Anda di halaman 1dari 53

LAPORAN PENELITIAN

HIBAH GRUP RISET

IDENTIFIKASI MOLEKULAR SPESIES ZOONOTIC ENTAMOEBA PADA


FESES BABI DI BALI SEBAGAI UPAYA AWAL PENGENDALIAN
PENYAKIT ZOONOSIS

Grup Riset:
CENTER FOR STUDIES ON ANIMAL DISEASES

Drh. Kadek Karang Agustina, MP


Prof. Dr. Drh I Made Damriyasa, MS
Prof. Dr. Drh. Nyoman Sadra Dharmawan, MS

Dibiayai Dari Dana PNBP Universitas Udayana TA-2013


Dengan Surat Perjanjian Pelaksanaan Kegiatan (Kontrak) Nomor:
174.30/UN14.2/PNL.01.03.00/2013, Tanggal 16 Mei 2013

GRUP RISET
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR 2013
Halaman Pengesahan

1. Judul Penelitian : Identifikasi Molekuler Spesies Zoonotic Entamoeba Pada


Feses Babi di Bali Sebagai Upaya Awal Pengendalian
Penyakit Zoonosis
2. Ketua Peneliti
a. Nama Lengkap : Drh. Kadek Karang Agustina, MP
b. Jenis Kelamin : Laki-laki
c. NIP : 19840804 200812 1 001
d. Pangkat/Gol. : Penata Muda TK I/ IIIb
e. Jabatan fungsional : Asisten ahli
f. Fakultas : Kedokteran Hewan
g. Pusat penelitian : Grup Riset CSAD
h. Alamat : Kampus Bukit Jimbaran – Badung, Bali
i. Telepon/Faks : 0361 223791
j. Alamat rumah : Br. Merta Sari, Penatih Dangin Puri, Denpasar Timur
k. Telepon/Faks : 081353306020
l. E-mail : karang_dvm@yahoo.co.id
3. Jumlah tim peneliti : 3 orang
4. Jumlah mahasiswa : 3 orang (2 mahasiswa S1 dan 1 karyasiswa S2)
5. Pembiayaan
Jumlah biaya yang didanai LPPM-UNUD : Rp. 45.000.000;

Denpasar, 22 November 2013


Mengetahui Ketua Peneliti
Ketua Grup Riset

(Prof. Dr.drh. Nyoman Sadra Dharmawan, MS) (drh. Kadek Karang Agustina, MP)
NIP. 195810051984031002 NIP. 198408042008121001

Mengetahui
Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat
Universitas Udayana

(Prof. Dr. Ir. I Ketut Satriawan, MT)


NIP: 19640717 198903 1 001
Daftar isi

Halaman Judul i
Lembar pengesahan ii
Daftar isi iii
Abstrak iv
Pendahuluan 1
Tinjauan Pustaka 4
Materi dan Metode 9
Hasil dan Pembahasan 13
Penutup
I. Identitas Peneliti

1 Judul Usulan : Identifikasi Molekuler Spesies Zoonotic Entamoeba Pada Feses


Babi di Bali Sebagai Upaya Awal Pengendalian Penyakit
Zoonosis
2 Ketua Peneliti
a. Nama Lengkap : Drh. Kadek Karang Agustina, MP
b. Bidang keahlian : Molecular parasitologi
c. Pangkat/Gol : Penata Muda TK I/IIIb
d. Jabatan fungsional : Asisten ahli
e. Unit kerja : Fakultas Kedokteran Hewan
f. Alamat surat : Kampus Fakultas Kedokteran Hewan, Jl. PB Sudirman
Denpasar.
g. Telepon/Faks : 081353306020
h. E-mail : karang_dvm@yahoo.co.id
3 Tim Peneliti :
Alokasi waktu
No Nama Bidang keahlian Instansi
(jam/minggu)
1 Drh. Kadek Karang Agustina, MP Molekular FKH-UNUD 10 jam
parasitologi
2 Prof.dr.drh I Made Damriyasa, MS Parasitologi FKH-UNUD 5 jam
3 Prof.Dr.drh. Nyoman Sadra Parasitologi FKH-UNUD 5 jam
Darmawan, MS

4 Obyek penelitian : Protozoa yang bersifat zoonosis (dapat menular ke manusia)


yang terdapat pada feces babi.
5 Masa pelaksanaan penelitian
a. Mulai : Bulan Maret 2013
b. Berakhir : Bulan November 2013
6 Jumlah biaya yang : Rp. 45.000.000;
didanai LPPM-Unud
7 Lokasi Penelitian : - Sampel berasal dari peternakan babi di Bali
- Laboratorium CSAD-FKH Unud
- Laboratorium Parasitologi FKH-Unud
- Laboratorium Biomedik FKH-Unud
- Laboratorium Ejkman Jakarta
8 Hasil yang ditargetkan : Target penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya protozoa
yang bersifat zoonosis pada feses babi. Hasilnya akan
dipublikasi pada jurnal terakreditasi dan ditindaklanjuti dalam
upaya pengendalian pnyakit zoonosis.
9 Mahasiswa yang terlibat : S1 = 2 mahasiswa
S2 = 1 mahasiswa

II. Substansi Penelitian

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi spesies Entamoeba pada babi di Bali
yang bersifat zoonoisis. Hasil dari penelitian ini merupakan langkah awal dalam menentukan
strategi pengendalian penyakit zoonosis. Sampel yang dipergunakan berupa 183 feses babi
yang berasal dari peternakan babi diseluruh wilayah pulau Bali. Metode yang dipergunakan
dalam penelitian ini adalah kombinasi dari pemeriksaan coproscopical dan molekuler. Setiap
sampel feses diawetkan kedalam dua media masing-masing SAF untuk pemeriksaan
coproscopical dan Kalium dicromat untuk pemeriksaan molekuler. Sampel-sampel yang
positif terinfeksi Entamoeba pada pemeriksaan coproscopical dilanjutkan dengan
pemeriksaan molekuler menggunakan teknik PCR. Sampel positif dilakukan ekstraksi DNA
selanjutnya di PCR menggunakan primers Entamoeba secara umum, hasil yang positif lalu
diuji dengan primers khusus Entamoeba polecki yang diketahui bersifat zoonosis. Hasil dari
penelitian ini adalah sebanyak 84,7% dari 183 sampel dinyatakan positif pada pemeriksaan
coproscopical. Setelah dilanjutkan dengan uji PCR menggunakan primers umum Entamoeba
yaitu Entam 1 (F) : (5’-GTT GAT CCT GCC AGT ATT ATA TG-3’) dan Entam 2 (R) : (5’-
CAC TAT TGG AGC TGG AAT TAC-3’) terdapat 46,45% sampel yang positif. Namun
setelah dikonfirmasi dengan primer spesifik untuk Entamoeba polecki yaitu Epoleckii1 (F) :
(5’-TCG ATA TTT ATA TTG ATT CAA ATG-3’) dan Epoleckii2 (R) : (5’-CCT TTC TCC
TTT TTT TAT ATT AG-3’) ternyata seluruh sampel menunjukkan hasil negatif. Kesimpulan
yang diperoleh dari penelitian ini adalah tidak terdeteksinya Entamoeba polecki yang bersifat
zoonosis pada babi yang dipelihara di Bali.
BAB I
PENDAHULUAN
Produksi babi merupakan bagian penting dalam menunjang perekonomian banyak
negara. Populasi babi terus meningkat dari tahun ke tahun terkait meningkatnya konsumsi
masyarakat akan daging babi. Ternak babi baik domestik maupun liar sangat rentan terhadap
berbagai penyakit infeksi maupun parasit. Beberapa penyakit hanya menyerang babi dan
terdapat pula penyakit yang dapat ditransmisikan ke hewan lainnya bahkan kepada manusia
(Mohamadi and Petri, 2006). Khusus di Bali, ternak babi merupakan komoditi unggulan
dimasyarakat. Hampir sebagian besar masyarakat Bali memelihara ternak babi sebagai usaha
pokok maupun sampingan dikeluarganya. Dinas Peternakan Provinsi Bali melaporkan hasil
cacah jiwa ternak, populasi babi pada tahun 2011 mencapai 924.297 ekor. Itupun masih
sangaat berpotensi untuk bertambah seiring perkembangan peternakan babi yang terus
meningkat dari tahun ketahun (Sumantra. 2011).
Babi mempunyai peranan penting bagi masyarakat baik sebagai sumber protein
hewani, pendapatan, lapangan pekerjaan, tabungan serta penghasil pupuk (Disnak, 1999).
Babi memiliki banyak keunggulan dibandingkan ternak lain yaitu laju pertumbuhan yang
cepat, mudah dikembangbiakkan, mudah mencari sumber pakan serta nilai karkas cukup
tinggi sebagai penyedia protein hewani bagi manusia (Nugroho dan Whendrato. 1990).
Bertolak belakang dengan potensi yang dimiliki ternak babi, justru kebanyakan
masyarakat Bali memelihara babinya dengan cara tradisional dan semi-intensif. Cara
pemeliharaan tersebut memberikan peluang yang lebih besar terhadap penularan penyakit
zoonosis. Contohnya seperti makanan yang masih tergantung pada sisa-sisa dari dapur,
dikandangkan tetapi kadang-kadang dilepas dengan sistem perkandangan tradisional, sistem
pemeliharaannya hanya semata-mata ditujukan kepada kepentingan adat-istiadat dan kurang
memperhatikan aspek ekonomisnya sehingga kurang memperhatikan faktor faktor produksi
dalam usaha peternakan babi (LIPTAN, 1996).
Permasalahan terkait penyakit zoonosis sudah sangat meluas, dimulai dari masyarakat
pedesaan menuju wilayah yang lebih besar hingga mempengaruhi epidemiologi seluruh
dunia. Hal ini terjadi akibat perubahan yang mendasar pada beberapa dekade terakhir dimana
laju urbanisasi yang tidak terkontrol dan tidak terrencana, peningkatan populasi yang sangat
tinggi sehingga terjadi peningkatan peralihan fungsi lahan untuk memenuhi kebutuhan hidup
seperti meningkatnya kebutuhan akan konsumsi daging telur dan susu serta produk asal
hewan lainnya. Meningkatnya jumlah kendaraan serta dampak dari sektor pariwisata yang
juga memperluas dampak dari penyakit zoonosis (Mohamadi and Petri, 2006). Salah satu
penyakit zoonosis yang terkait dengan buruknya sanitasi dan higiene masyarakat adalah
Entamoebiasis yang diakibatkan oleh protozoa Entamoeba spp yang mana dapat bersumber
dari feses ternak babi.
Pada pola peternakan babi tradisional, masyarakat kurang memperhatikan aspek
higiene dimana kotoran babi berserakan dihalaman rumah mereka. Fenomena ini sangatlah
berbahaya karena dapat berperan sebagai sumber penularan penyakit. Salah satu penyakit
zoonosis yang dapat ditularkan adalah entamoebiasis yaitu penyakit yang diakibatkan oleh
infeksi Entamoeba spp. Spesies entamoeba yang bersifat zoonosis yang dapat menyerang
manusia dan babi adalah E. polecki (Smith, 2004; Mohamadi and Petri, 2006; ). Ada
beberapa spesies Entamoeba yang tidak bersifat zoonosis yang juga terdapat dalam feses babi
yaitu Entamoeba coli, E. suis dan E. suginggivalis (Soulsby, 1982; Levine, 1990). Sejauh ini
belum prnah ada data maupun laporan mengenai prevalensi Entamoeba baik dari aspek
morfologis maupun molekular yang terdapat pada babi di Bali.
Spesies Entamoeba yang memiliki sifat zoonosis selain mengakibatkan penyakit pada
babi juga mengakibatkan penyakit diare pada manusia. Kejadian entamoebiasis didunia
diperkirakan mencapai 500 juta orang per tahun dan mengakibatkan kematian 40.000-
100.000 orang per tahun (Duc, et al. 2011). Penyakit diare di Indonesia sampai saat ini masih
merupakan salah satu penyakit endemis dan masih sering menimbulkan kejadian luar biasa di
masyarakat oleh karena seringnya terjadi peningkatan kasus-kasus pada saat atau musim-
musim tertentu yaitu pada musim kemarau dan pada puncak musim hujan. Diare hingga kini
masih merupakan penyebab utama kesakitan dan kematian pada bayi dan anak-anak. Saat ini
morbiditas diare di Indonesia mencapai 195 per 1000 penduduk dan angka ini merupakan
yang tertinggi di antara negara-negara di Asean (Sunoto, 1990). Data menunjukkan kejadian
diare di Indonesia sangat tinggi, tercatat hampir 60 juta kejadian diare pertahunnya dimana
60-80% diderita oleh anak dibawah usia 5 tahun. Bahaya dari infeksi Entamoeba adalah diare
yang mengakibatkan dehidrasi ringan sampai berat, anemia, hingga kematian (Adisasmito,
2007).
Insiden tertinggi disentri yang diakibatkan Entamoeba ditemukan pada anak-anak usia
1-5 tahun (Nelson, 2000). Disentri amoeba ditularkan lewat feko-oral, baik secara langsung
melalui tangan, maupun tidak langusng melalui air minum atau makanan yang tercemar.
Sebagai sumber penularan adalah tinja yang mengandung kista amoeba. Laju infeksi yang
tinggi didapat di tempat-tempat penampungan anak cacat atau pengungsi dan di negara
sedang berkembang dengan sanitasi lingkungan hidup yang jelek. Di negara beriklim tropis
banyak didapatkan strain patogen dibanding di negara maju yang beriklim sedang.
Kemungkinan faktor diet rendah protein disamping perbedaan strain amoeba memegang
peranan. Di Indonesia diperkirakan insidennya cukup tinggi. Penularan dapat terjadi lewat
beberapa cara, misalnya : pencemaran air minum, pupuk kotoran manusia, vektor lalat dan
kecoa, dan kontak langsung, seksual kontak oral-anal pada homoseksual. Penyakit ini
cenderung endemik, jarang menimbulkan epidemi. Epidemi sering terjadi lewat air minum
yang tercemar (Soewandojo, 2000).
Metode diagnostik yang umum dilakukan yntuk mengidentifikasi Entamoeba adalah
dengan melakukan pemeriksaan feses, dengan metode ini dapat dilihat bentukan tropozoite
dari Entamoeba. Namun metode tersebut memiliki kelemahan yaitu sangat sulit untuk bisa
membedakan guna mengidentifikasi spesies Entamoeba yang mengakibatkan infeksi.
Disamping itu juga sampel feses yang dipergunakan dalam pemeriksaan harus feses segar
(kurang dari 30 menit) (Verweij, et al. 2003; Mohamadi and Petri, 2006).
Metode diagnostik moderen yang dapat diterapkan untuk mengidentifikasi Entamoeba
adalah metode molekuler yaitu polymerase chain reaction (PCR). Metode ini sangat mudah
dilakukan, sensitifitasnya sangat tinggi sehingga dengan mudah dapat mengidentifikasi
spesies Entamoeba yang menginfeksi. Telah berhasil dilakukan penelitian di Cambridge
University dimana uji molekuler (PCR) dilakukan untuk membedakan E. histolitica dan E.
dispar (Vianna, E.N., et al. 2009).
BAB II.
PERUMUSAN MASALAH, TUJUAN DAN LUARAN PENELITIAN
1. Perumusan Masalah
Melihat masih banyaknya masyarakat Indonesia khususnya di pulau Bali dengan pola
hidup yang kurang memperhatikan higiene, sosial ekonomi yang rendah serta tingginya
frekwensi dan peluang kontak dengan ternak babi dan limbahnya yang mencemari
lingkungan, mengakibatkan tingginya resiko terjangkit penyakit zoonosis khususnya yang
diakibatkan oleh parasit golongan protozoa yaitu Entamoeba. Maka sangat diperlukan suatu
penelitian dengan masalah sebagai berikut: Apakah terdapat spesies Entamoeba yang
memiliki sifat zoonosis pada ternak babi di Bali?
2. Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi spesies entamoeba yang
bersifat zoonosis yang terdapat pada feses babi secara molekuler. Dengan diketahuinya
spesies Entamoeba yang terdapat pada babi, akan memberikan gambaran dalam upaya
pencegahan dan pengendalian penyakit tersebut terlebih beberapa spesies Entamoeba bersifat
zoonosis.
3. Luaran Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat dipergunakan sebagai data awal keberadaan
jenis-jenis Entamoeba yang teridentifikasi terdapat pada ternak babi baik yang bersifat
zoonosis maupun non-zoonosis. Hasilnya pula dapat dijadikan acuan oleh pemerintah dalam
upaya pencegahan dan penanggulangan penyakit zoonosis.
Pendidikan kesehatan masyarakat veteriner dan strategi pencagahan terhadap penyakit
entamoebiasis sangat perlu untuk dilakukan mengingat transmisi penyakit ini melalui sanitasi
lingkungan yang buruk dan juga melalui pencemaran makanan dan air. Mengurangi kontak
langsung dengan babi dan menjaga kebersihan lungkungan dari limbah dan kotoran babi.
Selain manfaat langsung seperti disebut diatas, hasil penelitian ini nantinya akan
dipublikasikan pada jurnal yang terakreditasi, mengingat pentingnya hasil penelitian ini untuk
diinformasikan kepada masyarakat umum.
BAB III
STUDI PUSTAKA
1. Ternak Babi
Ternak babi dan atau produk olahannya cukup potensial sebagaikomoditas ekspor
nasional. Pasar komoditas ini masih terbuka lebar ke berbagai negara seperti Singapura dan
Hongkong. Salah satu keunggulan ternak babi dibanding ayam adalah volume impornya
dapat dikatakan nol, sedangkan impor ayam pada tahun 2000 mencapai 14.017,4 ton (Deptan,
2012).
Masyarakat Bali memiliki minat yang tinggi terhadap ternak babi, selain senagai
sumber protein hewani ternak babi juga dipergunakan dalam upacara-upacara keagamaan
sehingga ternak babi memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi. Masyarakat Bali banyak
memanfaatkan ternak babi sebagai usaha sampingan yang cukup menjanjikan keuntungan.
Selain rasa yang enak, protein daging babi mengandung asam amino esensial yang lengkap
dan proporsinya lebih besar jika dibandingkan protein nebati. Sehingga kebutuhan akan
daging babi makin bertambah seiring dengan pertambahan penduduk di pulau Bali. Tercatat
peningkatan pemotongan ternak babi di Bali meningkat 5,4 % pertahun. (Ahira, 2011)
Berdasrkan data statistik peternakan tahun 2010 Bali merupakan daerah ke dua di
Indonesia yang memiliki populasi babi terbanyak setelah Nusa tenggara timur, namun Bali
memiliki tingkat kepadatan ternak babi tertinggi di Indonesia. Populasi babi di Bali pada
tahun 2010 tercatat sebanyak 930.465 ekor. Berdasarkan hasil survey tahun 2005, bahwa
rata-rata kepemilikan peternak rakyat di provinsi Bali 29,3 ekor (Deptan, 2012). Data terakhir
menyebutkan pada tahun 2011 Bali memproduksi babi sebanyak 927. 739 ekor (DPKP Bali,
2012)
Disamping potensi ternak babi yang menjanjikan, terdapat beberapa kendala dalam
beternak babi. Kendala utama adalah manajemen penyakit dan pencemaran lingkungan.
Ternak babi rentan terhadap serangan penyakit, banyak penyakit yang bersifat zoonosis yang
menyerang babi. Penyakit tersebut bisa diakibatkan oleh virus, bakteri, cacing dan juga
protozoa (Llinares et al. 2006)
Umumnya usaha ternak babi adalah pembibitan dan penggemukan peternakan rakyat
dengan sumber bibit berasal dari sekitarnya atau sekitar 61,25% sedangkan 25% dari
peternakan sendiri. Dalam hal performance babi di Indonesia masih sangat memprihatinkan
dengan tingginya kematian induk, Jawa Barat 25,49%, Bali 19,6%, Kalbar 14,33% dan
Sumut 10,40% (Deptan, 2012).
2. Protozoa
Protozoa adalah organisme satu sel (sel tunggal), tetapi telah memiliki fungsi :
metabolisme, pergerakan, digesti, respirasi, sekresi, reproduksi, pertahankan hidup dan lain-
lain diselenggarakan oleh organela sel. Protozoa merupakan “eukaryotic” dimana intinya
diselubungi oleh membran atau selaput, berbeda dengan “prokaryotic”, contohnya bakteri,
dimana intinya tidak diselubungi oleh membran atau dengan kata lain tidak terpisah dengan
sitoplasma (Cook, 2004; Soulsby. 1982).
Subfilum Sarcodina memiliki ordo Amoebida (Ehrenberg, 1830), Famili:
Endamoebidae (Amoeba), Vahlkampfiidae dan Hartmanellidae. Famili Endamoebidae
terkenal dengan Amoeba yang berpredileksi di dalam saluran pencernaan vertebrata dan
invertebrata. Anggotanya yang terpenting: (1) Entamoeba, (2) Endolimax, (3) Iodamoeba dan
(4) Dientamoeba (Levine, 1990).
Genus Entamoeba berpredileksi pada saluran pencernaan vertebrata dan invertebrata.
Terdapat beberapa spesies Entamoeba yang memiliki sifat zoonosis dan pernah dilaporkan
ditemukan pada babi, antara lain E. poleckii, E. histolitica, E. suis dan E. coli. (Berrilli, et al.
2011; Levine, 1990; Kuroki, et al. 1989; Smith and Meerovitch, 1985; Soulsby, 1982;).
a. Entamoeba polecki
E. polecki merupakan protozoa yang berpredileksi di lumen usus. Hewan yang
berperan sebagai reservoar utama adalah babi dan monyet. Secara morfologi sulit
membedakannya dengan E. histolitica (Smith, 2004). Penularan pada manusia terjadi akibat
mengkonsumsi makanan yang terkontaminasi kista E. polecki. Pada tahun 1985 telah
ditemukan kista E. polecki pada feces manusia di Asia Tenggara. Namun belum diketahui
secara pasti apakah penyakit yang ditimbulkan oleh E. polecki berdiri sendiri karena terdapat
infeksi gabungan pada setiap pasien yang diperiksa (Gay et al, 1985).
Meskipun E. polecki jarang ditemukan pada manusia, ia memiliki epidemiologi luas
dan relatif tak terduga. Penyakit ini lebih umum di daerah pedesaan daripada daerah
perkotaan. Paling umum, E. Polecki dikaitkan dengan Papua Nugini, di mana studi
memperkirakan bahwa prevalensi setinggi 19 persen dari populasi. Hal ini tidak
mengherankan mengingat ekonomi dan budaya negara ini di mana babi memainkan peran
kunci dan banyak babi bahkan diperbolehkan untuk tinggal di tempat tinggal. Ada tiga
negara lain di mana E. Polecki adalah endemik, termasuk Kamboja, Venezuela, dan Vietnam.
Selain itu, infeksi E. polecki telah dilaporkan di Asia Tenggara pada pengungsi yang tinggal
di lokasi lain, yaitu Perancis, Minnesota, dan Venezuela (Cook, 2004).
Trofozoit Entamoeba poleckii berbentuk bulat dengan diameter bervariasi yang
berkisar antara 10 µm sampai lebih dari 20 µm. Pada pewarnaan, nucleus memiliki
karyosome kecil yang terletak ditengah-tengah yang terlihat merata atau berkumpul pada satu
atau kedua kutub. Pewarnaan vakuola pada trofozoit juga terlihat adanya bakteri dan ragi
yang tertelan. Kromatin tepi terlihat seperti butiran granuler pada selaput inti. Granuler halus
saling bersentuhan satu sama lain atau memiliki ruang-ruang kecil di antaranya, tapi tidak
merata seperti dalam trofozoit atau kebanyakan protozoa lainnya.Kista E. polecki berukuran
antara 9,5-17,5 µm, namun yang umum dijumpai adalah antara 12-15 µm dan berbentuk
bulat. Mereka hampir selalu uninuclear dan berisi banyak materi chromatoidal dengan ujung
runcing. Vakuola glikogen juga ditemukan dalam banyak kista, selain badan inklusi
berbentuk bulat atau bulat telur. Seperti dalam trofozoit, kromatin tepi umumnya
terdistribusikan tidak seragam (Burrows, 1959 dalam Cook, 2004).
Host reservoir E. polecki adalah babi dengan siklus hidup seperti pada gambar 3.1
dibawah (Cook, 2004):

