Anda di halaman 1dari 20

Surah Al-Fatihah

Surah Al-Fatihah (bahasa Arab: ‫الفاتحة‬, translit. al-fātiḥah, har. 'pembukaan') adalah surah pertama
dalam al-Qur'an. Surah ini diturunkan di Mekah dan terdiri dari 7 ayat. Al-Fatihah merupakan
surah yang pertama-tama diturunkan dengan lengkap di antara surah-surah yang ada dalam Al-
Qur'an.

Surah ini disebut Al-Fatihah (Pembukaan), karena dengan surah inilah dibuka dan dimulainya
Al-Quran. Dinamakan Ummul Qur'an (‫ ;أ ّم القرءان‬induk al-Quran) atau Ummul Kitab (‫;أ ّم الكتاب‬
induk Al-Kitab) karena dia merupakan induk dari semua isi Al-Quran. Dinamakan pula As Sab'ul
matsaany (‫ ;السبع المثاني‬tujuh yang berulang-ulang) karena jumlah ayatnya yang tujuh dan dibaca
berulang-ulang dalam salat.

Nama lain
Selain dinamai Al-Fatihah (Pembuka), surah ini sering juga disebut Fatihatul Kitab (Pembukaan
Kitab), Ummul Kitab (Induk Kitab), Ummul Qur'an (Induk Al-Qur'an), As-Sabu'ul Matsani
(Tujuh yang Diulang). Selain keempat sebutan tersebut, banyak ulama tafsir yang menyebutnya
dengan: Ash-Shalah (‫الصالة‬, Salat), al-Hamd (‫الحمد‬, Pujian), Al-Wafiyah (‫الوافية‬, Yang Sempurna),
al-Kanz (‫الكنز‬, Simpanan Yang Tebal), asy-Syafiyah (Yang Menyembuhkan), Asy-Syifa (Arab:
‫الشفاء‬, Obat), al-Kafiyah (Arab: ‫الكافية‬, Yang Mencukupi), al-Asas (Pokok), al-Ruqyah (Mantra),
asy-Syukru (Syukur), ad-Du'au (Do'a), dan al-Waqiyah (Yang Melindungi dari Kesesatan).

Al-Fatihah

Al-Fatihah merupakan satu-satunya surah yang dipandang penting dalam salat. Salat dianggap
tidak sah apabila pembacanya tidak membaca surah ini. Dalam hadits dinyatakan bahwa salat
yang tidak disertai al-Fatihah adalah salat yang "buntung" dan "tidak sempurna". Walau begitu,
hal tersebut tidak berlaku bagi orang yang tidak hafal Al-Fatihah. Dalam hadits lain disebutkan
bahwa orang yang tidak hafal Al-Fatihah diperintahkan membaca:

"Maha Suci Allah, segala puji milik Allah, tidak ada tuhan kecuali Allah, Allah Maha
Besar, tidak ada daya dan kekuatan kecuali karena pertolongan Allah."

Dalam pelaksanaan salat, Al-Fatihah dibaca setelah pembacaan Doa Iftitah dan dilanjutkan
dengan "Aamiin" dan kemudian membaca ayat atau surah al-Qur'an (pada rakaa'at tertentu). Al-
Fatihah yang dibaca pada rakaat pertama dan kedua dalam salat, harus diiringi dengan ayat atau
surah lain al-Qur'an. Sedangkan pada rakaat ketiga hingga keempat, hanya Al-Fatihah saja yang
dibaca.

Disebutkan bahwa pembacaan Al-Fatihah seperti yang dicontohkan Nabi Muhammad adalah
dengan memberi jeda pada setiap ayat hingga selesai membacanya, misal:

Bismillāhir rahmānir rahīm (jeda) Alhamdu lillāhi rabbil ʿālamīn (jeda) Arrahmānir
rahīm (jeda) Māliki yaumiddīn (jeda) dan seterusnya.
Selain itu, kadang bacaan Nabi Muhammad pada ayat Maliki yaumiddīn dengan ma pendek
dibaca Māliki yaumiddīn dengan ma panjang.

Dalam salat, Al-Fatihah biasanya diakhiri dengan kata "Aamiin". "Aamiin" dalam salat Jahr
biasanya didahului oleh imam dan kemudian diikuti oleh makmum. Pembacaan "Aamiin"
diharuskan dengan suara keras dan panjang. Dalam hadits disebutkan bahwa makmum harus
mengucapkan "aamiin" karena malaikat juga mengucapkannya, sedangkan pendapat lain
mengatakan bahwa "aamiin" diucapkan apabila imam mengucapkannya.

Pembacaan Al-Fatihah dan surah-surah lain dalam salat ada yang membacanya keras dan ada
yang lirih. Hal itu tergantung dai salat yang sedang dijalankan dan urutan rakaat dalam salat.
Salat yang melirihkan seluruh bacaannya (termasuk Al-Fatihah dan surah-surah lain) dari awal
hingga akhir salat, disebut Salat Sir (membaca tanpa suara). Salat Sir contohnya adalah Salat
Zuhur dan Salat Ashar di mana seluruh bacaan salat dalam salat itu dilirihkan. Selain salat Sir,
terdapat pula salat Jahr, yaitu salat yang membaca dengan suara keras. Salat Jahr contohnya
adalah salat Subuh, salat Maghrib, dan salat Isya'. Dalam salat Jahr yang berjamaah, Al-Fatihah
dan surah-surah lain dibaca dengan keras oleh imam salat. Sedangkan pada saat itu, makmum
tidak diperbolehkan mengikuti bacaan Imam karena dapat mengganggu bacaan Imam dan hanya
untuk mendengarkan. Makmum diperbolehkan membaca (dengan lirih) apabila imam tidak
mengeraskan suaranya. Sementara dalam Salat Lail, bacaan Al-Fatihah diperbolehkan membaca
keras dan diperbolehkan lirih, hal ini seperti yang tertera dalam hadits:

"Rasulullah bersabda, "Wahai Abu Bakar, saya telah lewat di depan rumahmu ketika
engkau salat Lail dengan bacaan lirih." Abu Bakar menjawab, "Wahai Rasulullah, Dzat
yang aku bisiki sudah mendengar." Dia bersabda kepada Umar, "Aku telah lewat di
depan rumahmu ketika kamu salat Lail dengan bacaan yang keras." Jawabnya, "Wahai
Rasulullah, aku membangunkan orang yang terlelap dan mengusir setan." Nabi
Muhammad bersabda, "Wahai Abu Bakar, keraskan sedikit suaramu." Kepada Umar dia
bersabda, "Lirihkan sedikit suaramu."

Surat ini mengandung intisari ketiga macam tauhid. Di dalam penggalan ayat Rabbil ‘alamiin
terkandung makna tauhid rububiyah. Tauhid rububiyah adalah mengesakan Allah dalam hal
perbuatan-perbuatanNya seperti mencipta, memberi rezeki dan lain sebagainya. Di dalam kata
Allah dan Iyyaaka na’budu terkandung makna tauhid uluhiyah. Tauhid uluhiyah adalah
mengesakan Allah dalam bentuk beribadah hanya kepada-Nya. Demikian juga di dalam
penggalan ayat Alhamdu terkandung makna tauhid asma’ wa sifat. Tauhid asma’ wa sifat adalah
mengesakan Allah dalam hal nama-nama dan sifat-sifatNya. Allah telah menetapkan sifat-sifat
kesempurnaan bagi diri-Nya sendiri. Demikian pula Rasul shallallahu’alaihi wa sallam. Maka
kewajiban kita adalah mengikuti Allah dan Rasul-Nya dalam menetapkan sifat-sifat
kesempurnaan itu benar-benar dimiliki oleh Allah. Kita mengimani ayat ataupun hadits yang
berbicara tentang nama dan sifat Allah sebagaimana adanya, tanpa menolak maknanya ataupun
menyerupakannya dengan sifat makhluk.

