Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

Afakia adalah suatu keadaan dimana mata tidak mempunyai lensa sehingga mata
tersebut menjadi hipermetropia tinggi.1

Penelitian di Swedia pada tahun 1997-2001 menyebutkan bahwa satu dari dua
ratus operasi katarak adalah afakia. Alasan paling sering terjadinya afakia yang tidak
direncanakan adalah adanya masalah kapsul ketika operasi dan prolaps vitreous.2
Penyebab paling sering afakia adalah operasi pengangkatan lensa.3

Gejala yang dikeluhkan pasien afakia adalah tajam penglihatan menurun.


Sedangkan pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan visus 1/60 atau lebih rendah jika
afakia tidak ada komplikasi, limbal scar yang dapat ditemukan pada afakia akibat
pembedahan, pasien mengalami penurunan tajam penglihatan (biasanya hiperopia yang
sangat tinggi) yang dapat dikoreksi dengan lensa positif, bilik mata depan dalam, iris
tremulans, jet black pupil, test bayangan purkinje hanya memperlihatkan 2 bayangan
(normalnya 4 bayangan), pemeriksaan fundus memperlihatkan diskus kecil hipermetropi,
retinoscopy memperlihatkan hipermetropi tinggi, biasanya terlihat bekas operasi, jika
sudah mengalami komplikasi dapat ditemukan edema kornea, peningkatan TIO, iritis,
kerusakan iris, CME (cystoid macular edema).4,5

Afakia dapat dikoreksi menggunakan lensa kontak, kacamata, atau operasi. Kaca
mata afakia hanya dapat digunakan jika kondisinya afakia bilateral, jika hanya satu mata
maka akan terjadi perbedaan ukuran bayangan pada kedua mata (aniseikonia). Jika pasien
tidak dapat memakai lensa kontak atau kaca mata, maka dipertimbangkan penanaman
lensa intraokuler (pseudofakia), dan diperlukan tatalaksana untuk komplikasi.3

BAB II

1
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. ANATOMI LENSA

Sumber: Gerhard, Lang. Ophtalmology A Short. New York: Thieme Stutgart, 2000.

Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avaskular, tak berwarna, dan


hampir transparan sempurna. Tebalnya sekitar 4 mm dan diameternya 9 mm.
Lensa tergantung pada zonula di belakang iris; zonula menghubungkannya
dengan corpus cilliare. Di sebelah anterior lensa terdapat aqueous humor; di
sebelah posteriornya, vitreus. Kapsul lensa adalah suatu membrane
semipermeabel yang akan memperbolehkan air dan elektrolit masuk.7

Di sebelah depan terdapat selapis epitel subkapsular. Nukleus lensa lebih


keras daripada korteksnya. Seiring dengan bertambahnya usia, serat-serat lamelar
subepitel terus diproduksi sehingga lensa perlahan-lahan menjadi lebih besar dan
kurang elastik. Nukleus dan korteks terbentuk dari lamellae konsentris yang
panjang. Garis-garis persambungan (suture line) yang terbentuk dari
penyambungan tepi-tepi serat lamelar tampak seperti huruf Y dengan slitlamp.
Huruf Y ini tampak tegak di anterior dan terbaik di posterior.7

2
Masing-masing serat lamelar mengandung sebuah inti gepeng. Pada
pemeriksaan mikroskop, inti ini jelas di bagian perifer lensa di dekat ekuator dan
berbatasan dengan lapisan epitel subskapular.7

Lensa ditahan di tempatnya oleh ligamentum suspensorium yang dikenal


sebagai zonula (zonula zinnii), yang tersusun atas banyak fibril; fibril-fibril ini
berasal dari permukaan corpus ciliare dan menyisip ke dalam ekuator lensa.7

Sumber: Gerhard, Lang. Ophtalmology A Short. New York: Thieme Stutgart, 2000.