Gambar 3.1 Siklus hidup E. pilecki


Bentuk transmisi secara pasti dari E. polecki belum diketahui secara pasti, namun
penularan kemanusia diyakini melalui jalur peroral dengan tertelannya kista yang berasal dari
feses babi atau monyet yang mengkontaminasi makanan. Banyak laporan yang menyebutkan
bahwa banyak manusia yang terinfeksi tanpa melalui kontak langsung dengan hewan
reservoir baik babi maupun monyet, hal ini menguatkan dugaan terjadinya penularan dari
manusia kemanusia terutama didaerah seperti Papua Nugini yang merupakan daerah endemis
dengan prevalensi penyakit yang tinggi (Markell and Krotoski, 1999).
b. E. histolitica
E.histolytica ditemukan hampir di seluruh dunia, tetapi prevalensi tertinggi
didapatkan di negara-negara berkembang terutama di daerah endemik seperti Durban, Ibadan
dan Kampala di Afrika mencapai 50% (Owen, 1989). Angka mortalitas diperkirakan 75.000
per tahun. Infeksi E.histolytica dapat melalui makanan dan air serta melalui kontak manusia
ke manusia (Feldman, 1998).
Dalam daur hidupnya Entamoeba histolytica mempunyai 3 stadium yaitu bentuk
histolitika, minuta dan kista (Gandahusada dkk, 2002). Bentuk histolitika dan minuta adalah
bentuk trofozoit. Perbedaan antara kedua bentuk trofozoit tersebut adalah bentuk histolitika
bersifat patogen dan mempunyai ukuran yang lebih besar dari bentuk minuta. Bentuk
histolitika bersifat patogen dan dapat hidup di jaringan hati, paru, usus besar, kulit, otak, dan
vagina. Bentuk ini berkembang biak secara belah pasang di jaringan dan dapat merusak
jaringan tersebut. Minuta adalah bentuk pokok dan tanpa bentuk minuta daur hidup tak dapat
berlangsung. Kista dibentuk di rongga usus besar dan dalam tinja, berinti 1 atau 4 dan tidak
patogen, tetapi dapat merupakan bentuk infektif. Dengan adanya dinding kista, bentuk kista
dapat bertahan hidup terhadap pengaruh buruk di luar badan manusia (Korman dan
Deckelbaumn, 1993; Zadiman, 1993).
Bentuk kista umumnya bulat dengan dinding kista dari hialin, berukuran 10 – 20
mikron dengan rata – rata 12 mikron, 5 – 20 mikron . Ada yang berukuran kecil disebut
(minutaform) berukuran antara 6 – 9 mikron dan bentuk besar disebut (magnaform)
berukuran antara 10 – 15 mikron. Pada awal kista, sitoplasma mengandung 1 – 4 buah badan
kromatoid, juga dapat dijumpai adanya masa glikogen yang pada pewarnaan Iodine berwarna
coklat. Pada kista matang kedua bentuk tersebut tidak dijumpai lagi. Inti kista muda
berjumlah 1 – 2, dan yang sudah matang berjumlah antara 1 – 4 buah (Soulsby, 1982).
Kista matang yang tertelan mencapai lambung masih dalam keadaan utuh karena kista
tahan terhadap asam lambung (Feldman, 1998). Di rongga usus halus terjadi ekskistasi dan
keluarlah bentuk-bentuk minuta yang masuk ke dalam rongga usus besar. Bentuk minuta ini
berubah menjadi bentuk histolitika yang patogen dan hidup di mukosa usus besar serta
menimbulkan gejala (Gandahusada dkk, 2002)
Merupakan satu-satunya spesies Entamoeba yang menyebabkan disentri pada
manusia. Umumnya bersifat komensal di dalam lumen usus halus kera, anjing, kucing,
binatang pengerat dan babi. Secara eksperimental bisa menginfeksi binatang pengerat, tikus
dan kelinci. Selama hidupnya bisa ditemukan dalam 2 bentuk, yaitu Tropozoit, dan Kista.
Bentuk trofozoit merupakan bentuk yang aktif, dapat berkembangbiak dan aktif mencari
makanan menggunakan pseudopodinya sehingga bentuknya tidak tetap berdiameter 12 – 30
mikron, 10 – 60 mikron. ektoplasmanya jernih, sedangkan endoplasmanya berbutir – butir
(granuler). Tanda menciri (karakteristik) aktif bergerak dengan pseudopodia, dengan satu inti
berbentuk lonjong berukuran 4 – 7 mikron (tidak nampak kalau tanpa pewarnaan). Selaput
inti yang tipis dan dibatasi oleh butir-butir kromatin yang halus dan rata. Selain itu, dibagian
tengah (central) inti ditemukan kariosum (endosome) tampak berupa titik kecil dan dikelilingi
oleh bagian terang disebut ”halo” dengan diameter kira-kira 0,5 mikron. Di dalam
endoplasma sering ditemukan sel-sel darah merah, sel lekosit dan sisa jaringan yang
membuktikan protozoa dalam stadium aktif (Soulsby, 1982).
3. Polymerase Chain Reaction (PCR)
Reaksi rantai polimerase (“polymerase chain reaction“/PCR), yang ditemukan oleh
Kary Mullis pada pertengahan 1980-an, merupakan salah satu tonggak revolusi dalam
genetika molekuler. Teknik ini memungkinkan pendekatan-pendekatan baru dalam studi dan
analisis gen. Dimasa lalu, masalah utama dalam analisis molekuler adalah bahwa suatu gen
sering merupakan sasaran yang jarang dalam genom suatu makhluk yang sangat rumpil,
lebih-lebih pada mamalia. Mahluk ini dapat mempunyai sampai lebih dari seratur ribu gen.
Berbagai teknik dalam genetika molekuler ditujukan untuk mengatasi masalah ini. Teknik
tersebut umumnya memerlukan waktu yang relatif lama yang meliputi pengklonan dan
pelacakan urutan DNA yang khas – prosedur yang sangat sulit dan memakan waktu. PCR
telah memungkinkan kita untuk memperoleh urutan DNA tertentu tanpa melalui pengklonan.
(Mullis, K. 2006)
Teknik PCR sebenarnya mengekploitasi berbagai sifat alami replikasi DNA. Dalam
proses tersebut, Polimerase-DNA menggunakan DNA berserat tunggal sebagai cetakan untuk
mensintesis serat baru yang komplementer. Di laboratorium, cetakan berserat tunggal dapat
diperoleh dengan mudah melalui pemanasan DNA berserat ganda pada temperatur mendekati
titik didih. Polimerase-DNA juga memerlukan suatu wilayah berserat ganda pendek untuk
memulai (“prime“) proses sintesis. Pada PCR, posisi awal dan akhir sintesis DNA dapat
ditentukan dengan menyediakan suatu oligonukleotida sebagai primer yang menempel secara
komplementer pada cetakan sesuai dengan keinginan peneliti. Inilah keunggulan PCR yang
pertama: polimerase-DNA dapat diarahkan untuk sintesis wilayah DNA tertentu (Herold and
Rasooly, 2009).
Bahan awal dari PCR adalah DNA yang mengandung urutan yang akan
diampliflikasi. DNA tersebut tidak harus diisolasi. Jumlah DNA yang diperlukan juga relatif
kecil. Pada percobaan yang biasa, kurang dari 1μg DNA dari seluruh DNA genom sudah
cukup. Bahkan PCR dapat digunakan untuk amplifikasi urutan dari satu molekul DNA.
Primer oligonuklotida yang ditujukan sebagai posisi awal untuk sintesis serat baru,
Polimerase-DNA, dan campuran keempat dNTP ditambahkan ke dalam tabung yang
mengandung DNA. Volume keseluruhan biasanya 25 – 100μl (Innis and Gelfand, 1990;
Herold and Rasooly, 2009).
Kedua serat DNA dapat berfungsi sebagai cetakan untuk sintesis bila primer
oligonukleotida disediakan untuk masing-masing serat. Sepasang primer dapat dipilih yang
membatasi (“flanking“) wilayah dari DNA yang ingin diperbanyak, sehingga serat DNA yang
baru disintesis, dimulai dari posisi primer, membentang sampai melewati posisi primer dari
serat yang lainnya. Dengan demikian, tempat ikatan primer baru akan dibuat pada serat DNA
yang baru disintesis. Campuran reaksi kemudian dipanaskan lagi untuk memisahkan serat
awal dengan yang baru, yang kemudian berperan sebagai cetakan untuk siklus berikut yang
meliputi: penempelan primer, sintesis serat DNA dan pemisahan serat. Hasilnya adalah,
setelah n kali siklus, campuran reaksi mengandung sebanyak 2n molekul DNA serat ganda,
yang merupakan salinan dari urutan DNA di antara kedua primer. Ini merupakan
keunggulannya yang kedua: PCR menghasilkan amplifikasi wilayah DNA tertentu (Herold
and Rasooly, 2009).
Langkah berikutnya adalah pemanasan dari campuran reaksi pada 94°C selama
beberapa menit. Pada temperatur ini, molekul DNA yang berserat ganda terpisah dengan
sempurna, menjadi serat tunggal yang merupakan cetakan untuk primer dan Polimerase-
DNA. Temperatur kemudian diturunkan agar oligonukleotida menempel pada posisi yang
sesuai pada cetakan. Temperatur penempelan (“annealing“) ini merupakan peubah kunci
dalam menentukan kekhasan reaksi PCR. Temperatur dan waktu untuk tahap ini dapat sangat
beragam sesuai dengan urutan yang ingin diamplifikasi. Penempelan primer menghasilkan
posisi awal untuk aktifitas polimerase-DNA. Langkah berikutnya adalah peningkatan
temperatur pada 72°C, yang merupakan temperatur optimum dari enzim polimerase-DNA
Taq. Kondisi ini dipertahankan beberapa menit untuk penyelesaian sintesis DNA (Herold and
Rasooly, 2009).
Setelah satu siklus berakhir, temperatur ditingkatkan lagi sampai 94°C selama
beberapa puluh detik, sehingga DNA serat ganda yang pendek (serat awal dan serat baru)
terpisah. Serat tunggal tersebut kemudian berfungsi sebagai cetakan untuk siklus sintesis
DNA berikutnya. Satu siklus, yang terdiri dari pemanasan untuk pemisahan serat,
penempelan primer, dan sintesis oleh polimerase-DNA, diulang sampai 30 - 40 kali (Herold
and Rasooly, 2009).
Polimerase Taq menyederhanakan dan meningkatkan penampilan PCR. Pada
mulanya, Polimerase-DNA dari E. coli digunakan dalam PCR. Tetapi, karena enzim ini
sangat peka pada panas dan rusak pada temperatur yang digunakan untuk pemisahan serat
DNA, enzim baru yang segar harus selalu ditambahkan pada setiap siklus. Ini merupakan
proses yang memerlukan tenaga dan tidak praktis. Kemajuan teknik yang penting datang
dengan ditemukannya bakteri yang hidup pada sumber air panas. Bakteri seperti ini
mempunyai polimerase-DNA yang bekerja optimum pada temperatur tinggi. Bakteri
Thermus aquaticus hidup dalam air dengan temperatur 75°C. Polimerase-DNA-nya
(polimerase Taq) mampunyai temperatur optimum 72°C dan masih stabil pada 94°C.
Polimerase Taq cukup ditambahkan sekali saja pada awal reaksi dan akan tetap aktif
melewati siklus PCR yang lengkap. Perkembangan ini memungkinkan otomatisasi PCR
melalui mesin penyiklus panas, yang merupakan blok pemenas yang dapat diprogram untuk
pelaksanakan siklus dengan waktu dan temperatur yang sesuai dari suatu PCR. Sekarang ini,
tabung reaksi dengan komponen reaksi dapat diletakkan pada penyiklus panas tersebut tanpa
intervensi manual ( Coen and Scarf, 1990; Kennedy and Oswald, 2011).
Spesifisitas dan sensitivitas PCR juga ditingkatkan oleh polimerase Taq. Pada
temperatur yang diperlukan oleh polimerase-DNA dari E. coli, primer dapat menempel pada
tempat lain yang mempunyai urutan sedikit berbeda dengan sasaran yang diinginkan.