Selain itu surat ini juga mencakup intisari masalah kenabian yaitu tersirat dari ayat Ihdinash
shirathal mustaqiim. Sebab jalan yang lurus tidak akan bisa ditempuh oleh hamba apabila tidak
ada bimbingan wahyu yang dibawa oleh Rasul. Surat ini juga menetapkan bahwasanya amal-
amal hamba itu pasti ada balasannya. Hal ini tampak dari ayat Maaliki yaumid diin. Karena pada
hari kiamat nanti amal hamba akan dibalas. Dari ayat ini juga bisa ditarik kesimpulan bahwa
balasan yang diberikan itu berdasarkan prinsip keadilan, karena makna kata diin adalah balasan
dengan adil. Bahkan di balik untaian ayat ini terkandung penetapan takdir. Hamba berbuat di
bawah naungan takdir, bukan terjadi secara merdeka di luar takdir Allah ta’ala sebagaimana yang
diyakini oleh kaum Qadariyah (penentang takdir). Dan menetapkan bahwasanya hamba memang
benar-benar pelaku atas perbuatan-perbuatanNya. Hamba tidaklah dipaksa sebagaimana
keyakinan kaum Jabriyah. Bahkan di dalam ayat Ihdinash shirathal mustaqiim itu terdapat
intisari bantahan kepada seluruh ahli bid’ah dan penganut ajaran sesat. Karena pada hakikatnya
semua pelaku kebid’ahan maupun penganut ajaran sesat itu pasti menyimpang dari jalan yang
lurus; yaitu memahami kebenaran dan mengamalkannya. Surat ini juga mengandung makna
keharusan untuk mengikhlaskan ketaatan dalam beragama demi Allah ta’ala semata. Ibadah
maupun isti’anah, semuanya harus lillaahi ta’aala. Kandungan ini tersimpan di dalam ayat
Iyyaka na’budu wa iyyaaka nasta’iin (disadur dari Taisir Karimir Rahman, hal. 40).

Surah An-Nās
Surah An-Nas (bahasa Arab: ‫ )سورة الناس‬adalah surah penutup (ke-114) dalam Al-Qur'an. Nama
An-Nas diambil dari kata An-Nas yang berulang kali disebut dalam surah ini yang berarti
manusia. Surah ini termasuk dalam golongan surah makkiyah. Isi surah adalah anjuran supaya
manusia memohon perlindungan kepada Allah terhadap pengaruh hasutan jahat setan yang
menyelinap di dalam diri.

Katakanlah: "Aku berlindung kepada Tuhannya manusia. Raja manusia. Sembahan manusia.
Dari kejahatan (bisikan) syaitan yang biasa bersembunyi, Yang membisikkan (kejahatan) ke
dalam dada manusia, Dari (golongan) jin dan manusia. (QS. Al-Nas [114]: 1-6)

Dalam tafsir Fi Zilal al-Qur’an, surah ini merupakan permohonan perlindungan kepada Tuhan
yang memelihara dan menguasai manusia, Raja manusia, dan Sesembahan manusia. Sedangkan
yang dimohonkan perlindungan adalah dari kejahatan yang muncul dari bisikan setan yang
diberikan kepada manusia untuk melakukan kejahatan ke dalam dada manusia baik dari
golongan jin dan manusia. Dalam permohonan ini, menghadirkan tiga sifat yang dimiliki Allah,
yaitu Ar-Rabb yakni Tuhan yang memelihara, yang mengarahkan dan yang menjaga; Al-malik
yakni Tuhan yang berkuasa, yang menentukan keputusan serta yang mengambil tindakan; dan
Al-Ilah yakni Tuhan yang Maha Tinggi, yang mengungguli, yang mengurusi serta yang
berkuasa.

Sifat-sifat itu mengandung perlindungan dari kejahatan yang masuk ke dalam dada, sedang yang
bersangkutan tidak mengeahui cara menolaknya karena ia tersembunyi. Allah memberikan
pengarahan kepada Rasulullah serta umatnya agar berlindung dari bisikan-bisikan yang merayap
yang tidak dapat ditolak kecuali oleh perlindungan dari Rabb, Malik dan Ilah. Karena, Dialah
yang dapat mencegahnya sedangkan mereka tidak mengetahui dan merasakan. Dan waswasah
berate suara yang halus; khanus berarti bersembunyi dan kembali lagi; dan khannas adalah
mempunyai tabiat sering bersembunyi dan kembali lagi
.
Pertama nash yang menyebutkan secara mutlak tentang “al- waswasul khannas.” Lalu, dibatasi
aktivitasnya dengan “al-ladzii yuwaswisu fii shuduurinnas” yang membisikkan kejahatan ke
dalam dada manusia. Kemudian dibatasi lagi esensinya dengan “minal jinnati wan-naas” dari
golongan jin dan manusia. Urutan ini menimbulkan kesadaran dalam hati untuk mengetahui cara
kerjanya dalam mewujudkan kejahatan, agar yang bersangkutan menolak atau mengawasinya.
Jiwa manusia ketika mengetahui, setalah disadarkan dan dibangunkan, bahwa setan baisa
bersembunyi itu menyampaikan bisikan-bisikan yang halus dan rahasia dalam hati manusia;
bahwa yang berbisik itu jin yang tersembunyi dan bisa juga golongan manusia yang
membisikkan ke dalam dada sebagaian golongan jin itu; maka ia berusaha untuk menolaknya. Ia
pun tahun tempat persembunyiannya, tempat masuk dan jalannya. Dalam hal ini dapat dilihat
dalam kisah Nabi Adam dan Siti Hawa.

Menurut Quraisy Shihab, surah ini memiliki kandungan yang sama dengan surah sebelumnya
(al-falaq, red.), hanya saja yang menjadi pembeda adalah kata terkahir. Jika sebelumnya
menggunakan kata al-Falaq maka pada surat ini menggunakan kata al-Naas. Hal ini
menunjukkan bahwa permohonan yang diminta adalah perlindungan dari manusia itu sendiri,
baik dari keburukan dirinya sendiri atau pun dari keburukan orang lain terhadapnya. Penggunaan
kata Malik/Raja dalam ayat ini adalah permohonan yang disandarkan kepada sifat kekuasaan
Allah yang mutlak atas manusia. Sedangkan kata Ilah/Tuhan yang menjadi tempat menuju atau
memohon, karena hanya kepadaNya saja segala permohonan di permintakan.

Permohonan perlindungan juga diperuntukkan dari bisikan- bisikan yang dilakukan oleh
pembisik yang tersembunyi, yang dimaksud disini adalah setan. Bisikan setan yang sangat
rahasia dan tersembunyi inilah yang sangat sulit untuk dihindari kecuali oleh pertolongan dari
Allah SWT., terdapat pula bisikan yang datang dari manusia lain, namun pada dasarnya bisikan
atau ajakan tersebut sebenarnya berasal dari ajakan setan yang telah merasuk kepada orang yang
mengajak pada hal keburukan.

Menurut HAMKA, ayat ini merupakan permohonan perlindungan kepada segala perbuatan
buruk yang dapat muncul dari perbuatan manusia yang didasari atas bisikan dari syaitan.
Permohonan ini menggunakan media sifat-sifat Allah yang agung guna untuk menyentuh kuasa
Allah. Sifat-sifat tersebut adalah Rabbun, Malikun, dan Ilahun. Rabbun, sebagai dzat yang
memelihara manusia tidakkan pernah membiarkan manusia sebagai makhluk ciptaanNya
menjadi terlantar, dan adanya sifat inilah Allah selalu memenuhi kebutuhan makhlukNya baik
makanan maupun minuman, serta seluruh anggota tubuh manusia tersebut. Sedangkan Allah
dengan sifat Malikun merupakan dzat yang mempuanyai kuasa penuh atas kerajaan di langit
maupun di bumi. Hal ini juga mengisyaratkan bahwa manusia yang ingin mendapat
perlindunganNya haruslah mematuhi aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh Allah. Setelah
adanya keyakinan yang kuat bahwa Allah-lah dzat yang Maha Memelihara dan Maha Menguasai
maka hanya kepadaNya saja segala sesuatu akan kembali kepada dzat yang memiliki sifat Ilah,
yakni dzat yang satu-satunya pantas untuk disembah dan tiada sekutu bagiNya.

Perlindungan yang diinginkan oleh manusia terhadap Allah adalah penlindungan dari bisikan-
bisikan halus yang berasal dari syaitan yang bersemayam dalam diri manusia, yang kemudian
merasuk kepada manusia lain guna membisikan godaan tersebut pada manusia. Hal ini tergambar
sebagaimana pada peristiwa Nabi Adam ketika di kelabuhi Iblis untuk memakan buah khuldi,
dengan terlebih dahulu menggoda hawa.

