Anda di halaman 1dari 254

Kumpulan Kesaksian dan Kisah Hikmah

Tahu Menceng
Tahu Menceng

“Tahu Menceng”
Kumpulan Kesaksian dan Kisah Hikmah

Penulis:
H. Abdullah Sa’ad Ahmadi
Editor:
Arif Amani
Layout:
Fatwan
Desain Cover:
Nurul Abidin

Cetakan 1 April 2017

Inshofi Publisher
Jl. Pesantren No. 1 Sulurejo RT 07 RW 09 Plesungan Gondangrejo
Karangajar Surakarta
Kumpulan Kesaksian dan Kisah Hikmah

DAFTAR ISI
Pengantar Penulis ………… .................................... vii

CERITA 1
Indahnya Kezuhudan dan Kesederhanaan........... 1
- Tahu Menceng…………………… ............................. 3
- Nasi Goreng, ‘Sitik Iku Asyik’ ...................................... 17
- Untung – ‘Nguntungke’ (Menguntungkan) ..................27

CERITA 2
Samudera Cinta dan Kasih Sayang ...................... 35
- Cinta ala ST12 .............................................................37
- Pelajaran Kasih Sayang kepada Hewan .......................47
- Malaikat Menghampiri Kita .........................................57

v
Tahu Menceng

CERITA 3
Jawaban Untuk Para Wanita Sholihah- ................79
- Jawaban Untuk Ibu Nyai Munafi’ah ............................81
- Jawaban Alm H. Tikno kepada Istrinya- .....................87
- Jawaban H. Sugeng kepada Istrinya- ...........................97
- Jawaban KH. Taufiq kepada Seorang Istri ...................109

CERITA 4
Makna Kekayaan dan Tujuannya .......................... 115
- Rahasia Doa.................................................................117
- Doa Kaya .....................................................................131
- Kekhoriq-an (Keanehan) ..............................................159

CERITA 5
Kehidupan Barzakhiyyah Para Maha Guru Sarkub 167
- Sarkub ala al-Inshof .....................................................169
- Sarkub ala Maulana al-Mursyid al-Habib Luthfi bin
Yahya .........................................................................179
- Sarkub ala al-Mursyid KH. Shobibur-Rahman .............191
- Sarkub ala al-Mursyid KH. Arwani Amin .....................199
- Sarkub ala Kiai Muhim dan Kiai Abdul Aziz Ponorogo 207
- Sarkub ala Ibu Nyai Shofiyyah .....................................217

vi
Kumpulan Kesaksian dan Kisah Hikmah

Pengantar
Penulis
Bismillaahirrohmaanirrohiim.

Alhamdulillaahi robbil’aalamiin. Segala puji milik Allah Swt,


Tuhan Pencipta Semesta Alam yang telah memberikan kepada
manusia kenikmatan Islam dan Iman. Dzat yang Maha Agung
yang telah merahmati seluruh alam ini dengan mengutus
seorang pimpinan yang menuntun dari jalan kegelapan menuju
cahaya iman dan keyakinan.

Sholawat dan salam semoga tercurahkan kepada seorang


Rasul pilihan, Sayyidul Mursalin Muhammad Saw, yang telah
menghantarkan amanah Allah Swt dan menyampaikan risalah
untuk membimbing hamba-hamba Allah Swt menuju kepada
jalan keselamatan dan kemuliaan. Dan semoga tercurah
kepada para ahlul baitnya, para sahabatnya, para pecintanya,
para walinya, dan para ulama’nya dari hari ini hingga hari
pungkasan. Dan semoga tercurah dalam bentuk anugerah-
anugerah terindah kepada guru-guru kami dan orang tua kami
dengan selalu mendapatkan karunia kebahagiaan yang agung.
Dan juga tercurah kepada kami dan seluruh umat Muhammad
Saw dengan limpahan keberkahan yang selalu mengalir dan
tidak terputus.

********
vii
Tahu Menceng

Dua tahun terakhir, dalam setiap rangkaian Maulid Akbar


bulan Rajab di Ponpes al-Inshof, saya me-launching-sebuah
buku. Hal itu untuk semakin melengkapi usaha-usaha dakwah
kami, terutama dalam rangka memaksimalkan dan menyem-
purnakan potensi kemanfaatan Majelis Maulid Akbar. Di tahun
2015, saya menerbitkan Kang Bejo I seri Keyakinan : Ilmu,
Inspirasi dan Kesaksian. Sedangkan di tahun 2016, saya melun-
curkan Kang Bejo II seri Mahabbah : Ilmu Inspirasi dan Keya-
kinan. Demikian pula tahun 2017 ini, saya telah mulai menye-
lesaikan satu sub bab pembahasan untuk serial Kang Bejo III.
Namun di tengah-tengah perjalanan menulis itu, saya memilih
berganti haluan untuk menuliskan kumpulan cerita dan kisah
hikmah dalam Tahu Menceng ini.

Sejak awal menulis serial Kang Bejo, saya memasukkan


unsur kesaksian sebagai kekuatan utama untuk menghantarkan
pembaca menyakini ilmu di dalamnya dan terinspirasi untuk
membuktikan keyakinan tersebut. Maka, saya sengaja menulis-
kan kesaksian-kesaksian orang-orang sholeh di zaman ini untuk
membuktikan bahwa puncak-puncak keyakinan bukan hanya
milik orang-orang terdahulu. Agar pembaca menyadari bahwa
hari ini kita masih dikelilingi oleh hamba-hamba Allah Swt yang
selalu membuktikan keyakinan imannya. Bahwa ahli yaqin
dapat hidup di mana saja dan di masa apa saja. Bahkan setiap
zaman membutuhkan mereka, termasuk zaman modern ini.
Iman kita dan keamanan kehidupan sosial kita dijaga oleh
mujahadah para ahlul yaqin.

Mereka itulah sebenar-benarnya makna dari ‘wong


sholeh kumpulono (berkumpulah dengan orang-orang sholeh)’.
Sebab percuma seorang manusia berkumpul dengan manusia
lainnya jika tidak semakin menguatkan keyakinannya. Bukanlah

viii
Kumpulan Kesaksian dan Kisah Hikmah

‘orang sholeh yang sebenarnya’ jika dirinya malah menularkan


keragu-raguan. Bukanlah ‘orang sholeh yang sebenarnya’ jika
kita berkumpul dengannya tetapi semakin menambah penyakit
dalam jiwa. Kita semakin takut kehilangan dunia, semakin
bangga dengan kesuksesan hidup, semakin khawatir dengan
keberhasilan orang lain, hingga semakin memandang rendah
orang-orang yang hidupnya ‘tergantung’ dengan kebaikan
tangan kita.

Maka, sesungguhnya buku ini tetap bagian dari Kang Bejo.


Buku ini adalah serial kesaksian yang ditulis terpisah untuk
menguatkan keyakinan pembaca agar menjadi bagian dari
pribadi Kang Bejo. Saya menuliskan kesaksian-kesaksian
keyakinan yang cukup segar. Saya hanya menuliskan kesaksian-
kesaksian keyakinan yang saya lihat, saya alami, saya rasakan,
dan saya peroleh dalam perjalanan nyantri dan perjalanan
dakwah. Maka, tokoh-tokoh dalam buku ini adalah kumpulan
dari fiqur Kang Bejo itu sendiri.

Jauh-jauh hari sebelumnya, sebenarnya saya telah berniat


menulis buku yang lebih ringan. Saya menyadari buku Kang
Bejo II ‘cukup berat’ bagi sebagian jamaah dan pembaca. Hal
itu pulalah yang disampaikan oleh Bupati Karanganyar, Drs.
Juliyatmono, MM. saat menghadiri bedah buku Kang Bejo II
yang digelar oleh Pengurus Cabang GP Ansor Karanganyar.
Beliau mendorong saya menulis sebuah buku kumpulan cerita
yang lebih ringan dan lebih tipis sehingga lebih mudah dinikmati
oleh masyarakat umum. Beliau pun paham, jamaah yang tidak
memiliki pengalaman nyantri dan bekal pendidikan yang cukup
akan kesulitan untuk ‘mengunyah’ isi buku Kang Bejo II secara
keseluruhan.

ix
Tahu Menceng

Beberapa bulan berikutnya, saat saya menunggu kebe-


rangkatan pesawat di Bandara Soekarno Hatta untuk perja-
lanan dakwah ke Sumatera, saya memasuki sebuah toko buku
untuk mengusir kesendirian. Saya berniat mendapatkan sesua-
tu yang menguatkan batin saya. Tanpa diduga, kedua mata
saya tertuju kepada serial buku ‘Si Cacing dan Kotorannya’
yang ditulis oleh Ajahn Bram1, seorang pimpinan biksu di Aus-
tralia. Setelah membuka-bukanya, saya memutuskan membeli
ketiga seri buku tersebut.

Ajahn Bram menulis dengan teknik yang sangat seder-


hana. Bahasa ringan yang mudah dipahami oleh seluruh
kalangan pembaca. Dia menulis rata-rata tidak lebih dari 4
(empat) halaman untuk satu cerita. Bahkan, ada cerita yang
ditulis hanya dalam 1 (satu) halaman buku, sehingga satu seri
memuat sekitar 100 (seratus) cerita.

Ajahn Bram memilih cerita-cerita yang menggelitik hati


manusia dari perjalanannya ‘nyantri’ dan menjalani kehidupan
sebagai biksu. Dia dengan cerdas memperkenalkan Budha ke
seluruh dunia melalui serial bukunya yang diterjemahkan ke
berbagai bahasa. Pembaca memperoleh gambaran besar dari
indahnya kehidupan seorang biksu yang memiliki keyakinan
kepada Budha. Tanpa sadar, pembaca diperkenalkan untuk
hanyut dan berempati dengan sisi-sisi kehidupan humanis
seorang biksu dan agama Budha itu sendiri.

1
Ajahn Brammavamso Mahathera, seorang biksu Budha beraliran Theravada
yang memimpin biara Bodhinyana, yang merupakan biara terbesar di Australia.
Lahir di London, 7 Agustus 1951 dengan nama Peter Betts. Setelah lulus sebagai
Sarjana Fisika dari Universitas Cambridge dan bekerja selama 1 (satu) tahun,
Peter memilih menjadi seorang biksu dengan menjalani meditasi di bawah
bimbingan gurunya, Ajahn Chah selama 9 (sembilan) tahun di Thailand.

x
Kumpulan Kesaksian dan Kisah Hikmah

Bagaimana pembaca tidak mengharu biru hatinya mem-


baca kehidupan seorang sarjana fisika Universitas Cambridge
yang memilih ‘bertapa’ di hutan belantara Thailand selama 9
(sembilan) tahun untuk menjadi seorang biksu? Ajahn Bram
telah berhasil membangun kesan positif pembaca terhadap
kehidupan seorang biksu yang selama ini dipandang sebagai
kehidupan irasional. Dia berusaha menyakinkan pembaca
bahwa cara hidup seorang biksu bagian dari solusi kehidupan
modern ini. Sebuah hal yang akan sulit dijelaskan secara rasional
dan teoritik namun berbeda hasilnya jika yang disentuh Ajahn
Bram adalah sisi-sisi empati manusia.

Sebagai seorang Muslim, saya menyakini bahwa kehidu-


pan para aulia dan ulama kita jauh lebih hebat, lebih indah,
dan lebih layak ditulis dibandingkan kehidupan Ajahn Bram.
Bahkan, idealnya setiap Muslim memiliki kehidupan yang lebih
indah dari Ajahn Bram, termasuk saya dan pembaca. Kita
memiliki agama yang paling terang cahayanya dan paling
sempurna untuk membersihkan batin manusia.

Ungkapan-ungkapan yang ditulis oleh Ajahn Bram berhasil


mencerahkan pemikiran para pembacanya, terbukti buku Si
Cacing dan Kotorannya yang menjadi best seller di berbagai
negara. Termasuk saya, setelah membacanya, menemukan
banyak hikmah dari cerita yang sangat sederhana, cerita yang
menggelitik hingga cerita-cerita ‘besar’ dan mengharukan, yang
melegakan kehidupan.

Maka, saya terdorong untuk mengambil metode yang


sama dengan Ajahn Bram untuk menemukan banyak hikmah
dari cerita-cerita kecil keseharian hingga cerita-cerita agung
bersama para guru mulia dan orang-orang sholeh.

xi
Tahu Menceng

Sehingga sumber hikmah bukan hanya keindahan-


keindahan yang muncul dari perilaku, sikap, dan perkataan
manusia, namun seluruh makhluk di bumi ini. Maka, tidak
mengherankan jika sebagian orang dapat menikmati keindahan
penggunungan, kecantikan lautan, dan kelembutan sinar
matahari yang mulai tenggelam. Sebagian mereka bukan hanya
mampu menikmati, namun benar-benar mencintainya karena
mampu melihat hikmah kemanfaatan yang besar dari keber-
adaan makhluk-makhluk tersebut bagi kehidupan manusia.
Apapun itu, di sekitar kita adalah sumber hikmah yang tidak
akan pernah habis. Sebagaimana dinasehatkan oleh al-Habib
Ali bin Muhammad al-Habsyi bahwa2,

“Diciptakan seluruh makhluk (oleh Allah Swt) untuk menjadi


hikmah”

Di dalam kamus al-Munawwir 3, al-hikmah diartikan


sebagai ilmu pengetahuan. Sebagian ulama lainnya memberikan
pengertian hikmah adalah ‘mukh-khul ilmi’ (intisari ilmu).
Sedangkan ilmu adalah cahaya yang menerangi hati manusia.
Sehingga, hikmah adalah hasil dan perwujudan cahaya tersebut,
yaitu pencerahan. Singkatnya, hikmah adalah pencerahan yang
menerangi hati manusia.

Apakah aktivitas seseorang yang telah mengalami pence-


rahan batinnya? Dia akan selalu berusaha berbuat kesholehan

2
Al-Habib Ali bin Muhammad al-Habsyi. Untaian Mutiara (Terjemahan Simtud-
Duror), hlm. 1
3
Al-Syaikh KH. Ahmad Warson Munawir. Kamus al-Munawwir : Kamus Arab
Indonesia Terlengkap, hlm. 287

xii
Kumpulan Kesaksian dan Kisah Hikmah

dan menjauhi kemaksiatan. Inilah yang dimaksud hikmah oleh


sebagian ulama, yaitu ma yushoodiful haq (hikmah adalah
sesuatu yang mencocoki kebenaran). Bukti dari menetapnya
hikmah di hati seseorang adalah sikapnya yang sesuai dengan
kebenaran dalam memandang dan menghadapi setiap perso-
alan. Pribadi seperti ini, oleh masyarakat awam, disebut sebagai
pribadi yang bijaksana. Setiap perilaku dan tindakanmya penuh
dengan kebijaksanaan.

Dari uraian di atas, hikmah dapat kita maknai secara


sederhana sebagai pencerahan dan kebijaksaan.

Setiap kali seorang Muslim mendapatkan cahaya pence-


rahan dari siapapun datangnya, dia sedang mendapatkan
cahaya hikmah. Saat dirinya semakin dewasa dan bijaksana
setelah membaca uraian cerita kehidupan Ajahn Bram maka
dirinya sedang menyelami lautan hikmah. Keindahan-kein-
dahan batin itulah yang saya rasakan setelah membaca seri
buku milik Ajahn Bram. Hal inilah yang dimaksudkan dengan
sabda Rasulullah Saw,

“Kalimat hikmah adalah harta yang hilang dari seorang


mukmin. Maka di mana saja dia mendapatkannya, dia lebih
berhak atasnya” (HR. Tirmidzi)

Seluruh keindahan yang disebabkan Ajahn Bram adalah


bagian dari kesempurnaan keindahan Islam itu sendiri.
Termasuk seluruh keindahan yang melahirkan hikmah di dunia
ini adalah peristiwa Islami. Peristiwa yang menjadikan hati
xiii
Tahu Menceng

seorang hamba semakin bertambah sabar ataupun syukur.


Allah Swt berfirman,

“Dan ingatkanlah mereka kepada hari-hari Allah. Sesung-


guhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan
Allah) bagi setiap orang penyabar dan banyak bersyukur”
(Ibrahim : 5)

Mengenai ayat di atas, al-Imam Sahal al-Tusturi4 menjelas-


kan bahwa “Alim tentang ayyamullah adalah mengenal dan
memahami berbagai macam hukuman dan nikmat Allah yang
tersembunyi yang mana Allah telah berikan kepada umat ter-
dahulu dan umat setelahnya (termasuk umat sekarang). Dengan
memahami sejarah tentang siksaan dan nikmat para pendahulu
dan umat di zaman ini, akan menimbulkan rasa takut dan
kekhusyukan kepada Allah Swt”

Allah Swt memerintahkan untuk menceritakan tentang


ayyamullah (hari-hari Allah), yaitu hari-hari yang selalu
mereproduksi nilai-nilai hikmah, baik dari peristiwa yang
berupa nikmat ataupun siksaan. Seorang Muslim akan selalu
menemukan tanda-tanda kehadiran Allah Swt di dalam
perjalanan hari-hari kehidupannya.

Hal itulah, yang ingin saya bagikan dalam buku ini, yaitu
bersama-sama pembaca belajar menemukan hikmah di dalam
kehidupan kita masing-masing. Yaitu menemukan hikmah di

4
Al-Imam Ghazali. Ihya Ulumuddin Juz I, hlm. 75

xiv
Kumpulan Kesaksian dan Kisah Hikmah

dalam nikmat ataupun ujian (siksa) yang kita terima, baik besar
ataupun kecil. Sebab, menemukan hikmah membutuhkan
kepekaan membaca kehadiran Allah Swt, terutama mengasah
kepekaan itu melalui cerita-cerita kecil dalam keseharian kita.

Kita akan menemukan cahaya hikmah di dalam hubungan


keluarga kita, antara seorang suami dan istri, ataupun orang
tua dengan anaknya. Hati kita akan semakin kaya dengan
hikmah dari membangun hubungan kerabat, kemasyarakatan,
pekerjaan, perniagaan, hingga bernegara. Akhirnya, hati kita
akan semakin terang benderang saat melihat hikmah-hikmah
yang agung, terutama dari para guru ruhani yang mulia.

Hadirnya hikmah-hikmah yang mencerahkan batin tentu


tidak tepat jika kita simpan untuk diri kita sendiri di saat sau-
dara-saudara kita yang lain kebingungan menemukan makna
dalam kehidupannya. Hidupnya kering, sepi, dan gelap dari
cahaya hikmah. Bahkan dirinya tidak benar-benar tahu untuk
apa dan siapa limpahan nikmat yang diperolehnya. Maka sudah
sepatutnya jika pengalaman hikmah itu kita bagikan sebagai
sarana berdakwah kepada jalan Allah Swt. Sebagaimana firman
Allah Swt,

“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah


dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang
baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui
tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih
xv
Tahu Menceng

mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk” (An-Nahl :


125)

Allah Swt memilihkan hikmah sebagai pilihan pertama.


Hal ini menunjukkan tentang keutamaan hikmah sebagai
cahaya yang akan memperlihatkan terangnya jalan menuju
Tuhan. Jalan kebahagiaan yang telah dibawa oleh Rasulullah
Saw sebagai satu-satunya jalan yang harus kita cita-citakan
untuk meneruskannya. Seperti dawuh al-Habib Ali bin
Muhammad al-Habsyi berikut ini5,

“Dan semoga Engkau jadikan diri kami diantara mereka


yang membela Nabi Saw tercinta ini serta mendukungnya, mem-
bantunya dengan tulus serta bersekutu dengannya”.

Telah kita pahami bersama bahwa puncak-puncak ke-


agungan hikmah itu ada dalam diri Rasulullah Saw. Beliau Saw
adalah sumber hikmah yang tidak akan putus keberkahannya.
Maka jalan membela dakwah Beliau Saw adalah dengan
menghadirkan hikmah-hikmah yang bersumber dari Beliau
Saw kemudian kita bagikan dengan penuh cinta kepada umat
ini. Keberkahan hikmah diri Beliau Saw meluber kepada seluruh
umatnya dengan kadar yang berbeda-beda tergantung
kebeningan hati yang mereka miliki, kepada isti’dad (persiapan
mereka untuk mendapatkan hikmah dari Rasulullah Saw
tersebut), dan kepada kuatnya tawajjuh wal iqbal (menghadap

5
Al-Habib Ali bin Muhammad al-Habsyi. Untaian Mutiara (Terjemahan Simtud-
Duror), hlm. 43

xvi
Kumpulan Kesaksian dan Kisah Hikmah

dan berharap kepada Beliau Saw). Tumpahan hikmah itulah


yang ingin saya tampung dalam Tahu Menceng ini untuk tujuan
dakwah Ilallah wa Rasulihi Saw.

Seperti yang disampaikan al-Imam Bushiri dalam Qasidah


Burdahnya,

“Mereka (Para Nabi) hanya mengambil dari Rasulullah Saw”


Segenggam air dari samudera yang luas atau hanya menghisap
setetes dari air hujan yang lebat“
Mereka berdiri di depannya (mengharap dari Rasulullah Saw) ‘“
Agar sekiranya mereka mendapat setitik ilmu atau sepercik
hikmah”

Tumpahan hikmah tersebut yang ingin saya kembalikan


kepada visi dan misi dakwah Rasulullah Saw dalam rangkaian
tujuan agung dari risalah Beliau Saw. Yang mana tujuan risalah
tersebut telah disampaikan oleh al-Alimul Allamah al-Syaikh
Dr. al-Buthi dalam kitab Fiqh Sirah-nya, yang kami jadikan
prinsip pokok bagi penulisan buku ini. Beliau berkata6

6
Dr. Muhammad Sa’id Romdhon al-Buthy. Fiqhus-Siroh. hlm. 16

xvii
Tahu Menceng

“Hanya saja, Allah Swt memberinya amanah – melalui


wahyu – untuk menyampaikan risalah kepada manusia. Risalah
yang mengenalkan mereka pada identitas hakiki mereka dan
menyadarkan mereka tentang posisi kehidupan dunia ini dalam
skema kerajaan Ilahi, baik dari sisi waktu maupun tempat. Risalah
yang menjelaskan tujuan perjalanan mereka setelah kematian”.

Al-Syaikh Dr. Al-Buthi menyebutkan 3 (tiga) tujuan risalah.


Pertama, mengenalkan manusia kepada identitas hakikinya.
Kedua, menyadarkan manusia tentang posisi kehidupan dunia
di dalam skema kerajaan (ke-Mahakuasaan) Ilahi. Ketiga, men-
jelaskan tujuan perjalanan manusia setelah kematian. Ketiga
tujuan risalah tersebut akan kami uraikan secara singkat untuk
memberikan gambaran kepada pembaca sebagai berikut.

Tujuan pertama, mengenalkan manusia kepada identitas


hakikinya. ( )

Dapat kita baca bersama dalam kisah ‘Tahu Menceng’


pada buku yang Anda pegang ini , bagaimana saya melihat
guru saya. Al-Syaikh KH. Ma’mun Ahmad selalu bersyukur
dengan kesederhanaan kehidupannya. Terlebih putri beliau,

xviii
Kumpulan Kesaksian dan Kisah Hikmah

Bulek Lik, yang mensyukuri kehidupan dengan mengambil


secukupnya, tidak membutuhkan kelebihan walaupun sedikit.
Beliau berdua meyakini benar tentang identitas hakiki sebagai
seorang hamba yang menghantarkannya kepada puncak-
puncak tawakkal. Sehingga, mampu mensyukuri setiap tarikan
nafas pemberian Allah Swt hingga sangat mensyukuri sepotong
tahu menceng. Bukan mengeluhkannya sebagai kekurangan.
Bukankah demikian hakikat tujuan diciptakan hamba oleh
Tuhannya?

Demikian pula dengan cerita Kiai Fahrur Rozi, (alm) H.


Tikno7 dan H. Sugeng yang benar-benar memahami fungsi
seorang hamba, yaitu untuk taat dan beribadah kepada
Pencipta-Nya dengan masing-masing potensi yang dimilikinya.
Mereka berlomba mendekat kepada Tuhannya dengan
sungguh-sungguh. Beliau bertiga mengajak keluarganya dengan
jawaban-jawaban yang membuka hati untuk bersama-sama
menghamba kepada Allah Swt.

Tujuan kedua, menyadarkan manusia tentang posisi


kehidupan dunia di dalam skema kerajaan (ke-Mahakuasaan)
Allah Swt.
( )

Dalam cerita Malaikat Menghampiri kita, Allah Swt


membuktikan kebesaran kekuasaan kerajaan Ilahiyah

7
Kami menyaksikan bahwa beliau adalah orang sholeh dan hamba pilihan. Beliau
meninggal pada hari Kamis, 9 Maret 2017. Semoga Allah Swt menerima seluruh
amal kebaikannya, mendapatkan khusnul khotimah dan dikumpulkan dengan
orang-orang yang beliau cintai. Saya sebelumnya telah mendapat ijin pribadi
dari beliau untuk cerita berjudul Jawaban Alm H. Tikno kepada Istrinya, dalam
buku ini.

xix
Tahu Menceng

( ) dengan menaklukkan rasionalitas kehidupan


dunia. KH. Muhammad Zahid, Ibu Nyai Hilal, Eyang Darto
hingga al-Arifbillah al-Habib Nuh bin Alwi al-Haddad
membuktikan keberadaan kerajaan dan kekuasaan Allah Swt
yang melintasi batas-batas ‘hukum alam’ di dunia. Di dalam
kerajaan Allah Swt terdapat malaikat yang tidak terhitung
jumlahnya yang setiap saat siap menjalankan perintah Allah
Swt, Sang Maha Raja Hakiki. Termasuk mendatangi beliau ber-
empat untuk menyampaikan pertolongan Allah Swt.

Dalam cerita Rahasia Doa, saya bercerita bahwa cita-cita


masa depan saya ketika masih kecil yang aneh, lucu dan
menggelikan sama sekali tidak terwujud. Yang mana sekarang
ini saya sangat merasa bersyukur, bahwa hati saya yang telah
digerakkan untuk benar-benar mewujudkan cita-cita itu,
berubah dengan karunia lain yang jauh lebih baik. Disinilah
saya menyakini bahwa manusia tidak lepas dari kekuasaan
kerajaan Ilahiyah( ). Maka kesadaran tentang
keberadaan kerajaan Ilahiyah( ) harus menjadi
keyakinan dasar seorang pendoa. Sebab, Allah Swt memiliki
kuasa mutlak atas usaha dan doa kita, yaitu tentang bagaimaa
caranya, kapan waktunya dan dalam bentuk apa pemberian
itu terserah kepada kekuasaan Allah Swt.

Tujuan ketiga, menjelaskan tujuan perjalanan manusia


setelah kematian.

( )

Di akhir bab judul buku ini, saya bercerita tentang kuburan


dan kisah kehidupan para wali dan orang sholih di dalamnya.
xx
Kumpulan Kesaksian dan Kisah Hikmah

Hal ini penting saya tulis, terkait dengan akhir fase kehidupan
manusia di dunia. Hikmah dan keyakinan yang kita pegang di
dunia akan dibuktikan mulai dari kehidupan alam kubur
(barzakh).

Saat ditanya tentang alamat dari ‘petunjuk yang masuk


ke dalam hati manusia dan melapangkan dada manusia untuk
menerima Islam’ dalam surat al-An’am ayat 1258 , Rasulullah
Saw bersabda,

“(yaitu) hatinya selalu terpaut dengan negeri keabadian


(akhirat) dan menghindar dari negeri yang melalaikan (dunia)
dan mempersiapkan diri untuk kematian sebelum datangnya
kematian”. (HR. Ibnu Jarir)

Seri cerita Kehidupan Para Maha Guru Sarkub (Sarjana


Kuburan) adalah bukti nyata tentang kehidupan alam barzakh
(alam kubur). Maulana al-Mursyid al-Habib Muhammad Luthfi
bin Yahya mendidik murid-muridnya, termasuk saya, untuk
membuktikan kehidupan barzakhiyyah dengan rutin menzi-
arahi makam para wali. Beliau ingin menegaskan keyakinan
para wali masih hidup di alam kuburnya. Saat para muridin
rajin bersilaturahmi ke makam para wali, maka mereka akan
mendapatkan janji Rasulullah Saw tentang keutamaan silatu-
rahmi, termasuk dilapangkan rejekinya.

8
“Barangsiapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk,
niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam” (al-An’am :
125)

xxi
Tahu Menceng

Dari puncak keyakinan kehidupan barzakhiyyah ini, al-


Mursyid al-Syaikh KH. Shobibur-Rahman setiap hari menziarahi
makam Sunan Muria, dari Jepara ke Kudus. Bukankah seorang
murid tidak boleh berpaling dari ulama? Sunan Muria hidup
dan benar-benar hidup di alam barzakh. Bukankah Rasulullah
Saw bersabda saat umat berpaling dari ulama, terlebih para
aulia, akan ditimpakan 3 (tiga) fitnah yaitu diangkat keberkahan
dari seluruh hasil usahanya, diberikan pemimpin yang dzalim
dan mati tanpa membawa iman. Beliau selama 30 tahun
menghabiskan waktu mudanya untuk keliling menziarahi
makam para wali untuk mengajarkan kepada kita tentang
betapa pentingnya memiliki hubungan dengan kekasih-kekasih
Allah Swt, baik yang masih hidup ataupun meninggal. Bukankah
setelah wafatnya, seseorang akan mendapat predikat sesung-
guhnya, termasuk seorang ulama? Dan ingat, para aulia ini
hidup di alam kuburnya.

Demikian seterusnya, dengan cerita kehidupan barza-


khiyyah al-Mursyid KH. Arwani Amin yang disaksikan murid-
muridnya, cerita kehidupan barzakhiyyah Ibu Nyai Syamsiati
yang disaksikan cucunya hingga kesaksian Ibu Nyai Shofiyyah
tentang kebenaran kehidupan barzakhiyyah.

Bukankah kehidupan barzakhiyyah yang indah itulah


tujuan kita semua dalam memulai perjalanan setelah kematian?
Ataukah para pembaca sama sekali tidak memiliki gambaran
tujuan perjalanan setelah kematian? Jika tidak, saya doakan
para pembaca mengalami beberapa pengalaman ruhani yang
menjadi kesaksian pribadi pembaca seperti dalam cerita buku
ini. Semoga para pembaca bertemu dengan seorang guru mulia
yang menunjukkan kesaksian-kesaksian tentang kehidupan
barzakhiyyah. Sehingga kita tidak hanya berhenti dengan

xxii
Kumpulan Kesaksian dan Kisah Hikmah

percaya kepada kehidupan alam kubur namun menemukan


keyakinan tentang kebenaran kehidupan di dalamnya.

Sebagai orang tua, secara khusus saya ingin memper-


sembahkan buku ini untuk anak-anak saya. Artinya, kewajiban
saya yang lebih besar dalam berbagi hikmah dan keyakinan
adalah kepada anak-anak saya. Maka, di dalam cerita-cerita
ringan tersebut sengaja saya tuliskan cerita sederhana
kebersamaan kami dan anak-anak dalam keseharian. Bahkan
saya tulis dengan terang nama-nama mereka, yaitu Taswa, Lilik,
dan Muhammad. Hal itu untuk memberikan pelajaran langsung
kepada anak-anak saya tentang berbagai hal.

Pelajaran pertama, saat setiap anak saya mulai bisa mem-


baca dan mengerti tentang buku ini, semoga menjadikan me-
reka sadar tentang besarnya cinta dan besarnya rasa syukur
orang tua mereka atas anugerah kehadiran mereka dalam
kehidupan kami, berupa anak-anak yang lucu dan menyejukkan
hati. Saya bangga kepada mereka bukan karena apa-apa, bukan
karena prestasi anak-anak saya atau lainnya. Namun, saya
bangga memiliki mereka semata-mata kami pandang sebagai
salah satu karunia terindah dari Allah Swt.

Saya juga memandang mereka sebagai amanah dari Allah


Swt yang harus saya jaga kefitrahannya dengan memperindah
batin mereka agar istiqomah dalam iman dan islam dan
berbahagia karenanya.

Pelajaran kedua, agar melekat dalam batin anak-anak saya


bahwa orang tua mereka sangat menikmati indahnya kebersa-
maan dengan saling bercanda dan saling berbagi dalam kehi-
dupan sehari-hari. Yang terus menerus melahirkan hikmah dan
hati yang semakin lembut karena berusaha saling memberi

xxiii
Tahu Menceng

manfaat antara anggota keluarga yang satu dengan lainnya.


Seperti motto yang saya tanamkan kepada istri dan anak-anak,

“Bukanlah yang menjadi tujuan utama sekedar berkumpul


akan tetapi yang menjadi tujuan sebenarnya adalah saling
memberi manfaat”.

Saya teringat kejadian kecil saat saya masih tinggal di


kompleks Masjid Jannatul Firdaus, Laweyan, Solo. Suatu hari,
saya memecahkan gelas yang sedang saya cuci. Anak saya
Taswa melihat wajah saya dan berkata, “Bah, aku yo biasa
mecahno kok (Bah, aku juga biasa memecahkan gelas, kok)”.
Taswa yang saat itu masih bersekolah di TK al-Muayyad
Windan Kartosuro, seolah-olah melihat kesedihan di mata saya
dan ingin menghibur kesedihan saya. Putri kecil saya ingin
menemani saya menanggung beban itu bersama-sama.

Sejurus kemudian, saya juga teringat dengan pengasuh


Ponpes dan TK al-Muayyad Windan Kartosuro, KH. Dian
Nafi’9. Taswa telah mendapatkan buaian kasih sayang beliau
di tengah-tengah kehidupan saya yang sangat sulit saat itu.
Taswa hadir berbagi senyum, dan menguatkan harapan dan
keyakinan saya.

Puncak dari semua pelajaran tersebut yang sangat saya


harapkan dari anak-anak saya adalah suatu hari mereka, satu
per satu melafalkan doa dalam kesendiriannya, “allahummagh-
firlii waaliwaalidayya warhamhumaa kamaa robbayaanii

9
Tokoh NU di kota Solo, pernah menjabat Ketua Tanfidziyah PCNU Kota
Surakarta

xxiv
Kumpulan Kesaksian dan Kisah Hikmah

shoghiiroo ….”. Doa yang dibaca dengan menyatukan ingatan


akan besarnya kasih sayang kami semenjak usia mereka masih
kecil. Alangkah indahnya jika sesekali air mata mereka menetes
saat melafalkan kalimat “.. kama robbayanii shoghiiroo” (seperti
orang tua kami telah menyayangi kami semenjak kecil).
Sehingga, doa itu akan dibaca terus menerus hingga kehidupan
saya telah berpindah di alam barzakh.

Saya juga terdorong belajar dari legenda tinju dunia,


Muhammad Ali, tentang bagaimana mengungkapkan kasih
sayang kepada anak-anaknya. Dia lahir sebagai warga kulit
hitam dengan nama Cassius Marcellus Clay yang berarti Si
Mulut Besar. Secara mengejutkan di puncak kejayaan sebagai
juara tinju kelas berat dunia, dia memutuskan masuk Islam
dan mengganti namanya dengan Muhammad Ali. Setelah
masuk Islam, Si Mulut Besar memberikan banyak pelajaran
hikmah kepada umat ini. Dari mulut besarnya mengalir kalimat-
kalimat yang penuh cinta dan kelembutan.

Dalam hal ini, ada 2 (dua) hal yang menarik hati saya dan
patut kita renungkan. Pertama, Muhammad Ali, sangat
menikmati kebersamaan dengan keluarganya, terutama anak-
anaknya. Dia memiliki hobi mendokumentasikan fase-fase
pertumbuhan anaknya dari bayi hingga dewasa, baik melalui
kamera dan video.

Saat ditanya mengapa dirinya melakukan semua itu?


Muhammad Ali menyatakan, “Kenangan itu sangat indah”.
Bukankah sangat indah mengenang saat-saat kita merasakan
cinta dari orang-orang yang sangat kita cintai? Bayangkan jika
diri kita dihadiahi orang tua kita setumpuk album foto yang
rapi dan terawat dengan baik yang berisi foto diri kita dari

xxv
Tahu Menceng

lahir hingga dewasa? Begitulah, cara Muhammad Ali merawat


cinta dalam keluarganya yang patut kita teladani.

Kedua, dalam salah satu video itu, Muhammad Ali


bertanya kepada putra-putrinya, “Nak, apa cita-citamu jika
kamu sudah dewasa?”. Muhammad Ali melanjutkan, “Apakah
kamu ingin menjadi dokter, insyinyur, pengusaha ….”. Anak-
anaknya kemudian menjawab satu per satu cita-citanya.
Kemudian Muhammad Ali dengan lembut berkata, “Nak,
ketahuilah apa yang dikehendaki Allah Swt untukmu lebih baik
daripada apa yang kalian cita-citakan”. Nasehat yang sungguh
lembut dan luar biasa. Jauh berbeda dengan sebagian kita yang
bersikap keras dengan memaksakan sebuah cita-cita untuk
anak-anaknya.

Dari romantisme ala Muhammad Ali inilah, yang mendo-


rong saya untuk menulis dialog-dialog ringan dengan anak-
anak saya dalam buku ini. Mudah-mudahan buku ini menjadi
salah satu hadiah terindah untuk mereka yang akan semakin
melekatkan rasa kasih sayang diantara kami.

Demikian pula para pembaca yang tidak memiliki


kesempatan menulis buku, apa yang dilakukan Muhammad
Ali seharusnya menjadi pilihan kita. Tidakkah kita ingin
dikenang anak-anak kita dan didoakan …. kamaa robbayaanii
shoghiiroo?
******

Buku ini secara khusus, kami persembahkan untuk guru


kami al-Alimul Allamah al-Syaikh KH. Ma’mun Ahmad dan
putra-putri beliau, terkhusus beliau Bulek Lik10 yang telah

10
Ibu Nyai Aslihatun binti KH. Ma’mun Ahmad

xxvi
Kumpulan Kesaksian dan Kisah Hikmah

mendidik kami tentang makna ulama al-akhiroh dan kekayaan


batin. Seluruh isi buku ini, bertitik tolak dari cahaya kesholehan
keluarga al-Syaikh KH. Ma’mun Ahmad yang memancar
menerangi hati-hati kami, para santrinya.

Secara khusus, buku ini juga kami persembahkan kepada


al-Alimul Allamah al-Arifbillah al-Mursyid al-Habib Muhammad
Luthfi bin Hasyim bin Yahya, seorang guru mulia yang telah
memberikan segala hal bagi kebaikan, kebahagiaan, dan keten-
teraman hidup kami di dunia dan semoga sampai akhirat nanti.

Buku ini kami persembahkan untuk keluarga besar guru


kami al-Mursyid al-Habib Muhammad Luthfi bin Hasyim bin
Yahya, terutama istri, dan putra-putri beliau, yang telah
menerima saya dengan kedekatan layaknya sebuah keluarga,
padahal kedudukan saya tidak lebih dari seorang murid ataupun
khodim. Semoga Maulana al-Mursyid al-Habib Muhammad
Luthfi bin Hasyim bin Yahya dan keluarga besar beliau senantiasa
diberikan panjang umur dalam keadaan sehat yang sempurna
dan berhasil dalam segala cita-cita dan perjuangannya.

Buku ini kami persembahkan kepada seluruh guru mulia,


baik dari kalangan Habaib dan Kiai, khususnya yang kami sebut
dalam Tahu Menceng ini. Kami hanya mengharap keridhoan
dan kecintaan dari mereka semua.

Saya ucapkan terima kasih kepada kedua orang tua kami,


ibu mertua, istri dan anak-anak yang setiap hari menjadi
sumber motivasi, curahan hati, hingga tumpahan kelelahan
dalam menjalani amanah dakwah ini.

Saya ucapkan terima kasih kepada al-Habib Muhammad


bin Husein al-Habsyi, KH. Ahmad Hudaya, Kiai Ansori Syukri

xxvii
Tahu Menceng

dan kedua saudara fillah kami, Kiai Saefuddin dan Kiai Zaimul
Abror, yang telah memeriksa ulang naskah buku ini. Dan juga
kepada Bapak Arif Amani yang telah menemani saya dalam
menghabiskan malam-malam untuk menghasilkan karya ini.

Terakhir, saya ucapkan terima kasih kepada keluarga


besar, pengurus dan jamaah Ponpes al-Inshof. Sungguh,
bersama kalian semua, saya mendapatkan tambahan hikmah
dan keyakinan dengan dipertemukan dengan para ahlul yaqin.
Mudah-mudahan kita bersama-sama berkumpul bersama guru
mulia, para ahli hikmah dan ahli yakin, kelak di akhirat. Amiin.

H. Abdullah Sa’ad Ahmadi

xxviii
Kumpulan Kesaksian dan Kisah Hikmah

Cerita 1

Indahnya Kezuhudan
dan Kesederhanaan

1
Tahu Menceng

2
Kumpulan Kesaksian dan Kisah Hikmah

Tahu Menceng

Suatu hari, di awal 1994, Ayah memboncengkan saya dari


rumah kami di Kecamatan Dawe, yang terletak di lereng
Gunung Muria, menuju kota Kudus. Ayah mengayuh sepeda
ontel yang bukan menua bersama kami, namun Ayah memang
membeli sebuah sepeda tua.

Ayah mengayuh sepedanya puluhan kilometer seolah-


olah kedua kakinya tidak mengenal lelah. Padahal, Ayah setiap
hari kelelahan dengan pekerjaan beratnya sebagai tukang batu.
Penghasilannya yang pas-pas-an hanya memberinya sebuah
sepeda bekas dengan stang yang di las, setelah berkeliling pasar
di samping Matahari Mall Kudus.

Akhirnya, kami tiba di sebuah madrasah kebanggaan kota


Kudus, yaitu TBS (Tasywiqut-Thullab Salafiyah). Ayah segera
mengajakku masuk ke ruang pendaftaran. Rasa lelah itu
terbayar, saya diterima menjadi santri TBS. Namun, kegem-
biraan itu hanya berlangsung sesaat.

Ayah harus membayar 90 ribu rupiah untuk kebutuhan


3
Tahu Menceng

seorang santri baru, termasuk uang seragam dan lainnya. Hari


itu, Ayah memiliki penghasilan lima ribu rupiah per hari.
Dengan tanggungan adik-adik di rumah, rasa getir itu menjalar
dalam batin saya. Bagaimana sekolah dan makan adik-adik saya?

Sejak saat itu, saya berjanji dalam hati untuk meminta uang
kepada Ayah seminimal mungkin. Saya makan seadanya hingga
memakai seragam seadanya. Khusus seragam, selama 6 (enam)
tahun di TBS, saya tidak pernah meminta kepada Ayah. Sera-
gam bekas pun saya rela.

Sebenarnya terbetik di hati saya pertanyaan-pertanyaan.


Kenapakah saya yang baru lulus MI harus berpisah dengan
orang tua, tidakkah cukup memilih sekolah ataupun pondok
pesantren di sekitar Dawe? Kenapa pula, Ayah seolah-olah
memaksakan dirinya agar saya mengikuti jejak kakak sepupu
saya yang menjadi santri TBS, yang secara matematis, sulit
terpenuhi biayanya? Lalu, apakah keistimewaan TBS?

Pertanyaan itu terjawab mulai hari itu juga


Setelah mendaftar, Ayah mengajak saya sowan kepada
al-Arifbillah al-‘Alimul Allamah al-Syaikh KH. Ma’mun Ahmad
yang diakui muhaqqiq dan mutafannin keilmuannya, salah satu
pengasuh, sesepuh, dan guru besar di TBS. Saya memasuki
sebuah rumah yang terlalu sederhana dan tidak lebih baik dari
rumah kami di Dawe. Rumah yang bagi batin saya ‘tidak layak’
bagi seorang pimpinan ulama Kudus.

Bagi saya, keistimewaan TBS yang paling istimewa, saya


temukan dalam diri al-Syaikh KH. Makmun Ahmad, kehi-
dupannya, rumahnya, dan keluarganya. Perlahan, saya semakin
paham dengan tujuan Ayah menghadiahkan TBS kepada saya.

4
Kumpulan Kesaksian dan Kisah Hikmah

Rasulullah Saw bersabda,

“Muliakan anak-anakmu dan perbaikilah adab-adab


mereka” (HR. Ibnu Majah)

“Tidak ada warisan dari orang tua kepada anaknya yang


lebih baik daripada pendidikan yang baik” (HR. Ath-Thabrani)

“Hak seorang anak atas orang tuanya adalah mendapatkan


nama yang baik, pengasuhan yang baik, dan adab yang baik”
(HR. Baihaqi)

Terima kasih Ayah yang telah memuliakan diri saya untuk


mendekat kepada ketaqwaan yang merupakan hakikat
kemuliaan itu sendiri. Allah Swt berfirman,

“Sesungguhnya orang yang paling bertaqwa diantara kalian


di sisi Allah, adalah orang yang bertaqwa diantara kalian” (Hujurat
: 13)

Ayah memilihkan salah satu guru kehidupan terbaik. Dari


rumah sederhana itu, yang tidak pernah terdengar suara tinggi,
apalagi teriakan amarah, saya menyaksikan puncak-puncak
5
Tahu Menceng

adab yang berhasil dimiliki dari ketaqwaan seorang hamba.

Guru kami, Al-Syaikh KH. Ma’mun Ahmad adalah seorang


ulama yang sangat waro’. Tidak ada televisi di rumah beliau.
Bahkan, dapat dikatakan tidak ada hiburan keduniaan. Kami
para santri hanya mendengar suara kaset murottal dan syi’ir-
syi’ir dakwah tanpa iringan musik. Saya masih ingat, syi’ir yang
sering beliau dengarkan adalah ‘Ilahana … Ilahana … Ighfirlana
Dzunubana’1

Tangan guru kami, Al-Syaikh KH. Ma’mun Ahmad tidak


pernah lepas dari tasbih. Para santri yang sering diminta untuk
memijit beliau, termasuk saya, paham benar bahwa saat tasbih
di jari-jari beliau tidak lagi berputar menandakan bahwa beliau
telah tidur. Saat terjaga, biji-biji tasbih itu akan selalu berputar.

Al-Syaikh KH. Ma’mun Ahmad memiliki haqiqotul khosyah


(hakikat rasa takut) di dalam batin, yang menjadikan ucapan,
tingkah laku, dan cara hidup beliau diselimuti adab kepada
Allah Swt. Tidak ada syawagil (kesibukan-kesibukan hati) selain
mengingat Allah Swt. Hiburan beliau adalah dzikir kepada Allah
Swt setiap waktu. Telinga beliau tidak membutuhkan kese-
nangan, kecuali kalimat-kalimat yang menghadirkan kekasih-
Nya, Allah Swt dan Rasulullah Saw. Tidak ada kemewahan yang
beliau butuhkan, kecuali sebatas kebutuhan untuk menegakkan
badannya dan menjalankan ketaqwaan.

Dari diri al-Syaikh KH. Ma’mun Ahmad, saya benar-benar


mendapatkan tujuan seorang santri yang harus mondok
dengan menjalani kehidupan sehari-hari bersama seorang kiai.
Hubaib bin Syaikh r.a menasehatkan :

1
Wahai Tuhan Kami … Wahai Tuhan kami … Ampunilah dosa-dosa kami

6
Kumpulan Kesaksian dan Kisah Hikmah

“Bergaulah engkau dengan para fuqoha serta pelajarilah


adab mereka, Sesungguhnya yang demikian itu lebih aku sukai
daripada banyaknya hadits (yang aku peroleh)”

Demikian pula, Ibnu Mubarok r.a berkata :

“Memiliki adab walaupun sedikit lebih kamu butuhkan dari


ilmu yang banyak”

Al-Syaikh KH Makmun Ahmad juga meneladankan


puncak-puncak loyalitas adab kepada ulamaul akhiroh (ulama
akhirat). Saya belajar ketegasan al-Syaikh KH. Makmun Ahmad
yang menjaga santri-santrinya dari fitnah ulama su’ (ulama jahat)
yaitu para ulamaud-dunya (ulama dunia) yang hatinya tertipu
oleh keindahan dunia.

Cerita ini berasal dari guru kami di TBS, al-Syaikh KH.


Abdullah Hafidz yang merupakan murid senior al-Syaikh KH.
Ma’mun Ahmad. Suatu hari TBS mengikuti ujian yang diseleng-
garakan negara. Mendengar hal itu, al-Syaikh KH. Ma’mun
Ahmad memanggil al-Syaikh KH. Abdullah Hafidz yang saat
itu adalah kepala Madrasah Tsanawiyah di TBS.

Al-Syaikh KH. Ma’mun Ahmad menyampaikan kekha-


watirannya jika nantinya hati para santri akan lebih bergantung

7
Tahu Menceng

kepada ijazah formal dibandingkan niat mencari ilmu semata-


mata Lillahi Ta’ala. Beliau benar-benar menampakkan kekece-
waannya. Melihat wajah guru beliau yang sedih, al-Syaikh KH.
Abdullah Hafidz menyesal sekali dan hatinya tidak kuat
menanggung kemarahan gurunya. Sejak saat itu, beliau
menyatakan berhenti dari jabatan Kepala Madrasah.

Kemudian, santri-santri yang mengikuti ujian tadi, didaftar


dan dibacakan Yasin satu per satu. Al-Syaikh KH. Ma’mun
Ahmad ingin agar hati santri-santrinya yang telah ‘mati’ oleh
fitnah dunia mendapat keberkahan surat Yasin. Beliau sangat
takut, santri-santrinya beralih menggantungkan hatinya kepada
selembar ijazah bukan kepada keberkahan ilmu itu sendiri.

Suatu hari, beliau menangis sejadi-jadinya, disaksikan oleh


para asatidz TBS. Beliau menangis setelah melihat gambar para
aulia, ulama, dan masyayikh diturunkan di beberapa ruangan
untuk digantikan dengan gambar-gambar presiden demi
kepentingan penataan ruangan dalam rangka akreditasi
madrasah. Dengan kesedihan yang mendalam beliau
bergumam, “Lha iyo, aku isih urip wae, wes do kendel nyopot
fotone ulama, opo maneh yen aku wes ora ono (Lha iya, aku
masih hidup saja, sudah berani menurunkan foto ulama, apalagi
jika aku sudah tidak ada?)”.

