jantan remaja sudah mulai berusaha melakukan kopulasi dengan
betina remaja dan akan berpasangan dengan betina yang sangat sosial.
Jolly (1972) menyatakan bahwa pada umumnya primata (orangutan) lebih
banyak mengandalkan proses belajar (learning) dalam kehidupannya
dibandingkan dengan mamalia lainnya. Masa kanak-kanak primata baik manusia
dan non manusia merupakan masa yang relatif penting dari seluruh kehidupannya,
sehingga banyak yang harus dipelajari oleh primata muda untuk tumbuh normal.
Anak yang masih bergantung pada induk akan melakukan hal yang sama
dengan induknya dalam melakukan aktivitasnya (Maple, 1980). Demikian juga
dengan pemanfaatan waktu makan antara induk dan anaknya. Saat anak masih
bergantung pada induknya, maka anak akan mengikuti aktivitas induknya,
misalnya anak akan mengambil makanan dari mulut induknya seperti buah, daun
dan serangga (Rijksen, 1978).
2.2 Kemandirian Anak Orangutan
Kehidupan orangutan yang semi soliter membedakannya dari kera besar
lainnya dalam suku Pongidae. Interaksi sosial yang dilakukan orangutan terjadi
pada wakt tertentu saja. Orangutan di usia remaja masih bergantung pada
induknya untuk belajar mencari makanan, sehingga sering dijumpai lebih dari dua
8
individu orangutan bersama-sama dengan komposisi satu induk, satu bayi, dan
satu remaja (Galdikas, 1998). Pengasuhan yang dilakukan induk kepada anak
adalah proses pembelajaran untuk menuju kemandirian serta menjaga dan
mempertahankan kelangsungan hidup (van Schaik, 2006).
Proses kemandirian orangutan terjadi secara bertahap. Semasa bayi, anak
orangutan akan selalu berada dalam gendongan induknya. Memasuki masa kanak-
kanak, ukuran tubuhnya akan bertambah dan disertai kebebasan melakukan
pergerakan. Memasuki remaja, terjadi peningkatan keterampilan, kebebasan
memilih makanan, kemampuan membuat sarang dan bersosialisasi. Sosialisasi
yang dilakukan orangutan remaja merupakan strategi dan adaptasi pada
lingkungannya (van Adrichem et al., 2006).
2.3 Stasiun Penelitian Cabang Panti, Taman Nasional Gunung Palung
Stasiun Penelitian Cabang Panti terletak di kawasan Taman Nasional
Gunung Palung, Kabupaten Kayong Utara, Kalimantan Barat. Secara geografis
terletak pada koordinat 1º13’s, 110º7’E (Susanto, 2012). Rata-rata curah hujan
4266 mm/tahun, dan suhu harian berkisar antara 25-26ºC. Suhu rata-rata bulanan
26,4-29ºC, kelembaban rata-rata 88,3% dengan kelembaban minimum 76,4% dan
maksimum 90,2%. Hujan terjadi sepanjang tahun berkisar antara 181-190 hari
hujan per tahun dengan curah hujan rata-rata 3000 mm per tahun (Knott, 1999).
Stasiun penelitian ini terdiri dari 7 habitat (Knott, 2007 dan Marshall, 2004),
yaitu:
a. Hutan rawa gambut (peat swamp), kondisi tanah di hutan ini terdiri dari tanah
rawa yang tertutupi gambut atau timbunan bahan organik. Kedalaman rawa
mulai dari beberapa sentimeter hingga puluhan meter. Air di hutan ini
mempunyai derajat keasaman (pH) yang rendah yaitu kurang dari 4. Hutan ini
terletak pada ketinggian 5-20 m dpl.
b. Hutan rawa air tawar (freshwater swamp), merupakan hutan rawa yang kaya
akan mineral dan memiliki kandungan nutrisi yang cukup tinggi. Tanah di
hutan ini cenderung digenangi oleh air bening dengan pH lebih dari 6, sering
terjadi banjir musiman. Secara geografis, hutan ini sebagaimana hutan rawa
gambut terletak pada ketinggian 5-20 m dpl.
9
c. Hutan tanah aluvial (alluvial bench), tanah di hutan ini merupakan tanah
endapan yang subur, hutan ini juga memiliki keanekaragaman jenis tumbuhan
yang tinggi. Seringkali tanah di hutan ini tergenang air yang di antaranya
akibat luapan sungai, namun cepat juga air tersebut mengalir meninggalkan
tanah yang semula tergenang. Hutan ini terdapat di sepanjang aliran sungai
air putih yaitu pada ketinggian 5-50 m dpl.
d. Hutan batu berpasir dataran rendah (lowland sandstone), merupakan hutan
yang tanahnya mengandung batuan pasir berlapis tanah lempung dan serpihan
batu yang tipis. Hutan ini berada pada ketinggian 20-200 mdpl.
e. Hutan granit dataran rendah (lowland granite), yang merupakan habitat
dataran rendah dengan kondisi tanah berbatu, berada pada ketinggian 200-400
m dpl.
f. Hutan granit dataran tinggi (upland granite), merupakan habitat di dataran
tinggi yang kondisi tanahnya berbatu, berada pada ketinggian 350-800 m dpl.
g. Hutan pegunungan (montaine), merupakan habitat yang berada pada
ketinggian 750-1100 m dpl. Terdapat pada lapisan granit namun kebanyakan
tanah terlapisi substansial kering dan tanah berpasir (dari pelapukan substrat
granit) sama seperti yang ditemukan di hutan rawa gambut.