Setelah surah sebelumnya membahas mengenai permohonan manusia atas gangguan-gangguan


yang disebabkan oleh sihir yang dikirimkan oleh para wanita-wanita penyihir. Pada surah al-nas
ini berisi mengenai perlindungan terhadap bisikan-bisikan syeitan yang selalu mengajak manusia
untuk melakukan kekejian. Bisikan-bisikan yang diberikan sangatlah halus dan bisikan ini tidak
dapat di hindari oleh manusia, oleh karena tak berdayanya manusia terhadap bisikan ini maka
Allah mengajarkan manusia agar meminta pertolongan kepada Allah dari bisikan-bisikan
tersebut.

Bisikan-bisikan yang sering diberikan oleh syaitan adalah adanya rasa was-was dan
memunculkan rasa keraguan terhadap kekuasaan dan kehendak Allah yang Mutlak. Bisikan yang
dilakukan sangatlah halus dan tanpa disadari oleh manusia. Kemudian, bila terdapat manusia
yang telah terkena bisikan ini dia akan menjadi orang yang dikendalikan oleh syaitan, yang pada
akhirnya keluar dari bibirnya apa-apa yang dibisikan oleh syaitan kepadanya terhadap keraguan
terhadap kekuasaan Allah. Dan hal ini juga dapat mempengaruhi orang lain agar mempunyai
pendapat yang sama dengan orang yang dikendalikan syaitan tersebut. Oleh sebab itu, Allah
mengajarkan manusia agar meminta perlindungan kepada Allah terhadap bisikan yang
dihembuskan oleh syaitan serta dari bisikan manusia lainnya.

Nama-nama Surat An Nas

Nama Surat An Nas yang berarti “manusia” diambil dari ayat pertama. Surat An Nas disebut
juga surat Qul a’udzu birabbin naas.

Surat An Nas dan surat Al Falaq disebut al mu’awwidzatain. Yakni dua surat yang menuntun
pembacanya menuju tempat perlindungan. Surat Al Falaq disebut al mu’awwidzah al ‘ula.
Sedangkan Surat An Nas disebut al mu’awwidzah ats tsaaniyah.

Bersama Surat Al Falaq, Surat An Nas juga dinamakan al muqasyqisyatain. Yakni dua surat
yang membebaskan manusia dari kemunafikan.

Isi Kandungan Surat An Nas

Berikut ini isi kandungan surat An Nas yang kami sarikan dari sejumlah tafsir. Yakni Tafsir Al
Munir karya Syaikh Wahbah Az Zuhaili, Tafsir Fi Zilalil Quran karya Sayyid Qutb dan Tafsir Al
Azhar karya Buya Hamka.

1. Surat An Nas mengandung isti’aadzah (permintaan perlindungan) kepada Allah Subhanahu wa


Ta’ala dari segala kejahatan iblis dan bala tentaranya yang dapat melalaikan manusia dengan
menebarkan was-was pada diri mereka.

2. Tiga ayat pertama Surat An Nas menunjukkan tiga sifat bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala
yakni rububiyah, mulkiyah dan uluhiyah. Sifat rububiyah didahulukan karena mengandung
makna penjagaan dan pemeliharaan, tepat untuk al isti’aadzah (permintaan pertolongan). Lalu
mulkiyah menunjukkan bahwa tidak ada pertolongan kecuali dari pemilikNya. Setelah itu Allah
menyebutkan uluhiyah untuk menjelaskan bahwa Dialah yang berhak disembah.

3. Tiga sifat ini sekaligus menunjukkan bahwa hanya Allah-lah Tuhan pemelihara dan pencipta,
Dialah yang merajai dan menguasai manusia, serta hanya Dialah yang berhak diibadahi oleh
manusia.

4. Surat An Nas menjelaskan bahwa waswas, adakalanya dari jin dan adakalanya dari manusia.
Surat An Nas juga memberikan penjelasan kepada kita bahwa setan itu bisa dari golongan jin
dan bisa dari golongan manusia.

5. Dalam Surat An Nas, kita menyebut tiga sifat Allah (Rabb, Malik dan Ilah) hanya untuk
meminta perlindungan dari satu hal yakni waswas. Demikian ini karena pentingnya keselamatan
agama, jauh lebih penting daripada keselamatan jiwa dan raga.

Surah Al-Falaq
Surah Al-Falaq (bahasa Arab: ‫ )سورة الفلق‬adalah surah ke-113 dalam Al-Qur'an. Nama Al-Falaq
diambil dari kata Al-Falaq yang terdapat pada ayat pertama surah ini yang artinya waktu subuh.
Surat ini tergolong surah Makkiyah.

Inti dari Surah ini adalah perintah agar umat manusia senantiasa memohon perlindungan kepada
Allah SWT menghadapi segala keburukan yang tersembunyi.

Hubungan Surat Al Falaq dengan Surat An Naas

1. Kedua-duanya sama-sama mengajarkan kepada manusia, hanya kepada Allah-lah


menyerahkan perlindungan diri dari segala kejahatan.
2. Surat Al Falaq memerintahkan untuk memohon perlindungan dari keburukan yang samar,
sedang Surat An Naas memerintahkan untuk memohon perlindungan kepada Allah SWT
dari segala kejahatan setan dari kaum jin dan manusia.

Nama-nama Surat Al Falaq

Nama Surat Al Falaq yang berarti “yang terbelah” diambil dari ayat pertama. Surat Al Falaq
disebut juga surat Qul a’udzu birabbil falaq.

Surat Al Falaq dan surat An Nas disebut al mu’awwidzatain. Yakni dua surat yang menuntun
pembacanya menuju tempat perlindungan. Surat Al Falaq disebut al mu’awwidzah al ‘ula.
Sedangkan Surat An Nas disebut al mu’awwidzah ats tsaaniyah.

Kedua surat ini juga dinamakan al muqasyqisyatain. Yakni dua surat yang membebaskan
manusia dari kemunafikan.
Isi Kandungan Surat Al Falaq

Berikut ini isi kandungan surat Al Falaq yang kami sarikan dari sejumlah tafsir. Yakni Tafsir
Ibnu Katsir, Tafsir Al Munir karya Syaikh Wahbah Az Zuhaili, Tafsir Fi Zilalil Quran karya
Sayyid Qutb, Tafsir Al Azhar karya Buya Hamka dan Tafsir Al Misbah karya Quraisy Syihab.

1. Surat Al Falaq mengandung isti’aadzah (permintaan perlindungan) kepada Allah Subhanahu


wa Ta’ala dari segala kejahatan makhluk. Makhluk ini bisa siapapun dan apa pun, termasuk
dirinya sendiri yang merupakan ciptaan Allah.

2. Dalam memohon perlindungan, dalam surat Al Falaq ini Allah disebut dengan sifatNya
Rabbul falaq. Yakni tuhannya pagi/subuh dan tuhan seluruh makhluk. Sebagaimana Allah bisa
membelah kegelapan malam dengan terangnya pagi, Allah juga kuasa menyingkirkan kejahatan
dan kesulitan dengan memunculkan pertolongan.

3. Surat Al Falaq juga mengandung isti’aadzah kepada Allah dari kejahatan (syarr) di waktu
malam, kejahatan sihir, dan kejahatan orang-orang yang hasad. Meskipun ketiga kejahatan ini
termasuk dalam kejahatan makhluk Allah (syarri maa khalaq), ketiganya memerlukan perhatian
khusus sehingga disebutkan lebih rinci.

4. Dalam Surat Al Falaq ini terdapat dalil bahwa sihir itu ada dan karenaNya manusia harus
berlindung kepada Allah, bukan kepada selainNya.

5. Surat Al Falaq menjelaskan hasad itu membawa keburukan dan mengakibatkan kejahatan.
Karenanya kita perlu menghindarinya serta memohon perlindungan Allah darinya.

6. Dua surat Al Falaq dan An Nas yang disebut al mu’awwidzatain ini hendaknya dibaca dan
diamalkan untuk mendapat perlindungan Allah dari segala kejahatan. Dalam keseharian,
Rasulullah membaca Surat Al Ikhlas, Al Falaq dan An Nas sebelum tidur, meniupkan ke kedua
telapak tangan lalu mengusapkan ke kepala, wajah dan seluruh tubuh.

