Anda di halaman 1dari 7

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Etika Deontologi Deontologi sendiri berasal dari kata “deon” dalam bahasa Yunani yang
mengandung arti “duty” atau tugas. Teori ini memiliki keyakinan bahwa sesuatu yang baik
berakar dari keberhasilan manusia dalam mengerjakan tugas atau kewajibannya. Teori ini
diketahui juga bertentangan dengan teori teleological yang mengganggap bahwa semua hal
di dunia diciptakan Tuhan untuk melayani umat manusia. Fokus utama dari teori deontologi
adalah tugas atau kewajiban manusia dan mengesampingkan konsekuensinya. Teori ini
biasanya merupakan dorongan hati individu, sehingga pada umumnya terjadi ketika membela
negara atau membela keluarganya sendiri (Ristica & Juliarti, 2014).
Deontologi, merupakan sistem etika yang tidak mengukur baik tidaknya suatu perbuatan
berdasarkan hasilnya, namun semata-mata berdasarkan maksud pelaku dalam melakukan
perbuatan tersebut, tidak menyoroti tujuan yang dipilih bagi perbuatan/keputusan melainkan
semata-mata wajib tidaknya perbuatan dan keputusan kita. Deontologi menurut I. Kant, yang
bisa disebut baik dalam arti yang sesungguhnya yaitu hanyalah kehendak yang baik, contoh
: kesehatan, kekayaan, kepandaian adalah baik jika digunakan dengan baik oleh kehendak
manusia, tapi jika dipakai oleh kehendak yang jahat semua hal akan menjadi jelek. Terdapat
2 pandangan yang disampaikan oleh Kant yaitu :
a) Imperatif (perintah) kategoris, yang mewajibkan begitu saja tanpa syarat, contoh : janji
harus ditepati, pinjam harus mengembalikan
b) Imperatif Hipotesis, selalu diikutsertakan dengan syarat Contoh : jika ingin lulus harus
rajin belajar.
Sementara itu, deontologi W.D.Ross menjelaskan bahwa kewajiban itu selalu merupakan
kewajiban prima facie (pada pandangan pertama), artinya suatu kewajiban untuk sementara
dan hanya berlaku sampai timbul kewajiban lebih penting lagi yang mengalahkan kewajiban
pertama tadi. Daftar prima facie diantaranya adalah : kewajiban kesetiaan, ganti rugi, terima
kasih,keadilan, berbuat baik, mengembangkan diri dan tidak dirugikan. Terdapat dua tinjauan
kritis di sini yaitu : a) Sistem moral Kant merupakan suatu etika yang suram dan kaku,
mel;awan kecenderungan spontan kita b) sulit diterima jika konsekuensi bisa diabaikan saja
dalam menilai moralitas perbuatan kita, sehingga Ross menambahkannya seperti yang
dijelaskan pada pandangan di atas.

4
1.2 TUJUAN PENULISAN
1. Untuk mengetahui apa arti teori etika deaontologi
2. Untuk menngetahui apa konsep teori etika deaontologi
3. Untuk mengetahui macam-macam teori deantologi
4. Untuk mengetahui kewajiban manusia dalam etika deantologi

1.3 RUMUSAN MASALAH


1. Apa arti dari etika deantologi
2. Apa saja konsep teori deantologi
3. Apa saja macam-macam teori deantologi
4. Bagaimana kewajiban manusi dalam etika deantologi

5
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN

Etika deantologis adalah teori filsafat moral yan mengajarakan bahwa sebuah
tindakan itu benar kalau tindakan tersebut selaras dengan prinsip kewajiban yang relavan
untuknya. Akar kata yunani deon berarti ‘kewajiban yangvmengikat’ dan logos berarti
“pengetahuan” isytilah “deaontology” dipakai pertama kali oleh C.D. Broad dalam bukunya
Five Types of Ethycal Theory. Teori deaontologis juga sering disebut sebagai etika yang tidak
menganggap akibat tindakan sebagai faktor yang relavan untuk diperhatikan dalam menilai
moralitas suatu tindakan.

