Anda di halaman 1dari 22

TUGAS KELOMPOK

INKONTINENSIA ALVI

Disusun Untuk Memenuhi Tugas KMB II


Dosen Pembimbing : Ns. Hendro Haksara,S.kep.,M.kep

DISUSUN OLEH :
Doni Eko Setiawan (16.024)
Nicky Galuh Putri (16.065)
Novia Ariani (16.067)

AKADEMI KEPERAWATAN KESDAM IV/DIPONEGORO


SEMARANG
2017/2018

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan
rahmat serta karunia-Nya sehingga kami dapat menyelsaikan pembuatan makalah
Inkontinensia Alvi untuk memenuhi tugas mata kuliah KMB II dari dosen
pengampu bapak Ns. Hendro Haksara,S.kep.,M.kep . Semoga makalah ini dapat
di pergunakan sebagai salah satu acuan atau petunjuk maupun pedoman bagi yang
membaca makalah ini.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini banyak terdapat
kekurangan dan kesalahan. Saran dan kritik yang membangun akan kami terima
dengan hati terbuka agar dapat meningkatkan kualitas makalah ini.
Demikian yang dapan kami sampaikan. Atas perhatian dan kerja samanya
kami ucapkan terima kasih.

Semarang, 01 Febuari 2018

Penulis

ii

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................. ...........................i

KATA PENGANTAR ........................................................................... .......................... ii

DAFTAR ISI .......................................................................................... ......................... iii

BAB I PENDAHULUAN

a. Latar Belakang ............................................................................ .......................... 1


b. Rumusan Masalah ....................................................................... .......................... 3
c. Tujuan Penulisan ......................................................................... .......................... 3
BAB II PEMBAHASAN

a. Pengertian .................................................................................... .......................... 4


b. Etiologi ........................................................................................ .......................... 6
c. Manifestasi Klinis ....................................................................... .......................... 7
d. Patofisiologi ................................................................................ .......................... 7
e. Penatalaksanaan .......................................................................... .......................... 8
f. Pemeriksaan Penunjang .............................................................. .......................... 8
g. Asuhan Keperawatan .................................................................. .......................... 9
BAB III PENUTUP

a. Kesimpulan ................................................................................. ......................... 18


b. Saran ............................................................................................ ......................... 18
DAFTAR PUSTAKA

3
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Manusia mempunyai kebutuhan tertentu yang harus dipenuhi secara
memuaskan melalui proses homeostasis, baik fisiologis maupun psikologis.
Adapun kebutuhan merupakan suatu hal yang sangat penting, bermanfaat,
atau diperlukan untuk menjaga homeostasis dan kehidupan itu sendiri.
Banyak ahli filsafat, psikologis, dan fisiologis menguraikan kebutuhan
manusia dan membahasnya dari berbagai segi. Orang pertama yang
menguraikan kebutuhan manusia adalah Aristoteles. Sekitar tahun 1950,
Abraham Maslow seorang psikolog dari Amerika mengembangkan teori
tentang kebutuhan dasar manusia yang lebih dikenal dengan istilah Hierarki
Kebutuhan Dasar Manusia Maslow (Wolf, Lu Verne,dkk , 1984).
Suatu hal yang sangat diperlukan tubuh dalam kaitannya dengan
proses pertumbuhan dan perkembangan adalah nutrisi yang adekuat.
Pemenuhan kebutuhan nutrisi akan sangat membantu seseorang untuk
mempertahankan kondisi tubuh dalam mencegah terjadinya suatu penyakit,
mempertahankan suhu tubuh dalam kondisi yang normal serta menghindari
proses infeksi.
Nutrient adalah suatu zat yang terkandung dalam makanan misalnya
karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral dan air. Nutrient atau
kandungan zat yang terdapat dalam makanan yang sangat dibutuhkan oleh
tubuh terdiri dari 6 kategori, yaitu : karbohidrat, protein, lemak, vitamin,
mineral dan air. Nutrisi normal meliputi keseimbangan antara intake makanan
yang di makan dengan energi yang dikeluarkan oleh tubuh. Intake makanan
yang adekuat juga dibutuhkan oleh enzim untuk mensintesa hormon,
mengganti sel-sel yang telah rusak serta membantu pertumbuhan dan
perbaikan jaringan. Intake nutrisi yang adekuat pada usia toddler dan pra
sekolah ( 1–5 tahun ) sangat diperlukan, karena pada usia tersebut merupakan

