Tektonik Lempeng Dan Geotektonik Indones PDF
Tektonik Lempeng Dan Geotektonik Indones PDF
Prof. Dr. John Katili telah meninggalkan kita semua pada 19 Juni 2008. Tulisan ini dibuat
dalam spiritnya. Semasa hidupnya, nama Prof. Katili identik dengan teori tektonik lempeng.
Bagaimana tidak, Katili-lah yang memulai dan banyak menerapkan konsep-konsep dalam
tektonik lempeng kepada permasalahan geologi Indonesia. Belasan makalahnya tentang hal
ini dimuat di jurnal-jurnal ilmiah internasional dari akhir tahun 1960-an sampai akhir 1970-an.
Makalah-makalah ini telah mendapatkan sambutan yang baik dari para ilmuwan internasional
yang juga menekuni tektonik lempeng. Mereka datang ke Indonesia untuk meneliti
bagaimana konsep-konsep dalam tektonik lempeng mendapatkan pembuktiannya. Di antara
para ilmuwan ini, dapat disebutkan Warren Hamilton dari lembaga Survei Geologi Amerika
Serikat yang kemudian intensif meneliti Indonesia dan membukukan hasil penelitiannya
dalam buku terbitan khusus lembaga itu berjudul ”Tectonics of the Indonesian Region”
(1979). Akhirnya, Katili dan Hamilton menjadi semacam ikon untuk tektonik lempeng di
Indonesia. Publikasi-publikasi mereka berdua banyak diacu para peneliti selanjutnya.
Tektonik lempeng dapat menjelaskan keteraturan penyebaran gunung api, pusat-pusat gempa,
sumberdaya minyak dan gas bumi, bahan tambang, dan sekian banyak fenomena geologi.
Masyarakat Indonesia pun sedikit banyak tahu tentang tektonik lempeng sebab teori ini telah
diajarkan sejak di sekolah dasar dalam mata pelajaran IPA. Prof. Katili pun pada tahun 1970-
an hadir secara teratur di siaran televisi (TVRI) menjelaskan teori tektonik lempeng untuk
pemahaman awam. Begitulah Prof. Katili dan tektonik lempeng.
Berikut adalah kemajuan-kemajuan dalam tektonik lempeng yang pada masa Prof. Katili aktif
menerapkan tektonik lempeng belum sempat mendapatkan penjelasan dan konsep serta
teknologinya sendiri belum berkembang. Kemajuan-kemajuan ini makin mengukuhkan
kebenaran dan dayaguna teori tektonik lempeng di Indonesia.
Tektonik lempeng yang mengkristal teorinya pada tahun 1968 setelah 40 tahun kemudian
telah banyak mengalami kemajuan. Teori ini selalu digunakan untuk menjelaskan
geotektonik regional suatu wilayah di seluruh dunia. Akibat aplikasi yang ekstensif dan
intensif ini, konsep-konsep dalam tektonik lempeng makin terintegrasi dan terbukti dapat
menjelaskan banyak hal dalam geologi.
Salah satu kemajuan adalah apa yang disebut dengan konsep terrane (antara lain dalam
publikasi Howell, 1986). Terrane adalah suatu unit geologi tertentu dalam skala kerak Bumi
-1-
yang berbeda dengan unit geologi lain di dekatnya. Terrane biasa diterjemahkan sebagai
mandala (geologi). Pada masa kini, mandala-mandala geologi atau terranes ini menyusun
suatu wilayah yang luas. Karena satu terrane dengan terrane yang lain berbeda secara
geologi, maka dianggap bahwa sebelum mereka bersatu menyusun suatu wilayah, terranes
ini saling terpisah. Persatuan mereka menyusun suatu wilayah tentu melibatkan proses-proses
pecahnya terrane ini dari induknya, pindahnya terrane ini bergerak ke suatu wilayah, dan
berakresinya atau bersatunya terrane itu dengan terrane lainnya di wilayah itu. Secara singkat,
proses-proses ini melibatkan tripartit : rift-drift-accretion. Rift adalah retak dan terpisahnya
terrane dari massa induknya, drift adalah bergeraknya terrane menuju suatu wilayah (hanyut
atau terapung oleh sirkulasi mantel), accretion adalah bersatunya terranes di suatu wilayah.