Enam puluh lima persen lensa terdiri atas air, sekitar 35% nya protein
(kandungan proteinnya tertinggi diantara jaringan-jaringan tubuh). Selain itu,
terdapat sedikit sekali mineral seperti yang biasa ada di jaringan tubuh lainnya.
Kandungan kalium lebih tinggi di lensa daripada di kebanyakan jaringan lain.
Asam askorbat dan glutation terdapat dalam bentuk teroksidasi maupun
tereduksi. Tidak ada serat nyeri, pembuluh darah atau saraf di lensa.7

2.2. FISIOLOGI LENSA

Lensa kristalina adalah sebuah struktur menakjubkan yang pada kondisi


normalnya berfungsi memfokuskan gambar pada retina. Posisinya tepat di

3
sebelah posterior iris dan disangga oleh serat-serat zonula yang berasal dari
corpus cilliare. Serat-serat ini menyisip pada bagian ekuator kapsul lensa. Kapsul
lensa adalah suatu membrane basalis yang mengelilingi substansi lensa. Sel-sel
epitel dekat ekuator lensa membelah sepanjang hidup dan terus berdiferensiasi
membentuk serat-serat lensa baru sehingga serat-serat lensa yang lebih tua
dipampatkan ke nucleus sentral; serat-serat muda, yang kurang padat,
disekeliling nucleus menyusun korteks lensa. Karena lensa bersifat avaskular dan
tidak mempunyai persarafan, nutrisi lensa didapat dari aqueous humor.
Metabolisme lensa terutama bersifat anaerob akibat rendahnya kadar oksigen
terlarut di dalam aqueous.7

Mata dapat mengubah fokusnya dari objek jarak jauh ke jarak dekat
karena kemampuan lensa untuk mengubah bentuknya, suatu fenomena yang
dikenal sebagai akomodasi. Elastisitasnya yang alami memungkinkan lensa
untuk menjadi lebih atau kurang bulat (sferis), tergantung besarnya tegangan
serat-serat zonula pada kapsul lensa. Tegangan zonula dikendalikan oleh aktivitas
musculus ciliaris, yang bila berkontraksi akan mengendurkan tegangan zonula.
Dengan demikian, lensa menjadi lebih bulat dan dihasilkan daya dioptri yang
lebih kuat untuk memfokuskan objek-objek yang lebih dekat. Relaksasi
musculus ciliaris akan menghasilkan kebalikan rentetan peristiwa-peristiwa
tersebut, membuat lensa mendatar dan memungkinkan objek-objek jauh terfokus.
Dengan bertambahnya usia, daya akomodasi lensa akan berkurang secara
perlahan-lahan seiring dengan penurunan elastisitasnya.7

2.3. KELAINAN REFRAKSI

2.3.1. Definisi

Kelainan refraksi adalah suatu kondisi ketika sinar datang sejajar


pada sumbu mata dalam keadaan tidak berakomodasi yang seharusnya
direfraksikan oleh mata tepat pada retina sehingga tajam penglihatan
4
maksimum tidak direfraksikan oleh mata tepat pada retina baik itu di
depan, di belakang maupun tidak dibiaskan pada satu titik. Kelainan ini
merupakan bentuk kelainan visual yang paling sering dan dapat terjadi
akibat kelainan pada lensa ataupun bentuk bola mata.

Kelainan refraksi adalah keadaan dimana bayangan tegas tidak


dibentuk pada retina.1

2.3.2. Klasifikasi

Kesalahan refraksi pada mata yang tidak berakomodasi


menghasilkan bayangan, retina yang kabur untuk objek yang terletak pada
jarak tidak terhingga. Kesalahan refraksi dikelompokkan menjadi sferik
jika gambaran kabur terjadi pada semu meridian, dan sebagai
astigmatisma jika sejumlah gambaran kabur berubah sesuai fungsi sudut
meridian di sekitar sudut penglihatan. Kesalahan refraksi sferik di
kelompokkan menjadi hiperopia atau myopia dan kesalahan refraksi
astigmatisma dikelompokkan menjadi regular atau ireguler.

2.3.2.1. Emetropi

Emetropi berasal dari kata Yunani emetros yang berarti


ukuran normal atau dalam keseimbangan wajar sedang arti opsis
adalah penglihatan. Mata dengan sifat emetropia adalah mata tanpa
adanya kelainan refraksi pembiasan sinar mata dan berfungsi
normal.