Apapun, ‘dunia’ yang dalam pandangan beliau akan


menjadi fitnah bagi kejiwaan santrinya, beliau melarangnya
dengan ketegasan nasehat, baik lisan dan perilaku. Hal tersebut
menunjukkan kuatnya keyakinan al-Syaikh Ma’mun Ahmad
dengan firman Allah Swt,

8
Kumpulan Kesaksian dan Kisah Hikmah

“dan Sesungguhnya hari kemudian itu lebih baik bagimu


daripada yang sekarang (dunia)” (Adh-Dhuha : 4)

Kesaksian tentang kekuatan keyakinan beliau tentang


kemuliaan akhirat, diceritakan oleh Kiai Jari, alumni pondok
Tasywiqut-Thullab. Beliau menceritakan tentang nasehat al-
Syaikh KH. Ma’mun Ahmad kepada santri yang tidak mengikuti
sholat berjamaah dengan alasan sakit. Al-Syaikh KH. Ma’mun
Ahmad menasehati bahwa jika seorang santri sakit seharusnya
semakin rajin sholat berjamaah, karena jika sakitnya menjadi
sebab kematiannya, maka sholat berjamaah akan menjadi
sebab khusnul khotimah baginya.

Buah memang jatuh tidak jauh dari pohonnya. Salah satu


keberkahan kehidupan al-Syaikh KH. Ma’mun Ahmad terlihat
jelas dalam diri putrinya, yang kami akrab memanggilnya Bulek
Lik. Sikap waro’ dan khosyah guru kami, cahayanya menembus
ke dalam hati Bulek Lik dan menetap di dalamnya.

Cerita ini sungguh membuat hati saya bergoncang hebat


hingga air mata saya menetes. Bulek Lik, dari yang penulis
ketahui sendiri dan cerita para santri, mencukupkan diri setiap
kali makan hanya dengan setengah lepek nasi dan setengah
potong tahu. Ijinkan, saya menyebutnya tahu menceng. Dan,
saya pernah mendapatkannya sebagai hadiah dari Bulek Lik.

Bulek Lik memotong tahunya dengan unik. Bukan dari


satu sudut ke sudut lainnya membujur membentuk diagonal.
Namun, memulai memotong sekitar 1 cm dari satu sudut dan
berakhir 1 cm dari sudut lainnya, sehingga tepat menjadi dua
bagian. Hingga hari ini, itulah menu khas Bulek Lik.

Bulek Lik menguatkan dirinya dengan nutrisi rohani, dan

9
Tahu Menceng

mencukupkan nutrisi jasad sekadar kebutuhan tubuhnya. Jauh


berbeda dengan diri kita, yang masih menggantungkan
kebutuhan makan minum dengan kebutuhan nafsu. Kita makan
berlebihan yang menjadi tabungan penyakit, dan menghalangi
aktivitas ibadah kita.

Suatu hari, hati saya bener-benar pecah. Bulek Lik setia


dengan tahu mencengnya dan di rumah terdapat banyak
makanan enak. Hidup Bulek Lik, tidak harus mensyaratkan
adanya ini dan itu, bahkan yang adapun diberikan untuk
mengasihi kami. Bulek Lik menghantarkan sendiri lauk pauk yang
ada di dapur hingga hadiah dari para tamu, untuk kami santri-
santrinya, untuk kami anak-anaknya.

Terima kasih Bulek Lik, si pemilik tahu menceng. Seorang


ibu yang mengasah kebeningan rohaninya untuk mendoakan
kami menjadi anak-anak sholeh dan sholehah. Ibu yang menga-
jarkan kami sikap rendah hati, tahu diri dengan kemurahan
Allah Swt dengan memperhatikan kepentingan sesama dan
berusaha melebihkan pemberian yang kita mampu. Bukan
memberi semaunya asal memberi.

Pembaca tentu paham dari teladan adab di rumah inilah


saya mendapat kekuatan kesabaran, baik untuk hidup seadanya
dan apa adanya di TBS. Saya hanya sedang belajar meniru guru
saya dan ‘ibu saya’. Sungguh, saya tidak sendirian.

Duhai guru, dari dirimulah kami mengenal karakter ulama


akhirat yang pancaran cahayanya menerangi putra putrimu
dan para santrimu. Cahaya itu menghujam kuat di dalam batin
kami hingga sosok dirimu wahai guru benar-benar memenuhi
ruang batin kami. Keikhlasan dan kesederhanaanmu wahai
guru, sungguh telah ikut menjaga dan merawat ruhaniah kami,
10
Kumpulan Kesaksian dan Kisah Hikmah

para muridmu, dalam menghadapi berbagai godaan kedunia-


wian di jalan dakwah ini.

Seorang ulama yang sama sekali tidak tergoda dengan


kemasyhuran, kemewahan, terlebih kekuasaan, dalam bentuk
apapun. Seorang ulama yang menjaga agama dan ilmunya
dengan keikhlasan dan menjauhkan diri dari segala yang dapat
merusaknya, walaupun sebuah perkara yang ringan dan sedikit.

Al-Syaikh KH. Ma’mun Ahmad memiliki ketenangan batin,


sehingga hatinya tidak bergejolak dengan godaan kekayaan,
kekuasaan, kemasyhuran, dan berbagai cobaan hidup yang
menguji kesabaran. Ketenangan inilah kunci kebahagiaan hidup
seseorang. Hidup beliau tidak tergoncang dengan perubahan
apapun di sekitarnya, karena beliau telah menemukan keber-
samaan dengan Allah Swt.

Ketenangan batin yang dimiliki al-Syaikh KH. Ma’mun


Ahmad ini, dengan cerdas dijelaskan oleh Arian Surya motiva-
tor Pagar Kehidupan2. Dia menjelaskan bahwa banyak manusia
yang membelanjakan uangnya dalam jumlah besar untuk
mendapatkan kesenangan. Dari kesenangan itulah, mereka
ingin mendapatkan kebahagiaan. Namun, tiba-tiba mereka
kecewa tidak mendapatkan apa yang mereka sebut kebaha-
giaan. Hal, itu dikarenakan kesalahan manusia melihat kebaha-
giaan, bahwa kebahagiaan bukan terletak di dalam kesenangan,
namun di dalam ketenangan. Kesenangan yang tanpa kete-
nangan, hasilnya bukanlah sebuah kebahagiaan.

Arian Surya menjelaskan logika ketenangan ini dengan


mulai menyebutkan 3 kecerdasan yang dimiliki manusia yaitu
2
Dapat dilihat di Youtube, video berjudul Motivasi Hidup Sukses : Rahasia
Kesuksesan yang Disembunyikan Dunia

11
Tahu Menceng

kecerdasan intelektual (Intelligence Quotient/IQ), kecerdasan


emosi (Emotional Quotient/EQ) dan kecerdasan spiritual
(Spiritual Quotient /SQ). SQ memegang peranan terpenting
bagi kesuksesan hidup manusia sedangkan IQ memiliki
pengaruh paling kecil dalam karir manusia.

SQ berhubungan dengan kualitas ketenangan jiwa


seseorang. Dia melanjutkan bahwa ketenangan hidup hanya
dapat diraih oleh manusia yang memiliki tingkat SQ yang tinggi.
Semakin tinggi SQ manusia, semakin tinggi pula kualitas
ketenangan hidupnya. Dengan kata lain, semakin tinggi SQ
manusia, semakin tinggi kebahagiaan hidupnya.

Manusia modern tidak menemukan ketenangan namun


kehampaan dalam hidupnya, baik mereka yang sukses terlebih
yang karirnya gagal, dikarenakan melupakan kebutuhan SQ
ini. Jika tuntutan SQ tidak dipenuhi, maka jiwa manusia akan
kosong. Jika dibiarkan terus menerus, manusia tidak akan
menemukan makna kehidupan di dalam jiwanya. Sebab,
kebutuhan konsumsi jiwa bukanlah kesuksesan materi.

Arian Surya memberikan rumus sederhana bahwa semakin


bersih hati seseorang dari penyakit-penyakit hati, semakin tinggi
tingkat SQ seseorang. Penyakit hati adalah dunia itu sendiri yang
dipaksakan masuk ke dalam hati, sehingga seseorang menjadi
sangat mencintai dunia. Kecintaan yang berlebih inilah yang
melahirkan sifat iri, hasud, dengki, dan sebagainya. Padahal yang
dibutuhkan hati adalah cahaya-cahaya ke-Tuhanan.

Di saat manusia memiliki ketenangan, dia akan bahagia,


dalam keadaan apapun. Kecerdasan SQ yang super tinggi inilah
yang dimiliki oleh guru kami al-Syaikh KH. Ma’mun Ahmad.
Puncak kualitas ketenangan ini hingga menjadikan hati beliau
12
Kumpulan Kesaksian dan Kisah Hikmah

tidak tertarik dengan kemewahan kehidupan dunia. Beliau


setiap saat bahagia dengan kehidupan rumah tangga beliau yang
dipenuhi ketenangan.

Pribadi al-Syaikh KH. Ma’mun Ahmad sungguh seperti


apa yang digambarkan al-Imam al-Syaikh Zainuddin al-Malibari
di dalam Hidayatul Atqiya’ dalam bentuk nadhoman3. Sebuah
nadhoman yang secara istiqomah selalu beliau ajarkan kepada
kami.

Sehingga, saat kami mengulang-ulang nadhoman itu, kami


melihat sosok dalam lantunan bait-bait kalimat itu kepada
pribadi Sang Guru al-Syaikh KH. Ma’mun Ahmad. Dari sebagian
nadhoman yang kami baca itu berbunyi ;

Bagi ulama akhirat memiliki tanda-tanda yang bisa dilihat


Dia tidak mencari dunia dengan ilmu agamanya
Dan hal itu memiliki tanda-tanda yang banyak
(Diantaranya) ucapannya tidak menyalahi apa yang dia perbuat4

3
Nadhom adalah sejenis syair atau pantun
4
al-Syaikh Bakr bin Muhammad Syatho’ al-Dimyati, Kifayatul Atqiya’ : Syarah
Hidayatul Atqiya’, hlm. 70

13
Tahu Menceng

Dia menjauhi kelezatan makanan-makanan


Dan (menjauhi) berindah-indah dengan tempat tinggal dan
perabot yang mewah
Juga menjauhi menggunakan kenikmatan dengan menghiasi
pakaiannya
Dia condong kepada qonaah (menerima apa adanya) dan
hanya mengambil sedikit bagian dari dunia5

Dia menjaga jarak dari penguasa


Tidaklah didapati dari dirinya hari mendatangi penguasa
Kecuali untuk memberi nasehat atau untuk menolak
kedzolimannya

5
al-Syaikh Bakr bin Muhammad Syatho’ al-Dimyati, Kifayatul Atqiya’ : Syarah
Hidayatul Atqiya’, hlm. 72

14
Kumpulan Kesaksian dan Kisah Hikmah

Atau untuk memberi pertolongan (kepada umat) dalam hal-


hal yang diridloi agama6

Dan dia bertujuan dengan keberadaan ilmunya


Mendapat keberuntungan kehidupan akhirat yang sangat
agung
Maka dia sangat memperhatikan ilmu batin
Dan juga memperhatikan urusan yang dapat mengatur
(mempengaruhi) hatinya
Sangat mengharapkan kepada jalan menuju ilmu akhirat
Dengan cara mujahadah yang jelas7

Akhirnya, duhai tahu menceng dari nasehatmulah saya


memiliki keyakinan untuk memahami prinsip-prinsip kehi-
dupan ini dengan berlandaskan keimanan dan ketakwaan.
Setiap pelajaran dan hikmah dari kisah-kisah yang saya tulis di

6
ibid
7
al-Syaikh Bakr bin Muhammad Syatho’ al-Dimyati, Kifayatul Atqiya’ : Syarah
Hidayatul Atqiya’, hlm. 74

15
Tahu Menceng

buku ini, berawal nasehat kualitas ketakwaan dari tahu


menceng. Hidup yang sabar, nriman, dan loman (sabar, qona’ah,
dan dermawan).

16
Kumpulan Kesaksian dan Kisah Hikmah

Nasi Goreng
‘Sitik Iku Asyik’
Suatu sore, detik-detik menjelang maghrib, saya mene-
mukan waktu luang, dan menghibur diri dengan memasak nasi
goreng. Ketika masih menjadi santri, saya terbiasa dengan
pekerjaan dapur dan pekerjaan belakang. Mencuci baju sendiri.
Memasak sendiri apa yang bisa dimasak. Dan, tentang nasi
goreng, dia menu yang cukup ‘wah’ membayangkan masa-masa
nyantri dulu.

Biasanya, saya mengajak istri dan Taswa, anak sulung saya,


untuk membantu menyiapkan bumbu. Dari momen-momen
kecil seperti masak bareng inilah, saya merawat kedekatan
keluarga. Bagi saya, penting bagi seorang ayah, sesekali
mengerjakan pekerjaan istri.

Saya niat belajar mengikuti Rasulullah Saw yang saat


sedang di rumah selalu mengerjakan berbagai jenis pekerjaan
rumah sendiri. Beliau Saw menjahit bajunya sendiri. Dengan
metode sederhana ini, istri merasa tidak sendirian. Istri mem-
peroleh kekuatan dan ketenangan dari perhatian-perhatian
kecil ini. Ingat, wanita mengingat hal-hal kecil dan detail. Ban-
tuan-bantuan kecil itu bernilai besar bagi wanita.
17
Tahu Menceng

Sore itu, istri saya sedang tidak ada di rumah. Si sulung


Taswa, sedang berbuka puasa. Akhirnya, untuk urusan ‘uleg-
uleg’ ini, saya meminta bantuan seorang santriwati yang sedang
memiliki jadwal bertugas di dapur. Tugas saya menggoreng nasi
hingga matang. Kemudian, saya mengambil bagian nasi goreng
untuk saya terlebih dahulu, kemudian saya berikan bagian untuk
Taswa dan santriwati. Mereka berdua tentu saja mendapat
bagian yang lebih banyak daripada bagian saya yang seorang.
Seingat saya, saya hanya mendapat sedikit bagian nasi goreng.

Saya keluar menuju ruang tengah, sebuah pendopo seder-


hana. Saya melihat ada beberapa santri yang sedang menjalani
rutinitas saya dulu. Ada santri yang sedang bersih-bersih
pendopo, dan ada santri yang sedang membersihkan motor.
Ada pula, dua anak lelaki saya, yang akrab kami panggil dengan
nama Lilik dan Muhammad. Mereka berdua, kakak dan adik.

Keduanya sedang bermain. Saya panggil mereka, dan saya


rayu mereka “Kesini Nak, ini nasi goreng yang dibuat oleh Abah
sendiri, lho?Enak sekali?”. Lilik mendekat. Kemudian, saya suapi
dengan menggunakan potongan kerupuk karak sebagai lauk
sekaligus sendok. Jadi, tidak ada sendok. Bukan hanya Lilik,
saya panggil beberapa santri tadi. Dan, saya suapi pula dengan
menggunakan kerupuk karak. Saya pun ingin para santri benar-
benar menjadi bagian keluarga saya. Sesering mungkin, saya
harus menyalurkan energi kebapakan itu.

Muhammad mendekat dan ketahuilah hal itu meruapakan


surprise bagi saya.Ya, anak saya yang tidak berselera dengan
nasi goreng ini tiba-tiba dengan lahapnya berebut suapan pula.
Sungguh gembira hati ini. Muhammad, memang gampang-
gampang susah untuk urusan makan. Anak saya ini seringkali
melakukan interupsi, menolak beragam menu termasuk nasi
18
Kumpulan Kesaksian dan Kisah Hikmah

goreng saat saya sekeluarga berhenti di rumah makan. Dan


sekarang?

Sepiring nasi goreng yang hanya cukup untuk satu orang


itu, benar-benar membawa keberkahan. Saya mendapatkan
keindahan sore itu. Ternyata yang sedikit itu jauh lebih besar
manfaatnya. Saya tersadar bahwa yang sedikit lebih mampu
membangkitkan selera dan banyak peminatnya. Sore itu, saya
mendapat pelajaran bahwa ‘sitik itu asyik’ (yang sedikit itu
mengasyikkan). Saya mendapatkan nutrisi rohani dari
keasyikan yang sedikit itu.

Saya bayangkan, jika saya menuju pendopo membawa


lima piring nasi goreng. Pasti keindahan itu tidak terjadi. Lilik
asyik dengan piringnya sendiri. Santri-santri asyik dengan
piringnya sendiri. Dan, Muhammad sama sekali tidak tertarik
dengan piring manapun.

Ya, suasana sedikit yang membawa kebersamaan itu yang


mengajari Muhammad kelezatan nasi goreng. Selama ini, saya
tidak tahu bagaimana caranya menularkan kelezatan itu kepada
Muhammad yang memang sulit diajak mencicipi kelezatan itu.

Al-Imam Junaid Bahgdadi meriwayatkan bahwa guru


beliau al-Imam Harits bin Asad ditanya oleh seseorang tentang
hatinya yang sulit menemukan keindahan bersyukur dengan
hal-hal kecil. Orang itu berkata, “Sesungguhnya nikmat Allah
Swt bagiku tidak terhitung jumlahnya, baik yang besar dan yang
kecil, yang umum dan yang khusus, ataupun yang terkait dengan
nikmat badanku dan akalku. Akan tetapi, aku sulit memiliki hati
yang bersyukur, kecuali terhadap nikmat-nikmat yang besar.
Seperti, saat ada masalah besar yang mendapatkan solusi.
Bagaimana menurut Imam, kondisi hati saya ini?”.
19
Tahu Menceng

Al-Imam Harits bin Asad menjawab, “Hal itu merupakan


sesuatu yang biasa menimpa hamba-hamba yang bodoh. Ketahui-
lah, kebanyakan nikmat yang kecil lebih banyak manfaatnya
daripada nikmat yang besar bahkan seringkali nikmat yang besar
menimbulkan bahaya besar bagi agama dan dunia”.

Di sebuah negeri dongeng, dikisahkan pertemuan dua


sahabat yang telah lama berpisah. Mereka menghabiskan
kebersamaan yang singkat di sebuah ruangan besar setelah
keduanya lahir dari mesin cetak istimewa. Namun, setelah
keluar ruangan, sama sekali tidak pernah bertemu.

Nama mereka adalah Si Hijau dan Si Merah. Setahun


kemudian, mereka bertemu di dalam sebuah dompet.
Alangkah terkejut keduanya. Si Merah gembira melihat Si Hijau,
namun sesaat kegembiraan itu sirna. Kegembiraan Si Merah,
berubah menjadi kesedihan. Dia melihat tubuh Si Hijau yang
tidak lagi bercahaya, lusuh dan penuh kerutan. Bahkan
beberapa luka memar menambah kepedihan siapa saja yang
melihat kondisi Si Hijau.

“Kenapa dirimu begitu menyedihkan, kawan? Apa yang


terjadi dengan dirimu?” tanya si Merah yang keheranan. Si Hijau
memandang tubuh teman lamanya yang jauh berbeda dengan
dirinya. Sinar yang memancar dari tubuhnya masih tampak.
Tubuh Si Merah masih mulus. Tidak tampak sama sekali bahwa
Si Merah mulai menua.

“Sahabatku, kamu jangan bersedih. Aku bangga dengan


tubuhku ini” jawab Si Hijau dengan penuh senyum. Suara Si
Hijau penuh kepastian. Dia sama sekali tidak menunjukkan
duka kesedihan.

20
Kumpulan Kesaksian dan Kisah Hikmah

“Apa yang kau banggakan dengan tubuh lusuhmu ini,


kawan?” sergah Si Merah

“Ketahuilah Kawan, setelah aku keluar dari ruang perce-


takan, aku masuk ke dalam sebuah bank. Aku tinggal di rumah
baru yang jauh lebih indah. Namun, setelah seorang lelaki mem-
bawaku keluar dari bank. Petualangan dimulai.” Kata Si Hijau.

“Aku hanya tinggal beberapa jam bersamanya. Setelah itu,


dalam sehari, tubuhku berpindah-pindah dari satu tangan ke
tangan berikutnya. Bahkan, dalam sehari tubuhku bisa berada
di tangan kesepuluh.” Si Hijau melanjutkan

“Lalu, apa yang membuatmu bangga dengan kehidupan yang


melelahkan ini?” Si Merah semakin penasaran

“Aku bangga, banyak manusia membutuhkanku. Dalam


setahun ini, ribuan pasang tangan telah menyentuh tubuhku”
jawab Si Hijau

Si Merah tertunduk. Tiba-tiba, dirinya tertunduk sedih.


“Tahukah engkau kawan, berapa pasang tangan yang menyentuh
diriku? Hanya sepuluh manusia yang mengenal diriku”

“Tahukah kamu apa yang membuatku paling bangga? Aku


pernah masuk ke dalam berpuluh-puluh kotak infaq di masjid
yang berbeda.” Jawab Si Hijau dengan bangga.

Tiba-tiba Si Merah menangis sejadi-jadinya. Jangankan


kotak infaq masjid, tidak satupun masjid yang dia kenal dalam
setahun ini. Tidak ada satupun manusia dari sepuluh pasang
tangan itu yang membawanya masuk ke masjid.

“Ada pula yang membuat diriku menangis?” Si Hijau


21
Tahu Menceng

melanjutkan ceritanya.

“Kau sering menangis? Benarkah?” Si Merah penasaran

“Ya. Aku menangis saat beberapa tangan memegangku.


Saat mata mereka menangis, aku menangis. Saat mulut mereka
tersenyum bahagia, aku menangis.” Si Hijau mulai menjelaskan.

“Aneh sekali. Siapakah mereka itu, temanku?” sergah si


Merah penasaran.

“Mereka adalah anak-anak yatim, janda-janda miskin, dan


orang-orang fakir. Terkadang mereka memegang erat tubuhku
dan menangis, karena mereka sedang kekurangan. Aku
menangis sejadi-jadinya.”

“Lalu, kenapa engkau menangis saat mereka bahagia?”

“Aku menangis karena aku yang tidak bernilai ini mampu


membuat mereka bahagia. Kau tahu, kawan? Hari-hari mereka
dipenuhi kesabaran dan saat kau lihat mereka tertawa, aku
menangis bahagia.”

Si Merah memandang Si Hijau, kemudian memeluknya


erat-erat dan menangis sejadi-jadinya.

Tahukah pembaca siapa Si Hijau dan Si Merah? Si Hijau


adalah lembaran uang seribu rupiah, dan Si Merah adalah
lembaran uang seratus ribu rupiah. Inilah salah satu contoh
yang dimaksudkan Imam al-Harits bin Asad bahwa kebanyakan
nikmat yang kecil lebih banyak manfaatnya daripada nikmat
yang besar.

Di sisi lain, Allah Swt menjelaskan sendiri bahwa seringkali

22
Kumpulan Kesaksian dan Kisah Hikmah

nikmat yang besar menimbulkan bahaya besar bagi agama dan


dunia. Allah Swt berfirman,

“Dan adapun anak muda itu, maka orang tuanya adalah


orang-orang mukmin, dan Kami khawatir bahwa Dia akan
mendorong kedua orang tuanya itu kepada kesesatan dan
kekafiran. Dan Kami menghendaki, supaya Tuhan mereka
mengganti bagi mereka dengan anak lain yang lebih baik
kesuciannya dari anaknya itu dan lebih dalam kasih sayangnya
(kepada ibu bapaknya)”. (Al-Kahfi : 80-81)

Kisah Nabi Khidir As di atas tentu saja sudah populer di


telinga kita. Beliau dengan perintah Allah Swt, dipilihkan
membunuh seorang anak yang paling tampan di antara sepuluh
anak yang sedang bermain di depan beliau. Dengan ilmu Allah
Swt, Nabi Khidir As mengetahui anak tampan tersebut kelak
ditakdirkan kafir dan akan membujuk orang tuanya untuk
menjadi kafir. Anak yang sempurna itu akan menjadi fitnah
yang sempurna pula bagi kedua orang tuanya yang sangat
mencintainya sehingga rela mengikuti keinginannya.

Kisah di atas adalah contoh bahwa nikmat yang besar


dapat berubah menjadi fitnah besar bagi pemiliknya yang dia
tidak mampu menolak bahaya dari nikmat yang sempurna
tersebut. Besarnya bahaya itu terlihat dari ketiadaan pilihan
Nabi Khidir kecuali dengan menghilangkan nikmat yang besar

23
Tahu Menceng

itu untuk menyelamatkan pemiliknya dari bahaya besar yang


ada di dalam nikmat tersebut. Nabi Khidir harus membunuh
anak tersebut. Tidak bisa tidak. Sebab, hal itu atas perintah
Allah Swt.

Ya, seperti nasehat al-Imam Harits di atas, saya semakin


tersadar harus semakin mensyukuri hal-hal kecil. Saya, sendiri
dibesarkan dengan nikmat-nikmat yang kecil, dengan kese-
derhanaan kehidupan seorang santri. Apa yang saya peroleh
sekarang adalah keindahan dari nikmat-nikmat kecil tersebut.

Lalu, akankah saya selamat dari kisah-kisah di atas, setelah


menerima beberapa nikmat yang terlihat besar di mata
manusia? Termasuk dengan nikmat anak dan istri, yang saya
harus selalu eling lan waspodo.

Allah Swt berfirman,

“(Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak


mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak)
manfaatnya bagimu” (An-Nisa’ : 11)

Saya tidak boleh gagal mengajarkan istri dan anak-anak


saya untuk melihat dan mensyukuri nikmat-nikmat kecil dalam
kehidupan ini. Saya harus eling bahwa seluruh nikmat keba-
hagiaan, keharmonisan dan kecukupan ini adalah pemberian
dan kemurahan Allah Swt. Saya harus terus belajar memiliki
hati yang eling dan mengajarkannya kepada istri dan anak-anak.

24
Kumpulan Kesaksian dan Kisah Hikmah

Dengan kehidupan yang sangat sederhana, di masa kecil


saya mampu bersyukur dengan kenikmatan-kenikmatan yang
kecil, termasuk mensyukuri nikmat satu piring nasi goreng.
Dengan kehidupan sekarang yang berbeda, saya harus
waspada agar tidak tergelincir menjadi orang bodoh yang
disebutkan oleh al-Imam Harits bin Asad.

Demikian pula, dengan kehidupan anak-anak saya seka-


rang yang jauh berbeda dengan masa kecil saya, maka saya
harus selalu waspada dengan selalu mengajarkan mereka untuk
menemukan kebesaran Allah Swt dari nikmat-nikmat yang
kecil.

25
Tahu Menceng

26
Kumpulan Kesaksian dan Kisah Hikmah

Untung –
‘Nguntungke’
(Menguntungkan)
Pada awal bulan November 2016 ini, Masjid al-Hasan,
salah satu amal jariyah yang dikelola di bawah yayasan kami,
mendapat bantuan pemugaran dari al-Habib Abdurrahman al-
Habsyi. Beliau adalah seorang pendakwah dermawan yang
tinggal di Singapura. Kebetulan, beliau baru saja menyelesaikan
pemugaran masjid di daerah Duwet, Jambangan, Plupuh.
Masjid baru itulah yang akan menjadi prototype bagi wajah baru
Masjid al-Hasan.

Maka, saya ber-enam dengan beberapa pengurus takmir


masjid menuju ke Plupuh. Namun, karena saya tidak
mengetahui letak masjid tersebut, saya meminta bantuan salah
seorang jamaah pondok yang tinggal di Plupuh, bernama Kang
Samiyo. Saya telah sepakat bertemu dengannya di sebuah titik
jalan di daerah Plupuh.

Namun, saya terlewat dari titik tersebut dan tersesat


cukup jauh. Mobil kami berhenti di sebuah perempatan jalan.
27
Tahu Menceng

Kami, menunggu Kang Samiyo, yang dengan ikhlas memilih


menyusul kami. Di samping perempatan jalan, kami lihat,
terdapat sebuah warung. Saya turun dan berniat membeli air
mineral untuk melegakan tenggorokan. Saya masuk warung
tersebut, dan mata saya terbelalak gembira.

Ada roti ‘jadul’, jadah, dan jajanan pasar lainnya. Saya


teringat masa kecil. Tiba-tiba ada nostalgia indah yang masuk
ke dalam ingatan akal dan batin saya. Kemudian saya mengajak
pengurus takmir untuk segera masuk ke dalam warung. “Mbah
Saji, ini ada jajanan pasar, Mbah! Ayo, kita cicipi dulu.” teriak
saya dengan gembira.

Ya, Mbah Saji yang tertua di antara kami. Beliau seorang


sesepuh desa yang mencintai seni dan tradisi. Dari rumahnya,
Mbah Saji menghidupi beberapa kesenian tradisonal, terutama
wayang kulit dan musik lesung. Bulan Rajab kemarin, alunan
musik lesungnya yang rancak menjadi salah satu kesenian
pembuka di acara Maulid Akbar Tahunan di pesantren kami.

Mbah Saji yang telah berkepala enam ini, pasti lebih


bahagia dengan ingatan masa kecilnya. Demikian pula yang
lainnya pasti lebih bahagia dengan kenangan masa kanak-
kanaknya. Konon, yang lebih lama umur kenangannya akan
lebih berkesan mengingatnya dan menimbulkan suasana batin
yang lebih dalam. Dan, saya kebetulan yang termuda dari
mereka semua. Jadi, saya tahu mereka semua lebih bahagia
dari saya.

Kami semua tertawa bahagia oleh jajanan pasar. Sesuatu


yang kecil itu asyik dan menggembirakan. Sesuatu yang
sederhana itu ternyata kami rindukan. Kami tersadar, tidak
butuh banyak untuk menjalani kehidupan ini. Kami dibesarkan
28
Kumpulan Kesaksian dan Kisah Hikmah

dengan ‘kemurahan’ jajanan pasar dari kasih sayang Allah Swt


yang menghidupi seluruh makhluk-Nya.

“Inilah yang namanya misteri rejeki” kata salah seorang di


antara kami memulai sebuah topik pembicaraan. Semuanya
bersahutan saling membenarkan bahwa ketersesatan ini
disengaja oleh Allah Swt untuk memberikan rejeki bagi pemilik
warung.

Saya menyimak pembicaraan itu dengan seksama.


Kemudian saya berkata, “Bukan hanya tentang misteri rejeki
saja, namun kita sedang mendapatkan pelajaran bahwa hidup
itu di antara dua pilihan ‘untung dan nguntungke’ (kita untung
karena orang lain atau kita menguntungkan untuk orang lain)”.

Pagi itu, saya mendapat pelajaran bahwa kehidupan kita


bukan semata-mata harus mengalami perputaran rejeki,
namun kita juga harus mengalami perputaran fungsi, diantara
dua pilihan, yaitu untung dan ‘nguntungke’. Tidak ada pilihan
ketiga atau hanya memilih yang pertama. Sunnatullah akan
memaksa diri kita untuk mengalami yang kedua.

Kedua fungsi ini harus kita sadari dengan baik, sebab kedua
kondisi tersebut diciptakan Allah Swt dengan tujuan untuk
mengatur kehidupan dunia ini agar berjalan dengan teratur
dan seimbang. Allah Swt berfirman,

“Ya Tuhan Kami, Tiadalah Engkau menciptakan ini dengan


sia-sia, Maha suci Engkau, Maka peliharalah Kami dari siksa
neraka” (Ali – Imran : 191).

29
Tahu Menceng

Allah Swt telah menetapkan bahwa tidak ada yang sia-sia


di dalam setiap penciptaan-Nya. Kita sebagai makhluk, yang
bukan pencipta, harus menyakini hal ini dengan seyakin-
yakinnya. Bahwa terdapat kemanfaatan di dalam setiap
kehendak penciptaan-Nya. Allah Swt menciptakan seluruh
alam semesta ini termasuk segala sesuatu yang ada di bumi
ini, baik manusia, hewan, dan tumbuhan dengan tujuan-tujuan
tertentu. Termasuk di dalamnya adalah segala kejadian dan
kondisi manusia.

Saat diri kita sedang untung, kita dengan mudah


menemukan tujuan-tujuan kemanfaatan itu. Namun saat diri
kita sedang ‘nguntungi’, seringkali kita memiliki kesadaran
ruhani yang terbatas untuk menemukan tujuan-tujuan
kemanfaatan di dalamnya. Tubuh kita lemas, menghela nafas
dan berkata, “Nasib, memang ini rejekinya orang lain”. Raut
muka kita kecut, suasana hati yang ‘sedikit’ kecewa, dan wajah
cemberut.

Lalu, bagaimana saya menata hati pagi itu? Ya, saya


memang seolah-olah rugi. Bensin mobil saya berkurang namun
tujuan perjalanan tidak tercapai. Saya sedang ‘nguntungi’
penjual bensin. Saya dan pengurus takmir lainnya kehilangan
tenaga hingga tenggorokan kami kering kehausan.

Di tengah-tengah kerugian itu, terlintas bisikan amal shalih


di dalam batin, saya harus membeli minuman untuk kami ber-
enam. Saya harus memenuhi kebutuhan saudara-saudara se-
iman ini. Inilah kehidupan, Allah Swt mengilhamkan kebaikan
di setiap kesempatan. Jika saya tidak tersesat, mungkin saya
tidak memiliki kesempatan menyenangkan saudara-saudara
se-iman ini dengan kebahagiaan kenangan jajanan pasar.

30
Kumpulan Kesaksian dan Kisah Hikmah

Bisikan amal shalih itu muncul dari kesadaran bahwa


mereka adalah saudara yang harus saya cintai. Rasulullah Saw
bersabda,

“Tidaklah seseorang dari kalian sempurna imannya, sampai


ia mencintai untuk saudaranya sesuatu yang ia cintai untuk
dirinya”. (HR. Bukhori)

Saat kita difungsikan ‘nguntungke’ maka kita sedang


diberikan Allah Swt kesempatan untuk mewujudkan cinta kita
kepada saudara kita yang lain. Cinta itu sendiri adalah bukti
dari fitrah keimanan kita. Semakin besar cinta kasih kita kepada
sesama, semakin besar pula iman yang ada di dalam batin kita.

Dalam hal ini, pemilik warung tadi adalah saudara saya,


satu iman, satu bangsa dan saudara sebagai sesama manusia.
Saat saya berhasil memandang pemilik warung tersebut
sebagai saudara saya, maka tidak ada lagi rasa berat di hati ini
untuk makan di warungnya.

Perwujudan cinta ini adalah salah satu bagian dari sekolah


iman. Jika kita ingin naik kelas, maka cinta kasih kepada sesama
harus semakin lekat di dalam perilaku kehidupan kita sehari-
hari. Yaitu dengan menerima fungsi ‘nguntungke’ itu dengan
rasa syukur, bukan dengan wajah yang murung.

Kita bukan hanya pasif menerima fungsi ‘nguntungke’


tetapi juga aktif berbuat ‘nguntungke’ orang lain dengan
berbuat amal shalih semaksimal mungkin. Hanya dengan amal
shalih, inilah Allah Swt menjanjikan ‘hayatan thoyyiban’
(kehidupan yang baik) kepada diri kita.

31
Tahu Menceng

Allah Swt berfirman,

“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki


maupun perempuan dalam Keadaan beriman, Maka Sesungguh-
nya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan
Sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan
pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.”
(An-Nahl : 97)

Syukur kita akan bertambah, senyum kita akan semakin


lebar dan hati kita akan semakin menemukan kelezatan iman,
saat kita semakin sering berhasil ‘nguntungke’ orang lain.

Dalam kajian psikologis, pola pikir di atas di kenal dengan


berpikir positif, yaitu memaknai seluruh kejadian dalam
kehidupan ini dari sudut pandang kebaikan.

Ada cerita menarik tentang berfikir positif ini di zaman


Yunani. Namanya Pigmalion1 seorang ahli seni dan pemahat.

Saat semua orang mengeluhkan jalanan becek karena


hujan, pemuda tersebut justru berfikir hal yang berbeda.
“Untung ada hujan sehingga tanaman-tanaman bisa tumbuh
subur” katanya.

Ketika ada pembeli ‘kikir’ yang menawar patungnya


1
August N. Chatton, Ampuhnya Berfikir Positif, hlm. 19 - 20

32
Kumpulan Kesaksian dan Kisah Hikmah

dengan harga murah, dia berkata, “Mungkin orang itu masih


perlu mengeluarkan uang untuk kebutuhan yang lain”.

Saat ada anak-anak yang mencuri buah di kebunnya, dia


berkata, “Kasihan anak-anak itu, di rumahnya tidak ada buah
untuk di makan”. Pigmalion kemudian menjadi simbol tentang
berfikir positif itu sendiri.

Kisah di atas, menunjukkan berfikir positif adalah fitrah


manusia. Berfikir positif dapat dipelajari, dibiasakan, dan menjadi
karakter setiap manusia, termasuk orang kafir. Terlebih, kita
sebagai orang beriman yang telah disyariatkan berfikir positif,
yang kita kenal dengan khusnudzon (berprasangka baik). Dengan
dasar khusnudzon kita akan mudah menata hati untuk memaknai
situasi untung dan ‘nguntungke’ sebagai suatu kepastian yang
membawa kemanfaatan bagi keberuntungan kehidupan kita,
baik lahir dan batin.

Maka, saat ban mobil bocor di jalan, kita hanya sedang


harus ‘nguntungke’ tambal ban. Saat kaki kita tersandung batu,
kita memang sedang harus ‘nguntungke’ penjual perban.
Bahkan saat saya ditakdirkan sakit, bukankah kita sedang
ditakdirkan ‘nguntungke’ dokter?

Walaupun seorang dokter tidak boleh berniat mencari


keuntungan atas nama kemuliaan profesinya, namun bagai-
mana dengan kehidupannya jika tidak ada seorang pasien pun
yang datang kepadanya?

Pengalaman sakit itu sendiri bagi saya adalah penga-


laman unik yang mencerahkan iman, jika kita semua mampu
merenunginya. Sakit salah satu kondisi yang mengingatkan
manusia bahwa dirinya adalah makhluk yang penuh kekurangan

33
Tahu Menceng

dan ketidakberdayaan. Sehingga setiap orang dengan tulus dan


gembira mengucapkan, “Terima kasih, Dok”. Bahkan kalimat
itu, diucapkan dengan tetesan air mata yang mengharukan oleh
sebagian manusia.

Siapakah yang sakit? Siapakah yang harus menelan pil


pahit?

Siapakah yang harus merasakan sakitnya jarum infus dan


jarum suntik?

Siapakah yang harus membayar? Semuanya kita yang sakit,


bukan?

Lalu, siapakah yang harus berterima kasih? Kita juga,


bukan?

Bukankah, kita sebenarnya telah mampu mengucapkan


rasa syukur dari ‘kerugian’ yang menimpa diri kita? Kita tinggal
memperbanyaknya dan mendahulukan ucapan terima kasih
itu kepada Allah Swt sebelum berterima kasih kepada manusia.

Dengan khusnudzon kepada fungsi untung dan


‘nguntungke’ kita sedang meniti jalan kesempurnaan iman itu
sendiri. Semoga

34
Kumpulan Kesaksian dan Kisah Hikmah

Cerita 2

Samudera Cinta dan


Kasih Sayang

35
Tahu Menceng

36
Kumpulan Kesaksian dan Kisah Hikmah

Cinta Ala ST-12


Suatu hari, saya sengaja mengunjungi akun facebook al-
Habib Husein bin Anis al-Habsyi. Beliau adalah guru kami, dan
ayah dari guru kami, al-Habib Muhammad bin Husein bin Anis
al-Habsyi.

Media sosial bagi beliau adalah medan dakwah yang tidak


boleh diabaikan. Al-Habib Husein bin Anis al-Habsyi memberi-
kan pelajaran berharga kepada kami. Semakin bertambah
umur, semangat dakwah beliau semakin bertambah pula.
Beliau rela menyediakan waktu khusus untuk menulis nasehat-
nasehat dan melayani tamu-tamu beliau di dunia maya. Dari
tulisan-tulisan beliau, saya merasakan belaian lembut seorang
‘eyang’ kepada anak cucu-nya.

Salah satu bentuk tulisan al-Habib Husein bin Anis adalah


cerita-cerita pendek. Dengan membaca sebuah cerita,
pembaca diajak mengolah rasa. Pembaca dituntun memahami
dirinya dan kehidupannya dengan masuk ke dalam cerita.
Kalimat-kalimat nasehat akan terbawa masuk ke dalam hati
pembaca bersama aliran alur cerita.

Dengan cerita, pembaca tidak merasa digurui. Sebab,


sosok yang menasehati bukan penulis, namun ‘orang lain’ di

37
Tahu Menceng

dalam cerita. Yang marah, gembira, menangis ataupun tertawa


bukan pembaca, namun ‘seseorang’ di dalam cerita. Pembaca
seperti penonton sinetron di televisi, sebagai orang ketiga di
luar cerita yang larut dalam suasana kesedihan, kegembiraan,
kedamaian, hingga jatuh cinta dengan kebaikan.

Saat saya berselancar di dunia maya, saya sengaja mem-


bangun irtibath (hubungan) dengan al-Habib Husein bin Anis.
Saya masuk ke dalam rumah beliau yang selalu terbuka. Tidak
perlu mengetuk pintu ataupun berteriak mengucapkan salam.
Cukup di dalam batin saja. Rumah gratis di medsos itu, tidak
berpintu.

Saya berhenti pada sebuah cerita fiksi milik beliau,


berjudul ‘Mana yang Lebih Menguntungkan, Memberi atau
Menerima?’. Berikut petikan cerita yang hari itu menarik hati
penulis di akun facebook eyanghusein.

Di rumah pada kumpul teman-teman cucu. Ada Wulan,


Lisa, Nano, Indra dan Adam.

Cucu : Mbah, teman-teman mau ketemu, bisa?


Mbah : Siap, kopi kamu bawa ke depan ya?
Indra : Apa kabar, Mbah?
Mbah : Alhamdulillah sehat, kalian semua juga sehat-sehat
saja kan?
Adam : Alhamdulillah, berkat doa panjenengan, Mbah.
Mbah, bade tanglet mungkin tidak, orang tua pilih
kasih terhadap anak-anaknya?
Mbah : Hmm….

38
Kumpulan Kesaksian dan Kisah Hikmah

Wulan : Ya Mbah, mami kelihatannya lebih sayang sama


kakak. Jelas sekali, Mbah!
Mbah : E-e-e tidak benar itu, Wulan. Aku tahu Mamahmu
itu sangat sayang sama kamu.
Wulan : Tapi dia lebih mengutamakan kepentingan Ical, dan
selalu membela dia.
Mbah : Ya iyalah…sebab kamu orangnya baik sekali sih…
mau mengalah… Karena Mamahmu tahu kalau
permintaanmu tidak dikabulkan, kamu tidak marah.
Mbah, tahu benar itu, pokoknya percaya dah sama
Mbah. Mamahmu itu sangat sayang sama kamu.
Nano : Tapi banyak orang tua pilih kasih, Mbah.
(Wulan, Lisa, Indra dan Adam menganggukkan kepala tanda
setuju dengan ucapan Nano)
Mbah : Banyak orang merasa dirinya tidak disayang…
dirinya tidak dicintai… tidak diperhatikan. Mbah mau
tanya : bagus mana, memberi atau menerima?
Cucu : Tangan di atas lebih mulia dari tangan di bawah ya Mbah!
Mbah : Bahagia mana yang memberi atau yang menerima.
Semua : Bahagia dua-duanya Mbah. Yang menerima tentu
senang, yang memberi kan juga senang karena bisa
membantu.
Mbah : Mana yang lebih bahagia?
Cucu : Yang aktif tentu lebih bisa merasakan dari pada yang
pasif ya…?

39
Tahu Menceng

Mbah : Kalau kita menanam, siapa nanti yang bakal


memanen? Tentu kita sendiri. Kalau di dalam dada
kalian ada banyak rasa kasih sayang, mengapa itu
tidak kalian bagikan kepada yang memerlukan. Air
yang mengalir dan air yang diam, segar mana?
Wulan : Segar yang mengalir, Mbah.
Mbah : Mengapa kalian menunggu untuk disayangi… me-
nunggu untuk dicintai… diperhatikan… menunggu
untuk dikasihani… Mulai sekarang sebarkan kasih
sayang yang ada di dada kalian… sebarkan… tapi
tanpa harus memaksakan diri. Nanti Allah akan
menuangkan sifat Pengasih dan Penyayang-Nya ke
dada kalian. Dada kalian akan dipenuhi dengan sifat
kasih dan sayang sehingga kalian tidak memerlukan
kasih sayang dari orang lain, dan kelak kalian akan
kewalahan karena banyak orang jatuh cinta kepada
kalian. Kalian nanti akan mengingatkan orang-orang
yang menyintai kalian, “Hei… hei jangan keterlaluan!”
Semua : Masa sih Mbah begitu. Jadi begitu Mbah ya… Ah
saya belum mantap.
Mbah : Kamu tahu tidak, lagunya ST12 yang berjudul Saat
Terakhir. Dalam liriknya ada yang berbunyi:
Melupakanmu butuh waktuku seumur hidup.
Semua : Itu lagunya Wulan, Mbah. Pacarnya belum lama
meninggal.
Mbah : Mbah mau tanya, ada tidak dalam hidup kalian orang
yang tidak bisa kalian lupakan seumur hidup?
Wulan : Ada.
40
Kumpulan Kesaksian dan Kisah Hikmah

Lisa : Banyak.
Nano : Buanyak.
Indra : Buanyaaak…
Mbah : Maksud Mbah, kalian selalu terkenang orang
tersebut … bayangannya sering hadir di benak kalian.
Ada berapa banyak orang seperti itu dalam
kehidupan kalian?
Wulan : Ya orang tua.
Lisa : Tiga, nenek juga.
Nano : 4 Mbah.
Indra : 10 Mbah…
Cucu : Di dunia ini yang paling sering aku ingat ya.. Mbahku
tersayang…
Mbah : (cucuku ini nggak pernah serius kaya Mbahnya…kik
kik kik) Kalau Indra punya 10 orang yang tidak bisa
ia lupakan seumur hidup, hampir bisa dipastikan ada
lebih dari sepuluh yang juga selalu ingat kepada Indra.
Cucu : Kok bisa begitu Mbah? Kok bisa…??
Mbah : Bikinin kopi dulu …jangan lupa 1-2.
(keadaan hening sejenak … Mbah berbicara setengah berbisik
seakan berbicara kepada diri sendiri)
Mbah : Sungguh rugi … sungguh rugi orang berharap
kepada manusia. Berharaplah hanya kepada Yang
Maha Pemurah. Karunia-Nya sangat indah dan agung,

41
Tahu Menceng

sayang kebanyakan manusia tidak mau bersyukur…


hanya berkeluh kesah …sayang … sayang!
Cucu : Kopinya Mbah. Apa yang sayang Mbah?
Mbah : Banyak orang datang kemari berkeluh kesah,
padahal mereka dalam kenikmatan yang agung …
tapi mereka sama sekali tidak menyadari dan tidak
bisa merasakannya …duh sayang…!

Cerita selesai.

Dari cerita di atas. saya medapatkan sebuah kalimat yang


‘sesuatu benget’ dari akun facebook eyanghusein yaitu pengga-
lan lirik lagu ST12. Bait lagu itu jika ditulis lengkap adalah:

“satu jam saja kutelah bisa cintai


kamu ... kamu … kamu di hatiku
namun bagiku melupakanmu
butuh waktuku seumur hidup”

Al-Habib Husein bin Anis al-Habsyi ternyata sosok yang


mengikuti perkembangan dunia remaja. Lirik-lirik lagu populer
yang jelas-jelas telah masuk ke dalam jiwa jutaan generasi
muda, beliau kutip untuk menjadi sebuah kekuatan nasehat.
Beliau ingin memasukkan ruh lain, bukan berhenti kepada kisah
percintaan sepasang kekasih berlainan jenis. Bukankah ruh-
ruh lagu yang dipopulerkan para artis ini berbahaya?

Jiwa jutaan anak muda telah terisi dengan kalimat indah


tersebut, namun melemahkan iman mereka. Lagu yang indah
itu telah melembutkan hati jutaan remaja, menggelorakan
cinta, namun bukan mahabbah kepada Allah Swt dan Rasulullah

42
Kumpulan Kesaksian dan Kisah Hikmah

Saw. Maka, al-Habib Husein bin Anis al-Habsyi perlahan ingin


memasukkan cinta yang benar dan pandangan batin yang benar
ke dalam jiwa yang telah terbius lirik-lirik cinta di atas.

Bagi saya, sosok Mbah dalam cerita di atas adalah al-Habib


Husein bin Anis sendiri. Secara tidak langsung, beliau sedang
mengkisahkan sebagian dari dirinya sendiri. Saya ingin men-
dapatkan pelajaran lebih lanjut dari dalam diri beliau secara
langsung, dari penggalan lirik lagu ST12 di atas.

Saya memutuskan untuk sowan langsung kepada al-Habib


Husein bin Anis al-Habsyi, bersama putra beliau, al-Habib
Muhammad bin Husein bin Anis al-Habsyi. Penulis ingin
bertanya, “Ada kenangan apakah Bib, hingga menggunakan lirik
lagu yang menyentuh dari ST12 untuk mengungkapkan sebuah
nasehat?”. Setelah menimbang-nimbang rasa dalam diri dengan
apa yang pernah beliau alami, al-Habib Husein bin Anis al-
Habsyi menyebut guru beliau, al-Habib Syech bin Muhammad
al-Idrus, putra dari al-Habib ‘Neon’ Surabaya1.

Cinta beliau kepada gurunya sangat mendalam. Beliau


benar-benar mengalami apa yang dilagukan ST12, satu jam
saja kutelah bisa cintai kamu ... kamu … kamu di hatiku - namun
bagiku melupakanmu butuh waktuku seumur hidup. Cinta itu
merasuk sedemikian cepatnya ke dalam dada, semakin dalam,
dan menguasai batinnya. Sehingga hari-hari kebersamaan
dengan al-Habib Syech bin Muhammad al-Idrus ibarat satu
jam pertemuan yang singkat. Hal itu dikarenakan kerinduan
beliau yang semakin kuat dengan bertambahnya tahun-tahun

1
Al-Habib Muhammad al-Idrus Surabaya yang terkenal dengan salah satu
karomahnya, yaitu wajahnya tiba-tiba bercahaya saat beliau memasuki masjid
yang lampu-lampunya padam.

43
Tahu Menceng

perpisahan.

