Anda di halaman 1dari 2

Spesifikasi LIGO

LIGO mempunyai dua struktur yang lurus mirip lengan panjang yang disebut sebagai
interferometer, bentuknya menyerupai huruf ‘L’ yang fungsinya mirip antena untuk
menangkap gelombang radio, tapi pada LIGO yang ditangkap adalah gelombang gravitasi.
Juga tak seperti antena biasa, pada LIGO struktur panjang yang mirip antena itu
bentuknya berupa ruangan panjang yang atapnya setengah lingkaran, mirip terowongan, dan
berisi detektor. Detektor yang berada di dalamnya terdiri dari bahan metal bulat padat mirip
tabung yang besarnya seukuran tong dan disambung-sambungkan secara berjajar. Panjang
struktur antena yang lurus pada LIGO ini, masing-masing bisa mencapai hingga 4 kilometer.
Cara Kerja LIGO
Cara kerja LIGO adalah saat gelombang gravitasi tertangkap, maka partikel cahaya
yang tersimpan pada kedua lengan LIGO yang panjang akan terpengaruh dan melambat. Pada
dasarnya LIGO adalah sistem interferometer Michelson raksasa yang didukung oleh
komponen-komponen tambahan untuk memaksimalkan sensitivitas detektornya.
Jika kita perhatikan gambar diatas, tampak dua buah cermin (input dan end mirror) yang
diletakkan saling berjauhan (4 km) satu sama lain dan membentuk “lengan” interferometer,
sedangkan dua buah cermin lainnya (input dan end mirror) juga diletakkan saling berjauhan (4
km) dan tegak lurus dengan “lengan” yang pertama.
Setelah melewati beam splitter berkas laser akan terbagi menjadi dua, yang kemudian
masing-masing berkas akan menuju lengan yang berbeda. Berkas laser dapat mengalami
pemantulan berkali-kali pada cermin sebelum kembali menuju beam splitter. Jika kedua lengan
interferometer memiliki panjang yang sama, maka berkas laser yang berasal dari masing-
masing lengan akan kembali menuju sumbernya, sedangkan jika terjadi perbedaan panjang
pada lengan interferometer (akibat distorsi ruang yang terjadi ketika gelombang gravitasi
melintas), maka sebagian dari berkas cahaya yang berasal dari kedua lengan interferometer ini
akan menuju photodetector.

Sebuah sinar laser ditembakkan ke setiap lengan dari inti detektor yang berbentuk L
tersebut, dan kemudian cermin di ujung lengan detektor ini memantulkan cahaya kembali. Jika
pantulan dari kedua lengan tiba kembali di inti detektor pada saat yang sama, artinya tidak ada
sinyal gelombang gravitasi yang terdeteksi. Tetapi jika salah satu pantulan sinar laser tiba
sedikit terlambat dari pantulan satunya, sebuah sinyal akan terdeteksi, yang bisa menjadi bukti
dari gelombang gravitasi.

Gelombang gravitasi yang dapat terdeteksi dari planet Bumi diduga berasal dari sistem
bintang biner (bintang ganda) yang terdiri atas bintang Katai Putih (white dwarf) dan Bintang
Neutron (neutron star) dan juga Lubang Hitam (blackhole).
Bintang Katai Putih, juga disebut katai degenerasi, adalah bintang kecil yang sudah
tidak lagi bersinar, terdiri dari materi terdegenerasi. Katai putih diduga sebagai tahap evolusi
terakhir bintang bermassa kecil dan menengah.
Sementara itu, Bintang Neutron adalah jenis bintang padat yang bisa dihasilkan dari
keruntuhan gravitasi sebuah bintang berukuran besar setelah terjadi supernova.
Sedangkan Lubang Hitam adalah bagian dari “ruang-waktu” (spacetime) yang
merupakan gravitasi paling kuat, bahkan cahaya tidak bisa kabur. Teori Relativitas Umum
memprediksi bahwa butuh massa besar untuk menciptakan sebuah Lubang Hitam yang berada
di Ruang Waktu.
Objek yang saling memutari kemudian menumbuk menjadi satu. Tumbukan antar
objek-objek langit itu kemudian menghasilkan gelombang gravitasi berupa denyutan-
denyutan, mirip riak pada permukaan air ketika melempar batu ke genangan air, namun riak
yang bergerak dengan dorongan secepat cahaya. Dan dari tumbukan itu juga, menghasilkan
gelombang gravitasi yang sangat dahsyatnya yang kemudian terpancar ke segala penjuru alam
semesta hingga jarak milyaran tahun cahaya.

Anda mungkin juga menyukai