2.3.2.2. Presbiopia

Gangguan akomodasi pada usia lanjut dapat terjadi akibat :


a) Kelemahan otot akomodasi
b) Lensa mata tidak kenyal atau berkurang elastisitasnya akibat
sklerosis lensa. Akibat gangguan akomodasi ini maka pada
pasien berusia lebih dari 40 tahun, akan memberikan keluhan

5
setelah membaca yaitu berupa mata lelah, berair dan sering
terasa pedas.
Pada pasien presbiopia kacamata atau adisi diperlukan untuk
membaca dekat yang berkekuatan tertentu, biasanya :
+ 1.0 D untuk usia 40 tahun
+ 1.5 D untuk usia 45 tahun
+ 2.0 D untuk usia 50 tahun
+ 2.5 D untuk usia 55 tahun
+ 3.0 D untuk usia 60 tahun
Karena jarak baca biasanya 33 cm, maka adisi + 3.0 dioptri
adalah lensa positif terkuat yang dapat diberikan pada seseorang.
Pada keadaan ini mata tidak melakukan akomodasi bila membaca
pada jarak 33 cm, karena benda yang dibaca terletak pada titik api
lensa + 3.00 dioptri sehingga sinar yang keluar akan sejajar.

2.3.2.3. Ametropia

Keseimbangan dalam pembiasan sebagian besar ditentukan


oleh dataran depan dan kelengkungan kornea dan panjangnya bola
mata. Kornea mempunyai daya pembiasan sinar terkuat dibanding
bagian mata lainnya. Lensa memegang peranan membiaskan sinar
terutama pada saat melakukan akomodasi atau bila melihat benda
yang dekat.

Panjang bola mata seseorang dapat berbeda-beda. Bila


terdapat kelainan pembiasan sinar oleh kornea (mendatar,
mencembung) atau adanya perubahan panjang (lebih panjang,
lebih pendek) bola mata maka sinar normal tidak dapat terfokus
pada makula. Keadaan ini disebut sebagai ametropia yang dapat
berupa miopia, hipermetropia, atau astigmat.

2.3.2.3.1. Miopia

Pada miopia panjang bola mata anteroposterior dapat


6
terlalu besar atau kekuatan pembiasan media refraksi terlalu kuat.
Myopia biasanya muncul pada usia 5-20 tahun. Myopia yang
berhubungan dengan prematuritas sering muncul lebih awal pada
kehidupan anak. Myopia yang tinggi (lebih dari 9 dioptri) sering
kali herediter. Pasien dengan myopia yang rendah akan
mengalami pertambahan myopia yang melambat pada decade 2
dan 3 tahun, dan akhirnya akan mencapai masa stabil.
Dikenal beberapa bentuk miopia seperti:
a. Miopia refraktif, bertambahnya indeks bias
media penglihatan seperti terjadi pada katarak intumesen
dimana lensa menjadi lebih cembung sehingga pembiasan
lebih kuat. Sama dengan miopia bias atau miopia indeks,
miopia yang terjadi akibat pembiasan media penglihatan
kornea dan lensa yang terlalu kuat.
b. Miopia aksial, miopia akibat panjangnya
sumbu bola mata, dengan kelengkungan kornea dan lensa
yang normal.
Menurut derajat beratnya miopia dibagi dalam:
a. Miopia ringan, dimana miopia kecil daripada 1-3 dioptri
b. Miopia sedang, dimana miopia lebih antara 3-6 dioptri
c. Miopia berat atau tinggi, dimana miopia lebih besar dari 6
dioptri
Menurut perjalanan miopia dikenal bentuk:
a. Miopia stasioner, miopia yang menetap setelah dewasa
b. Miopia progresif, miopia yang bertambah terus pada usia
dewasa akibat bertambah panjangnya bola mata
c. Miopia maligna, miopia yang berjalan progresif, yang dapat
mengakibatkan ablasi retina dan kebutaan atau sama dengan
Miopia pernisiosa = miopia maligna = miopia degeneratif.
2.3.2.3.2. Hipermetropia

7
Hipermetropia atau rabun dekat merupakan keadaan
gangguan kekuatan pembiasan mata dimana sinar sejajar jauh
tidak cukup dibiaskan sehingga titik fokusnya terletak di belakang
retina. Pada hipermetropia sinar sejajar difokuskan di belakang
makula lutea.6