Al-Habib Syech bin Muhammad al-Idrus adalah sosok


guru yang memiliki kekuatan mahabbah, cinta kepada Allah
Swt dan Rasulullah Saw secara sempurna. Sehingga Allah Swt
menuangkan sifat Pengasih dan Penyayangnya ke dalam dada
beliau yang bersumber dari Rasululullah Saw. Dan memancar
keluar menerangi jiwa murid-murid dan pecinta beliau.

Seperti ungkapan indah dalam Simtud-Duror

Maka tiada satu pun perangai terpuji dalam diri seorang anak
manusia
Melainkan pasti bersumber dari diri Beliau Saw, insan terbaik
di antara seluruh manusia
Al-Habib Husein bin Anis al-Habsyi mengalami sendiri
dahsyatnya pancaran cinta yang bersumber dari jiwa yang ‘roufur-
rohiim’. Pancaran cinta Rasulullah Saw yang diwarisi oleh al-Habib
Syech bin Muhammad al-Idrus, pewaris dzatiyah (nasab
keturunan) dan ilmu Rasulullah Saw. Warisan yang sempurna
sehingga kehidupan al-Habib Syech bin Muhammad al-Idrus
dipenuhi kemuliaan yang bersumber dari Rasulullah Saw.

Al-Habib Husein bin Anis al-Habsyi memiliki cinta yang


keterlaluan itu. Rindu yang tidak akan hilang kecuali dengan
berakhirnya umur manusia. Cinta yang tidak mengenal akhir.
Cinta yang tidak terlupakan dan semua usaha untuk melupakan
akan sia-sia. Hasilnya nihil karena dahsyatnya keindahan cinta
44
Kumpulan Kesaksian dan Kisah Hikmah

yang telah terjalin. Cinta yang akan disempurnakan Allah Swt


dengan pertemuan abadi di surga. Rasulullah Saw bersabda,

“Seseorang bersama orang yang dicintainya” (HR. Muslim)

45
Tahu Menceng

46
Kumpulan Kesaksian dan Kisah Hikmah

Pelajaran Kasih
Sayang Kepada
Hewan
Al-Alimul Allamah al-Syaikh al-Mutawalli Sya’rawi1 pernah
berkata,

1
Al-Syaikh Muhammad Mutawalli asy-Sya’rawi al-Husaini lahir 15 April 1911 M
di desa Daqaqus, Distrik Mith Ghamr, Provinsi Daqahlia, Republik Arab Mesir.
Sejak kecil dipanggil Syaikh al-Amin (yang amanah) oleh kedua orang tuanya.
Hafal al-Qur’an pada usia 11 tahun. Beliau menyelesaikan pendidikan sarjana
di jurusan Bahasa Arab, Universitas al-Azhar. Beliau pernah mengajar di Univer-
sitas al-Azhar, Universitas Ummul Quro’ Makkah dan Universitas King Abdul
Aziz Riyadh, Arab Saudi. Pada bulan November 1976 M, beliau diamanahi
untuk memimpin Departemen Wakaf dan Urusan al-Azhar yang berhasil
mendirikan Bank Islam pertama di Mesir. Beliau terkenal dengan dukungannya
kepada Pemerintah Mesir yang menentang penuh dominasi Israel di Timur
Tengah. Keilmuannya diakui secara luas oleh dunia Islam dari program acara di
televisi dan radio yang diasuhnya, termasuk melalui karya tafsirnya yang diterima
luas oleh ulama ahlu sunnah wal-jamaah. Beliau meninggal di tanah kelahirannya
pada 17 Juni 1998 M pada usia 87 tahun.

47
Tahu Menceng

“Jika engkau melihat seekor semut di jalan janganlah engkau


menginjaknya. Carilah wajah Allah Swt dengan perbuatanmu itu.
Semoga engkau dirahmati Allah Swt disebabkan engkau merah-
mati seekor semut…. Dan ingatlah bahwa semut itu bertasbih
kepada Allah, maka jangan engkau hentikan tasbihnya dengan
membunuhnya”.

Membunuh seekor semut berarti ‘membunuh’ seorang


ahli dzikir. Demikian kedalaman hati salah satu mufassir
kebanggan al-Azhar al-Syarif ini dalam memandang seekor
semut. Kelembutan hatinya mampu memikat hati banyak
ulama hingga para habaib untuk mencintai dirinya. Termasuk
guru-guru kami Maulana al-Mursyid al-Habib Muhammad
Luthfi bin Yahya dan al-Habib Anis bin Alwi al-Habsyi Solo,
yang sangat mengidolakan beliau.

Berikut kami ceritakan 3 (tiga) sosok di akhir zaman ini


yang memiliki kasih sayang luar biasa kepada hewan.

Pertama, cerita kelembutan hati dan kedalaman kasih


sayang terhadap semut selanjutnya datang dari Solo. Al-Habib
Syech bin Abdul Qodir al-Segaf pengasuh Ahbabul Musthofa
bercerita tentang ibunya di sebuah majelisnya. Ibu beliau yang
bernama Ummu Bustan al-Katiri, setiap hari dengan sengaja
menaruh sesendok gula di salah satu pojok rumahnya untuk
semut-semut di rumahnya. Apakah Ummu Bustan ingin

48
Kumpulan Kesaksian dan Kisah Hikmah

menanggung rejeki semut-semut yang ada di rumahnya? Lebih


dari itu, beliau tidak rela seekor semut masuk ke tempat yang
salah dan membuatnya terbunuh.

Agar semut tidak tersesat masuk ke dalam perabot dapur


ataupun ke dalam tempat-tempat penyimpanan makanan,
Ummu Bustan memilihkan sebuah tempat favorit bagi semut-
semut di rumahnya untuk ‘berpesta’. Hati beliau teriris sedih
melihat seekor semut mati di rumahnya.

Nama Ummu Bustan, kini diabadikan sebagai nama sebuah


gedung yang menjadi salah satu pusat dakwah ahlu sunnah wal-
jamaah di Solo, khususnya untuk mensyiarkan mahabbah kepada
Rasulullah Saw. Gedung Bustanul Asyiqin, markas dakwah
jamaah Ahbabul Musthofa, adalah monumen cinta al-Habib
Syech bin Abdul Qodir al-Segaf kepada ibundanya. Anak
manakah yang tidak bahagia dan bersyukur memiliki ibunda yang
hatinya dipenuhi kelembutan kasih sayang?

Cerita tidak berhenti dengan semut. Ummu Bustan,


setiap hari di jam yang sama, di dekat jendela rumah, sekitar
jam 9 pagi, menebarkan beras untuk burung-burung gereja di
sekitar rumahnya. Bukan hanya semut, burung-burung pun
berdzikir kepada Allah Swt.

Kedua, cerita lain tentang semut datang dari Desa Tempel,


Wedung, Demak. Beliau adalah salah satu guru saya, seorang
dzawil khususiyah, al-Maghfurlah al-Syaikh KH. Dirjo Hamzah.
Kami para santri dan masyarakat memanggil beliau dengan
sebutan Mbah Dirjo. Ya, sesuai namanya yang nyentrik, beliau
adalah seorang kiai yang tampil unik.

Rambutnya panjang terurai hingga melampaui pinggang-

49
Tahu Menceng

nya. Wajahnya penuh wibawa. Bagi yang belum mengenal beliau,


akan berkomentar ‘sangar’. Pakaian beliau, khas seorang kiai
Jawa, berupa sarung, gamis, dan peci ala Gus Dur. Ada keunikan
lain, Mbah Dirjo mengkoleksi ribuan keris di rumahnya.

Di balik tampilannya yang ‘garang’, Mbah Dirjo sangat


welas asih kepada makhluk Allah, termasuk kepada seekor
semut. Beliau tidak rela melihat seekor semut mati, terlebih
membunuhnya. Beliau tidak berani.

Saat melihat beberapa semut merayap masuk ke dalam


gelas beliau, Mbah Dirjo dengan segera akan berteriak dengan
keras, termasuk kepada saya, “Gus … Gus … tolong Gus …
tolong Gus …. cepat teh ini segera dibuang agar tidak banyak
semut yang mati”. Kejadian itu, sering kami alami. Mbah Dirjo
rela kehilangan teh kesukaannya demi nyawa seekor semut.

Bukan hanya semut yang beliau sayangi sepenuh hati. Kami


juga sering melihat, saat ada seekor kucing mendekat kepada
beliau, maka guru kami, Mbah Dirjo akan memilih makanan
ringan yang ada di dekat beliau yang disukai kucing tersebut,
dan menaruhnya ke dalam lepek. Kemudian dengan lembut
beliau berikan kepada kucing tersebut, seolah-olah beliau
sedang melayani seorang tamu. Kelembutan itu terlihat dari
gaya beliau yang khas, yang memandang seekor kucing sebagai
bagian dari keberadaan Sang Pencipta Makhluk itu sendiri.

Hewan-hewan itu benar-benar ada bagi Mbah Dirjo,


bukan seperti diri kita yang sering mengabaikan hewan-hewan
di sekitar kita. Sama sekali tidak penting karena tidak memberi-
kan manfaat langsung dalam kehidupan kita. Mbah Dirjo
Hamzah benar-benar memperhatikan perintah Rasulullah Saw.
Beliau Saw bersabda :
50
Kumpulan Kesaksian dan Kisah Hikmah

“Sayangilah yang ada di bumi, niscaya yang ada di langit


akan menyayangimu”(HR. Thabrani)

Kedalaman dan keluasan kasih sayang kita kepada sesama


makhluk Allah Swt, merupakan salah satu jalan untuk
mendapatkan kasih sayang penduduk langit. Semakin tinggi
‘akhlak’ seseorang kepada hewan-hewan ini, menunjukkan
besarnya rahmat Allah Swt yang memancar dalam batinnya.

Maka, tidak penting lagi memperdebatkan hukum


membunuh seekor semut, bagi seseorang yang memiliki
puncak-puncak akhlak ini. Mereka lebih memilih sikap welas
asih kepada semut, untuk memuliakan penciptaan manusia
yang jauh lebih sempurna dibandingkan seekor semut.

Yang lebih penting kita tanyakan kepada hati kita masing-


masing adalah “kenapakah manusia masih tega menginjak
manusia lainnya seperti saat dirinya menginjak semut? Atau
bahkan dengan injakan yang lebih menghinakan?”.

Jiwa welas asih ini, bersumber dari pengenalan yang


sempurna terhadap kesempurnaan rahmat yang ada dalam
diri Rasulullah Saw, termasuk kepada hewan-hewan. Suatu hari
Abdullah bin Ja’far r.a melihat Beliau Saw memasuki sebuah
kebun milik salah seorang sahabat Ansor2. Tiba-tiba Beliau
Saw melihat seekor unta. Saat unta itu melihat Rasulullah Saw,
unta itu terlihat sangat ingin mendekat Beliau Saw dan unta
itu meneteskan air mata. Rasulullah Saw mendekati unta
tersebut dan membelainya, kemudian bertanya “Siapakah

2
‘Al-Syaikh Dr. Muhammad Abduh Yamani, Allimu Awladakum, hlm. 14

51
Tahu Menceng

pemilik unta ini?” Setelah salah seorang sahabat Ansor


mengakuinya, kemudian Rasulullah Saw bersabda,

“Takutlah kalian kepada Allah terhadap hewan ini yang telah


Allah menganugerahkan kepadamu. Sesungguhnya ia baru saja
mengadu kepadaku, engkau telah membuatnya lapar dan
kepayahan” (HR. Ahmad dan Abu Dawud)

Maka, seseorang yang telah dipancari sinar rahmat


Rasulullah Saw, dirinya tidak akan pernah dengan sengaja
menyakiti seluruh makhluk Allah Swt, terlebih kepada manusia
lainnya. Bahkan hamba-hamba mulia ini lebih memilih memaaf-
kan walaupun mereka memiliki hak membalas kedzaliman
seseorang. Yang mereka miliki adalah jiwa menghormati,
memuliakan dan menolong makhluk Allah Swt. Jauh berbeda
dengan kebanyakan manusia, jangankan memuliakan semut,
sesama manusia pun kita hinakan.

Ketiga, cerita yang datang dari kediaman guru mulia


Maulana al-Mursyid al-Habib Muhammad Luthfi bin Yahya.

Sewaktu belajar khidmah di kediaman Maulana al-Mursyid


al-Habib Luthfi bin Yahya, saya dipertemukan dengan khodim-
khodim3 beliau yang luar biasa. Kami bersama-sama saling
belajar dan saling mengambil manfaat untuk memberikan

3
Khodim secara bahasa berarti pelayan. Dalam hal ini, berhubungan dengan
tradisi tarbiyah di pesantren, di mana seorang santri melaksanakan khidmah
(pengabdian) dengan menjadi khodim pengasuh pesantren

52
Kumpulan Kesaksian dan Kisah Hikmah

khidmah terbaik kepada guru.

Salah satu khodim yang membekas kesungguhannya di


dalam ingatan saya Faizin. Saya memanggil beliau, Mas Faizin.
Selain itu, kami para murid dan khodim, menggelari Mas Faizin
dengan sebutan ‘wali meneng’ (wali pendiam). Dalam penga-
matan kami, beliau adalah seorang yang sangat tenang dan
sedikit bicara. Mas Faizin tidak pernah mengomentari urusan
orang lain, tidak merasa lebih tahu, menjauhkan diri dari
menggunjing, terlebih menyakiti perasaan orang-orang di
sekitarnya. Semoga, khusnudzon kami ini mendapat keber-
kahan dari beliau.

Mas Faizin memiliki fungsi dan peran khidmah yang sangat


banyak, yang membuat seorang murid patut iri dengan keisti-
qomahannya. Beliau mempunyai beberapa jenis khidmah yang
khusus, diantara sebagai penjahit pakaian Maulana al-Mursyid
al-Habib Muhammad Luthfi bin Yahya dan pelukis.

Dengan bimbingan Abah4, Mas Faizin mampu mewujud-


kan gambar wajah al-Arifbillah al-Alimul Allamah al-Habib
Hasyim bin Yahya, kakek dari Abah sendiri. Gambar yang
mampu mengobati kerinduan para pecinta dan menambah
cinta mereka. Gambar yang mampu menghadirkan kewiba-
waan sosok guru mulia di hati para muridin.

Namun, Mas Faizin tetap melaksanakan jenis-jenis khid-


mah yang umum dilakukan oleh para santri, seperti menyapu,
membersihkan sampah, dan lainnya. Beliau telah mendahului
kami menemukan jalan khusnul khotimah dengan hati yang

4
Panggilan para murid kepada Maulana al-Mursyid al-Habib Muhammad Luthfi
bin Yahya

53
Tahu Menceng

penuh cinta dan khusnudzon kepada guru. Mas Faizin wafat di


dalam mushola kediaman Abah. Seolah-olah, beliau meninggal
di pangkuan Abah. Tugasnya benar-benar telah paripurna,
dilepas dengan senyuman guru. Mudah-mudahan, saya yang
pernah bergaul dengan Mas Faizin, selalu mendapatkan
keberkahan niat suci khidmah beliau kepada guru.

Saya akan bercerita tentang sebuah kejadian di kediaman


Abah saat berbuka puasa.

Kebiasaan kami para khodim berbuka dengan minuman


dan beberapa butir kurma, dilanjutkan dengan sholat maghrib
dan makan menu-menu ringan, seperti gado-gado, gorengan,
dan lainnya, sebelum mengerjakan sholat tarawih.

Berbeda dengan Abah, yang memilih berbuka dengan


beberapa butir kurma, kemudian sholat maghrib dan meng-
imami tarawih. Setelah itu, jika menghendaki makan, Abah
mengambil porsi yang sangat sedikit. Sepengetahuan saya,
Abah sangat jarang sekali makan setelah sholat tarawih.
Memang tidak ada buka bersama di rumah Abah yaitu tidak
ada makan besar bersama. Keindahan makan bersama di
rumah Abah, kami rasakan saat sahur. Di rumah Abah, digelar
sahur bersama untuk para keluarga yang diikuti oleh para
murid dan khodim. Bulan Ramadhan di kediaman Abah, terasa
benar suasana mujahadah dengan sedikit makan dan mem-
perbanyak ibadah.

Suatu hari, saat waktu berbuka telah tiba, saya melihat


Mas Faizin sedang merebus sesuatu. Setelah saya lihat, beliau
merebus ikan pindang. Seketika itu juga batin saya curiga
kepadanya, “Wah, orang ini aneh, teman-temannya hanya
berbuka dengan minuman dan beberapa kurma, dia kok malah
54
Kumpulan Kesaksian dan Kisah Hikmah

memasak untuk dirinya sendiri”. Di dalam hati, saya menduga


bahwa dia sengaja tidak ikut bersama-sama berbuka dengan
kurma, demi memasak ikan pindang.

Tidak lama kemudian, ikan pindang itu masak. Kemudian,


Mas Faizin mengambil sepiring nasi. Hati saya tambah curiga,
“Lho, berani-beraninya dia mendahului teman-teman, bahkan
mendahului keluarga ndalem (keluarga Abah). Dia mau makan
duluan”. Saya perhatikan, beliau mengambil ikan pindang dan
menaruhnya di atas nasi. Semakin panas hati saya.

Namun, bukan mengambil suapan nasi, tangan Mas Faizin


mencampur nasi dan ikan pindang hingga benar-benar ter-
campur rata. Tangannya seperti mesin pengaduk yang
mengaduk-aduk nasi dan ikan pindang sehingga bisa menyatu
menjadi satu. Saya mulai curiga dengan diri saya sendiri. Untuk
apakah nasi itu?

Tidak lama kemudian, Mas Faizin memanggil kucing-


kucing yang ada di kediaman Abah. Saya mengambil nafas dan
merasa bersalah kepada Mas Faizin. Sungguh mulia hati hamba
Allah Swt ini?

Mas Faizin benar-benar seorang murid yang jeli melihat


kebiasaan gurunya. Abah rela dengan tangannya sendiri,
memberi minum seekor kucing yang buta dengan dot bayi.
Saat mengajar, Abah sering menghentikan pelajarannya, saat
mendengar suara anak kucing meminta tolong. Terdorong
kuatnya kelembutan hatinya, Abah berkata, “Tulung, kucing
seng meong-meong, dilurokne wong tuwone sek (Tolong kucing
yang minta tolong itu, dicarikan ibunya dulu)”.

Beliau memberikan pelajaran kepada saya tentang

55
Tahu Menceng

totalitas cinta kepada guru. Jika mencintai guru, cintailah semua


yang dicintai guru, termasuk hewan-hewan yang dicintainya.
Terlebih mencintai keluarga guru, terutama istri dan anak-
anaknya. Sungguh, Mas Faizin telah memiliki makna cinta yang
sejati kepada seorang guru.

Mas Faizin adalah salah satu sosok Abu Hurairah zaman


ini. Ya Allah, mudah-mudahan engkau berikan pula kepada kami
kelembutan hati dan ketinggian cinta yang dimiliki oleh Mas
Faizin.

Semoga Allah Swt menerima seluruh amal beliau,


terutama ketinggian kualitas mahabbah yang ada di dalam hati
beliau. Semoga beliau mendapati janji Rasulullah Saw,

“Seseorang bersama orang yang dicintainya” (HR. Muslim)

Cinta Mas Faizin yang telah dibuktikan di depan kami


semua, cinta kepada para guru, kepada ahlu bait, dan kepada
Rasulullah Saw. Saya ber-khusnudzon beliau khusnul khotimah
dan dipertemukan Allah Swt dengan cinta sejati beliau. Semoga
kami, seluruh para murid dan khodim, ditetapkan dalam hati
kami ketinggian mahabbah seperti yang Mas Faizin miliki hingga
kami menyusul beliau untuk bertemu para kekasih sejati.

56
Kumpulan Kesaksian dan Kisah Hikmah

Malaikat
Menghampiri Kita
Cerita saya ini, terkait dengan firman Allah Swt berfirman:

“dan terhadap orang yang minta-minta, janganlah kamu


menghardiknya” (Adh-Dhuha : 10)

Dalam menjelaskan ayat ini, al-Imam al-Qurtubi mengutip


sabda Rasulullah Saw1

“(Jika engkau ingin menolak peminta) tolaklah dengan

1
Tafsir al-Qurtubhi, Juz I halaman 100-101

57
Tahu Menceng

pemberian yang ringan atau tolaklah dengan baik, karena


sesungguhnya terkadang yang mendatangi dirimu adalah makhluk
yang bukan dari golongan manusia ataupun jin (yaitu malaikat)
yang diutus untuk menguji bagaimana dirimu berbuat dengan
apa yang telah diberikan Allah Swt kepada dirimu”

Tentang malaikat yang mendatangi manusia, terutama


orang-orang sholeh, dalam rupa manusia saya memiliki 3 (tiga)
buah cerita di dalam tulisan ini. Pertama, cerita yang berasal
dari KH. Muhammad Zahid Wedi, Klaten. Seorang teman,
saudara, bahkan beliau juga seorang guru bagi saya. Kiai Zahid
dan saya adalah saudara tunggal guru. Kami berdua sama-sama
mendapat anugerah menjadi muridin Maulana al-Mursyid al-
Habib Luthfi bin Yahya Pekalongan.

Kiai Zahid merupakan cucu al-Mursyid KH. Abdul Mu’id


Tempursari, seorang mursyid thoriqoh Syadziliyah. Beliau
diambil menantu oleh al-Syaikh KH. Abdul Hadi Klaten, salah
seorang murid al-Arifbillah al-Alim al-Allamah al-Mursyid al-
Habib al-Syaikh KH. Abdul Malik Kedungparuk Purwokerto.
Al-Syaikh KH. Abdul Hadi Klaten dan Maulana al-Mursyid al-
Habib Luthfi bin Yahya merupakan sahabat tunggal guru saat
mengaji di Kedungparuk. Kiai Zahid dengan penuh takdzim
memandang al-Syaikh KH.Abdul Hadi lebih sebagai seorang
guru, bukan sebatas sebagai mertua.

Dengan keberkahan para pendahulu dan keluarga besar


beliau, pantaslah Kiai Zahid dibimbing Allah Swt dalam jalan
kesholehan.Namun, jalan yang ditempuh orang-orang sholeh
tidaklah mudah.Beliau juga mendapatkan ujian dari Allah Swt,
seperti yang dialami oleh para sholihin, berupa kesederhanaan
kehidupan di awal-awal masa mengamalkan ilmunya.

58
Kumpulan Kesaksian dan Kisah Hikmah

Sebagai muridin, Salah satu kewajiban yang harus beliau


jalankan adalah memilihara suluk bertemu guru minimal sekali
dalam satu bulan. Kiai Zahid berusaha menjaga khidmah
kepada guru ini dengan istiqomah. Setiap Jum’at Kliwon.Kiai
Zahid bertekad untuk hadir rutinan di Pekalongan, apapun
yang terjadi.

Saat, masa-masa awal ngaji kepada Maulana al-Mursyid


al-Habib Luthfi bin Yahya, ujian keistiqomahan itu datang.
Beliau berangkat ke Pekalongan setiap Kamis Wage, sehari
sebelum rutinan. Namun, suatu hari, hingga Kamis Wage,
beliau sama sekali tidak memiliki uang untuk berangkat. Kiai
Zahid tidak mengeluh dengan kesederhanaan hidup yang
harus dijalaninya saat itu, namun hatinya menangis.Terbayang,
dirinya yang gagal memilihara suluk seorang murid.Beliau
bertekad menjalani khidmah ini semampunya, bukan
semaunya. Semaksimal apa yang dapat beliau kerjakan dan
usahakan.

Beliau tidak langsung menyerah. Kiai Zahid mandi, kemu-


dian berganti baju dan menyiapkan tas yang berisi pakaian ganti
serta perlengkapan ngaji lainnya. Kiai Zahid siap berangkat ke
Pekalongan. Dengan hati yang penuh kerinduan kepada
gurunya, beliau keluar rumah dan hatinya menjerit, “Abah2,
kulo sampun niat ngaos. Saged kulo namung dugi mriki (Abah,
saya sudah niat pengajian.Bisa saya hanya sampai di sini -yaitu
di depan rumah-)”.

Tiba-tiba, sebuah sedan Corolla kuning berhenti di depan


rumah. Ternyata, yang datang adalah al-Maghfurlah KH.

2.
Panggilan muridin dan muhibbin kepada Maulana al-Mursyid al-Habib Luthfi
bin Yahya Pekalongan

59
Tahu Menceng

Mursyidi Mangkuyudan Solo3, salah seorang badal thoriqoh


Maulana al-Mursyid al-Habib Luthfi bin Yahya. Melihat Kiai
Zahid yang berpakaian rapi, Kiai Mursyidi berkata, “Arep ten
pundi, Kang?(Akan pergi kemana, Kang?)”. Kiai Zahid menjawab,
“Kulo bade sowan Maulana Habib Luthfi, tindak rutinan Peka-
longan (Saya mau pergi ke rutinan Pekalongan)”. Kiai Mursyidi
berkata lagi, “Yen ngono, tak terke tekan Kartosuro, mengko
kari numpak bus (Kalo begitu, aku antar sampai Kartosuro, nanti
tinggal naik bus ke Pekalongan)”.

Kiai Zahid kemudian ikut naik mobil Kiai Mursyidi.


Sepanjang perjalanan, beliau tidak menceritakan kesulitan yang
sedang beliau alami. Hati kecilnya sudah berkata, “Abah,
Alhamdulillah saged kulo dugi Kartosuro (Abah, Alhamdulillah
kemampuan saya hanya sampai Kartosuro)”.Namun, setelah
mobil sampai di Kartosuro, Kiai Mursyidi memberi hadiah
kepada Kiai Zahid, berupa sejumlah uang yang cukup untuk
ongkos pulang pergi Pekalongan. Sungguh, beliau menahan
tangis keharuan menerima hadiah tersebut.

Akhirnya, beliau sampai di Pekalongan dengan perasaan


yang sangat bahagia. Kiai Zahid menjalani kewajiban sebagai
murid, yaitu ngaji rutinan, berkumpul dengan muridin, dan
berhasil memandang wajah sang guru ruhani. Setelah itu, beliau
kembali pulang ke Klaten.

Di lain kesempatan, setelah pulang dari Pekalongan, Kiai


Zahid berjumpa kembali dengan Kiai Mursyidi. Beliau
kemudian buka-bukaan kepada Kiai Mursyidi tentang kejadian

3.
Beliau memiliki seorang istri pendakwah wanita yang gigih bernama Ibu Nyai
Sechah. Salah satu penggerak Jamuri (Jamaah Muji Rosul Putri) dan tokoh
Muslimat NU di kota Solo

60
Kumpulan Kesaksian dan Kisah Hikmah

yang sebenarnya.Kiai Zahid mengucapkan terima kasih kepada


Kiai Mursyidi, dengan berkata, “Matur nuwun ya Kang. Yen ora
mbok sangoni wingi kae. Aku ora isoh tekan Pekalongan. Aku
kae ora duwe sangu (Terima kasih ya Mas. Jika aku tidak kamu
beri uang saku kemarin itu, aku tidak bisa sampai Pekalongan.
Sebenarnya, saat itu aku tidak punya uang saku)”

Anehnya, Kiai Mursyidi berkata dengan nada serius “Lho,


kapan?Ora, aku ora neng omahmu, Kang?(Lho, kapan aku tidak
ke rumahmu. Mas)”. Kiai Zahid kaget mendengar jawaban
itu, dan berkata, “Kae lho Kang, pas arep Jum’at Kliwon, nggowo
sedan Corolla kuning (Itu lho Mas, sebelum Jum’at Kliwon, bawa
sedan Corolla kuning)”. Kiai Mursyidi juga tampak bingung, dan
menjawab, “Lho, Sedan Corolla kuningku wes payu rong wulan
wingi (Lho, sedan Corolla kuningku sudah laku 2 (dua) bulan
kemaren)”.

Mendengar cerita Kiai Mursyidi di atas, hati Kiai Zahid


langsung teringat kepada Maulana al-Mursyid al-Habib
Muhammad Luthfi. Sungguh, beliau benar-benar memiliki
seorang guru mulia.Guru yang mendengar jeritan hati seorang
murid. Guru yang dengan kemuliaannya membimbing murid-
muridnya untuk memahami makna sebuah kalimat,

“Istiqomah lebih baik dari 1000 (seribu) karomah”

Tidaklah, seorang guru memperlihatkan karomah yang


melekat dalam dirinya, kecuali disebabkan oleh kesungguhan
istiqomah seorang murid. Hati seorang murid yang telah
terikat dengan gurunya.

61
Tahu Menceng

Tidaklah, Allah Swt memuliakan para kekasih-Nya dengan


karomah, kecuali hasil dari ke-istiqomahan penghambaan
dirinya yang tiada putus-putus.Hati seorang hamba yang selalu
memandang Allah Swt.

Allah Swt berfirman,

“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Tuhan Kami


adalah Allah” kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka,
Maka Malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan:
“Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih; dan gembira-
kanlah mereka dengan jannah yang telah dijanjikan Allah
kepadamu”” (Fush-shilat : 30)

Malaikat bukan hanya membisikkan kepada batin Kiai


Zahid, ‘jangan takut dan jangan bersedih’, namun menghilang-
kan kesedihan itu dengan langsung ‘menghampiri’ dan menye-
lesaikan keperluan beliau.

Kedua, cerita yang datang dari seorang pejuang dakwah


ahlu sunnah wal jamaah di kota Solo. Beliau aktivis perempuan
yang tiada kenal lelah. Seorang nenek yang selalu terpancar dari
wajah beliau senyum dan semangat saat menghadiri majelis-
majelis dakwah. Bukan hanya hadir, beliau terlibat aktif dalam
mewujudkan majelis-majelis tersebut. Termasuk, dengan ikhlas
mengambil peran bersama kami di Ponpes al-Inshof. Sungguh,
saya selalu memandang beliau sebagai orang tua dan guru.
Senyum dan semangat beliau memberikan kami yang masih

62
Kumpulan Kesaksian dan Kisah Hikmah

muda ini energi untuk terus ‘menikmati’ jalan dakwah ini.

Ibu Nyai Hilal bercerita, pada tahun 1995, seorang teman


dari Klaten mengajak suaminya, Kiai Hilal, untuk berangkat
naik haji. Kiai Hilal bercerita kepada istrinya, “Bu, iki mau Pak
Wanto mrene, ngajak aku haji (Bu, ini tadi Pak Wanto ke sini.
Aku diajak naik haji)”. Mendengar hal itu, Ibu Nyai Hilal ingin
sekali menemani suaminya berhaji. Selain selalu ingin melayani
kebutuhan suaminya, keinginan itu didorong niat yang kuat
untuk beribadah dan berziarah kepada Rasulullah Saw.

Ibu Nyai Hilal berkata, “Aku yo melu Mas(Aku juga ikut,


Mas)”. Kiai Hilal menjawab, “Lha wong aku dibayari kok, Opo
kowe duwe duit? (Lha, aku ini dibayari, apa kamu punya uang?)”.
Secara spontan Ibu Nyai Hilal berkata, “Gusti Allah iku sugih.
Pokoke aku melu. (Allah Swt itu kaya. Pokoknya saya ikut)”.

Ibu Nyai Hilal terus berdoa dan berharap-harap kepada


Allah Swt. Beliau memiliki sebuah wirid yang beliau amalkan
setiap hari, yaitu membaca ‘Ya Hayyu Ya Qoyyum’ sebanyak
1000x. Beliau mendapatkan wirid ini dari dawuh al-Alimul
Allamah al-Syaikh KH. Ali Ma’shum Krapyak Yogyakarta dan
al-Alimul Allamah al-Syaikh KH. Abdurrohim Notosuman Solo.

Benar saja, tidak berselang waktu yang lama, datang


seorang tamu yang mengaku dari Jawa Timur dan bertemu
putra beliau. Tamu itu menanyakan tentang kios toko milik
Kiai Hilal yang masih bisa disewa. Kiai Hilal memiliki beberapa
kios toko di samping rumahnya, yang diurus oleh Ibu Nyai
Hilal. Putra beliau berkata, “Bu, iki mau enek wong mrene arep
golek kontrakan toko ngarep kuwi (Bu, ini tadi ada orang ke sini,
ingin mencari kontrakan toko depan itu)”. Ibu Nyai Hilal berfikir,
semua kios toko telah penuh. Yang paling memungkinkan
63
Tahu Menceng

adalah sebuah kios toko yang sewanya baru akan habis 5 (lima)
bulan lagi. Putra beliau berkata lagi, “Wes dongo wae Buk, sesuk
arep merene. Bismillah (Sudah berdoa saja Bu, siapa tahu rejeki.
Bismillah)”.

Keesokan harinya, tamu itu datang. Setelah menawarkan


kios toko tersebut, Ibu Nyai Hilal berkata, “Menawi
kerso,alhamdulillah, ajeng kulo ngge bayar haji (Jika mau,
alhamdulillah, akan saya gunakan bayar haji)”.

Ternyata tamu itu, mau menunggu 5 (lima) bulan lagi


hingga kios toko tersebut kosong. Dia menanyakan harga
kontrak kios toko tersebut. Bu Nyai Hilal menjawab dengan
memberikan penawaran harga sebesar Rp 1.650.000,00 per
tahun. Tamu itu menawar harga sebesar Rp 1.600.00,00 (1,6
juta) per tahun. Mendengar harga itu, Bu Hilal langsung
menyetujuinya. Tamu itu kemudian pamit, dan berjanji akan
kembali lagi.

Tamu itu menepati janji. Dia ingin menyewa selama 2


(dua) tahun. Tamu itu datang membawa uang tunai 1,6 juta
rupiah dan sisanya akan dibayar dengan mengambil uang di
bank. Ibu Nyai Hilal menerima uang sewa sebesar 3,2 juta
rupiah. Beliau memberikan tanda terima kepada tamu itu, tapi
lupa apakah beliau menuliskan namanya atau tidak, sehingga
hingga hari ini beliau tidak ingat siapakah nama penyewa
tersebut. Setelah menyelesaikan akad dan pembayaran sewa
menyewa, tamu itu pamit pulang ke Jawa Timur.

Ibu Nyai Hilal kemudian menggunakan uang itu untuk


membayar ongkos naik haji untuk dirinya. Pada tahun 1995,
waiting list (daftar tunggu) haji tidak seperti hari ini yang
mencapai puluhan tahun. Jamaah yang mampu melunasi
64
Kumpulan Kesaksian dan Kisah Hikmah

ongkos naik haji, tersedia kuota untuk segera berangkat haji.


Dengan kemurahan rejeki dari Allah Swt, Bu Nyai Hilal mampu
melunasi kekurangan ongkos naik haji yang tinggal ‘sedikit’.
Alangkah bahagia hati Bu Nyai Hilal, tahun itu dapat menemani
suami berangkat haji.

Kembali kepada cerita sang tamu. Setelah ditunggu-


tunggu kedatangannya, hingga kios toko telah kosong dari
penyewa lama dan siap ditempati, tamu itu tidak datang. Putra
beliau sering mengingatkan, “Bu, tokone dikosongke (Ibu,
tokonya dikosongkan)”. Namun, hingga 2 (dua) tahun akad sewa
menyewa itu berakhir, kios toko itu tetap kosong. Tidak ada
kabar dan juga tidak mengabarkan. Puluhan tahun kemudian,
hingga hari ini, tamu itu pun tidak datang.

Ibu Nyai Hilal bercerita, selama hidupnya, beliau telah


berhaji sebanyak 5 (lima) kali, yaitu tahun 1981, 1995, 1998,
2001 dan 2008. Semua biaya haji itu, bisa dikatakan datang
dari Allah Swt, beliau tidak pernah menduga-duga, termasuk
menyiapkan ‘uang khusus’ untuk berhaji, Tentu saja, kerinduan
dan cita-cita beliau untuk ‘memeluk’ kubah hijau dan Baitullah
sangat mendalam.

Siapakah tamu misterius itu? Yang jelas Allah Swt


memenuhi cita-cita mulia Ibu Nyai Hilal melalui kedatangannya.

Ketiga, cerita yang berasal dari orang tua sahabat kami,


H. Catur Wiyono, yang akrab kami panggil H. Nono. Seorang
pengusaha muda yang menurut kesaksian kami dikaruniakan
Allah Swt keshalihan, kesabaran dan keikhlasan di jalan dakwah.
Beliau berjuang bersama-sama kami para muridin dan
muhibbin Maulana al-Mursyid al-Habib Muhammad Luthfi bin
Yahya di Solo Raya ini.
65
Tahu Menceng

Sebagian dari bukti besarnya mahabbah kepada Rasulullah


Saw, beliau membangun 2 (dua) gedung sholawat (kanzus
sholawat) dan beberapa rumah yang diperuntukkan untuk para
habaib, dalam waktu 1 (satu) tahun ini. Semoga Allah Swt
menjaga dan menambahkan keikhlasan di hati beliau karena
kuatnya energi mahabbah yang tersambung kepada Rasulullah
Saw hingga memperoleh khusnul khotimah.

Cahaya yang menerangi hati H. Nono tidak terlepas dari


keberkahan kehidupan kedua orang tuanya. Beliau dilahirkan
dari pasangan suami istri, Bapak Darto Miharjo dan Ibu Suparni.
Ijinkan kami memanggilnya di sini, Eyang Darto dan Eyang
Putri. Sepasang suami istri yang menikah muda pada usia 19
tahun dan 18 tahun, dan dikaruniai 4 (empat) orang anak lelaki.

Kehidupan keluarga ini tidaklah mudah. Untuk meng-


hidupi anak-anaknya, Eyang Darto harus berganti-ganti profesi,
dari tukang kayu, penjual es gerobak dorong, berdagang kayu,
hingga berjualan bakso. Istrinya tidak kalah tangguh, saat
suaminya tiap pagi berkeliling mendorong gerobak es, Eyang
Putri muda berjualan jamu gendong.

Mereka berdua pernah berjualan di Jambi. Suami istri ini


memutuskan merantau ke Jambi, setelah usaha dagang Eyang
Darto di Sukoharjo bangkrut. Tiap jam 2 (dua) malam, Eyang
Darto harus bangun dan memanggul beberapa karung es dari
seberang sungai dan dimasukkan ke dalam perahu. Tidak ada
juragan es, kecuali dari desa di seberang sungai. Setelah suami
istri ini menghasilkan tabungan yang cukup untuk membuka
usaha, mereka kembali pulang ke Jawa.

Eyang Darto tidak patah semangat berdagang kayu,


walaupun 3 (kali) mengalami kebangkrutan. Menurut Eyang
66
Kumpulan Kesaksian dan Kisah Hikmah

Putri, yang membuat usaha mereka pasang surut adalah


‘kebaikan’ suaminya. Eyang Darto terlalu mudah percaya
kepada pembeli. Seolah, sudah tidak terhitung berapa kali,
dagangan Eyang Darto di bawa lari pelanggan sebelum lunas
di bayar.

Eyang Putri berkata, “Bapak kuwi yen duwe duwit kulakan


lunas, adole diangsur. Pisan apik, pindo apik, ketelu apik, ping
papat ora bali. Padahal barange soyo gede soyo gede. (Bapak itu
jika mempunyai uang membeli dagangan dibayar kontan, tetapi
dijual kredit. Transaksi pertama bagus, kedua bagus, ketiga bagus,
tetapi transaksi keempat dibawa lari. Padahal nilai dagangannya,
dari transaksi pertama ke transaksi selanjutnya, semakin besar)”.
Eyang Darto beberapa kali dibayar dengan cek kosong. Naik
turun usaha kayu inilah, yang membawa suami istri ini pernah
memutuskan berdagang bakso di kota Semarang.

Salah satu ujian terbesar pasangan ini adalah kehilangan


putra keduanya yang meninggal karena kecelakaan saat masih
bersekolah di SMA.

Berbagai hantaman hidup inilah yang mendewasakan batin


Eyang Darto. Pertama, beliau belajar untuk mengikhlaskan
apapun yang terjadi terhadap dirinya, termasuk dagangannya
yang tidak terbayar. Hingga keikhlasan itu akhirnya menetap di
dalam dirinya. Kedua, kerasnya dan susahnya kehidupan yang
beliau alami bukan menjadikan pribadi yang kikir, namun sebalik-
nya, tumbuhnya kasih sayang kepada orang lain yang kesusahan.

Salah satu bukti keikhlasan beliau, dikisahkan oleh Eyang


Putri, saat membantu keluarga kakak Eyang Darto, yang
sedang terlilit hutang. Setiap kali, Eyang Darto memiliki uang,
beliau serahkan kepada kakaknya, hingga dalam jumlah yang
67
Tahu Menceng

cukup banyak hanya karena semata-mata sebagai wujud kasih


sayang kepada keluarga dan kerabat. Padahal, kondisi usaha
Eyang Darto sedang naik turun dan memiliki hutang yang juga
harus dibayar.

Demikian juga kepada orang lain, Eyang Darto ringan


tangan membantu. Hatinya yang lembut, tidak kuasa melihat
seorang hamba Allah Swt kesusahan. “Asline Bapak iki ora isonan
(Aslinya Bapak itu serba tidak bisa menolak orang yang
membutuhkan)” kata Eyang Putri.

Padahal, beliau sendiri menanggung beban ekonomi yang


lebih berat, termasuk memiliki hutang di bank dan pernah
terlilit hutang kepada rentenir untuk kebutuhan modal sebagai-
mana pengusaha pada umumnya. Hutang-hutang itu ditambah
dengan sifat kedermawanan beliau dalam memberikan
pertolongan kepada orang lain. Jadi, Eyang Darto menanggung
hutang bukan semata-mata untuk kepentingan diri sendiri,
namun ikut menanggung kebutuhan orang lain.

Wajar, jika kemudian Eyang Darto harus menanggung cibiran


dari banyak pihak, baik dari teman pengusaha hingga sebagian
pihak keluarga dan kerabat. Mereka terheran-heran dengan sikap
Eyang Darto yang memaksakan diri, membuat susah diri sendiri
dan kehidupan keluarganya. Namun, semua kata-kata miring itu,
beliau terima dengan kesabaran, karena kuatnya keyakinan dan
besarnya kasih sayang beliau kepada sesama.

Bagi Eyang Darto, berdagang bukan semata-mata urusan


untung dan rugi, sebab di dalam merintis usaha pasti banyak
sekali godaannya, termasuk ditipu kolega dan konsumen. Jika
hanya berhitung untung dan rugi, saat dalam kerugian, seorang
pengusaha akan berhenti berbuat kebaikan dengan hartanya.
68
Kumpulan Kesaksian dan Kisah Hikmah

Berdagang hanyalah proses manusia menjalani kehidupan.


Sehingga keluhuran sifat mengalah dan memberi kelonggaran
untuk orang lain yang diajarkan agama, tetap dipegang Eyang
Darto dalam kondisi apapun. Hanya dengan istiqomah, sese-
orang akan mendapatkan bukti ilahiyah berupa keyakinan
tentang kebenaran janji Allah Swt atas hamba-hamba-Nya yang
selalu berbuat kebaikan.

H. Nono, saat masih remaja, menyaksikan sendiri, tiba-


tiba mobil dan motor ‘menghilang’ dari rumah, para ‘preman’
penagih hutang mengetuk pintu rumahnya berhari-hari , hingga
barang-barang di rumahnya yang terpaksa harus dijual. Tidak
terdengar dari ayahnya keluhan untuk berbagi beban dan
meminta ‘pengertian’ kepada dirinya. Di saat usia SMA, H.
Nono memang tidak mungkin memberikan solusi atas hutang-
hutang ayahnya, namun dia sudah cukup mengerti untuk
mendengarkan berbagai persoalan di atas. Terlebih, kakak
beliau yang tertua.

Agar penilaian saya kepada sosok Eyang Darto lebih


obyektif, dalam menulis cerita ini saya juga mendapat informasi
yang valid tentang beliau dari pihak keluarga. Sehingga,
pemaparan terkait sisi-sisi lain kehidupan beliau berikut ini
dapat memberikan gambaran besar tentang sosok beliau
secara lebih tepat.

Sebagaimana manusia biasa, tentu saja Eyang Darto


memiliki kekurangan, namun sifat Eyang Darto yang patut kita
teladani adalah keikhlasan, kesabaran, dan tidak pernah
mengeluh kepada anak-anaknya terlebih kepada orang lain.
Bukankah orang yang mendahulukan merintih kepada orang
lain pertanda kurangnya meratapi nasib dirinya di depan Tuhan?

69
Tahu Menceng

Eyang Darto lebih suka meneteskan air matanya di dalam


kesendirian.

Apa rahasia kesabaran dan kekuatan Eyang Darto?


Jawabannya, beliau memiliki seorang istri sholihah, Eyang Putri.
Dalam kondisi apapun, terutama saat kondisi ekonomi berkali-
kali di bawah, Eyang Putri tidak pernah kehilangan kesetiaan
dan melupakan kewajibannya kepada suami. Eyang Putri rela
berjualan jamu gendong di Jambi, walaupun sebelumnya hidup
berkecukupan saat usaha Eyang Darto berjalan dengan baik,
tidak menjadikan beliau pribadi lain yang memandang rendah
orang lain ataupun sebuah pekerjaan.

Saat usaha Eyang Darto kembali jatuh, Eyang Putri dengan


penuh syukur menjalani kehidupan sebagai penjual bakso. Bagi
Eyang Putri, hidup hanyalah menjalani kehendak Tuhan yang
harus diterima dengan syukur ataupun kesabaran.

Tentu saja, di dalam kehidupan rumah tangga, seperti


seorang suami yang pernah bersikap emosional kepada istri
karena beratnya beban yang ditanggung Eyang Darto, juga
pernah dialami oleh Eyang Putri. Namun, Eyang Putri selalu
melayani, menemani, dan menyemangati Eyang Darto dengan
senyum kesabarannya.

Dari salah satu puncak kasih sayang yang dimiliki oleh


seorang hamba ini, kembali lagi kita saksikan janji Rasulullah Saw,

“Sayangilah yang ada di bumi, niscaya yang ada di langit


akan menyayangimu”(HR. Thabrani)

70
Kumpulan Kesaksian dan Kisah Hikmah

Di awal tahun 90-an, Eyang Darto mengalami kesulitan


keuangan yang berat, salah satunya disebabkan oleh sifat
penolongnya. Beliau hanya memiliki sebuah harapan, yaitu
rumah depan yang berbentuk pendopo jati. Sebagai pedagang,
pendopo jati itu adalah bagian dari investasi beliau, jika terpaksa
harus dijual. Seolah-olah kami menangkap pemikiran beliau
bahwa saya ini masih punya rumah belakang dan pendopo
(rumah depan), bukankah saya masih mempunyai kekayaan
untuk membantu orang lain?

Benar saja, Allah Swt membalas kasih sayang Eyang Darto


melalui kedatangan seorang tamu dari Jakarta. Dia mengaku
orang Bulu yang merantau ke Jakarta. Bulu dan rumah Eyang
Darto, di daerah Nguter Sukoharjo, hanya berjarak ± 30 menit
perjalanan. Walau tidak saling kenal, boleh dibilang tamu itu
adalah tetangga satu daerah.

Tamu yang usianya kira-kira di atas 60 tahun itu, tampil


‘nyentrik’. Dia bersarung, berpakaian ala petani, dan membawa
perlengkapan pertanian seperti sabit, cangkul, dan kapak.
Penampilannya sangat biasa. Tamu itu, menyampaikan
maksudnya untuk membeli pendopo jati Eyang Darto. Tamu
itu, berani membayar harga yang cukup tinggi. Harga yang
ditawarkan Eyang Darto disetujuinya, yaitu sebesar 25 juta
rupiah dan dibayar kontan. Jumlah uang yang sangat banyak
untuk ukuran tahun itu.

Eyang Putri masih ingat bahwa pecahan rupiah terbesar


saat transaksi itu adalah 50 ribu bergambar ‘Pak Harto mesem’.
Tamu itu hanya ditemui oleh Eyang Darto, sedangkan Eyang
Putri membeli garangasem dan sambal goreng untuk tamu
tersebut di Warung Ayu dekat rumah. Karena tamu dari jauh,

71
Tahu Menceng

Eyang Darto mengajaknya makan seadanya. Tamu itu makan


dengan lahap, seperti tamu pada umumnya.

Setelah selesai, tamu tersebut mohon pamit dan berjanji


sewaktu-waktu akan kembali untuk membongkar Pendopo
tersebut. Dia mengatakan akan ke Pasar Nguter, Sukoharjo
untuk menajamkan peralatan pertaniannya kepada pandai besi.
Rumah Eyang Darto dan Pasar Nguter berjarak kurang lebih
500 meter. Beliau menawarkan untuk mengantar tamunya,
sebab cukup jauh jika berjalan kaki. Namun, tamu tersebut
bersikeras menolak.

Sebelum keluar rumah, tamu itu berpesan agar Eyang


Darto merahasiakan peristiwa jual beli ini dengan tidak
menceritakan kepada orang lain. Eyang Darto mengiyakan
dengan berkhusnudzon dengan pesan itu. Mungkin dia membeli
pendopo untuk sebuah tujuan yang tidak ingin diketahui
keluarga besarnya di Bulu. Tamu itu kemudian pamit menuju
Pasar Nguter dengan berjalan kaki.

Dalam pikiran Eyang Darto, pastilah dia ingin pulang ke


Bulu. Dia pasti juga telah hafal dengan wilayah Nguter dan
mungkin memiliki beberapa kenalan. Hingga kini, Eyang Darto
lupa siapa nama tamu tersebut. Dia juga menyatakan percaya
kepada Eyang Darto dan tidak meminta perjanjian jual beli
ataupun sekedar tanda terima.

Namun, setelah ditunggu berbulan-bulan hingga berganti


tahun, tamu itu tidak kunjung datang. Padahal, uang yang telah
dibayar cukup besar untuk ukuran tahun pada waktu itu.
Pendopo itu seluruhnya terbuat dari kayu jati. Hingga hari ini,
lebih dari 20 tahun, tamu itu tidak pernah datang.

72
Kumpulan Kesaksian dan Kisah Hikmah

Eyang Putri mengatakan, “Kudune yo duwe keluarga. Yen


tuku mestine keluargane enek sing ngerti. Ora enek seng ngaku
keluargane. (Seharusnya dia memiliki keluarga. Jika membeli,
dengan nilai sebesar itu, seharusnya ada yang diberitahu. Tidak
ada yang datang mengaku keluarganya)”. Jika dihitung-hitung,
sekarang usia tamu dari Jakarta tadi sudah lebih dari 80
(delapan puluh) tahun, dan bisa jadi sudah meninggal.