Amplifikasi dapat terjadi bila penempelan primer tersebut terjadi pada serat yang berbeda.
Hasil yang tidak diinginkan dapat diperoleh dan mengganggu interpretasi. Fragmen yang
tidak benar tersebut, yang disintesis pada siklus awal PCR, akan dapat diamplifikasi dengan
efisien pada siklus-siklus berikutnya. Sebaliknya, penempelan primer pada posisi di luar yang
diharapkan dapat direduksi dengan nyata pada temperatur yang digunakan untuk polimerase
Taq. Dengan demikian, amplifikasi selain urutan sasaran dapat dihindari. Spesifisitas ini
ditingkatkan lagi dengan metode “hot start“, dimana semua reagensia dipanaskan sampai
72°C sebelum komponen akhir, yaitu polimerase Taq, ditambahkan. Peningkatan spesifisitas
ini menyederhanakan analisis produk PCR. Fragmen sasaran yang telah diamplifikasi dapat
dilihat dengan mudah pada gel yang diwarnai dengan etidium bromida, karena latar belakang
yang berupa fragmen yang tidak sasaran telah ditiadakan ( Kennedy and Oswald, 2011)
BAB IV
METODE PENELITIAN
1. Sampel Penelitian
Sampel yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah feces babi yang berasal dari
peternakan rakyat di Bali. Sampel diambil secara acak diseluruh Kabupaten dan Kotamadya
yang ada di Bali, di masing masing Kabupaten dan Kotamadya ditentukan daerah yang
merupakan sentral peternakan babi. Total jumlah sampel yang dipergunakan sebayak 183
sampel. Masing-masing sampel dibagi dua bagian, satu bagian untuk uji SAF dan yang
lainnya dipergunakan dalam pengujian molecular.
2. Bahan dan Alat Penelitian
Bahan yang dipergunakan adalah aquades, ether, larutan NaCl fisiologis, Sodium
dichromat, Sodium Acetic Formaldehyde (SAF) yang terdiri dari: 15 gr sodium asetat, 20 ml
asam asetat, 40 ml formaldehyde 40%, 925 ml air, DNA extraction kit, primers umum untuk
Entamoeba dan primers spesifik Entamoeba polecki, Reagen PCR (MgSo4, Enzim
Polimerase, dNTPs, PCR buffer, dH2O), Agarose Molecular grade, buffer TAE, DNA
Ladder, Loading dye, Edithium bromide, kertas parafilm, PCR Purification Kit.
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: tabung sampel kontainer, gelas
obyek,gelas penutup, gelas beker, saringan teh, tabung sentrifuse, sentrifugator, pipet pasteur,
rak tabung reaksi,kantung plastik, sendok plastik, tissue, kertas label, kain kasa pembalut,
corong, mikroskop, tabung ependorf (ukuran 0,5 ml, 1 ml, 1,5 ml dan 2 ml) pipetman (ukuran
10 µl, 20 µl, 100 µl dan 1000 µl), mesin vortex, waterbath, mesin PCR.
3. Pemeriksaan Mikroskopis dengan Metoda SAF (Coproscopical)
Sebanyak 2-5 gram feses ditampung pada larutan SAF dalam tabung dengan volume
10 ml. Disiapkan tabung reaksi dengan dasar runcing dalam rak tabung reaksi, dimasukkan
corong ke dalam tabung reaksi. Dipotong kain kasa pembalut dengan panjang kira-kira 10
cm, kemudian diletakkan di atas corong. Kocok feses yang berada pada larutan SAF sampai
homogen, Saring dengan dua lapis kain kasa pembalut pada tabung reaksi dengan dasar
runcing volume 10 ml. Dimasukkan tabung reaksi ke dalam centrifugator, centrifuge selama
2 menit dengan kecepatan 2000 rpm. Selanjutnya supernatan dibuang, kemudian letakkan
lagi pada rak tabung. Ditambahkan 7 ml NaCl fisiologis dan 2 ml ether ke dalam tabung.
Aduk dengan rata endapan yang telah ditambah NaCl fisiologis dan ether, suspensi tersebut
dikocok sehingga kotoran mengendap pada bagian ether. Centrifuge lagi selama 3 menit
dengan kecepatan 2000 rpm. Supernatan dibuang dengan hati-hati agar endapan tidak ikut
terbuang. Kemudian endapan diperiksa dibawah mikroskop dengan pembesaran 400x.
Sampel positif pada pemeriksaan mikroskopis dilanjutkan dengan pemeriksaan molekuler.

4. Ekstraksi DNA
Tahapan isolasi DNA Entamoeba spp. Mengacu pada prosedur suplaiyer (Qiagen,
2007). Sebanyak 180-220 mg sampel feses dimasukkan kedalam tabung mikrosentrifuge 2 ml
dan letakkan pada kotak yang berisi es. Tambahkan 1,4 ml buffer ASL pada masing masing
tabung yang berisi sampel, divortex selama 1 menit atau hingga sampel homogen. Masukkan
tabung kedalam waterbath dengan suhu 960C selama 5 menit. Vortex selama 15 detik lalu
sentrifuge dengan kecepatan maksimum selama 1 menit hingga terbentuk endapan didasar
tabung. Ambil 1,2 ml supernatan dan lmasukkan kedalam tabung mikrosentrifuge 2 ml yang
baru, endapannya dibuang. Tambahkan 1 tablet InhibitEX pada masing masing tabung,
langsung divortex hingga seluruh tablet tersuspensi dalam larutan sampel. Inkubasikan
suspensi pada suhu kamar selama 1 menit supaya partikel inhibitor teradsorbsi pada matriks
InhibitEX. Centrifuge sampel pada kecepatan maksimum hingga terbentuk endapan (ikatan
inhibitor dan matriks InhibitEX). Ambil seluruh supernatan lalu masukkan ke dalam tabung
mikrosentrifuge 1,5 ml baru, endapannya dibuang. Centrifuge sampel pada kecepatan
maksimum selama 3 menit.
Ambil lalu masukkan 200 µl supernatan pada tabung mikrosentrifuge 1,5 ml baru lalu
tambahkan 15µ proteinase K dan 200 µl buffer AL kemudian divortex selama 15 detik.
Inkubasikan pada suhu 70oC selama 10 menit. Tambahkan 200 µl etanol 96-100% sebagai
lisator dan vortex hingga tercampur.
Ambil cairan yang telah lisis dengan hati-hati agar tidak terbentuk gelembung udara
dan cairan tidak tertempel didinding tabung, lalu masukkan kedalam QiAmp spin column
yang diletakkan pada tabung mikrosentrifuge 2 ml. Tutup tabung QiAmp spin column lalu
centrifuge pada kecepatan penuh selama 1 menit, filtratnya dibuang dan ambil QiAmp spin
column untuk diletakkan pada tabung mikrocentrifuge yang baru. Tambahkan 500 µl buffer
AW1 kedalam QiAmp spin column lalu centrifuge pada kecepatan maksimum selama 1
menit, buang filtratnya dan letakkan QiAmp spin column pada tabung mikrocentrifuge 2 ml
yang baru dan tambahkan 500 µl buffer AW2, centrifuge pada kecepatan maksimum selama
3 menit. Buang filtratnya dan ulangi centrifuge pada kecepatan maksimum selama 1 menit.
Ambil QiAmp spin column dan masukkan kedalam tabung mikrocentrifuge 1,5 ml yg baru.
Tambahkan dengan meletakkan 50 µl buffer AE pada membran QiAmp spin column, inkubasi
selama 1 menit pada temperatur kamar. Centrifuge selama 1 menit pada kecepatan
maksimum. DNA tertampung bersama filtrat pada tabung mikrocentrifuge 1,5 ml.
5. Proses PCR
Reaksi PCR dilakukan pada total volume 25 µl yang mengandung 2 µl DNA
template, 5 µl PCR buffer, 1,5 µl MgCl2, 0,2 µl dNTPs, 0,1 µl Taq polymerase, 1 µl F
Primer, 1 µl R Primer dan 14,2 µl dH2O.
Deteksi Entamoeba secara umum dilakukan dengan menggunakan primer Entam 1
(F): (5’-GTT GAT CCT GCC AGT ATT ATA TG-3’) dan Entam 2 (R): (5’-CAC TAT TGG
AGC TGG AAT TAC-3’). Amplifikasi dilakukan pada mesin Thermalcycler Model TC25/H
dengan kondisi predenaturasi pada suhu 95oC selama 3 menit, diikuti 35 siklus dengan
kondisi reaksi sebagai berikut: denaturasi pada suhu 95oC selama 30 detik, annealing pada
suhu 57oC selama 30 detik dan polimerisasi pada suhu 72oC selama 30 detik. Pada bagian
akhir ditambahkan dengan polimerasi pada suhu 72oC selama 2 menit.
Sampel yang menunjukkan lebih dari satu band dilanjutkan dengan pengulangan PCR
menggunakan Primer spesifik untuk E. polecki yaitu Epolecki1 (F): (5’-TCG ATA TTT
ATA TTG ATT CAA ATG-3’) dan Epolecki2 (R): (5’-CCT TTC TCC TTT TTT TAT ATT
AG-3’). Amplifikasi dilakukan pada mesin Thermalcycler Model TC25/H dengan kondisi
predenaturasi pada suhu 94oC selama 5 menit, diikuti 35 siklus dengan kondisi reaksi sebagai
berikut: denaturasi pada suhu 94oC selama 30 detik, annealing pada suhu 55oC selama 30
detik dan polimerisasi pada suhu 72oC selama 30 detik. Pada bagian akhir ditambahkan
dengan polimerasi pada suhu 72oC selama 2 menit (Verweij et al., 2001).
6. Elektroforesis
Setelah reaksi PCR selesai dilanjutkan pada tahapan elektroforesis. Langkah kerjanya
sebagai berikut; Siapkan agarose 1,5% (75 mg + 50 ml TAE buffer) yang ditambahkan
sebanyak 2µl DNA Stainer. Masing-masing produk PCR diambil 5 µl dan dicampur dengan
2 µl loading dye. Kolom pertama diisikan DNA Ladder berukuran 100 bp. Elektroforesis
dilakukan pada tegangan 90 volt selama 35 menit. Visualisasi band yang muncul dilakukan
dengan UV transilluminator, kemudian difoto menggunakan kamera digital yang dilengkapi
dengan UV filter.
7. Purifikasi Produk PCR
Sampel yang menunjukkan adanya band pada gel elektroforesis selanjutnya
dimurnikan menggunakan DNA Purification Kit produksi Invitrogen. Gel yang terdapat band
dipotong menggunakan pisau scalpel steril tepat pada bandnya. Masukkan potongan gel
kedalam tabung spin khusus yang tersedia dalam kit lalu tambahkan binding buffer kira-kira
empat kali volume sampel, centrifuge pada kecepatan 10.000 rpm selama 1 menit. Buang
cairannya dan ambil spin tube, tambahkan 650 µl washing buffer lalu centrifuge pada
kecepatan 10.000 rpm selama 1 menit. Buang cairannya dan ulangi centrifuge pada kecepatan
maksimum selama 2-3 menit. Ambil spin tube dan masukkan kedalam tube baru lalu
tambahkan 30 µl elution buffer dan inkubasikan pada suhu ruang selama 1 menit. Centrifuge
pada kecepatan maksimum selama 2 menit, cairan tersebut mengandung produk DNA yang
siap untuk diproses selanjutnya.
8. Sequencing DNA dan Analisa Hasil Sequencing
DNA hasil purifikasi dikirim ke Laboratorium Eijkman untuk dilakukan analisa
sequencing. Hasil sequencing yang didapatkan kemudian dianalisa dan dibaningkan dengan
Gene Bank untuk menentukan spesies Entamoeba.
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Setelah dilakukan pemeriksaan terhadap 278 sampel feses babi (dari total 400 sampel
yang direncanakan) yang diambil dari peternakan babi dengan sistem peternakan tradisional
di seluruh wilayah pulau Bali diperoleh hasil sebagai berikut:

Tabel 5.1 Hasil pemeriksaan terhadap Entamoeba


PCR
Jumlah
No Coproscopical Entamoeba Entamoeba
sampel
spp polecki
1 183 155 (84,7%) 72 (46,45%) 0

Gambar 4.1 dibawah adalah bentuk Entamoeba yang teramati dibawah mikroskop
cahaya dengan pembesaran 400x. Terdapat babarapa variasi morfologi dan ukuran dari
Entamoeba yang ditemukan. Sehingga pada pengamatan ini tidak dapat dilakukan
identifikasi terhadap spesies Entamoeba yang menginfeksi babi tersebut, maka diperlukan
pemeriksaan lanjutan yaitu pemeriksaan molekuler.