Kawasan Taman Nasional Gunung Palung yang berada di daerah hilir
termasuk ke dalam tiga Daerah Aliran Sungai (DAS), yaitu sebelah utara dan
timur termasuk ke dalam DAS Simpang, sebelah timur DAS Pawan dan sebelah
selatan termasuk DAS Tulak (http://ditjenphka.dephut.go.id, 2012). Sebagian
besar habitat Taman Nasional didominasi oleh jenis-jenis tumbuhan dari family
Dipterocarpaceae seperti meranti (Shorea spp.), kruing (Dipterocarpus spp.) dan
kapur (Dryobalanops spp.). Selain itu ditemukan juga durian (Durio carinatus),
rambutan hutan (Nephelium sp.), pluntan (Arthocarpus sp.), dan ara (Ficus spp.)
(Badan Planologi Kehutanan, 2002).
Taman Nasional Gunung Palung juga memiliki berbagai jenis satwa yang
tidak kalah indah. Beberapa jenis satwa di kawasan ini antara lain orangutan
(Pongo pygmaeus wurmbii), kelampiau (Hylobathes albibarbis), kelasi (Prebytis
rubicunda), bekantan (Nasalis larvatus), kijang (Muntiacus muntjak pleiharicus),
beruang madu (Helarctos malayanuseuryspilus), beruk (Macaca nemestrina
10
1º13’S, 110 º7 E
Gambar 2. Peta Lokasi Stasiun Penelitian Cabang Panti, Taman Nasional Gunung
Palung, Kalimantan Barat (Susanto, 2012)
11
12
pelan namun berkonsentrasi atau menunggu di bawah pohon pakan yang sedang
berbuah.
Ciri-ciri yang dilihat untuk dijadikan sebagai tanda keberadaan orangutan
adalah suara yang ditimbulkan akibat aktivitas makan dan berpindah tempat, bau
urin atau feses dan vokalisasi yang dilakukan oleh orangutan (long call atau
kisssqueak). Pencatatan data aktivitas makan dilakukan pada individu orangutan
yang telah dapat diamati dari mulai waktu bertemu orangutan sampai menuju
sarang tidur dan kemudian dipastikan akan bermalam di sarang yang dindukat.
Keesokkan harinya fokus pengambilan data dilakukan kembali pada individu
orangutan tersebut hingga batas waktu pengambilan data satu individu telah
selesai. Penandaan lokasi bersarang individu dilakukan menggunakan Global
Positioning System (GPS).
3.3.2 Pengumpulan Data Perilaku Makan
Pengumpulan data perilaku makan orangutan dilakukan menggunakan
metode focal animal sampling (Altmann, 1974). Pengumpulan data difokuskan
pada satu individu orangutan sebagai objek atau sasaran dalam setiap pengamatan.
Pencatatan data perilaku makan dilakukan setiap dua menit. Metode ini cocok
dengan orangutan yang semi soliter dan memiliki karakter pergerakan yang
lambat. Pengamatan dilakukan satu hari penuh, mulai orangutan tersebut bangun
yang ditandai dengan bergerak keluar dari sarang tidur hingga orangutan itu
kembali membuat sarang tidur pada sore hari. Orangutan sasaran tersebut
biasanya aktif antara pukul 05.30 WIB sampai dengan 18.00 WIB.
Pengambilan data dilakukan pengamatan terhadap aktivitas makan yang
meliputi: jenis pakan yang dimanfaatkan orangutan, bagian yang dimakan
otangutan, jenis kelamin individu yang melakukan kegiatan makan, dan alokasi
penggunaan waktu makan. Bagian yang dimakan terdiri dari buah (fruits), bunga
(flower), daun muda (young leaf), kulit kayu (bark), batang (stem), empulur/sari
dalam batang (pith), dan serangga/rayap (insect). Dilakukan pula identifikasi
spesies tumbuhan yang dimakan Orangutan Kalimantan di Taman Nasional
Gunung Palung.
13
jarak terdekat anak dengan induk, 3-5 m dan 6-10 m merupakan jarak
sedang/tidak terlalu jauh dengan induk, >10 m jarak paling jauh dengan induk,
untuk anak sampai pra remaja.
3.3.6 Kecepatan Makan
Kecepatan makan merupakan kecepatan makan setiap individu, dimulai
dari mengambil makan, menggigit, mengunyah, menelan, sampai mengambil
makanan kembali kemudian waktu diberhentikan. Data digunakan untuk
mengetahui berapa banyak individu makan untuk per satuan waktunya (menit;
detik). Jenis pakannya adalah buah, daun, bunga, daun muda, dan kulit pohon.