Hipermetropia dapat disebabkan:


a. Hipermetropia sumbu atau
hipermetropia aksial merupakan kelainan refraksi akibat bola
mata pendek, atau sumbu anteroposterior yang pendek.
b. Hipermetropia kurvatur, dimana
kelengkungan kornea atau lensa kurang sehingga bayangan
difokuskan di belakang retina
c. Hipermetropia refraktif, dimana
terdapat indeks bias yang kurang pada sistem optik mata.
2.3.2.3.3. Astigmatisme

Astigmatisma ini menggambarkan keadaan ketika berkas


cahaya mengalami refraksi yang berbeda bergantung pada
meridian mana sinar tersebut memasuki mata.

Bentuk astigmat:
a. Astigmat regular: astigmat yang memperlihatkan kekuatan
pembiasan bertambah atau berkurang perlahan-lahan secara
teratur dari suatu meridian berikutnya. Bayangan yang terjadi
pada astigmat regular dengan bentuk yang teratur dapat
berbentuk garis, lonjong atau lingkaran.
b. Astigmat irregular: astigmat yang terjadi tidak mempunyai 2
meridian saling tegak lurus. Astigmat irregular dapat terjadi
akibat kelengkungan kornea pada meridian yang sama berbeda
sehingga bayangan menjadi irregular. Astigmatisme irregular
terjadi akibat infeksi kornea, trauma dan distrofi atau akibat
kelainan pembiasan pada meridian lensa yang berbeda.
8
2.4. AFAKIA

2.4.1. Definisi

Afakia adalah suatu keadaan dimana mata tidak mempunyai lensa


sehingga mata tersebut menjadi hipermetropia tinggi. Karena pasien
memerlukan pemakaian lensa yang tebal, maka akan memberikan keluhan
pada mata tersebut sebagai berikut:1

a. Benda yang dilihat menjadi lebih besar 25% dibanding normal


b. Terdapat efek prisma lensa tebal, sehingga benda terlihat seperti
melengkung
c. Pada penglihatan terdapat keluhan seperti badut di dalam kotak atau
fenomena jack in the box, dimana bagian yang jelas terlihat hanya
pada bagian sentral, sedang penglihatan tepi kabur.

Dengan adanya keluhan di atas maka pada pasien hipermetropia


dengan afakia diberikan kacamata sebagai berikut:1

a. Pusat lensa yang dipakai letaknya tepat pada tempatnya


b. Jarak lensa dengan mata cocok untuk pemakaian lensa afakia
c. Bagian tepi lensa tidak mengganggu lapang pandangan
d. Kacamata tidak terlalu berat.

2.4.2. Epidemiologi

Penelitian di Swedia pada tahun 1997-2001 menyebutkan bahwa


satu dari dua ratus operasi katarak adalah afakia. Alasan paling sering
terjadinya afakia yang tidak direncanakan adalah adanya masalah kapsul
ketika operasi dan prolaps vitreous.2

2.4.3. Etiologi Afakia3

1. Absen lensa kongenital. Keadaan ini jarang.

2. Afakia setelah operasi pengangkatan lensa. Ini adalah penyebab paling


umum afakia.

9
3. Afakia karena absorbsi bahan lensa yang jarang dipalorkan setelah
trauma pada anak.

4. Trauma ekstrusi pada lensa. Ini juga jarang menyebabkan afakia

5. Dislokasi posterior lensa di badan vitreous menyebabkan afakia


optikal.

2.4.4. Gejala

Afakia menyebabkan tajam penglihatan menurun dekat dan jauh.4

2.4.5. Tanda4,5

1. Visus 1/60 atau lebih rendah jika afakia tidak ada komplikasi
2. Limbal scar yang dapat ditemukan pada afakia akibat pembedahan
3. Pasien mengalami penurunan tajam penglihatan (biasanya hiperopia
yang sangat tinggi) yang dapat dikoreksi dengan lensa positif.
4. Bilik mata depan dalam
5. Iris tremulans
6. Jet black pupil
7. Test bayangan purkinje hanya memperlihatkan 2 bayangan (normalnya
4 bayangan)
8. Pemeriksaan fundus memperlihatkan diskus kecil hipermetropi
9. Retinoscopy memperlihatkan hipermetropi tinggi
10. Biasanya terlihat bekas operasi
11. Jika sudah mengalami komplikasi dapat ditemukan edema kornea,
peningkatan TIO, iritis, kerusakan iris, CME (cystoid macular edema)