Dalam pemahaman teori Deaontoogi memang terkesan berbeda dengan Utiliralisme.


Jika dalam Utililarisme menggantungkan moralitas perbuatan kepada konsekuensi maka
dalam Deaontoogi benar-benar melepaskan sama sekali moralitas dari konsekuensi
perbuatan. “DEAONTOLOGI” (Deaontologi) berasal dari kata dalam bahasa yunani yaitu :
deon yang artinya kewajiban. Dalam suatu perbuatan pasti ada konsekuensinya, dalam hal
ini konsekuensi perbuatan tidak boleh menjadi pertimbangan. Perbuatan menjadi baik bukan
dilihat dari hasilnya melainkan karena perbuatan tersebut wajib dilakukan. Deaontologi
menekankan perbuatan tidak dihalalkan karena tujuannya. Tujuan yang baik tidak menjadi
perbuatan itu juga baik. Disini kita tidak boleh melakukan suatu perbuatan jahat agar sesuatu
yang dihasilkan itu baik. Karena dalam teori Deaontologi kewajiban itu tidak bisa ditawar lagi
karena ini merupakan suatu keharusan. Contoh : kita tidak boleh mencuri, berbohong kepada
orang lain melalui ucapan dalam ucapan dan perbuatan.

Para penganut etika deaontologis, seperti Immanuel Kant (1724-1807) sebagai


pelopornya misalnnya, berpendapat bahwa norma moral ittu mengikat secara mutlak dan
tidak tergantung dari apakah ketaatan atas norma itu membawa hasil yang menguntungkan
atau tidak. Misalnya norma moral “janga bohong” atau “bertindaklah secara adil” tidak perlu
dipertimbangkan terlebih dahulu apakah itu menguntungkan atau tidak, disenangi atau tidak,
melainkan selalu dan dimana saja harus ditaati, entah apapun akibatnya. Hukum moral
mengikat mutlak semua manusia sebagai makhluk rasional.

6
2.2 KONSEP-KONSEP DEAONTOLOGI
1. Sistem etika ini hanya menekankan suatu pebuatan didasarkan pada wajib atau
tidaknnya kitamelakukan perbuatan itu.
2. Yang disebut baik dalam arti sesungguuhnya hanyalah kehendak yang baik, semua
hal lain disebut baik secara terbatas atau dengan syarat. Contohnya : kesehatan,
kekayaan, intelegensia, adalah baiik jika digunakan dengan baik oleh kehendak
manusia. Tetapi jikadigunakan oleh kehendak jahat, semua hal itu menjadi jahat sekali.
3. Kehendak menjadi baik, jika berkehendak karena kewajiban. Kalau perbuatan
dilakukan dengan suatu maksud atau motif lain, perbuatan itu suatu kecenderungan
atau watak baik.
4. Perbuatan dilakukan berdasarkakn kewajiban, bertindak sesuai dengan kewajiban
disebut legalitas. Dengan legalitas kita memenuhi norma hukum.

2.3 MACAM-MACAM TEORI DEAONTOLOGI

Ristica dan Juliarti (2014, pp.68-70) membagi teori deontologi menjadi tiga macam, yaitu:

1. Rational monism Teori ini dibuat oleh Immanuel Kant yang menyakini bahwa suatu tindakan
dianggap bermoral jika dilakukan dengan sense of duty (rasa tanggung jawab). Tugas atau
kewajiban individu adalah melakukan sesuatu yang rasional dan bermoral, sehingga semua
tindakan yang berasal dari keinginan Tuhan dianggap bermoral. Untuk membedakan
tindakan bermoral dan tidak bermoral, maka perlu diajarkan tentang apa yang seharusnya
dilakukan dan apa yang tidak seharusnya dilakukan. Ukuran yang digunakan adalah hati
nurani individu yang bersangkutan.
2. Traditional deontology Teori ini memiliki dasar religi yang kuat, yaitu menyakini Tuhan dan
kesucian hidup. Tugas dan kewajiban moral berpedoman pada perintah Tuhan. Semua
tindakan yang harus dilakukan harus berdasarkan perintah Tuhan.
3. Intuitionistic pluralis Teori ini tidak memiliki prinsip utama, hanya menyatakan bahwa ada
beberapa aturan moral atau kewajiban yang harus diikuti oleh semua manusia. Aturan dan
kewajiban tersebut sama pentingnya sehingga sering muncul konflik satu aturan dengan
aturan lainnya.