Perhitungan kecepatan makan buah per menit dapat diketahui menggunakan
rumus sebagai berikut (Putra, 2008) :
16
17
0.2 0.09
0.09
0.03
0.02
0.04
0.16 0.16
0.15
(%)
0.13
0,02 0.11
0.1 0.1 Bunga
0,09
Buah
0.05
0
Februari Maret April Mei Juni Juli
Bulan
dari buah, daun, bunga, umbut, serangga, susu sampai kulit pohon. Berikut
pemanfaatan jenis pakan oleh anak orangutan disajikan pada Gambar 3.
120
100
Buah
80 Daun
Bunga
60
(%)
Serangga
40 Umbut
20 Kulit Pohon
Susu
0
Bayas Tawni Vanna Rani Telur Berani
-20
Individu
Gambar 4. Proporsi jenis pakan pada anak dengan tingkat umur berbeda di
Stasiun Penelitian Cabang Panti, Kalimantan Barat
Pengamatan proporsi jenis pakan yang dikonsumsi anak dengan tingkat
umur yang berbeda, menunjukan bahwa buah lebih tinggi ataupun lebih banyak
dikonsumsi oleh semua individu anak dengan tingkatan umur yang berbeda
dibandingkan dengan jenis pakan yang lain, karena buah merupakan pakan
preferensi bagi anak orangutan maupun orangutan dewasa. Hal tersebut sesuai
dengan pernyataan van Schaik (2006) bahwa orangutan adalah pemakan buah
(frugivora).
4.2.1 Buah
Selama pengamatan terjadi perbedaan pada pemanfaatan buah oleh anak
dengan tingkat umur yang berbeda. Pemanfaatan buah oleh Tawni (juvenile) lebih
besar dibandingkan dengan yang lainnya yaitu sebesar 92,7% (Gambar 4),
dikarenakan daerah jelajah Tawni dan induknya berada di hutan rawa gambut dan
hutan rawa air tawar yaitu di daerah barat Stasiun Cabang Panti, daerah tersebut
lebih banyak tersedia buah dibandingkan daun muda dan jenis pakan yang lain.
Menurut Daryono (2009) hutan rawa gambut merupakan ekosistem yang
unik karena memiliki pH yang rendah dan miskin akan unsur hara yang
disebabkan tingginya kandungan bahan organik. Hasil penelitian yang dilakukan
baik di hutan Sumatera maupun hutan Kalimantan menunjukan bahwa habitat
19
rawa gambut memiliki keanekaragan yang tinggi untuk jenis flora dan fauna,
reservoir/simpanan air, dan ketersediaan karbon.
Genus-genus buah yang dikonsumsi oleh anak orangutan adalah sebagai
berikut :
Tabel 2. Genus-genus buah yang menjadi pakan anak orangutan selama
pengamatan di Stasiun Penelitian Cabang Panti
No. Famili Genus No. Famili Genus
1. Anacardiaceae Dracontomelon 22. Magnoliaceae Magnolia
2. Anacardiaceae Mangifera 23. Malvaceae Durio
3. Annonaceae Alphonsea 24. Malvaceae Microcos
4. Annonaceae Artabortys 25. Malvaceae Neesia
5. Annonaceae Mezzetia 26. Malvaceae Scapium
6. Annonaceae Polyalthia 27. Malvaceae Sterculia
7. Annonaceae Uvaria 28. Melastomataceae Bellucia
8. Annonaceae Xylopia 29. Melastomataceae Pternandra
9. Apocynaceae Willughbeia 30. Moraceae Artocarpus
10. Chrysobalanaceae Licania 31. Moraceae Ficus
11. Clusiaceae Calophyllum 32. Myristicaceae Gymnacranthera
12. Clusiaceae Garcinia 33. Myrtaceae Syzygium
13. Ebenaceae Diospyros 34. Phyllanthaceae Baccaurea
14. Elaeocarpaceae Elaeocarpus 35. Rhamnaceae Ziziphus
15. Euphorbiaceae Chaetocarpus 36. Rosaceae Prunus
16. Euphorbiaceae Macaranga 37. Sapindaceae Nephelium
17. Euphorbiaceae Trigonopleura 37. Sapindaceae Pometia
18. Fabaceae Sindora 38. Sapotaceae Madhuca
19. Fagaceae Lithocarpus 39. Sapotaceae Palaquium
20. Irvingiaceae Irvingia 40. Tetrameristicaceae Tetramerista
21. Loganiaceae Strychnos
untuk mencari makan, dan selama pengamatan induk selalu berada di pohon
Diospyros dan Mangifera. Buah dari genus Elaeocarpus merupakan buah yang
sering dimakan oleh Tawni (juvenile). Daerah jelajah Tawni dan induk tidak
membuat Tawni dan induk untuk sulit mendapatkan buah tersebut. Saat makan
buah ini, Tawni dan induk dapat menghabiskan waktu selama berjam-jam.