Surah Al-Ikhlas
Surah Al-Ikhlas (Arab:‫اإلخالص‬, "Memurnikan Keesaan Allah") adalah surah ke-112 dalam al-
Qur'an. Surah ini tergolong surah Makkiyah, terdiri atas 4 ayat dan pokok isinya adalah
menegaskan keesaan Allah sembari menolak segala bentuk penyekutuan terhadap-Nya. Kalimat
inti dari surah ini, "Allahu ahad, Allahus shamad" (Allah Maha Esa, Allah tempat bergantung),
sering muncul dalam uang dinar emas pada zaman Kekhalifahan dahulu. Sehingga, kadang kala
kalimat ini dianggap sebagai slogan negara Khilafah Islamiyah, bersama dengan dua kalimat
Syahadat.
Nama-nama Surat Al Ikhlas

Berbeda dengan umumnya nama surat yang diambil dari kata yang ada pada surat tersebut, surat
Al Ikhlas tidak demikian. Dinamakan surat Al Ikhlas karena surat ini berisi pokok-pokok tauhid.
Mengesakan Allah dan menafikan segala sekutu bagiNya.
Surat Al Ikhlas disebut juga Surat Qul huwallaahu ahad. Diambil dari ayat pertama dari surat ini.

Selain itu, ternyata surat ini memiliki banyak nama. Syaikh Wahbah Az Zuhaili dalam Tafsir Al
Munir menjelaskan, surat ini juga dinamakan dengan Surat at Tafrid, at Tajrid, at Tauhid, an
Najah dan al Wilaayah. Dinamakan pula dengan Surat al Ma’rifah dan al Asas.

Isi Kandungan Surat Al Ikhlas

Berikut ini isi kandungan surat Al Ikhlas yang kami sarikan dari sejumlah tafsir. Yakni Tafsir Al
Munir karya Syaikh Wahbah Az Zuhaili, Tafsir Fi Zilalil Quran karya Sayyid Qutb dan Tafsir Al
Azhar karya Buya Hamka.

1. Surat Al Ikhlas menegaskan keesaan Allah dengan sifatNya Ahad. Yakni tidak ada sesuatu
pun selain Dia bersama Dia dan bahwa tidak ada sesuatu pun yang sama denganNya. Tidak ada
hakikat kecuali hakikatNya dan tidak ada wujud yang hakiki kecuali wujudNya.

2. Allah adalah Tuhan yang kepadaNya segala makhluk bergantung. Seluruh makhluk butuh
kepadaNya. Dialah satu-satunya yang dituju untuk memenuhi segala hajat makhluk. Sedangkan
Dia tidak butuh kepada siapa pun.

3. Allah tidak beranak, tidak diperanakkan dan tidak mempunyai istri. Karenanya keyakinan
orang Yahudi yang mengatakan Uzair anak Allah adalah keyakinan yang batil. Keyakinan orang
Nasrani yang mengatakan Isa anak Allah adalah keyakinan yang batil. Keyakinan orang-orang
musyrik yang mengatakan malaikat adalah putri-putri Allah adalah keyakinan yang batil.

4. Surat Al Ikhlas menjelaskan bahwa tidak ada yang sebanding dan setara dengan Allah. Baik
dalam hakikat wujudnya maupun dalam sifat dzatiyahnya.

5. Surat Al Ikhlas ini mengajarkan pokok-pokok tauhid dan pondasi keimanan. Ia juga
membantah keyakinan orang-orang kafir baik musyrik maupun ahli kitab yang menyekutukan
Allah dengan berhala atau manusia.

Surah Al-Lahab
Surah Al-Lahab atau Al-Massad adalah surat ke-111 dalam Al-Qur'an. Surat ini terdiri atas 5
ayat dan termasuk surat makiyyah. Nama surat ini diambil dari kata Al Lahab yang terdapat pada
ayat ketiga surat ini yang artinya gejolak api. Pokok isi surat ini berisi tentang nasib salah
seorang paman Rasulullah SAW yakni Abu Lahab beserta istrinya yang diancam dengan siksa
neraka.

Hubungan Al Lahab dengan Al Ikhlash

Surat Al Lahab mengisyaratkan bahwa kemusyrikan itu tidak dapat dipertahankan dan tidak akan
menang walaupun pendukung-pendukungnya bekerja keras. Surat Al Ikhlash mengemukakan
bahwa tauhid dalam Islam adalah tauhid yang semurni-murninya.
Nama-nama Surat Al Lahab

Dinamakan Surat Al Lahab karena surat ini membicarakan Abu Lahab dan balasan baginya yang
telah menyakiti Rasulullah. Ia akan dibalas dengan neraka yang apinya bergejolak (lahab)
sebagaimana ayat tiga Surat ini.

Ia disebut juga Surat Al Masad yang artinya tali yang terbuat dari sabut. Diambil dari ayat lima
pada surat ini, ketika mensifati istri Abu Lahab dan ancaman siksa Allah baginya.

Surat ini juga dinamakan Surat Tabbat karena firman Allah ini diawali dengan kata tersebut.

Isi Kandungan Surat Al Lahab

Berikut ini isi kandungan surat Al Lahab yang kami sarikan dari sejumlah tafsir. Yakni Tafsir Al
Munir karya Syaikh Wahbah Az Zuhaili, Tafsir Fi Zilalil Quran karya Sayyid Qutb dan Tafsir Al
Azhar karya Buya Hamka.

1. Surat Al Lahab berisi kutukan untuk Abu Lahab dan istrinya yang sangat sengit menyakiti
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.

2. Surat Al Lahab mengandung berita gaib bahwa Abu Lahab akan merugi, binasa dan celaka.
Dan itu benar-benar terjadi. Ia mati mengenaskan dengan sakit yang membuat jijik teman-
temannya hingga tak ada yang mau memakamkannya.

3. Surat ini juga mengandung berita gaib bahwa harta dan anak-anak Abu Lahab tidak akan bisa
menolongnya.

4. Surat Al Lahab memberitakan bahwa dia dan istrinya akan masuk neraka. Ini pun benar-benar
terjadi karena keduanya mati dalam kondisi tetap kafir.

5. Surat Al Lahab menghinakan istri Abu Lahab yang suka menghina Rasulullah. Leher yang
seharusnya dikalungi dengan perhiasan indah, justru akan dikalungi tali dari sabut atau tali dari
besi neraka.

6. Surat Al Lahab merupakan salah satu mukjizat dan bukti kenabian Rasulullah Muhammad
shallallahu ‘alaihi wasallam. Sampai akhir hayatnya, Abu Lahab tidak masuk Islam baik secara
dhahir maupun batin. Maka ia benar-benar menjadi orang yang binasa dan celaka seperti
ditegaskan surat ini.

Surah An-Nasr
Surah An-Nasr (bahasa Arab:‫ )النصر‬adalah surah ke-110 dalam al-Qur'an. Surah ini terdiri atas 3
ayat dan termasuk surah Madaniyah. An Nasr berarti "Pertolongan", nama surah ini berkaitan
dengan topik surah ini yakni janji bahwa pertolongan Allah akan datang dan Islam akan
memperoleh kemenangan.
Hubungan dengan surah Al-Lahab

Surah An-Nasr menerangkan tentang kemenangan yang diperoleh Nabi Muhammad dan
pengikut-pengikutnya, sedang surah Al-Lahab menerangkan tentang kebinasaan dan siksaan
yang akan diderita oleh Abu Lahab dan istrinya sebagai orang-orang yang menentang Nabi.

Nama-nama Surat An Nasr

Surat ini dinamakan surat An Nasr yang berarti pertolongan karena di dalamnya dibicarakan
pertolongan Allah. Nama An Nasr diambilkan dari ayat pertama surat ini.

Ia dinamakan juga Surat Idza jaa’a nashrullaahi wal fath, sebagaimana bunyi awal surat ini.
Juga dinamakan surat At Taudi’ (perpisahan) karena terdapat isyarat dekatnya ajal Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam.

Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu menjelaskan bahwa surat ini diturunkan pada pertengahan hari-
hari tasyrik. “Maka aku mengetahui bahwa hal ini merupakan al wada’ (perpisahan),” kata Ibnu
Umar. Namun dalam Tafsir Fi Zilalil Quran, Sayyid Qutb menguatkan pendapat bahwa surat ini
diturunkan sebelum Fathu Makkah.

Isi Kandungan Surat An Nasr

Berikut ini isi kandungan surat An Nasr yang kami sarikan dari sejumlah tafsir. Yakni Tafsir Al
Qur’anil ‘Adhim karya Ibnu Katsir, Tafsir Al Munir karya Syaikh Wahbah Az Zuhaili, Tafsir Fi
Zilalil Quran karya Sayyid Qutb dan Tafsir Al Azhar karya Buya Hamka.

