Anda di halaman 1dari 7

LAPORAN KEGIATAN USAHA KESEHATAN MASYARAKAT (UKM)

F6. UPAYA PENGOBATAN DASAR

TINEA KRURIS

Oleh :

dr Maulida Laila A.R.


Periode Internship 11 Maret-11 Juli 2013
Internship Angkatan IX

PUSAT KESEHAAN MASYARAKAT DHARMARINI


TEMANGGUNG
2013
BAB I
LATAR BELAKANG

Puskesmas merupakan Unit Pelaksana Teknis pemerintah dalam menanggulangi


masalah kesehatan di Indonesia. Salah satu upaya yang sangat penting yang menjadi
sasaran puskesmas adalah upaya pengobatan dasar berupa pengobatan kuratif suau
penyakit dengan obat-obatan yang tersedia di puskesmas sampai pasien tersebut
sembuh dari sakitnya. Dari sekian banyak penyakit yang bisa diobati dengan
pengobatan dasar di puskesmas, penyakit kulit merupakan salah satu jenis penyakit
yang banyak sekali ditemukan di masyarakat dan masyarakat banyak yang
memeriksakan sakitnya tersebut di puskesmas. Satu penyakit kulit yang biasa
ditemukan di puskesmas adalah penyakit infeksi kulit yang disebabkan oleh jamur,
yaitu dermatofitosis.
Dermatofitosis adalah penyakit kulit yang disebabkan oeh golongan jamur
dermatofita. Golongan jamur ini mempunyai sifat mencernakan keratin. Dermatofita
termasuk kelas fungi imperfecti, yang terbagi dalam 3 genus, yaitu Microsporum,
Trichophyton, dan Epidermophyton.
Tinea kruris adalah dermatofitosis pada lipat paha, daerah perineum, dan sekitar anus.
Kelainan ini dapa bersifat akut atau menahun, bahkan dapat merupakan penyakit yang
berlangsung seumur hidup. Lesi kulit dapat terbatas pada daerah genitor-krural saja,
atau meluas ke daerah sekitar anus. Kelainan ini dapat bersifat akut atau menahun,
bahkan dapat merupakan penyakit yang berlangsung seumur hidup. Lesi kulit dapat
terbatas pada daerah genitor-krural saja, atau meluas ke daerah sekitar anus, daerah
gluteus dan perut bagian bawah, atau bagian tubuh yang lain. Kelainan kulit yang
tampak pada sela paha merupakan lesi berbatas tegas. Peradangan pada tepi lebih
nyata daripada daerah tengahnya. Efloresensi terdiri atas bermacam-macam bentuk
yang primer dan sekunder (polimorfi). Bila penyakit ini menjadi menahun, dapat
berupa bercak hitam disertai sedikit sisik. Erosi dan keluarnya cairan biasanya akibat
garukan
Kasus tinea kruris ini di masyarakat jumlahnya cukup banyak. Hal ini karena penyakit
ini disebabkan oleh infeksi jamur yang mudah menular lewat kontak langsung
maupun penggunaan alat bersamaan. Tidak jarang ditemukan pasien dengan tinea
kruris yang datang ke puskesmas rata-rata mempunyai anggota keluarga yang juga
memiliki keluhan serupa. Selain itu penderita tinea kruris biasanya berkolerasi dengan
higienitas pakaian dalam maupun daerah kulit sekitar kemaluan. Karena kasus tinea
kruris jumlanya cukup banyak dan pengobatannya pun cukup mudah dan regimen
terapinya tersedia di puskesmas, maka penyakit ini merupakan salah satu penyakit
yang harus dikuasai oleh dokter umum dan seyogyanya dapat ditatalaksana dengan
pengobatan dasar di puskesmas.

BAB II
PERMASALAHAN

Selama menjalani program internship di Puskesmas Dharmarini pasien beberapa kali


menjumpai kasus tinea kruris. Berikut penulis ambil salah satu kasus pasien tinea
kruris yang datang ke Pustu Kowangan pada tanggal 10 April 2013 dengan identitas
dan riwayat penyakit di bawah ini :
1. Identitas
Nama : Ny. Wiyati
Usia : 61 tahun
Perkerjaan : Petani

2. Anamnesis
Sejak 1 bulan sebelum ke puskesmas pasien mengeluhkan gatal-gatal pada
kulitnya. Gatal dirasakan di daerah pantat, selangkangan, perut bagian bawah,
dan paha atas. Gatal dirasakan terus-menerus sepanjang hari sehingga
menganggu aktivitas sehari-hari. Gatal bertambah berat jika pasien berkeringat
atau terkena hawa dingin. Pasien juga mengaku bahwa suaminya juga terkena
sakit gatal yang serupa.