7
2.4 KEWAJIBAN MANUSIA YANG HARUS DIMILIKI DALAM ETIKA DEAONTOLOGI

Tujuh kewajiban utama yang harus dilakukan manusia, yaitu:


a. Kewajiban akan kebenaran, kepatuhan, ketaatan, menjaga rahasia, setia, dan tidak
berbohong.
b. Kewajiban untuk berderma, murah hati, dan membantu orang lain.
c. Tidak merugikan orang lain.
d. Menjunjung tinggi keadilan.
e. Wajib memperbaiki kesalahan yang ada
f. Wajib bersyukur, membalas budi kepada orang yang telah berbuat baik kepada kita
(khususnya orang tua).
g. Kewajiban untuk mengembangkan kemampuan diri Penerapan etika deontologi
dalam bisnis berarti jangan memperlakukan orang lain sebagai alat demi meraih
keuntungan, melainkan sebagai mitra yang punya harkat dan martabat yang perlu
dihargai dalam mencapai tujuan bersama.

Hal ini berarti kewajiban lainnya harus dikalahkan oleh kewajiban tidakmboleh
memperlakukan manusia sebagai alat bagi tujuan lain di luar dirinya (Keraf, 2012, p.26).
Pada kepemimpinan di perusahaan, manajer yang menganut prinisp deontologi akan
menilai apakah keputusan dan tindakannya sesuai dengan hak-hak dasar serta hak-hak
istimewa individu dan kelompok. Penerapan prinisp deontologi mencakup hak terhadap
kehidupan, rasa aman, standar kejujuran, privasi, kebebasan beragama, kebebeasan
mengeluarkan pendapat, dan kepemilikan pribadi (Pearce dan Robinson, 2008, pp.103).
Suatu tindakan bisnis akan dinilai baik dalam etika deontologi bukan karena tindakan itu
mendatangkan akibat baik bagi pelakunya, melainkan karena tindakan itu sejalan dengan
kewajiban si pelaku, misalnya memberikan pelayanan yang baik kepada semua
konsumen, mengembalikan utang sesuai sesuai dengan kesepakatan, untuk
menawarkan barang dan jasa dengan mutu yang sebanding dengan harga, dan
sebagainya (Keraf, 2012, pp.23).

8
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Deontologi, merupakan sistem etika yang tidak mengukur baik tidaknya suatu perbuatan
berdasarkan hasilnya, namun semata-mata berdasarkan maksud pelaku dalam melakukan
perbuatan tersebut, tidak menyoroti tujuan yang dipilih bagi perbuatan/keputusan melainkan
Perbuatan menjadi baik bukan dilihat dari hasilnya melainkan karena perbuatan tersebut wajib
dilakukan. Deaontologi menekankan perbuatan tidak dihalalkan karena tujuannya. Tujuan yang
baik tidak menjadi perbuatan itu juga baik. Disini kita tidak boleh melakukan suatu perbuatan
jahat agar sesuatu yang dihasilkan itu baik. Karena dalam teori Deaontologi kewajiban itu tidak
bisa ditawar lagi karena ini merupakan suatu keharusan. semata-mata wajib tidaknya perbuatan
dan keputusan kita.

3.2 SARAN

Sebagai manusia kita wajib berperilaku yang baik tidak semena-mena untuk membohongi
orang lain mapun berbuat jahat kepada orang alin. Sebab etika deantolohi ini tindakan yang baiik
akan tetap baik dan tindakan yang jahat akan teap jahat.

9
DAFTAR PUSTAKA

Bertens, K.(2007). ETIKA. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama


Priharjo, Robert. (2006). Pengantar etika keperawatan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius
https://id.scribd.com/doc/307054963/TEORI-DEONTOLOGIS

10

Anda mungkin juga menyukai