1. Surat An Nasr berisi kabar gembira bahwa Allah akan memberikan pertolongan dan
kemenangan kepada Rasulullah, secara khusus dengan pembebasan kota Makkah (Fathu
Makkah).

2. Surat An Nasr berisi kabar gembira bahwa manusia akan berbondong-bondong masuk agama
Islam. Dan ini terbukti setelah Fathu Makkah, penduduk Makkah dan penduduk Arab
berbondong-bondong memeluk Islam.

3. Surat ini merupakan salah satu mukjizat dan bukti kebenaran Al Quran karena apa yang
dinyatakan Al Quran benar-benar terjadi. Yakni terjadinya Fathu Makkah dan manusia
berbondong-bondong masuk Islam.

4. Surat An Nasr memberikan arahan untuk menisbatkan kemenangan kepada Allah. Bahwa
kemenangan adalah pertolongan dari Allah dan harus diikuti dengan memperbanyak tasbih,
tahmid dan istighfar.

5. Surat An Nasr memberikan arahan untuk tidak sombong dan berbangga diri dengan
kemenangan. Justru harus memperbanyak syukur dan memohon ampun jika selama perjuangan
ada kesalahan dan jika saat kemenangan tiba muncul perasaan yang tidak tepat dalam jiwa.
6. Surat ini menunjukkan dekatnya ajal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Sebagaimana
beliau kabarkan kepada Fatimah radhiyallahu ‘anha. Juga sebagaimana yang dipahami oleh Ibnu
Abbas radhiyallahu ‘anhu dan sahabat ahli tafsir lainnya.

Surah Al-Kafirun
Surah Al-Kafirun (bahasa Arab:‫ )الكافرون‬adalah surah ke-109 dalam al-Qur'an. Surat ini terdiri
atas 6 ayat dan termasuk surat Makkiyah. Nama Al Kaafiruun (orang-orang kafir) diambil dari
kata yang muncul pada ayat pertama surat ini. Pokok isi surat ini adalah tidak diizinkannya
kompromi dalam bentuk mencampuradukkan ajaran agama.

Latar belakang

Pada masa penyebaran Islam di Mekkah, kaum Quraisy yang menentang Rasulullah SAW tak
henti-hentinya mencari cara untuk menghentikan ancaman Islam terhadap kepercayaan nenek
moyang mereka. Pada salah satu upaya tersebut mereka berusaha mengajukan proposal
kompromi kepada Rasulullah SAW di mana mereka menawarkan: jika Rasulullah mau memuja
Tuhan mereka, maka merekapun akan memuja Tuhan sebagaimana konsep Islam. Kemudian
surat ini diturunkan untuk mejawab hal itu.

Nama-nama Surat Al Kafirun

Surat ini dinamakan Surat Al Kafirun (orang-orang kafir) karena memerintahkan Rasulullah
untuk berbicara kepada orang-orang kafir bahwa beliau takkan menerima tawaran mereka untuk
menyembah berhala yang mereka sembah.

Surat ini juga dinamakan juga Surat Al ‘Ibadah. Karena ia memproklamirkan ibadah hanya
kepada Allah dan takkan beribadah kepada berhala yang disembah orang kafir. Dinamakan pula
Surat Ad Din sebagaimana ayat terakhir.

Nama lainnya adalah surat Al Munabadzah dan Muqasyqasyah. Dinamakan Muqasyqasyah atau
Muqasyqisyah (penyembuh) karena kandungannya menyembuhkan dan menghilangkan penyakit
kemusyrikan.

Isi Kandungan Surat Al Kafirun

Berikut ini isi kandungan surat Al Kafirun yang kami sarikan dari sejumlah tafsir. Yakni Tafsir
Al Qur’anil ‘Adhim karya Ibnu Katsir, Tafsir Al Munir karya Syaikh Wahbah Az Zuhaili, Tafsir
Fi Zilalil Quran karya Sayyid Qutb dan Tafsir Al Azhar karya Buya Hamka.

1. Surat Al Kafirun menunjukkan perbedaan sesembahan dan ibadah kaum muslimin dan orang-
orang selain mereka. Seluruh kekufuran adalah satu agama dan bertentangan dengan Islam.

2. Surat Al Kafirun berisi penolakan tegas atas ajakan kafir Quraisy untuk menyembah berhala
walau sesaat, dengan tujuan apapun.
3. Surat Al Kafirun menegaskan tidak ada kompromi dalam perkara aqidah. Tidak dibenarkan
kerjasama yang mencampurbaurkan dua aqidah yang berbeda.

4. Surat ini juga menegaskan bahwa Rasulullah tidak akan menyembah berhala mereka sampai
kapan pun.

5. Surat ini merupakan salah satu mukjizat dan bukti kebenaran Al Quran karena mereka yang
mendatangi Rasulullah untuk mengajak menyembah berhala, sampai akhir hayatnya tidak pernah
masuk Islam. Bahkan sebagiannya mati terbunuh dalam kondisi kafir.

6. Surat Al Kafirun berisi ajaran toleransi untuk tidak memaksa orang lain dalam aqidah dan
beribadah. Bagi seseorang adalah agama sebagaimana pilihannya dan semua akan mendapatkan
balasan sesuai pilihan tersebut.

Surah Al-Kausar
Surah Al-Kausar (bahasa Arab: ‫ )الكوثر‬adalah surah ke-108 dalam al-Qur'an. Surah ini tergolong
surah Makkiyah dan terdiri dari 3 ayat yang menjadi surah terpendek dalam Al-Qur'an. Kata Al-
Kausar sendiri berarti nikmat yang banyak dan diambil dari ayat pertama dari surah ini artinya
karunia Allah SWT berupa telaga Al Kautsar bagi orang-orang penghuni surga. Pokok isi surah
ini adalah perintah melaksanakan salat dan berkorban karena Allah memberikan banyak
kenikmatan untuk untuk mereka yang beriman sedangkan para orang kafir pembenci Nabi SAW
yang mengatakan keturunan Nabi terputus karena semua putranya wafat maka sesungguhnya
merekalah yang terputus. (Lihat Tafsir Ibnu Katsir dan Tafsir Al Azhar).

Hubungan surah Al-Kautsar dengan surah Al-Kafirun

Dalam surah Al-Kautsar Allah memerintahkan agar memperhambakan diri kepada Allah, sedang
dalam surah Al-Kafirun perintah tersebut ditandaskan lagi.

Nama-nama Surat Al Kautsar

Surat terpendek dalam Al Quran ini dinamakan surat Al Kautsar yang merupakan nama sungai di
surga dan dapat pula diartikan nikmat yang banyak, diambil dari ayat pertama dari surat ini.
Surat ini juga dinamakan Surat An Nahr, diambil dari ayat kedua.

Mayoritas ulama berpendapat Surat Al Kautsar adalah surat makkiyah. Diturunkan di Makkah
berkaitan dengan cemoohan orang-orang kafir Quraisy, terutama Ash bin Wail yang menyebut
Rasulullah abtar.

Namun ada pula ulama yang berpendapat Surat Al Kautsar adalah surat madaniyah. Diturunkan
setelah Rasulullah hijrah dengan berdalil pada asbabun nuzul yang lain, yang diriwayatkan dari
Anas bin Malik. Sementara Anas bin Malik masuk Islam setelah Rasulullah hijrah. Juga karena
dalam surat ini ada kata inhar sementara qurban baru disyariatkan setelah hijrah. Namun alasan
ini ditolak dengan penjelasan istilah inhar bukan semata untuk qurban tapi juga untuk
penyembelihan sebelum disyariatkannya qurban.

Isi Kandungan Surat Al Kautsar

Berikut ini isi kandungan surat Al Kautsar yang kami sarikan dari sejumlah tafsir. Yakni Tafsir
Al Qur’anil ‘Adhim karya Ibnu Katsir, Tafsir Al Munir karya Syaikh Wahbah Az Zuhaili, Tafsir
Fi Zilalil Quran karya Sayyid Qutb dan Tafsir Al Azhar karya Buya Hamka.

1. Surat Al Kaustar menunjukkan bahwa Allah memberikan nikmat yang banyak kepada
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Nikmat yang banyak itu di antaranya adalah keturunan
yang banyak dan telaga al kautsar di surga kelak.