4
fase pertumbuhan fisik dan perkembangan yang pesat, sehingga kebutuhan
nutrisi juga akan berbeda dengan usia-usia yang lain.
Eliminasi fecal atau defekasi merupakan proses pembuangan
metabolisme tubuh yang tidak terpakai. Eliminasi yang teratur dari sisa-sisa
produksi usus penting untuk fungsi tubuh normal. Perubahan pada defekasi
dapat menyebabkan masalah pada gastrointestinal dan bagian tubuh lain,
karena sisa-sisa produk usus adalah racun. Pola defekasi bersifat individual,
bervariasi dari beberapa kali sehari sampai beberapa kali seminggu. Jumlah
feses yang dikeluarkan pun berfariasi jumlahnya tiap individu. Feses normal
mengandung 75% air dan 25% materi padat. Feses normal berwarna coklat
karena adanya sterkobilin dan uriobilin yang berasal dari bilirubin. Warna
feses dapat dipengaruhi oleh kerja bakteri Escherecia coli. Flatus yang
dikelurkan orang dewasa selama 24 jam yaitu 7-10 liter flatus dalam usus
besar. Kerja mikroorganisme mempengaruhi bau feses. Fungsi usus
tergantung pada keseimbangan beberapa faktor, pola eliminasi dan kebiasaan
(Berman, et.al., 2009).
Inkontinensia alvi merupakan salah satu masalah kesehatan yang
cukup serius pada pasien geriatri. Angka kejadian inkontinensia alvi ini lebih
sedikit dibandingkan pada kejadian inkontinensia urin. Namun demikian, data
di luar negeri menyebutkan bahwa 30-50% pasien geriatri yang mengalami
inkontinensia urin juga mengalami inkontinensia alvi. Inkontinensia alvi
merupakan hal yang sangat mengganggu bagi penderitannya, sehingga harus
diupayakan mencari penyebabnya dan penatalaksanaannya dengan baik.
Seiring dengan meningkatnya angka kejadian inkontinensia urin, maka tidak
menutup kemungkinan akan terjadi pula peningkatan angka kejadian
inkontinensia alvi. Untuk itu diperlukan penanganan yang sesuai baik untuk
inkontinensia urin maupun inkontinensia alvi, agar tidak menimbulkan
masalah yang lebih sulit lagi sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup
pasien. Berikut ini akan dibahas mengenai inkontinensia alvi dan
penanganannya.

5
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari inkontinensia alvi?
2. Apa etiologi dari inkontinensia alvi?
3. Apa saja manifestasi klinis?
4. Apa saja patofisiologi dari inkontinensia alvi?
5. Bagaimana penatalaksanaan dari inkontinensia alvi?
6. Bagaimana pemeriksaan penunjang dari inkontinensia alvi?
7. Bagaimana asuhan keperawatan dari inkontinensia alvi?
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum
Mengetahui dan memahami bagaimana membuat asuhan keperawatan
“Inkontinensia alvi”.
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui definisi dari inkontinensia alvi
b. Mengetahui etiologi dari inkontinensia alvi
c. Mengetahui apa saja manifestasi klinis
d. Mengetahui saja patofisiologi dari inkontinensia alvi
e. Mengetahui penatalaksanaan dari inkontinensia alvi
f. Mengetahui pemeriksaan penunjang dari inkontinensia alvi
g. Mengetahui asuhyan keperawatan dari inkontinensia alvi