Setelah menunggu yang sangat lama itu, Eyang Darto


dengan sangat terpaksa menceritakan kisah pembeli misterius
itu kepada anak-anaknya. Jangan-jangan suatu saat ada orang
yang menanyakan pendopo jati itu.

Pelajaran bagi kita bahwa Allah Swt membayar hutang-


hutang Eyang Darto, yaitu hutang untuk kepentingan orang
lain, tanpa kehilangan rumah depannya . Dengan uang 25 juta
itulah, usaha Eyang Darto kembali lancar dan pasang.

Hingga hari ini, pendopo jati itu masih kokoh berdiri.


Siapakah pembeli yang murah hati itu yang datang sekedar
memberi hadiah kepada Eyang Darto? Transaksi yang cepat,
lancar, dan kontan, tidak seperti biasanya. Adakah para
pembaca pernah mendapatkan hadiah yang serupa ini?

Bagi Eyang Putri hadiah terbesar dari Allah Swt adalah


dikarunia putra-putra yang menyayangi orang tuanya, diberikan
kemudahan rejeki, dan kesholehan. Seolah-olah, seluruh
kegagalan usaha telah ditanggung oleh mereka berdua, dan anak-
anaknya dimudahkan oleh Allah Swt dalam merintis usaha.

Kakak tertua H. Nono diberikan kemudahan Allah Swt


dalam mengembangkan usahanya. Saat usaha Eyang Darto
kembali bangkrut untuk yang ketiga kalinya, kakak H. Nono

73
Tahu Menceng

yang melunasi hutang-hutang ayahnya. Sang kakak juga


menghibur ayahnya dengan memberikan modal usaha kepada
Eyang Darto. Selain itu, H. Nono juga merasa sangat berun-
tung, mendapat bimbingan dan kasih sayang sang kakak, dalam
memulai usahanya.

Beliau dan kakaknya memang pekerja keras dan berhitung


dengan teliti, namun di dalam usaha resiko tertipu kolega bisnis
sangat besar. Selalu bertemu dengan orang yang benar dalam
bisnis, bukan persoalan yang mudah.

H. Nono yakin semua itu karena warisan ‘jeritan hati’


ayahnya kepada Allah Swt selama puluhan tahun yang menjadi
bibit kemudahan dan keberkahan hidup anak dan cucunya. Cita-
cita Eyang Darto disimpan oleh Allah Swt dan diberikan kepada
anak-anaknya. Eyang Darto telah menanam bibit pilihan yang
tumbuh menjadi pohon yang tinggi, lebat daunnya, dan banyak
buahnya. Kini, buah itu dinikmati oleh anak dan cucunya.

Keempat, cerita tentang guru saya, al-Arifbillah al-Alim


Allamah al-Habib Nuh bin Alwi al-Haddad, cucu shohibul Ratib
al-Hadad.

Hari itu, Kamis malam Jum’at, saya berkesempatan sowan


dan mewujudkan khidmat kepada al-Habib Nuh bin Alwi al-
Haddad Pasar Kliwon. Beliau memberikan saya kesempatan
untuk menyampaikan mauidzoh hasanah di hadapan jamaah
beliau yang mengikuti rutinan Ratib al-Haddad. Saya menje-
laskan tentang surat Fush-shilat ayat 30 di atas.

Saya mengutip penjelasan di dalam kitab Dalillul Falihin4,

4
Al-Syaikh Muhammad bin ‘Allan ash Shiddiqi, Dalilul Falihin Juz I hlm. 206

74
Kumpulan Kesaksian dan Kisah Hikmah

bahwa menurut al-Syaikh Muhammad bin ‘Allan ash-Shiddiqi


yang di maksud dengan (maka malaikat akan
turun kepada mereka) adalah (saat mereka akan meninggal).
Makna perkataan malaikat (janganlah kamu takut) adalah
(dengan kematianmu dan kehidupan setelahnya).
Sedangkan makna perkataan malaikat (dan jangan
bersedih hati) adalah (jangan
khawatir dengan apa yang kamu tinggalkan dari keluargamu dan
anak-anakmu, maka kami akan menjadi pengganti dirimu bagi
mereka).

Intinya, bagi orang-orang yang istiqomah, di detik-detik


kematiannya akan di datangi oleh malaikat untuk memberikan
kabar gembira kepada dirinya, bukan saja tentang kebahagiaan
kehidupan setelah kematian, namun tentang masa depan istri
dan anak-anaknya di dunia. Bagi ahli istiqomah, kehidupan
keluarga yang ditinggalkannya di dunia akan mendapatkan
penjagaan khusus dari para malaikat.

Setelah pengajian selesai, saya sowan kepada al-Habib


Nuh bin Alwi al-Haddad. Tanpa saya duga, beliau menanggapi
apa yang telah saya sampaikan dengan arah yang berbeda.
Beliau berkata, “Ustadz, orang-orang yang istiqomah tidak hanya
didatangi malaikat di saat detik-detik kematiannya, tetapi juga
ketika masih hidup”. Demikian, nasehat beliau kepada saya
tanpa memberikan keterangan lebih jauh.Saya mendengar
dengan takdzim, berusaha memahami penjelasan beliau.

Komentar di atas, saya bawa pulang dan saya simpan di


dalam hati dengan berharap keberkahan ilmu beliau. Hingga
pada suatu waktu, saya berkesempatan untuk menanyakan
langsung kepada putra beliau, al-Habib Alwi bin Nuh al-

75
Tahu Menceng

Haddad. Beliau adalah guru dan sahabat saya, yang dengan


kerendahan hatinya berkenan menginap di rumah saya.Bahkan,
terhitung cukup sering, sehingga saya mendapatkan anugerah
untuk mendiskusikan berbagai persoalan keilmuan, tantangan
dakwah, dan problematika umat lainnya.

Saya menceritakan pengalaman saya memberikan


mauidzoh di atas dan tanggapan ayahanda beliau. Kemudian,
saya bertanya “Bib, apakah Anda yang merupakan putra al-Habib
Nuh, punya pengalaman tentang hal tersebut (yaitu malaikat
yang datang kepada ahli istiqomah saat masih hidup), yang
langsung dialami oleh Abah5 Anda?”.Beliau menjawab, “Ada,
Tadz. Saya pernah mengalaminya bersama Abah”. Kemudian,
beliau menceritakan sebuah pelajaran iman dari kebersamaan
dengan Abah beliau di kota Djogya.

Malam itu, sekitar jam 11 malam, al-Habib Nuh bin Alwi


al-Haddad membuka dompet beliau, dan hanya ada uang tiga
ribu rupiah. Beliau berkata, “Wik6, jatahnya Abah dari malaikat
yang dumdum (membagi) rizki malam ini, ya ini thok (saja). Insya
Allah jatah (bagian) yang dibagikan malaikat pembagi rizki, besok
datang. Jika kamu pengen melihat bagaimana malaikat membagi
rizki kepada Abah, malam ini jangan tidur”. Sambil menyerahkan
uang tiga ribu rupiah, beliau melanjutkan, “Wik, iki duwit telung
ewu, karena Abah ju’, (Wik, ini uang tiga ribu, karena Abah lapar)
carikan masakan padang, syukur-syukur kalo bisa ada lauknya
tempe 1 (satu) saja. Nanti kita makan bersama”.

Al-Habib Alwi bin Nuh, segera melaksanakan perintah


Abahnya. Namun, batinnya berkata, “Masak, Abahku hanya
5
Maksudnya Ayah/Bapak. Panggilan untuk al-Habib Nuh bin Alwi al-Haddad
6
Panggilan untuk Al-Habib Alwi bin Nuh al-Haddad

76
Kumpulan Kesaksian dan Kisah Hikmah

makan tempe. Abah kan punya banyak kenalan di Djogya. Aku


juga punya banyak kenalan”. Beliau, kemudian berusaha
menghubungi orang-orang yang beliau kenal, dengan satu niat,
Abah beliau jangan hanya makan sepotong tempe.

Namun, dari sekian banyak nomor yang beliau hubungi beliau


gagal mendapatkan bantuan. Ada yang tidak diangkat, ada yang
di luar kota, ada yang tidak memiliki uang, dan sebab lainnya.
Beliau menyerah, apa yang beliau bayangkan sebagai sesuatu yang
mudah ternyata tanpa hasil sama sekali. Sungguh benar apa yang
dikatakan Abahnya tentang jatah rizki malam hari ini. Dengan
terpaksa, beliau membelikan apa yang diperintahkan Abahnya.
Nasi Padang dengan lauk tempe itu, habis dimakan berdua,
seorang ayah dan anak yang penuh kesederhanaan. Setelah selesai
makan, al-Habib Nuh bin Alwi al-Haddad berkata, “Bener yo Wik,
ojo turu (Benar ya Wik, jangan tidur)”.

Kemudian, beliau berdua kembali ke Solo. al-Habib Alwi


bin Nuh al-Haddad sudah berusaha sekuat tenaga untuk
terjaga, namun karena lelah dan kantuk yang tidak tertahan,
sekitar pukul 3 (tiga) pagi, beliau ketiduran. Sekitar pukul 5
(lima) pagi al-Habib Alwi bin Nuh dibangunkan Abahnya, sambil
berkata, “Wik, Wik … dikandani ojo turu kok malah turu (Wik,
Wik …. Dibilangin jangan tidur kok malah tidur)”. Beliau
melanjutkan, “Wik, coba kamu keluar sana”. Beliau menunjuk-
kan sesuatu kepada al-Habib Alwi bin Nuh al-Haddad dari
balik pintu kaca rumah yaitu sebuah bungkusan plastik yang
terletak di depan garasi rumah.

Pagi itu, semua pintu masih terkunci dan ‘pemegang kunci’


bukanlah al-Habib Nuh bin Alwi al-Haddad. Bukan ‘tugas’
beliau untuk membuka pintu rumah dan garasi. Al-Habib Nuh
bin Alwi al-Haddad berkata, “Wik, itu apa Wik? Coba dilihat
77
Tahu Menceng

siapa tahu jatah rizki dari malaikat”. Al-Habib Alwi kemudian


segera membuka pintu rumah dan pintu garasi yang masih
tertutup dari dalam. Setelah diambil oleh al-Habib Alwi bin
Nuh al-Haddad, bungkusan plastik itu diserahkan kepada Abah
beliau. Setelah dibuka, bungkusan itu berisi uang ratusan ribu
rupiah dengan jumlah yang banyak. Al-Habib Nuh bin Alwi al-
Haddad berkata, “Wik, ini jatah rejeki Abah, hari ini”.

Siapakah yang mengirim bungkusan plastik itu? Yang jelas,


al-Habib Alwi bin Nuh al-Haddad telah melewatkan untuk
‘bertemu’ pengirimnya.

Benarlah firman Allah Swt,

“Hai orang-orang mukmin, jika kamu menolong (agama)


Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudu-
kanmu” (Muhammad: 7)

Seluruh hidup beliau untuk melayani umat. Al-Habib Nuh


bin Alwi al-Haddad tidak pernah keluar rumah kecuali untuk
Jum’atan dan keluar pada hari Minggu. Setiap minggu, beliau
mengunjungi villa keluarga di Tawang Mangu.Untuk beristira-
hatkah? Yang jelas, muridin dan muhibbin beliau yang ada di
sekitar Tawang Mangu segera merapat.Beliau dengan ramah
menerima dan melayani kebutuhan mereka.Beliau benar-
benar tidak memiliki hari libur.

Dari cerita ini, satu hal yang harus kita catat bahwa Allah
Swt pasti menepati janjinya. Sebuah kalimat yang bila kita yakini,
akan melapangkan langkah kita mengikuti jejak para shalihin.

78
Kumpulan Kesaksian dan Kisah Hikmah

Cerita 3

Jawaban Untuk Para


Wanita Shalihah

79
Tahu Menceng

80
Kumpulan Kesaksian dan Kisah Hikmah

Jawaban untuk
Ibu Nyai Munafi’ah
Tentang wanita sholihah, saya pernah mendengar Mau-
lanan al-Mursyid al-Habib Muhammad Luthfi bin Yahya berkata,
“Salah satu tanda kemuliaan seorang wanita adalah dipersunting
oleh lelaki sholeh, terlebih dari lelaki sholeh yang memiliki misi
dan visi dakwah kepada Allah Swt dan Rasulullah Saw”.

Maka, cerita selanjutnya adalah bagaimana para laki-laki


sholeh memuliakan istri-istrinya dengan mengajarkan kesho-
lehan. Bagaimana orang-orang sholeh ini menyakinkan istri-
istrinya tentang keyakinannya kepada Allah Swt dan Rasulullah
Saw. Bagaimana orang-orang sholeh ini mendidik istri-istrinya
dengan lemah lembut dengan bersama-sama memperkuat
mujahadatun-nafsi1, sehingga istrinya lulus menjadi wanita
shalihah? Istri yang dari mempertanyakan jalan dakwahnya
1
Bersungguh-sungguh memerangi hawa nafsu yang ada dalam diri kita masing-
masing

81
Tahu Menceng

berubah menjadi mendukungnya dan menguatkannya. Istri


yang hatinya dipenuhi rasa kecewa berubah menjadi semakin
cinta kepada suaminya. Istri yang jiwanya memandang dunia
berubah memandang kebersamaannya dengan sang suami,
meraih kebahagiaan hakiki, di dalam surga yang kekal abadi.

Cerita ini tentang ibunda Kiai Imron Hakim al-Hafidz, Ibu


Nyai Munafi’ah. Saya mengenal beliau dari perjumpaan saya
dengan tokoh-tokoh pejuang sholawat dan maulid yang masih
sangat belia di kota Purwodadi, kota seorang waliyullah, Ki
Ageng Selo. Para pemuda belia ini berhasil menghadirkan
ribuan jamaah untuk mengagungkan nama Rasulullah Saw. Para
pemuda yang sangat cakap dalam berdakwah ini dipimpin oleh
Kiai Imron Hakim al-Hafidz, seorang kiai muda yang semangat
dan energik, pimpinan majelis sholawat Gandrung Nabi. Beliau
akrab dipanggil Gus Hakim.

Memang, buah jatuh tidak jauh dari pohonnya. Keberka-


han dakwah yang beliau terima tidak terlepas dari keberkahan
kehidupan ayahanda beliau. Seorang pendakwah yang setia
dan bahagia mendidik masyarakat di kampungnya. Beliau tidak
memiliki cita-cita kemasyhuran. Nama beliau, memang sebatas
dikenal sebagai kiai kampung namun sungguh keikhlasan
dakwahnya tidak kalah dengan kiai jagad. Beliau adalah Kiai
Fahrur Rozi. Cerita kesabaran kehidupan dakwah beliau patut
menjadi pitutur hebat bagi setiap pendakwah.

Saya sangat dekat dengan Gus Hakim, selain saya memang


sering diundang untuk menghadiri majelis Gandrung Nabi.
Suatu hari, beliau curhat kepada saya tentang ibundanya, Ibu
Nyai Munafi’ah. Beliau bercerita, Ibu Nyai Munafi’ah pernah
bertanya dengan pertanyaan yang sulit untuk beliau jawab.

82
Kumpulan Kesaksian dan Kisah Hikmah

Gus Hakim berkata, “Yai, ibu saya pernah bertanya”. Saya


menyahut, “Apa itu?”. Beliau menjawab, “Sambil menangis, ibu
saya bertanya, ‘Nak, kira-kira ibumu nanti di surga bisa bersama
Bapakmu, tidak?’”

Saya pun tertegun mendengar pertanyaan di atas. Bukan,


semata-mata kepada pertanyaannya, tetapi kepada siapa yang
bertanya dan ada apa di balik pertanyaan tersebut. Jelas sekali,
bahwa Ibu Nyai Munafi’ah adalah seorang hamba Allah Swt
yang sangat merindukan kehidupan kebahagiaan yang sejati.
Lisan yang bertanya adalah lisan yang takut dengan ancaman
kehidupan akhirat. Lisan yang takut kehilangan suaminya yang
sholeh di kehidupan abadi. Hati yang penuh cinta dan
kerinduan kepada keridloan suaminya. Jiwa yang terilhami oleh
firman Allah Swt,

“Masuklah kamu ke dalam surga, kamu dan isteri-isteri


kamu digembirakan”. (al-Zukhruf : 70)

Saya bertanya lebih lanjut, “Lho, kok Ibu Nyai berbicara


seperti itu, Gus?”. Kemudian, Gus Hakim bercerita tentang
totalitas perjuangan dakwah ayahandanya, Kiai Fahrur Rozi
yang sering diprotes oleh Ibu Nyai. Sawah yang berada di dekat
rumah, Kiai Fahrur Rozi wakafkan untuk masjid dan madrasah
diniyah. Untuk biaya pembangunan, beliau tidak menunggu
uang terkumpul dari para donator. Ada donator atau tidak,
Kiai Fahrur Rozi akan bilang kepada warga, “Uang sudah ada”.
Pembangunan terus berjalan. Saat warga sudah siap tenaga
untuk kerja bakti dak/cor lantai atas, beliau dengan tenang
menjawab, “Bismillah. Uang sudah ada”.

83
Tahu Menceng

Darimanakah uang sebanyak itu? Ternyata, Kiai Fahrur


Rozi menjual sawah-sawah yang dimilikinya di tempat lain.
Totalitas perjuangan itulah yang membuat Ibu Nyai Munafi’ah
sering protes.

Bagi kita orang awam, jika dipikir-pikir, keluhan-keluhan


itu wajar. Bagaimana tidak protes, jika Gus Hakim kecil tinggal
di rumah gedhek2. Bagaimana tidak protes, seorang ibu yang
memikirkan masa depan anak-anaknya? Di manakah anak-
anaknya kelak akan tinggal jika satu per satu sawah dijual untuk
kepentingan dakwah?

Tapi, tidak bagi Kiai Fahrur Rozi yang memiliki keyakinan


kepada janji Allah dan Rasulullah Saw. Beliau dengan sabar
mendengar keluhan istrinya dan menjawab dengan penuh
keyakinan, “Kamu nanti jangan khawatir, semua anakmu pasti punya
rumah tembok”. Gus Hakim menyatakan bahwa apa yang
diucapkan ayahandanya terbukti. Tidak ada, anak-anak Kiai Fahrur
Rozi yang terlantar kehidupannnya. Rumahnya tembok semua.

Memang, belajar menanamkan keyakinan di dasar hati


adalah perkara yang sangat sulit. Tidak cukup dengan membaca
kitab ataupun mendengarkan nasehat. Hati manusia butuh
menyaksikan atau bahkan mengalaminya sendiri. Melihat istri-
nya yang terus menerus mengeluh, Kiai Fahrur Rozi dengan
kasih sayangnya, terpaksa berkata, “Jika tidak kuat, aku antar ke
rumah orang tuamu. Jika hatimu sudah siap, kembalilah ke sini”.

Walaupun sering diprotes istrinya, Kiai Fahrur Rozi tidak


menginginkan perpisahan. Beliau paham, dibutuhkan seorang
istri pilihan untuk memahami keputusan hidupnya. Di sisi lain,

2
Rumah yang dindingnya terbuat dari anyaman bambu.

84
Kumpulan Kesaksian dan Kisah Hikmah

beliau adalah seorang suami yang memiliki kewajiban untuk


mendidik istrinya agar semakin mengenal Allah Swt dan
Rasulullah Saw.

Mendengar cerita Gus Hakim di atas, serasa ada sebuah


sinar yang menghantam hati saya. Saya melihat, itu bukanlah
sebuah pertanyaan. Namun, Ibu Nyai Munafi’ah sedang mem-
berikan sebuah nasehat kepada saya melalaui pertanyaannya.

Maka, jawaban saya ini pun bukan sekedar untuk men-


jawab pertanyaan ibunda Gus Hakim. Sebab, saya juga tidak
merasa lebih mampu dalam hal apapun untuk menjalani pun-
cak-puncak mujahadah yang telah dicontohkan Kiai Fahrur Rozi.
Namun, jawaban ini adalah sebuah ungkapan rasa empati dan
khusnudzon kepada Gus Hakim dan ibundanya. Mereka
merupakan hamba-hamba Allah Swt yang selalu bermujahadah
meniti jalan kesholehan. Jawaban ini mudah-mudahan dapat
menjadi penenteram hati seorang perempuan sholeh. Saya
niatkan pula jawaban ini untuk bertabarruk, sehingga dapat
menembus dinding-dinding pemisah kami, dari besarnya
keinginan saya untuk selalu meng’gandeng’kan dan menempel-
kan ruhani ini kepada ulama-ulama Allah dan para kekasih-Nya.

Saya berkata, “ Gus, saya yakin Bu Nyai tetap berkumpul


dengan Kiai Fahrur Rozi. Karena dulu apa yang dilakukan Ibu
Nyai menjadi sebab bertambah kuatnya mujahadatun-nafsi3 Kiai
Fahrur Rozi. Andaikan tidak diprotes oleh Bu Nyai, maka bobot
timbangan amal Kiai Fahrur Rozi tidaklah seberapa. Bobot
timbangan amal Kiai Fahrur Rozi menjadi maksimal dengan tetap
teguh kepada kebijaksanaan dan visi dakwahnya. Terlebih lagi,

3
Usaha sungguh-sungguh untuk melawan diri sendiri sehingga tetap dalam jalan
ketaatan

85
Tahu Menceng

keluhan Ibu Nyai dihadapi dengan penuh kesabaran dan


keikhlasan.”

Saya melanjutkan, “ Tanda dari keikhlasan dan kesabaran


itu adalah terlihat dari kondisi batin Ibu Nyai yang telah menyadari
sesadar-sadarnya kesalahannya. Ibu Nyai akhirnya mampu
memahami, meyakini, dan meneruskan semangat perjuangan
dakwah Kiai Fahrur Rozi. Maka saya yakin Kiai Fahrur Rozi dan
Ibu Nyai Munafi’ah kelak akan mendapatkan janji Allah
(Masuklah kamu ke dalam surga,
kamu dan isteri-isteri kamu digembirakan)”.

86
Kumpulan Kesaksian dan Kisah Hikmah

Jawaban Alm H. Tikno


Kepada Istrinya
Saya menuliskan dua kisah tentang orang sholeh ini1,
sebagai bagian dari firman Allah Swt

“Dan ingatkanlah mereka kepada hari-hari Allah. Sesung-


guhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan
Allah) bagi setiap orang penyabar dan banyak bersyukur”
(Ibrahim : 5)

Imam Ghazali mengutip penjelasan al-Imam Sahal al-Tusturi,


beliau berkata2, “Alim tentang ayyamullah adalah mengenal dan
memahami berbagai macam hukuman dan nikmat Allah yang
tersembunyi yang mana Allah berikan kepada umat terdahulu dan
umat setelahnya (termasuk umat sekarang). Maka, dengan
memahami sejarah tentang siksaan dan nikmat para pendahulu
dan umat di zaman ini, akan menimbulkan rasa takut dan
kekhusyukan kepada Allah Swt”.
1
Alm H. Tikno dan H. Sugeng
2
al-Imam Ghazali, Ihya Ulumuddin Juz I, hlm. 75

87
Tahu Menceng

Dari dawuh al-Imam Sahal al-Tusturi di atas, disebutkan


tentang “nikmat Allah yang tersembunyi yang mana Allah berikan
kepada umat terdahulu dan umat setelahnya (termasuk umat
sekarang)”. Dalam menempuh perjalanan dakwah ini, saya
sering menyaksikan sendiri bahwa banyak sekali nikmat Allah
yang tersembunyi. Sungguh kemuliaan milik Allah Swt semata,
yang telah mengatur pertemuan saya dengan orang-orang yang
hebat dalam berkeyakinan, namun mereka bukanlah ulama,
santri ataupun pendakwah. Kekuatan keyakinan kepada Allah
Swt dan Rasulullah Saw itu tersembunyi dalam keseharian
profesi mereka. Di antaranya adalah para pengusaha kaya.

Kehidupan mereka yang dimanjakan oleh Allah Swt dengan


kelebihan harta tidak menjadikan mereka lupa namun semakin
mendekat kepada Allah Swt. Harta tidak menghalangi peng-
lihatan mereka akan keberadaan Allah Swt. Namun, setiap kali
melihat aset kekayannya, dia melihat keberadaan Allah Swt.

Maulana al-Mursyid al-Habib Muhammad Luthfi bin Yahya


dawuh, “Jika kamu bekerja, jangan hanya berniat sekedar untuk
mencari rizki, namun bercita-citalah agar dirimu semakin dekat
dengan Allah Swt Sang Pemberi Rizki”.

Kedua sahabat ini, menurut ukuran saya memiliki keka-


yaan yang luar biasa. Namun, kehidupannya dijaga dengan
melimpahnya keberkahan.

Dalam judul ini saya akan bercerita tentang sahabat kami


yang bernama Bapak Alm H. Tikno, seorang pengusaha asal
Nganjuk yang tinggal di kawasan elit Solo Baru, Sukoharjo.
Beliau adalah seorang kontraktor sukses yang telah berhasil
membangun beberapa rumah sakit besar, apartemen-aparte-
men mewah, hingga mal-mal terkenal di berbagai kota. Ber-
88
Kumpulan Kesaksian dan Kisah Hikmah

bagai proyek besar itu, menghasilkan keuntungan yang melim-


pah. Namun, dunia yang ada di genggaman, tidak menjauhkan
beliau dari Allah Swt tetapi menjadi jalan semakin mendekatkan
diri kepada Allah Swt.

Salah satu bukti yang saya saksikan adalah saat saya berke-
sempatan diundang dan diantar beliau untuk mengunjungi rumah
beliau di Nganjuk. Rumah Alm H. Tikno, didesain khusus untuk
menghormati dan melayani kedatangan Habaib dan Kiai. Beliau
memiliki cinta khusus kepada Habaib dan Ulama.

Beliau juga mengasuh sebuah yayasan pondok pesantren.


Bukan mengasuh untuk mengajar dan mengarahkan santri,
namun mengasuh dana pendirian dan operasional. Alm H.
Tikno mendapatkan wasiat dari ayah beliau untuk mendirikan
sebuah pondok pesantren, jika kelak diberikan jalan kemu-
dahan rejeki oleh Allah Swt.

Pondok pesantren yang memilih mempertahankan sistem


ngaji klasik ala pesantren salaf. Untuk keperluan itu, Alm H.
Tikno mendatangkan guru ngaji dari alumni berbagai pondok
pesantren yang termasyhur di bumi Indonesia ini. Selain itu,
pondok pesantren ini memiliki 2 (dua) jenjang pendidikan for-
mal yaitu SMP dan SMK.

Hebatnya, seluruh murid dan guru, ditanggung kebutuhan


makan hingga seragam. Untuk para guru yang menjadi ustadz
di pondok pesantren disediakan rumah dengan segala
kebutuhannya.

Alm H. Tikno tidak hanya beramal karena wasiat ayahnya.


Di Solo Baru, beliau membangun Masjid Ainul Yaqin. Sebuah
masjid yang berdiri atas asas ketaqwaan. Masjid yang gagah

89
Tahu Menceng

dan mewah di tengah-tengah pusat bisnis Solo Baru. Di


kawasan yang disebut sebagai metropolitannya Solo Raya ini,
Alm H. Tikno membangun sebuah benteng dan mercusuar
dakwah Ahlu Sunnah Wal-Jamaah.

Di Masjid Ainul Yaqin, Alm H. Tikno ‘mengijtihadkan’


sebuah metode dakwah yang unik. Beliau membangun kamar
khusus di dalam masjid untuk makan dan minum. Beliau
menyiapkan petugas masak khusus untuk tamu-tamu Allah di
masjid Ainul Yaqin. Setiap yang sholat berjamaah dipersilahkan
untuk makan dan minum. Jadi, bagi yang kehabisan bekal
perjalanan, dipersilahkan untuk menuju Masjid Ainul Yaqin.

Ada cerita lain soal makan dan minum ini. Alm H. Tikno
pernah mendirikan sebuah rumah makan di sekitar Masjid
Ainul Yaqin, lebih tepatnya di dekat Hartono Mall3. Rumah
makan itupun laris manis karena berdiri di tengah-tengah pusat
bisnis yang ramai. Namun, suatu hari hati Alm H. Tikno dilanda
perasaan minder4. Hatinya berkata, “Aku ini setiap bikin usaha
kok persoalannya untung dan rugi terus”. Alm H. Tikno tiba-
tiba malu dan minder kepada Allah Swt.

Beliau putuskan untuk menutup rumah makan yang


berorientasi keuntungan itu. Alm H. Tikno memilih membuka
usaha baru, rumah makan yang tidak mencari keuntungan.
Selain, setiap hari menyediakan makan dan minum gratis
kepada jamaah masjid, Alm H. Tikno menyediakan 500 nasi
bungkus gratis setiap hari Jum’at.

Setelah sholat Jum’at, di masjid Ainul Yaqin digelar acara


makan bersama. Insya Allah, menu nasi bungkus cukup
3
Salah satu hasil pekerjaan beliau
4
Tidak percaya diri

90
Kumpulan Kesaksian dan Kisah Hikmah

istimewa karena dibuat oleh seorang ahli sedekah yaitu


seorang hamba yang ingin bersedekah dengan sedekah terbaik.
Beliau menyediakan menu penghormatan bukan menu
seadanya.

Ijinkan saya menyebutnya sebagai menu cinta, karena


dihadiahkan oleh seorang yang penuh cinta. Beliau bukan hanya
ingin bersedekah namun menghormati tamu-tamu Allah Swt.
Hal itu, dibuktikan dengan kesaksian teman-teman pengusaha
yang bersama-sama berjuang di yayasan kami. Mereka yang
kelas pengusaha pun ketagihan untuk mencicipi keberkahan
nasi bungkus Alm H. Tikno.

Saya bertanya kepada beliau, “Berapa total biaya per bulan


yang Pak Tikno keluarkan untuk kebutuhan operasional, baik di
Pondok Pesantren dan Masjid Ainul Yaqin?”. Alm H. Tikno
menjawab, “Sekitar 60 juta per bulan, Gus”.

Sungguh iri hati ini melihat keluasan hati Alm H. Tikno.


Rasulullah Saw bersabda,

“Tidak ada hasad (iri) yang dibenarkan kecuali kepada 2


(dua) orang yaitu seseorang yang Allah Swt berikan al-Qur’an
kemudian dia membacanya di waktu malam dan di waktu siang,
dan seseorang yang Allah Swt berikan harta kemudian dia mem-
belanjakannya (dalam kebaikan) di waktu malam dan di waktu
siang” (HR. Muslim)
91
Tahu Menceng

Apakah rahasia Alm H. Tikno sehingga Allah Swt memulia-


kan kehidupannya? Beliau berkata bahwa, semua yang beliau
terima tidak lepas dari berkah orang tuanya. Alm H. Tikno
bercerita, bahwa sejak SMP, dia harus bangun tiap jam 1 malam
untuk ikut membantu menyiapkan dagangan kedua orang
tuanya. Pukul 2 malam, Alm H. Tikno dan kedua orang tuanya
berjalan sejauh 8 km menuju pasar selama 1 jam yang satu
jalur dengan sekolahnya. Pukul 3 malam, Alm H. Tikno mulai
membantu kedua orang tuanya berjualan. Alm H. Tikno
bertahun-tahun berangkat sekolah dari pasar yang membe-
sarkan dirinya menjadi seorang laki-laki tangguh. Lelaki yang
tidak takut dengan getirnya kehidupan.

Suatu hari, Alm H. Tikno harus menjalani pengobatan di


salah satu rumah sakit. Saya bersama teman-teman yayasan
menjenguk beliau. Saya berkesempatan bertemu dengan istri
beliau yang dengan setia menjaga Alm H. Tikno.

Jika saya bertemu dengan orang kaya yang dermawan,


pasti saya ingin mendapat pelajaran, bagaimana dia mendidik
istrinya untuk bersama-sama ikhlas berjuang di jalan Allah Swt?
Saya mendapat cerita dahsyat tentang kesungguhan dan kesa-
baran Alm H. Tikno untuk mengalahkan kepentingan pribadi
dan keluarganya untuk memikirkan kebutuhan umat
Muhammad Saw ini.

Istri beliau bercerita bahwa bertahun-tahun, Alm H. Tikno


hanya menyewakan 1 (satu) kamar untuk tempat tinggal istri
dan anak-anaknya. Hal itu, karena bukan tidak ada uang untuk
menyewa sebuah rumah yang layak atau bahkan berusaha
membelinya. Alm H. Tikno mempunyai uang yang cukup dari
hasil usahanya memulai usaha kontraktor. Namun, beliau

92
Kumpulan Kesaksian dan Kisah Hikmah

gunakan uang itu untuk membantu orang miskin, menyumbang


masjid, dan lainnya. Alm H. Tikno ingin memberikan sedekah
terbaik kepada Allah Swt dengan mendahulukan Allah Swt
daripada dirinya, istri, dan keluarganya.

Saya kemudian bertanya kepada Alm H. Tikno, “Pak Tik,


mengapa Anda melakukan semua ini? Apa motivasi Anda?”. Beliau
menjawab, “Saya tidak memiliki motivasi yang tinggi-tinggi, Gus.
Selain saya menginginkan ridlo Allah Swt dan Rasululllah Saw,
saya menjalankan ini untuk keberkahan dan kebahagiaan keluar-
ga dan anak-anak saya. Karena saya menyakini firman Allah Swt,

“Hai orang-orang mukmin, jika kamu menolong (agama)


Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudu-
kanmu” (Muhammad : 7)

Dan,

“Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah,


pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), Maka
Allah akan meperlipat gandakan pembayaran kepadanya dengan
lipat ganda yang banyak. dan Allah menyempitkan dan melapang-
kan (rezki) dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan” (al-Baqoroh
: 245)

Beliau tidak fasih menyampaikannya tetapi kira-kira ayat

93
Tahu Menceng

itulah yang beliau maksud. Namun, jawaban sederhana itu


menunjukkan kualitas diri beliau yang menyakini bahwa
kebahagiaan dan keberkahan hidup hanya bisa diraih dengan
keridloan Allah Swt.

Alm H. Tikno juga bercerita bahwa dirinya, juga termo-


tivasi oleh mertuanya sendiri dalam mendahulukan Allah Swt.
Setiap kali panen, jauh lebih banyak yang beliau sedekahkan
daripada yang beliau ambil untuk keluarganya. Sebagai
gambaran, jika mertua beliau panen jagung 4 karung, maka
yang 3 (tiga) karung diserahkan kepada takmir masjid dan
hanya 1 (satu) karung untuk keluarganya. Mertuanya memilih
kehidupan yang sangat sederhana.

Saya bertanya lagi, “Pak Tikno, bagaimana cara Anda


mengajak istri untuk bersama-sama memiliki kedermawanan
di jalan ketakwaan?”. Di hadapan istri beliau, Alm H. Tikno
buka-bukaan, bagaimana dirinya mendidik istrinya untuk
bersama-sama menemukan keikhlasan di jalan Allah Swt.
Beliau menjawab, “Gus, saya mengajari istri saya keikhlasan
bersedekah dengan memberikannya sebuah pengertian. Dik,
bagaimana jika aku tidak beramal dengan hartaku, kemudian
dunia yang aku miliki semakin bertambah akan tetapi keberka-
hannya diambil Allah Swt, maka kemungkinan yang terjadi dengan
harta yang tidak berkah itu, aku akan berbuat banyak kemak-
siatan. Termasuk, kemungkinan aku suka main perempuan.
Maka, ijinkan aku untuk menggunakan harta ini di jalan Allah
Swt. Mari, kita berdua bersama-sama menemukan keberkahan
hidup dan istiqomah di dalam jalan ketaatan kepada Allah Swt
dan Rasulullah Saw. Dan jangan melarangku untuk mender-
makan hartaku di jalan-Nya”.

94
Kumpulan Kesaksian dan Kisah Hikmah

Kalimat yang sungguh cerdas untuk mendidik istri tentang


pentingnya keberkahan harta untuk meraih kebahagiaan
kehidupan rumah tangga yang harmonis. Dengan jawaban ini,
seorang istri akan mendorong suaminya untuk terus berbuat
kebaikan lebih banyak lagi dengan hartanya. Inilah jawaban
untuk wanita sholihah. Jawaban tegas dari seorang suami yang
mengerti arti kasih sayang sesungguhnya.

95
Tahu Menceng

96
Kumpulan Kesaksian dan Kisah Hikmah

Jawaban H. Sugeng
Kepada Istrinya
Nikmat tersembunyi lainnya terdapat dalam diri sahabat
kami H. Sugeng. Orang kaya yang pandai bersyukur karena
memiliki keyakinan yang lurus kepada Allah Swt dan Rasulullah
Saw. Keyakinan itu berawal dari sebuah majelis taklim yang
sering beliau ikuti di waktu kecil. Majelis ilmu sebuah pondok
pesantren di dekat rumahnya, di kota Ponorogo. Beliau bukan
santri, namun mendapat keberkahan majelis ilmu itu, dirinya
memiliki dorongan keagamaan yang kuat berupa kecende-
rungan untuk peduli kepada sesama umat Muhammad Saw,
terutama kepada anak yatim.

Suatu hari, pamannya (Pak-Lik) meninggal dunia dan


meninggalkan 6 (enam) anak yatim yang masih kecil-kecil. H.
Sugeng berfikir inilah kesempatan dirinya untuk beramal
sholeh, terlebih kepada keponakannya sendiri. Beliau ingin
membuktikan keyakinan di dalam hatinya, bahwa para penga-
suh anak yatim akan bersama Rasulullah Saw di surga. Beliau
Saw bersabda,
97
Tahu Menceng

“Aku dan orang-orang yang mengasuh anak yatim di surga


seperti ini”. Beliau Saw memberi isyarat dengan jari telunjuk dan
jari tengah seraya sedikit merenggangkannya. (HR. Bukhori)

Bukan hanya seorang, tapi ke-enam anak pamannya


dirawat, diasuh, dan disekolahkannya. Hari itu, beliau bukan
siapa-siapa. Hanya seorang pegawai rendahan di salah satu
BUMN yang gajinya pas-pasan, terlebih untuk menghidupi 6
(enam) anak yatim. Dia memutuskan untuk keluar dari
pekerjaannya dan memilih jalur wira swasta dan kerja ‘apa
saja’ sesuai keahlian yang dimilikinya. Hanya satu tujuan
hidupnya hari itu, keenam keponakannya tetap bersekolah.

Maka, tak terpikir lagi bagi H. Sugeng muda tentang


seorang wanita yang akan menjadi pendamping hidupnya.
Beliau tidak berani berfikir untuk menikah, sebelum ‘anak-
anaknya’ memiliki potensi kemandirian yang jelas. Kehidu-
pannya hari itu, sama sekali tidak berlebih. Dia harus memutar
otak dan pontang panting dengan segala usaha. Beliau
merelakan masa mudanya.

Saya teringat dengan dawuh al-Imam Nawawi dalam


Syarah Muslim, bahwa takaffulul yatama (merawat anak yatim)
batasannya bukan usia tetapi menghantarkan anak yatim
tersebut hingga ar-rusydu fid-diini wal maali (mandiri dalam
agama dan ekonomi).

Singkat cerita, Allah Swt menepati janjinya kepada H.

98
Kumpulan Kesaksian dan Kisah Hikmah

Sugeng. Dengan keberkahan welas asihnya kepada ke-enam


anak yatim, Allah Swt membukakan pintu rizki selebar-
lebarnya kepada beliau. Rizki yang tidak pernah diduga-duga
dan terbayangkan jumlahnya oleh H. Sugeng. Dari yang harus
prihatin, berubah menghidupi ratusan karyawan. Walaupun
agak terlambat, beliau pun akhirnya menikah.

Dari tempaan keyakinan dan mujahadah yang luar biasa


itulah, H. Sugeng menjadi pribadi ulet, tangguh, dan semakin
memiliki kepeduliaan kepada umat, terkhusus persoalan
perekonomian.

Kini, H. Sugeng mengabdikan dirinya sebagai salah satu


Wakil Ketua Tanfidziyah PCNU Ponorogo. Beliau diamanahi
untuk menggerakkan ekonomi warga nahdliyin. H. Sugeng
dengan dana pribadi sebagai modal utama dan menghimpun
dana dari warga NU lainnya dalam bentuk tanam saham,
bersama-sama mendirikan toko swalayan ‘Bintang’ dengan nilai
aset barang dagangan milyaran rupiah. Usaha bersama itu
berdiri di atas tanah milik H. Sugeng dengan nilai sewa yang
sangat murah. Uang sewa yang diperuntukkan untuk belajar
menyehatkan hitung-hitungan usaha, bukan untuk keuntungan
pribadi beliau.

H. Sugeng dengan keahlian beliau di bidang usaha, ingin


menguatkan ekonomi NU, baik organisasi dan jamaahnya
secara individual. Dengan skema tanam saham, bukan hanya
NU sebagai organisasi yang menerima bagian keuntungan,
namun warga dan pengurus NU yang memiliki saham juga
berhak mendapatkan bagian keuntungan tersebut. Di sinilah,
kejelian H. Sugeng dalam mendidik warga dan pengurus NU
untuk mencintai dunia usaha.

99
Tahu Menceng

Apa yang diperjuangkan H. Sugeng di atas, sesuai dengan


Taujihat Irsyadat Rois ‘Amm PBNU, al-Alim al-Allamah al-Syaikh
Dr. KH. Ma’ruf Amin1. Dari 19 (sembilan belas) arahan dan
petunjuk Rois ‘Amm, di dalamnya disebutkan bahwa ‘NU
adalah harkah (gerakan) ulama’, fi al-himayah (menjaga), al-
ishlah (memperbaiki), dan khidmatil (melayani) ummah’2. H.
Sugeng mengambil peran NU sebagai harkah al-ishlahiyah dan
khidmatil ummah.

Al-Syaikh Dr. KH. Ma’ruf Amin melanjutkan arahannya


dalam beberapa point berikut. Harkah Ishlahiyah (gerakan
perbaikan umat) harus terus dilakukan oleh NU terutama
dalam bidang ekonomi dan sumber daya manusia. Kiai juga
seharusnya dapat memperbaiki ekonomi umat. Sedangkan,
harkah khidmatil ummah adalah gerakan pelayanan publik
untuk memberikan kemudahan bagi para umat yang sedang
membutuhkan.

Rois ‘Amm juga mengingatkan seluruh pengurus NU


tentang pentingnya sebuah kaidah yang seharusnya menjadi
kesadaran bawah sadar seluruh pengurus NU. Dengan kaidah
ini, perjuangan NU di segala lini kehidupan tidak mengenal
kata sempurna dan berhenti. Kaidah itu berbunyi,

“Melakukan perbaikan umat menuju kondisi yang lebih


baik, semakin lebih baik, dan semakin lebih baik lagi”.

1
Disampaikan di Ponpes Asembagus Sukorejo Situbondo pada 12 Januari 2017
dalam Seminar Refleksi 33 Tahun Khittah NU
2
Point ke-13

100
Kumpulan Kesaksian dan Kisah Hikmah

Bagi pegurus NU yang ingin belajar dari beliau, dapat


menemui H. Sugeng melalui toko swalayan Bintang. Banyak
ilmu dan hikmah kehidupan yang saya dapatkan dari beliau,
yaitu seorang pejuang berjiwa sosial dan dermawan. H. Sugeng
juga menginisiasi berdirinya rumah sakit dan radio untuk
kepentingan organisasi.

Saya menuliskan kebaikan-kebaikan beliau di sini untuk


menjadi pelajaran tanpa menafi’kan kekurangan beliau sebagai
manusia. Tetapi, seorang hamba yang dengan sekuat tenaga
berusaha membayar hak Allah Swt, hak Rasulullah Saw, hak
orang tua, hak saudara dan kerabat, hingga hak umat, bagi
saya cukup untuk berkhusnudzon bahwa beliau adalah hamba
yang sholeh.

Bagaimana H. Sugeng membayar hak Rasulullah Saw?


Pertama, beliau mendirikan bangunan khusus untuk memulia-
kan Habaib dan Kiai. Setiap Habaib ataupun ulama ahlu sunnah
yang datang ke kota Ponorogo, beliau siap memberikan
penghormatan terbaik. Kedua, H. Sugeng menggelar rangkaian
maulid selama 4 (empat) malam berturut-turut di bulan Maulid.
Setiap malam bergantian mengundang jamaah untuk membaca
Maulid Barzanji, Maulid Simtud-Duror, Maulid Diba’ dan
Manaqib Syaikh Abdul Qodir Jaelani di rumah beliau. Seolah,
beliau ingin mengambil keberkahan dari seluruh shohibul
maulid.

Saya menyaksikan masyarakat sekitar gegap gempita


menghadiri majelis maulid di rumah H. Sugeng. Saya sowan
ke rumah beliau pada hari Kamis, 29 Desember 2016, untuk
memberikan mauidzoh pada malam harinya. Dalam
kesempatan itu saya bertanya kepada beliau, “Apa motivasi

101
Tahu Menceng

dengan seluruh kedermawanan Bapak ini?”. Beliau menjawab,


“Gus, setiap hari, saya merenung saat melihat para karyawan,
satu demi satu mengeluarkan mobil saya untuk keperluan usaha.
Demikian pula, saat saya berkeliling melihat sawah-sawah saya
yang tumbuh subur. Saya takut. Bukankah semua ini harta titipan
Allah Swt yang akan ditanyakan kegunaannya kepada saya. Maka,
saya harus menggunakan untuk kepentingan Allah Swt agar saya
tidak ditanya. Mudah-mudahan, bukan saya yang ditanya, namun
langsung kepada harta titipan itu yang akan membela saya,
karena telah saya gunakan untuk agama Allah Swt”.

Apakah kita memiliki rasa takut ini? Setiap melihat nikmat


yang dititipkan Allah Swt, kita mampu melihat keberadaan-
Nya?

Saya bertanya kembali, “Pak Sugeng, kiat-kiat apa yang


Anda sampaikan kepada istri, agar bersama-sama ikhlas mender-
makan harta di jalan Allah Swt?” H. Sugeng menjawab, “Gus,
saya sering mengatakan kepada istri saya, ‘Dik, aku dan kamu
pasti akan mati. Kemungkinannya, hanya aku mati dulu atau
kamu mati dulu. Kalau aku mati duluan. Maka, jika kamu
menikah lagi, harta ini akan kamu gunakan bersama orang lain.
Yang aku tidak memperoleh manfaat kebaikan darinya. Jika kamu
mati duluan, maka jika aku menikah lagi harta ini akan aku
gunakan bersama orang lain. Yang kamu tidak memperoleh
manfaat kebaikan darinya. Maka, saat kita berdua masih hidup,
mari kita gunakan harta ini bersama-sama untuk kebahagiaan
kita yang hakiki di akhirat nanti’.”

Sungguh romantis bukan, nasehat H. Sugeng kepada


istrinya?

Dari kisah para lelaki sholeh di atas, saya menemukan


102
Kumpulan Kesaksian dan Kisah Hikmah

pelajaran betapa pentingnya seorang wanita menemukan lelaki


sholeh, yaitu seorang lelaki yang kokoh dalam keyakinan. Lelaki
ini tidak goyah oleh celaan orang hingga tangisan istri. Lelaki
inilah yang akan berhasil melahirkan istri-istri sholehah. Bukan
lelaki yang goyah pendiriannya oleh kemarahan istri. Lelaki
yang mampu mengarahkan, bukan diarahkan oleh tuntutan-
tuntutan istri. Lelaki yang memiliki visi yang jelas kepada Allah
Swt, bukan lelaki yang mudah merasa bersalah dengan
keluhan-keluhan istrinya.

Al-Arifbillah al-Alim al-Allamah al-Habib Ali Zaenal Abidin


al-Jufri berkata, “Jika seorang suami menuntut hak Allah Swt
kepada istri dan keluarganya maka dia akan mendapati semakin
bertambah kuatnya cinta istri dan keluarganya kepada dirinya.
Namun jika seorang suami hanya menuntut hak pribadinya maka
hal itu akan menjauhkan hati istri dan keluarganya dari mencintai
dirinya”.

Dari jawaban Kiai Fahrur Rozi, Alm H. Tikno dan H.


Sugeng di atas kepada istri-istrinya, batin saya berkata, “Saya
ini punya 2 (dua) anak perempuan. Saya hanya ingin memiliki
menantu yang waras3. Sebab, seorang wanita akan menjadi istri
sholihah karena diluruskan oleh lelaki yang lurus di dalam jalan
Allah Swt dan Rasulullah Saw. Bukan lelaki yang lemah dan takut
di depan istrinya.”

Saya merenung, kepada lelaki sholeh manakah, kelak saya


akan menyerahkan anak perempuan saya? Ya Allah! Hanya
lelaki sholeh yang akan mampu menjadi sebab selamatnya
kehidupan kedua putriku di dunia dan akhirat.

3
Waras secara bahasa berarti sehat. Artinya seseorang yang sehat keyakinannya
kepada Allah Swt.

103
Tahu Menceng

Demikian juga dengan pembaca yang memiliki anak


perempuan, pernahkah merindukan seorang menantu lelaki
sholeh? Ataukah kita biarkan, putri-putri cantik kita, menemu-
kan jodohnya sendiri asalkan keduanya saling mencintai? Tidak.
Tanpa kesholehan cinta sesaat itu tidak akan tumbuh dan
berbuah. Tanpa kesholehan, putri-putri cantik kita, tidak akan
pernah menemukan kebahagiaan ruhani.

Duhai indahnya lelaki sholeh. Duhai eloknya menantu


sholeh. Duhai menawannya suami sholeh. Lelaki yang tatsbit4
keyakinannya kepada Allah Swt. Lelaki yang men-tatsbit-kan
istrinya menuju Allah Swt. Lelaki yang men-tatsbit-kan keluar-
ganya dengan ketaatan di jalan Allah Swt dan Rasulullah Saw.

Suatu hari saya mengajak putri sulung saya, Taswa, jalan-


jalan ke toko buku. Dia memilih sendiri sebuah buku berjudul
The Perfect Muslimah5. Buku yang kemudian menjadi antri-
an santriwanti di tempat kami untuk membacanya. Salah satu
santriwati kami, Ning Lili6, setelah membaca buku tersebut
menuliskan kalimat-kalimat kunci dari dalam buku tersebut,
yang mudah-mudahan benar-benar menjadi cita-cita bersama
para santriwati dan putri-putri kita semua.