2. Surat Al Kautsar memberikan arahan kepada Rasulullah untuk mensyukuri nikmat yang
banyak itu dengan shalat dan qurban. Yakni shalat yang ikhlas karena Allah dan qurban yang
dipersembahkan kepada-Nya semata.

3. Surat ini juga memberitakan bahwa orang-orang yang membenci Rasulullah, merekalah
orang-orang yang abtar, yakni terputus dari kebajikan dan rahmat Allah. Juga terputus dari
sejarah dikenal sebagai orang baik, bahkan di antaranya benar-benar terputus keturunannya.

4. Surat ini merupakan mukjizat bukti kebenaran Al Quran. Sebab di kemudian hari terbukti
keturunan Rasulullah sangat banyak, hingga saat ini. Meskipun putra-putra beliau meninggal di
masa kecil, Fatimah telah melahirkan Hasan dan Husein, dari Husein kemudian Ali Zainal
Abidin satu-satunya yang selamat saat pembantaian di Karbala dan dari beliaulah keturunan
Rasulullah berkembang demikian banyak hingga hari ini.

5. Mukjizat lain bukti kebenaran Al Quran dalam surat Al Kautsar, orang-orang yang membenci
Rasulullah akhirnya benar-benar abtar. Ash bin Wail yang mengatakan Rasulullah abtar,
akhirnya dia sendiri yang abtar karena semua anaknya mati. Demikian pula tokoh kafir Quraisy
lain, seperti Walid bin Mughirah, meskipun punya banyak anak namun misi dan pandangannya
terputus karena tidak ada yang meneruskan.

Ibnul Jauzi merinci ada enam pendapat mengenai makna Al Kautsar:

1. Al Kautsar adalah sungai di surga.


2. Al Kautsar adalah kebaikan yang banyak yang diberikan pada Nabi kita Muhammad
shallallahu ‘alaihi wa sallam. Demikian pendapat Ibnu ‘Abbas.
3. Al Kautsar adalah ilmu dan Al Qur’an. Demikian pendapat Al Hasan Al Bashri.
4. Al Kautsar adalah nubuwwah (kenabian), sebagaimana pendapat ‘Ikrimah.
5. Al Kautsar adalah telaga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang banyak manusia
mendatanginya. Demikian kata ‘Atho’.
6. Al Kautsar adalah begitu banyak pengikut dan umat. Demikian kata Abu Bakr bin ‘Iyasy.
(Lihat Zaadul Masiir, 9: 247-249)
Kata Al-Kautsar berbentuk wazan fau’al seperti kata naufal. Bangsa Arab menamakan segala
sesuatu yang melimpah baik kuantitasnya, atau besar kedudukan dan urgensinya dengan nama
kautsar. Para ulama tafsir berselisih pendapat dalam menafsikan Al Kautsar yang diberikan
kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Pendapat mereka terangkum dalam keterangan berikut ini :


Pertama, sungai di surga.
Kedua, telaga Nabi di Mahsyar.
Ketiga, kenabian dan kitab suci.
Keempat, Al Qur`an.
Kelima, Islam.
Keenam, kemudahan memahami Al Qur`an dan aturan syariat.
Ketujuh, banyaknya sahabat, ummat dan kelompok-kelompok pembela.
Kedelapan, pengutamaan Nabi diatas orang lain
Kesembilan, meninggikan sebutan Nabii
Kesepuluh, sebuah cahaya dihatimu mengantarkanmu kepada-Ku, dan menghalangimu dari
selain-Ku
Kesebelas, syafaat.
Keduabelas, mukjizat-mukjizat Allah yang menjadi sebab orang-orang meraih hidayah
melalui dakwahmu.
Ketigabelas, tidak ada yang berhak diibadahi kecuali Allah, Muhammad adalah utusan
Allah.
Keempatbelas, memahami agama.
Kelimabelas, shalat lima waktu.
Keenambelas, perkara yang agung.
Ketujuhbelas, kebaikan yang merata yang Allah berikan kepada Beliau.

Al Wahidi berkata,”Kebanyakan ahli tafsir berpendapat, bahwa Al Kautsar adalah sungai di


surga.”

Panutan para ulama tafsir, Ibnu Jarir At Thabari berkata: “Pendapat yang paling utama
menurutku adalah pendapat orang yang mengatakan Al Kautsar adalah nama sungai di surga
yang dianugerahkan Rasulullah di surga kelak. Allah menyebutkan ciri khasnya dengan sifat
katsrah (melimpah ruah) sebagai pertanda ketinggian kedudukannya.

Surah Al-Ma'un
Surah Al-Ma'un (bahasa Arab: َ‫ال َماعُون‬, "Hal-Hal Berguna") adalah surah ke-107 dalam Al-
Qur'an. Surah ini tergolong surah Makkiyah dan terdiri atas 7 ayat. Kata Al Maa'uun sendiri
berarti bantuan penting atau hal-hal berguna, diambil dari ayat terakhir dari surah ini. Pokok isi
surah menjelaskan ancaman terhadap mereka yang tergolong menodai agama yakni mereka yang
menindas anak yatim, tidak menolong orang yang meminta-meminta, riya' (ingin dipuji sesama
manusia) dalam salatnya, serta enggan menolong dengan barang-barang yang berguna.
Nama-nama Surat Al Ma’un

Surat ini dinamakan surat Al Ma’un yang berarti barang yang berguna, diambil dari ayat
terakhirnya. Nama lainnya adalah Surat Ad Din, yang diambil dari ayat pertama. Dinamakan pula
Surat At Takdzib juga diambil dari ayat pertama. Demikian pula dinamakan Surat Ara’aita.
Selain itu surat ini juga disebut Surat Al Yatim, diambil dari ayat kedua.

Mayoritas ulama berpendapat surat Al Ma’un adalah surat Makkiyah. Diturunkan di Makkah
terkait tokoh kafir Quraisy yang menghardik anak yatim.

Ibnu Juraij lebih spesifik menyebut surat ini terkait dengan Abu Sufyan yang biasa menyembelih
unta setiap pekan. Suatu hari, seorang anak yatim datang meminta sedikit daging dari unta yang
telah disembelih itu. Namun ia tidak diberi justru dihardik dan diusir. Setelah peristiwa itu, Allah
menurunkan Surat Al Maun ayat 1-3.

Ada sebagian ulama yang berpendapat surat ini Madaniyah karena di dalamnya ada ayat tentang
orang munafik, yang baru dikenal setelah hijrah ke Madinah. Sebagian ulama lainnya
menjelaskan, awal surat ini turun di Makkah, sedangkan ayat 4-7 turun di Madinah.

Isi Kandungan Surat Al Maun

Berikut ini isi kandungan surat Al Maun yang kami sarikan dari sejumlah tafsir. Yakni Tafsir Al
Qur’anil ‘Adhim karya Ibnu Katsir, Tafsir Al Munir karya Syaikh Wahbah Az Zuhaili, Tafsir Fi
Zilalil Quran karya Sayyid Qutb dan Tafsir Al Azhar karya Buya Hamka.

1. Surat Al Maun menunjukkan kepada Rasulullah, siapa orang-orang yang mendustakan agama
dan mendustakan hari pembalasan.

2. Allah mencela dan memastikan kecelakaan bagi orang-orang yang mendustakan agama.

3. Surat Al Maun menunjukkan ciri orang yang mendustakan agama dan mendustakan hari
pembalasan yaitu suka menghardik anak yatim dan tidak mau memberikan makanan kepada
orang-orang miskin. Mereka juga lalai dari shalatnya, riya’ serta tidak mau menolong sesama.

4. Allah mencela dan memastikan kecelakaan bagi orang-orang yang lalai dari shalatnya. Yaitu
orang yang lalai dari tujuan dan nilai-nilai shalat, mengerjakan shalat untuk dipuji orang dan
tidak mau membantu orang lain.

5. Shalat yang diterima Allah dan menyelamatkan seseorang dari kecelakaan adalah shalat yang
ikhlas serta berdampak pada kehidupannya, menjadi lebih bertaqwa kepada Allah dan lebih
menyayangi sesama manusia.

6. Sebaliknya, Allah menyukai orang-orang yang menyantuni anak yatim dan membantu orang-
orang miskin serta menolong sesama dengan apa yang mereka bisa.
7. Islam mengajarkan hubungan baik kepada Allah melalui ibadah yang ikhlas dan mengajarkan
hubungan baik kepada sesama manusia dengan membantu orang lain dan menolong yang lemah;
termasuk menyantuni anak-anak yatim dan memberi makanan orang-orang miskin.