Gambar 4.1 Morfologi Entamoeba pada pemeriksaan coproscocal dengan pembesaran 400x

Sebanyak 155 sampel feses babi yang positif pada pemeriksaan coproscopical
dilakukan ekstraksi DNA dan selanjutnya dilakukan pemeriksaan molekuler menggunakan
teknik PCR. Proses PCR dilakukan dalam dua tahapan yaitu yang petama menggunakan
primer umum Entamoeba diperoleh hasil seperti gambar 4.2 berikut.

A B

Gambar 4.2 Hasil elektrophoresis produk PCR Entamoeba umum

Gambar 4.2 A dan B diatas merupakan hasil elektrophoresis produk PCR


menggunakan primers umum Entamoeba, ladder DNA yang dipergunakan adalah sebesar
100 bp, dimana terlihat masing-masing 3 sampel yang menunjukkan hasil positif dengan
besar band berkisar antara 500-550 bp. Total sampel yang positif pada pemeriksaan ini adalah
sebanyak 46,45%.
Tahapan selanjutnya adalah proses PCR menggunakan pimers spesifik Entamoeba
yang bersifat zoonosis yaitu E. Pilecki. Hasil yang diperoleh daripemeriksaan ini adalah
sebanyak 0% dari sampel yang menunjukkan hasil positif.

Gambar 4.3 Hasil elektrophoresis produk PCR E. poleckii


Gambar 4.3 diatas menunjukkan bahwa seluruh sampel yang dipeiksa bukan
merupakan spesies Entamoeba polecki yang diketahui memiliki sifat zoonosis. Hal ini
ditunjukkan dengan tidak munculnya band pada hasil elektrophoresis tersebut. Penelitian ini
adalah pertama kalinya melakukan teknik molekuler untuk mendeteksi spesies Entamoeba
polecki pada feses babi di Bali. Temuan yang dihasilkan pada penelitian ini mengindikasikan
bahwa secara molekuler banyak babi di Bali yang terinfeksi oleh Entamoeba spp dengan
prevalensi 39,34%. Dari keseluruhan sampel positif tersebut tidak satupun memberikan hasil
positif ketika dilakukan PCR menggunakan primer spesifik terhadap E. Poleckii, hal ini
menandakan adanya kemungkinan bahwa jumlah DNA yang dihasilkan lebih rendah dari
batasan minimal yang mampu dideteksi menggunakan metode ini (Bakir et al, 2003).
Berbeda dengan penelitian kami, Verweij et al (2003) menemukan 1 dari 20 sampel feses
manusia yang berasal dari Ghana yang mereka periksa menunjukkan hasil positif terhadap E.
polecki.
Mengingat penelitian ini yang pertama dilakukan, tidak mudah untuk memperkirakan
jumlah sampel yang optimal untuk menyatakan bahwa di Bali merupakan daerah yang bebas
dari E. polecki. Seluruh (72) sampel positif tersebut kemungkinan dimiliki oleh spesies
Entamoeba lain seperti E. histolitica, E. suis dan E. coli. (Berrilli, et al. 2011; Levine, 1990;
Kuroki, et al. 1989; Smith and Meerovitch, 1985; Soulsby, 1982;). Perlu dilakukan pengujian
menggunakan metode yang lebih sensitif untuk mendeteksi E. poleckii yaitu menggunakan
metode Real-time PCR (Sukprasert et al, 2008).
BAB VI
PENUTUP

4.1 Simpulan
Simpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah pada seluruh sampel feses babi
yang berasal dari peternakan yang tersebar di Bali yang diperiksa menggunakan metode
molekuler tidak satupun yang teridentifikasi merupakan spesies Entamoeba yang bersifat
zoonosis yaitu E. polecki.

4.2 Saran
Perlu dilakukan pemeriksaan menggunakan metode yang lebih sensitif dan akurat
untuk mendeteksi spesies Entamoeba yang bersifat zoonosis.

Mengingat penyakit yang ditimbulkan oleh protozoa jenis Entamoeba spp sangat
terkait dengan sanitasi lingkungan dan personal higiene, diharapkan kepada masyarakat
khususnya peternak babi tetap untuk menjaga kebersihan lingkungan dengan tidak
membuang limbah ternaknya langsung ke lingkungan.
AGENDA PELAKSANAAN KEGIATAN

Bulan ke:
Jenis Kegiatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Peyusunan
proposal

Persiapan
bahan dan alat

Pengambilan
sampel
Pemeriksaan
SAF
Ekstraksi
DNA
PCR

Analisis hasil

Penyusunan
laporan
Evaluasi

BAB VII
PEMBIAYAAN
Perincian pembiayaan penelitian adalah sebagai berikut:
1. Anggaran untuk pelaksana (honor dan upah) : Rp. 3.850.000;
2. Anggaran untuk bahan habis pakai : Rp. 36.650.000;
3. Anggaran untuk perjalanan : Rp. 2.500.000;
4. Anggaran ntuk pengolahan data, laporan dan publikasi : Rp. 2.000.000;
Total biaya : Rp. 45.000.000;
Perincian biaya penelitian selengkapnya terdapat pada lampiran 1.
DAFTAR PUSTAKA

Adisasmito, W. 2007. Faktor Resiko Diare Pada Bayi Dan Balita di Indonesia. Makara
Kesehatan, Vol. 11, NO. 1, JUNI 2007: 1-10
Ahira, A. 2011. Industri dan Peternakan Babi. http://www.anneahira.com/babi.htm
Bakir B, Tanyuksel M, Saylam F. 2003 Investigation of waterborn parasites in drinking water
sources of Ankara, Turkey. J Microbiol ;41:148-51
Berrilli, F., C. Prisco, K.G. Friedrich, P.D. Cerbo, D.D. Cave and C.D. Liberato. 2011.
Giardia duodenalis assemblages and Entamoeba species infecting non-human
primates in an Italian zoological garden: zoonotic potential and management traits.
Parasites & Vectors 2011, 4:199
Burrows, RB. 1959. Morphological Differentiation of Entamoeba hartmanni and E. polecki
from E. histolytica. American Journal of Tropical Medicine and Hygiene, Sep 8 (8):
583-589.
Coen, D. M. dan S.J. Scarf. 1990. Enzymatic amplification of DNA by the polymarase chain
reaction. standard procedures and optimization. Dalam Ausubel, F. M., Brent, R.,
Kingston, R. E., Moore, D. D., Seidman, J. G., Smith, J. A. und Struhl, K. (Eds):
Current Protocols in Molecular Biology. Greene Pub. und Wiley, New York, 15.1.1-
15.1.7.
Cook, R. 2004. Entamoeba polecki. Microbiology & Immunology. www.stanford.edu
Deptan, 2012. Pedoman Pelaksanaan Penataan Usaha Budidaya Babi Ramah Lingkungan
Tahun 2012.
DPKP Bali, 2012. Potensi Babi di Bali. Indonesia Investment Coordinating Board. Direktorat
Pengembangan Potensi Daerah BKPM.
Duc, P.P., H.N. Viet, J. Hattendorf, J. Zinsstag, P.D. Cam, P. Odermatt. 2011. Risk Factors
For Entamoeba histolytica Infection In An Agricultural Community In Hanam
Province, Vietnam. Parasites & Vectors 2011, 4:102 doi:10.1186/1756-3305-4-102
Feldman. 1998. Sleisenger & Fordtran’s Gastrointestinal and Liver Disease. Edisi ke 6.
London; W.B. Saunders Company; Pages: 1648-79
Gandahusada S, Ilahude HH, Pribadi W, penyunting. 2002. Parasitologi Kedokteran. Edisi
ke-3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Gay, J.D., T.L. Abell, J.H. Thompson and V. Loth. 1985. Entamoeba polecki infection in
Southeast Asian refugees: multiple cases of a rarely reported parasite. Mayo Clin
Proc. 1985 Aug;60(8):523-30.
Herold, K.E and A. Rasooly. 2009. Lab On A Chip Technology. Biomolecular Separation
and Analysis. Caister Academic Press. 978-1-904455-47-9
Innis, M.A. and D.H. Gelfand. (1990). Optimization of PCRs. In Innis, M. A., Gelfand, D.
H., Sninsky, J. J. und White, T. J. (Eds) : PCR Protocols : A Guide to Methods and
Applications, Academic Press, California, 3-12.
Intarapuk, A., T. Kalambaheti, N. Thammapalerd, P. Mahannop, P. Kaewsatien, A.
Bhumiratana and D. Nityasuddhi. 2009. Identification of Entamoeba histolityca and
Entamoeba dispar by PCR Assay of fecal Specimens Obtained From Thai/Myanmar
Border Region. Southeast Asian J Trop Med Public Health Vol 40 No. 3 May 2009
Pages: 425-434
Kaufmann, J. 1996. Parasitic infections of domestic animals. A diagnostic manual.
Birkhäuser Verlag.
Kennedy, S. and N. Oswald. 2011. PCR Troubleshooting and Optimization: The Essential
Guide. Caister Academic Press. 978-1-904455-72-1
Korman SH dan R.J. Deckelbaumn. 1993. Enteric Parasites. Dalam: Wyllie R, Hyams JS,
penyunting. Pediatric Gastrointestinal Disease, pathophysiology, diagnosis,
management. Philadelphia: W.B.Saunders Company. Pages: 652-69.
Kuroki, T., S Yamai, T Koyama. 1989. Entamoeba polecki infection in a South East Asian
refugee in Japan. Japanese Journal of Medical Science and Biology (1989). Vol: 42,
Issue: 1, Pages: 25-29
Levine, ND. 1990. Buku Pelajaran Parasitologi Veteriner. Diterjemahkan oleh Prof. Dr.
Gatut Ashadi. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Lineares, F.J.B., L.N. Martinez, F.G. Orenes, H. Araes, M.D.P. Murcia and R. Moral. 2006.
Detection of intestinal parasites in pig slurry: A preliminary study from five farms in
Spain. Livestock Science 102 (2006) Pages: 237–242.
Liptan, 1996. Beternak Babi. Lembar Informasi Pertanian (LIPTAN) LPTP Koya Barat, Irian
Jaya No. 06/96.
Markell, J, and Krotoski. 1999. Medical Parasitology, 8th Edition," Philadelphia, PA, 1999.
Mohamadi, S.S. and W.A. Petri. 2006. Zoonotic Implications Of The Swine-Transmitted
Protozoal Infections. Veterinary Parasitology 140 (2006) Pages:189–203
Mullis, K. 2006. Discovery of PCR. PCR Station. http://www.pcrstation.com/inventor-of-pcr/
Nelson, W.E. 2000. Penyakit protozoa. Nelson Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 15. Volume 2.
EGC. Jakarta
Owen RL. 1989. Parasitic diseases. Dalam: Sleisenger M, Fordtran JS, penyunting.
Gastrointestinal Disease: Pathophysiology, diagnosis, management. Edisi ke 4.
Philadelphia:W.B.Saunders Company;. Pages: 1153-91.
Santos H.L.C., R. Bandea, L.A.F. Martins, H.W.D. Macedo, R.H.S. Peralta, J.M. Peralta,
M.I. Ndubuisi and A.J.D. Silva. 2010. Differential identification of Entamoeba spp.
Based on the analysis of 18S rRNA. Springer-Verlag, Parasitol Res (2010) 106,
Pages: 883–888.
Sendow, I dan R.M.A. Adjid, 2005. Penyakit Nipah Dan Situasinya di Indonesia. Wartazoa
Vol. 15 No. 2 Th. 2005
Smith, D.S. 2004. Entamoeba Polecki. Human Biology/Microbiology & Immunology103.
Smith, J.M and E. Meerovitch, 1985. Primates as a source of Entamoeba histolytica, their
zymodeme status and zoonotic potential. J Parasitol. 1985 Dec;71(6) Pages: 751-6.
Soewandojo, E. 2002. Amebiasis. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi Ketiga. Balai
Penerbit FK UI. Jakarta
Soulsby, E.J.L. 1982. Helminth, Artropods and Protozoa of Domesticated Animals. 7th Ed.
Bailliere Tindall, London
Sukprasert, S., P. Rattaprasert, Z. Hamzah, O.V. Shipin and P.C. Petmitr. 2008. PCR
detection of Entamoeba spp from surface and waste water samples using genus-
specific primers. The Southeast Asian Journal of Tropical Medicine and Public Health
01/2008; 39:6-9
Sumantra, 2011. Bali Tidak Lagi Datangkan Babi Dari Luar. Antara News. Sunday, July 3
2011 11:11 WIB.
Sunoto, 1990. Buku Ajar Diare. Departemen Kesehatan RI, Ditjen PPM dan PLP; Jakarta
Verweij, J.J., A.M. Polderman and C.G. Clark. 2001. Genetic Variation among Human
Isolates of Uninucleated Cyst-Producing Entamoeba Species. J Clin Microbiol. 2001
April; 39(4) Pages: 1644–1646.
Verweij, J.J., Laeijendecker, D., Brienen, E.A., van Lieshout, L., Polderman, A.M., 2003.
Detection and identification of Entamoeba species in stool samples by a reverse line
hybridization assay. J. Clin. Microbiol. 41 Pages: 5041–5045.
Vianna, E.N., J.O. Costa, C.K.S Santos, M.C.Cury, E.F. Silva, A.O. Costa and M.A Gomes.
2009. An alternative method for DNA extraction and PCR identification of
Entamoeba histolytica and E. dispar in fecal samples. Cambridge University Press
2009, Parasitology (2009), 136, Pages: 765–769.
Zaidman I. 1993. Intestinal Amoebiasis. Dalam: Bouchier IA, Allan RN, Hodgson HJ,
Keighley MR, penyunting. Gastroenterology, Clinical Science and Practice. Edisi ke-
2. London: W.B. Saunders Company. Pages: 1451-9.
LAMPIRAN