6
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian
Sistem tubuh yang berperan dalam eliminasi alvi (buang air besar)
adalah gastrointestinal bawah yang meliputi usus halus dan usus bear.usus
halus terdiri atas duodenum,jejunum dan ileum dengan panjang kurang lebih
6 meter dan diameter 2,5cm serta berfungsi sebagai rearbsorsi elektrolit
Na,Cl,K,Mg,HCO,dan kalsium.usus besar dimulai dari rektum,kolon,hingga
anus yang memiliki panjang kurang lebih1,5 meter,50-60 inci denan diameter
6 cm.
Batasan antara usus besar dan usus halus adalah katup
ileocaecal.katup ini biasanya nmencegan zat yang masuk ke usus besar
sebelum waktunya,dan mencegah produk buangan untuk kembali ke usus
halu.produk buangan yang memasuki usus besar adalah berupa cairan. Setiap
hari salutan anus menyarap sekitar 800-1000 ml cairan. Penyerapan inilah
yang mempengaruhi feseS berbentuk dan berwujud setengah padat. Jika
penyerapan tidak baik, produk buangan cepatmelalui usus besar feses akan
lunak dan bercair, jika feses terlalu lama dalam usus besar, maka akan terlalu
banyak air yang diserap sehingga feses menjadi kering dan keras.
Kolon sigmoid mengandung feses yang sudah siap untuk dibuang dan
diteruskan kedalam rektum.panjang rektum adalah 12cm (5 inci), 25cm (1
inci) merupakan saluran anus.
Gerakan peristaltik yang kuat dapat mendorong feses kedepan,
gerakan ini terjadi 1-4 kali dalam 24 jam dan terjadi sesudah makan.
Makanan yang diterima oleh usus dari lambung dalam bentuk setengah padat
atau dikenal dengan nama chyme, baik berupa air, nutrien, maupun elektrolit
kemudian akan diabsorbsi, usus akan mensekresi mukus, kalium, karbonat,
dan enzim. Secara umum kolon berfungsi sebagai tempat rearbsorbsi,
proteksi, sekresi, dan eliminasi. Proses perjalanan makanan, dari mulut
hingga rektum membutuhkan waktu selama 12 jam.

7
Otot lingkar (sfingter) bagian dalam dan luar saluran anus menguasai
pembayangan feses dan gas dari anus. Rangsangan motorik disalurkan oleh
sistem simpatis dan rangsangan penghalang oleh sistem parasimpatis,bagian
dari sisten saraf otonom ini memiliki sistem kerja yang belawanan dalam
keseimbangan yang dinamis. Sfingter luar anus merupakan otot bergaris yang
berada dibawah penguasaan parasimpatis,baik diwaktu sakit maupun sehat.
Defekasi adalah proses pengosongan usus yang sering disebut dengan
buang air besa.terdapat dua pusat yang menguasai refleks untuk
defekasi,yaitu terletak di medula dan sumsum tulang belakang. Bila terjadi
rangsangan paraimpatis, sfingter asun bagian dalam akan mengendur dan
usus besar akan menguncup. Refleks defekasi dirangsang untuk buang air
besar kemudian sfingter anus bagian luar diawasi oleh sistem saraf
parasimpatis mengendur dan menguncup saat defekasi.
Feses terdiri ats sisa makanan seperti selulosa yang tidak direncanakan
dan zat makanan lain yang seluruhnya tidak dipakai oleh tubuh, berbagai
macam mikroorganisme, sekresi kelenjar usus,pigmen empedu, dan cairan
tubuh.
Secara umum terdapat dua macam refleks dalam membantuproses
defekasi yaitu rileks defekasi intrinsik yang dimulai dengan adanya zat sisa
makanan (rektum) dalam rektum sehungga terjadi distensi. Kemudian flexus
mesenterikus merangsang gerakan peristaltik dan akhirnya feses sampai
dianus.
Inkotinensia alvi adalah ketidakmampuan seseorang dalam menahan
dan mengeluarkan tinja pada waktu dan tempat yang tepat. Inkontinensia
dapat diklasifikasikan menjadi soil (kehilangan mukus), insufisiensi (tidak
ada kontrol gas dan diare), dan inkontinensia (tidak ada kontrol untuk
membentuk feses padat). Klasifikasi lain membagi inkontinensia menjdai
inkontinensia minor dan inkontinensia mayor. Inkontinensia mayor adalah
keadaan tidak dapat mengontrol membentuk konsistensi tinja yang normal.
Sedangkan inkontinensia minor adalah soilling sebagian atau keadaan dimana

8
sewaktu-waktu dapat mengeluarkan tinja secara normal dan tepat atau dapat
diartikan sebagai bentuk tinja yang encer/cair.