Segera ‘Fatimah’kan dirimu agar Allah meng’Ali’kan jodohmu

‘Khadijah’kan dirimu, agar Allah me’Muhammad’kan


kekasihmu7

4
Tasbit secara bahasa artinya menetapkan
5
Ahmad Rifa’i Rif’an, Quanta – Elex Media Komputindo, Cet. 13, Agustus 2016.
Jakarta
6
Putri teman seperjuangan kami di Ponpes al-Inshof, Kiai Anshori Sukri
7
Ahmad Rifa’i Rif’an, The Perfect Muslimah, hlm. 78

104
Kumpulan Kesaksian dan Kisah Hikmah

Perempuan shalihah akan membuat para suami shalih


sangat mencintainya, berterima kasih kepadanya, selalu
merindukannya dan mengenang kebaikan-kebaikannya.
Teladan ini, dapat kita baca dari kecintaan seorang da’i illallah,
al-Syaikh Dr. Yusri Jabr8, kepada istri beliau. Cerita ini terkait
nasehat beliau untuk tidak meminta pada siapapun meskipun
sulitnya kehidupan yang dijalani. Beliau memiliki seorang istri
yang sangat sabar dengan kesederhanaan kehidupan beliau,
walaupun berasal dari keluarga kaya. Beliau bercerita dalam
bentuk nasehat sebagai berikut.

Sesuaikan hidupmu dengan pendapatanmu tanpa meminta


pada siapapun. Kalau tidak bisa makan 3 kali sehari, makan 2
kali, kalau tidak mampu beli 1(satu) kg, beli saja ¼ (seperempat)
kg. Karena meminta itu suatu penyakit ‘idmaan’ (kecanduan)
yang lebih sulit diobati dari pada kecanduan narkoba.

Al-Syaikh cerita tentang seorang wanita pengemis yang


ditawari untuk bekerja membersihkan tangga gedung tempat

8
Al-Syaikh Yusri bin Rusydi bin as-Sayyid bin Jabr al-Hasani lahir pada 23
September 1954 di Hayyu Raudhul Faraj, Kaherah, Mesir. Beliau mendapat
predikat dokter ahli bedah setelah menyelesaikan pendidikan doktoral dalam
bidang pembedahan pada tahun 1991 dari Universitas Kaherah. Karena
ketertarikan yang sangat kuat kepada agama, beliau melanjutkan pendidikan
sarjana di Universitas al-Azhar dalam bidang Qanun dan Syariah yang berhasil
beliau selesaikan pada tahun 1997 dengan predikat ‘Jayyid Jiddan’.
Selain pendidikan formal, al-Syaikh Yusri bin Jabr telah memulai menghafal al-
Qur’an sejak menjadi mahasiswa kedokteran kepada al-Syaikh Abdul Hakim
bin Abdul Salam Khatir dan berhasil menyelesaikannya pada tahun 1985.
Selain itu, beliau secara istiqomah menghadiri berbagai majelis ulama-ulama
besar yang berbeda-beda di Mesir untuk belajar berbagai kitab, baik dalam
bidang tafsir, hadits, akidah, syariah, dan tasawuf dalam masa yang panjang
sejak masa muda beliau.Selain sebagai dokter ahli bedah, beliau bekhidmah
dengan mengajar Shahih Bukhori di Masjid al-Azhar, Mesir.

105
Tahu Menceng

beliau tinggal, pekerjaannya setiap senin dan kamis dan setiap


hari kerja itu gajinya 50 pound. Jadi seminggu dapat 100 pound,
sebulan berarti 400 pound, lebih tinggi dari gaji Al-Syaikh Yusri
sendiri yang di masa itu mendapat gaji 300 pound sebulan.

Si wanita pengemis itu cuma datang sekali, habis itu


mengatakan capek dan sebagainya karena mengemis itu lebih
mudah dari pada bekerja karena sudah kecanduan.

Beliau hafizhahullah cerita bagaimana susahnya hidup


beliau di masa lalu, sampai kadang lampu rumah rusak ber-
bulan-bulan dibiarkan saja, karena tidak punya uang untuk
bayar tukang listrik atau kadang tidak bisa mengendarai mobil
sendiri; karena tidak punya uang beli bensin atau berbulan-
bulan rusak dibiarkan karena tidak punya uang memper-
baikinya padahal begitu banyak surat taukil (kuasa) dari
saudara-saudara beliau di luar negeri yang punya begitu banyak
uang simpanan di bank-bank.

Seumur hidup, beliau tidak pernah berfikir untuk


menggunakan surat taukil (kuasa) itu untuk mengambil uang
di bank demi memperbaiki mobil.

Sampai akhirnya beliau hidup kaya dan nyaman karena


itulah beliau sangat mencintai isteri beliau Zainab rahimahallah
yang menjalani bersama kehidupan susah itu dengan begitu
sabar hidup seadanya tanpa pernah mengeluh dan meminta
apapun, padahal sang isteri dari kalangan orang kaya yang hidup
di villa.

Beliau berkata bahwa sang isterilah orang di belakang


kesuksesan beliau, karena sudah bersabar sehingga Al-Syaikh
bisa menyelesaikan doktoralnya melanjutkan terus pendidikan

106
Kumpulan Kesaksian dan Kisah Hikmah

kuliah di al-Azhar dan sebagainya. Beliau juga tetap bertahan


untuk bekerja di Mesir tanpa keinginan untuk keluar negeri
demi mencari uang.

Sang isteri begitu qana‘ah (menerima dengan ikhlas dan


ridha). Kami tidak pernah mengatakan pada siapapun bahwa
kami memerlukan sesuatu meskipun kami memang begitu.

Begitulah kehidupan ketika kamu berusaha menjaga diri,


Allah akan mengayakanmu. Coba seandainya setiap ada
masalah, kamu gunakan surat kuasa yang ada, nanti bayar pas
ada uang kamu akan tenggelam dalam hutang dan tak mampu
membayarnya.

Sangat membahagiakan bagi seorang anak Adam ketika


punya isteri yang sholehah, yang membantu untuk melaksa-
nakan sunnah9.

Jangan lupa, keshalihan dalam diri ibunda Zainab itu


semakin tumbuh, karena sosok suaminya al-Syaikh Yusri al-
Jabr10 yang mampu membimbimbingnya di jalan kesabaran dan
jalan cinta kepada Allah Swt dan Rasulullah Saw.

Saya tersadar, rasanya mustahil seorang Bapak akan


mendapatkan menantu lelaki sholeh tanpa menanamkan
kesholehan dalam diri putrinya. Ning Lili, melalui buku itu,
membangkitkan kesadaran para santri bahwa kesholehan itu

9
Dars Jum‘at, Masjid al-Asyraf, 17 Februari 2017 dalam https://www.
facebook.com/dr.yosrygabr/videos/1206476646135210/
10
Beliau adalah salah seorang ulama yang sangat saya idolakan dengan mengikuti
nasehat dan pemikiran beliau. Salah satunya pandangan beliau tentang
mahabbah yang saya jadikan pijakan pola pandang dalam penulisan buku Kang
Bejo II.

107
Tahu Menceng

dimulia dari diri para santriwati, kemudian Allah Swt yang akan
menyelamatkan kehidupan para santriwati dengan mengirim-
kan seorang lelaki sholeh. Lalu bagaimana dengan tugas kita
sebagai seorang Bapak?

Marilah me-Muhammad-kan diri kita

Agar kita mampu mem-Fatimah-kan putri-putri kita

Agar ‘Ali’ pantas menjadi menantu kita

Hanya dengan memandang diri Sayyidina Muhammad


Saw, dengan mencintai dan mengikuti Beliau saw, kita perlahan
me-Muhammad-kan diri kita.

108
Kumpulan Kesaksian dan Kisah Hikmah

Jawaban KH. Taufiq


Kepada Seorang Istri
Diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas r.a, seorang perempuan
bertanya kepada Nabi Saw,

“Sesungguhnya, aku mewakili kaum perempuan datang


menghadapmu. Jihad diwajibkan Allah kepada kaum laki-laki.
Jika menang, maka mereka akan mendapat pahala, dan jika gugur,
mereka hidup di sisi Tuhan dan memperoleh limpahan rezeki.
Sementara kami, kaum perempuan, senantiasa menemani
109
Tahu Menceng

mereka disaat suka dan duka. Lalu, apa yang kami dapatkan?”

Rasulullah Saw kemudian bersabda,

“Sampaikanlah pada setiap perempuan yang engkau temui,


bahwa menaati suami dan memenuhi hak-haknya dapat menya-
mai pahala jihad. Tapi, hanya sedikit di antara kalian yang mela-
kukannya.” (HR. Bazar)

Perempuan ini adalah salah satu shohabiyah yang hidup di


zaman terbaik, yaitu di zaman Rasulullah Saw ( ).
Tentu saja, yang keluar dari kedua bibirnya adalah salah satu
pertanyaan terbaik dan dijawab dengan jawaban terbaik dari
lisan manusia yang paling mulia, yaitu Rasulullah Saw.

Inilah, salah satu ciri orang-orang yang bertaqwa, yaitu


iri dengan pahala dan kedudukan yang Allah Swt berikan
kepada hamba-hamba-Nya. Shohabiyah tadi ingin sekali
mendapatkan kedudukan yang didapatkan oleh para sahabat
yang mati syahid. Allah Swt berfirman,

“Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur


di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup disisi Tuhannya
dengan mendapat rezeki “ (Ali – Imron : 169)

110
Kumpulan Kesaksian dan Kisah Hikmah

Saya memiliki sebuah cerita unik terkait kewajiban para


wanita shalihah di atas. Suatu hari, saya diundang untuk menjadi
narasumber tanya jawab dengan tema ‘Hari Arafah’ di MJA
(Masjid Jami’ Al-Segaf) TV. Saya ditemani oleh narasumber lain
yaitu KH. Taufiq, pimpinan KBIH al-Mabrur Surakarta.
Sedangkan, yang menjadi moderator adalah al-Habib Umar
dari MJA TV.

Dalam sebuah sesi tanya jawab, kami berdua harus men-


jawab sebuah pertanyaan yang sama, dari seorang penanya.
Dia bertanya, “Ustadz, apa benar orang-orang yang berhaji
mengalami hal-hal ‘mistis’ saat menunaikan ibdah haji?”

Kemudian saya menjawab dengan beberapa kejadian


‘ruhaniyah’ yang saya alami dan dari teman-teman yang saya
kenal. Namun, jawaban itu tidak akan saya tuliskan di sini karena
tidak terkait dengan tema cerita dalam judul tulisan ini.

Saya akan menuliskan tentang cerita menarik yang dialami


oleh KH. Taufiq. Beliau menjawab dengan pengalamannya saat
memimpin rombongan haji al-Mabrur. Hari itu, jadwal para
jamaah haji untuk melempar jumrah Aqabah. Jamaah telah
sampai di Mina dan harus berjalan beberapa km untuk menuju
jamarot.

KH. Taufiq mengumpulkan rombongan dan membaginya


menjadi 2 (dua) kelompok. Hal itu terkait dengan beberapa
jamaah yang sakit dan kemudahan dalam teknis pelemparan
jumroh. Beliau mengambil kebijakan, bahwa suami dan istri
harus berada dalam satu rombongan.

Namun, terdapat seorang ibu yang tidak setuju. Dia tidak


mau berjalan dengan suaminya. Ibu itu berkata, “Saya tidak mau

111
Tahu Menceng

berjalan dengan suami saya. Suami saya itu wong setengah wong
(Suami saya itu orang tapi setengah orang)”. Dia menggambarkan
suaminya yang kondisi fisiknya lemah, sehingga hanya mampu
berjalan’gremet’ (sangat pelan). Ibu itu berterus terang, tidak
mau bersabar dengan kondisi suaminya.

KH. Taufiq kaget mendengar bahasa yang cukup kasar


dan menyakitkan itu. Tapi, melihat ibu itu yang cukup keras
kepala dan untuk menghindari perdebatan yang sia-sia, KH.
Taufiq berkata, “Sudah Bu, silahkan berjalan dulu dengan
kelompok pertama, biar suami ibu berjalan dengan saya”. Beliau
membuat kesepakatan, kelompok yang selesai terlebih dahulu,
harus menunggu kelompok lain di sebuah pojokan setelah
lokasi Jumroh Aqabah

Coba pembaca rasakan, kepedihan hati seorang suami yang


diperlakukan istrinya sendiri tanpa rasa hormat sama sekali? Istri
yang sama sekali tidak merasa malu di hadapan banyak orang,
melepaskan tanggung jawabnya atas suaminya kepada orang
lain. Bukankah, seharusnya dia juga menaruh hormat kepada
KH. Taufiq sebagai ketua rombongan? KH. Taufiq dan suami
ibu tadi dengan sabar menerima perlakuan itu.

Persoalan KH. Taufiq bukan hanya itu. Ada seorang jamaah


lainnya yang menderita penyakit jantung. KH. Taufiq sudah
menawarkan dirinya untuk menggantikannya melempar
jumroh. KH. Taufiq berkata, “Pak, tidak harus Bapak yang
melempar jumroh, bisa saya wakilkan”. Namun, karena
semangatnya yang kuat, dia berkata, “Saya ingin melihat sendiri
tempatnya. Saya belum pernah melihatnya”. Singkat cerita,
Bapak tadi bersikeras ingin sampai di jamarot.

Berangkatlah KH. Taufiq berjalan, bersama suami ibu tadi


112
Kumpulan Kesaksian dan Kisah Hikmah

dan seorang jamaah yang sakit jantung. Setelah 30 menit


berjalan melewati terowongan Mina, bapak yang sakit jantung
tadi kelelahan. Nafasnya sudah kembang kempis. Kondisinya
benar-benar payah. Bapak tadi minta diantarkan kembali ke
maktab, dengan alasan dirinya tidak tahu jalan kembali menuju
maktab. Melihat kondisi bapak tadi yang cukup mengkhawa-
tirkan jika tidak mendapatkan tempat istirahat yang layak, KH
Taufik mengantarkannya kembali menuju maktab. Beliau harus
bolak-balik selama 1 (satu) jam untuk kembali ke jamarot.

Setelah itu, beliau melempar jumroh bersama suami ibu


tadi hingga selesai. Kemudian, KH. Taufiq menuju sebuah
pojokan setelah lokasi Jumroh Aqabah untuk menyusul jamaah
dari kelompok pertama yang pasti telah selesai. Namun, KH.
Taufiq tidak mendapati seorang pun di pojokan tersebut.

Tidak berselang lama, kelompok pertama muncul, terma-


suk ibu yang tidak mau menemani suaminya tadi. Alangkah
kagetnya ibu tersebut. Dia melihat suaminya telah selesai
melempar jumroh bersama KH. Taufik. Bukan hanya dia yang
kaget, KH. Taufik sendiri, dan jamaah lainnya pun takjub dengan
peristiwa tersebut.

Ibu tadi bertanya, “Lho, kok sudah sampai di sini?”. KH.


Taufiq menjawab, “Alhamdulillah, kami diterbangkan oleh Allah
Swt”. Jawaban itu untuk memberikan pengertian kepada ibu
tadi tentang kasih sayang Allah Swt kepada orang-orang yang
bersabar. Seolah KH. Taufiq ingin berkata, Allah Swt telah
memuliakan suamimu karena sabar dengan penghinaanmu.

Inilah pelajaran bagi kita semua, terutama untuk para


wanita yang mencita-citakan keshalihan dalam dirinya. Ingatlah
pelajaran ini! Bahwa Allah Swt akan menghinakan wanita yang
113
Tahu Menceng

menghinakan suaminya. Bagi para wanita yang yang tidak


menghormati dan melupakan hak suaminya atas dirinya pasti
Allah Swt akan menampakkan kekuasaan-Nya.

Selemah, sejelek, dan ‘sehina’ apapun suami tetap


memiliki haknya untuk didengar dan dihormati istrinya. Jangan
hanya menghormati, melayani dan mendengarkan perkata-
annya saat suami masih gagah perkasa. Suami dimuliakan saat
masih menjadi solusi bagi kehidupan dan dicampakkan saat
suami membutuhkan pertolongan untuk menjalani kehidupan.

Mudah-mudahan istri-istri kita dilindungi Allah Swt dari


sifat ibu di atas. Demikian pula, putri-putri cantik kita calon-
calon wanita shalihah. Tentunya dengan mendidik mereka
dengan tarbiyah yang benar, agar mereka paham bahwa hak
kepada suami yang dituntut Allah Swt di atas, sejatinya adalah
bagian dari hak-hak Allah Swt itu sendiri atas dirinya.

Pentingnya hak suami atas istri ini telah ditegaskan Allah


Swt ketinggian kedudukannya dengan pahala kesyahidan.
Tidakkah para istri tertarik untuk menunaikan kewajibannya
ini?

114
Kumpulan Kesaksian dan Kisah Hikmah

Cerita 4

Makna Kekayaan
dan Tujuannya

115
Tahu Menceng

116
Kumpulan Kesaksian dan Kisah Hikmah

Rahasia Doa
Seperti pada umumnya anak-anak yang tumbuh remaja,
dan mulai dapat berfikir tentang masa depannya, saya pun
mengalami masa-masa itu. Seorang anak yang membayangkan
dirinya menjadi seorang lelaki dewasa dengan apa yang
dilihatnya saat itu.

Jika mengingat apa yang dulu saya angan-angan dan cita-


citakan untuk masa depan saya, sungguh menggelikan. Sungguh
aneh dan lucu. Kenapa dulu saya mencita-citakan sesuatu yang
tidak masuk akal bagi diri saya saat ini?

Cerita masa kecil ini berawal dari persahabatan saya


dengan seorang teman saat masih mondok di TBS. Keakraban
itu yang menghantarkan saya sering bermain ke rumahnya.
Saya kemudian mengenal baik keluarganya, terutama sosok
ayah teman saya ini. Ayahnya seorang kiai yang bersemangat
di jalan dakwah dengan mengabdikan ilmunya untuk melayani
masyarakat sekitar. Kebetulan, beliau juga alumni TBS. Namun,
ayah teman saya ini juga berprofesi sebagai sopir perusahaan
rokok ‘Nodjorono’ Kudus.

117
Tahu Menceng

Melihat seorang kiai yang sopir ini menginspirasi


pemikiran masa kecil saya. Perlahan mulai melekat dalam
angan-angan bahwa menjadi seorang sopir yang kiai adalah
cita-cita sederhana yang mungkin saya raih. Saya ingin sekali
bisa menyetir mobil. Pekerjaan yang semua orang mampu
mempelajarinya. Di sisi lain, saya seorang santri TBS yang boleh
dikatakan memiliki bekal untuk menjadi seorang pendakwah.
Saya membayangkan kelak saat dewasa, setiap pagi saya keluar
dengan mobil mencari penumpang dan kembali di sore hari
untuk mengabdikan ilmu saya dengan mengajar di masjid /
mushola. Kehidupan yang cukup bersahaja, namun sungguh
kehidupan yang sangat indah dalam hayalan masa kecil saya.

Kenapa angan-angan saya saat itu tidak setinggi langit,


seperti yang diajarkan di sekolah-sekolah? Jika terlalu sulit
untuk membayangkan menjadi dokter, insinyur atau pilot,
seharusnya saya memimpikan menjadi orang kaya yang
memiliki rumah besar dan beberapa mobil mewah. Cita-cita
‘normal’ itu terlalu jauh bagi diri saya.

Jangan heran. Bahkan saya mencita-citakan seorang istri


yang mungkin tidak ada pemuda lain yang mencita-citakannya.
Saya hanya ‘berani’ membayangkan seorang janda yang
ditinggal mati suaminya untuk menjadi pendamping hidup. Saya
tidak berani memikirkan seorang perawan bunga desa, terlebih
putri seorang pengusaha ataupun pejabat.

Saya hanya berfikir, “Bagaimana ya, saya memiliki seorang


istri yang mau menerima ketidakmampuan ekonomi dan berba-
hagia dengan kesederhanaan. Tentu tidak ada perawan yang
membayangkan hidup miskin. Kira-kira yang bersedia menerima
kekurangan ekonomi saya dan menyayangi saya adalah seorang
janda sederhana. Bukankah hidupnya telah dihadapkan dengan
118
Kumpulan Kesaksian dan Kisah Hikmah

penderitaan dengan ditinggal mati suaminya? Mungkin dia akan


merasa beruntung dengan mendapatkan ganti seorang suami”.

Cita-cita menjadi seorang pengajar mushola yang sopir


dan beristrikan janda benar-benar membuat saya geli jika
mengingat keluguan itu. Namun, adanya cita-cita yang timbul
di dalam hati itulah yang mendorong seseorang untuk meminta
kepada Allah Swt. Saat manusia ingin meraih sesuatu yang jauh
dari kemampuannya, dia akan mengingat ke-Maha Kuasa-an
Tuhannya.

Manusia secara fitrah terdorong untuk mengingat dan


berdoa kepada Allah Swt disebabkan oleh 2 (dua) hal. Pertama,
adanya keburukan yang manusia takut akan menimpa dirinya.
Saat keburukan itu mendekat di depan mata dan tidak mampu
menolaknya, manusia akan memohon kepada Allah Swt untuk
menjauhkan keburukan itu. Terlebih, saat manusia menda-
patkan musibah yang dirinya merasa tidak memiliki kekuatan
untuk keluar darinya.

Kedua, adanya suatu kebaikan, manfaat dan kesenangan


yang manusia yakini terhadap sesuatu hal dan dirinya tidak
memiliki kemampuan yang cukup untuk mewujudkannya.
Maka, timbulnya cita-cita dalam diri manusia, pada dasarnya
adalah suatu kebaikan bagi orang beriman. Sebab, dirinya akan
tergerak mendekat dan meminta kepada Allah Swt. Termasuk,
3 (tiga) cita-cita saya yang menggelikan di atas.

Saya kini membayangkan andaikan permintaan saya di


masa remaja itu dikabulkan oleh Allah Swt. Diri saya yang
sekarang adalah seorang sopir yang sore harinya mengajar di
mushola, dan memiliki seorang istri janda. Maka, saya sekarang
sadar bahwa Allah Swt telah memilihkan saya dengan sesuatu
119
Tahu Menceng

yang jauh lebih baik, baik bagi diri saya, keluarga, dan umat
ini. Sehingga timbul rasa syukur yang dalam, bahwa Allah Swt
telah menjauhkan diri saya dari impian masa kecil. Saya kini
tahu bahwa ada cita-cita lain yang jauh lebih baik untuk diri
saya, dan sungguh betapa menyesalnya diri ini, jika cita-cita
masa remaja itu dikabulkan oleh Allah Swt.

Bahkan Allah Swt memperlihatkan bukti secara langsung


tentang kesalahan cita-cita masa remaja itu. Suatu hari saya
bertemu seorang teman yang ditakdirkan sebagai seorang
perjaka yang mendapat istri seorang janda yang telah memiliki
anak. Tentu saja, saya sangat penasaran untuk bertanya tentang
kehidupan rumah tangganya yang serupa dengan cita-cita masa
remaja saya. Teman saya ini kemudian bercerita panjang lebar
tentang istrinya bahwa perilaku istrinya cenderung kasar dan
relatif sama dengan wanita lainnya, seolah-olah belum pernah
ditinggal mati oleh suaminya. Tidak ada cerita special seperti
yang saya bayangkan bahwa seorang janda akan cenderung
lebih lembut, lebih sabar dan ‘momong’ terhadap suaminya.
Artinya, keshalehan perempuan kepada suaminya tidak tergan-
tung status perawan atau janda.

Mengapa saya ceritakan pengalaman di atas? Karena,


sekarang saya sadar bahwa cita-cita dan doa yang setiap hari
kita minta dan hayalkan belum tentu membawa kebaikan,
manfaat, dan dampak positif bagi kehidupan kita, baik di dunia
dan di akhirat. Sebab, seringkali cita-cita dan doa itu timbul
dari ketidakdewasaan, kelabilan dan kebodohan kita meng-
hadapi rayuan dunia. Sehingga cita-cita dan doa yang kita impi-
kan lahir dari hawa nafsu dan jiwa yang masih sakit.

Ada cerita lain, tentang keinginan di masa kecil saya yang


tidak kalah menggelikan.Setiap kali saya melihat promo hadiah
120
Kumpulan Kesaksian dan Kisah Hikmah

berupa mobil dalam kemasan sabun dan shampoo, saya berdoa


dengan sungguh-sungguh untuk menjadi pemenangnya. Saya
berdoa dengan kondisi dan permohonan sebaik mungkin. Di
dalam doa itu, saya berjanji kepada Allah Swt, jika mendapatkan
hadiah mobil, maka saya akan bersedekah untuk mensyukurinya
dan saya akan gunakan untuk kebaikan ini dan itu.

Sebagian pembaca pasti pernah memiliki impian ‘mobil’


seperti saya di masa remajanya. Namun, bagaimana jika saya
dan pembaca diberikan Allah Swt hadiah mobil di masa remaja?
Yaitu Allah Swt memberikan sesuai dengan sesuatu yang kita
pilih pada kondisi yang kita tentukan pula.

Apakah mobil itu akan bermanfaat bagi saya? Darimana


saya mendapatkan uang untuk membeli bensin? Atau mungkin
saya akan berfikir, bukankah bisa saya jual? Lalu, jika saya
memiliki uang yang banyak dapatkah saya menyelamatkan
masa muda saya dari penyakit berbangga diri, hidup berfoya-
foya dan dorongan nafsu lainnya?

Maka, benarlah apa yang dituliskan oleh al-Imam Ibnu Atho-


illah al-Sakandari dalam untaian Hikam-nya. Beliau berkata,

“Janganlah kelambatan masa pemberian Allah kepadamu,


padahal engkau telah bersungguh-sungguh dalam berdoa (ilhah
121
Tahu Menceng

dalam doa), menyebabkanmu patah harapan. Sebab Allah telah


menjamin menerima semua doa, dalam apa yang telah Allah
pilihkan bagimu,bukan di dalam perkara yang engkau pilihkan
untuk dirimu sendiri, dan pada waktu yang dikehendaki-Nya,
bukan pada waktu yang engkau kehendaki”

Di dalam kitab Iqodhul Himam fi Syarhil-Hikam, al-Sayyid


Ahmad bin Muhammad Ajibah al-Hasany menjelaskan lebih jauh
tentang doa. Beliau mendefinisikan doa sebagai berikut :

“Doa adalah permintan yang disertai adab di dalam luasnya


makna penghambaan diri kepada Allah yang Maha Memelihara”.

Sedangkan Ilhah, adalah :

“Mengulang-ulangi dengan cara yang sama”.

Maka pengertian ilhah fid-du’a (ilhah dalam berdoa) adalah


“permintaan dengan penuh adab yang timbul dari kesadaran batin
tentang luasnya bentuk penghambaan diri kepada Allah Swt,
dengan terus mengulang-ulang permintaan tersebut dengan cara
yang sama”.

Bentuk-bentuk ilhah dalam berdoa ini telah menjadi


kelaziman dalam diri seorang hamba. Bahkan, saya dan
pembaca sering melakukannya. Seperti seseorang yang sedang
terhimpit hutang tanpa berhenti berdoa, “Ya Allah, saya minta

122
Kumpulan Kesaksian dan Kisah Hikmah

dengan rahmat dan kekuasaan-Mu, lunasilah hutang-hutangku”.


Doa itu tanpa henti diucapkan sepanjang tahun, hingga
hutangnya lunas sedikit demi sedikit.

Saya patut bersyukur, bahwa Allah Swt mengabulkan doa


saya, dengan sesuatu yang Dia pilih dan dalam waktu yang Dia
tentukan. Allah Swt tidak memberikan saya mobil di masa
remaja, namun Allah Swt memberikan saya sebuah mobil di
saat diri saya telah mendapat tarbiyah dari para guru dengan
memilihkan jalan dakwah untuk diri saya. Sehingga, saya
selamat dari godaan menggunakan mobil untuk pamer,
berbangga diri, dan bersenang-senang. Allah Swt memberikan
mobil setelah dalam diri saya menetap niat, bahwa apa yang
dikaruniakan Allah Swt akan saya gunakan untuk kepentingan
dakwah, yaitu khidmat kepada para guru dan umat.

Maka, dari sikap batin kita ketika menginginkan suatu


kebutuhan yang hakikatnya datang dari Allah Swt, al-Sayyid
Ahmad bin Muhammad Ajibah al-Hasany membimbing kita
untuk meletakkan doa-doa kita diantara 3 (tiga) tingkatan1.
Saya akan menuliskan dengan bahasa yang lebih bebas dengan
harapan pembaca lebih mudah memahaminya.

Pertama, tingkatan hamba yang melepaskan kebutuhan


dari hati untuk menyambut kasih sayang Ilahi. Mereka adalah
para kekasih Allah Swt yang benar-benar mampu mewujudkan
makna dari salah satu nama Allah Swt, al-Qoyyum. Al-Sayyid
Ahmad bin Muhammad Ajibah al-Hasany mendefinisikan al-
Qoyyum sebagai berikut :

1
al-Sayyid Ahmad bin Muhammad Ajibah al-Hasany, Iqodhul Himam Fi Syarhil
Burdah, hlm. 36 - 37

123
Tahu Menceng

Al-Qoyyum adalah Dzat yang sangat mandiri di dalam


mengurusi seluruh perkara makhluk-Nya.

Para hamba Allah Swt dalam tingkatan pertama ini


memiliki puncak keyakinan kepada janji Allah Swt, yaitu Allah
Swt akan mengurusi segala kebutuhan makhluk-Nya. Allah Swt
berfirman,

“Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melain-


kan Allah-lah yang memberi rezkinya, dan Dia mengetahui tempat
berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. semuanya
tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh)” (Hud : 6)

“Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu?


Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka
dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebahagian
mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian
mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. dan rahmat
124
Kumpulan Kesaksian dan Kisah Hikmah

Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.” (Az-


Zukhruf : 32)

Para hamba ini juga berhasil meraih bagian kesempurnaan


dalam mengimani nama Allah Swt, al-Hakim. Al-Imam Ghazali
menjelaskan makna al-Hakim sebagai berikut2,

“Allah Swt mengetahui atas hakikat segala sesuatu dan


memiliki kemampuan (berkuasa) untuk menciptakan segala
sesuatu tersebut menurut kecocokan dan kehendak Allah Swt”.

Mereka menyakini bahwa seluruh kebutuhan yang terlintas


di dalam hati manusia berasal dari kehendak Allah Swt sendiri.
Maka, Allah Swt jauh lebih memperhatikan terhadap kebutuhan
itu daripada perhatian manusia. Allah Swt yang mengetahui
hakikat tentang diri manusia dan hakikat tentang kebutuhan itu
sendiri, termasuk waktu terbaik terkait keduanya.

Maka, sikap batin yang dimiliki hamba-hamba yang terpilih


dalam tingkatan ini dapat digambarkan dalam nasehat berikut,

2
Al-Imam Ghazali, Ihya Ulumuddin Juz I, hlm.112

125
Tahu Menceng

“Dan jika hatimu sangat bergantung kepada sebuah kebu-


tuhan dari kebutuhan-kebutuhan dunia dan akhirat, maka kembali-
lah kepada janji Allah Swt dan terimalah akan Maha Tahu-Nya Allah
Swt, dan janganlah tergesa-gesa (untuk mendapatkannya), sebab
di dalam ketergesa-gesaan terdapat penderitaan dan kehinaan”.

Sikap batin ini, sesuai dengan dawuh al-Imam Ibnu Arabi


berikut ini,

“Pada umumnya manusia ketika ingin mendapatkan kebu-


tuhannya (dengan 2 cara yaitu) sangat tergesa-gesa dan menge-
rahkan totalitas kemampuannya (untuk mendapatkan-nya).
Tetapi kami (al-Imam Ibnu Arabi dan para kekasih Allah Swt
lainnya yang memiliki ketinggian derajat keyakinan seperti beliau)
saat memiliki sebuah keinginan (ada 2 cara pula yaitu) kami
melepaskan keinginan itu (dari hati) dan menyibukkan diri kepada
Allah Swt.”.

Al-Imam Ibnu Arabi lebih memilih menyibukkan diri


kepada Allah Swt, daripada menyibukkan diri dengan
keinginan-keinginan dirinya. Sebab, hamba di tingkatan ini yakin
seyakin-yakinnya bahwa Allah Swt lebih tahu dan lebih
mengenal dirinya daripada dirinya sendiri. Hamba ini sangat
takut keinginannya menghalangi pandangannya kepada Allah
Swt. Saat berdoa meminta sesuatu kepada Allah Swt, manakah
yang terlihat di batin kita, apakah keindahan permintaan itu
ataukah keindahan Allah Swt?
126
Kumpulan Kesaksian dan Kisah Hikmah

Sehingga Allah Swt akan melihat dirinya sebagai sebenar-


benar hamba. Oh, ternyata hamba-Ku ini lebih membutuhkan
Aku daripada kebutuhannya. Oh, ternyata hamba-Ku ini yakin
bahwa jika mendekat kepada-Ku maka Aku sendiri yang akan
menjaga dan mengarahkan kehidupannya. Oh, ternyata
hamba-Ku ini telah menyerah dengan Kebesaran-Ku sehingga
seluruh kebutuhannya diserahkan kepada-Ku.

Seolah, hamba-hamba ini berkata dalam batinnya, “Siapa-


kah aku ini yang merasa pantas meminta sesuatu kepada Allah
Swt?”. Jika sebagian kita tidak merasa pantas, dengan merasa
sungkan, dan merasa rendah diri meminta sesuatu kepada
seorang raja di dunia, lalu bagaimana kita merasa pantas me-
minta kepada Raja Semesta Alam?

Jika raja dunia tidak tahu kebutuhan kita, Raja Alam Semesta
mengetahui kebutuhan setiap hamba-Nya. Terlebih, keindahan
hati hamba-hamba yang bertaqwa ini. Pastilah Allah Swt akan
mencukupi segala keperluan seorang hamba yang hatinya hanya
bergantung kepada Allah Swt. Seperti janji Allah Swt,

“Dan Barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya


Allah akan mencukupkan (keperluan)nya” (Ath-Thalaq : 3)

Kedua, tingkatan hamba yang berdoa, dengan memohon


kebutuhannya, tetapi tanpa tuntutan atas bagian dari keinginannya.

Dalam tingkatan ini, seorang hamba tidak memiliki


kemampuan melepaskan permintaan yang ada di dalam
hatinya. Hal itu dikarenakan adanya kebutuhan yang sangat
penting yang harus dia ungkapkan kepada Allah Swt. Hatinya
127
Tahu Menceng

menjadi lebih tenang dengan ‘curhat’ kepada Tuhannya,


tentang kebutuhan hidupnya. Namun, dia menjaga hatinya
untuk tidak menentukan suatu bentuk bagian dari Allah Swt,
baik mengenai jumlah, waktu bahkan sesuatu yang dimintanya
dalam doa. Jadi, dia berdoa semata-mata untuk menunjukkan
betapa butuhnya dirinya kepada Allah Swt sebagai seorang
hamba yang lemah. Al-Sayyid Ahmad bin Muhammad Ajibah
al-Hasany menggambarkannya sebagai berikut,

“Jadikan doa permintaanmu sebagai bentuk penghambaan


bukan untuk menuntut bagian, karena jika kamu meninggalkan
beberapa bagian (dari permintaanmu), maka kamu akan dikarunia-
kan bagian lainnya (yang lebih baik dan dipilihkan Allah Swt)”

Dengan melepas permintaannya, Allah Swt akan membe-


rikannya sesuatu yang jauh lebih banyak, lebih bermanfaat,
dan lebih mulia dari apa yang dia minta.

Ketiga, tingkatan hamba yang berdoa dengan menyebut


bagian kebutuhannya dengan penuh keyakinan bahwa Allah
Swt pasti akan memberikannya.Untuk hamba dalam tingkatan
ini, Al-Sayyid Ahmad bin Muhammad Ajibah al-Hasany
berpesan,

128
Kumpulan Kesaksian dan Kisah Hikmah

“Jika dorongan meminta telah mengalahkan dirimu dan


kamu telah meminta dengan sesuatu kemudian Allah Swt tidak
segera memberikan waktu pemberiannya, maka jangan lah kamu
ingkar kepada Tuhanmu dengan janji-Nya ‘dan Tuhanmu
berfirman :‘Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan kuperkenankan
bagimu (al-Mu’min : 60)’”

Dari sini, kita harus terus menerus belajar membangun


keyakinan, bahwa Allah Swt telah menentukan yang terbaik untuk
diri kita. Allah Swt pula yang mengetuk hati kita untuk mengakui
kelemahan kita di sisi-Nya dengan berharap dan bermunajat
meminta kebutuhan-kebutuhan, baik dunia dan akhirat.

Namun, harapan dan doa yang tulus itu harus dengan


penuh kesadaran bahwa apapun yang kita minta pada dasarnya
kita tidak mengetahui baik dan buruknya bagi kehidupan kita.
Maka, saat kita mengulang-ulang doa kita (ilhah) semata-mata
untuk menunjukkan ketidakberdayaan kita sebagai hamba di
hadapan Tuhannya, dengan memegang kuat seribu keyakinan
atas sabda Rasulullah Saw,

“Tidaklah seseorang berdoa kecuali diantara 3 (tiga) pilihan


bagi dirinya, yaitu permintaannya segera diberikan kepadanya,
permintaannya diganti berupa simpanan pahala (di akhirat), atau
dijauhkan dari dirinya kejelekan sebesar permintaanya” (HR.
Thabrani)

129
Tahu Menceng

Saat permintaan kita tidak diberikan Allah Swt di dunia,


kita harus yakin bahwa permintaan itu akan diberikan berupa
tabungan di akhirat. Bukankah akhirat memiliki dua sifat, yaitu
lebih baik dan lebih kekal dibandingkan pemberian di dunia?

Kemungkinan terakhir, permintaan itu diberikan kepada


kita, namun dalam bentuk dijauhkannya kita dari kejelekan yang
seharusnya menimpa diri kita. Sebagai contoh, karena telah
berbuat dosa, seseorang telah ditulis dalam taqdir muallaq, dia
akan menerima balasan berupa sakit. Namun, karena orang
tersebut berdoa meminta rejeki kepada Allah Swt, maka Allah
Swt mengangkat takdir muallaq berupa sakit tersebut. Dirinya
memang tidak menerima rejeki yang dia minta tetapi dihindarkan
Allah Swt dari sakit yang seharusnya diterimanya.

Maka, manusia sekali lagi harus yakin bahwa Allah Swt


pasti mengabulkan permintaannya, tetapi di dalam bentuk dan
waktu yang lebih tepat dan bermanfaat untuk diri kita. Allah
Swt berfirman,

“Dan Tuhanmu menciptakan apa yang Dia kehendaki dan


memilihnya. sekali-kali tidak ada pilihan bagi mereka” (al-Qash-
shash : 68)

Maka, mari terus dan terus berdoa!

130
Kumpulan Kesaksian dan Kisah Hikmah

Doa Kaya
Di dalam kitab al-Mu’jamul Kabir, al-Imam ath-Thobroni
meriwayatkan sebuah hadits dari sahabat Habib bin Ubaid r.a
dia berkata, “Saya melihat Miqdam bin Ma’dikariba duduk di
pasar, sementara budak perempuannya menjual air susu
untuknya, dan dia duduk menerima dirham pembayaran.
Lantas, apa yang dia kerjakan itu, ditanyakan kepadanya, maka
dia berkata, saya mendengar Rasulullah Saw bersabda1 :

“Ketika nanti di akhir zaman, manusia harus memiliki


beberapa dirham dan beberapa dinar. Dengan dinar dan dirham
itu, seorang lelaki dapat menegakkan agama dan dunianya”

Siapa yang tidak ingin menjadi orang kaya raya? Terlebih


di akhir zaman, yang hampir semua kebutuhan manusia harus
1
Sulaiman bin Ahmad bin Ayyub ath-Thobroni, Sunan Thobroni Juz 20, hlm. 279

131
Tahu Menceng

diperoleh dengan transaksi jual beli. Apalagi, cita-cita untuk


menjadi kaya itu telah dibisikkan di telinga kita semenjak lahir.
Tidak heran, jika seluruh aktivitas kehidupan manusia diarahkan
untuk mencapai kebahagiaan hidup, berupa meraih kekayaan.
Jika cita-cita itu gagal, setidaknya dirinya tidak jatuh kepada
kemiskinan.

Apakah cita-cita menjadi kaya dan lari dari penderitaan


hidup itu salah? Jika salah, apakah manusia harus bercita-cita
sebaliknya, yaitu menjadi miskin, agar selamat dari fitnah
kekayaan dunia? Lalu, bagaimana membangun pemahaman dan
niat untuk menjadi kaya dengan benar?

Al-Arifbillah al-Alimul Allamah Al-Habib Ahmad bin Hasan


bin Abdullah al-Aththas di dalam karya beliau Tadzkirun-Nas2,
memiliki pandangan khusus tentang kekayaan. Beliau berkata,

“Tidak baik bagi ahli bait (keluarga dan keturunan Rasulullah


Saw) suatu bagian dari dunia, kecuali bagian dunia yang tidak
memberikan madhorot kepada mereka”.

Dari pandangan di atas dapat dipahami bahwa kekayaan,


baik dan buruknya tidak tergantung kepada jumlahnya, namun
tergantung kepada kemaslahatan yang mampu dihasilkannya.
Jika seorang pendakwah karena semata kemiskinannya,
membuat diri dan agamanya dipandang sebelah mata, maka
kemiskinan bukan kebaikan bagi dakwah. Demikian pula, jika
seorang konglomerat menggunakan hartanya untuk

2
Al-Habib Ahmad bin Hasan bin Abdullah al-Aththas, Tadzkirun-Nas, hlm. 385

132
Kumpulan Kesaksian dan Kisah Hikmah

mendukung dakwah seorang da’i ilallah, maka kekayaan


menjadi kebaikan untuk dirinya dan dakwah itu sendiri.

Namun di sisi lain, al-Habib Ahmad bin Hasan bin Abdullah


al-Aththas menyebutkan sebuah hadits yang dinukil al-Habib
Abdurrahman bin Musthofa al-Idrus di sebagian kitabnya bah-
wa Rasulullah Saw bersabda,3

“Tidak ada kebaikan untuk ahli baitku di akhir zaman,


kecuali menjadi orang kaya”

Al-Habib Abdurrahman bin Musthofa al-Idrus membe-


rikan catatan untuk memahami hadits di atas. Beliau berkata,

“Akan tetapi, jangan perhatianmu terfokus untuk menjadi


kaya (di dunia ini)”

Walaupun ‘perintah kaya’ ini ditujukan kepada keturunan


Rasulullah Saw, namun secara umum tertuju pula kepada
umatnya yang juga mengalami fitnah akhir zaman. Kita harus
tetap berhati-hati untuk meletakkan kekayaan itu dalam
pandangan batin kita. Kekayaan harus sebatas digunakan
sebagai wasilah ketaatan dan dakwah, bukan tujuan utama
kehidupan di dunia. Kekayaan yang kita cita-citakan, harus
diniati sejak awal sebagai sarana untuk mewujudkan persem-
bahan terbaik kepada Allah Swt dan Rasulullah Saw.

3
ibid

133
Tahu Menceng

Al-Habib Abdurrahman bin Musthofa al-Idrus melanjut-


kan dengan membawakan firman Allah Swt,

“dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah


kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu
melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi” (al-
Qashshash : 77)

Beliau berkata, “Bukankah Allah Swt tidak berfirman


(dan carilah pada apa yang telah dianuge-
rahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) dunia?)”.

Dari uraian di atas, Allah Swt membimbing diri kita untuk


bersikap tengah-tengah. Di satu sisi, kita tidak boleh bergan-
tung kepada dunia sebagai tujuan utama kebahagiaan, namun
kita juga dilarang untuk meninggalkan bagian kita dari
kehidupan dunia.

Dengan kata lain, tidaklah mungkin manusia sampai di


negeri akhirat (darul akhiroh) yang penuh kebahagiaan, kecuali
dengan kebaikan-kebaikan yang ditanamnya di dunia (darul al-
ula). Yaitu, dunia yang disebut al-Habib Ahmad bin Hasan bin
Abdullah al-Aththas sebagai (tidak membahayakan
pemiliknya).

Cerita tentang tuntutan untuk menjadi orang kaya di akhir


zaman ini datang dari nasehat guru kami al-Arifbillah al-Alimul
Allamah al-Habib Anis bin Alwi al-Habsyi.

134
Kumpulan Kesaksian dan Kisah Hikmah

Saat itu, guru kami, al-Habib Ahmad bin Muhammad al-


Habsyi baru selesai belajar dari Hadramaut, dan berniat
memulai perjalanan dakwahnya di tanah air. Beliau sowan
kepada al-Habib Anis bin Alwi al-Habsyi dan mengutarakan
maksudnya. Tetapi, beliau mendapat nasehat yang bagi saya
terdengar cukup ‘aneh’. Al-Habib Anis bin Alwi al-Habsyi
dawuh, “Bekerjalah kamu dengan sungguh-sungguh agar dapat
diterima dakwahmu, sebab (imannya umat ada di
mata mereka)”.

Pesan yang sama juga saya terima dari al-Habib Anis bin
Alwi al-Habsyi. Dalam sebuah kesempatan, beliau menasehat-
kan saya untuk semangat dalam bekerja, khususnya dalam bidang
perdagangan. Beliau berpesan tentang pentingnya kemandirian
dakwah, terutama kemandirian pendakwah itu sendiri. Sehingga,
umat tidak merendahkan dakwah dan pendakwahnya.

Al-Habib Anis bin Alwi al-Habsyi paham benar kondisi


akhir zaman, bahwa hati umat akan cenderung mengikuti para
pendakwah yang hidupnya bercukupan. Umat yang takut
miskin, alam bawah sadarnya otomatis mendorong dirinya
untuk lari dari kemiskinan, termasuk dari para pendakwah yang
miskin. Manusia akhir zaman, akan lebih mudah ditundukkan
hatinya, jika berhadapan dengan seorang ulama yang
berkecukupan. Hatinya lebih mudah ‘pecah’ dan terbuka
menerima hidayah.

Selain itu, kecerdasan, kekuatan, dan kekayaan adalah


bagian dari sholihul muslim (kebaikan seorang muslim) di dunia.
Allah Swt menjanjikan kebahagiaan dan kemenangan bagi or-
ang-orang beriman, bukan hanya di akhirat, tetapi juga di dunia.
Kehidupan seorang masyarakat muslim yang ideal adalah

135
Tahu Menceng

kehidupan yang gemah ripah loh jinawi. Namun, kekayaan yang


ada di dalam genggaman tidak menjadi penghalang dirinya
dengan Allah Swt, namun menjadi wasilah (jalan) untuk
mendekatkan diri kepada Allah Swt.

Al-Syaikh KH. Maftuh Basthul Birri4 dalam Khasiat Surat


Waqiah menukil sebuah riwayat bahwa Abu ‘Ubaid, al-Hatits,
Abu Ya’la, Ibnu Murduwaih, dan al-Baihaqi meriwayatkan dari
Ibnu Mas’ud r.a, beliau berkata5, “Barangsiapa membaca surat
al-Waqi’ah setiap malam maka dia tidak akan mengalami
kefakiran. Dan surat al-Waqi’ah adalah surat kaya, maka bacalah
dan ajarkanlah kepada anak-anakmu”.

Di dalam risalah tersebut terdapat sebuah pertanyaan6,


“Katanya menginginkan harta dunia dengan amal akherat
(membaca waqi’ah) itu tidak benar, terus bagaimana?”. Maka,
jawabannya sebagai berikut, “Maksudnya mereka bertujuan agar
Allah Swt memberikan sifat qana’ah (bisa kuat dan tabah
menerima apa adanya pemberian dari Tuhannya) atau agar
Allah Swt memberi bekal hidup untuk menjalankan ibadah kepada
Allah Swt dan memberi kekuatan untuk mempelajari ilmu. Ini
adalah termasuk bagian dari menghendaki kebaikan, bukan
perkara dunia lagi. Maka berarti bukanlah amalan riya’ (tapi
masih termasuk amal yang ikhlas). Demi menjaga dan
menghormati agama dengan punya harta benda yang cukup, agar
agamanya lebih berwibawa dan bermartabat adalah niat yang
baik. Bukan mencari dunia untuk dunia tapi untuk akhirat, adalah
termasuk amal akhirat.” Al-Imam Syatibiy berkata7,
4
Pengasuh Madrasah Murottilil Qur’an Ponpes Lirboyo, Kediri
5
KH. Maftuh Bastul Birri, Khasiat Surat Waqiah, hlm. 3
6
KH. Maftuh Bastul Birri, Khasiat Surat Waqiah, hlm. 4
7
KH. Maftuh Bastul Birri, Khasiat Surat Waqiah, hlm. 5

136
Kumpulan Kesaksian dan Kisah Hikmah

“Semestinya seorang alim itu harus punya harta dan kedudu-


kan, sehingga dia tidak merendah (menghinakan diri) di hadapan
orang lain dan tidak butuh kepada orang lain”.

Saya sendiri mengalami pergulatan batin untuk memutus-


kan cita-cita, apakah memilih bersyukur dengan kesederhana-
an hidup ataukah berdoa untuk menjadi kaya. Saya mengalami
fase, yaitu perasaan ragu-ragu dan takut untuk berharap
menjadi orang kaya. Walaupun saya sadar dan yakin tentang
pentingnya kekayaan untuk menopang amanah dakwah ini.
Hal itu dikarenakan besarnya rasa khawatir terhadap dahsyat-
nya fitnah harta.

Saya mengalami ‘tangga berfikir’ untuk dapat menerima


kekayaan masuk dalam kehidupan pribadi. Tangga yang
pertama, dapat saya gambarkan dengan cerita tentang seorang
kiai dari Sidoarjo yang bertamu ke rumah. Dia adalah teman
Kiai Ansori, sahabat perjuangan saya dalam mengasuh para
santri di al-Inshof. Tamu saya ini, sangat bercita-cita untuk
menjadi orang kaya. Dia bercerita telah mengamalkan berbagai
wiridan, seperti membaca ayat kursi hingga ribuan kali dan
bacaan lainnya dalam jumlah yang sangat banyak. Saya sendiri
kagum dengan kesungguhannya yang hebat itu.