LAMPIRAN 1. PEMANFAATAN ANGGARAN PENELITIAN

1.1 Anggaran Untuk Pelaksana (Honor dan Upah)

Tim Minggu Bulan Upah jam /


Orang Jam/mg Total (Rp)
peneliti / Bln kerja minggu (Rp)

a. Ketua 1 2 5 10 21.500 2.150.000

b. Anggota 2 2 5 5 17.000 1.700.000

SUB-TOTAL 1.1 3.850.000

1.2 Anggaran untuk bahan habis pakai

N Nama bahan Banyaknya Kegunaan Harga (Rp)


o

1 Gloves 4 boks Sarung tangan saat pengambilan 200.000


sampel dan pemeriksaaan
laboratorium

2 Tabung 10 ml 800 buah Tempat penampungan sampel feces 1.600.000

3 Larutan SAF 10 liter Media penyimpanan sampel 750.000

4 Larutan Sodium 10 liter Media penyimpanan sampel untuk 900.000


dichromat pemeriksaan molekular

5 Ether 1 liter Bahan dalam pemeriksaan SAF 300.000

6 NaCl fisiologis 10 liter Bahan dalam pemeriksaan SAF 200.000

7 Aquadestila 10 liter Bahan dalam pemeriksaan SAF 100.000

8 Tabung centrifuge 20 buah Perlengkapan dalam pemeriksaan 400.000


kaca SAF

9 Pipet pasteur 2 boks Pengambilan sampel dalam 400.000


pembuatan preparat

10 Object glass dan 6 boks Membuat preparat untuk pemeriksaan 300.000


cover glass mikroskopis

11 Tabung Ependorf 1 boks Tabung dalam proses PCR 750.000


untuk PCR

12 Tabung Ependorf 1 boks Tabung dalam proses PCR 500.000


1,5 ml
13 Pipet tips 10 µl 3 boks Digunakan dalam pemeriksaan 900.000
molecular

14 Pipet tips 100 µl 3 boks Digunakan dalam pemeriksaan 450.000


molecular

15 Pipet tips 1.000 µl 3boks Digunakan dalam pemeriksaan 600.000


molecular

16 Stool DNA 3 boks Ekstraksi DNA pada feces babi 10.500.000


Extraction KIT

17 Primers 4 pasang Primer umum Entamoeba dan 2.500.000


basa primers E. polecki

18 Reagen PCR 250 PCR Reagen dalam proses PCR (dNTPs, 6.500.000
MgSo4, Taq polimerase, dH2O)

19 Agarose 1 boks Media dalam proses elektroforesis 1.800.000

20 Buffer TAE 1 liter Larutan dalam proses elektroforesis 1.100.000

21 Loading dye 2 ml Penanda DNA 1.300.000

22 DNA Ladder 100 500 µl Penanda ukuran panjang DNA 3.200.000


bp

23 Edithium bromide 10 ml Pewarnaan DNA 900.000

24 Parafilm paper 1 rol Pencampuran loading dye dengan 500.000


product PCR

SUB-TOTAL 1.2 36.650.000

1.3 Anggaran untuk perjalanan

N Jenis pengeluaran Keperluan Biaya (Rp)


o

1 Sewa kendaraan Kendaraan dalam pengambilan sampel (10 2.500.000


kali perjalanan)

SUB-TOTAL 1.3 2.500.000


1.4 Anggaran untuk pengolahan data, laporan dan publikasi

N Jenis pengeluaran Keperluan Biaya (Rp)


o

1 ATK Perlengkapan dalam penyusunan laporan 1.000.000

2 Publikasi Publikasi di journal terakreditasi 1.000.000

SUB-TOTAL 1.4 2.000.000

TOTAL ANGGARAN TH II ( 1.1+1.2+1.3+1.4) 45.000.000

LAMPIRAN 2. DUKUNGAN SARANA DAN PRASARANA PENELITIAN

2.1 LABORATORIUM

Laboratorium yang akan dijadikan tempat penelitinini ada di empat lokasi antara lain:
Laboratorium CSAD di kampus Bukit Jimbaran, Laboratorium parasitologi FKH-Unud,
Laboratorium Biomedik FKH-Unud dan Laboratorium Ejkman Jakarta. Laboratorium CSAD
merupakan laboratorium hasil kerjasama FKH Unud dengan Giesen University guna
menyelenggarakan penelitian-penelitian dibidang penyakit hewan. Disana tersedia peralatan
yang memadai untuk mendiagnosa penyakit yang disebabkan oleh parasit. Laboratorium
Biomedik merupakan laboratorium molekuler yang dimiliki oleh FKH Unud, disana
merupakan pusat penelitian dibidang molekuler, yang menyediakan beberapa mesin PCR
serta perlengkapan penunjang lainnya.

2.2 PERALATAN UTAMA

Peralatan utama yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat fasilitas
pemeriksaan parasit yang terdiri dari centrifuge dan mikroskop stereo, seperangkat peralatan
untuk ekstraksi DNA antara lain mikrocentrifuge, vortex, waterbath dan inkubator,
seperangkat peralatan PCR serta seperangkat peralatan sequencing DNA.
LAMPIRAN 3. BIODATA KETUA DAN ANGGOTA TIM PENELITI

1. Ketua Peneliti
A. Identitas Diri
1. Drh. Kadek Karang Agustina,
Nama Lengkap (dengan gelar) L
MP
2. Jabatan Fungsional Asisten ahli
3. Jabatan Struktural -
4. NIP/NIK/No.Identitas lainnya 198408042008121001
5. NIDN 0004088401
6. Tempat dan Tanggal Lahir Karangasem, 4 Agustus 1984
7. Alamat Rumah Br.Merta sari, Penatih Dangin Puri
8. Nomor Telepon/Faks /HP 081353306020
9. Alamat Kantor Kampus FKH-Jl PB Sudirman
10. Nomor Telepon/Faks 0361 223791
11. Alamat e-mail karang_dvm@yahoo.co.id
12. Lulusan yang telah dihasilkan S-1= 4 orang;
13. Mata Kuliah yg diampu 1. Kesmavet I dan II
2. Ilmu penyakit Zoonosis
3. Epidemiologi Veteriner
4. Dasar Komunikasi Veteriner
5. Etika Veteriner

B. Riwayat Pendidikan

Program S-1 S-2 S-3


Nama Perguruan Tinggi Univ. Udayana Univ. Udayana
Bidang Ilmu FKH Bioteknologi
Tahun Masuk 2002 2007
Tahun Lulus 2008 2010
Judul Skripsi/Thesis/Disertasi Identifikasi cacingPemanfaatan lendir
tipe strongyl pada kerang abalone
babi di Bali sebagai alternatif
obat luka bakar
Nama Pembimbing/Promotor Prof. Dr.drh. I Prof. Dr. I Made
Made Damriyasa, Dira Suantara, MS
MS dan drh. I Made dan Prof. Dr.drh. Ni
Dwinata, M.Kes Ketut Suwiti,
M.Kes
C. Pengalaman Penelitian dalam 5 Tahun Terakhir
(Bukan Skripsi, Tesis, maupun Disertasi)

Pendanaan
No. Tahun Judul Penelitian
Sumber *) Jml (Juta Rp.)
1. 2011 Penerapan Kombinasi Metode Hibah PHKI Rp. 25.000.000;
Pembelajaran Diskusi Kelompok dan
Student Centered Learning untuk
Meningkatkan Kompetensi Mahasiswa
2. 2012 Prevalensi Toxocara vitulorum Pada DIPA - Dosen Rp. 7.500.000
Induk dan Anak Sapi Bali di Wilayah Muda
Bali Timur
3 2013 Kandungan Antioksidan, Gizi dan DIPA - Dosen Rp. 7.500.000;
Kualitas Telur Asin Dengan Media Muda
Kulit Buah Manggis (Gracinia
Mangostana L)

D. Pengalaman Pengabdian kepada Masyarakat dalam 5 Tahun Terakhir

Pendanaan
Judul Pengabdian Kepada
No. Tahun Jml (Juta
Masyarakat Sumber *)
Rp.)
1. 2010 Pelayanan kesehatan dan pemberian vaksin SE DIPA Unud 4.000.000
pada ternak sapi di Desa Bona Kecamatan
Blahbatuh Gianyar

2. 2011 Sosialisasi penyakit rabies di Desa Buana Giri DIPA Unud 4.000.000
Kecamatan Bebandem Karangasem

3. 2011 Pemberian vaksin SE dan pelayanan kesehatan DIPA Unud 4.000.000


ternak sapi di Desa Keramas Kecamatan
Blahbatuh Gianyar

4. 2012 Sosialisasi penyakit Cacing Pita (Taenia DIPA Unud 4.000.000


solium) yang menyerang manusia dan babi di
Desa Tianyar Barat, Karangasem

5 2013 Pelatihan dan sosialisasi penerapan animal PNBP Unud 4.000.000


welfare dalam proses pemotongan hewan
(sapi) kepada para teknisi di rumah
pemotongan hewan Kabupaten Karangasem
E. Pengalaman Penulisan Artikel Ilmiah dalam Jurnal dalam 5 Tahun Terakhir

No. Judul Artikel Ilmiah Volume/Nomor Nama Jurnal


1. Sosialisasi Penyakit Rabies pada Siswa SLTA 10 (2)/2013 Jurnal Udayana
di Desa Bebandem Karangasem. Mengabdi
2. Prevalensi Toxocara vitulorum pada Induk dan 5(1) 2013 Buletin Veteriner
Anak Sapi Bali di Wilayah Bali Timur
3. Kualitas Susu Kambing Peranakan Etawah 2 (2)/ 2013 Indonesia Medicus
Post-Thawing Ditinjau Dari Waktu Reduktase Veterinus
dan Angka Katalase
4. Sosialisasi penyakit cacing pita daging babi dan 12 (1)/ 2013 Jurnal Udayana
beberasan pada masyarakat di Desa binaan Mengabdi
Unud, Desa Tianyar Barat, Karangasem
5. Identifikasi dan prevalensi cacing tipe strongyl 5 (2) / 2013 Buletin Veteriner
pada babi di Bali

F. Pengalaman Penyampaian Makalah Secara Oral pada Pertemuan/ Seminar


Ilmiah dalam 5 Tahun Terakhir

No. Nama Pertemuan ilmiah/ Seminar Judul Artikel Ilmiah Waktu dan
Tempat
1. Prosiding. Seminar Nasional Sapi Bali Studi Biologi Denpasar -
Perkembangan Metacestoda 2012
Taenia saginata Pada Sapi
Bali
2. International Workshop of Improvement Parasitiasis on Pig, Dog and Makassar -
and Sustainability of Sweetpotato - Pig Human in Papua, Indonesia 2012
Production Systems To Support
Livelihoods in Highland Papua and West
Papua, Indonesia
3. Proc. International Seminar on Timor List of Animal Diseases and Timor Leste
Leste’s Quarantine Regulations. August Animal Diseases Requiring - 2010
26th, 2010. Quarantine Provisions in
Timor Leste.

Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan dapat
dipertanggungjawabkan secara hukum. Apabila dikemudian hari ternyata dijumpai ketidak-
sesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima risikonya.
Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah satu persyaratan
dalam pengajuan penelitian : Hibah Grup Riset
Denpasar, 30 Oktober 2013
Pengusul,

(drh. Kadek Karang Agustina, MP)


NIP. 198408042008121001
2. Biodata anggota peneliti 1.

I. IDENTITAS DIRI

1.1 Nama Lengkap (dengan gelar) Prof. Dr. Drh, I Made Damriyasa MS. L
1.2 Jabatan Fungsional Guru Besar
1.3 NIP/NIK/No. identitas lainnya 19621231 198803 1017
1.4 Tempat dan Tanggal Lahir Karangasem, 31 Desember 1962
1.5 Alamat Rumah Jl. Tukad Badung XXIV No 11 Denpasar
1.6 Nomor Telepon/Faks -
1.7 Nomor HP 0817340627
1.8 Alamat Kantor Fakultas Kedokteran Hewan Universitas
Udayana, Jl. PB. Sudirman Denpasar, Bali.
1.9 Nomor Telepon/Faks 0361 223791
1.10 Alamat e-mail madedamriyasa@yahoo.com
1.11 Lulusan yg telah dihasilkan S-1= 65 orang ; S-2= - orang;
S-3= 3 orang
1.12 Mata Kuliah yg diampu Parasitologi (S1)
Patologi Klinik Veteriner (S1)
Imunologi Parasit (S2)
Ekologi Parasit (S2)
Epidemiologi (S2)
Parasitologi lanjutan (S3)
Biokimia Patogen (S3)

II. RIWAYAT PENDIDIKAN

2.1. Program: S1 S2 S3
2.2. Nama PT Universitas Universitas Justus Liebig
Airlangga Airlangga University Giessen
Surabaya Surabaya Germany
2.3. Bidang Ilmu Kedokteran Hewan Kedokteran Dasar Parasitologi
2.4. Tahun Masuk 1981 1990 1996
2.5. Tahun Lulus 1987 1993 2001
2.6. Nama Pembim- Dr. drh. D. N. K. Prof. Dr. Purnomo Prof. Dr. Horz
bing/ Promotor Laba Mahaputra MSc Zahner

III. PENGALAMAN PENELITIAN (bukan skripsi, tesis, maupun disertasi)

Tahun Judul Penelitian Penyandang


Dana
2010-2015 Improvement and sustainability of sweetpotato-pig ACIAR(Australi
production systems to support livelihoods in higland a), SARDI
Papua and West Papua, Indonesia (Australia), CIP
(Peru)
2011 Genetic resistence of local chicken on parasite infection Georg-August
University
Goettingen
Germany
2011 Penentuan data demografi dan ekologi anjing dalam DIPA Unud
menunjang program penanggulangan rabies yang (Hibah Unggulan
efisien, efektif dan berkelanjutan di Bali Udayana)
2008- 2010 Kajian epidemiologi neosporosis pada sapi bali DP2M Dikti
(Hibah
Kompetensi)
2010 Epidemiology, diagnosis, and reducing prevalence of ACIAR
zoonotic parasites in West Papua
2009 Zoonotic potential of Anisakis spp. in Balinese waters, DP2M Dikti
Indonesia (Hibah
kompetitif
penelitian
kerjasama
Internasional)
2005 Seroprevalensi Neospora caninum pada red fox di JLU Giessen,
Jerman Jerman
2006 Infeksi buatan cacing pita Taenia saginata pada sapi University of
bali Asahikawa
Jepang
2007 The anthelmintic activity of papaya fruit and betel nuts ACIAR
on gastrointestinal nematodes in pig (Australia)

2005 Seroprevalensi Trichinella pada red fox di Jerman JLU Giessen,


Jerman
2006 Seroprevalece of Toxoplasma and Trichinella in ACIAR
Jayawijaya Papua Indonesia (Australia)
2009 Seroprevalensi dan identifikasi molekuler Toxoplasma CSAD*
gondii pada kambing
2005 Survey on endoparasite infections of pigs in Wamena ACIAR
Papua (Australia)

Keterangan:
*- : CSAD (Center for Studies on Animal Diseases): Laboratorium kerjasama antara FKH
Universitas Udayana dengan Institute of Parasitology JLU Giessen, Jerman; penggalian
dananya diprakarsai oleh Prof. Dr. Christian Bauer (Visiting Professor di FKH Unud).