B. Etiologi
Penyebab utama timbulnya inkotinensia alvi adalah masalah sembelit,
penggunaan pencahar yang berlebihan, gangguan saraf seperti demensia dan
stroke, serta gangguan kolorektum seperti diare, neuropati diabetik, dan
kerusakan sfingter rektum.
Konstipasi atau sembelit merupakan kejadian yang paling sering
timbul pada pasien geriatri dan bila menjadi kronik akan menyebabkan
timbulnya inkontinensia alvi. Skibala akan mengiritasi rektum dan
menghasilkan mukus dan cairan. Cairan ini akan membanjiri tinja yang
mengeras dan mempercepat terjadinya inkontinensia. Konstipasi sulit untuk
didefinisikan dan secara teknik biasanya diindentikkan dengan buang air
besar sebanyak tiga kali dalam seminggu.
Penyebab inkontinensia alvi dapat dibagi menjadi 4 kelompok
(Brocklehurst dkk, 1987; Kane dkk, 1989) :
1. Inkontinensia alvi akibat konstipasi
Berlangsung lama dapat mengakibatkan sumbatan/impaksi dari
masa feses yang keras. Masa feses yang tidak dapat keluar ini akan
menyumbat lumen bawah dari anus dan menyebabkan perubahan dari
besarnya sudut ano rektal.
2. Inkontinensia alvi simtomatik, yang berkaitan dengan penyakit pada usus
besar.
Merupakan penampilan klinis dari macam-macam kelainan
patologis yang dapat menyebabkan diare.
3. Inkontinensia alvi akibat gangguan kontrol persyarafan dari proses
defekasi (inkontinensia neurogenik).
Ganggaun fungsi menghambat dari korteks serebri saat terjadi
regangan/distensi rektum

9
4. Inkontinensia alvi karena hilangnya refleks anal.
Terjadi akibat hilangnya refleks anal, disertai kelemahan otot-otot
seran lintang.

C. Manifestasi Klinis
Secara klinis, inkontinensia alvi dapat tampak sebagai feses yang cair
atau belum berbentuk dan feses keluar yang sudah berbentuk, sekali atau dua
kali sehari dipakaian atau tempat tidur. Perbedaan penampilan klinis ini dapat
menunjukkan penyebab yang berbeda-beda, antara lain inkontinensia alvi
akibat konstipasi (sulit buang air besar), simtomatik (berkaitan dengan
penyakit usus besar), akibat gangguan saraf pada proses defekasi
(neurogenik), dan akibat hilangnya refleks pada anus.

D. Patofisiologi
Kelemahan otot-otot, menunjukkan berkurangnya unit-unit daerah
sfingter dan purbo rektal. Keadaan ini menyebabkan hilangnya refleksi anal,
berkurangnya sensasi pada anus, disertai menurunnya tonus anus.
Sfingter anus atau otot-otot sekitar anus yang bertugas menahan atau
merenggang di bawah perintah. Apabila otot-otot ini atau sarafnya rusak
maka akan kehilangan kemampuan untuk mengontrol buang air besar yang
berakibat pada kebocoran tinja yang tidak di sengaja.
Cidera yang terjadi selama proses melahirkan melalui vagina. Kondisi
ini dapat disebabkan oleh dua hal:
1. Disebabkan oleh sobeknya otot sfingter anus. Sobeknya otot akan
terjadi ketika proses melahirkan, dengan tingkat resiko yang tinggi pada
pasien dengan luka robekan.
2. Disebabkan karena gesekan atau kerusakan pada saraf pudendal.
Terjadi karena cidera akibat tarikan atau terjepitnya syaraf, terutama
dalam proses melahirkan yang lama.

10
E. Penatalaksanaan
Penanganan yang baik terhadap sembelit akan mencegah timbulnya
skibala dan dapat menghindari kejadian inkontinensia alvi. Langkah utama
dalam penanganan sembelit pada pasien geriatri adalah dengan
mengidentifikasi faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya sembelit. Jika
sembelit yang timbul pada pasien geriatri merupakan suatu keluhan yang
baru, maka kemungkinan hal tersebut disebabkan oleh penyakit kolon,
gangguan endokrin dan metabolik, deperesi atau efek samping obat-obatan.
Untuk pencegahan konstipasi, lansia sebaiknya mengkonsumsi diet
yang cukup cairan dan serat. Dianjurkan untuk mengkonsumsi 4-6 gram
serat kasar sehari (hal ini bisa didapatkan dari 3-4 sendok teh biji-bijian).
Beberapa hal yang bisa dilakukan dalam penanganan inkotinensia alvi
adalah dengan mengatur waktu ke toilet, meningkatkan mobilisasi, dan
pengaturan posisi tubuh ketika sedang melakukan buang air besar di toilet.
Defekasi sebaiknya dilakukan ditempat yang khusus, lingkungan yang
tenang, dan pada saat timbulnya refleks gastrokolik yang biasanya timbul
lima menit setelah makan.
Pada inkotinensia alvi yang disebabkan oleh gangguan syaraf, terapi
latihan otot dasar panggul terkadang dapat dilakukan, meskipun sebagian
besar pasien geriatrik dengan dimensia tidak dapat menjalani terapi tersebut.
Pada pasien dengan demensia tahap akhir dengan inkotinensia alvi, program
penjadwalan ke toilet dan penjadwalan penggunaan obat pencahar secara
teratur dapat dilakukan dan efektif untuk mengontrol defekasi. Usaha
terakhir yang dapat dilakukan dalam penanganan inkontinensia alvi pada
pasien ini adalah dengan menggunakan pampers yang dapat mencegah dari
komplikasi.