Singkatnya, beliau datang kepada saya untuk meminta doa


kaya. Saya menerimanya dengan baik, sebab tidaklah dia datang
kecuali karena besarnya khusnudzon kepada diri saya. Dia
berkata, “Pak Dullah, saya minta ijazah doa untuk cepat kaya”.

137
Tahu Menceng

Mendengar permintaan itu, tangga berfikir saya yang masih


takut kaya, otomatis bekerja. Batin saya berkata, apakah saya
dan tamu saya ini akan selamat jika dikaruniai Allah Swt
kekayaan yang melimpah? Walaupun, sebenarnya saya tahu
beberapa doa dan ijazah untuk menjadi orang kaya.

Saya sendiri di didik oleh guru-guru ruhani yang memiliki


kekayaan materi yang berlimpah. Guru saya, al-Mursyid KH.
Shobibur-Rohman, memiliki tanah seluas ± 30 ha. Di depan
rumah beliau, setiap hari berjajar 5 – 10 mobil, mulai dari model
jeep hingga sedan mewah. Guru saya yang lain, al-Syaikh KH.
Jauhari Umar, memiliki sawah tidak kurang dari 24 ha. Kedua
guru mulia ini, dengan kekayaannya menghidupi kehidupan
santri-santri tanpa mengandalkan bantuan atau sumbangan.

Namun, di sisi lain, saya juga memiliki guru-guru ruhani


yang memilih hidup dalam kesederhanaan. Guru saya, al-Syaikh
KH. Ma’mun Ahmad, saat membagi ruangan rumah untuk
keperluan yang lain, hanya mengunakan triplek8. Guru saya,
al-Syaikh KH. Dirjo Hamzah, tinggal disebuah rumah
berdinding gedhek9, dan masih berlantai tanah. Saya yakin,
guru-guru mulia ini, memiliki kesempatan untuk hidup layaknya
orang kaya, namun sengaja memilih kesederhanaan. Seperti
yang dikatakan oleh Al-Imam al-Syafi’i bahwa10, “Kemiskinan
dunia bagi seorang ulama adalah suatu pilihan, tapi bagi orang
bodoh adalah suatu keterpaksaan”.

8
Papan yang terbuat dari kayu lapis, biasanya terbuat dari kayu lunak seperti
pohon cemara
9
Dinding rumah yang terbuat dari anyaman bambu
10
Dinukil dari buku Biografi KH. Yahdi Mathlab : Ulama Kharismatik Yang Rendah
Hati

138
Kumpulan Kesaksian dan Kisah Hikmah

Saya tidak meremehkan niat baik tamu saya. Tetapi, saya


memutuskan untuk merayunya dengan halus, agar lebih
bersyukur menjalani rizki yang mengalir seadanya dari Allah
Swt. Saya berkata, “Anggaplah saya memiliki doa untuk kaya,
tetapi untuk mendapatkannya Anda harus lulus menjawab
pertanyaan saya”. Kiai muda itu menyanggupinya.

Saya bertanya, “Apa tujuan Anda menjadi kaya?”

Dia menjawab, “Saya ingin menolong sesama”.

Saya mementahkan jawabannya dengan berkata, “Pak,


yang namanya menolong sesama menurut guru-guru saya tidak
harus dengan kekayaan tetapi yang lebih penting adalah ‘at-
tashdiq bil haliyah’, yaitu dengan pembuktian nyata. Kita tidak
harus menunggu menjadi orang kaya, saat kita belum memiliki
apa-apa, kita telah istiqomah membantu sesama walau jika
dihitung nilainya sedikit. Hingga dengan kesungguhan itu, Allah
Swt memberikan kemurahan rizki-Nya. Toh, menolong tidak harus
berwujud harta. Bukankah senyum, doa, dan lainnya merupakan
bentuk pertolongan kepada orang lain?”

Saya melanjutkan, “Apakah Anda punya tujuan lain?”

Dia menjawab, “Saya ingin naik haji.”

Saya berkata, “Bukankah hajinya orang yang tidak mampu,


cukup dengan mengerjakan sholat Jum’at?”

Diskusi itu terus berjalan, hingga dirinya menyerah. Saya


berusaha terus memberikan pengertian agar dirinya tidak
memandang kekayaan sebagai satu-satunya pilihan atau pilihan
utama menuju jalan keshalehan. Saya berkata, “Anggaplah saya
ini sinyal dari Allah terkait maksud dan tujuan Anda untuk menjadi
139
Tahu Menceng

kaya. Pesan saya, tata niat sehingga niat kita benar-benar lurus
dan Allah Swt yang Maha Tahu isi batin setiap hamba-Nya
menjadikan diri kita kaya”. Intinya, jangan memaksakan diri
untuk menjadi kaya, seolah kekayaan satu-satunya solusi bagi
dakwah.

Kemudian, saya tutup diskusi itu dengan menyampaikan


sebuah hadits qudsi yang diriwayatkan oleh sahabat Anas bin
Malik r.a bahwa Allah Swt berfirman, “Sesungguhnya ada dari
hamba-hamba-Ku yang beriman tidaklah dapat memperbaiki
keadaan mereka kecuali dengan menjadikannya kaya, dan jika
mereka dijadikan miskin maka kemiskinan akan merusak mereka.
Sesungguhnya pula ada dari hamba-hamba-Ku yang beriman
tidaklah dapat memperbaiki keadaan mereka kecuali dengan
menjadikannya miskin, dan jika mereka dijadikan kaya maka
kekayaan akan merusak mereka. Sesungguhnya Aku mengatur
hamba-hamba-Ku dengan ilmu-Ku atas hati-hati mereka, dan
sesungguhnya Aku Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana”.
Kemudian, Anas bin Malik r.a berdoa :

“ Ya Allah sesungguhnya aku dari hamba-hamba-Mu


beriman, yang tidaklah dapat memperbaiki keadaan mereka
kecuali dengan menjadi kaya. Maka jangan Engkau jadikan aku
miskin dengan memohon rahmat-Mu”

Dengan berjalannya waktu, tangga berfikir saya mulai


bergeser. Bukan berubah dalam arah dan tujuannya, namun
dalam keterbukaan diri saya untuk menerima kekayaan

140
Kumpulan Kesaksian dan Kisah Hikmah

menjadi bagian, bahkan pilihan , kehidupan pribadi saya. Saat


awal-awal menjalani kehidupan dakwah, saya masih ketakutan
untuk memegang harta, tetapi setelah dakwah berjalan, saya
dibimbing langsung oleh beberapa guru untuk memegang
kekayaan demi berjalannya dakwah yang diamanahkan kepada
kami, baik pesantren dan majelis-mejelis di beberapa titik yang
kami asuh.

Cerita saya mulai menuju tangga berfikir kedua ini, dapat


digambarkan dari cerita kedatangan al-Habib Bidin11 ke rumah
saya. Saat saya tawari untuk menginap, beliau berkata, “Ada
AC nya apa ndak? Kalo ndak ada AC-nya, aku sulit tidur lho”.
Mendengar guyonan beliau, didorong besarnya keinginan saya
untuk mewujudkan hormat dan khidmah, saya melengkapi
rumah saya dengan AC dan perabotan lainnya. Saya khus-
nudzon, AC itu bukan untuk beliau. Namun, beliau hadiahkan
untuk saya dengan permintaan itu. Beliau tahu, tanpa permin-
taan itu, tubuh saya tidak akan pernah akrab dengan kesejukan
AC. Bukankah saya yang lebih banyak menikmatinya diban-
dingkan beliau?

Cerita yang sama terjadi dengan keberanian saya untuk


membeli mobil. Suatu hari, al-Habib Syech bin Abdul Qodir
al-Segaf Solo mengajak saya berdakwah di Yogyakarta. Setelah
selesai, beliau memberi saya oleh-oleh dari pengajian tersebut.
Karena saya mengendarai sepeda motor Vixion, saya kesulitan
untuk membawa oleh-oleh tersebut. Melihat hal tersebut, al-
Habib Syech bin Abdul Qodir al-Segaf berkata, “Mbok,
motornya ditukar saja dengan mobil, agar lebih nyaman”.

11
Al-Habib Ali Zainal Abidin bin Segaf al-Segaf, menantu al-Mursyid al-Habib
Muhammad Luthfi bin Yahya

141
Tahu Menceng

Setelah mendengar dawuh beliau, saya langsung meng-


aminkan. Akhirnya, dengan ijin Allah Swt, saya mendapatkan
Panther bekas tahun 90-an. Hingga suatu hari al-Habib Bidin12
berkata, “Tak doakan mobilmu jadi Inova”. Saya hanya meng-
aminkan. Dan benar saja berkat doa beliau saya mampu
membeli Inova bekas. Sekitar 2 (dua) tahun kemudian di tahun
2014, saya mendapatkan rizki yang tidak terduga sehingga
mampu menukarkannya dengan Inova baru.

Keberanian itu, tidak lepas dari diri saya yang berusaha


sekuat tenaga memandang wajah al-Mursyid al-Habib
Muhammad Luthfi bin Yahya. Pada suatu hari di pengajian
Ramadhan yang saya ikuti, saya mendengar guyon waton beliau,
yang saya maknai sebagai bagian dawuh beliau dalam dakwah.
Maulana al-Mursyid al-Habib Muhammad Luthfi bin Yahya ber-
kata, “Kiai, yo minimal Inova (Kiai, ya minimal memiliki Inova)”.
Dawuh yang bermuara dari pandangan batin beliau melihat
kondisi kebatinan umat. Pandangan batin beliau bertemu
dengan pandangan batin al-Habib Anis bin Alwi al-Habsyi Solo,
terkait (imannya umat ada di mata mereka)”.

Motivasi Maulana al-Mursyid al-Habib Muhammad Luthfi


bin Yahya tentang pentingnya seorang da’i illallah untuk
memiliki kekayaan, bukan semata-mata kekayaan yang
dipergunakan untuk ibadah, namun beliau menekankan
pentingnya khidmah kepada umat dalam bentuk ibadah sosial
dibandingkan ibadah ritual (pribadi). Cerita yang saya alami
berikut menggambarkan totalitas Maulana al-Mursyid al-Habib
Muhammad Luthfi bin Yahya dalam memikirkan umat.

12
Al-Habib Ali Zainal Abidin bin Segaf al-Segaf, menantu al-Mursyid al-Habib
Muhammad Luthfi bin Yahya

142
Kumpulan Kesaksian dan Kisah Hikmah

Suatu hari saya mendapat kabar gembira dari seorang


sahabat yang kaya. Beliau ingin memberikan hadiah, yaitu
mengumrohkan saya. Mendengar kabar itu, hati saya telah
terbetik niat umroh dan ziarah kepada Rasulullah Saw.

Beberapa waktu setelah kabar bahagia itu, saya berke-


sempatan untuk mengantarkan Kepala Kejaksaan Negeri
(Kajari) Semarang untuk sowan kepada Maulana al-Mursyid
al-Habib Muhammad Luthfi bin Yahya. Saya ditemani pula oleh
seorang akademisi dari UNS (Universitas Sebelas Maret
Surakarta), Dr. Muhammad Harisuddin, salah seorang teman
perjuangan dalam memulai dakwah di kota Solo. Saya biasa
memanggil beliau, Dr. Haris.

Di tengah-tengah pertemuan itu, setelah Kajari mengung-


kapkan maksud kedatangannya dan Maulana al-Mursyid al-
Habib Muhammad Luthfi bin Yahya memberikan jawaban dan
nasehat, Dr. Harisuddin berkata, “Abah, bade nyuwun doa
pangestu nderekkaken Gus Dullah umroh (Abah, saya minta doa
restu untuk menemani Gus Dullah umroh)”. Tiba-tiba, wajah
beliau berubah menjadi serius dan seolah-olah ada sesuatu
yang mengganjal.

Beliau berkata, “Sopo seng arep umroh? (Siapa yang akan


umroh?)”. Dr. Haris menjawab, “Gus Dullah, kulo niat
ngrencangi Bah (Gus Dullah, saya berniat menemani, Abah)”.
Beliau menatap wajah saya dan berkata, “Sampeyan pun nate
umroh dereng? (Kamu pernah umroh belum?)”. Saya menjawab,
“Sampun, Bah (Sudah, Bah)”.

Maulana al-Mursyid al-Habib Muhammad Luthfi bin Yahya


berkata, “Kulo niku (saya ini) lho sering tawajjuh dateng (kepada)
Rasulullah Saw untuk minta diperkenankan ziaroh ke Rasulullah
143
Tahu Menceng

Saw namun sampai saat ini belum mendapatkan ijin”. Mende-


ngar nasehat beliau tiba-tiba hati saya bergejolak. Batin ini
berkata, “Niku kan panjenengan Bah. Lha menawi kulo niki
kakehan doso, betah ziaroh dateng Kanjeng Nabi Saw (Itu kan
Abah. Lha yang saya dosanya banyak, butuh ziaroh kepada
Kanjeng Nabi Saw)”.

Saya teringat firman Allah Swt,

“dan Kami tidak mengutus seseorang Rasul melainkan untuk


ditaati dengan seizin Allah. Sesungguhnya jikalau mereka ketika
menganiaya dirinya datang kepadamu, lalu memohon ampun
kepada Allah, dan Rasul pun memohonkan ampun untuk mereka,
tentulah mereka mendapati Allah Maha Penerima taubat lagi
Maha Penyayang” (An-Nisa : 64)

Ayat di atas dengan jelas memerintahkan bahwa bagi


seseorang yang telah berbuat dzalim kepada dirinya, terlebih
yang memiliki banyak dosa, untuk mendatangi Rasulullah Saw,
baik saat hidup dan wafatnya untuk dimohonkan kepada Al-
lah Swt ampunan atas dosa-dosanya. Hal itu dikarenakan
Rasulullah Saw dapat memohonkan ampunan atas umatnya,
baik saat masih hidup dan wafatnya.

Saat hati saya dipenuhi gejolak pertanyaan, Maulana al-


Mursyid al-Habib Muhammad Luthfi bin Yahya melanjutkan
nasehatnya yang seolah-olah memberikan jawaban atas
144
Kumpulan Kesaksian dan Kisah Hikmah

kegelisahan batin ini. Beliau berkata “Kowe yen pengen mbungahke


Kanjeng nabi, ora kudu mora-moro mora-moro, tapi suksesno visi
lan misine Rasulullah Saw, tugas dakwahe. Endi kene gowo merene
duite, dinggo maulid wae, ben tambah akeh seng tresno Rasulullah
Saw, tambah kuat imane. Kuwi carane mbungahke Rasulullah Saw
(Kamu jika ingin menyenangkan Kanjeng Nabi, tidak harus dengan
bolak balik ziaroh, tapi sukseskan visi dan misi Rasulullah Saw, tugas
dakwahnya. Mana, bawa sini uangnya, dipakai maulid saja, biar
tambah banyak yang cinta Rasulullah Saw, tambah imannya. Itu
caranya menyenang-kan Rasulullah Saw. )”.

Mendengar hal itu batin saya kembali bergejolak. Batin


ini berkata “Lha niku njenengan ingkang dakwahe saestu.
Dakwah kulo ingkang mboten pati genah niki, pripun? (Lha, itu
kan dakwah Abah yang sungguh-sungguh. Bagaimana dengan
dakwah saya yang belum sungguh-sungguh ini?)”.

Saat hati saya terus bergejolak, sekali lagi Maulana al-


Mursyid al-Habib Muhammad Luthfi bin Yahya meredakan
kegelisahan itu dengan berkata , “Dullah awakmu iku lagi wae
berjuang, coro gawe pondok akeh seng nyengkuyung. Cobo piye
perasaane jamaah seng wes bantu iku, yen awakmu bolak-balik
umroh. Isoh jogo po ra? (Dullah, kamu itu sedang berjuang,
membangun pondok banyak yang membantu. Coba kamu
pikirkan perasaan jamaah yang telah membantumu, jika dirimu
bolak-balik umroh. Bisa jaga perasaan mereka tidak?)”.

Setelah mendengarnya, batin saya terdiam. Gejolak batin


itu tiba-tiba pergi dengan menerima seutuhnya pandangan
batin guru. Sungguh jeli beliau memandang kebatinan para
jamaah yang mendukung perjalanan dakwah ini. Beliau
menyadarkan saya, tentang sebuah pelajaran dakwah yang saya
terlewat untuk menangkapnya.
145
Tahu Menceng

Setelah selesai sowan Maulana al-Mursyid al-Habib


Muhammad Luthfi bin Yahya, saya segera pulang ke rumah
untuk mengabarkan dawuh di atas. Seperti saya, ibu pun kaget
mendengar keputusan beliau yang cukup aneh di atas. Ibu saya
bertanya-tanya, “Mosok umroh kok ora oleh? (Umroh kok tidak
boleh?)”. Pertanyaan yang terucap bukan karena su’ul adab,
tetapi dari kewajaran akal pikiran manusia.

Maka, untuk menjawab pertanyaan itu, ibu saya melakukan


istikhoroh. Beliau memang ahli istikhoroh, termasuk sebagian
besar keputusan penting hidup saya terlebih dalam urusan
dakwah diputuskan melalui istikhoroh beliau. Dalam istikho-
rohnya, ibu bertanya kepada Allah Swt “Ya Allah, bagaimana
jika anak saya, Dullah, memaksakan diri untuk umroh dan ziarah
kepada Kanjeng Nabi Saw?”.

Allah Swt memberikan jawaban melalui mimpi beliau.


Dalam mimpinya, ibu saya dikerumuni oleh ribuan kecoak.
Setelah itu, ibu menceritakan mimpinya kepada saya, dan
berkata, “Nang, jangan umroh sek. Ngimpiku elek (Nak, jangan
umroh dulu. Mimpi ibu jelek)”. Ibu menjelaskan bahwa isyarat
dari Allah Swt berupa dikerumuni ribuan kecoak merupakan
petunjuk bahwa niat umroh dan ziarah saya untuk saat ini adalah
jelek. Ibu pun semakin yakin dengan kebeningan mata batin
Maulana al-Mursyid al-Habib Muhammad Luthfi bin Yahya.

Maha Benar Allah Swt dalam firman-Nya,

“dan sesungguhnya kalau mereka melaksanakan pelajaran


146
Kumpulan Kesaksian dan Kisah Hikmah

yang diberikan kepada mereka, tentulah hal yang demikian itu


lebih baik bagi mereka dan lebih menguatkan (iman mereka)”
(an-Nisa’ : 66)

Seorang murid harus belajar meneguhkan hatinya untuk


menerima dan melaksanakan pelajaran-pelajaran seorang guru
ruhani, sehingga dia mampu membuktikan bahwa apa yang
diperintahkan guru ruhani adalah sesuatu yang lebih baik dari
pemikirannya sehingga menetaplah keyakinan seorang murid
kepada kemuliaan hikmah yang dimiliki guru ruhani. Jadilah,
dia seorang murid yang tidak merasa benar dan keras kepala
dengan pemikirannya, namun seorang murid yang gemar
mengumpulkan tumpukan hikmah di dalam hatinya.

Sebagaimana yang dinasehatkan oleh Buya Yahya13, beliau


berkata, “Ingat! Syetan tidak selalu menghalangi kita untuk
berbuat baik, akan tetapi kadang syetan mengajak berbuat baik
dengan cara yang keliru hingga kebaikan tidak ada buahnya atau
bahkan sia-sia. Cara ini lebih disukai syetan karena dengan begitu
seseorang tetap merasa berbuat baik namun hakekatnya melaku-
kan kejelekan. Maka dari itu, sangat perlu kita untuk terus
berbuat baik dan belajar agar perbuatan baik kita menjadi benar
dan diterima oleh Allah Swt”.

Buya Yahya melanjutkan, “Jangan melakukan kebaikan


dengan hawa nafsu, akan tetapi lakukan kebaikan dengan
petunjuk dan bimbingan”. Sekali lagi, bukankah kewajiban
seorang murid adalah mengikuti petunjuk dan bimbingan
seorang guru?

Dalam cerita ini saya menyampaikan sebuah contoh


13
Pengasuh Ponpes al-Bahjah, Cirebon. Nasehat ini dimuat dalam akun dakwah
al-Bahjah.

147
Tahu Menceng

pelajaran seorang guru ruhani kepada muridnya. Jangan diambil


kesimpulan bahwa mengulang-ulang umroh itu sebuah
kejelekan atau saya melarang pembaca untuk mengulang
umroh. Namun, apa yang saya alami adalah bentuk otoritas
seorang guru ruhani dalam mentarbiyah muridnya. Saya ingin
memberikan bukti, bahwa guru ruhani mengetahui apa yang
terbaik untuk muridnya. Maulana al-Mursyid al-Habib
Muhammad Luthfi bin Yahya lebih paham apa yang terbaik
untuk diri saya dibandingkan saya sendiri.

Seperti didawuhkan oleh Abah Anom Suryalaya, “Ula


nyalakien kana pangajaran batur (jangan menyalahkan pengajaran
orang lain)”. Guru ruhani yang satu dengan lainnya mungkin
memiliki bentuk tarbiyah yang berbeda. Namun, semua
perbedaan bentuk tarbiyah itu atas dasar otoritas yang dimiliki
oleh seorang guru ruhani yang harus kita hormati. Seperti
dinasehatkan dalam sebuah adagium yang sering kita dengar,
“Bedo guru, ojo ganggu (Beda guru, jangan menyalahkan)”.

Pembaca harus bijak dalam membaca pesan cerita di atas.


Bahwa seorang murid tidak boleh berhenti menjadi murid yang
pintar saja, namun dibimbing untuk menjadi manusia yang
bener dan pener (benar dan tepat). Memilih sikap yang benar
dan tepat ini tidak bisa didapatkan hanya dengan membaca
kitab, namun dengan kerendahan hati belajar dari kearifan
seorang guru ruhani. Memilih sikap benar dan tepat ini mem-
butuhkan kematangan memandang permasalahan dan ketaja-
man mata hati untuk menemukan solusi dan sikap terbaik.

Seringkali, seorang murid saat belajar untuk memper-


tajam mata hatinya, dia harus meletakkan kepintarannya yang
tanpa sadar membela hawa nafsunya. Kepintaran seseorang
tidak akan cukup jeli melihat kemashlahatan lain yang lebih
148
Kumpulan Kesaksian dan Kisah Hikmah

besar. Seperti dalam kasus saya di atas, kepintaran pengetahuan


agama itu, cenderung membela dan membenarkan keinginan
saya untuk berangkat umroh. Kepintaran semacam itu telah
menutupi pandangan mata batin saya untuk melihat kebaikan
yang lebih besar untuk diri saya sendiri.

Padahal, saya sebagai murid telah berkomitmen bahwa


kebaikan bagi saya adalah kebaikan yang telah ditentukan oleh
guru. Namun, kepintaran yang telah berhasil ditipu oleh nafsu
dan setan berhasil untuk sesaat memperdaya diri saya. Seperti
dinasehatkan oleh al-Imam Muhammad bin Sa’id al-Bushiri
dalam salah satu bait qasidahnya14,

“Lawanlah nafsu dan setan, tantanglah mereka berdua, dan


jika mereka mengaku memberimu nasihat yang tulus jangan
percaya.
Dan jangan pernah mau tunduk kepada mereka, baik
sebagai musuh atau sebagai hakim, karena kamu tentu sudah
tahu tipu daya seorang musuh dan seorang hakim”

Ketundukan hati itulah yang mengalirkan hikmah dari


tempat yang tinggi mengalir memenuhi ruang batin ini.

14
Al-Imam Muhammad bin Sa’id al-Bushiri, Terjemahan Qasidah Burdah, hlm.
16 - 17

149
Tahu Menceng

Sehingga sebagi murid saya semakin yakin dan setiap saat


berusaha menangkap dan mengikuti visi dan misi guru dalam
setiap medan dakwah yang berubah-ubah.

Kemudian, saya merenung bagaimana jika saat itu Maulana


al-Mursyid al-Habib Muhammad Luthfi bin Yahya tidak
melarang saya umroh, sungguh saya akan terjerumus ke dalam
sebuah masalah besar. Saya sepakat dengan keutamaan dan
besarnya pahala umroh, namun kita patut melihat lebih dalam
tentang trend umroh berjamaah akhir-akhir ini.

Seorang ustadz yang memiliki popularitas dan jamaah yang


banyak akan menjadi incaran biro-biro umroh. Dengan
memberangkatkan sekian jamaah, sang ustadz akan mendapat
fasilitas umroh gratis, termasuk anak istrinya ataupun keluarga
yang dikehendakinya. Bukan hanya itu, sang ustadz juga
mendapatkan sejumlah fee (bayaran) dari jasa kerjasama ini.

Pertanyaannya, “Apakah Rasulullah Saw tersenyum kepada


sang ustadz? Bukankah Beliau Saw tahu bahwa ada diantara
jamaah yang berat dalam melunasi biaya umroh, dengan menabung
rupiah bertahun-tahun dari hasil pekerjaan yang berat dan
memeras keringat? Apakah sang ustadz tidak malu kepada
Rasulullah Saw saat dirinya merasa nikmat bahkan berbangga
dengan fasilitas gratis dan bayaran untuk kepentingan pribadinya?”

Pertanyaan itu berawal dari su’udzon saya kepada diri


sendiri. Maulana al-Habib al-Mursyid Muhammad Luthfi bin
Yahya tahu, kemungkinan saya tidak selamat dari fitnah umroh
berjamaah di atas.

Namun, bukan berarti saya memandang seluruh praktek


umroh berjamaah dipenuhi dengan praktek tiket umroh gratis

150
Kumpulan Kesaksian dan Kisah Hikmah

dan fee seperti di atas. Saya menyaksikan sendiri saat menu-


naikan ibadah haji bersama KH. Ali Masyhuri, pengasuh pondok
pesantren Bumi Sholawat Tulangan Sidoarjo, bagaimana
keikhlasan beliau dalam melayani jamaahnya.

Setiap tahun, beliau memberangkatkan haji beberapa


santrinya yang telah lama berkhidmat di pesantren. Al-Syaikh
KH. Ali Masyhuri adalah ‘kiai yang menghajikan santri’ bukan
‘kiai yang dihajikan santri/jamaahnya’. Ketika di Makkah,
seminggu sekali beliau memimpin rombongan haji untuk
mauludan hingga menyediakan makanan-makanan yang enak.
Di sela-sela waktu haji yang kosong, rombongan haji disewakan
bus gratis untuk mengerjakan umroh sunnah. Hingga jika ada
uang rombongan haji yang hilang, beliau akan menggantinya.

Akankah diri saya menjadi seperti KH. Ali Masyhuri


ataukah mengikuti trend umroh berjamaah, jika diri saya
memasuki dunia umroh bersama ini? Yang jelas, Maulana al-
Mursyid al-Habib Muhammad Luthfi bin Yahya mengetahui
besarnya fitnah trend umroh bersama untuk diri saya yang
saat itu masih belajar mengasuh jamaah.

Terlebih melihat semakin tajamnya kritikan terhadap


kesalehan ritual yang tidak berkorelasi dengan kesalehan sosial
masyarakat kita. Sudah menjadi rahasia umum, orang-orang
yang gemar berangkat umroh setahun 2 (dua) kali hingga 3
(tiga) kali setahun, namun semakin kikir terhadap keluarga dan
masyarakat. Seolah-olah, umroh hanyalah semacam perjalanan
wisata biasa, bukan perjalanan ibadah.

Saya sering mendengar dan menyaksikan, tangisan


keluarga dalam pengajian-pengajian pamitan umroh. Namun,
apakah yang dia tangisi dalam walimatus-safar itu? Apakah
151
Tahu Menceng

tangisan haru dan bahagia? Saya sering sampaikan dalam


guyonan ceramah bahwa itu mungkin tangisan keprihatinan.
Seorang anggota keluarga yang sedih memiliki saudara yang
berulang kali berangkat umroh dan menyelenggarakan penga-
jian, namun tidak mampu merubah perilaku kepeduliannya
kepada keluarga dan masyarakat. Bahkan, dirinya semakin kikir
dan membangga-banggakan diri. Umroh hanya menjadi bahan
‘pamer’, menunjukkan ‘kesholihan palsu’ dan mencari relasi
sosial. Dirinya semakin jauh dari keluarga dan tetangganya yang
membutuhkan uluran kasih sayang.

Inilah fenomena akhir zaman dan kerusakan orang-orang


di akhir zaman. Kerusakan yang dibaca dengan penuh kearifan
oleh Maulana al-Mursyid al-Habib Muhammad Luthfi bin Yahya.

Bukan hanya dalam urusan umroh, saat Maulana al-


Mursyid al-Habib Muhammad Luthfi bin Yahya mengetahui
saya menulis buku Kang Bejo, beliau secara khusus menanya-
kan tujuan saya menulis. Dalam pertemuan di hotel Indah Pal-
ace, beliau bertanya kepada saya “Hasil bukumu dinggo opo?
(Keuntungan bukumu untuk apa?)”. Saya menjawab, “Semua
hasil buku, Insya Allah untuk kepentingan dakwah, Bah”.
Alhamdulillah, beliau tidak melarang bahkan merestui niat saya
untuk menyambungkan dakwah melalui tulisan. Walaupun
Maulana al-Mursyid al-Habib Muhammad Luthfi bin Yahya
secara khusus telah mendorong murid-muridnya untuk me-
nulis, namun niat dan tujuan menulis harus tetap diluruskan.

Saya memandang Maulana al-Mursyid al-Habib Muham-


mad Luthfi bin Yahya sebagai sosok yang parlente, tidak jaim,
walaupun seorang mursyid thoriqoh yang saya yakini memiliki
derajat kewalian di sisi Allah Swt. Beliau memberikan teladan
kepada murid-muridnya bahwa cara hidup, cara dak-wah dan
152
Kumpulan Kesaksian dan Kisah Hikmah

budaya kehidupan seorang da’i mengikuti perkem-bangan


zaman. Namun, di dalam akhlak, ibadah, cara berfikir dan suluk
harus tetap berpegang kepada prinsip-prinsip yang telah
diwariskan dan diteladankan para guru. Untuk hal terakhir ini,
seorang da’i tidak boleh terbawa oleh arus kerusakan zaman
modern ini.

Hal ini pula yang dapat kita lihat dalam diri al-Mursyid al-
Syaikh Muhammad Zaki Ibrahim (wafat 1998). Menurut
keterangan al-Alimul Allamah al-Syaikh Dr. Ali Jum’ah, beliau
adalah mursyid thoriqoh Syadziliyah. Al-Mursyid al-Syaikh
Muhammad Zaki Ibrahim menuliskan cara pendnag beliau
tentang modernitas sebagai berikut15 :

“Ada seseorang yang mengirim tulisannya kepada saya,


mengkritik dengan kasar bahwa saya hanya seorang yang
mengurung diri dalam ruang sempit tasawuf, menjalankan
ajaran agama dengan cara yang terbelakang, hidup dengan cara
hidup masa klasik yang stagnan dan kaku. Sementara masa
sekarang ini adalah era peradaban modern yang kemajuannya
jauh melebihi dan tidak bisa dibandingkan dengan era
sebelumnya.

Saya ingin menyampaikan pesan untuk orang ini serta


untuk orang-orang yang sepertinya, bahwa saya adalah orang
yang bangga menggunakan sorban dan jubah panjang saya,
namun saya adalah pribadi yang terus belajar, meneliti serta
menelaah dengan baik semua budaya dan pengetahuan barat
ataupun timur untuk menjadi bekal kehidupan. Saya terus
mencari pelajaraan, kearifan dan kebenaran selama kesehatan,
kemampuan dan waktu saya mengizinkan.

15
‘Dr. Usamah al-Azhari, Asn+d al-Mishriyy+n, hlm. 440-441

153
Tahu Menceng

Saya membaca dan mempelajari sejarah Islam, filsafat,


mazhab, perkembangan sekte dan aliran. Saya selalu aktif
mengikuti perkembangan kelompok Sufi, Salafi dan sejarah
umat Islam secara umum.

Saya pun terus mengikuti perkembangan para sastrawan


Arab, cerpenis, kritikus sastra, bahkan para perusak seni
bahasa juga.

Disamping itu saya juga mempelajari gaya-gaya arsitektur


Gotik yang muncul di Eropa pada abad ke 15-16 hingga era
renaissance. Saya mempelajari sastra Eropa klasik, neokla-
sisisme, romantisme, impresionisme, realisme, simbolisme
dan seni abstrak. Bahkan saya juga mempelajari lukisan Pablo
Ruiz Picasso (wafat 1973, Perancis), sastra André Gide (wafat
1951, Perancis) dan Musik Igor Stravinsky (wafat 1882, Rusia).

Lebih dari itu, saya juga mempelajari karya-karya Will-


iam Shakespeare (wafat1616, Britania), Sir Francis Bacon (w;
1626, Britania), Georg Wilhelm Friedrich Hegel (wafat1831,
Jerman), Camile Flammarion (wafat1925, Perancis), Johann
Wolfgang von Goethe (wafat1832, Jerman), Friendrich
Nietzsche (wafat1900, Jerman), Jean-Paul Sartre (wafat1980,
Perancis), William Somerset Maugham (wafat1965, Perancis)
dan Bertrand Russell (wafat1970, Britania).

Tidak ketinggalan, saya juga mempelajari karya-karya


Pierre de Ronsard (wafat1585, Perancis), Paul Verlaine
(wafat1896, Perancis) dan Charles Baudelaire (wafat1867,
Perancis).

Saya bisa membedakan lukisan-lukisan karya seni Tho-


mas Gainsborough (wafat1727, Britania) dan Sir Joshua

154
Kumpulan Kesaksian dan Kisah Hikmah

Reynold (wafat1723, Britania). Saya mampu membedakan


antara aliran musik Samuel Johnson (wafat1784, Britania) dan
music Nicolas Boileau-Despréaux (wafat1711, Perancis). Saya
juga paham seni Teater dan seni Industri film.

Alhamdulillah saya bukan orang yang terbelakang,


mengurung diri, kaku dan ketinggalan zaman. Saya benar-benar
hidup pada era modern ini. Saya mengikuti perkembangan era
ini secara budaya, dakwah dan cara hidup. Namun pada waktu
yang sama saya benar-benar asing dari era modern ini secara
akhlak, ibadah dan cara pikir serta suluk saya. Namun keasingan
ini sesuai kadar wajib yang harus dilakukan oleh seorang dai yang
mengajak umat manusia menuju kepada Allah”.

Maka mengikuti perkembangan era modern ini secara


budaya, dakwah dan cara hidup, dimana kekayaan merupakan
kelaziman zaman, hanyalah merupakan pilihan untuk mensuk-
seskan dakwah seorang da’i, bukan menjadi tujuan dan tolak
ukur keberhasilan sebuah dakwah. Setelah hati saya benar-benar
sadar dan siap untuk menerima cita-cita kaya seperti yang telah
dijelaskan oleh guru, saya beristifadah (mengambil faedah)
dengan beberapa doa dan wirid Maulana al-Mursyid al-Habib
Muhammad Luthfi bin Yahya dalam hal jalbul rizki (mendatangkan
rizki). Hal itu saya lakukan agar niat, tujuan, dan hasil dari keka-
yaan itu sesuai dengan keridhoan guru. Saya juga selalu berharap
mendapat pandangan batin beliau.

Setelah sholat Asar, saya bertawasul kepada 3 (tiga) wali


qutub, yaitu al-Sayyidu al-Mursyid al-Imam Abul Hasan al-
Syadzili, al-Imam al-Habib Ahmad bin Hasan al-Aththas Shohib
Masyhad, dan al-Imam al-Habib Hasan bin Thoha bin Yahya
Kramatjati, Semarang. Kemudian membaca surat al-Waqi’ah

155
Tahu Menceng

1x, al-Nashr 6x dan al-Quraisy 1x. Dilanjutkan membaca dzikir


Yaa Wasi’u 100x dan Yaa Mujibu 14x. Dan ditutup dengan
bacaan sholawat 10x, sebagai berikut :

Tentu saja, apa yang saya tulis di atas bukanlah ijazah,


karena saya bukan ahlinya, namun sebuah contoh dari apa yang
saya ikhtiarkan untuk meminta kekayaan kepada Allah Swt,
baik di dunia dan di akhirat. Doa dan wirid ini bersumber dari
niat dan keridloan Maulana al-Mursyid Luthfi bin Yahya yang
telah mengajarkannya kepada santri-santrinya.

Yang jauh lebih penting adalah masing-masing diri kita


menemukan alasan yang benar untuk menjadi kaya. Bukan cita-
cita kaya yang terlahir dari butanya mata hati kita dengan dunia.
Bukan cita-cita kaya yang mendesak-desak batin kita, karena
ketiadaan kesabaran dalam menghadapi kesederhanaan hidup.
Jangan-jangan kita kaya di dunia, namun ‘bangkrut’ di akhirat,
karena salah menemukan alasan, sehingga menjadi alasan
Allah Swt untuk menjauhkan diri kita dari kebahagiaan di
akhirat kelak.

Kaya yang kita persembahkan untuk umat, bukan untuk

156
Kumpulan Kesaksian dan Kisah Hikmah

diri dan keluarga kita semata. Seperti sering saya ingatkan


kepada umat, khususnya jamaah al-Inshof, bahwa “Jika engkau
ingin membahagiakan umat ini dengan harta, lalu kaubagi-
bagikan, maka sebanyak apapun hartamu tidak akan pernah
cukup. Ingatlah kebahagiaan itu terletak pada iman dan
keyakinan yang benar. Maka gunakan hartamu untuk berdakwah
jika engkau ingin membahagiakan umat”16. Kekayaan yang
hasilnya adalah iman di hati umat yang semakin kokoh keya-
kinannya. Bukan semata, kekayaan yang kita bagikan dalam
bentuk materi, yang mengenyangkan perut tetapi belum tentu
menguatkan iman yang ada di dalam dada.

Mudah-mudahan apa yang telah saya putuskan untuk diri


saya tentang cita-cita kaya ini, mencocoki apa yang dilakukan
oleh al-Sayyid Muhammad Alwi al-Maliki. Saat beliau ditanya,
mengapa menggunakan pakaian dan kendaraan yang bagus,
beliau menjawab, “Tidaklah aku melakukan ini, kecuali
(untuk menghormati ilmu dan untuk mendakwahkan ilmu ter-
sebut)”. Apa yang beliau ucapkan, sungguh satu makna dengan
nasehat para guru mulia di atas. Mudah-mudahan makna itulah
yang semakin kuat tertancap di dalam batin saya.

16
Dari kumpulan meme dakwah al-Inshof

157
Tahu Menceng

158
Kumpulan Kesaksian dan Kisah Hikmah

Ke-Khoriq-an
(Keanehan)
Cerita ini berasal dari seorang teman seperjuangan dalam
jalan dakwah ahlu sunnah wal-jamaah ini. Beliau adalah Kiai
Muhim, kiai muda asli Ponorogo, santri dari al-Syaikh KH.
Mahrus Termas Pacitan. Kami sering bertemu di kota Madiun
dan Ponorogo, saat saya menghadiri undangan dakwah di
sekitar kota-kota tersebut. Kami saling berbagi ilmu, mendis-
kusikan tantangan dakwah, dan saling mengambil nasehat yang
bersumber dari keberkahan ilmu guru kami masing-masing.

Kiai Muhim juga berguru kepada al-Habib Musthofa bin


Abu Bakar Ba’abud Kediri. Dari dawuh gurunya ini, Kiai Muhim
menggelar majelis maulid dan sholawat Burdah di Masjid Agung
Ponorogo dan beberapa titik di kota Ponorogo. Tahun ini,
tepatnya 8 Desember 20161, saya diundang Bupati Ponorogo
untuk memberikan mauidzoh di pendopo Kabupaten
Ponorogo dalam sebuah majelis maulid.

1
8 Rabiul Awwal 1438 H

159
Tahu Menceng

Kiai Muhim ikut menjemput saya dan mengantarkan saya


ke rumah H. Sugeng untuk transit. Beliau salah satu wakil ketua
Tanfidziyah PCNU Ponorogo yang luar biasa2. Kemudian,
cerita dari Kiai Muhim di mulai. Cerita tentang ke-khoriq-an
(keanehan) yang lazim bagi ulama ahlu sunnah wal-jamaah.

Walaupun lazim, tetapi cerita-cerita keanehan-keanehan


baru, selalu saya rindukan. Bagi saya, cerita-cerita itu menjadi
vitamin rohani yang special. Cerita yang menjadikan saya
semakin takdzim kepada para guru-guru mulia. Cerita yang
membuat saya selalu merasa rendah, menghancurkan gum-
palan ke-aku-an diri, dan merasa betapa jauhnya kedudukan
seorang murid dibandingkan kedudukan seorang guru.

Kiai Muhim mendapatkan cerita ini dari KH. Ihya’


Ulumuddin, Pujon, Malang. Kiai Ihya menyatakan bahwa
kekhoriqan guru dalam cerita ini sebenarnya bukanlah hal yang
aneh. Cerita-cerita ini dianggap aneh dan mengherankan
dikarenakan cerdasnya seorang guru dan tidak pahamnya
seorang murid dengan kecerdasan seorang guru. Seorang
murid yang belum memahami bagaimana seharusnya mem-
praktekkan ilmu untuk menggapai puncak-puncak ketaqwaan.

Saat itu, beliau berdua, Kiai Muhim dan Kiai Ihya, bertemu
di Pondok Pacet Mojokerto dalam sebuah Majelis Muasholah.
Kiai Ihya menceritakan tentang keanehan gurunya al-Arifbillah
al-Alimul Allamah al-Sayyid Muhammad bin Alwi al-Maliki saat
melakukan safari dakwah ke Indonesia pada tahun 1985. Beliau
diminta untuk menemani perjalanan dakwah gurunya selama
di Indonesia.

2
Lihat cerita : Jawaban untuk Istri H. Sugeng

160
Kumpulan Kesaksian dan Kisah Hikmah

Al-Sayyid Muhammad bin Alwi al-Maliki tiba di Jakarta


dengan membawa 2 (dua) koper uang dalam bentuk dollar
Amerika. Beliau berkata, “Jika ada orang Jakarta yang mau mene-
rima kedatanganku, maka aku akan tidur di rumahnya tapi jika
tidak, kita harus mencari hotel untuk menginap”. Memang, tahun-
tahun itu, nama beliau belum dikenal oleh banyak ulama di Jawa.

Al-Sayyid Muhammad bin Alwi al-Maliki memilih salah satu


hotel terbaik di Jakarta dan memesan kamar terbaik, Presi-
dent Suite Room. Setelah masuk ke dalam kamar yang sangat
mewah, beliau meminta Kiai Ihya untuk membelikan tikar.
Setelah Kiai Ihya mendapatkannya, Al-Sayyid Muhammad bin
Alwi al-Maliki tidur di atas tikar tersebut.

Kiai Ihya bingung. Aneh bagi akal dan batinnya dengan


apa yang diperbuat oleh gurunya. Kiai Ihya memberanikan diri
bertanya saat sedang memijiti tubuh gurunya, “Ya Sayyid, anda
telah membayar kamar terbaik, mengapa malah memilih tidur
di atas tikar?”

Al-Sayyid Muhammad bin Alwi al-Maliki memahami kebi-


ngungan murid seniornya ini. Beliau menjawab, “Ketahuilah
yang memerintahkan aku berdakwah kemari adalah Rasulullah
Saw. Maka, kedudukanku lebih mulia dari seorang Presiden. Jika,
ada kamar yang lebih baik dari kamar ini, aku akan memba-
yarnya”.

Kemudian, beliau melanjutkan, “Adapun tidurku adalah


karena keinginanku sendiri, maka tikar inilah yang pantas untuk
diriku ini”.

Barulah, Kiai Ihya paham dengan kejeniusan perilaku


gurunya. Mahabbah Al-Sayyid Muhammad bin Alwi al-Maliki

161
Tahu Menceng

yang sempurna kepada Rasulullah Saw mengharuskan beliau


menghormati dirinya sendiri dengan sempurna, demi hormat
atas kedudukan beliau sebagai utusan Rasulullah Saw. Peng-
hormatan itu sebagai ketakdziman kepada yang memiliki
perintah, yaitu Rasulullah Saw.

Kiai Ihya juga takjub dengan istiqomahnya sang guru


dengan kesederhanaan. Sehingga di tempat mewah itu, Al-
Sayyid Muhammad bin Alwi al-Maliki tidak merasa sayang
untuk melewatkan tidur di atas kasur mewah. Gurunya memi-
liki kesempurnaan batin yang tidak silau dengan kemewahan
dunia.

Kemudian, al-Sayyid Muhammad Alwi al-Maliki melan-


jutkan perjalanan dakwahnya, yaitu mencari pondok pesantren
yang tepat untuk menerima bantuan beliau. Beliau telah
meniatkan 2 (dua) koper uangnya untuk mengembangkan
dakwah ahlu sunnah di Indonesia, khususnya Pulau Jawa.

Al-Sayyid Muhammad bin Alwi al-Maliki melanjutkan


perjalanan dakwahnya sampailah di sebuah pondok pesantren
di daerah Bekasi. Setelah tiba, Kiai Ihya’ melihat sebuah pondok
pesantren dengan semangat optimisme yang tinggi. Calon-
calon bangunan baru, dengan besi-besi cor yang menjulang
tinggi sudah persiapkan. Jelas sekali, pondok pesantren itu
membutuhkan bantuan dana yang besar untuk menyelesaikan
bangunan-bangunan baru.

Setelah panitia mengajukan bantuan dana kepada al-Sayyid


Muhammad bin Alwi al-Maliki, beliau bertanya, “Berapa santri
yang ada di sini?” Panitia menjawab, “50 santri”. Beliau bertanya
kembali, “Di mana kamar-kamar mereka tidur, apakah sudah
mencukupi?” Panitia menjawab, “Sudah, Ya Sayyid”. Beliau terus
162
Kumpulan Kesaksian dan Kisah Hikmah

bertanya, “Lalu untuk apa besi-besi cor yang menjulang tinggi


itu?” Panitia menjawab, “Untuk kamar-kamar baru bagi santri.
Rencana kami bangunan 3 (tiga) lantai, Ya Sayyid”.

Namun, Al-Sayyid Muhammad bin Alwi al-Maliki berkata


kepada Kiai Ihya, “Ayo pergi! Kita pergi! Saya tidak akan
membantu di sini”. Kiai Ihya kaget dengan keputusan gurunya.
Bukankah pondok pesantren ini, benar-benar membutuhkan
bantuan? Kiai Ihya bertanya, “Kenapa Ya Sayyid?”. Al-Sayyid
Muhammad bin Alwi al-Maliki berkata, “Pola pikir pengasuh
pesantren ini tidak sehat, bukankah santrinya hanya 50 orang?
Kenapa harus membangun bangunan hingga lantai tiga? Apakah
dia bisa menjamin akan memiliki santri yang jauh lebih banyak?”

Kiai Ihya diajarkan gurunya sebuah nasehat agar mema-


hami perbedaan tipis antara optimisme dan takalluf (memak-
sakan diri). Jangan-jangan diri kita berbuat takalluf tapi
membungkusnya dengan kalimat optimisme, kemajuan,
melihat masa depan, visioner dan sebagainya. Padahal
kebutuhan-kebutuhan lain yang lebih penting masih banyak.
Seperti, 2 (dua) koper milik Al-Sayyid Muhammad bin Alwi
al-Maliki yang belum mendesak untuk membantu pesantren
yang bervisi ke depan itu. Saya teringat dengan nasehat Imam
Ghazali, “Bukankah banyak orang bercerai berai karena
memaksakan diri?”

Perjalanan di lanjutkan, dan sampailah di kota Batu,


Malang. Sebuah tim pembangunan pondok pesantren
mengajukan permohonan pembelian kebun apel seluas 4 ha.
Transaksi sudah berjalan, namun semuanya tiba-tiba berubah
saat Al-Sayyid Muhammad bin Alwi al-Maliki bertanya, “Tanah
4 ha ini untuk apa saja?” Tim pembangunan menjawab, “ Ya

163
Tahu Menceng

Sayyid, yang 2 ha untuk bangunan pondok pesantren, sedangkan


yang 2 ha tetap sebagai kebun apel untuk menopang ekonomi
pondok”.

Al-Sayyid Muhammad bin Alwi al-Maliki berkata, “Tidak


jadi. Tawakkalmu salah, kamu bersandar kepada apel”. Kiai Ihya
sekali lagi dibuat kaget. Tidak bolehkah pondok pesantren
memiliki jaminan kehidupannya dari awal?

Perjalanan dakwah berlanjut di Pondok Pesantren Dalwa,


Darul-Lughoh wal-Dakwah Bangil, Pasuruan. Al-Sayyid
Muhammad bin Alwi al-Maliki menemukan pondok pesantren
dengan santri yang cukup banyak sehingga bangunan pondok
tidak mampu menampung para santri. Sebagian santri tinggal
di rumah-rumah warga yang telah dikontrak oleh pondok. Di
sinilah, uang beliau diberikan.

Kiai Ihya mendapatkan pelajaran berharga dari gurunya,


tentang kecerdasan menginfakkan harta. Terlebih, untuk harta
dalam jumlah yang banyak. Sebelum bersedekah, kita harus
menjadi orang-orang yang benar cerdas dalam mengfungsikan
harta. Bukan sekedar bersedekah, tetapi benar-benar menge-
tahui niat dan arah penggunaan harta tersebut.

Pelajaran yang tidak kalah penting adalah harta bukan


segala-galanya dalam perjuangan dakwah . Harta tidak boleh
dijadikan asas utama dalam usaha-usaha dakwah, terutama
dalam pendirian pondok pesantren.

Kiai Ihya mengalami gemblengan dari pelajaran terakhir


di atas. Sebagai santri senior dari Al-Sayyid Muhammad bin
Alwi al-Maliki, beliau pulang tanpa dibekali modal berupa uang
ataupun harta lainnya, yang biasa diberikan gurunya kepada

164
Kumpulan Kesaksian dan Kisah Hikmah

santri-santrinya sebagai bekal dakwah di negerinya masing-


masing.

Kiai Ihya dibekali keanehan-keanehan gurunya dalam


membelanjakan harta. Keanehan yang mengajarkan beliau
kejelian menjalani ketaqwaan dan kekuatan tawakal kepada
Allah Swt.