IV. PENGALAMAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT

Tahun Judul Kegiatan Sumber dana


2006 Pemanfaatan limbah biji pepaya sebagai obat cacing pada DIKTI,
peternakan ayam petelur di desa Penebel Tabanan Penerapan
IPTEKS
2005 Strategi pemberantasan penyakit parasiter dalam DIPA Unud
meningkatkan produksi pada peternakan babi rakyat di
desa Sibetan Karangasem
2004 Peningkatan produktifitas ternak babi melalui DIPA Unud
pemberantasan penyakit parasiter di desa Bungaya
Karangasem
2005 Strategi pemberantasan penyakit cacingan pada anjing DIPA Unud
lokal di obyek wisata Sanur dalam upaya pencegahan
penularannya yang bersifat zoonosis
2005 Pelayanan Kesehatan Ternak sapi di Bukit Jimbaran FKH Unud
Badung

2005 Peningkatan produktivitas ternak babi dengan menekan DIPA Unud


kematian pra sapih di desa Bebandem, Karangasem

V. DAFTAR PUBLIKASI

1 Damriyasa, IM., R. Volmer, K. Failing und C. bauer (1998):Representative


Querschnittsstudie über den Endo- und Ektoparasitenbefall in süd-hessischen
Zuchtsauenbetrieben. Proc. 18. Kongr. DTSCH. Ges. Parasitol., Dresden.
Abstrc. Nr. P22

2 Tenter, A.M., Seineke, P., Simon, K., Heckerozh, A.R., Damriyasa, IM., Bauer,
C., and H. Zahner (1999): Aktuelle Studien zur Epidemiologie von Toxoplasma-
Infetionen. Proc. German Veterinary Medical Society. 1999. p. 247-264

3 Damriyasa, IM., C. Bauer, R. Volmer, K. Failing, A. Tenter, P. Lind and H.


Zahner (1999): Survey on endo- and ectoparasite infections in sow farms in
southhern Hessen, Germany.Proc. 17th. Tnt. Conf. Wrld. Adv. Vet. Parasitol.,
Kopenhagen. Denmark. Abstr. Nr. g6.01

4 Damriyasa, IM., Suratma, N.A., Dwinata, IM., Apsari IAP., Schares G.,
Noeckler K., Schein E. and Baur C. (2000). Parasite infections in semi-
domesticated dogs in Bali, Indonesia. Proc. 18th. Int. Conf. Wrld. Adv. Vet.
Parasitol., Stressa-Italy. Abstr. Nr. E35p

5 Damriyasa, IM., N.A. Suratma, IM. Dwinata and C. Bauer (2000). Faecal
survey on endoparasite infections in breeding sows in two districts of Bali,
Indonesia. Proc. 19th. Kongr. DTSCH. Ges. Parasitol., Stuttgart
6 Damriyasa, IM., C. Bauer, K. Noeckler, A.M. Tenter and H. Zahner (2000).
Survey on zoonotic parasite infections in pigs in southern Bali, Indonesia. Proc.
19 th. Kongr. DTSCH. Ges. Parasitol., Stuttgart

7 Dharmawan, N.S., I B.W. Adnyana, and I M. Damriyasa. 2001. Prevalence of


Taenia hydatigena in pigs. The 18th International Conference of the World
Association for the Advancement of Veterinary Parasitology. 26-30 August
2001, Stresa, Italy.

8 Damriyasa, IM., Suratma, N.A., Dwinata, I.M., Tenter, A.M., Nöckler, K. and
C. Bauer (2001). Faecal and serological survey on Endoparasite infections of
sows in Bali, Indonesia. Proc. 18th. Int. Conf. Wrld. Adv. Vet. Parasitol., Stressa-
Italy. Abstr. Nr. E35p
9 Damriyasa, IM., R. Edelhofer, R. Volmer, C. bauer and H. Zahner (2001).
Current seroprevalence of Toxoplasma gondii infections in sows in two regions
of Germany. Proc. 18th. Int. Conf. Wrld. Adv. Vet. Parasitol., Stressa-Italy.
Abstr. Nr. A2p

10. DHARMAWAN, N.S., I.B. WINDYA ADNYANA, IM. DAMRIYASA


(2001): Prevalence of Taenia hydatigena cysticercosis in pigs in Bali, Indonesia.
Proceeding 18th Int. Conf. Wrld. Ass. Adv. Vet. Parasitol., Stresa/Italy, Abstr.
E36p, p. 64

11. Damriyasa, IM., R. Volmer, C. Bauer and H. Zahner (2002). Sarcoptes- und
Haematopinus-Befall bei Schweinen: Prävalenz und Risikofaktoren in
hessischen Ferkelzeugbetrieben. Proc. Meet. “ Bekaempfung und Epidemiologie
von Parasitosen”, Dtsch. Veterinaermed. Ges. Travemouende/D. 2002. Abstr.
No. 19

12 Damriyasa, IM., R. Volmer, C bauer and H. Zahner (2002). Sarcoptes- und


Haematopinus-Befall bei Schweinen: Prävalenz und Risikofaktoren in
hessischen Ferkelzeugbetrieben. Proc. German Veterinary Medical Society.
2002. P 19

13 Bart S., Vallejo G., Failing K., Damriyasa IM., Bauer C., Bauerfeind R. (2003).
Seroprevalence of Shigatoxin producing Eschiricia coli in breeding sows in
Hesse, Germany. Int. J. of Medical Microbiology 293 (2003). Suppl. No. 36,
139-140

14 Bauer C., T. Steinbach, C. Hermosilla, IM. Damriyasa, H.H.L. Sasse & H.


Zahner (2003). Anthelmintische Metaphylaxe in Pferdegruppen mit larvaler
Cyasthostominose: Ausloeser klinischer Erkrankung? Proc. Meet.
“Epidemiologie und Bekaempfung von Parasitosen”. Dtsch. Veterinaermed.
Ges., Leipzig. Abstr., p.50

15. Dharmawan, N.S., IM Damriyasa, C. Bauer, K. Noeckler. 2004. Zoonotic


parsite infections of pigs in Bali.Proc. the 3 rd. Indonesian Biotechnology
Conference. P. 186

16. Damriyasa, IM. 2004. Parasite problems contributing diare and death.
International pig production Workshop, 27-29 March 2004, Hue-Vietnam.
17. Damriyasa, IM. 2004. Pig production in Bali , International pig production
Workshop, 27-29 March 2004, Hue-Vietnam.
18. I.M. Putra, C. Cargill, IM Damriyasa, A.A. Putra, L. Kosay, S. Mahalaya, W.
Tiffen, P. Keteren, D. Peters. 2004. Survey Penyakit Babi di Kabupaten
Jayawijaya, Papua, Indonesia. Seminar Nasional BPTP Papua, 5-6 Oktober
2004, Jayawijaya.
19. Damriyasa IM., N.S. Dharmawan, IBK Ardana, AAS Kenderan, 2004.
Pemberantasan ekto dan endoparasit pada babi untuk meningkatkan
produktivitas ternak rakyat di desa Bebandem Karangasem. Udayana Mengabdi
3 (1) p. 7-8

20. Damriyasa, IM. Ardana I.B.K, Prelezov, P. Bauer, C. 2004. Cross-sectional


survey on ectoparasite investations in scavenging chickens in Bali Indonesia.
International Journal of Medical Microbiology, 239 Supp. 38, p. 69
21. Damriyasa, IM., K. Failing, R. Volmer, H. Zahner and C. Bauer (2004)
Prevalence, risk factors and economic importance of infestations with Sarcoptes
scabiei and Haematopinus suis in sows of pig breeding farms in Hesse,
Germany. Medical and Veterinary Entomology (2004) 18, 361-367

22. Damriyasa, IM. C. Bauer, R. Edelhofer, K. Failing, P. Lind, E. Petersen, G.


Schares, AM. Tenter, R. Volmer & H. Zahner (2004). Cross-sectional study in
pig breeding farm in Hesse, Germany: prevalence of antibodies to Toxoplasma
gondii, Sarcocystis spp. and Neospora caninum in sows and analyses of risk
factors. Veterinary Parasitology 126 (2004) 271-286

23. Damriyasa, IM., C. Bauer. 2005. Prevalence of eyeworm infections in free-


range chickens and ducks in Bali. Proc. The 20th. International Conference of
the World Association for the Advancement of Veterianary Parasitology, 16-20
October 2005, Christchurch, New Zealand,

24. Damriyasa, IM.,IBK. Ardana, PN. Prelezov, C. Bauer. 2005. Prevalence of


ectoparasite infestations in free-range chickens in Bali, Indonesia. Proc. The 20th.
International Conference of the World Association for the Advancement of
Veterianary Parasitology, 16-20 October 2005, Christchurch, New Zealand,

25. Damriyasa, IM., C. Cargill, IM Putra, 2005, Survey on endoparasite infections


of pigs in Wamena Papua. Proc. The 20th. International Conference of the World
Association for the Advancement of Veterianary Parasitology, 16-20 October
2005, Christchurch, New Zealand,

26. Damriyasa, IM., C. Cargill, IM Putra, 2005. Survey on Toxoplasma and


Trichinella infections of pigs in Jayawijaya Papua. Indonesia. Proc. The 20 th.
International Conference of the World Association for the Advancement of
Veterianary Parasitology, 16-20 October 2005, Christchurch, New Zealand
27. Damriyasa, IM., C. Bauer. 2005. Seroprevalence of Toxoplasma gondii in sows
in Muensterland, Germany. Dtsch. Tieraerztl. Wschr. 112 p. 201-240

28. Damriyasa, IM.,G. Schares, K. Noeckler, C. Bauer; 2006. Untersucgungen zur


Seropraevalenz von Neospora caninum, Toxoplasma gondii und Trichinella spp.
Bei Rotfuechsen aus Baden-Wuerttemberg. Proceeding Tagung der DVG-
Fachgruppe Parasitologie und parasitaere Krankheiten. 7-9 Juni 2006 in Wetzlar,
Germany

29. Damriyasa, IM., N.A. Suratma, C. Bauer. 2006. Survey on intestinal parasite
infections of children in Bali, Indonesia. 22. Jahrestagung der DGP an der VMU
Wien p. 135

30. Damriyasa, IM., C. Bauer. 2006. First survey on helminth infections of goats in
Bali, Indonesia. 22. Jahrestagung der DGP an der VMU Wien p. 136

31. Damriyasa, IM., IM Putra, C. Cargill. 2006.Survey on Trichinella infections of


pigs in Jayawijaya Papua Indonesia. Proc. 2nd. ASEAN Congress of Tropical
Medicine and Parasitology, Bandung May 21-23 2006. p. 22
32. Damriyasa, IM.,IM Putra, C. Cargill. 2006. Serologic prevalence of
Toxoplasma gondii in pigs in Jayawijaya Papua Indonesia. Proc. 2nd. ASEAN
Congress of Tropical Medicine and Parasitology, Bandung May 21-23 2006. p.
25

33. Yudistira D.G. I.M. Dwinata, IM Damriyasa, N.S. Dharmawan. 2006. Survey
on helminth infections of elephants in Elephant Safari Park Bali. Proc. 2nd.
ASEAN Congress of Tropical Medicine and Parasitology, Bandung May 21-23
2006. p. 22

34. Damriyasa, IM.,N.S. Dharmawan, C. Bauer, R. Edelhofer, A.M. Tenter. H.


Zahner. 2006. Contribution of Pigs for Parasitic Zoonosis in Bali. Proc. 2nd.
ASEAN Congress of Tropical Medicine and Parasitology, Bandung May 21-23
2006. p. 26

35. Damriyasa, IM.,N.S. Dharmawan, C. Bauer, R. Edelhofer, A.M. Tenter. H.


Zahner. 2006. Comparison of ELISA and IFAT for the detection of Toxoplasma
gondii antibodies in sows. Proc. 2nd. ASEAN Congress of Tropical Medicine
and Parasitology, Bandung May 21-23 2006. p. 22

36. Damriyasa, IM., N.S. Dharmawan, IB Made Oka. 2006. Peningkatan


produktivitas ternak babi dengan menekan kematian prasapih di desa Bebandem
Karangasem. Udayana Mengabdi 5 (1). P. 48-49.

37. Damriyasa, IM., C. Bauer. 2006. Prevalence and age-depending occurrence of


gastrointestinal protozoa infections in suckling piglets. Berl. Munch. Tieraerztl.
Wochenschr. 119, p. 287-290.

38. Steinbach, T., C. Bauer, H. Sasse, W. Baumgaertner, C. Rey-Moreno, C.


Hermosilla, IM. Damriyasa, H. Zahner, 2006. Small strongyle infection:
Consequences of larvacidal treatment of horses with fenbendazole and
moxodectin. Veterinary Parasitology, 139 p. 115-131

39. Damriyasa, IM. Schares G, and Bauer C. 2007. Cross-sectional survey on


seroprevalence of Neospora caninum infection in Bali cattle (Bos javanicus) in
Bali, Indonesia. Proc. The 21st. International Conference of the World
Association for the Advancement of Veterianary Parasitology, 19-23 August
2007, Gent/Belgium, p. 258
40. Damriyasa, IM. And Bauer C. 2007. Cross-sectional survey on helminth
infections of goats in Bali, Indonesia. Proc. The 21st. International Conference of
the World Association for the Advancement of Veterianary Parasitology, 19-23
August 2007, Gent/Belgium, p. 258

41. SYAHPUTRA, A.T., DAMRIYASA, I.M., PUTRA, I.M., MAHALAYA, S.,


KOSSAY, L. & CARGILL, C. (2007). Improving the efficiency of the
sweetpotato-pig production in Jayawijaya Regency of Papua Province: reducing
parasite infection in pigs. Commonwealth Veterinary Association Journal 23 (2):
5-9

42. DHARMAWAN, N.S., I M. DAMRIYASA, DAN I NENGAH KAPTI. 2007.


Intensitas Cystisercus bovis pada sapi Bali yang diinfeksi onkosfer Taenia
saginata. Prosiding Simposium Nasional Parasitologi dan Penyakit Tropis.
Fakultas Kedokteran dan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana,
Denpasar, 25-26 Agustus 2007.

43. H. W. Palm., I.M. Damriyasa, Linda, I.B.M. Oka, 2008; Molecular genotyping
of Anisakis Dujardin, 1845 (Nematoda: Ascaridoidea: Anisakidae) larvae from
fish of Balinese and Javanese waters, Indonesia. Helminthologia, 45, 1:3-12,
2008

44. AL-KHLIEF, A., DAMRIYASA, I.M.., BAUER, C., MENGE, C. & HERBST,
W. (2009): Serosurvey for infections with Leptospira serovars in pigs from Bali,
Indonesia. Deutsche Tierärztliche Wochenschrift 116, 389-391

45. DHARMAWAN, N.S., I M. DAMRIYASA, I N. KAPTI, P. SUTISNA, M.


OKAMOTO AND A. ITO. (2009). Experimental Infection of Taenia saginata
eggs in Bali Cattle: Distribution and Density of Cysticercus bovis. J. Vet. 10
(4):178-183.

46. DHARMAWAN, N.S., A.A.S. KENDERAN, I.B.K. ARDANA, I G.


MAHARDIKA, N. SULABDA AND I M. DAMRIYASA. (2009). Studies on
the hematology status of bali cattle in Bali. Proc. International Conference on
Biotechnology, Bali, September, 15-16, 2009.

47. DHARMAWAN, N.S., I N. KAPTI AND I M. DAMRIYASA. (2009).


Biological studies of development Taenia saginata metacestodes in bali cattle.
Proc. International Conference on Biotechnology, Bali, September, 15-16, 2009.