Berani (adolescent) lebih sering memanfaatkan buah dari genus Syzygium,
karena daerah jelajah Berani saat itu banyak sekali pohon Syzygium dan semuanya
sedang berbuah. Telur (adolescent) yang memiliki daerah jelajah di rawa gambut
dan rawa air tawar cukup kesulitan untuk mendapatkan buah dari genus Syzygium
karena jarang terdapat pohon Syzygium. Daerah jelajar Telur yang luas
memudahkan dia untuk menemukan buah lain yang dapat dikonsumsi yaitu buah
dari genus Pternandra, karena di hutan rawa gambut dan rawa air tawar terdapat
banyak sekali buah tersebut.
4.2.2 Daun
Selama pengamatan terdapat juga perbedaan pada pemanfaatan daun oleh
anak dengan tingkat umur berbeda. Genus-gnus daun yang dikonsumsi oleh anak
orangutan dengan tingkat umur berbeda adalah sebagai berikut :
Tabel 3. Genus-genus daun yang menjadi pakan anak orangutan selama
pengamatan di Stasiun Penelitian Cabang Panti
No. Famili Genus No. Famili Genus
1. Anacardiaceae Melanochyla 6. Icacinaceae Phytocrene
2. Anacardiaceae Gluta 7. Malvaceae Grewia
3. Apocynaceae Asclepiad 8. Malvaceae Durio
4. Cannabaceae Gironniera 9. Polygalaceae Xantophyllum
5. Fabaceae Spatholobus
(juvenile) dan Berani (adolescent) yang terlihat memakan bunga (Gambar 4).
Genus-genus bunga yang dikonsumsi oleh anak orangutan dengan tingkat umur
berbeda adalah sebagai berikut :
Tabel 4. Genus-genus bunga yang menjadi pakan anak orangutan selama
pengamatan di Stasiun Penelitian Cabang Panti
No. Famili Genus
1. Achariaceae Hydnocarpus
2. Cannabaceae Gironniera
3. Malvaceae Grewia
4. Polygalaceae Xantophyllum
Bayas (infant) dan Tawni (juvenile) makan serangga hanya saat bersama
dengan induk, karena masih belajar menemukan dan mengolah pakan ini. Selama
pengamatan hanya Vanna yang tidak terlalu makan serangga (0,8%). Vanna lebih
memilih makan buah (58,1%) dan daun (21,1%). Berani dan Telur juga
memanfaatkan serangga sebagai sumber pakannya. Kesulitan dalam menemukan
buah membuat mereka mencari makanan cadangan yang mudah didapat dan
mengandung vitamin untuk tubuh. Pergerakan mereka yang remaja dan sudah
lepas dari induk membuat Berani dan Telur dapat mencari sumber pakan lain
tanpa dilindungi atau diawasi induk.
4.2.5 Kulit pohon
Pada saat penelitian di SPCP terdapat 4 genus pohon yang biasa dimakan
kulitnya yaitu dari genus Artocarpus, Koompassia, Vatica dan Alstonia. Selama
pengamatan, Vanna memanfaatkan kulit pohon lebih besar dibandingkan dengan
yang lain sebagai sumber pakannya yaitu sebesar 9,2% (Gambar 4). Hal ini
dilakukan karena Vanna jarang sekali menemukan pakan lain seperti umbut dan
serangga untuk menggantikan energinya yang hilang. Orangutan biasanya
memakan bagian kambium dari kulit pohon.
4.2.6 Susu
Selama pengamatan terjadi pemanfaatan susu oleh Bayas (infant) yaitu
sebesar 0,5% (Gambar 4), sedangkan anak orangutan lain tidak terlihat
memanfaatkan susu sebagai asupan energi. Susu lebih diperlukan oleh anak yang
masih bayi sebagai asupan energi dan nutrisinya. Pemanfaatan susu oleh Bayas
tidak terlalu sering, karena induk Bayas perlu mempertahankan laktasi selama
periode panjang yang dapat mencakup musim ketersediaan pakan yang tinggi dan
rendah agar kebutuhan energi untuk Bayas tetap terpenuhi. Hal tersebut sesuai
dengan penelitian van Noordwijk et al (2013) di Tuanan Orangutan Research
Area, Kalimantan Tengah.
yang sama. Perbedaan tersebut akan terlihat saat anak akan meraih jenis buah atau
daun, kemudian anak mengolah atau mengupasnya, setelah itu terjadi proses
pengunyahan di dalam mulut sebelum ditelan. Berikut tabel rata-rata kecepatan
makan anak orangutan per menit disajikan pada Tabel 6.