165
Tahu Menceng

166
Kumpulan Kesaksian dan Kisah Hikmah

Cerita 5

Kehidupan
Barzakhiyyah Para
Maha Guru Sarkub

167
Tahu Menceng

168
Kumpulan Kesaksian dan Kisah Hikmah

Sarkub
ala al-Inshof
Apakah sarkub, ‘sarjana kuburan’ itu? Nah, apa yang ada
di pikiran pembaca? Sarjana yang kuliah di kuburan. Sarjana
yang diwisuda di kuburan. Berhasil menjadi sarjana setelah
mendatangi sebuah kuburan. Berhasil menjadi sarjana karena
berkahnya kuburan. Sarjana yang ahli tentang kuburan. Atau
bahkan, sarjana yang kuliah di jurusan kuburan.

Istilah sarkub, ‘sarjana kuburan’ semakin populer di me-


dia sosial. Sebagian santri-santri muda yang ‘unjuk gigi’ di me-
dia sosial, dengan tulisan-tulisan cerdasnya, memperkenalkan
diri dengan ‘gelar akademik’ S.Kub, yaitu sarjana kuburan.
Tentu saja, tidak ada jurusan kuburan di Perguruan Tinggi Is-
lam. Uniknya, santri-santri ahli ziarah ini sebagian adalah asli
mahasiswa, bahkan memiliki gelar sarjana sungguhan.

Saya tertarik untuk menuliskannya di sini, sebab bahasa


sarkub langsung datang dari guru-guru kami. Jalan sarkub
adalah bagian utama dari gerakan dakwah guru-guru mulia.

169
Tahu Menceng

Baik tersurat dan tersirat, di dalam majelis-majelis ilmu


maupun amaliyah keseharian mereka. Dan tentu saja,
menjadi bagian inti dari gerakan dakwah saya di pondok
pesantren al-Inshof.

Maka, tidak mengherankan jika sebagian dari sarkub ini


adalah kiai-kiai muda yang sangat bangga dengan aktivitas
ziarahnya. Mereka, para penggila ziarah ini, menemukan
perkuliahan yang lebih hebat dibandingkan dengan bangku
kuliah di kampus. Yaitu, kuliah yang tidak mengenal kata lulus.
Kelulusan dari sarjana kuburan adalah dengan terus menjalani
kuliah. Saat berhenti kuliah, gelar ‘sarkub’ dengan segala
hormat, sesuai etika dan kepatutan, harus dilepaskan.

Bahkan di lingkungan santri NU, sarkub lebih berharga


daripada gelar sarjana apapun. Sebab, tanpa melazimi tradisi
ziarah, seseorang tidak layak mengaku sebagai santri NU.
Bukan NU, jika bukan pecinta sejati para wali. Dengan menjadi
sarkub, seseorang memiliki kepantasan untuk diakui sebagai
santri NU ataupun jamaah NU.

Mungkin ada pertanyaan, mengapa tidak memilih gelar


sarjana pengajian ataupun sarjana pesantren? Apakah dengan
ziarah seseorang mendapatkan tambahan materi ilmu? Siapa
yang mengajar? Jika ingin melawan monopoli gelar keilmuan
di perguruan tinggi, bukankah pilihan sarjana pesantren lebih
tepat?

Saya ingin menjawab makna sarkub dengan kisah kedua


guru saya dari Kudus. Beliau berdua adalah kakak beradik.
Namun, dengan pertimbangan mendalam dan ketakdziman
saya sebagai murid, mohon maaf, saya tidak bisa memper-
kenalkan nama keduanya. Saya mengantar beliau berdua untuk
170
Kumpulan Kesaksian dan Kisah Hikmah

sowan kepada al-Arifbillah al-Alimul Allamah al-Mursyid Kammil


Mukammil Maulana al-Mursyid al-Habib Muhammad Luthfi bin
Yahya Pekalongan. Semoga Allah memanjangkan umur beliau
fi sihhatin wa’afiyah.

Di dalam mobil, kami bertiga telah rembugan1 tentang


keperluan yang akan kami haturkan kepada Maulana al-Mursyid
al-Habib Muhammad Luthfi bin Yahya, yang kami yakini bening
dan awas mata batinnya. Kami, para muridin dan muhibbin,
setiap saat merepotkan beliau dengan keluh kesah kesulitan
hidup. Sungguh berat bukan, tugas seorang guru?

Sang kakak berniat sowan dengan tujuan silaturahmi,


ngalap berkah dan memohon doa kelancaran segala urusan,
terutama yang terkait dengan kemajuan pondok dan santri.
Sang adik, berniat sama, namun beliau memiliki sebuah
urusan dunia yang sangat penting. Guru saya ini memiliki
dagangan berton-ton bekatul yang belum terjual. Modal yang
beliau miliki telah habis. Jika tidak segera laku, berton-ton
bekatul ini akan rusak. Beliau telah berusaha maksimal,
namun tanpa hasil. Tidak ada pilihan, kecuali mengembalikan
permasalahan ini kepada Allah Swt, melalui hamba-hamba-
Nya yang bertakwa.

Kami sowan kepada Maulana al-Mursyid al-Habib


Muhammad Luthfi bin Yahya, di rumah putra beliau, al-Habib
Husein bin Luthfi bin Yahya. Seingat saya, waktu itu, rumah
beliau sedang direnovasi. Saya membuka pintu rumah dan kami
melihat Maulana al-Mursyid al-Habib Muhammad Luthfi bin
Yahya sedang duduk dikelilingi para tamu. Inilah, aktivitas
keseharian beliau yang dengan sabar merelakan waktunya

1
bermusyawarah

171
Tahu Menceng

untuk melayani kebutuhan umat. Tidak mengenal jam kerja.


Tidak mengenal hari libur.

Inilah adab yang indah antar para ulama. Para kiai berebut
kerendahan hati dengan saling meminta keberkahan doa di
antara mereka. Inilah hikmah dari Allah Swt menjadikan doa
orang lain lebih makbul dari doa diri kita sendiri. Kedua guru
saya memahami pentingnya saling meminta doa ini, terlebih
dari seorang ulama yang merupakan ahlu bait, bagian dari cucu
Rasulullah Saw.

Inilah salah satu hikmah dari perkataan Abu Bakar al-


Shiddiq r.a berkata,

“Demi jiwaku yang ada di genggaman-Nya, aku lebih


menyukai bersilaturahmi dengan kerabat Rasulullah Saw diban-
dingkan dengan kerabatku sendiri”. (HR. Bukhori)

Maulana al-Mursyid al-Habib Muhammad Luthfi bin Yahya


melihat ke arah saya dengan ceria, senyum beliau mengembang
membasahi batin ini. Ada kesejukan yang mengalir dari
pancaran wajah beliau yang teduh penuh kasih sayang. Hati
saya yang kering karena kerinduan tiba-tiba basah, tenang,
dan damai.

Namun, setelah kedua guru saya masuk dan duduk,


Maulana al-Mursyid al-Habib Muhammad Luthfi bin Yahya
menjadi tampak serius raut muka beliau. Senyum dan tawa
beliau yang mengembang di depan para tamu tiba-tiba

172
Kumpulan Kesaksian dan Kisah Hikmah

berubah. Seolah ada respon khusus dengan kehadiran beliau


berdua secara langsung dari ahlul-khusus2 Maulana al-Mursyid
al-Habib Muhammad Luthfi bin Yahya. Tiba-tiba, Maulana al-
Mursyid al-Habib Muhammad Luthfi bin Yahya berbicara di
depan seluruh para tamu tentang berbagai perkara yang sesuai
dengan rembugan kami di dalam mobil.

Tanpa terlebih dahulu bertanya dan menunggu giliran tamu


pulang, Maulana al-Mursyid al-Habib Muhammad Luthfi bin
Yahya mulai menjawab apa yang kami simpan di dalam hati.
Beliau berkata “(Akeh wong alim, jan alim tenan, tapi kenopo
kok kurang mencorong ilmune) Banyak orang alim, dan memang
benar-benar alim, tetapi kenapa kurang bersinar ilmunya?”

Dengan penuh adab, Maulana al-Mursyid al-Habib


Muhammad Luthfi terlebih dahulu meminta maaf kepada
tamu-tamu beliau yang sebagian besar adalah para kiai.
Menurut beliau, terdapat 3 (tiga) penyebab ilmu yang kurang
bersinar. Pertama, kurangnya sholawat kepada Rasulullah Saw.
Kedua, kurangnya silaturahmi kepada ahlu bait Rasulullah Saw.
Ketiga, kurangnya berkunjung kepada para aulia, baik yang
masih hidup maupun yang telah wafat.

Dawuh lainnya dari beliau adalah tentang sebab-sebab


mendapatkan rejeki lancar dan barokah. Uniknya, Maulana
al-Mursyid al-Habib Muhammad Luthfi bin Yahya menasehat-
kan amalan serupa dengan solusi bagi ilmu yang kurang
bersinar. Pertama, dengan memperbanyak sholawat. Kedua,
ijazah jalbur rizki3 selain sholawat adalah ziarah makam para

2
Seorang hamba yang dikaruniai Allah Swt kekhususan (keistimewaan), terutama
dalam ketajaman ruhani
3
Secara bahasa bermakna penarik rejeki

173
Tahu Menceng

wali di daerah kita masing-masing, paling tidak seminggu sekali,


bergantian dari satu wali ke wali lainnya.

Maulana al-Mursyid al-Habib Muhammad Luthfi bin Yahya


memberikan contoh, “Malam Jum’at ini di makam Mbah
Arwani, malam jum’at berikutnya di makam Mbah Shodiq4". Dari
contoh beliau ini, ziarah yang dimaksud bukan terbatas hanya
kepada wali-wali yang masyhur, seperti Sunan Kudus, namun
siapapun waliyullah di daerah kita masing-masing.

Setelah menyaksikan langsung ketajaman mata batin


Maulana al-Mursyid al-Habib Muhammad Luthfi bin Yahya,
beliau berdua dapat mencurahkan kebutuhan-kebutuhannya
secara langsung kepada Maulana al-Mursyid al-Habib Muham-
mad Luthfi bin Yahya. Beliau berdua meminta doa keberkahan
dan kelancaran dalam berdakwah. Terkhusus sang adik,
meminta doa kelancaran urusan dagangan puluhan ton bekatul
yang belum terjual.

Singkat cerita. keajaiban yang diharap-harap itu diturun-


kan Allah Swt. Dalam hitungan minggu, berton-ton bekatul
itu terjual.

Namun, saya pulang dengan membawa sebuah tanda


tanya besar di dalam hati. Apa hubungannya, rejeki yang lancar
dan barokah dengan ilmu yang bermanfaat dan barokah?
Mengapa Maulana al-Mursyid al-Habib Muhammad Luthfi bin
Yahya memberikan ijazah yang sama, kunci dan jalan keluar
yang sama? Yaitu ziarah para wali. Saya merenung hubungan
wali, ilmu, dan rejeki. Bagaimana penjelasan syar’inya?

4
Seorang waliyullah di desa Piji, Dawe, Kudus. Beliau adalah mursyid thoriqoh
Qodiriyah wa Naqsabandiyah

174
Kumpulan Kesaksian dan Kisah Hikmah

Penulis terus berfikir dan teringat kesetiaan beliau


berziarah ke makam al-Arifbillah al-Alimul Allamah al-Habib
Abu Bakar bin Yahya Gritan, Pekalongan. Demikian pula
kesetiaan al-Mursyid KH. Shobibur-Rahman yang setiap hari
berziarah ke makam Sunan Muria. Al-Syaikh KH. Abdullah
Salam yang setiap tengah malam membangunkan keluarganya
untuk berziarah ke makam al-Syaikh KH. Mutamakkin Kajen
Pati. Inikah bagian dari bukti ijazah beliau?

Pada Ahad malam Senin (5 Desember 2016), saya


menanyakan tanda tanya itu langsung kepada Maulana al-
Mursyid al-Habib Muhammad Luthfi bin Yahya. Saat itu, saya
menemani beliau di kamar. Beliau membuka jawabannya
dengan mengingatkan saya dengan sabda Rasulullah Saw5,

“Akan datang suatu masa kepada umatku, di mana mereka


meninggalkan para ulama dan fuqoha. Maka Allah Swt akan
menurunkan tiga macam adzab-Nya kepada mereka. Pertama,
dicabutnya keberkahan dari segala usahanya. Kedua, dijadikannya
penguasa yang dzalim kepada mereka. Dan ketiga, mereka akan
keluar dari dunia (mati) tanpa membawa iman.”

5
Nashoihul Ibad

175
Tahu Menceng

Kemudian beliau menegaskan, “Demikian pula sebaliknya”.


Dari sini dapat kita pahami, bahwa barangsiapa yang mendekat
kepada ulama dan fuqoha, maka Allah Swt akan menjadikan
keberkahan dalam setiap usahanya, dijadikan penguasa yang
adil, dan ditambahkan keimanannya. Terlebih para ulama dan
fuqoha yang berhasil mencapai puncak-puncak cinta dan
kebersamaan dengan Allah Swt, yaitu para waliyullah. Beliau
menjelaskan, yang dimaksud para ulama dan fuqoha adalah
mereka yang masih hidup maupun yang telah wafat.

Malam itu, Maulana al-Mursyid al-Habib Muhammad


Luthfi bin Yahya menambahkan ijazah untuk mendapatkan rizki
lancar barokah dan mendapatkan ilmu yang bermanfaat dan
barokah adalah dengan menziarahi orang tua yang telah
meninggal. Rasululah Saw bersabda :

“Barangsiapa menziarahi kuburan kedua orang tuanya atau


salah satu dari keduanya, setiap hari Jum’at, maka Allah akan
mengampuninya dan mencatatnya sebagai anak yang berbakti”
(HR. Thabrani)

Dengan berziarah kepada orang tua, kita akan dicatat


sebagai anak yang berbakti. Bukankah anak yang berbakti
adalah anak yang berhasil mendapat ridlo orang tua? Jika
seseorang mendapat ridlo orang tuanya, bersama dengan
keridloan orang tua terdapat keridloan Allah Swt. Dengan ridlo
Allah Swt, keberkahan dalam setiap hal dalam kehidupan, akan
dengan mudah kita raih.

176
Kumpulan Kesaksian dan Kisah Hikmah

Maulana al-Mursyid al-Habib Muhammad Luthfi bin Yahya


juga memberikan penjelasan dari sabda Rasulullah Saw

“Barangsiapa yang ingin dilapangkan rejekinya dan


dipanjangkan umurnya maka, maka hendaklah dia menyambung
tali silaturahmi”. (HR. Bukhori Muslim)

Dengan qiyas aulawi, dapat kita tegaskan bahwa jika


menyambung hubungan dengan sesama muslim tanpa melihat
kualitas ketakwaannya, Allah Swt menjanjikan pintu rejeki, lalu
bagaimana jika kita menyambung hubungan dengan seorang
kekasih Allah Swt? Pastilah, pintu rejeki yang terbuka jauh lebih
lebar dan lebih mudah untuk mendapatkannya.

Dari kisah di atas, saya memaknai sarkub adalah sese-


orang yang mendapat keberkahan, terutama ilmu, dari para
kekasih Allah Swt yang telah dikubur di dalam kubur dan
keberkahan itu patut untuk disyukuri, sebab menjadikan se-
seorang lebih cerdas dalam memahami dan menghadapi
kehidupan ini.

Hal ini, ibarat seorang sarjana yang menjadi lebih cerdas


karena mendapatkan pengetahuan dari bangku kuliah. Namun
bedanya sarkub mendapatkan kecerdasan rohani berupa
bersinarnya ilmu dan keberkahan rejeki. Kedua hal itu, sama
sekali tidak digaransi di perguruan tinggi.

Siapakah yang tidak ingin menjadi sarkub? Mendapat


garansi ilmu yang bermanfaat dan barokah serta rejeki lancar
177
Tahu Menceng

dan barokah. Tentu saja dengan ilmu, niat dan adab yang benar.
Satu lagi, dengan istiqomah dan penuh kegembiraan.

178
Kumpulan Kesaksian dan Kisah Hikmah

Sarkub
Ala Maulana al-Mursyid
al-Habib Muhammad
Luthfi bin Yahya
Guru kami, Maulana al-Arifbillah al-Alimul Allamah al-
Mursyid Kammil Mukammil al-Habib Muhammad Luthfi bin
Yahya juga mahaguru sejati bagi para sarkub. Selama saya
nyantri di rumah beliau, saya mengetahui beliau sangat sering
berziarah ke makam Maulana al-Arifbillah al-Alimul Allamah
al-Habib Abu Bakar bin Yahya Gritan, terutama pada malam
hari. Beliau sering mengajak istri, dan keluarga beliau untuk
menanamkan ideologi sarkub itu sendiri.

Di dalam kompleks makam, Maulana al-Mursyid al-Habib


Muhammad Luthfi bin Yahya membangun kolam ikan yang
indah, sebagai fasilitas bagi peziarah. Beliau menjadikan makam
al-Habib Abu Bakar bin Yahya Gritan sebagai salah satu markas
dakwah. Para guru mulia, dari kalangan Habaib dan kiai,
mendiskusikan perkembangan dakwah ahlu sunnah wal-jamaah
bersama Maulana al-Mursyid al-Habib Muhammad Luthfi bin
Yahya di dalam kompleks makam. Dengan disaksikan al-Habib

179
Tahu Menceng

Abu Bakar bin Yahya berbagai keputusan dakwah dirumuskan.

Beliau seringkali menerima kedatangan para ulama,


muridin, dan muhibbin di dalam kompleks makam. Suatu hari,
saya sowan kepada beliau di dalam area makam al-Habib Abu
Bakar bin Yahya. Saat saya mendekat, Maulana al-Mursyid al-
Habib Muhammad Luthfi bin Yahya berkata, “ Ziarah dulu …
sana … ziarah dulu” . Saya diingatkan Maulana, bahwa saya
sedang memasuki rumah al-Habib Abu Bakar bin Yahya. Sudah
seharusnya, saya mengetuk pintu shohibul makam terlebih
dahulu dengan penuh ketakdziman.

Bukan hanya dengan melazimi ziarah, jalan sarkub


Maulana al-Mursyid al-Habib Muhammad Luthfi bin Yahya yang
lain adalah membangun makam para aulia dan membesarkan
peringatan haul para aulia. Beliau membangunkan madrasah-
madrasah baru bagi para sarkub. Beliau mensyiarkan maha
guru-maha guru baru bagi para sarkub. Sehingga kehidupan
‘akademik ruhani’ di universitas para sarkub semakin semarak.

Semakin banyak syiar makam aulia, baik dengan haul dan


ziarah, semakin dekat jalan keberkahan kepada umat. Semakin
banyak aulia mengaminkan doa para sarkub, semakin ramai
malaikat ikut bermunajat kepada Allah Swt. Semakin ramai
makam para aulia adalah garansi bagi kedamaian dan
kemakmuran bangsa dan negara.

Suatu waktu, Maulana al-Mursyid al-Habib Muhammad


Luthfi bin Yahya pernah membeli sebuah tanah di belakang
sebuah masjid di kota Semarang. Beliau berniat memindahkan
masjid tersebut ke belakang. Mengapa masjid itu harus digeser?
Untuk memberikan ‘ruang kelas’ yang lebih nyaman bagi para
sarkub. Ya, di salah satu titik di dalam masjid tersebut terdapat
180
Kumpulan Kesaksian dan Kisah Hikmah

makam al-Arifbillah al-Alimul Allamah al-Habib Hasan bin


Thoha bin Yahya1. Beliau adalah ayah dari shohibul Ratib al-

1
Beliau dikenal sebagai Syaikh Kramat Jati dan menantu Sultan Hamengku Buwono
(HB) II. Lahir di Cirebon dari pasangan al-Habib Thoha bin Muhammad al-Qadhi
bin Yahya dengan Syarifah Fathimah binti Husain bin Abu Bakar bin Abdullah Al-
Aydrus. Dalam bimbingan ayahnya telah hafal al-Qur’an sejak usia 7 (tujuh) tahun
dan beranjak dewasa telah menghafal beberapa kitab hadits, fiqh dan lainnya.
Beliau mengalami perjalanan keilmuan yang panjang, mulai dari Haromain,
Tarim, Mesir, Maghrobi dan India. Beliau belajar berbagai disiplin ilmu dan
mendapatkan ijazah yang sempurna dari para mahaguru di zamannya. Termasuk
dalam ilmu thoriqoh, beliau mendapatkan ijazah dari beberapa wali qutb di zamannya.
Al-Habib Hasan bin Thoha bin Yahya juga melakukan perjalanan ziarah selama
menuntut ilmu di berbagai kota tersebut. Setiap makam aulia, beliau ambil
keberkahannya, terutama para aulia dari jalur nasab beliau.
Perjalanan dakwahnya dimulai dari India, Maroko, Somalia, Malaysia, hingga
masuk Indonesia. Beliau banyak mengambil pelajaran dari penjajahan Inggris
dan Perancis di beberapa Negara yang beliau singgahi. Di India, beliau mengajar-
kan keahlian pertanian kepada non-muslim sebagai bagian dari dakwah beliau.
Al-Habib Hasan bin Thoha bin Yahya masuk Indonesia melalui Palembang,
kemudian ke Banten. Beliau diangkat sebagai Mufti Besar Banten oleh Sultan
Rofiuddin, Sultan terakhir Demak. Bersama Sultan Rofiuddin, dengan
menggabungkan kekuatan Banten dan Cirebon, beliau berjuang mengusir
penjajah Belanda. Setelah, Sultan Rofiuddin tertangkap dan diasingkan di
Surabaya, beliau meneruskan perjalanan dakwahnya ke kota Pekalongan.
Beliau membangun masjid dan pesantren di daerah Kepuntran, Pekalongan.
Pengaruh dakwah beliau sangat luas hingga kota Semarang, sehingga Belanda
merasa khawatir dan membakar pesantren beliau. Kemudian, al-Habib Hasan
bin Thaha bin Yahya mengungsi ke desa Kramat, Kaliwungu.
Kisah kepahlawanan beliau membuat kagumSultan Hamengku Buwono II yang
memutuskan untuk mengangkat beliau sebagai menantu. Kemudian, Sultan
memberikan beliau hadiah berupa tanah perdikan di desa Jomblang, Semarang.
Beliau dikenal sebagai orang yang dermawan. Dengan sembunyi-sembunyi,
sehabis sholat malam, beliau membagi-bagikan beras, jagung, dan uang kepada
fakir miskin, terutama janda dan anak yatim.
Al-Habib Hasan bin Thoha bin Yahya melanjutkan dakwahnya di kota Semarang
hingga wafat. Beliau di makamkan di depan pengimaman Masjid Al Hidayah
Taman duku Lamper Kidul Semarang.

181
Tahu Menceng

Kubro2, al-Arifbillah al-Alimul Allamah al-Habib Thoha bin


Yahya. Seorang waliyullah, mahaguru bagi para sarkub yang
merupakan kakek Maulana al-Mursyid al-Habib Muhammad
Luthfi bin Yahya.

Persoalannya, bagaimana dengan jamaah dan masyarakat


yang belum mengikuti kelas para sarkub? Apakah mereka bisa
menerima bahwa seolah-olah sebuah makam lebih dimuliakan
daripada sebuah masjid? Bagaimana mungkin rumah seorang
waliyullah lebih mulia daripada rumah Allah Swt? Sebegitu
penting dan tinggikah kedudukan makam para wali? Para
sarkub sedang diuji untuk memberikan penjelasan rasional
kepada umat.

Untuk urusan peletakan batu pertama pembangunan


masjid dan makam tersebut, Maulana al-Mursyid al-Habib
Muhammad Luthfi bin Yahya memberikan tugas kepada putra
beliau, al-Habib Muhammad Baha’uddin bin Luthfi bin Yahya,
dan saya. Al-Habib Baha’uddin menunjuk saya untuk
memberikan sambutan, sedangkan beliau sendiri yang akan
meletakkan batu pertama pembangunan masjid.

Saya harus memberikan sebuah sambutan yang bisa


memahamkan dan mendudukkan persoalan kepada masya-
rakat, terutama dari sisi pengertian syariat, tentang pengge-
seran masjid ini. Tugas berat ini, saya khusnudzoni dengan
menyambungkan hati ini kepada keberkahan ilmu guru kami,
Maulana al-Mursyid al-Habib Muhammad Luthfi bin Yahya.
Mudah-mudahan ilmu yang terlintas di dalam hati bagian dari
gerakan hati beliau. Sebab, tatkala al-Habib Muhammad

2
Ratib al-Kubro diijazahkan Maulana al-Mursyid al-Habib Muhammad Luthfi bin
Yahya kepada muridin dan muhibbinnya untuk disyiarkan kepada umat

182
Kumpulan Kesaksian dan Kisah Hikmah

Baha’uddin memberikan tugas itu, saya memandang dalam diri


beliau terdapat bagian dari ayahandanya, Maulana al-Mursyid
al-Habib Muhammad Luthfi bin Yahya.

Saya menjelaskan tafsir dari firman Allah Swt,

“Demikianlah (perintah Allah). dan Barangsiapa


mengagungkan syi’ar-syi’ar Allah, Maka Sesungguhnya itu timbul
dari ketakwaan hati” (al-Hajj : 32)

al-Imam Qurthubi menjelaskan bahwa yang dimaksud


dengan ‘syiar-syiar Allah Swt’ adalah

“Segala sesuatu milik Allah Swt yang di dalamnya terdapat


perkara mensyiarkan diri-Nya dan memberitahukan tentang-
Nya”

Saya menjelaskan lebih lanjut dengan sebuah pertanyaan,


“Sesungguhnya siapakah yang mensyi’arkan Allah Swt, apakah
masjidnya ataukah para wali? … Jika kita urutkan sejarah
berdirinya sebuah masjid bukankah dimulai dari keberadaan para
ulama dan aulia yang mendakwahkan agama Allah Swt? …
Bahkan, merekalah yang mengajarkan kepada umat untuk
mendirikan masjid dan mensyiarkan masjid”.

Saya mengajak hadirin untuk memahami bahwa keber-


adaan agama ini disebuah tempat dimulai dengan keberadaan
ulama di tempat tersebut. Seperti, seluruh umat ini yang

183
Tahu Menceng

mengenal Islam dengan sebab keberadaan Rasulullah Saw.


Maka, bukan perkara yang aneh mensyiarkan Rasulullah Saw,
ahlu bait, dan para aulia. Sebab, tujuan dari mensyiarkan itu
adalah meneruskan apa yang telah mereka syiarkan, yaitu
mengenal Allah Swt. Dan syiar itu telah dijamin oleh Allah Swt
(sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati).

Demikianlah pula yang telah diperjuangkan oleh al-Habib


Hasan bin Thoha. Dengan keberadaan beliau, umat mengenal
Allah Swt dan umat mendirikan masjid-masjid untuk
mengenalkan Allah Swt. Salah satu bagian dari pengenalan
kepada Allah Swt adalah keyakinan bahwa para aulia tetap
hidup di alam barzakh dan terhubung dengan kaum muslimin.

Lalu, bagaimana jika ada pertanyaan bahwa masjid berdiri


di atas tanah wakaf yang ‘tidak boleh’ dipindah-pindah? Kita
harus kembali kepada sejarah tanah itu sendiri, yang
merupakan milik al-Habib Hasan bin Thoha bin Yahya. Tanah
masjid dan sekitarnya yang ditempati warga adalah tanah
hadiah Sultan Hamengku Buwono II kepada beliau.

Siapakah yang mewakafkan tanah tersebut untuk masjid?


Bagaimana sejarah wakaf tersebut? Termasuk, bagaimana
sejarah tanah-tanah di sekitar masjid yang sekarang ditempati
warga? Adakah bukti serah terima kepemilikan tersebut? Lalu,
bagaimana dengan hak para ahli waris al-Habib Hasan bin
Thoha bin Yahya? Adakah ahli waris sepakat dengan pendirian
masjid tersebut? Tentu saja, sulit untuk menelusuri bukti-bukti
hukum di masa lalu dengan masih lemahnya administrasi hak
kepemilikan.

Kami yakin, sebagai seorang pendakwah, tanah-tanah

184
Kumpulan Kesaksian dan Kisah Hikmah

yang ditempati warga adalah bagian dari kebesaran hati beliau


dalam berdakwah. Apapun siap beliau berikan untuk
perjuangan dakwah. Hal itu dibuktikan dengan sejarah panjang
dakwah beliau, termasuk perjuangan melawan Belanda.
Pesantren beliau di Kepuntran rata dengan tanah di bakar oleh
Belanda.

Saya memahami bahwa Maulana al-Mursyid al-Habib


Muhammad Luthfi bin Yahya sebagai salah satu cucu al-Habib
Hasan bin Thoha bin Yahya, ingin mengembalikan kedua-
duanya, baik masjid dan makam kepada fungsinya masing-
masing. Masjid dapat berfungsi normal tidak terganggu aktivitas
para sarkub. Demikian juga sebaliknya, makam dapat menjadi
madrasah yang lebih nyaman bagi para sarkub.

Program takmir dan program para sarkub tidak boleh


lagi berebut ruang. Keduanya hanya perlu mengharmonikan
fungsi masing-masing sehingga menjadi kekuatan dakwah yang
saling menguatkan. Sebab, sejatinya keduanya, baik jamaah
masjid dan jamaah sarkub saling beririsan. Banyak anggota
masyarakat yang menempati dua peran itu sekaligus, ya jamaah
masjid ya anggota sarkub. Demikian pula, para sarkub dari
manapun asalnya pastilah jamaah masjid di tempat asalnya
masing-masing. Masjid ada di dalam setiap jiwa para sarkub.

Kedua fungsi ini menetap di area Masjid Nabawi, yang di


dalamnya terdapat kubah hijau, makam Rasulullah Saw.
Keberadaan makam Rasulullah Saw berawal dari kesepakatan
para sahabat untuk mempertahankan fungsinya sebagai pusat
ziarah umat Islam yang penuh keberkahan. Saat makam
Rasulullah Saw masuk di dalam area masjid dikarenakan
perluasan Masjid Nabawi, dibangunlah kubah hijau, untuk

185
Tahu Menceng

mempertahankan fungsinya sebagai pusat universitas bagi para


sarkub. Walaupun kubah hijau benar-benar terletak di tengah-
tengah Masjid Nabawi, namun keberadaan kubah hijau
menjamin kedua fungsi, baik makam dan masjid, dapat berjalan
beriringan.

Selain itu, sebagai seorang ulama pejuang, pembangunan


makam al-Habib Hasan bin Thoha bin Yahya, penting bagi
negara ini. Bagi para sarkub, makam mulia itu mengajarkan
bahwa Islam dan Nasionalisme bukan dua kutub yang saling
bertentangan. Makam-makam aulia-pejuang harus terus
dibangun untuk para sarkub dan untuk NKRI ini.

Di sisi lain, pembangunan makam aulia selalu membawa


berkah. Seperti disampaikan Maulana al-Mursyid al-Habib
Muhammad Luthfi bin Yahya, bahwa setiap kali berziarah beliau
merasa sangat malu dengan kedudukan para aulia. Dengan
sebab keberadaan makam para aulia, penduduk sekitar
mendapatkan rejeki. Bahkan, jasa angkutan yang jauh dari
makam pun kebagian rejeki. Para aulia mendamaikan para
sarkub, yang berbeda-beda amaliyahnya, ada yang memilih
membaca yasin tahlil, ratib dzikir, qasidah sholawat ataupun
berdoa dengan redaksi yang bermacam-macam. Saling sahut
menyahut, namun tidak ada yang merasa terganggu dan
diremehkan.

Maulana al-Mursyid al-Habib Muhammad Luthfi bin Yahya


memiliki dawuh khusus terkait mengikuti kelas ziarah ini. Beliau
pernah berkata, “Jika ada para kiai, mau mengajak jamaahnya
ziarah ke makam para aulia, perhatikanlah keberkahan yang pasti
akan mereka terima (baik para kiai ataupun jamaahnya)”.

Makam aulia juga menjadi benteng iman bagi para sarkub,


186
Kumpulan Kesaksian dan Kisah Hikmah

dengan berbagai hikmah keberkahan yang mereka alami. Para


aulia memberikan bisyaroh (kabar gembira) berupa pancaran
ilmu dari kuburnya. Memang sejatinya, para sarkub sedang
belajar dan terus belajar.

Terkait hal ini, Allah Swt berfirman,

“Barangsiapa yang Allah menghendaki akan memberikan


kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk
(menerima) Islam” (Al-An’am : 125)

Di dalam tafsir Ibnu Katsir dikisahkan bahwa seorang


sahabat bertanya tentang ayat di atas, “Wahai Rasulullah, apakah
yang dimaksud dengan dada yang diberikan kelapangan ini?”. Beliau
menjawab, “Yaitu dengan adanya cahaya yang dimasukkan ke
dalam hatinya”. Mereka bertanya lagi, “Apakah ada tanda-tanda
untuk mengenalinya?”. Rasulullah Saw menjawab,

“Hatinya semakin tertuju kepada negeri yang kekal


(akhirat), semakin menjauhi negeri yang melalaikan (dunia), dan
bersiap-siap dengan datangnya kematian sebelum maut datang
menjemput”

Dari penjelasan Rasulullah Saw di atas, jelas sekali bahwa


orang yang akan mendapatkan petunjuk adalah mereka yang

187
Tahu Menceng

hatinya selalu terkait dengan kematian. Rasulullah Saw bersabda,

“Ziarahilah kubur, karena dia dapat mengingatkan


kematian” (HR. Muslim)

Salah satu yang diperoleh para sarkub adalah mata


pelajaran kematian. Kemanapun sarkub pergi, dia akan mencari
daftar makam aulia, sebab hatinya yang telah dikuasai oleh
kerinduan untuk bersama para kekasih tersebut. Para sarkub
takut meninggal dalam kesendirian. Dia takut memasuki alam
kubur bersama amalnya yang tanpa garansi. Siapakah yang
menjamin amal kita diterima oleh Allah Swt sehingga menjadi
penolong kita dihadapan-Nya?

Maka, para sarkub terus memperbanyak amal shalih dan


terus menjalin hubungan pribadi dengan para kekasih Allah
Swt. Maka, puncak cita-cita para sarkub adalah mengikuti
perkuliahan yang dihadiri oleh Rasulullah Saw. Beliau Saw
bersabda,

“Barangsiapa berhaji lalu ziarah ke kuburku setelah wafatku,


maka bagaikan ia mengunjungiku saat aku masih hidup.” (HR.
Baihaqi dan Thabrani)

Universitas sarkub langsung didirikan oleh Rasulullah Saw.


Ruang perkuliahan di kubah hijau terbuka 24 jam bagi para
sarkub yang rindu dengan cinta Rasulullah Saw. Kemudian,
Beliau Saw membuka sekolah-sekolah tinggi, akademi-

188
Kumpulan Kesaksian dan Kisah Hikmah

akademi, madrasah-madrasah, hingga ruang kelas-ruang kelas


baru di setiap tempat melalui keberadaan para aulia.

Inilah jawaban al-Arifbillah al-Alimul Allamah al-Habib


Umar bin Hafidz saat di tanya seseorang yang meragukan
bahwa di dalam makam aulia benar-benar terdapat ruang
kelas-ruang kelas iman bagi para sarkub. Dia bertanya, “Kenapa
ziarah maqam Aulia? Sedangkan mereka tiada memberi kuasa
apa-apa dan tempat meminta hanya pada Allah!”

Beliau menjawab dengan lembut, “Benar wahai saudaraku


aku juga sama pegangan denganmu bahwa mereka tiada
mempunyai kekuasaan apa-apa”. 

Tetapi sedikit perbedaan aku dengan dirimu, karena aku


lebih senang menziarahi mereka karena bagiku mereka tetap
hidup dalam membangkitkan jiwa yang mati ini kepada cinta
Tuhan.

Tapi aku juga heran, kenapa engkau tiada melarang aku


menziarahi ahli dunia, mereka juga tiada kuasa apa-apa. Malah
mematikan hati. Yang hidupnya mereka bagiku seperti mayat
yang berjalan. Kediaman mereka adalah pusara yang tiada
membangkitkan jiwa pada cinta Tuhan.

Kematian dan kehidupan di sisi Allah adalah jiwa. Banyak


mereka yang dilihat hidup tapi sebenarnya mati, banyak
mereka yang dilihat mati tapi sebenarnya hidup, banyak yang
menziarahi pusara terdiri dari orang yang mati sedangkan
dalam pusara itulah orang yang hidup.

Aku lebih senang menziarahi maqam kekasih Allah dan


para syuhada walaupun hanya pusara, tetapi ia mengingatkan

189
Tahu Menceng

aku akan kematian kerena ia mengingatkan aku bahwa hidup


adalah perjuangan. Karena aku dapat melihat jiwa mereka ada
kuasa cinta yang hebat sehingga mereka dicintai oleh Tuhan
lantaran kebenarannya cinta.

Wahai saudaraku ziarah maqam aulia, karena pada maqam


mereka ada cinta, lantaran cinta Allah pada mereka seluruh
tempat persemadian mereka dicintai Allah.

Cinta tiada mengalami kematian, ia tetap hidup dan terus


hidup dan akan melimpah kepada para pencintanya. Aku
berziarah karena sebuah cinta mengambil semangat mereka
agar aku dapat mengikuti mereka dalam mujahadahku,
mengangkat tangan di sisi maqam mereka bukan meminta
kuasa dari mereka, akan tetapi memohon kepada Allah agar
aku juga dicintai Allah sebagaimana mereka dicintai Allah.”

Bukankah Rasulullah Saw telah bersabda,

“Aku dulu melarang kalian ziarah kubur. Maka sekarang,


berziarahlah karena sesungguhnya di dalamnya terdapat
pelajaran” (HR. Ahmad dan Baihaqi)

Sungguh, sekali lagi, para sarkub memang sedang belajar


dan terus belajar.

190
Kumpulan Kesaksian dan Kisah Hikmah

Sarkub
Ala al-Mursyid
KH. Shobibur-Rahman
Beliau adalah al-Arifbillah al-Alimul Allamah al-Mursyid
al-Syaikh KH. Shobibur-Rahman Jepara, yang akrab dipanggil
dengan sebutan Mbah Shobib. Guru saya yang satu ini, seluruh
gerak nafas kehidupannya, baik amaliyah, wiridan, ta’lim, ung-
kapan lisan, nasehat dan seluruh hal lainnya terkait beliau
terpusat kepada satu frasa jarum-sarkub, yaitu kejar umur
sarjana kuburan. Maka sebagai santri beliau, saya ingin menjadi
bagian dari jarum-sarkub. Saya harus berkejaran dengan umur
saya dengan memanfaatkannya sebaik mungkin, agar tidak
terlewat untuk menjadi bagian dari sarjana kuburan.

Ya! Jadilah sarjana kuburan secepat mungkin dan selama-


nya. Sarkub adalah mereka yang menjadikan ziarah para
kekasih Allah Swt sebagai bagian dari kehidupan ruhaninya.
Sarkub adalah bagian dari perwujudan keislaman dan keima-
nannya. Maka, kesungguhan dalam meniti jalan sarkub bagian
dari kedalaman keimanan seseorang.
191
Tahu Menceng

Al-Mursyid KH. Shobibur-Rahman adalah sosok jarum-


sarkub sejati itu sendiri. Beliau menghabiskan 30 tahun dari
umurnya bermujahadah menempuh ‘thoriqoh’ jarum-sarkub
ini. Keseharian beliau adalah berziarah ke makam Kanjeng
Sunan Muria. Hampir setiap hari, dapat dipastikan beliau
mendatangi kekasihnya, Kanjeng Sunan Muria. Hanya sedikit
hari yang terlewat, dikarenakan hajat yang benar-benar beliau
tidak bisa tinggalkan. Setiap kali berziarah, beliau selalu
membagi-bagikan uang kepada anak-anak, para pengemis dan
pedagang-pedagang yang berjualan di Muria. Sedangkan, untuk
para tukang ojek, beliau membagi-bagikan rokok.

Saat membagi-bagikan uang atau rokok, al-Mursyid KH.


Shobibur-Rahman mendekati mereka, dan dengan ramah
berkata, “Sudah belum? … Siapa yang belum? …. Sudah? …
Beneran?”. Atas nama cinta beliau kepada Kanjeng Sunan
Muria, beliau berusaha menggembirakan orang-orang yang
berada di sekitar Kanjeng Sunan Muria. Bahkan, para sarkub
yang ingin mendapatkan keberkahan dari kedermawanan
beliau pun, dengan mudah akan mendapatkan bagian.

Jalan jarum-sarkub ini benar-benar beliau pegang setelah


sebelumnya mengalami tempaan ilmu dari guru-guru beliau,
yaitu para ahlu khowash. Diantaranya adalah al-Syaikh KH.
Zubair Sarang dan al-Syaikh KH. Ali Mas’ud (Gus Ud)
Pagerwojo Sidoarjo.

Guru beliau, al-Syaikh KH. Ali Mas’ud telah melatih


ketahanan fisik dan batin sehingga beliau mampu menjalani
beratnya mujahadah dalam jangka waktu yang lama. Al-Syaikh
KH. Ali Mas’ud seringkali meminta beliau untuk menemani
berkeliling alun-alun Sidoharjo. Bukan dengan berjalan biasa,
namun dengan cara ngingklik, yaitu beliau menggendong Al-
192
Kumpulan Kesaksian dan Kisah Hikmah

Syaikh KH. Ali Mas’ud di atas pundak beliau. Dengan takdzim


beliau menggendong gurunya selembut dan senyaman mungkin.
Dengan cara ngingklik, bukan hanya lelah, beliau juga belajar
melepas malu dalam mengistiqomahi jalan mujahadah. Dari
ketakdziman murid itulah, hikmah yang ada dalam diri Gus Ud
mengalir ke dalam jiwa salah satu murid kesayangannya ini.

Salah satu saksi hidup atas jalan jarum-sarkub adalah istri


beliau sendiri. Setelah putri beliau lahir, al-Mursyid KH. Sho-
bibur-Rahman melanjutkan perjalanan jarum-sarkub. Beliau
berkeliling makam aulia yang sangat banyak jumlahnya. Kira-
kira selama 13 (tiga belas) tahun, al-Mursyid KH. Shobibur-
Rahman meninggalkan rumahnya. Sehingga saat kembali ke
rumah, putri beliau tidak mengenali al-Mursyid KH. Shobibur-
Rahman sebagai ayahnya.

Beliau berusaha mempertautkan kehidupan ruhaninya


dengan ‘seluruh’ aulia yang beliau mampu ziarahi, dengan
keterbatasan beliau sebagai manusia. Hal itu pula yang beliau
ajarkan kepada saya. Beliau mengajari kami untuk bertamassuk
(berpegang erat) dengan para aulia, baik yang masih hidup
ataupun yang telah wafat, secara total.

Kepada aulia yang masih hidup, beliau secara langsung


dawuh kepada saya untuk mengaji kepada Maulana al-Mursyid
al-Habib Muhammad Luthfi bin Yahya. Beliau berkata, “Sudah
waktunya kamu mengaji ke tempatnya al-Habib Muhammad
Luthfi”. Saat itu, kondisi kehidupan ekonomi saya sangat susah.
Saya baru saja dikaruniai anak yang telah berusia 6 (enam)
bulan. Seolah-olah beliau mengetahui hal tersebut. Beliau
melanjutkan dawuhnya, “Belajarlah kepada beliau dengan
sungguh-sungguh. Insya Allah, dalam 3 (tiga) tahun kamu akan
berangkat haji”. Beliau memberikan saya iming-iming agar kaki
193
Tahu Menceng

saya ringan melangkah ke tempat Maulana al-Mursyid al-Habib


Muhammad Luthfi bin Yahya. Dan benar apa yang beliau
katakan. Subhanallah, saya hitung tepat 3 (tiga) tahun
kemudian, saya dan istri berangkat haji tanpa sama sekali
mengeluarkan biaya.

Kepada aulia yang sudah meninggal, beliau mendidik saya


dengan dawuhnya yang sangat halus, “Aku titip salam kepada
Mbah Arwani ya”. Saat itu, al-Mursyid KH. Arwani Amin telah
wafat dan saya adalah alumni TBS Arwaniyyah. Beliau
mengingatkan saya tentang ketinggian kedudukan al-Mursyid
KH. Arwani yang harus saya pegangi.

Kecintaan dan penghormatan beliau kepada al-Mursyid KH.


Arwani Amin tidak main-main. Saat bulan Syawal, saya sengaja
sowan kepada beliau untuk menghaturkan sungkem seorang
murid kepada guru. Namun, setelah melihat saya, beliau marah
dengan berkata, “Laa ilaha illa anta subhanaka inni kuntu minadh-
dholimin, kok enek wong Kudus ora seneng Mbah Arwani?(kok
ada orang Kudus tidak suka kepada Mbah Arwani?)”

Sungguh kaget batin ini mendengar perkataan beliau. Saya


memang belum menziarahi al-Mursyid KH. Arwani Amin. Saya
memang sengaja mendahulukan beliau yang masih hidup.
Namun, bagi beliau, tidak ada bedanya seorang aulia yang
masih hidup dan telah wafat. Bagi beliau, sebagai orang Kudus
dan santri Arwaniyah, sungguh saya tidak memiliki adab dengan
mendahulukan guru-guru lain.

Al-Mursyid KH. Shobibur-Rahman sengaja menyayat hati


saya, untuk memasukkan keagungan seorang guru. Kemarahan
beliau, sungguh pelajaran berharga bagi batin saya, bahwa
beliau benar-benar menyakini al-Mursyid KH. Arwani Amin
194
Kumpulan Kesaksian dan Kisah Hikmah

masih hidup di alam barzakh dan memperhatikan murid-


muridnya. Saya yang abai dengan penglihatan guru di alam
barzakh benar-benar tersadar dengan pedihnya kema-rahan
beliau.

Al-Mursyid KH. Shobibur-Rahman setiap saat menularkan


energi kepada santri-santri beliau untuk selalu bertamasuk
kepada para aulia di tanah Jawa ini. Saat saya meminta solusi
untuk berbagai problematika kehidupan yang saya alami, beliau
berulang-ulang mewasiatkan kalimat,

“Jika kalian bingung dalam suatu perkara, maka berziarahlah


kepada ahli kubur.”

Selama tabarukan di tempat al-Mursyid KH. Shobibur-


Rahman, dapat dikatakan bahwa hidup saya kekurangan. Bukan
tidak sabar, namun terbesit keinginan di hati untuk dapat me-
muliakan guru dan orang tua. Untuk santri-santri yang kekura-
ngan seperti saya, beliau sering menyenandungkan bait-bait
syair doa berikut ini,

“Kami mencari keluasan rizki yang halal … (dari berkah


ziarah kepadamu) wahai kekasih Allah
Dan berhaji ke Baitullah al-Haram berulang-ulang … (dari
berkah ziarah kepadamu) wahai kekasih Allah”

195
Tahu Menceng

Cerita lain berasal dari menantu beliau yang akrab


dipanggil Simbah Kyai Salim. Beliau diperintahkan mertuanya,
al-Mursyid KH. Shobibur-Rahman untuk mempersiapkan
bahan-bahan membangun rumah. Beliau ‘mencicil’ sedikit demi
sedikit hingga cukup terkumpul untuk memulai membangun
sebuah rumah bagi beliau. Simbah Kyai Salim mulai mengum-
pulkan batu, pasir, dan sebagainya.

Namun, saat sowan kepada al-Mursyid KH. Shobibur-


Rahman, beliau dawuh dengan hal yang berbeda. Bahan
bangunan yang telah siap, diperintahkan untuk membangun
makam al-Syaikh KH. Anwar, ayahanda al-Syaikh KH. Shobibur-
Rohman. Dengan penuh ketakdziman Mbah Yai Salim
melaksanakan dawuh mertua dan gurunya. Seorang guru yang
mencintai makam-makam para wali dibandingkan kemegahan
bangunan apapun di dunia ini.

Seperti yang dijanjikan Rasulullah Saw bahwa kematian


seseorang sesuai dengan amal kehidupannya, demikianlah yang
dikaruniakan Allah Swt kepada al-Mursyid KH. Shobibur-
Rahman. Saya akan bercerita tentang salah satu kematian yang
indah. Kematian ideal bagi para sarkub.

Pada malam kamis di bulan Romadlon, beliau membaca-


kan kitab Risalatu al-Khowashiyyah1 dan Tsamrotu al-Fikriyyah2.
Selesai mengaji, santri yang akan berdiri mencium tangan
beliau, diperintahkan untuk tetap di tempatnya. Beliau sendiri
yang berjalan mencium tangan santrinya satu per satu. Ada

1
Karya al-Arifbillah al-Alimul Allamah al-Mursyid al-Syaikh Prof. Dr. KH. Musta’in
Romli, salah seorang mursyid thoriqoh Qodiriyah wa Naqsabandiyah
2
Kitab tentang silsilah thoriqoh Qodiriyah dan Naqsabandiyah karya al-Arifbillah
al-Alimul Allamah al-Mursyid al-Syaikh KH. Ahmad Dimyati Romli

196
Kumpulan Kesaksian dan Kisah Hikmah

apa ini? Biasanya merekalah yang berdiri, satu persatu mencium


tangan al-Mursyid KH. Shobibur-Rahman. Para santri tak kuasa
melihat tangan mereka dicium oleh gurunya sendiri. Namun,
itu adalah perintah guru yang harus ditaati.

Kamis pagi bakda shubuh, al-Mursyid KH. Shobibur-


Rahman, berziarah ke makam Sunan Muria Kudus. Namun,
tidak seperti biasanya. Setelah kembali ke pondok, beliau
kembali lagi berziarah ke Sunan Muria. Hari itu, beliau bolak-
balik Jepara – Kudus, kurang lebih 3 (tiga) kali. Hingga saat
ziarah terakhir beliau ke Sunan Muria, sudah dalam kondisi
yang sangat lemah. Beliau harus dipapah saat berziarah, karena
kondisi kesehatan beliau menurun drastis.

Saat itu, saya telah pindah di Solo atas perintah Maulana


al-Mursyid al-Habib Muhammad Luthfi bin Yahya. Mendengar
kabar kondisi beliau, saya memutuskan untuk sowan ke Jepara.

Malam Jum’at, kondisi tubuh beliau sudah sangat lemas.