48. I.M. DWINATA, N. ADI SURATMA, I.B. M. OKA, A.A.G. ARJANA AND
I.M. DAMRIYASA (2009) Isolation of Toxoplasma gondii in Village Chicken
in Bali, Proc. International Conference on Biotechnology, Bali, September, 15-
16, 2009.

49. I.M DAMRIYASA (2009) Epidemiology of Zoonotic parasites in village pigs


Protozoa and Trichinella sp. Proc. International Workshop on Improvement and
Sustainability of Sweetpotato-Pig Production Systems to Support Livelihoods in
Highland Papua and West Papua, Indonesia. Wamena Papua 20th - 23th July
50. I.M DAMRIYASA (2009) The importance of parasites in village pig
production. Proc. International Workshop on Improvement and Sustainability of
Sweetpotato-Pig Production Systems to Support Livelihoods in Highland Papua
and West Papua, Indonesia. Wamena Papua 20th - 23th July

51. DAMRIYASA, IM., SCHARES G. AND C. BAUER (2010) Seroprevalence of


antibodies to Neospora caninum in Bos Javanicus (Bali cattle) from Indonesia.
Trop. Anim. Health Prod. 42: 95-98

52 I A P Apsari, W T Artama, Sumartono, I M Damriyasa (2012). Sekuen Gen Surfece


Antigen-1 dan Bradizoit Antigen-1 Takizoit Toxoplasma gondii sebagai Kandidat
Pemindai DNA. Jurnal Veteriner Vol. 13 No. 4; 330-339
53 I M Dwinata, I B Oka, N A Suratma, I M Damriyasa (2012). Seroprevalensi dan
Isolasi Toxoplasma gondii pada Ayam Kampung di Bali. Veteriner Vol. 13 No. 4;
340-344
54 A A S Kendran, I M Damriyasa, N S Dharmawan, I B K Ardana, L D Anggreni
(2012). Profil Kimia Klinik Darah Sapi Bali. Veteriner Vol. 13 No. 4; 410-415

VI. PENGALAMAN PENULISAN BUKU

Tahun Judul Buku Jumlah Penerbit


Halaman

2002 Querschnittsstudie zu Parasitosen bei 178 Fachverlag Koehler,


Zuchtsauen in südhessischen Giessen
Betrieben. ISBN 3-935713-15-0
2008 Neosporosis pada sapi. ISBN 978-602- 110 Pelawa Sari
8409-00-1 Denpasar.

VII. PENGALAMAN MERUMUSKAN KEBIJAKAN PUBLIK/REKAYASA SOSIAL


LAINNYA

Tahun Judul/Tema/Jenis Rekayasa Sosial Tempat Respons


Lainnya yang Telah Diterapkan Penerapan Masyarakat

2009 Rancangan Peraturan Daerah Tentang Pemerintah Positif


Rabies di Bali Provinsi Bali

Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan dapat
dipertanggungjawabkan secara hukum. Apabila di kemudian hari ternyata dijumpai ketidak-
sesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima risikonya.

Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah satu persyaratan
dalam pengajuan hibah Penelitian Kompetensi.

(Prof. Dr. Drh. I Made Damriyasa MS)


3. Biodata Anggota Peneliti 2

A. Identitas diri
Nama Lengkap : Prof. Dr. Nyoman Sadra Dharmawan, MS.
Tempat/tgl lahir : Karangasem, Bali / 5 Oktober 1958
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Dosen pada Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana
NIP : 19581005 198403 1 002
NIDN : 0005105812
Pangkat/Gol. : Pembina Utama / IV/e
Jabatan Fungsional : Guru Besar (sejak 1 Mei 2002)
Alamat Kantor : Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana
Jl. PB. Sudirman, Denpasar, Bali. Telp/Fax: 0361223791
Alamat Rumah : Jl. Sekar Tunjung XVI No. 99 A Denpasar, Bali
No. HP : 081338776965
E-mail : nsdharmawan@yahoo.com; nsdharmawan@unud.ac.id

B. Riwayat Pendidikan :
1965-1970 : SD Bebandem, Karangasem, Bali
1971-1973 : SMP Negeri Karangasem, Bali
1974-1976 : SMA Negeri I Denpasar, Bali
1977-1981 : (S1) pada FKH-UGM Yogyakarta
1981-1982 : Profesi Dokter Hewan pada FKH-UGM Yogyakarta
1988-1990 : (S2) pada PPS-IPB Bogor
1992-1995 : (S3) Program Sandwich pada Prince Leopold Institute of Tropical
Medicine, Antwerpen, Belgia dan PPS-IPB Bogor.
C. Riwayat Pekerjaan :
1983-sekarang : Dosen pada Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana
2002-sekarang : Dosen Program Pendidikan Doktor (S3) Ilmu Kedokteran Program
Pascasarjana Universitas Udayana.
2010-sekarang : Dosen Program Pendidikan Doktor (S3) Ilmu Peternakan Program
Pascasarjana Universitas Udayana.
2010-sekarang : Dosen Program Studi Kedokteran Hewan (S2) Program Pascasarjana
Universitas Udayana.
1997-2001 : Dekan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana
2001-2005 : Ketua Lembaga Pengabdian kepada Masyarakat Universitas
Udayana
2006-2009 : Sekretaris Badan Penjaminan Mutu Universitas Udayana
2005-sekarang : Majelis Pendidikan Profesi Kedokteran Hewan Indonesia
2009-sekarang : Ketua Kelompk Riset Center for Studies on Animal Diseases FKH
Universitas Udayana
2007-sekarang : Anggota Tim Pengembang Quality Assurance Direktorat Akademik
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan

D. Kegiatan Penelitian (2001 - 2013)


1. Survei Epidemiologi Taeniasis/Sistiserkosis di Bali (Kecamatan Kubu, Kabupaten
Karangasem). Tahun 2013. 21-26 Januari 2013.
2. Pemanfaatan Cairan Kista Taenia saginata Sebagai Kandidat Vaksin Sistiserkosis dan
Taeniasis. Dana Penelitian Hibah Kompetensi Dikti. Tahun 2012. Ketua Peneliti.
3. Upaya Peningkatan Produktivitas Ternak Kambing Dengan Pemberian Pakan
Mengandung Urea-Kapur dan Ubi Kayu. Dana Prioritas Nasional Masterplan
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025. Fokus
Koridor Ekonomi Bali-Nusa Tenggara. Tahun 2012.
4. Survei Epidemiologi Taeniasis/Sistiserkosis di Bali (Kecamatan Kubu, Kabupaten
Karangasem). Tahun 2011.
5. Survei Epidemiologi Taeniasis/Sistiserkosis di Papua (Distrik Kurulu dan Asologaima,
Lembah Baliem, Wamena). Tahun 2011.
6. Pemanfaatan Nutraceutical Isoflavon Tempe untuk Mencegah Penyakit Osteoporosis
pada Tikus Sebagai Hewan Model. Tahun 2011.
7. Survei Hama dan Penyakit Hewan Karantina (HPHK) di Timor Leste. Kerjasama
Universitas Udayana dan Ministry of Agriculture and Fisheries Timor Leste dalam
rangka penyusunan List of Timor Leste’s Quarantine and Non-Quarantine Pest and
Diseases (List A & B). Ketua Tim Survei. Tahun 2010.
8. Epidemiologi Taeniasis/Sistiserkosis di Wamena, Jayawijaya, Papua. 2010.
9. Epidemiologi Taeniasis/Sistiserkosis di Busung Yeh Kauh, Buana Kubu, Renon,
Pemkot Denpasar; dan Br Pamesan Ketewel, Pemkab Gianyar Provinsi Bali, Tahun
2010.
10. Pemanfaatan Nutraceutical Isoflavon Tempe untuk Mencegah Penyakit Osteoporosis
pada Tikus Sebagai Hewan Model. Tahun 2010.
11. Evaluasi ”Crude Antigen” dari Cairan Kista Taenia saginata untuk Uji Serologis
Taenia saginata Sistiserkosis. 2009. Dana Hibah Kompetitif Penelitian Sesuai
Prioritas Nasional (Riset Unggulan Strategis Nasional). Ketua Peneliti.
12. Profil Klinis Sapi Bali. 2008. Dana Hibah Universitas Udayana. Ketua Peneliti.
13. Monitoring dan Evaluasi Pelaksanaan Penelitian di Universitas Udayana Sumber
Dana DIPA. 2007.
14. Monitoring dan Evaluasi Proses Pembelajaran di Program Studi Universitas Udayana.
2007.
15. Infeksi Eksperimental Taenia saginata pada Sapi Bali. 2006. Kerjasama dengan
Asahikawa Medical Collage, Asahikawa, Japan. Ketua Peneliti.
16. Studi Cacing Gastrointestinal pada Gajah Sumatera (Elephas maximus sumateranus)
di Taman Safari Gajah, Taro, Gianyar, Bali. 2006.
17. Pembuatan Peta Kemanan Bali (Suatu Studi tentang Sistem Pengamanan Terpadu
Provinsi Bali). 2006. Koordinator Tim Pelaksana.
18. Pemanfaatan Subsidi Langsung Tunai Bagi Rumah Tangga Miskin di Bali. 2006.
Kerjasama dengan Menkokesra Jakarta. Koordinator Pelaksana.
19. Pemantauan dan Evaluasi Pelaksanaan Program Kompensasi Pengurangan Subsidi
BBM di Bali, Tahun 2005, Kerjasama dengan Menkokesra Jakarta. Koordinator
Pelaksana.
20. Kegiatan Pendidikan Tambahan (Retooling Program Batch II), Tahun 2004,
Kerjasama dengan TPSDP Dikti, Jakarta. Koordinator Pelaksana.
21. Pemantauan dan Evaluasi Pelaksanaan Program Kompensasi Pengurangan Subsidi
BBM di Bali, Tahun 2003, Kerjasama dengan Menkokesra Jakarta. Koordinator
Pelaksana.
22. Dasar Pendidikan Propinsi Bali, Tahun 2003, Kerjasama dengan Litbang Diknas
Jakarta. Koordinator Pelaksana.
23. Dampak Trgedi Bom Bali, Tahun 2002. Kerjasama dengan UNDP. Koordinator
Lapangan.
24. Pemeriksa Fisik Kekayaan Penyelenggara Negara Wilayah Bali, Tahun 2001.
Kerjasama dengan KPKPN Jakarta. Koordinator Pelaksana.
E. Publikasi Ilmiah (2001-2013)
1. Assa, I., Satrija, F., Lukman, D.W., Dharmawan, N.S., Dorny, P. 2012. Faktor
Resiko Babi yang Diumbar dan Pakan Mentah Mempertinggi Prevalensi Sistiserkosis.
J. Vet. 13(4): 345-352.
2. Kendran, A.A.S., Damriyasa, IM., Dharmawan, N.S., Ardana, I.B.K., Anggreni, L.D.
2012. Profil Kimia Klinik Darah Sapi Bali. J. Vet. 13(4): 410-415.
3. Dharmawan, N.S., Swastika, K., Suardita, IK., Kepeng, IN., Sako, Y., Okamoto, M.,
Yanagida, T., Wandra, T., Ito, A. 2012. Pig Cysticercosis in Karangasem, Bali,
Indonesia. Presented in International Symposium on Cestode Zoonoses Control.
Shanghai, China. October 29-30, 2012.
4. Sismami, D.A., Oka, I.B., Dharmawan, N.S. 2012. Infeksi Cacing pada Ular Kobra
(Naja sputatrix) di Bali. Disampaikan pada Konferensi Ilmiah Veteriner Nasional Ke-
12 Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (KIVNAS Ke-12). Yogyakarta. 10-13
Oktober 2012.
5. Dharmawan, N.S., Dwinata, IM., Swastika, K., Damriyasa, IM., Oka, I.B.M.,
Agustina, K.K. 2012. Studi Biologi Perkembangan Metacestoda Taenia saginata
pada Sapi Bali. Prosiding Seminar Nasional “Peningkatan Produksi dan Kualitas
Daging Sapi Bali Nasional” Bali, 14 September 2012.
6. Dharmawan, N.S., Swastika, K., Putra, I M., Wandra, T., Sutisna, P., Okamoto, M.,
Ito, A. 2012. Present Situation and Problems of Cysticercosis in Animal in Bali and
Papua. J. Vet. 13 (2): 152-160.
7. Swastika, K., Dewiyani, C.I., Yanagida, T., Sako, Y., Sudarmaja, M., Sutisna, P.,
Wandra, T., Dharmawan, N.S., Nakaya, K., Okamoto, M., Ito, A. 2012. An ocular
cysticercosis in Bali, Indonesia caused by Taenia solium Asian genotype. Parasitol
Int. 61 (2): 378-380.
8. Dharmawan, N.S., Swastika, K., Suardita, IK., Kepeng, IN., Sako, Y., Okamoto, M.,
Yanagida, T., Wandra, T., Ito, A. 2011. Case Report: A Massive Infection with
Taenia solium Cysticerci in A Pig, Bali, Indonesia. Presented in Joint International
Tropical Meeting 2011 (JITMM 2011) “One World-One Health”. Bangkok, Thailand.
1-2 December 2011.
9. Dharmawan, N.S., Damriyasa, I M., Ardana, I.B.K., Kendran, A.A.S., Agustina, K.K.
2011. Sosialisasi Penyakit Rabies pada Siswa SLTA di Desa Bebandem Karangasem.
Udayana Mengabdi. 10 (2): 95-98.
10. Suarsana, I N., Dharmawan, N.S., Gorda, I W., Priosoeryanto, B.P. 2011. Tepung
Tempe Kaya Isoflavon Meningkatkan Kadar Kalsium, Posfor dan Estrogen Plasma
Tikus Betina Normal. J.Vet. 12 (3): 229-234.
11. Suarsana, I N., Dharmawan, N.S., Priosoeryanto, B.P. 2011. Effect of Isoflavone
Tempe on the Superoxida Dismutase (SOD) and Malondialdehyde (MDA) of Femele
Rats as Animal Osteoporosis Model. Proc. The 3rd International Conference on
Bioscience and Biotechnology. Bali, Indonesia. September 21-22, 2011.
12. Wandra, T., Raka Sudewi, A.A., Swastika IK., Sutisna, P., Dharmawan, N.S., Yulfi,
H., Darlan, D.M., Kapti, I N., Samaan, G., Sato, O.M., Okamoto, M., Sako, Y., Ito, A.
2011. Taeniasis/Cysticercosis in Bali, Indonesia. Southeast Asian J. Trop. Med.
Public Health. 42 (4): 793-802.
13. Ito, A., Okamoto, M., Li, T., Wandra, T., Dharmawan, N.S., Swastika, I K.
Dekumyoy, P., Kusolsuk, T., Davvajav, A., Davaasuren, A., Dorjsuren, T.,
Mekonnen, S.M., Negasi, Z.H., Yanagida, T., Sako, Y., Nakao, M., Nakaya, K.,
Lavikainen, A.J., Nkouawa, A., Mohammadzadeh, T. 2011. The first workshop
towards the control of cestoda zoonoses in Asia and Africa. Parasites & Vectors
2011. 4: 114doi:10.1186/1756-3305-4-114.
14. Dharmawan, N.S., K. Swastika, IM. Putra, T. Wandra, P. Sutisna, M. Okamoto, A.
Ito. 2011. Present Situation and Problems of Cysticercosis in Animal in Bali and
Papua. Presented on The 1st International Seminar for Technology Transfer for
Immuno and Molecular diagnosis of Taeniasis/Cysticercosis and Echinococcosis.
Asahikawa Medical University, Japan. February, 14-19, 2011.
15. Dharmawan, N.S., K. Budaarsa, I K. Mangku Budiasa, N.N. Suryani, I G. Mahardika.
2010. Pelayanan Kesehatan Hewan pada Sapi Putih Taro Gianyar. Udayana
Mengabdi. 9 (2): 104-107.
16. Dharmawan, N.S., A.A.S. Kendran, I.B.K. Ardana, I G. Mahardika, N. Sulabda, I M.
Damriyasa. 2010. Evaluation of Hematologic Values in Bali Cattle (Bos
sondaiucus). Proc. International Seminar Conservation and Improvement of World
Indigenous Cattle. Bali 3rd – 4th September 2010.
17. Kendran, A.A.S., N.S. Dharmawan, I.B.K Ardana, I G. Mahardika, I M. Damriyasa.
2010. Evaluation of Clinical Chemestry in Bali Cattle. Proc. International Seminar
Conservation and Improvement of World Indigenous Cattle. Bali 3rd – 4th September
2010.
18. Dharmawan, N.S., I M. Damriyasa, I N. Suartha. K.K. Agustina. 2010. List of
Animal Diseases and Animal Diseases Requiring Quarantine Provisions in Timor
Leste. Proc. International Seminar on Timor Leste’s Quarantine Regulations. August
26th, 2010.
19. Dharmawan, N.S., I M. Dwinata, I M. Damriyasa. 2010. Evaluasi Crude Antigen
Dari Cairan Kista Taenia saginata Untuk Uji Serologis Taenia saginata Sistiserkosis.
Proc. Seminar Hasil Penelitian Strategis Nasional di Universitas Udayana, Kampus
Bukit Jimbaran, 31 Maret – 1 April 2010.
20. Dharmawan, N.S., I M. Damriyasa, I N. Kapti, P. Sutisna, M. Okamoto and A. Ito.
2009. Experimental Infection of Taenia saginata eggs in Bali Cattle: Distribution and
Density of Cysticercus bovis. J. Vet. 10 (4):178-183.
21. Dharmawan, N.S., A.A.S. Kenderan, I.B.K. Ardana, I G. Mahardika, N. Sulabda and I
M. Damriyasa. 2009. Studies on the hematology status of bali cattle in Bali. Proc.
International Conference on Biotechnology, Bali, September, 15-16, 2009.
22. Dharmawan, N.S., I N. Kapti and I M. Damriyasa. 2009. Biological studies of
development Taenia saginata metacestodes in bali cattle. Proc. International
Conference on Biotechnology, Bali, September, 15-16, 2009.
23. Wandra, T., Raka Sudewi, A.A., Sutisna, P., Dharmawan, N.S., Yulfi, H., Darlan,
D.M., Swastika, I M., Okamoto, M., Sako, Y., Ito, A. 2009. Present Situation of
Cysticercosis/ Neurocysticercosis in Indonesia. Presented in The Word Federation
Neurology (WFN) in International Movement Disorder and 1st National Scientific
Meeting Neurotraumatology, Neuroinfection, Neurooncology, Bali, November 13-
15th 2009.
24. Dharmawan, N.S. 2008. Research activities in CSAD Faculty of Veterinary
Medicine Udayana University within the last three years. Presented on The
International Seminar of Taenisis and Cysticercosis, Asahikawa Medical College,
Asahikawa, Japan. October 21-22, 2008.
25. Wandra, T., S.S. Margono, M.S. Gafar, J.M. Saragih, P. Sutisna, N.S. Dharmawan,
A.A. Raka Sudewi, A.A. Depary, H. Yulfi, D.M. Darlan, I. Samad, M. Okamoto,
M.O. Sato, H. Yamasaki, K. Nakaya, P.C. Craig and A. Ito. 2007. Taeniasis /
Cysticercosis in Indonesia, 1996-2006. Southeast Asian J Trop Med Public Health.
38 (Supp 1): 140-143.
26. Dharmawan, N.S., I M. Damriyasa, dan I Nengah Kapti. 2007. Intensitas Cystisercus
bovis pada sapi Bali yang diinfeksi onkosfer Taenia saginata. Prosiding Simposium
Nasional Parasitologi dan Penyakit Tropis. Fakultas Kedokteran dan Fakultas
Kedokteran Hewan Universitas Udayana, Denpasar, 25-26 Agustus 2007.
27. Dharmawan, N.S. 2006. Epidemiologi Taeniasis di Indonesia. Prosiding Workshop
Penanggulangan Taeniasis. Direktorat Kesehatan Masyarakat Veteriner Dirjen
Peternakan dan Dinas Peternakan Provinsi NTT, Kupang, 3-4 Juli 2006.
28. Wandra, T., P. Sutisna, N.S. Dharmawan, S.S. Margono, R. Sudewi, T. Suroso, P.S.
Craig, A. Ito. 2006. High Prevalence of Taenia saginata taeniasis and status of
Taenia solium cysticercosis in Bali, Indonesia, 2002 – 2004. Trans. Royal Soc Trop
Med & Hygiene. (100): 346-353
29. Dharmawan, N.S., I M. Damriyasa, C. Bauer, K. Noeckler. 2006. Contribution of
pigs for parasitic zoonoses in Bali. Proc. 2nd Asean Congress of Tropical Medicine
and Parasitology. Bandung, May 21-23, 2006.
30. Damriyasa, I M., N.S. Dharmawan, C. Bauer, R. Edelhofer, A.M. Tenter and H.
Zahner. 2006. Comparison of ELISA and IFAT for the detection of Toxoplasma
gondii antibodies in Sows. Proc. 2nd Asean Congress of Tropical Medicine and
Parasitology. Bandung, May 21-23, 2006.
31. Yudistira, D.G., I M. Dwinata, I M. Damriyasa and N.S. Dharmawan. 2006. Survey
on helminth infections of elephants in Elephant Safari Park Bali. Proc. 2 nd Asean
Congress of Tropical Medicine and Parasitology. Bandung, May 21-23, 2006.
32. Damriyasa, I M., N.S. Dharmawan dan I.B.M. Oka. 2006. Peningkatan produktivitas
ternak babi dengan menekan kematian prasapih di Desa Bebandem, Karangasem.
Udayana Mengabdi. 5(2): 48-49.
33. Margono, S.S., A.A. Abdullah, S. Himawan, N.S. Dharmawan, T. Wandra. 2005.
Notes on Echinococcus and Echinococcosis in Indonesia. Taeniasis/Cysticercosis
and Echinococcosis in Asia. Asian Parasitology (2): 251-257.
34. Dharmawan, N.S., K. Budaarsa, I M. Suasta dan I W Sudiastra. 2005. Pengendalian
Penyakit Ternak di Desa Basangalas Karangasem Melalui Pelayanan Kesehatan
Hewan. Udayana Mengabdi. 4(1): 25-28.
35. Kendran, A. A. S., N. S. Dharmawan dan K. Budaarsa. 2005. Penyuluhan dan
Pelayanan Kesehatan Hewan Kesayangan di Wilayah Pariwisata Amed Karangasem.
Udayana Mengabdi. 4(1): 18-19.
36. Sardiana, I K., W. P. Windia dan N.S. Dharmawan. 2005. Program Taman Gumi
Banten: Upaya Menumbuhkan Partisipasi Masyarakat dalam Pelestarian Hutan. Proc
Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan Berkearifan Lokal. Denpasar.
37. Dharmawan, N.S., I M. Damriyasa, C. Bauer, and K. Noeckler. 2004. Zoonotic
Parasite Infection of Pigs in Bali. Program and Abstracts The 3rd Indonesian
Biotechnology Conference 2004. An International Conference and Exhibition. Inna
Grand Bali Beach Hotel, Sanur, Bali, December 1-3rd, 2004.
38. Dharmawan, N.S. dan K. Budaarsa. 2004. Penyebaran Bibit Tanaman Produktif dan
Tanaman Upakara di Desa Binaan Universitas Udayana. Udayana Mengabdi. 3 (1):
9-14.
39. Damriyasa, I M., N.S. Dharmawan, I.B.K. Ardana, A.A.S. Kendran. 2004.
Pemberantasan Ekto dan Endoparasit pada Babi untuk Meningkatkan Produktivitas
Ternak di Desa Bebandem. Udayana Mengabdi. 3(1): 7-8.
40. Dharmawan, N.S. 2004. Taenia asiatica: Bentuk Ketiga Cacing Pita Taenia. J. Vet.
5(4): 154-162.
41. Dharmawan, N.S., N.A. Suratma, I M. Damriyasa, dan I M. Merdana. 2003. Infeksi
Cacing Pita pada Anjing Bali dan Gambaran Morfologinya. J. Vet. 4(1): 21-26.
42. Dharmawan, N.S., I B.W. Adnyana, and I M. Damriyasa. 2001. Prevalence of
Taenia hydatigena Cysticercosis in Pigs in Bali. Programme and Abstracts The 18th
International Conference of the World Association for the Advancement of Veterinary
Parasitology. 26-30 August 2001, Stresa, Italy.