2.4.6. Optik pada Afakia

Optik pada afakia dapat dibagi menjadi 5, yaitu:4

1. Perubahan data kardinal mata

Perubahan optik yang terjadi setelah pengangkatan lensa adalah:

a. Mata menjadi hipermetropi tinggi


b. Penurunan total power pada mata menjadi +44 D dari +60 D
c. Titik fokus anterior menjadi 23,3 mm didepan kornea

10
d. Titik fokus posterior 31 mm dibelakang cornea (panjang anterior
posterior bola mata 24 mm)
e. Dua titik prinsipal hampir terletak di permukaan anterior kornea
f. Titik nodul sangat dekat dengan yang lain dan terletak 7,75mm
dibelakang permukaan anterior kornea

Sumber: Dr Sunita Agarwal, Dr Athiya Agarwal, David J. Apple, M.D.Textbook of


Ophthalmology. India: Jaypee Brothers Medical Publisher. 2002

2. Pembentukan bayangan pada afakia

Pada afakia, bayangan yang terbentuk membesar 33%. Panjang


fokus anterior pada emetrop adalah 17,05 mm, sedangkan pada afaki
11
adalah 23,22 mm. Rasio panjang fokus anterior emetrop dan afakia
adalah 23,22/17,05=1,32, artinya bayangan yang terbentuk pada afakia
1,32 kali lebih besar (33%) dibandingkan pada emetrop.

3. Tajam penglihatan pada afakia

12
4. Akomodasi pada afakia terjadi kehilangan akomodasi karena tidak
terdapat lensa

5. Penglihatan binokular dan afakia

Afakia monokuler pada anak terjadi aniseikonia sebesar 30%


disebabkan oleh anisometropia.

2.4.7. Tatalaksana

Afakia dapat dikoreksi menggunakan lensa kontak, kacamata, atau


operasi. Kacamata afakia hanya dapat digunakan jika kondisinya afakia
bilateral, jika hanya satu mata maka akan terjadi perbedaan ukuran
bayangan pada kedua mata (aniseikonia). Jika pasien tidak dapat memakai
lensa kontak atau kaca mata, maka dipertimbangkan penanaman lensa
intraokuler (pseudofakia). Dan diperlukan tatalaksana untuk komplikasi.4

Pada afakia bilateral, koreksi dapat dikoreksi dengan kacamata.


Sedangkan pada afakia unilateral, koreksi menggunakan kacamata tidak
dapat ditoleransi karena anisometrop. Lensa kontak dapat mengurangi
aniseikonia. Namun, pasien biasanya tidak nyaman menggunakan lensa
kontak karena kesusahan memasang lensa, tidak nyaman, dapat terjadi
komplikasi seperti konjungtivitis giant papil.4

Tabel perbedaan mata normal (1), koreksi katarak dengan lensa intraokuler
bilik mata belakang (2), lensa kontak (3), dan kacamata katarak (4)

13
14
Sumber: Gerhard, Lang. Ophtalmology A Short. New York: Thieme Stutgart, 2000.

Kacamata

Pasien emetrop, yang akan dilakukan pengangkatan lensa,


membutuhkan kacamata.

 Untuk koreksi jarak jauh : dibutuhkan +10 D sferis dan koreksi


astigmatis (biasanya +1 sampai +2 D cylindris pada aksis 180
derajat pada kasus against the rule astigmatism, dimana
kelengkungan bidang vertikal kornea lebih datar dibanding
horizontal, dan pada aksis 90 derajat pada kasus with the rule
astigmatism)