Tabel 5. Kecepatan makan buah pada anak orangutan di Stasiun Penelitian
Cabang Panti per menit
Jenis Pakan Bayas Tawni Vanna Rani Berani
Mangifera 0,1 buah 0 buah 0 buah 0 buah 0,5 buah
Willughbeia 0,1 buah 0,1 buah 0 buah 0,5 buah 1 buah
Nephelium 1 buah 1 buah 0 buah 0 buah 0 buah
a b
Tawni dan Rani (juvenile) memiliki kecepatan makan yang sama, yaitu
hanya 0,5 buah per menit. Berbeda dengan Bayas, Tawni dan Rani memakan buah
24
dari Genus Willughbeia yang berukuran seperti buah kecapi. Induk Tawni masih
terlihat memberikan buah pada Tawni untuk dikupas, namun tidak sepenuhnya
Tawni menunggu pemberian buah oleh induk, saat mengolah buah tersebut cukup
memakan waktu yang lama untuk Tawni sehingga buah yang dimakan berjumlah
sedikit. Rani terlihat memetik dan mengolah sendiri buah dari genus Willughbeia
ini, terkadang Rani pun berbeda pohon pakan dengan induknya karena usia Rani
sudah memasuki juvenile yang sudah tidak terlalu bergantung pada induknya lagi.
Gambar 6. Buah dari genus Willughbeia yang merupakan pakan Tawni dan Rani
(dokumentasi SPCP)
Berani (adolescent) hanya memakan 1 buah selama 1 menit dengan
melakukan pemetikan dan pengolahan sendiri tanpa bantuan dari induknya,
karena usia Berani sudah memasuki remaja sehingga memiliki pengalaman yang
lebih dari yang lainnya. Kebutuhan karbohidrat yang tinggi membuat Berani harus
memakan banyak buah dengan waktu yang sedikit. Banyak memakan buah berarti
banyak menggantikan energi yang hilang dalam beraktivitas.
memiliki getah diantara kulit dan daging buah. Induk sering memberikan
kemudahan pada Bayas dengan mengupaskan kulit buah, kemudian daging buah
diberikan untuk dimakan. Tawni mengupas kulit buah sedikit demi sedikit
menggunakan tangan dan gigi sambal diludahi kulitnya kemudian daging buah
dimakan. Terkadang Tawni juga masih mendapatkan daging buah yang dikupas
oleh induk.
Vanna dan Rani (juvenile) pun tidak berbeda jauh dengan Tawni saat
mengolah buah Willughbeia, tetapi Vanna dan Rani sudah tidak mendapatkan
daging buah yang dikupas oleh induk, mereka lebih sering makan buah
Willughbeia berbeda pohon dengan induk. Berani (adolescent) dalam mengolah
buah Willughbeia pun sama dengan Tawni, Vanna dan Rani. Perbedaannya adalah
Berani lebih memilih untuk memakan daging sekaligus biji dari buah Willughbeia
ini.
Buah dari genus Mangifera merupakan buah yang sering dipilih oleh
Bayas dan Berani saat memasuki bulan Juni, karena Mangifera sudah berbuah
saat itu. Bayas dan induk seringkali mencari makan di daerah camp, karena ada
pohon Mangifera. Induk Bayas lebih sering memberikan kemudahan untuk
mengupas kulit Mangifera, kemudian daging buah diberikan kepada Bayas untuk
dimakan. Berani lebih sering mencari makan sendiri atau sudah tidak bergantung
pada induknya lagi karena Berani sudah remaja. Berani memetik buah Mangifera
menggunakan tangan, lalu buah dikupas menggunakan gigi sambil diludahi
kembali kulit buah, kemudian daging buah dimakan.
Selama pengamatan terlihat bahwa saat makan buah Mangifera Berani
tidak menghabiskan langsung satu buah, tetapi hanya memakan sebagian saja,
sebagian lagi buah dindukang lalu memetik buah yang baru lagi. Berani biasanya
memilih buah Mangifera yang setengah matang atau matang. Berani memilih
buah dengan cara mencium-cium aroma buah, jika dinilai belum matang maka
buah tersebut dindukang begitu saja ke bawah.
Buah dari Genus Diospyros memiliki getah diantara kulit dan daging buah,
tapi tidak semua spesies dari genus ini memiliki getah. Bayas, Vanna dan Rani
memiliki teknik makan dengan cara buah dipetik menggunakan tangan lalu kulit
26
ranting pohon, kemudian buah diambil menggunakan bibir lalu dimakan semua
bagian buah tanpa sisa. Buah dari genus ini seringkali dijumpai di daerah hutan
rawa air tawar bagian barat.
4.4.2 Teknik makan daun
Teknik yang dipakai untuk makan daun umumnya tidak terlalu berbeda.
Bayas dan Vanna memakan daun dari genus Durio dengan cara daun dipetik
menggunakan tangan terlebih dahulu baru dimakan. Teknik makan Berani saat
memakan daun Durio berbeda dengan Bayas dan Vanna. Berani lebih memilih
memetik ranting pohon, lalu daun langsung dimakan. Teknik ini merupakan
teknik leaf stripping mouth, yaitu teknik memakan daun seperti memakan jagung
(Yohana, 2004).