3. Pemeriksaan Fisik
Tampak plak hiperpigmentasi berbatas tegas dengan skuama halus, tepi lesi
aktif, central healing (+), di region gluteus dan perianal.

BAB III
PERENCANAAN DAN PEMILIHAN INTERVENSI
Pada kasus ini pasien menderita tinea kruris. Idealnya penegakan diagnosis tinea
kruris dilakukan dengan pemeriksaan kerokan kulit dan diperiksa dengan cairan KOH
10% untuk mengetahui jenis jamur yang menginfeksi. Namun, pada kasus ini
penegakan diagnosis hanya dilakukan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik dan itu
secara klinis sudah menunjukkan lesi khas infeksi dermatofita penyebab tinea kruris.
Penatalaksanan yang direncanakan pada kasus ini meliputi medis dan non-medis.
Penatalaksanaan medis berupa pemberian obat antijamur oral dan topikal. Sedangkan
penatalaksanaan non-medis berupa edukasi tentang penyakit dan perawatan penyakit.

BAB IV
PELAKSANAAN

Pada kasus ini pasien mendapat intervensi terapi medikamentosa berupa :


R/ Griseofulvin tab No VII
S 1 dd tab I
R/ Cetirizine tab No III
S 1 dd tab I
R/ Ketokonazol zalf No I
S 2 dd ue

Bentuk edukasi yang penulis berikan kepada pasien antara lain :


1. Penyakit tinea kruris
Bahwa penyakit ini adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh jamur.
Penyakit ini dapat sembuh total dengan menggunakan obat antijamur
baik obat oral maupun topikal, dan pengobatan dari infeksi jamur
biasanya membutuhkan waktu beberapa minggu sehingga pasien
diedukasi untuk rutin minum obat agar jamurnya cepat mati.
2. Cara pencegahan agar penyakit ini tidak menular ke orang lain
Karena disebabkan oleh parasit, maka penyakit ini bisa menular.
Penularan terjadi lewat kontak langsung kulit antar kulit maupun
penggunaan alat mandi seperti handuk atau pakaian bersama dengan
orang lain. Bisa jadi pasien tertular oleh suaminya atau bisa jadi suami
pasien tertular oleh pasien. Untuk menhindari proses penularan terus-
menerus pasien diedukasi untuk tidak menggunakan barang pribadi
bersama dengan orang lain termasuk suaminya.
3. Perawatan lesi kulit
Gatal pada tinea kruris disebabkan oleh kondisi kulit yang lembab baik
karena keringat atau penggunaan celana dalam yang tidak higienis.
Pasien juga diedukasi untuk selalu mengganti celana dalamnya
minimal dua kali sehari dan mengganti celana dalam jika kondisi kulit
lembab atau berkeringat. Jika gatal pasien juga diedukasi untuk tidak
menggaruknya dengan keras karena akan menyebabkan lecet sehingga
bisa terjadi infeksi sekunder.
BAB V
MONITORING DAN EVALUASI

Dua minggu kemudian, yaitu pada tanggal 24 April 2013 pasien datang ke Pustu
Kowangan untuk kontrol. Dari anamnesis didapatkan keluhan pasien telah berkurang banyak.
Gatal-gatal sudah tidak dirasakan lagi. Saat dilakukan pemeriksaan fisik pada daerah lesi,
didapatkan lesi telah mulai mengering dan terdapat skuama tanda infeksi sudah mulai
mereda. Namun, pasien tetap diberikan terapi medikamentosa sama seperti saat ia datang
pertama kali karena regimen terapi tinea kruris pada kasus ini adalah Griseofulvin yang harus
diberikan dalam jangka waktu 1 bulan. Dan yang paling penting, pasien tetap diedukasi untuk
menjaga kebersihan daerah perianal dan mengganti celana dalam secara rutin.

Komentar / Feed Back

Temanggung, April 2013


Mengetahui
Pendamping Dokter Internship Peserta,
dr Novelia Dian T dr Maulida Laila
A.R.
NIP. 19621104 199910 2001

DAFTAR PUSTAKA

Kuswadji. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi Kelima. Jakarta :
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Klaus Wolff et al. 2007. Fitzpatrick’s Color Atlas and Synopsis of Clinical
Dermatology
Handbook Fifth Edition.

Anda mungkin juga menyukai