Surah Quraisy
Surah Quraisy (bahasa Arab:‫قُ َريْش‬, "Bani Quraisy") adalah surah ke-106 dalam al-Qur'an. Surah
ini terdiri atas 4 ayat dan tergolong surah Makkiyah. Kata Quraisy sendiri merujuk pada kaum
Quraisy yakni kaum (suku) yang mendapat kepercayaan menjaga Ka'bah. Pokok isinya surat ini
menerangkan kehidupan orang Quraisy serta kewajiban yang seharusnya mereka penuhi.

Isi Kandungan Al-Qur’an Surat Quraisy


Ayat 1, menjelaskan tentang kebiasaan suku Quraisy yang mempunyai mata pencaharian pokok
berdagang.
Ayat 2, menjelaskan tentang perjalanan dagang orang-orang Quraisy pada musim dingin pergi ke
negeri Yaman dan pada musim panas ke negeri Syam dalam setiap tahunnya. Mereka bepergian
dengan tujuan untuk berniaga yang keuntungannya digunakan untuk keperluan hidup di Mekah
dan untuk berkhidmat kepada Baitullah yang merupakan kebanggaan mereka.
Ayat 3, Allah mengingatkan suku Quraisy khususnya dan umat Islam umumnya agar selalu
bersyukur atas rezeki yang diberikan Allah Swt. Mereka diperintahkan untuk beribadah kepada
Tuhan (pemilik) Ka’bah. Terhadap rezeki yang diterima, mereka harus mensyukurinya dengan
cara memanfaatkannya sesuai dengan perintah Allah Swt.
Ayat 4 Allah Swt. menunjukkan akan kenikmatan yang telah diberikan kepada mereka yaitu
berupa makanan dan rasa aman. Tuhan pemilik Ka’bah itu telah memberikan kepada mereka
makan untuk menghilangkan lapar. Mereka juga diberi keistimewaan dengan rasa aman dan
tenteram. Maka dari itu hendaklah mereka mengesakan Allah Swt. dalam beribadah, tidak
menyekutukan-Nya dengan suatu apapun dan tidak menyembah selain Allah Swt.

Surah Al-Fil
Surah Al-Fil adalah surah ke-105 dalam al-Qur'an dan terdiri atas 5 ayat. Surah ini tergolong
pada surah Makkiyah. Nama Al Fiil sendiri berarti Gajah yang diambil dari ayat pertama dari
surat ini. Topik surat ini adalah kisah gagalnya usaha penghancuran Ka'bah oleh Abrahah (raja
yaman) dan 60.000 tentaranya, dalam tentara tersebut termasuk diantaranya 13 gajah (atau 9
dalam versi lain). Tahun terjadinya peristiwa ini juga dicatat dalam sejarah Islam sebagai Tahun
Gajah.

Tafsir Surat Al-Fil: Kisah Abrahah


Menyerang Mekah dan Ka’bah
Penamaan al-Fil untuk surat ini diambil dari ayat pertama yang terkandung di dalamnya frase
Ashab al-Fil “Pasukan Gajah”. Surat ini merujuk kepada penyerangan yang ingin dilakukan oleh
pasukan Habsyah terhadap Mekah di tahun 570 Masehi, tahun kelahiran Nabi Muhammad SAW.
Abrahah, komandan pasukan Yaman, yang saat itu memeluk agama Kristen mendirikan katedral
di San’a dan ingin menjadikan katedral tersebut sebagai pusat keagamaan untuk menggantikan
posisi Ka’bah di Mekah. Akhirnya Abrahah atas perintah an-Najasyi diperintahkan untuk
menyerbu Mekah.

Penyerbuan ke Mekah ini bertujuan untuk menghancurkan Ka’bah dan memindahkan qiblat
kegiatan keagamaan ke Yaman. Tujuan penghancuran Ka’bah dilakukan agar dapat mengurangi
peranan Quraish dalam kancah perdagangan internasional antara Yaman dan Syam dan dapat
memindahkan peranan tersebut ke orang-orang Yaman, dan seterusnya beralih tangan ke
Habasyah, aliansi Romawi saat itu. Penyerbuan Mekah ini menggunakan gajah sebagai alat
kendaraannya sehingga tahun itu disebut oleh sejarawan sebagai tahun gajah.

Jadi, surat al-Fil ini menjelaskan bahwa pasukan gajah tewas terkena wabah penyakit menular
dan mematikan di tengah perjalanan mereka menuju Mekah untuk menghancurkan Ka’bah.
Kalau dikonstruksi ulang, kira-kira terjemahan dan tafsir surat al-Fil bisa dikemukakan
demikian: (1) Tidakkah kamu mengetahui wahai Muhammad apa yang telah diperbuat Tuhanmu
terhadap pasukan gajah? (2) Bukankah Tuhan telah menjadikan tipu daya mereka itu sia-sia. (3)
dan mengirim virus-virus dalam jumlah besar (tairan ababil); (4) yang menularkan kepada
mereka penyakit tiphus dan cacar; (5) sehingga mereka binasa seperti daun-daun yang dimakan
[ulat].

Surah Al-Humazah
Surah Al-Humazah adalah surah ke-104 dalam al-Qur'an. Surah ini terdiri atas 9 ayat dan
tergolong pada surah Makkiyah. Kata Al Humazah berarti pengumpat dan diambil dari ayat
pertama surat ini. Pokok isi surat ini adalah ancaman Allah terhadap orang-orang yang suka
mencela orang lain, suka mengumpat dan suka mengumpulkan harta tetapi tidak
menafkahkannya di jalan Allah.

Kandungan Al-Qur'an Surah al-Humazah

Asbabun Nuzul
Dalam satu riwayat dikatakan bahwa Utsman dan Ibnu Umar berkata: Masih segar terngiang di
telinga kami bahwa ayat ini ( surah al-Humazah 1-2) turun berkenaan dengan Ubay bin Khalaf,
seorang tokoh Quraisy yang kaya raya dan selalu mengejek dan menghina rasul dengan
kekayaannya.” Demikianlah yang diriwayatkan Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Utsman
dan Ibnu ‘Umar.

Penjelasan Ayat
Surah al-Humazah termasuk golongan Surah Makiyyah, Surah al-Humazah terdiri dari sembilan
ayat. al-Humazah artinya pengumpat, yaitu salah satu sifat tercela dan dilarang oleh agama.
Pokok kandungan surah al- Humazah sebagai berikut:
Ayat 1, menjelaskan tentang orang yang suka mencela dan mengumpat akan celaka.
Ayat 2, menjelaskan tentang perilaku orang kafir yang gemar mengumpulkan harta dan sibuk
menghitung kekayaannya, mereka lebih berkonsentrasi pada kehidupan dunia yang fana.
Ayat 3, menjelaskan tentang perilaku orang kafir yang menganggap bahwa harta yang dimiliki
bisa membawa pada kesenangan selama-lamanya.
Ayat 4, Allah Swt menjelaskan bahwa semua anggapan orang kafir itu salah, kekayaan yang
mereka miliki tidak bermanfaat. Mereka akan mendapat balasan dari perbuatannya, yaitu
dilempar ke neraka Hutamah.
Ayat 5-7, menjelaskan tentang tempat bagi pencela dan pengumpat, yaitu neraka Hutamah
merupakan api neraka yang akan membakar hingga masuk ke dalam hati mereka.
Ayat 8-9, menjelaskan keadaan mereka ketika berada di neraka hutamah, yaitu tidak dapat
keluar karena sudah ditutup rapat dan mereka diikat di tiang-tiang panjang.

Surah Al-'Asr
Surah Al-'Asr (bahasa Arab:‫ )العصر‬adalah surah ke-103 dari al-Qur'an. Surah ini tergolong surah
Makkiyah dan terdiri atas 3 ayat. Kata Al 'Ashr berarti waktu/masa dan diambil dari ayat pertama
surat ini. Isi surat mengabarkan bahwa sesungguhnya semua manusia itu berada dalam keadaan
merugi kecuali dia termasuk mereka yang selalu beramal saleh, saling menasihati dalam
kebenaran dan kesabaran.

Tafsir Surat Al-Ashr: Kiat Agar Tidak


Merugi
Menurut Ibnu Kathir, surat al-Ashr merupakan surat yang sangat populer di kalangan sahabat.
Setiap kali mengakhiri suatu pertemuan, para sahabat menutupnya dengan surat al-Ashr.