F. Pengabdian kepada Masyarakat (2008-2013)


1. Sosialisasi Penyakit Cacing Pita Daging Babi dan Beberasan pada Masyarakat di
Desa Binaan Unud, Desa Tianyar Barat, Karangasem. LPPM Unud. (Ketua Tim,
2012).
2. Sosialisasi Penyakit Rabies pada Tokoh Masyarakat di Desa Binaan Unud, Desa
Buana Giri, Karangasem. LPPM Unud. (Ketua Tim, 2011).
3. Sosialisasi Penyakit Rabies pada Pemuda/Siswa SLTA di Desa Bebandem,
Karangasem. LPPM Unud. (Ketua Tim, 2010).
4. Pelayanan Kesehatan Hewan pada Sapi Putih Taro di Desa Taro, Gianyar. LPPM
Unud. (Anggota Tim, 2009).
5. Pelayanan Kesehatan Hewan: Spraying dan Vaksinasi Sapi Bali di Desa Yeh Kori
Karangasem. LPPM Unud. (Anggota Tim, 2008).
G. Menulis Buku
1. Dharmawan, N. S. 2009. Anjing Bali dan Rabies. Buku Arti (Arti Foundation).
ISBN: 978-979-1145-40-4.
2. Dharmawan, N.S. 2009. Fenomena Penyakit Cacing Pita Daging Babi di Bali dan
Peran Laboratorium Klinik dalam Menegakkan Diagnosis. Dalam ”Pemikiran Kritis
Guru Besar Universitas Udayana Bidang Agrokomplek” (Tim Editor BPMU).
Udayana University Press dan BPMU. ISBN: 978-602-8566-21-6.
3. Atmaja, I M. J., I K.S. Astika, I M. Antara, K. Budaarsa, N. S. Dharmawan, I G.
Mahardika. 2006. Membangun Pulau Bali. PT Pro Fajar & Universitas Udayana.
ISBN: 979-8286-26-X.
4. Dharmawan, N. S. dan K. Budaarsa. 2005. Pedoman Pengabdian kepada
Masyarakat. LPM Unud. ISBN: 979-99265-0-5.
5. Dharmawan, N. S., K. Budaarsa, W. P. Windia, K. K. Dinata, I K. Sardiana. 2004.
Taman Gumi Banten Ensiklopedi Tanaman Upakara. LPM Unud. ISBN: 979-98703-
1-3.
6. Dharmawan, N. S. 2002. Pengantar Patologi Klinik Veteriner Hematologi Klinik.
Penerbit Universitas Udayana. Denpasar. ISBN: 979-8286-22-7.

H. Penghargaan
1. Penerima “Anugrah Pengabdian Udayana” bagi dosen berprestasi di bidang
pengabdian kepada masyarakat Universitas Udayana. Piagam Anugrah dari Rektor
Universitas Udayana Tahun 2010.
2. Penerima Tanda Kehormatan ”Satya Lancana Karya Satya 20 Tahun” atas kesetiaan,
pengabdian, kejujuran, kecakapan dan kedisiplinan dalam melaksanakan tugas
sebagai Pegawai Negeri Sipil selama 20 tahun atau lebih secara terus menerus
terhadap Negara Republik Indonesia, sehingga dapat dijadikan teladan bagi setiap
pegawai lain. Bintang dan Piagam Tanda Kehormatan dari Presiden Republik
Indonesia. Tahun 2010.
3. Penerima ”Widya Pataka” atas pengabdian dan komitmen intelektualitasnya dalam
melestarikan dan mengembangkan kebudayaan Bali melalui buku. Piagam Anugrah
dari Gubernur Bali. Tahun 2009.

Prof. Dr. Nyoman Sadra Dharmawan, MS.


LAMPIRAN 4. SURAT PERNYATAAN PERSONALIA PENELITIAN

Yang bertanda tangan di bawah ini kami :

1. Nama Lengkap : drh. Kadek Karang Agustina, MP


NIP/NIDN : 198408042008121001 / 0004088401
Fakultas/P.S. : Kedokteran Hewan
Status dalam Penelitian : Ketua

2. Nama Lengkap : Prof. Dr. drh. I Made Damriyasa, MS


NIP/NIDN : 196212311988031017
PS/Fakultas : Kedokteran Hewan
Status dalam Penelitian : Anggota

3. Nama Lengkap :Prof. Dr.drh. Nyoman Sadra Dharmawan, MS


NIP/NIDN : 195810051984031002
PS/Fakultas : Kedokteran Hewan
Status dalam Penelitian : Anggota

Menyatakan bahwa kami secara bersama-sama telah menyusun proposal penelitian GRUP
RISET yang berjudul “Identifikasi Molekuler Spesies Zoonotic Entamoeba Pada Feses
Babi di Bali Sebagai Upaya Awal Pengendalian Penyakit Zoonosis” dengan jumlah
usulan dana sebesar Rp. 45.000.000; Apabila proposal ini disetujui maka kami secara
bersama-sama akan bertanggung jawab terhadap pelaksanaan penelitian ini sampai tuntas
sesuai dengan persyaratan yang dituangkan dalam Surat Perjanjian Pelaksanaan Penelitian.
Demikian Surat Pernyataan ini kami buat dan ditandatangani bersama sehingga dapat
digunakan sebagaimana mestinya.

Bukit Jimbaran, 30 Oktober 2013

Ketua

(drh. Kadek Karang Agustina, MP)


NIP. 198408042008121001

Anggota Anggota

(Prof. Dr. drh. I Made Damriyasa, MS) (Prof.Dr.drh. N. Sadra Dharmawan, MS)
NIP. 196212311988031017 NIP. 195810051984031002
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS UDAYANA
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

Kampus Unud : Jl. PB. Sudirman Telp./Fax. (0361) 223791

LAMPIRAN 5. SURAT KETERANGAN/PENGANTAR PROPOSAL GRUP RISET

No : Denpasar, 30 Oktober 2013


Lampiran : 1(satu) gabung
Perihal : Proposal Penelitian

Kepada Yth.
Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat
Universitas Udayana
Di – Bukit Jimbaran

Dengan Hormat,
Bersama ini kami kirimkan proposal penelitian : Grup Riset, dengan judul:
Identifikasi Molekuler Spesies Zoonotic Entamoeba Pada Feses Babi di Bali Sebagai
Upaya Awal Pengendalian Penyakit Zoonosis . Dimana seluruh Tim Peneliti berasal dari
Grup Riset: Center for Studies on Animal Disease.

Demikianlah untuk dapat dipergunakan sebagaimana mestinya. Atas perhatian dan


kerjasamanya kami ucapkan terimakasih.

Ketua Grup Riset CSAD

(Prof.Dr.drh. Nyoman Sadra Dharmawan, MS)


NIP. 195810051984031002
Tembusan
Arsip

Anda mungkin juga menyukai