F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan USG.
2. Pemeriksaan foto rontgea.
3. Pemeriksaan laboratorium urin dan feses.

11
4. Pemeriksaan anoskopi dan protosigmoidoskopi (mungkin diperlukan
pada kondisi tertentu).

G. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Untuk mengkaji pola eliminasi dan menentukan adanya kelainan,
perawat melakukan pengkajian riwayat keperawatan, pengkajian fisik
abdomen, menginspeksi karakteristik feses dan meninjau kembali hasil
pemeriksaan yang berhubungan.

a. Pola Defekasi dan keluhan selama defekasi


Pengkajian ini antara lain : bagaimana pola defekasi dan
keluhannya selama defekasi. Secara normal, frekuensi buang
air besar, sedangkan pada bayi sebanyak 4-6 kali/sehari,
sedangkan orang dewasa adalah 2-3 kali/hari dengan jumlah
rata-rata pembuangan per hari adalah 150 g.
b. Keadaan Feses
NO Keadaan Normal Abnormal Penyebab

1 Warna Bayi : Kuning Putih, Kurangnya


hitam/tar, kadar empedu,
atau perdarahan
merah saluran cerna
bagian atas atau
perdarahan
saluran cerna
bagian bawah.
Dewasa : Coklat Pucat Malabsorpsi
Berlemak lemak.

12
2 Bau Khas feses dan Amis dan Darah dan
dipengaruhi oleh perubahan infeksi.
makanan. bau.
3 Konsistensi Lunak dan Cair Diare dan
berbentuk absorpsi kurang.

4 Bentuk Sesuai diameter Kecil, Obstruksi dan


rektum bentuknya peristaltik yang
seperti cepat
pensil.
5 Konstituen Makanan yang Darah, Internal
tidak di cerna, pus bleeding,
bakteri yang (nanah), infeksi, tertelan
mati, lemak, benda benda, iritasi
pimen, empedu, asing, atau inflamasi.
mukosa usus, mukus,
air. atau
cacing.

c. Faktor Yang Mempengaruhi Eliminasi Alvi


Faktor yang memengaruhi eliminasi alvi antara lain perilaku
atau kebiasaan defekasi, diet, pola makan sehari-hari,
aktivitas, penggunaan obat, stressm pembedahan atau
penyakit menetap dan lain-lainnya.
d. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik meliputi keadaan abdomen seperti ada atau
tidaknya distensi, simetris atau tidak, gerakan peristaltik,
adanya massa pada perut dan tenderness. Kemudian
pemeriksaan rektum dan anus dinilai dari ada atau tidaknya
tanda inflamasi, seperti perubahan warna, lesi, fistula,
hemoroid.

13
2. Diagnosa Keperawatan
a. Inkontinensia Defekasi (00014)
b. Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang dari Kebutuhan Tubuh (00002)
c. Resiko Ketidakseimbangan Volume Cairan (00025)