 Untuk koreksi jarak dekat : addisi +3 D sferis

 Indikasi :

o Afakia bilateral

o Pasien dengan myopia tinggi (kekuatan IOL kurang dari 8D)

o Akan dilakukan operasi katarak

o Ketika pasien menolak operasi implantasi IOL

 Kerugian:

o Pembesaran gambar (dilihat oleh pasien) sebesar 30%

o Lack of eye-hand coordination

o Mengurangi lapang pandang dan ketajaman eksentrik


15
o Cincin skotoma dari efek prismatiktepi lensa konveks. Jack in
the box phenomenon

o Ketidaknyamanan menggunakan kacamata yang berat dan tebal

o Menggunakan koreksi optik yang berbeda untuk jarak yang


berbeda

Lensa kontak

Dengan lensa kontak, pembesaran sekitar 8% yang dapat ditoleransi, tanpa


menyebabkan diplopia binokuler bahkan uniocular afakia

 Indikasi :

o Anak-anak kecil (biasanya dibawah usia 2 tahun), dimana


implantasi IOL dianggap tidak aman

o Pasien afakia yang belum dipasang IOL

o Kornea cocok untuk lensa kontak

 Kerugian :

o Pemasangan dan pelepasan lensa kontak merupakan hal yang


rumit bagi sebagian pasien

o Lensa kontak memerlukan kebersihan yang baik dan lensa


kontak harus dibersihkan

o Mungkit sulit bagi pasien usia lanjut yang tremor untuk


memanipulasi lensa kontak

o Koreksi diperlukan untuk penglihatan jarak dekat

Intra-ocular lens (IOL)

 Keuntungan :
16
o Permanen

o Kosmetik baik

o Toleransi terbaik

o Tidak ada kelainan optik

o Pembesaran dapat diabaikan (biasanya 1-2%)

o IOL dapat ditanamkan pada hampir seluruh operasi katarak

o Koreksi diperlukan untuk penglihatan jarak dekat, kecuali pada


pasien yang terpasang multi fokal IOL

o Selesai pada saat operasi katarak

o IOL sekunder (implantasi IOL dilakukan pada mata afakia). Ini


mungkin posterior chamber IOL, anterior chamber IOL, iris
claw IOL. Implantasi posterior chamber IOL lebih disukai
karena komplikasi minimal.

 Jenis-jenis IOL :

o Posterior chamber IOL

 In the bag posterior chamber IOL

17
 Fiksasi sulkus posterior chamber IOL

o Anterior chamber IOL

 Komplikasi :

 Dekompensasi endotel kornea, menyebabkan edema


kornea

 Uveitis, Perdarahan dan Glaukoma (UGH Syndrome)

o Iris claw IOL

2.4.8. Prognosis

18
Prognosis untuk afakia adalah bagus jika tidak terjadi komplikasi
seperti edema kornea, glaukoma sekunder, CME (cystoid macular edema).
Namun, pada afakia terjadi peningkatan resiko ablasio retina, khususnya
pada miopi tinggi dan jika kapsul posterior tidak intak.4

DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas, Sidarta. Kelainan Refrakasi dan Koreksi Penglihatan. Jakarta : Balai


Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2004.
2. Lundström M, Brege KG, Florén I, Lundh B, Stenevi U, Thorburn W.
Postoperative aphakia in modern cataract surgery: part 2: detailed analysis of the
cause of aphakia and the visual outcome.J Cataract Refract Surg. 2004
Oct;30(10):2111-5.
3. A.K. khurana. Opthalmology. New Delhi: New Age International. 2003.

19
4. Neil J. Friedman, M.D., Peter K. Kaiser, M.D. Essentials of Ophthalmology.
Elsevier Inc. 2007.
5. Mukherjee. Clinical Examination In Ophthalmology. India : Elsevier India. 2006.
6. Ilyas Sidarta. Ilmu Penyakit Mata edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
2007.

7. Vaughan, Daniel G. Oftalmologi Umum. Ed 14. Widya Medika: Jakarta. 2000.


8. Ilyas, Sidarta. Katarak (lensa mata keruh) cetakan ketiga. Jakarta: Balai penerbit
FKUI. 2003.
9. Schlote T. Pocket Atlas of Ophthalmology.Stuttgart New-York: 2006.
10. Gerhard, lang. Ophtalmology A Short Textbook. New York :Thieme stutrgart,
2000.

20

Anda mungkin juga menyukai