Apa yang dulu kita kenal sebagai satu segmen lempeng, misalnya Lempeng Eurasia,
sebenarnya merupakan gabungan terranes yang saling berakresi. Batas-batas terranes ini
merupakan batas perbenturan antar terranes. Batas-batas ini bisa sebagai suture yang
merupakan jalur ofiolit (sisa kerak samudera yang terjepit oleh dua terranes yang bersatu),
atau batas sesar besar, atau perubahan fasies secara regional. Sebagai contoh, yang kita kenal
dengan sebutan Sundaland itu bukan disusun oleh satu segmen kerak atau lempeng yang
masif. Sundaland disusun oleh sekitar delapan terranes besar yang terpisah-pisah sebelum
mereka bersatu (berdasarkan rekonstruksi Metcalfe, 1996). Dari mana mereka berasal, kapan
dan bagaimana mereka datang, serta kapan dan bagaimana mereka berakresi ditafsirkan
terutama berdasarkan data paleomagnetik dan geokronologi. Dari rekonstruksi yang ada saat
ini, Indonesia pada umumnya dibangun oleh terranes yang berasal dari Gondwanaland.
Teknologi navigasi menggunakan satelit-satelit GPS (global positioning system) yang mulai
berkembang pada pertengahan tahun 1980-an semakin banyak membantu analisis-analisis
tektonik yang berdasarkan tektonik lempeng. Dengan menempatkan stasiun-stasiun
pengukuran posisi geodesi yang akurasinya tinggi (cm-dm) di banyak titik di permukaan
Bumi (di atas permukaan lempeng) dan mengukurnya secara teratur dalam frekuensi waktu
tertentu (misalnya setahun sekali), maka diketahui bahwa posisi-posisi stasiun geodesi ini
bergerak. Data yang dikumpulkan selama bertahun-tahun kemudian dapat diproses untuk
mengetahui ke arah mana lempeng bergerak dan seberapa cepat (dimensi vektor).
Indonesia pun turut aktif dalam kerja sama internasional untuk penelitian geodinamika
menggunakan GPS yang memulai penelitiannya sejak pertengahan tahun 1990-an, misalnya
dalam GEODYSSEA (European Community-ASEAN Plate Motions and Crustal
Deformations Deduced from Space Geodetic Measurements for the Assessment of Related
Natural Hazards in South East Asia). Hasil-hasil penelitian tektonik menggunakan data GPS
ini terutama diaplikasikan untuk keperluan penelitian kegempaan. Data GPS pun dapat
dimanfaatkan untuk keperluan rekonstruksi tektonik dengan melakukan ekstrapolasi data dan
menggabungnya bersama data paleomagnetik.
-2-
Tektonik Lempeng dan Seismic-Mantle Tomography
Mantle tomography adalah suatu metode geofisika yang berkembang pada awal–pertengahan
tahun 1990-an (tekniknya misalnya dipublikasi oleh Iyer dan Hirahara, 1993; Kennet,
Engdahl, dan Buland, 1995) dengan menjalarkan gelombang seismik P dan S ke dalam
mantel Bumi sedemikian rupa sehingga dari metode ini bisa diketahui kecepatan, temperatur,
dan komposisi segmen-segmen lempeng di permukaan Bumi dan mantel atas serta
konfigurasi material mantel.
Indonesia sebagai wilayah yang sangat menarik secara tektonik lempeng, telah juga
mendapatkan penelitian dan penerapan metode seismic-mantle tomography. Prof.
Widiyantoro dari ITB banyak menerapkan metode ini untuk membahas geodinamia Indonesia.
Misalnya, publikasi Widiyantoro (2005) menggunakan metode ini untuk menganalisis
gempa-gempa di sebelah barat Sumatra. Pencitraan tomografi dengan menggunakan data
waktu tiba gelombang P dan S memberikan gambaran struktur tiga-dimensi zone penunjaman
di bawah Sumatera secara rinci. Peta tomogram yang dikemukakannya antara lain
mendukung pendapat bahwa Sumatera telah mengalami rotasi searah jarum jam sehingga
membentuk zona penunjaman miring. Penampang vertikal tomogram mengindikasikan
bahwa penunjaman di bawah Sumatera sangat landai, terutama di mantel bumi bagian paling
atas, yang barangkali telah disebabkan adanya penunjaman miring tersebut. Robert Hall dan
Jan Spakman, ahli tektonik dan mantle tomography dari mancanegara juga banyak
melakukan penelitian seismic tomography di Indonesia. Gambaran-gambaran tomogram yang
mereka kemukakan (misalnya dalam Hall dan Spakman, 2005) mendukung apa yang
diketahui tentang geotektonik Indonesia sejak Katili dan Hamilton melakukan penelitian pada
awal 1970-an.
-3-
-4-
-5-