Daun muda dari genus Gironniera yang tumbuh bersamaan dengan
bunga, dimakan oleh Bayas bersamaan antara bunga dan daun. Teknik
memakannya yakni dengan cara dipetik satu per satu oleh Bayas, langsung
dimakan dan dikunyah setelah bunga sudah terkumpul banyak di dalam mulut.
Daun dari genus Xantophyllum seringkali dimakan oleh Bayas. Saat
makan daun ini Bayas terlihat digendong induknya di punggung, atau memilih
makan di dahan pohon yang berbeda dengan induk. Vanna lebih memilih
memakan bunga dari genus Xantophyllum ini.
Teknik memakan bunga oleh Vanna yakni dengan cara leaf stripping
hand yaitu tekik memakan bunga dengan mengumpulkan bunga di tangan. Berani
memakan daun ini dengan cara menarik ranting pohon lalu memakan langsung
menggunakan mulut (leaf stripping mouth). Daun yang dimakan anak orangutan
merupakan daun muda.
Daun dari genus Grewia juga merupakan daun yang biasa dimakan
orangutan. Tawni, Vanna dan Rani memakan daun dengan cara memakan daun
seperti memetik pucuk teh. Teknik yang sama dilakukan oleh Tawni dan Vanna
saat memakan daun muda dari genus Spatholobus.
4.4.3 Teknik makan umbut
Teknik makan pada umbut tidak jauh berbeda, baik itu saat makan
Pandanus ataupun Rotan. Anak orangutan memakan Pandanus dan rotan hanya
untuk memeras airnya yang terdapat pada ujung batang berwarna putih, biasa
28
disebut dengan umbut. Pandanus dan rotan umumnya ditarik dengan sedikit
sentuhan sampai pangkal, teknik ini dinamakan teknik duri (Yohana, 2004).
Teknik ini seringkali dipakai oleh Vanna, Telur dan Berani saat memakan umbut
Pandanus ataupun rotan.
Bayas dan Tawni terlihat mengambil umbut rotan dari tangan induknya,
mungkin karena Bayas dan Tawni belum mampu menarik ataupun mencabut
sendiri rotan sampai pangkalnya, bisa juga mereka belum paham tentang cara
mengolah umbut rotan. Setelah mendapatkan umbut rotan dari induknya, mereka
pun pindah ke dahan pohon lain untuk memakan umbut rotan, lalu ampas yang
tersisa dindukang.
4.4.4 Teknik makan serangga
Berdasarkan pengamatan, serangga yang biasa dimakan anak orangutan di
SPCP merupakan jenis semut dan rayap yang ada di pohon. Induk memberikan
kemudahan pada Bayas dalam mengolah rayap dengan memberikan potongan
kayu mati ataupun daun kering yang didalamnya terdapat semut. Setelah
mendapatkan potongan kayu mati ataupun daun kering, Bayas menjauh dari induk
sekitar 2-5 meter kemudian rayap dimakan dengan menghisap-hisap rayap melalui
lubang kecil atau menjilat-jilat daun kering yang berisi semut.
4.4.5 Teknik makan kulit pohon
Selama pengamatan, anak orangutan yang makan kulit pohon adalah
Vanna, Rani, Telur dan Berani. Selama pengamatan pun susah untuk melihat
teknik makan kulit kayu oleh anak orangutan. Berdasarkan penelitian Angga
(2008) dan Comara (2013) orangutan memakan bagian putih dari kulit kayu yang
disebut kambium. Orangutan memakan dengan mengupas kulit kayu terluar
menggunakan gigi dengan cara naik-turun.
Hal ini dapat diduga bahwa Vanna dan Rani dibantu oleh induk saat
mengupas kulit pohon karena kulit pohon sangatlah keras, Rani dan Vanna belum
mampu untuk mengupas sendiri. Telur dan Berani diduga dapat mengupas sendiri
kulit kayu karena usia mereka sudah memasuki remaja dan tidak bergantung
kepada induknya lagi.
29
Jarak 0-2 m
50
Jarak 3-5 m
40
30 Jarak 6-10 m
20 Jarak >10 m
10
0
Bayas Tawni Vanna Rani Telur Berani
Individu
Vanna dan Rani (juvenile) sudah mulai belajar mengolah dan mengambil
makanan sendiri tanpa pemberian dari induk tetapi masih sering satu pohon
dengan induk. Vanna dan Rani lebih banyak berjarak antara 3-5 meter dengan
induk. Mereka juga lebih sering memilih pohon pakan yang berbeda dengan induk
tapi jarak pohon pakan dengan induk berada pada jarak antara 6-10 meter.
Menurut van Schaik (2006) anak orangutan yang sedang dalam proses mandiri
cenderung menjaga jarak makan dengan induknya. Orangutan akan terlihat
30
nyaman saat makan buah tanpa ingin terganggu, jarak yang tidak terlalu jauh juga
memungkinkan anak untuk berlindung kepada induknya jika terjadi bahaya.