Para santri berkumpul, termasuk saya sangat bersyukur, masih
diberikan kesempatan untuk ikut memijat tubuh beliau. Kami
para santri berdoa yang terbaik bagi guru kami. Beliau masih
kami butuhkan kebeningan mata batinnya dan pancaran
hikmah yang melekat dalam diri beliau untuk membimbing
ruhaniah kami.

Jum’at siang3, guru kami al-Mursyid KH. Shobibur-Rahman


kembali menghadap Allah Swt. Guru kami, siang itu, telah
bersama para kekasihnya, para aulia yang sangat beliau cintai.
Allah Swt mewafatkan beliau dengan kepuasan batin di dalam

3
Al-Mursyid KH. Shobibur-Rahman wafat bertepatan pada 7 Ramadhan 1430 H
/ 28 Agustus 2009 M

197
Tahu Menceng

jalan jarum-sarkub. Jalan yang dipilih oleh para pecinta aulia


sejati. Bagi beliau, kebersamaan dengan para aulia adalah
kenikmatan hidup yang tidak tergantikan dengan kesenangan
apapun di dunia. Cinta yang akan menghantarkan pertemuan
dengan Rasulullah Saw.

Wahai guru kami, al-Syaikh KH. Shobibur – Rohman,


sungguh saat ruh ini dicabut, kami ingin bertemu denganmu,
walaupun kami hanya mampu meluangkan sedikit waktu untuk
menempuh jalan jarum-sarkub ini. Kami yakin, dengan dirimulah
wahai maha guru jarum-sarkub, kami akan berkumpul dengan
kekasih-kekasih Allah Swt. Rasulullah Saw bersabda,

“Ruh-ruh itu seperti prajurit yang berkelompok. Jika saling


mengenal mereka akan menjadi akrab, dan jika saling bermusuhan
mereka akan saling berselisih” (HR. Bukhori Muslim)

Pelajaran paling penting bagi sarkub adalah menyambung-


kan hubungan batin dengan para aulia. Ruh para sarkub yang
sungguh-sungguh memandang ruh para aulia, sehingga menda-
patkan balasan pandangan perkenalan. Bukan hanya perkenalan,
ruh al-Mursyid KH. Shobibur-Rahman bersungguh-sungguh
membangun keakraban dengan ruh Kanjeng Sunan Muria.
Perkenalan dan keakraban itulah yang menjadi garansi perte-
muan keduanya. Demikian pula harapan setiap sarkub, seperti
saya, yang setiap hari berharap dikenal oleh para aulia.

198
Kumpulan Kesaksian dan Kisah Hikmah

Sarkub
ala Al-Mursyid
KH. Arwani Amin
Cerita ini diawali saat saya melaksanakan dawuh al-Mursyid
KH. Shobibur-Rahman untuk ngaji thoriqoh Naqsyabandiyah
Kholidiyah kepada al-Arifbillah al-Alim al-Allamah al-Mursyid KH.
Ulin Nuha al-Hafidz, putra al-Arifbillah al-Alim al-Allamah al-
Mursyid KH. Arwani Amin. Saya dibimbing oleh al-Mursyid KH.
Shobibur-Rahman untuk menggenapi pengetahuan ruhiyah di
Arwaniyah. Beliau membimbing saya untuk menemukan mutiara
sesungguhnya di Arwaniyah.

Saya, bersama santri lainnya, bersungguh-sungguh melu-


ruskan pandangan hati kami kepada Allah Swt di bawah
bimbingan para guru ruhani. Dari kesungguhan kami mengaji
itulah, kami mendapatkan kesempatan untuk mengenal secara
pribadi para guru badal1 thoriqoh. Termasuk saya, yang di sela-

1
Badal adalah murid senior dari seorang mursyid yang membantu pengajaran
thoriqoh dan menerima pembai’atan dengan ijin dan atas nama mursyid. Badal
tidak boleh membuka pembai’atan dan pengajaran sendiri secara mandiri.

199
Tahu Menceng

sela kesibukan mengaji, mendapat karunia Allah Swt untuk


mengenal secara langsung al-Maghfurlah al-Arifbillah al-Alim
al-Allamah al-Syaikh KH. MS.

Saya tidak berani menuliskan nama beliau secara terang,


sebab dari kehati-hatian saya dalam menjaga adab kepada guru.
Saya sangat takut terjatuh kepada su’ul adab. Sebab, salah satu
bagian cerita dalam judul ini terkait kehidupan keluarga beliau.
Cerita itu bukan merupakan aib beliau pribadi, tetapi mungkin
pembaca akan menilainya sebagai ‘rahasia keluarga’, yang
sepantasnya ditutupi. Rasa itu pula yang bergejolak di dalam
batin saya. Namun, bagi saya, pelajaran dari cerita itu sangat
hebat, dan merupakan puncak persaksian saya atas kesabaran
beliau dalam menghadapi ujian yang sangat berat.

Sungguh, keberanian saya menuliskannya di sini, semata-


semata untuk mengambil keberkahan dari beliau. Andaikan,
terdapat ketidakpantasan dan kesalahan dalam penulisan cerita
tentang beliau, saya benar-benar berharap keridloan beliau
semata untuk tetap memandang saya sebagai seorang murid
yang masih membutuhkan bimbingan ruhani.

Bagi saya, pertemuan dengan beliau adalah bagian dari


saat-saat terindah ngaji thoriqoh di Arwaniyah. Al-Syaikh KH.
MS adalah salah satu sosok yang beruntung di dunia dan akhirat.
Beliau bercerita kepada saya, dilahirkan dari keluarga yang
sangat sederhana. Ibunda beliau adalah seorang perempuan
tangguh pembuat jajanan kue. Dari seluruh keterbatasan itu,
beliau ngaji dengan sungguh-sungguh hingga berhasil mengkha-
tamkan hafalan al-Qur’an di Arwaniyah. Mujahadah beliau
dengan menempa diri dan berkhidmah sebagai santri rupanya
diperhatikan oleh sang guru al-Mursyid KH. Arwani Amin. Al-

200
Kumpulan Kesaksian dan Kisah Hikmah

Syaikh KH. MS mendapatkan cinta khusus dari al-Mursyid KH.


Arwani Amin hingga diambil sebagai anak angkat.

Sepeninggal al-Mursyid KH. Arwani Amin, beliau diama-


nahi untuk ikut mengasuh Ponpes Yanbu’u al-Qur’an Arwaniy-
yah sebagai salah satu guru al-Qur’an di TBS (Tasywiqut-Thullab
Salafiyah) Kudus. Bahkan, beliau diminta oleh al-Mursyid KH.
Arwani Amin untuk menjadi imam Masjid Busyro Lathief.
Masjid peninggalan al-Mursyid KH. Arwani Amin yang terletak
di kompleks Arwaniyyah sebelah selatan. Alhamdulillah, saya
mendapat kesempatan mengaji al-Qur’an kepada beliau.

Inilah kisah paling indah dan puncak kesuksesan seorang


santri. Bukan semata-mata, kisah seorang santri yang berhasil
menjadi kiai besar. Bukan pula, bagian dari kisah seorang santri
yang berhasil menjadi tokoh-tokoh besar di masyarakat dengan
puncak karir di berbagai bidang. Namun, kisah seorang santri
yang berhasil mendapat, senyuman, ridlo, bahkan kecintaan
gurunya. Inilah yang disebut santri sukses, yaitu mendapatkan
cinta gurunya, bukan lainnya. Sebab, sungguh tidak ada cita-
cita yang lebih pantas dan lebih mulia dari seorang santri kecuali
melekatkan namanya di hati gurunya.

Saya bersyukur mendapatkan kesempatan berkhidmah


langsung kepada beliau. Pada hari Selasa, setelah selesai tawaj-
juhan2 mingguan, saya didawuhi oleh al-Syaikh KH. MS untuk
memijat badan beliau yang saat itu benar-benar kelelahan. Di
saat memijit itulah, beliau memberikan saya hadiah yang terus
saya simpan hingga sekarang. Bukan uang ataupun benda
berharga, namun tentang cerita kehidupan barzakhiyyah al-

2
Tawajjuhan adalah bersungguh-sungguh menghadapkan hati kepada Allah Swt
dalam bentuk tata cara dzikir yang telah ditentukan oleh guru mursyid

201
Tahu Menceng

Mursyid KH. Arwani Amin. Cerita yang ditunggu-tunggu untuk


didengar bahkan dialami sendiri oleh para penuntut ilmu di
fakultas sarkubiyyah.

Pertama. Al-Syaikh KH. MS bercerita bahwa suatu waktu,


karena kesibukan yang padat, beliau tidak bisa mengimami
sholat jamaah di Masjid Busyro Lathif dalam beberapa kali
kesempatan. Pada suatu siang, beliau bermimpi bertemu al-
Mursyid KH. Arwani Amin, dan berkata “Nang, tulung masjide
diimami (Nak, tolong masjidnya diimami)”. Setelah bangun,
beliau tersadar dengan kelalaiannya, baik tentang amanahnya
dan ketinggian kedudukan gurunya yang selalu memperhatikan
murid-muridnya, termasuk dirinya.

Kedua. Al-Syaikh KH. MS bercerita bahwa suatu hari kaki


beliau terluka. Karena beliau memiliki riwayat penyakit gula
sehingga luka yang basah itu harus mendapatkan perawatan
medis di rumah sakit. Setelah beberapa hari dirawat, beliau di
antara mimpi dan tersadar melihat al-Syaikh KH. Arwani Amin
masuk ke dalam kamar dan melempar sesuatu ke pojok
ruangan. Anehnya, al-Syaikh KH. Arwani Amin tidak menyapa
atau mendoakan beliau selayaknya menjenguk orang sakit,
namun langsung keluar kamar. Beliau segera bangun, dan
mencari sesuatu yang dilempar sang guru. Al-Syaikh MS
mendapati sebuah bungkusan madu.

Sesaat kemudian, beliau tersadar gurunya datang mem-


beri obat bagi penyakitnya. Santri yang menunggui segera
beliau panggil untuk membelikan madu. Santri terkejut, bukan-
kah beliau dilarang untuk mengkonsumsi yang manis-manis,
terlebih madu. Santri berusaha mengingatkan, bahwa madu
berbahaya bagi kesehatan beliau. Al-Syaikh MS menjawab

202
Kumpulan Kesaksian dan Kisah Hikmah

penuh keyakinan, “Ora mungkin, Mbah Arwani ngrekasakke aku


(Tidak mungkin, al-Mursyid KH. Arwani Amin membuatku
sengsara)”. Akhirnya, santri tersebut keluar dan berhasil
mendapatkan madu.

Al-Syaikh MS meminum sebanyak-banyaknya madu


tersebut. Sungguh menakjubkan dalam sehari luka di kaki
beliau mengering dengan sangat cepat, dan dokter memper-
bolehkan beliau untuk pulang. Sesampainya di Arwaniyah,
dikarenakan keyakinan yang kuat kepada petunjuk guru, beliau
menuangkan madu di atas bekas luka tersebut. Hasilnya, luka
di kaki beliau benar-benar kering dan sembuh.3

Ketiga, cerita al-Syaikh MS tentang cobaan yang dialami


istrinya.

Seperti telah saya sampaikan di atas, cerita inilah alasan


saya tidak berani menuliskan nama beliau. Namun, setelah
lama merenung dan berfikir ulang, cerita ketiga ini adalah kisah
yang paling baligh, paling berkesan dan menjadi puncak
kesaksian saya atas kesholehan dan ketinggian kedudukan
ruhaniah beliau.

Saya berani menuliskan cerita ini, setelah mendengar salah


satu dawuh Maulana al-Mursyid al-Habib Muhammad Luthfi
bin Yahya. Beliau berkata, “Kamu jangan sampai percaya
seseorang memiliki kedudukan yang tinggi di sisi Allah Swt, jika
kamu belum melihat besarnya cobaan yang diterimanya dari
sebab keluarganya sendiri”.

3
Penting menjadi catatan, cerita ini bukan ijazah untuk pengobatan luka. Tetapi
merupakan kekhususan bagi guru saya.

203
Tahu Menceng

Dengan berbagi cerita ini, saya ingin memberikan kesaksian


tentang ketinggian kedudukan beliau yang mudah-mudahan
semakin meninggikan kedudukan beliau di sisi Allah Swt. Selain
itu, saya berkeyakinan saat beliau menceritakan permasalahan
pribadi ini merupakan bagian dari tarbiyah beliau untuk menjadi
bagian dari ilmu yang saya terima. Ilmu yang bukan hanya menjadi
bekal pelajaran bagi saya namun juga kepada umat. Hikmah yang
bukan hanya memperkuat batin saya, namun juga melapangkan
batin seluruh muridin sarkubiyyah.

Al-Syaikh MS bercerita suatu hari istrinya setiap meman-


dang beliau tiba-tiba timbul rasa benci dan permusuhan. Tanpa
ada sebab apapun sebelumnya. Tidak ada goro kapigoro yang
memicu pertengkaran. Hingga istri beliau pulang ke rumah or-
ang tuanya. Beliau berusaha sekuat tenaga mencari obat penyem-
buh. Dari berbagai doa dan mujahadah telah beliau kerjakan.
Bahkan, beliau pernah meminta tolong ulama luar negeri. Namun,
seluruh usaha itu belum membuahkan hasil sama sekali.

Di tengah-tengah musibah yang berlarut-larut yang


membuatnya perasaan semakin kalut, beliau bermimpi ditemui
oleh al-Mursyid KH. Arwani Amin. Guru beliau berkata, “Nang,
yen pengen bojomu balik, khatamno al-Qur’an peng sewelas,
wasilahno neng wali sewelas (Nak, jika ingin istrimu pulang,
khatamkan al-Qur’an sebelas kali, dan bertawasullah kepada
sebelas wali)”.

Beliau terbangun dan langsung berusaha mengamalkan


dawuh al-Mursyid KH. Arwani Amin. Beliau bertawasul kepada
ke-sembilan wali songo, al-Syaikh Abdul Qodir al-Jilani, dan
al-Mursyid KH. Arwani Amin. Namun, karena kesibukan beliau
yang sangat padat di bulan Ramadhan, hingga sudah mendekati

204
Kumpulan Kesaksian dan Kisah Hikmah

tanggal 30 Ramadhan, beliau belum berhasil menyelesaikan


sebelas khataman.

Siang harinya, beliau bermimpi ditemui kembali oleh al-


Mursyid KH. Arwani Amin . Guru beliau berkata, “Nang, yen
durung khatam, njaluko bantuan santri-santri (Nak, jika belum
khatam mintalah bantuan para santri)”. Beliau terbangun, dan
langsung mengumpulkan para santri untuk bersama-sama
menyelesaikan khataman di depan makam al-Mursyid KH.
Arwani Amin. Sore hari menjelang maghrib tanggal 1 Syawal,
khataman selesai. Sungguh karomah itu terjadi. Sesaat
kemudian, istri beliau pulang ke rumah. Kabar gembira dari
keberkahan al-Mursyid KH. Arwani Amin langsung diberikan
tanpa sama sekali ditangguhkan.

al-Mursyid KH. Arwani Amin memberikan hadiah lebaran


terbaik untuk beliau. Seolah al-Mursyid KH. Arwani tidak rela
murid kesayangannya ini, berhari raya dengan hati gundah
gulana. Sungguh benar-benar beruntung guru saya, al-Syaikh
KH MS, dicintai dan diperhatikan gurunya dari alam barzakh.
Tidakkah kita ingin mendapatkan keberuntungan ini?

Keempat. Saya tambahkan cerita lain, bukan dari al-Syaikh


KH. MS, namun dari guru saya yang lain, yaitu guru ngaji tafsir
al-Qur’an kami di TBS (Tasywiqutt-Thulab Salafiyah) Kudus,
al-Maghfurlah al-Alim al-Allamah al-Syaikh KH. Ma’ruf Irsyad.
Beliau bercerita, suatu hari al-Arifbillah al-Alim al-Allamah al-
Syaikh KH. Hamid Kajoran hendak berziarah ke makam al-
Mursyid KH. Arwani Amin, dan sudah tiba di Arwaniyyah.
Namun, tiba-tiba beliau berhenti di depan masjid Busyro
Lathief, dan mengajak para santri yang mendampingi beliau
untuk kembali. Beliau memutuskan untuk membatalkan ziarah.

205
Tahu Menceng

Tentu saja, para santri kaget. Bukankah Al-Syaikh KH.


Hamid Kajoran telah sampai di Arwaniyyah? Kemudian, salah
seorang santri bertanya kepada beliau, “Wonten nopo Mbah?
(Ada apa, Kiai?)”. Al-Syaikh KH. Hamid Kajoran menjawab,
“Opo kowe ora ngerti? (Apa kamu tidak tahu?)”. Santri beliau
kebingungan, “Ngertos punopo, Mbah? (Tahu tentang apa, Kiai?”.
Beliau kembali menjawab, “Saiki, Mbah Arwani lagi ngenekke
bai’at marang arwah-arwah muqoddasah neng alam kubure. Aku
kuatir yen aku moro neng makam, tekaku nganggu Mbah Arwani
(Sekarang, Kiai Arwani sedang mengadakan bai’at kepada arwah-
arwah suci di alam kuburnya. Aku khawatir jika aku ke makam,
kedatanganku menggangu Kiai Arwani)”.

Kemudian beliau dawuh, “Balik … Balik!”. Para santri pun


dengan takdzim mengikuti beliau. Al-Syaikh KH. Hamid
Kajoran dengan kejernihan mata batinnya mampu melihat
langsung kehidupan barzakhiyyah al-Mursyid KH. Arwani amin.

Cerita di atas adalah bukti kehidupan barzakhiyyah al-


Mursyid KH. Arwani Amin yang terhubung dengan para guru-
guru sarkub di dunia. Saya yakin masih banyak cerita-cerita
lainnya yang menjadi pengalaman para sarkub, terutama mu-
rid-murid kinasih beliau, yang setia mentarbiyah ruhaninya di
universitas sarkub cabang Arwaniyyah.

Kemudian, saya tersadar, inilah bukti ketajaman mata batin


al-Mursyid KH. Shobibur-Rahman melihat kehidupan barza-
khiyyah para mursyid kammil mukammil. Inilah, tujuan beliau
memerintahkan saya kembali ngaji di Arwaniyyah. Beliau
membimbing batin saya untuk memandang al-Mursyid KH.
Arwani Amin dengan sebenar-benar penghormatan atas
ketinggian kedudukan beliau di alam barzakh.

206
Kumpulan Kesaksian dan Kisah Hikmah

Sarkub
ala Kiai Muhim
dan Kiai Abdul Aziz
Ponorogo
Kiai Muhim Ponorogo adalah sahabat karib saya. Kami
berdua, memiliki komitmen bersama untuk mengabdikan diri
sebagai pecinta Habaib dan ulama, dengan belajar menjadi ahli
khidmah kepada guru-guru mulia. Kiai Muhim berhasil
menebarkan mahabbah kepada Rasulullah Saw melalui
berbagai majelis sholawat, khususnya Burdah dan Maulid, di
beberapa titik pusat kota Ponorogo hingga masuk ke desa-
desa

Sang kiai muda ini memiliki cerita terang benderang


tentang nyatanya kehidupan barzakhiyyah. Cerita yang dapat
memperbarui keyakinan, meningkatkan himmah, dan
memperdalam tamassuk para sarkub kepada universitas
kuburan.

Cerita ini tentang Ibu Nyai Syamsiati, nenek Kiai Muhim


sendiri. Seorang perempuan yang kisah kesholihannya
membuat hati saya seketika mencintai dan mengidolakan
207
Tahu Menceng

beliau. Beliau adalah seorang pengikut thoriqoh Naqsyaban-


diyah Kholidiyah melalui jalur al-Arifbillah al-Alim Allamah al-
Mursyid KH. Abu Dawud Ponorogo, yang masyhur diyakini
sering berjumpa dengan Rasulullah Saw, baik dalam mimpi dan
terjaga. Al-Mursyid KH. Abu Dawud, setiap berjumpa dengan
Rasulullah Saw, mendapat sebuah nasehat dengan kalimat yang
hampir sama. Rasulullah Saw dawuh, “Apa yang kamu lakukan
itu sudah baik, maka lanjutkanlah”.

Dari seorang waliyullah inilah, terlahir seorang muridin


yang luar biasa, Ibu Nyai Syamsiati. Kiai Muhim bercerita, setiap
hari neneknya bangun jam 1 (satu) malam, kemudian
berwudhu, mengenakan mukena, beribadah sepanjang malam
dan melanjutkannya hingga matahari terbit. Beliau, baru
melepas mukenanya jam 7 (tujuh) pagi.

Selain sholat tahajud, Ibu Nyai Syamsiati membaca


berbagai jenis sholawat sepanjang malam, termasuk sholawat
nariyah. Selepas shubuh dan maghrib beliau mendawamkan
wirid, diantaranya adalah selalu membaca sebanyak 100
(seratus) kali firman Allah Swt,

“Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari


kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat

208
Kumpulan Kesaksian dan Kisah Hikmah

menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, Amat belas


kasihan lagi Penyayang terhadap orang-orang mukmin. Jika
mereka berpaling (dari keimanan), Maka Katakanlah: “Cukuplah
Allah bagiku; tidak ada Tuhan selain Dia. hanya kepada-Nya aku
bertawakkal dan Dia adalah Tuhan yang memiliki ‘Arsy yang
Agung” (At-Taubah : 128 – 129).

Bagi saya pribadi, ayat di atas sangat bernilai khusus


disebabkan oleh 3 (tiga) alasan. Pertama, ayat di atas juga
merupakan wirid yang dijalankan oleh Maulana al-Mursyid al-
Habib Muhammad Luthfi bin Yahya setelah selesai sholat dan
diperintahkan kepada muridin beliau untuk mengamalkannya.
Kedua, ayat di atas dituliskan di halaman awal Maulid Simtud-
Duror oleh al-Habib Ali bin Muhammad al-Habsyi. Setelah
itu, beliau mengomentarinya dengan kalimat yang mengikat
keimanan kita untuk terus membacanya. Beliau berkata1,

“Maka barangsiapa yang terperanjat oleh kabar gembira


ini (menyadari betapa dahsyatnya kemuliaan ayat ini), serta
menerimanya dengan hati dan pikiran yang selamat, maka itu
pertanda dirinya akan memperoleh petunjuk ke arah jalan yang
lurus tiada tersesat”

Ketiga, dikarenakan 2 (dua) guru mulia di atas yang meng-


amalkan dan memerintahkan untuk mengulang-ulangnya
pastilah dengan tujuan agar ayat di atas benar-benar tertanam
di dalam hati sehingga kandungannya menjadi nutrisi mahabbah
1
Al-Habib Ali bin Muhammad, al-Habsyi, Maulid Simtud-Duror, hlm. 4

209
Tahu Menceng

kepada Rasulullah Saw yang selalu baru dan selalu tersedia


kapan saja dibutuhkan. Agar kekuatan mahabbah tidak pernah
berkurang, namun mahabbah yang telah tertancam di hati,
setiap hari semakin bertambah kokoh. Sehingga tidak mungkin
tersesat, hati yang selalu terhubung dengan mengagungkan
diri Rasulullah Saw.

Selain itu, Ibu Nyai Syamsiati memegang teguh ijazah dari


al-Arifbillah al-Alim Allamah al-Habib Musthofa bin Abu Bakar
Ba’bud Kediri untuk melazimkan sholawat minimal 1000 kali
setiap hari. Al-Habib Musthofa bin Abu Bakar Ba’bud merayu
Ibu Nyai Syamsiati dengan janji Rasulullah Saw tentang ke-
utamaan bacaan sholawat. Sungguh, beliau benar-benar
mendapatkan janji dari Rasulullah Saw ini, yaitu Ibu Nyai Syam-
siati diperlihatkan keindahan surga di akhir kehidupannya.

Kiai Muhim menceritakan saat-saat terakhir neneknya


dirawat di RSUD Ponorogo. Ibu Nyai Syamsiati meminta seluruh
anak dan cucunya untuk berkumpul, termasuk ibunda Kiai
Muhim. Seolah, beliau tahu bahwa waktu pertemuan terakhir
di dunia telah tiba. Saat seluruh anak dan cucu menunggui, Ibu
Nyai Syamsiati berkata, “Nduk, suasanane kok nyenengke ngene
yo, angine kok penake ngene nduk … (Nak, suasananya di sini
kok sangat menyenangkan ya … anginnya kok sangat enak, Nak
…)”. Kalimat itu beliau ucapkan berulang-ulang.

Anak-anak beliau yang mendengar itu saling pandang dan


menoleh. Mereka sadar, ruangan kamar tertutup, tidak ada
AC, dan tidak ada angin berhembus masuk. Sesaat kemudian,
mereka tersadar pula, apakah hari ini pertemuan terakhir
dengan ibu yang mereka cintai? Ibunda Kiai Muhim memegang
kaki Ibu Nyai Syamsiati. Kaki ibunya telah dingin. Dia tahu, itu

210
Kumpulan Kesaksian dan Kisah Hikmah

adalah dingin tubuh seseorang yang telah wafat. Dingin itu


perlahan menjalar ke atas. Tangan ibunda Kiai Muhim terus
memegang kaki ibunya ke atas, mengikuti dingin yang berjalan
hingga setengah badan beliau.

Ibunda Kiai Muhim paham bahwa ibunya dalam keadaan


naza’ (sakaratul maut). Dia berkata kepada ibunya, “Bu,
jenengan niki sampun mangkat. Pripun raosipun, Bu? (Ibu ini
kan sedang berangkat (menghadapi sakaratul maut). Bagaimana
rasanya Bu?”. Jawaban Ibu Nyai Syamsiati tetap sama, “Enak,
Nduk. Nyenengke, Nduk (Enak, Nak. Menyenangkan, Nak)”.

Dingin yang terus diikuti pegangan tangan ibunda Kiai


Muhim itu sampai ke tenggorakan. Di saat itulah, Ibu Nyai
Syamsiati berucap, “Allah … Allah … Allah ….”. Sungguh,
kematian yang indah, yang membuat saya iri. Kematian yang
membuat semua orang yang menyaksikannya berkata khusnul
khotimah. Cerita kematian yang membuat saya berhenti
sejenak dalam menuliskannya. Adakah yang berhenti sejenak,
membaca cerita ini?

Malam ke-tujuh, setelah neneknya meninggal, Kiai Muhim


bermimpi berziarah ke makam neneknya. Namun, Kiai Muhim
melihat kuburan Ibu Nyai Syamsiati berlubang, dan setelah
ditengok ke dalam lubang kubur ternyata kosong. Batin Kiai
Muhim berkata, “Simbahku ora ono, aku muleh wae (Nenekku
tidak ada, aku pulang saja)”. Setelah sampai di rumah, Kiai
Muhim kaget. Beliau melihat neneknya berada di rumah
dengan pakaian kerudung yang rapi. Ibu Nyai Syamsiati
mengalungkan tas yang berisi mukena dan perlengkapan
mengaji lainnya, menyilang badannya. Beliau siap pergi mengaji.
Ibu Nyai Syamsiati berkata “Him, aku pamit arep nutukke ngaji

211
Tahu Menceng

Qodiriyah neng Termas Pacitan”. Kiai Muhim spontan men-


jawab, “Inggih Mbah … (Iya, Mbah)”.

Setelah terbangun, Kiai Muhim baru tersadar, dan batinnya


berkata, “Lho, kok simbah mau mengaji Qodiriyah, lha kan simbah
sudah ikut Naqsyabandiyah Kholidiyah”2. Kiai Muhim bingung
dengan keinginan neneknya mengaji kepada al-Arifbillah al-Alim
Allamah al-Mursyid KH. Mahrus Termas Pacitan (seorang
mursyid thoriqoh Qodiriyah wa Naqsyabandiyah yang men-
dapat ijazah dari al-Arifbillah al-Alim Allamah al-Mursyid al-Habib
Thoyyib Ba’bud). Padahal neneknya telah mengikuti thoriqoh
Naqsyabandiyah Kholidiyah melalui guru mursyid al-Syaikh KH.
Abu Dawud Ponorogo.

Mimpi orang-orang sholeh bukanlah mimpi biasa, sebagai-


mana yang dikabarkan oleh Rasulullah Saw dalam sabdanya,

“Mimpi orang sholih adalah 1 (satu) bagian dari 46 (empat


puluh enam) bagian kenabian” (HR. Bukhori Muslim)

Di tengah kebingungan memikirkan isyaroh mimpinya,


tidak lama berselang, HP Kiai Muhim bergetar. Beliau men-
dapat telepon dari putra al-Arifbillah al-Alim Allamah al-Syaikh
Kiai Abdul Aziz Ponorogo3, seorang pimpinan majelis khusus
thoriqoh Qodiriyah wa Naqsyabandiyah. Beliau adalah mu-
rid al-Arifbillah al-Alim Allamah al-Mursyid KH. Mahrus

2
Dalam aturan thoriqoh, seseorang yang telah berbai’at mengikuti sebuah
thoriqoh tidak diperbolehkan mengikuti thoriqoh lainnya, kecuali dengan izin
mursyid thoriqohnya.
3
Paman Kiai Muhim dari jalur istri.

212
Kumpulan Kesaksian dan Kisah Hikmah

Termas Pacitan. Kiai Muhim diminta untuk menemui al-Syaikh


Kiai Abdul Aziz, hari itu juga. Setelah mendapatkan waktu
yang longgar, Kiai Muhim berangkat ke rumah al-Syaikh Kiai
Abdul Aziz.

Sesampainya di rumah al-Syaikh Kiai Abdul Aziz, Kiai


Muhim berkata “Mbah4, wonten nopo nimbali kulo? (Mbah, ada
apa memanggil saya?)”. Beliau menjawab, “Him, piye ndek bengi
mbahmu wes pamit durung? (Him, bagaimana tadi malam
nenekmu sudah pamit belum?”. Kiai Muhim kaget dengan
pertanyaan pamannya. Dan teringat dengan mimpinya tadi
malam. Spontan Kiai Muhim menjawab, “Inggih Mbah, …
Sampun Mbah, ndek dalu sampun pamit kulo (Iya Mbah, …
Sudah Mbah, tadi malam sudah pamit saya)”. Walaupun dalam
menjawab pertanyaan itu, Kiai Muhim tidak sepenuhnya yakin,
apakah mimpi semalam yang dimaksudkan oleh al-Syaikh, Kiai
Abdul Aziz.

Kemudian, al-Syaikh Kiai Abdul Aziz berkata, “Him,


begitulah kehidupan alam barzakh. Ada sebagian dari mereka
yang diberikan kesempatan oleh Allah Swt untuk meneruskan
ngaji mereka dulu di dunia”. Beliau melanjutkan, “Kok lamuno
awakmu wes dibuka mata batinmu, awakmu isoh delok kedadian
neng alam barzakh khususe arwah-arwah pilihan seng diwenehi
kekhususan (Andaikan kamu sudah dibuka mati batinmu, kamu
akan bisa melihat kehidupan alam barzakh, khususnya arwah-
arwah pilihan yang dikaruniakan keistimewaan)”

Benarlah firman Allah Swt,

4
Pangilan untuk menghormati seorang kiai, walaupun masih memiliki hubungan
keluarga.

213
Tahu Menceng

“Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur


di jalan Allah itu mati, bahkan mereka itu hidup disisi Tuhannya
dengan mendapat rezki” (Ali Imron : 169)

Dari cerita di atas, terlihat al-Syaikh Kiai Abdul Aziz


bukanlah ulama sembarangan. Beliau jelas-jelas bagian dari
mahaguru sarkub yang mendorong saya untuk melengkapi
perjalanan sarkub ini dengan mengambil faidah dari beliau.

Saat, saya diundang oleh H. Sugeng Ponorogo untuk acara


pengajian, saya meniatkan diri saat berangkat untuk sowan
kepada al-Syaikh Kiai Abdul Aziz dan mengambil keberkahan
dari beliau. Sungguh, beliau adalah seorang ulama yang telah
berhasil melepaskan hatinya dari dunia. Beliau, memilih
kehidupan yang sangat sederhana.

Beliau memiliki masjid, yang mungkin tidak ada duanya


di dunia. Terdapat aliran keberkahan maknawi saat saya melihat
masjid beliau. Siapa yang menyangka, beliau beribadah di dalam
masjid yang luasnya hanya ± 2,5 m². Di dalam masjid itulah,
beliau setiap bakda shubuh mengkhatamkan Maulid Simtud-
Duror bersama istrinya. Khatam yang istiqomah, dan benar-
benar khatam. Beliau baca seluruhnya dengan hati yang penuh
cinta kepada Rasulullah Saw.

Tidak mungkin melakukannya, kecuali hati yang telah


benar-benar tersambung kepada shohibul maulid, hati yang
menetap di dalamnya nur muhammadiyah dan hati yang

214
Kumpulan Kesaksian dan Kisah Hikmah

terbuka mata batinnya mampu memandang kehadiran


Rasulullah Saw dalam arti yang sesungguhnya. Al-Syaikh Kiai
Abdul Aziz benar-benar mendapatkan janji shohibul maulid
Simtud-Duror. Al-Habib Ali bin Muhammad bin Husein al-
Habsyi berkata5,

“Kitab maulid yang aku ciptakan ini sebagai karomah bagi


orang-orang di zaman akhir”.6

Beliau juga berkata,

“Barangsiapa yang menghendaki hatinya futukh, maka


hafalkan (jagalah) kitab maulid ini atau tuliskanlah”.7

Adakah kita yang ingin mendapatkan bagian karunia yang


didapatkan oleh al-Syaikh Kiai Abdul Aziz Ponorogo?

5
Min Kalami al-Habib Ali bin Muhammad bin Husein al-Habsyi Shohibul Maulid
yang ditulis oleh al-Habib Ahmad bin Alwi bin Ali bin Muhammad al-Habsyi di
dalam penutup Maulid Simtud-Duror
6
Al-Habib Ali bin Muhammad al-Habsyi, Maulid Simtud-Duror, hlm. 265
7
Al-Habib Ali bin Muhammad al-Habsyi, Maulid Simtud-Duror, hlm. 266

215
Tahu Menceng

216
Kumpulan Kesaksian dan Kisah Hikmah

Sarkub Ala
Ibu Nyai Shofiyyah
Cerita saya tentang pengalaman batin sarkub kali ini adalah
kehidupan rohani seorang wanita sholihah. Pria dan wanita
memiliki kesempatan yang sama untuk mencapai puncak-
puncak kedudukan di sisi Allah Swt.

Saya berkhusnudzon beliau adalah salah satu kekasih


perempuan Allah Swt. Dengan melihat kehidupan beliau yang
penuh dihiasi dengan kesholihan ibadah. Perjalanan kehidupan
beliau sangat indah dengan selalu dijaga di dalam jalan dakwah
dan ketaatan. Seperti yang diungkapkan oleh al-Imam Ibnu
Hajar al-Haitami,1 bahwa wali adalah orang yang mencintai
Allah Swt dan Rasulullah Saw, tidak pernah keluar ketaatan
dari keduanya serta selalu menjauhi segala sesuatu yang dapat
membuat tidak suka apalagi murka Allah Swt dan Rasulullah
Saw.

1
H. Abdullah Sa’ad, Kang Bejo II, hlm. 60

217
Tahu Menceng

Nama beliau adalah Ibu Nyai Shofiyyah putri dari al-


Arifbillah al-Alimul Allamah al-Mursyid Kammil Mukammil al-
Syaikh KH. Abdul Mu’id Tempursari Klaten, salah seorang
mursyid thoriqoh Syadziliyah. Beliau adalah penerus
perjuangan waliyullah yang terkenal di Tempursari, yaitu al-
Syaikh Kiai Imam Rozi Manggalayudo, pendiri Ponpes Singo
Manjat2. Al-Mursyid KH. Abdul Mu’id mendapatkan ijazah
thoriqoh Syadziliyah dari al-Arifbillah al-Alim al-Allamah al-
Mursyid KH. Idris Jamsaren Solo, yang merupakan salah satu
murid al-Arifbillah al-Alim al-Allamah al-Mursyid KH. Sholeh
Darat Semarang.

Silsilah nasab Ibu Nyai Shofiyyah ke atas sungguh sangat


indah dan mulia. Beliau lahir dari sebuah pokok waliyullah yang
melahirkan para wali dan orang-orang sholih dalam beberapa
generasi. Keberkahan ketaatan itu bersemai dalam diri beliau,
terutama mewarisi tarbiyah cinta yang sangat kuat kepada Allah
Swt dan Rasulullah Saw.

Ibu Nyai Shofiyyah memperoleh kemuliaan, saat


dinikahkan ayahnya dengan seorang yang sangat sholeh dan
sangat dermawan, yaitu al-Syaikh KH. Shofawi, pendiri Masjid
Tegalsari dan salah satu pendiri Ponpes al-Muayyad

2
Kiai Imam Rozi dilahirkan pada tahun 1801. Beliau belajar agama kepada
beberapa kiai besar di sekitar Klaten. Saat meletus perang Diponegoro, beliau
diangkat sebagai kurir rahasia, penghubung antara Pangeran Diponegoro dengan
Sri Susuhunan PB VI. Kemudian, beliau diangkat oleh Sri Susuhunan PB VI
sebagai Manggoloyudo (panglima perang) dengan gelar Singo Manjat. Atas
wasiat Pangeran Diponegoro, Sri Susuhunan PB VI menghadiahi beliau tanah
perdikan di daerah Tempursari. Di atas tanah itu beliau dirikan masjid, pesan-
tren, dan menjadi cikal bakal desa Tempursari.

218
Kumpulan Kesaksian dan Kisah Hikmah

Mangkuyudan Solo3. Jika ada seseorang yang meminta bantuan


kepada al-Syaikh KH. Shofawi, beliau menunjukkan tempat
penyimpanan uang beliau dan mempersilahkan orang tersebut
untuk mengambil sesuai kebutuhannya.

Ibu Nyai Shofiyyah bercerita kepada saya, bahwa setelah


al-Syaikh KH. Shofawi wafat, beliau bermimpi bulan jatuh di
pangkuannya. Benar saja, tidak lama kemudian, beliau dilamar
oleh al-Arifbillah Al-Alimul Allamah al-Syaikh KH. Umar bin
Abdul Mannan, pengasuh ponpes al-Muayyad Mangkuyudan
Solo. Seorang yang disepakati oleh ulama ahlu sunnah sebagai
waliyullah di zamannya. Termasuk guru kami Maulana al-Mursyid
al-Habib Muhammad Luthfi bin Yahya yang sangat meng-
idolakan kesholehan al-Syaikh KH. Umar bin Abdul Mannan.

Saya mengenal Ibu Nyai Shofiyyah saat awal-awal tinggal


di kota Solo. Saya tinggal di daerah Laweyan, sekitar ± 1 km
dari Ponpes al-Muayyad. Saya sengaja memilih Jum’atan di
masjid Ponpes al-Muayyad untuk bertabarruk kepada al-
Maghfurlah al-Syaikh KH. Umar bin Abdul Mannan. Makam
beliau, persis di samping masjid.

Dari situlah, saya mendapat tambahan nutrisi batin


tentang sarkub, khususnya tentang sangat dhohirnya (benar-
benar ada dan nyata) kehidupan alam barzakh dari Ibu Nyai
Shofiyyah. Bukan itu saja, saya merasa mendapat curahan

3
Lahir di kota Solo pada tahun 1879 M. Saat nyantri di pesantren Kiai Ahmad
Kadirejo Klaten, beliau bertemu dengan KH. Abdul Mannan. Mereka berdua,
kemudian mendirikan Ponpes al-Muayyad Solo. KH. Ahmad Shofawi dikenal
sebagai seorang pengusaha kaya, dermawan, rendah hati, dan wira’i. Beliau
memiliki tiga cita-cita, yaitu mendirikan masjid di dekat rumahnya (mangku
masjid), berhaji dengan kapal berbendera Islam, dan memiliki putra-putri yang
mengasuh pondok pesantren. Seluruh cita-cita beliau, dikabulkan Allah Swt.

219
Tahu Menceng

perhatian dan kasih sayang dari beliau. Saya yakin, para santri
yang ikhlas bertabarruk kepada beliau, pasti merasakan
keluasan kasih sayang beliau.

Setelah selesai Jum’atan, biasanya beliau menanyakan


kedatangan saya. Beliau mengajak saya masuk ke sebuah ruang
tamu khusus. Saya benar-benar merasakan curahan perhatian
dan kasih sayang beliau. Bagi saya, hal itu adalah pertemuan
indah antara seorang cucu dengan nenek ideologisnya. Saya
berniat mendapatkan keberkahan, ilmu, dan keyakinan dari
beliau. Terutama, dari setiap akhlak dan perilaku beliau yang
tidak terlepas dari sebuah pelajaran tentang keyakinan,
terutama tentang kehidupan alam kubur.

Rasulullah Saw bersabda :

“Pelajarilah keyakinan !”

Imam Ghazali menjelaskannya cara mempelajari keyakinan


dengan 3 (tiga) tahapan. Pertama, duduklah bersama orang-
orang yang mempunyai keyakinan. Kedua, dengarkan dari
mereka ilmu tentang keyakinan. Ketiga, konsistenlah dalam
mengikuti mereka, agar keyakinan kalian kuat sebagaimana
kuatnya keyakinan orang yang memiliki yakin.

Salah satu hal unik yang saya dapati dari beliau adalah
pelajaran tentang nasi berkat4. Setiap Jum’at, beliau membuat

4
Dalam bahasa Jawa disebut sego berkatan. Nasi yang dibacakan dzikir dan doa,
kemudian dibagikan dalam acara kirim doa kepada mayit, seperti tahlilan 7
hari, 40 hari, haul, dan sebagainya. Pahala sedekah nasi berkat dihadiahkan
untuk mayit yang didoakan.

220
Kumpulan Kesaksian dan Kisah Hikmah

nasi berkat yang banyak. Selain berkat yang beliau buat khusus
untuk ibu beliau, ada banyak berkat lainnya yang beliau
sediakan. Saya memberanikan diri bertanya langsung kepada
beliau, “Bu Nyai, kok setiap hari Jum’at membuat nasi berkat
(kenduri) sebanyak ini, untuk dihadiahkan kepada siapa?”

Beliau memberikan sebuah jawaban yang telak


menghantam dan menggetarkan hati, masuk jauh ke dalam
relung hati saya. Benar-benar jawaban yang keluar dari lisan
seorang ahlu yaqin. Beliau memberikan sebuah teladan yang
tidak akan saya temui di dalam tumpukan kitab sekalipun. Ibu
Nyai Shofiyah menjawab, “Saya ini dalam seminggu mendapat
berkat dari banyak orang, dari si A, si B, dan lainya. Mulai dari
acara tasyakuran, kirim doa tujuh hari, 40 hari, 1000 hari, haul
dan sebaginya. Saya ini kan sudah tidak bisa menghadiri acara
tahlilan itu. Hati saya merasa ada yang kurang. Masak, saya
hanya makan berkatnya saja. Maka saya buat berkat ini sebagai
hadiah untuk mereka yang didoakan ahli warisnya dengan
berkirim berkat kepada saya dalam seminggu ini, sebagai
pengganti ketidakhadiran saya”.

Banyaknya nasi berkat yang beliau buat menunjukkan


kuatnya keyakinan beliau bahwa hadiah berkat itu pasti sampai
kepada setiap ahli kubur. Pastilah beliau memiliki kayakinan
itu dari pengalaman kesaksian batin beliau, bukan sekedar dari
pelajaran ataupun bacaan semata. Saya bertanya kembali, “Bu
Nyai, kok memikirkan ahli kubur hingga seyakin itu, ilmu mana-
kah dan kesaksian apakah, yang menginspirasi Bu Nyai?”

Ibu Nyai Shofiyah kemudian menceritakan pengalaman


batinnya. Suatu hari, keponakan beliau, pengasuh Ponpes Singo
Manjat, sowan kepada beliau. Keponakan beliau datang ke

221
Tahu Menceng

Solo untuk membeli kebutuhan kitab untuk khataman‘ngaji


posonan’. Mendengar hal itu, Ibu Nyai Shofiyyah ingin berkirim
hadiah untuk ibu beliau. Setelah bertanya jumlah uang yang
dibutuhkan, beliau berkata kepada keponakannya5, “Ini aku
belikan semuanya, aku hadiahkan untuk ibuku, Ibu Nyai
Fatimah”.

Malam harinya, beliau bermimpi bertemu dengan seorang


wanita yang sangat cantik, berkulit putih dengan pakaian ber-
hiaskan intan yang menambah pesona keanggunannya. Wanita
itu berkata, “Terima kasih, Nak. Kirimanmu sudah ibu terima.
Aku ini ibumu, Fatimah”. Tentu saja, Ibu Nyai Shofiyyah tidak
mengenal perempuan itu, dan tidak paham dengan maksud
ucapannya. Namun, setelah terbangun, barulah beliau sadar
dengan mimpinya. “Lho, Fatimah itu kan ibuku?” batinnya
tersentak kaget.

Beliau menangis haru dan bahagia. Ibunya memiliki


kehidupan barzakhiyyah yang penuh kebahagiaan. Wajahnya
berubah menjadi wanita yang sangat cantik seperti janji
Rasulullah Saw kepada setiap wanita yang menjadi penghuni
surga. Beliau mendapat kabar gembira berupa kesaksian
bahwa kirim hadiah pahala untuk orang yang telah mati benar-
benar sampai. Hati beliau sungguh sangat bahagia, bahwa beliau
masih terus mendapatkan kesempatan untuk menjadi anak
yang berbakti. Karena itulah, beliau membuatkan berkat
khusus kepada Ibu Nyai Fatimah.

Cerita atas, memantapkan batin saya atas kebenaran


sabda Rasulullah Saw,

5
Putra adik beliau

222
Kumpulan Kesaksian dan Kisah Hikmah

“Mimpi orang sholih adalah 1 (satu) bagian dari 46 (empat


puluh enam) bagian kenabian” (HR. Bukhori Muslim)

Sungguh, bagi yang mendapatkan anugerah mengenal Ibu


Nyai Shofiyyah secara pribadi, maka sungguh akan melihat
kesholehan beliau yang terang benderang. Allah Swt mengge-
napkan kesholihan Ibu Nyai Sholihah dengan menghadiahi
kabar gembira berupa mimpi-mimpi yang baik. Sebuah
penanda, bahwa kesholehan yang beliau jalani, bukan sekedar
kesholehan dhohir, namun meliputi kesholehan ruhiyah.
Mudah-mudahan kita semua mendapatkan vitamin-vitamin
ruhani ini.

Pengalaman unik dan menyentuh hati saya lainnya adalah


tentang buah apel Ibu Nyai Shofiyyah. Setiap kali saya diajak
makan oleh beliau, pasti terdapat buah apel. Beliau dengan
tangannya sendiri mengupaskan buah apel untuk saya.
Sungguh, beliau telah mengikat hati saya dengan kupasan
tangan beliau. Rasanya bukan hanya berhenti dilidah tapi
nikmatnya masuk ke dalam hati saya. Saya tidak mungkin
melupakan beliau yang dengan penuh kasih sayang benar-benar
memanjakan saya seolah-olah seperti cucu kandung beliau
yang pantas bermanja-manja.

Bukankah, saya yang berniat tabarrukan sebagai seorang


murid dan pecinta yang seharusnya mengupaskan buah apel
itu? Namun, Ibu Nyai Shofiyyah yang benar-benar memahami
cara mentarbiyah para santri, benar-benar telah memenjara-
kan hati saya, untuk selalu mencintai beliau.

223
Tahu Menceng

Hingga apel-apel itu menjadi buah spesial di hati saya


hingga hadir di dalam mimpi. Saya melihat Ibu Nyai Shofiyyah
berdiri di antara dua buah perkebunan apel. Setiap pohon
menghasilkan buah apel yang sangat banyak, bahkan lebih
banyak dari jumlah daunnya. Di belakang beliau, terlihat
perkebunan apel sejauh mata memandang, sedangkan di kiri
beliau terdapat perkebunan apel yang luas, namun tidak seluas
yang ada di belakang beliau.

Saya bertanya, “Apel yang sangat banyak ini milik siapa, Bu


Nyai?” Beliau menjawab, “Kebun apel yang di belakang saya
adalah tanaman Kiai Umar, sedangkan yang di sebelah kiri saya
adalah tanaman saya”.

Kemudian, saya dipersilahkan untuk memetik apel


tersebut. Saya memetik sebuah apel, namun saat akan saya
makan, saya merasa tidak terlalu suka dengan apel yang terlalu
matang. Kemudian, beliau mengambilkan sebuah apel dari
kebun apel al-Syaikh KH. Umar bin Abdul Mannan. Beliau
mengupas apel itu, persis setiap beliau mengupaskan apel
untuk saya di Ponpes al-Muayyad.

Sungguh beliau adalah salah seorang kekasih Allah Swt.


Beliau memperlihatkan kepada saya, kehidupan barzakhiyyah
beliau dan suaminya yang dilimpahi keberkahan kenikmatan
dengan buah-buah apel yang ranum merekah. Beliau mendidik
saya untuk semakin menyakini apa yang telah diajarkan,
diyakini, dan ditempuh oleh para mahaguru sarkub, al-Mursyid
KH. Shobibur-Rahman hingga al-Mursyid Maulana al-Habib
Muhammad Luthfi bin Yahya. Dan beliau adalah salah satu dari
mahasarjana sarkub itu sendiri yang dilahirkan universitas
kuburan.

224
Kumpulan Kesaksian dan Kisah Hikmah

Terima kasih Ibu Nyai atas sajian indahmu dalam


mentarbiyah diri kami yang bodoh ini

Terima kasih Ibu Nyai atas apel yang ranum, penuh


senyumanmu dan cinta kasihmu, sehingga rasa manisnya tetap
melekat di hati

Terima kasih Ibu Nyai yang telah memberikan kami


kesaksian dari buah ilmu sejati dengan mengasah laku nan tanpa
henti hingga tercapai ujung kemuliaan yang abadi

Duhai pemilik kebuh apel, ijinkan kami selalu menikmati


buah keikhlasanmu. Semoga biji keikhlasan yang telah kau
tanam di lubuk hati kami yang terdalam tumbuh menghasilkan
kebun apel serupa di alam barzakh kami.

225
Tahu Menceng

226

Anda mungkin juga menyukai