3. Rencana Keperawatan
NO DIAGNOSA TUJUAN DAN RASIONALISASI
KEPERAWATAN KRITERIA HASIL
(NANDA) (NOC)
1. Inkontinensia Kontinensi Usus
Defekasi (0500)
(00014) Definisi :
ketidakmampuan
Definisi : mengontrol buang air a. Agar pasien
Inkontinensia besar mampu mengenali
Defekasi adalah Kriteria Hasil : BAB normal itu
perubahan pada a. (050008) kapan saja.
kebiasaan mengenali untuk (minimal 2-3
defekasi normal keinginan x/hari)
yang ditandai defekasi di b. Agar pasien
dengan fase tingkatan dari mampu
involunter skala 2 (jarang mengontrol
menunjukkan) ke pengeluaran feses
skala 4 (sering normalnya.
menunjukkan) Seperti :
b. (050002) 1) Frekuensi BAB
mempertahankan 2-3x/hari
kontrol 2) Jenis feses
pengeluaran feses padat, lembek
ditingkatkan dari 3) Warna kuning,
skala 2 (jarang coklat
menunjukkan) ke 4) Bentuk
skala 4 (sering silindris
menunjukkan) 5) Berbau kas
c. (050018) arometik
memantau c. Agar pasien
jumlah dan mengenali input
konsistensi feses dan output
ditingkatkan dari kesehariannya.
skala 2 (jarang d. Agar pasien dapat
menunjukkan) ke mengontrol asupan

14
skala 4 (sering serat yang di
menunjukkan) konsumsi
d. (050014) kesehariannya.
mengkonsumsi
serat dengan
jumlah adekuat
di tingkatkan dari
skala 2 (jarang
menunjukkan) ke
skala 4 (sering
menunjukkan)
2. Ketidakseimban Eliminasi Usus a. Agar pasien
mampu
gan Nutrisi (0501)
mengenali BAB
Kurang dari Definisi : normal itu kapan
saja. (minimal 2-
Kebutuhan pembentukan dan
3 x/hari)
Tubuh (00002) pengeluaran feses. b. Agar pasien
dapat
Kriteria Hasil :
mengontrol
Definisi : a. (050101) Pola kapan akan
berkeinginan
asupan nutrisi eliminasi
untuk BAB
tidak cukup ditingkatan dari
untuk skala 1 (sangat
memenuhi terganggu) ke
kebutuhan skala 5 (tidak
metabolik. terganggu)
b. (050112)
Kemudahan
BAB
ditingkatkan
dari skala 1
(sangat
terganggu) ke
skala 5 (tidak
terganggu)
c. (050118)

15
Tekanan
sfingter
ditingkatkan
dari skala 1
(sangat
terganggu) ke
skala 5 (tidak
terganggu)

3. Resiko Keseimbangan
Ketidakseimban Cairan (0601)
gan Volume Definisi :
Cairan (00025) keseimbangan cairan a. Agar kondisi
Definisi : di dalam ruang tekanan darag
Kerentanan intraselular dan pasien tetap dalam
terhadap ekstraselular tubuh. keadaan normal.
penurunan, Kriteria Hasil : Karena jika fisik
peningkatan, a. (060101) tanda- tidak mendukung
atau pergeseran tanda Vital akan menambah
cepat cairan ditingkatkan beban resiko.
intravaskuler,int dari skala 1 b. Agar pasien tetap
erstisial, dan (sangat menjaga apa saja
intraselular lain, terganggu) ke yang di konsumsi
yang dapat skala 5 (tidak kesehariannya dan
mengganggu terganggu) dapat mengontrol
kesehatan, ini b. (060107) outputnya.
mengacu pada Keseimbangan c. Agar pasien
kehilangan intake dan merasa nyaman,
penambahan output dalam 24 karena pada kasus
cairan tubuh, jam ini turgor kulit
atau keduanya. ditingkatkan akan menjadi

16
dari skala 1 kemerahan.
(sangat
terganggu) ke
skala 5 (tidak
terganggu)
c. (060116) turgor
kulit
ditingkatkan
dari skala 1
(sangat
terganggu) ke
skala 5 (tidak
terganggu)
d. (060117)
kelembaban
membran
mukosa
ditingkatkan
dari skala 1
(sangat
terganggu) ke
skala 5 (tidak
terganggu)

17
NO DIAGNOSA INTERVENSI (NIC) RASIONALISASI
KEPERAWATAN
(NANDA)
1 Inkontinensia Perawatan inkontinensia a. Untuk
Defekasi (00014) saluran cerna mengetahui
Definisi : peningkatan penyebab
penahanan BAB dan inkontinensia
pemeliharaan integritas fekal
kulit perineum b. Agar pasien
a. Kaji faktor fisik dapat
atau psikologis mengontrol
penyebab saat akan BAB
inkontinensia c. Agar keluarga
fekal. dan pasien
b. Jadwalkan mengetahui
toileting dengan tujuan
menggunakan tindakan yang
pispot di dilakukan
samping tempat perawat
tidur, sesuai d. Sebagai terapi
kebutuhan. farmakologi
c. Diskusikan
prosedur dan
kriteria hasil
yang diharapkan
bersama pasien
d. Berikan obat
yang di resepkan
untuk diare,
misalnya
loperamide,