Telur dan Berani (adolescent) sudah jarang berdekatan dengan induk saat
makan buah. Hal ini dikarenakan Telur dan Berani sudah remaja dan sudah tidak
bergantung pada induknya. Mereka sesekali makan buah dengan pohon yang sama
dengan induk, tapi jarak dengan induk berada pada jarak 6-10 meter. Berani saat
makan satu pohon dengan induk kadang makan berdekatan dengan Bayas,
adiknya yang sedang bermain-main pada dahan pohon, sedangkan induknya
sedang mengambil buah dengan porsi yang banyak, kemudian dibawa untuk
dimakan bersama Bayas. Setelah itu Berani akan menjauh dan melanjutkan makan
buah pada cabang pohon yang lain.
4.5.2 Jarak anak dengan induk saat makan daun
Daun merupakan makanan yang mengandung vitamin dan protein yang
sering dimanfaatkan anak orangutan selain buah (van Schaik, 2006). Pengolahan
daun yang tidak terlalu sulit dan lembut saat dimakan berbeda dengan buah yang
harus dikupas lalu dipisahkan antara daging dan bijinya. Berdasarkan pengamatan
yang telah dilakukan, semua individu anak menjadikan daun sebagai pakan
tambahan, kecuali Berani. Jarak anak dengan induk saat makan daun disajikan
pada Gambar 16.
100
90
80
70
60
(%)
Jarak 0-2 m
50
40 Jarak 3-5 m
30 Jarak 6-10 m
20 Jarak >10 m
10
0
Bayas Tawni Vanna Rani Telur
Individu
cabang yang satu ke cabang yang lain, Bayas selalu mengikuti induk. Tawni
(juvenile) terkadang dekat dengan induk atau malah menjauhi induk saat makan.
Tawni sudah mulai belajar mandiri saat makan daun, walaupun jarak dengan
induk tidak terlalu jauh yaitu sekitar 3-5 meter. Tawni belum berani untuk makan
beda pohon dengan induk karena masih takut jika terjadi bahaya.
Saat makan daun Vanna dan Rani (juvenile) cenderung berjarak 3-5 meter
dari induk, karena untuk memakan daun Vanna dan Rani masih melihat teknik
pengambilan daun dari induk dan daun yang dimakan masih satu pohon dengan
induk, bisa jadi Vanna dan Rani juga kesulitan untuk menemukan daun muda
untuk dimakan. Telur lebih sering menjauh dari induk saat makan daun karena
Telur sudah bisa mengetahui jenis daun yang dapat dimakan.
4.5.3 Jarak anak dengan induk saat makan umbut
Umbut merupakan pakan alternatif yang dimanfaatkan orangutan saat
memasuki musim paceklik pada buah. Galdikas (1986) melaporkan bahwa
orangutan di Tanjung Puting, Kalimantan hanya sedikit sekali yang memakan
umbut (vegetasi) dan hanya berlangsung selama beberapa menit. Handayani (2013)
menyatakan untuk mengolah vegetasi yang ditemukan, orangutan memerlukan
keterampilan khusus.
140
120
100
80
(%)
Jarak 0-2 m
60 Jarak 3-5 m
40 Jarak 6-10 m
Jarak >10 m
20
0
Bayas Tawni Vanna Telur
Individu
Terlihat pada grafik (Gambar 9) bahwa Bayas dan Tawni selalu dekat
dengan induk saat makan umbut (0-2 meter) karena Bayas dan Tawni masih
mempelajari teknik makan kepada induknya. Vanna terlihat sering jauh dari induk
32
saat makan umbut, karena Vanna lebih sering makan umbut pada pohon yang
berbeda dengan induknya. Telur lebih sering berada jauh dari induk (>10 meter)
karena saat pengamatan Telur makan pada pohon yang berbeda dengan induk.
Berdasarkan penelitian Putra (2008) di Stasiun Penelitian Tuanan, anak orangutan
selalu berada didekat induk saat makan umbut untuk mempelajari teknik
pengolahannya, ada bagian yang tidak perlu dimakan karena tidak baik untuk
tubuh.
4.5.4 Jarak anak dengan induk saat makan serangga
Kandungan protein yang tinggi pada serangga hampir sama dengan daun
muda. Ada dua jenis serangga yang sering dimakan orangutan yaitu rayap dan
semut. Rayap lebih sering ditemukan pada pohon mati yang masih tegak,
potongan ranting kayu mati, ataupun pada gundukan tanah. Semut lebih mudah
ditemukan pada saat orangutan makan di pohon buah karena semut membangun
sarang pada daun, sedangkan pada batang kayu semut membuat sarang dengan
melubangi batang kayu.
140
120
Persentase (%)
100
80
Jarak 0-2 m
60 Jarak 3-5 m
40 Jarak 6-10 m
Jarak >10 m
20
0
Bayas Tawni Vanna Rani Telur
Individu
Jarak Tawni, Bayas, Vanna dan Rani saat makan serangga relatif lebih
dekat dengan induknya karena terlalu sulit untuk mengolah bongkahan kayu mati
untuk mendapatkan rayap yang banyak (Gambar 10). Tawni dan Bayas masih
bergantung pada induk saat makan serangga dan masih meminta pada induk.