Imam as-Syafi’i menyatakan bahwa walaupun pendek surat al-Ashr ini menghimpun hampir
seluruh isi al-Quran. Kalau al-Quran tidak diturunkan seluruhnya dan yang turun itu hanya surat
al-Ashr saja, maka itu sudah cukup untuk menjadi pedoman umat manusia.

At-Tabathaba’i menyebutkan dalam Tafsir al-Mizan, “Surat ini menghimpun seluruh


pengetahuan qurani. Surat ini juga menghimpun seluruh maksud al-Quran dengan kalimat-
kalimat indah dan singkat. Surat ini mengandung ayat-ayat Makkiyyah dan Madaniyyah,
meskipun secara cirri, surat ini lebih tampak sebagai surat Makkiyah.”

Ada perbedaan di kalangan ahli tafsir dalam mengartikan ayat ini. Ada yang mengatakan bahwa
al-Ashr itu adalah waktu asar dan ada pula yang mengartikannya sebagai waktu dhuha. Waktu
dhuha ialah seperempat waktu pertama sedangkan waktu ashar ialah seperempat waktu yang
terakhir. Sebagian lagi ada yang berpendapat bahwa al-ashr itu ialah masa, misalnya, ashrus
sahabah (masa sahabat), ashrur rasul (masa nabi). al-Ashr dalam bahasa Arab biasanya
menunjukkan babak atau periodisasi, misalnya ashrul hadid yang berarti zaman besi di dalam
sejarah.

Menurut sebagian besar ahli tafsir, wal ashr itu menunjukkan zaman Rasulullah. Allah
bersumpah dengan zaman Rasul. Menurut Murtadha Mutahari seperti yang dikutip Kang Jalal,
sebetulnya zaman itu, seperti juga makan (tempat), tidak ada yang baik dan tidak ada yang jelek.
Tidak ada waktu yang mulia atau waktu yang hina. Tidak ada tempat yang suci dan tidak ada
pula tempat yang kotor. Seluruh waktu sama derajatnya dan seluruh tempat juga sama
derajatnya.

Ayat kedua menyebutkan: Innal Insana la fi khusr; sesungguhnya manusia dalam kerugian. Dalam kata
Insan, terkandung dua sifat: sifat hayawaniyyah dan sifat insaniyyah. Manusia dengan sifat
kebinatangannya sama dengan binatang yang lain. Banyak ahli yang membedakan antara istilah
kebahagiaan dan kenikmatan. Binatang tidak pernah memiliki kebahagiaan tapi kenikmatan. Dari segi ini
kita sama dengan binatang. Kenikmatan itu sifatnya hayawaniyyah sedangkan kebahagiaan sifatnya
insaniyyah. Ayat kedua surat al-Ashar ini seolah menekankan kepada kita bahwa manusia itu berbeda
dengan binatang yang memperoleh kebinatangannya tanpa melalui proses usaha.

di ayat ketiga, alladzina amanu wa amilus salihat. Kecuali orang-orang yang beriman dan
beramal salih. Jadi ada dua hal yang mengembangkan nilai kemanusiaan: iman dan amal salih.
Nilai masyarakat juga diukur dari iman dan amal saleh. Menurut surat al-Ashr ini, kewajiban kita
tidak hanya mengembangkan sifat insaniyyah kita, namun juga mengembangkan masyarakat
insaniyya atau masyarakat yang memiliki sifat kemanusiaan. al-Quran menyebutkan dua
caranya, yaitu tawa shoubil haq dan tawashou bis shabr. al-Quran tidak menggunakan kata
tanashahu (saling memberi nasihat), tapi saling memberi wasiat.

Kesimpulannya, dari surat yang pendek ini, Allah mengajarkan kepada kita bahwa kita berada
pada tingkat yang rendah atau dalam kerugian apabila kita tidak mengembangkan diri kita
dengan iman dan amal salih. Masyarakat kita juga menjadi masyarakat yang rendah bila
masyarakat kita tidak menegakkan al-haq dan as-shabr di tengah-tengah masyarakat.

Surah At-Takasur
Surah At-Takasur (bahasa Arab:‫ )التكاثر‬adalah surah ke-102 dalam al-Qur'an. Surah ini terdiri
atas 8 ayat dan termasuk golongan surah-surah Makkiyah, diturunkan sesudah surah Al-Kausar.
Dinamai At-Takasur (bermegah-megahan) diambil dari perkataan At-Takasur yang terdapat pada
ayat pertama surat ini.

Asbabun Nuzul
Surah at-Takatsur ayat 1-2 turun berkenaan dengan dua kabilah Ansar: Bani Haritsah dan Banil
Harits yang saling menyombongkan diri dengan kekayaan dan keturunannya. Mereka saling
bertanya:” Apakah kalian mempunyai pahlawan segagah dan secekatan si anu?” Mereka saling
menyombongkan diri dengan kedudukan dan kekayaan orang-orang yang masih hidup. Mereka
saling mengajak pergi ke kuburan untuk menyombongkan kepahlawanan golongannya yang
sudah gugur dengan menunjukkan kuburannya. Ayat ini turun sebagai teguran kepada orang-
orang yang hidup bermegah-megah sehingga ibadahnya kepada Allah terlalaikan. (Diriwayatkan
oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Ibnu Buraidah)

Kandungan Al-Qur'an Surat At-Takatsur


Pokok kandungan surah at-Takatsur adalah tentang perilaku manusia yang suka bermegah-
megahan dalam soal kehidupan duniawi sehingga menyebabkan melalaikan dari tujuan
hidupnya, yaitu taat kepada Allah Swt. Ia baru akan menyadari kesalahannya jika maut sudah
menjemputnya. Allah Swt sangat mencela perilaku yang bermegah-megahan dan membangga-
banggakan status sosial. Allah Swt menjelaskan bahwa kelak, di akhirat nanti Allah Swt akan
menyediakan tempat bagi mereka yaitu neraka jahim dan mereka benar-benar kekal di dalamnya.
Di akhir surah Allah Swt menegaskan bahwa pada hari kiamat nanti manusia akan dimintai
pertanggung jawaban tentang kenikmatan yang dimegah-megahkan ketika di dunia itu.

Setelah kita memahami kandungan surah at-Takatsur pasti timbul keinginan pada diri kita untuk
menghindari perbuatan-perbuatan tercela tersebut, pastikan bahwa kita mampu dengan berharap
pertolongan dari Allah Swt. Sebagai kesimpulannya dari surah at- Takatsur adalah :

1. Surah at-Takatsur mengungkap tentang perilaku orang yang membanggakan kemewahan


dunia dan bermegah-megahan sehingga melalaikan kehidupan akhirat.
2. Orang yang berperilaku bermegah-megahan menganggap bahwa ia akan memperoleh
kenikmatan yang abadi, padahal kehidupan dunia adalah bersifat sementara, dan kelak mereka
pasti akan dimintai pertanggung jawaban tentang harta yang dimiliki serta yang mereka bangga-
banggakan di dunia.
3. Surah at-Takatsur mengiformasikan tentang ancaman siksa yaitu berupa neraka. tempat bagi
orang-orang yang suka bermegah-megahan dan membanggakan harta sehingga melalaikan
tujuan kehdupan hakiki kelak akan berada di neraka Jahim.

Setelah kita mempelajari kandungan yang terdapat pada surah di atas, maka kita harus mampu
mengambil hikmah akibat dari perbuatan tercela yang diungkapkan dalam surah tersebut. Dalam
penerapannya kita harus mampu menghindari prilaku tercela tersebut, antara lain dengan cara-
cara sebagai berikut :
1. Tidak membangga-banggakan harta yang dimiliki.
2. Memilih pola hidup sederhana tapi bermartabat.
3. Tidak menjadikan harta kekayaaan sebagai tujuan hidup.
4. Harta kekayaan yang dimiliki tidak menjadikan lalai dalam mengingat Allah Swt.
5. Bersikap selektif dalam mencari harta dengan tidak menghalalkan segala cara.
6. Mencari harta yang halal dan thayyib adalah bersifat wajib.
7. Menganggap bahwa harta kekayaan yang dimiliki adalah amanah yang kelak akan dimintai
pertanggung jawaban di hadapan Allah Swt.

Anda mungkin juga menyukai