18
atropine.
2 Ketidakseimbangan Nutrisi : a. Agar
Nutrisi Kurang dari ketidakseimbangan, mengetahui
Kebutuhan Tubuh kurang dari kebutuhan nutrisi yang
(00002) tubuh. dikonsumsi
Definisi : asupan nutrisi sebelumnya
tidak cukup untuk b. Membuat
memenuhi kebutuhan tampilan
metabolik, makanan
semenarik
a. Monitor nutrisi mungkin
b. Manajemen c. Memberikan
gangguan makan cara
c. Manajemen mengkonsumsi
nutrisi yang baik
untuk
kesehatan

3 Resiko Volume cairan, resiko a. Agar pasien


Ketidakseimbangan ketidakseimbangan tau input dan
Volume Cairan Definisi : Kerentanan output cairan
(00025) terhadap penurunan, dalam
peningkatan, atau seharinya
pergeseran cepat cairan b. Agar pasien
intravaskuler,interstisial, memahami
dan intraselular lain, mengkonsums
yang dapat mengganggu i cairan
kesehatan, ini mengacu kesehariannya
pada kehilangan c. Apabila, feses
penambahan cairan yang

19
tubuh, atau keduanya. dikeluarkan
a. Monitor cairan terlalu banyak
b. Manajemen makan akan
cairan dilakukan
c. Pemasangan pemasangan
infus infus sesuai
petunjuk dari
dokter

20
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Eliminasi fecal atau defekasi merupakan proses pembuangan
metabolisme tubuh yang tidak terpakai. Eliminasi yang teratur dari sisa-sisa
produksi usus penting untuk fungsi tubuh normal. Perubahan pada defekasi
dapat menyebabkan masalah pada gastrointestinal dan bagian tubuh lain,
karena sisa-sisa produk usus adalah racun. Pola defekasi bersifat individual,
bervariasi dari beberapa kali sehari sampai beberapa kali seminggu. Jumlah
feses yang dikeluarkan pun berfariasi jumlahnya tiap individu. Feses normal
mengandung 75% air dan 25% materi padat. Feses normal berwarna coklat
karena adanya sterkobilin dan uriobilin yang berasal dari bilirubin. Warna
feses dapat dipengaruhi oleh kerja bakteri Escherecia coli. Flatus yang
dikelurkan orang dewasa selama 24 jam yaitu 7-10 liter flatus dalam usus
besar. Kerja mikroorganisme mempengaruhi bau feses. Fungsi usus
tergantung pada keseimbangan beberapa faktor, pola eliminasi dan kebiasaan
(Berman, et.al., 2009).
B. Saran
Agar supaya terhindar dari masalah defekasi seperti inkontinensia
feses, sebaiknya mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung serat
seperti buah-buahan dan sayuran. Selain itu tingkatkan pula pola hidup sehat
dan olahraga yang teratur serta hindari penggunaan obat – obat pencahar.

21
DAFTAR PUSTAKA

Boedhi, Darmojo R., Martono, Hadi. 2004. BUKU AJAR GERIATRI (Ilmu
Kesehatan Usia Lanjut). Edisi ke-3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Czeresna Heriawan Soejono, Siti Setati, Martina Wiwie S. Nasrun, Shinta
Silaswati. 2007. Pedoman Pengelolaan Kesehatan Pasien Geriatri Untuk
Dokter dan Perawat. Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian
Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
Jual Carpenito, Lynda. 2010. RENCANA ASUHAN & DOKUMENTASI
KEPERAWATAN Diagnosa Keperawatan & Masalah Kolaboratif. Edisi
II. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran (EGC).
W. Sudoyo, Aru. 2007. Buku Ajar ILMU PENYAKIT DALAM. JILID III, EDISI
IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Depertemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indoneesia.
Alimul Aziz.2008. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia. Edisi 2. Jakarta:
Salemba Medika.
Alimul Aziz.2008. Keterampilan Dasar Praktek Klinik untuk Kebidanan. Edisi 2.
Jakarta: Salemba Medika
Saryono, dkk. 2010. Kebutuhan dasar manusia. Yogyakarta : Salemba medika.

22

Anda mungkin juga menyukai