Vanna dan Rani terkadang mereka mengambil serangga sendiri (berbeda pohon
pakan dengan induk) dan terkadang mengambil dari tangan induk (satu pohon
33
pakan dengan induk). Sedangkan Telur jarak dengan induk sudah sedikit jauh,
karena Telur sudah remaja dan tidak perlu meminta bongkahan kayu ataupun
ranting pada induk untuk mendapatkan serangga.
4.5.5 Jarak anak dengan induk saat makan kulit pohon
Kulit pohon adalah jenis makanan yang mengandung serat tinggi, serat
dari kulit pohon sulit untuk dicerna dan memiliki kandungan energi yang rendah
(Rodman, 1988). Selama pengamatan hanya Vanna, Rani, dan Telur yang
menjadikan kulit pohn sebagai pakan cadangan (Gambar 11).
160
140
120
100
(%)
80 Jarak 0-2 m
60 Jarak 3-5 m
40 Jarak 6-10 m
Jarak >10 m
20
0
Vanna Rani Telur
Individu
Gambar 11. Jarak anak dengan induk saat makan kulit pohon
5.2 Saran
a. Disarankan untuk dilakukan penelitian terhadap identifikasi serangga yang
dimakan anak orangutan di Stasiun Penelitian Cabang Panti, agar dapat
diketahui seberapa banyak jenis serangga yang dikonsumsi orangutan.
b. Database spesies tumbuhan pakan orangutan harus selalu diperbaharui dan
disimpan di Laboratorium SPCP sebagai acuan identifikasi.
34
DAFTAR PUSTAKA
35
36
van Adrichem, G. G. J., Atmoko, S. S. U., Wich, S. A., van Hoof JARAM, E. H.
M. Sterck. 2006. The development of wild immature Sumatran orangutan
(Pongo pygmaeus abelii) at Ketambe. Primate. 47: 300-309.
van Noordwijk, M. A., Atmoko, S.S.U., Knott, C. D., Kuze, N., Morrogh-Bernard,
C. H., Oram, F. van Schaik. C. P., Willems, E. P. 2018. The slow ape :
High infant survival and long interbirth intervals in wild orangutans.
Journal of Human Evolution, 125, 38-49.
https://doi.org/10.1016/j.jhevol.2018.09.004.
van Schaik, C. 2006. Diantara Orangutan: Kera Merah dan Bangkitnya
Kebudayaan Manusia. Yayasan Penyelamatan Orangutan Kalimantan
(BOS). Jakarta.
Wich, S.A., Atmoko, S.S.U., T. M. Setia , Rijksen H. D, Shürmann, C., van Hoof
J., van Schaik C. P. 2004. Life History of Wild Sumatran Orangutans
(Pongo abelii). Journal of Human Evolution 47: 385-398.
Wich, S. A. Atmoko, S. S. U. T. M. Setia, Djoyosudharmo, S., Geurts, M. L. 2006.
Dietary an Energetic Response of Pongo abelii to Fruit Availability
Fluctuations. International Journal of Primatology. 27: 1538-1540.
Yamagiwa, J. 2004. Diet and foraging of the great apes: Ecological constraints on
their social organizations and implications for their divergence. Dalam:
Russon, A. E. & D. R. Begun (eds). 2004. The evolution of thought:
Evolutionary origins of great apes intelligence. Cambridge University
Press. Cambridge: 210-233.
Yohana, T. 2004. Kode dan Deskripsi Teknik Makan Orangutan di Stasiun
Penelitian Tuanan, Kalimantan Tengah. Fakultas Biologi Universitas
Nasional. Jakarta.
Zulfa, A. 2011. Perilaku makan dan kandungan nutrien makanan orangutan
Sumatera (Pongo abelii, Lesson 1827) di Stasiun Penelitian Ketambe,
Taman Nasional Gunung Leuser, Nanggroe Aceh Darussalam. [Tesis].
Universitas Indonesia. Depok.
Zulfa, A., T. M. Setia, Atmoko, S.S.U & E. R.Vogel. 2010. Dietary preferences
and nutritions in orangutan at the Tuanan field station, Central Kalimantan.
Association for Tropical Biology and Conservation (ATBC) 182: 11-58.
LAMPIRAN
39
40
Lampiran 2. Peta sebaran tumbuhan pakan orangutan yang menjadi target selama penelitian di Stasiun Penelitian Cabang Panti, Taman
Nasional Gunung Palung
1º13’S, 110 º7
42
Bayas (Infant male) : 2 tahun 11 bulan Vanna (Juvenile female) : 6 tahun 2 bulan
Tawni (Juvenile male) : 3 tahun 8 bulan Telur (Adolescent female) : 12 tahun 2 bulan