Anda di halaman 1dari 70

PENGEMASAN MAKANAN

Penulis:
Denok Indraswati

Penerbit:
Forum Ilmiah Kesehatan (FORIKES)

Tahun 2017
PENGEMASAN MAKANAN

Penulis:
Denok Indraswati

Penerbit:
Forum Ilmiah Kesehatan (FORIKES)

Tahun 2017

i
FORIKES

PENGEMASAN MAKANAN

0leh:

Denok Indraswati

ISBN 978-602-1081-30-3

Diterbitkan Oleh:
Forum Ilmiah kesehatan (FORIKES)

© 2017 Forum Ilmiah Kesehatan (FORIKES)

Jl. Cemara 25 RT.01 RW.02 Ds/Kec.Sukorejo. Ponorogo


E-mail: forikes/@gmail.com . Telepon: 085853252665

Editor: H. Djoko Windu P Irawan, SKM, MMKes


Desain Kulit Muka : Denok Indraswati

Hak cipta dilindungi oleh Undang undang


Dilarang mengutip, memperbanyak dan menerjemahkan sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin
tertulis dari penerbit.

ii
KATA PENGANTAR

Mata Kuliah Penyehatan Makanan Minuman merupakan salah satu Mata Kuliah yang
telah ditetapkan dalam Kurukulum Pendidikan Kesehatan Lingkungan.
Agar mahasiswa memperoleh kemampuan dan ketrampilan sesuai yang telah
ditentukan dalam kurikulum, maka kami selaku Dosen Mata Kuliah Penyehatan Makanan
Minuman merasa perlu untuk menyusun buku memuat sejumlah pengetahuan dan
ketrampilan yang harus dimiliki oleh mahasiswa.
Buku Penyehatan Makanan Minuman yang kami beri judul : ”PENGEMASAN
MAKANAN” Buku ini diharapkan dapat dijadikan sebagai salah satu pegangan bagi
Mahasiswa kesehatan Lingkungan, juga dapat digunakan oleh pihak lain sebagai bahan
tambahan dalam memperkaya pengetahuan dan ketrampilan.
Kami menyadari bahwa buku yang telah tersusun ini masih jauh dari kesempurnaan,
untuk itu kami sangat mengharapkan saran-saran untuk penyempurnaan.

Penulis

iii
DAFTAR ISI

Halaman

Halaman judul I .............................................................................................. i


Halaman Judul II .............................................................................................. ii
Kata Pengantar ................................................................................................ iii
Daftar Isi ......................................................................................................... iv

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1


A. Permasalahan tentang kemasan produk ...................................... 1
B. Konsep dasar kemasan .............................................................. 1
C. Pengertian pengemasan ............................................................. 2
D. Fungsi dan kegunaan kemasan ................................................... 3
E. Tujuan kemasan ........................................................................ 4
F. Persyaratan kemasan ................................................................. 4
G. Persyaratan bahan kemas .......................................................... 6
H. Disain kemasan ......................................................................... 7
I. Bahasa desain kemasan ............................................................. 11
J. Labelling ................................................................................... 16
K. Penggolongan kemasan ............................................................. 21

BAB II BAHAN KEMASAN MAKANAN ............................................................. 24


A. Plastik ....................................................................................... 24
B. Kaleng ...................................................................................... 25
C. Gelas ........................................................................................ 25
D. Kertas ....................................................................................... 25
E. Styrofoam ................................................................................. 26

BAB III BAHAN PENGEMAS MAKANAN PLASTIK .............................................. 27


A. Bahan pengemas plastik ............................................................. 27
B. Penggolongan jenis-jenis plastik ................................................. 30
C. Pemilihan kemasan plastik untuk bahan pangan ........................... 32
D. Simbol kemasan plastik .............................................................. 34
E. Penggunaan plastik yang aman .................................................. 35
F. Mesin pengemas plastik ............................................................. 36

BAB IV PENGAWETAN BAHAN PANGAN NABATI DALAM KEMASAN KALENG ..... 37


A. PROSES PENGALENGAN BAHAN PANGAN NABATI ........................ 39
B. PENGARUH PROSES PENGOLAHAN PANAS DALAM PENGELENGAN
TERHADAP NILAI GIZI ............................................................... 46

BAB V KEMASAN YANG DAPAT DIMAKAN (EDIBLE PACKAGING) YANG HIGIENIS


DAN RAMAH LINGKUNGAN ............................................................... 49

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 63

iv
1

BAB I
PENDAHULUAN

A. PERMASALAHAN TENTANG KEMASAN PRODUK


Permasalahan tentang kemasan produk dan labelnya kadang-kadang menjadi kendala
bagi perkembangan atau kemajuan suatu usaha. Banyak persoalan yang muncul ketika
suatu usaha ingin memiliki suatu kemasan produk yang baik, berkualitas dan memenuhi
standar nasional yang ada. Persoalan-persoalan yang sering dihadapi seperti bahan
pengemas, desain bentuk kemasan, desain label, sampai pada persoalan yang paling
utama yaitu biaya pembuatan kemasan itu sendiri.
Bagi para pengelola UMKM dengan segala keterbatasan modal usaha sebaiknya
permasalahan tentang kemasan bisa ditangani dengan kreativitasnya. Kemasan yang
baik dan menarik tidak selalu identik dengan harga kemasan yang mahal. Dengan bahan
pengemas yang biasa-biasa saja, asalkan dirancang sedemikian rupa baik bentuk
maupun desain labelnya pastilah akan tercipta sebuah kemasan yang tidak kalah
bersaing dengan kemasan-kemasan modern.
B. KONSEP DASAR KEMASAN.
Pada mulanya, manusia menggunakan dedaunan untuk membungkus bahan makanan
yang tidak habis dikonsumsinya sehingga dapat digunakan dikemudian hari. Usia
kemasan atau proses pengemasan tidak diketahui pasti, tetapi dapat dikatakan bahwa
pengemasan telah dilakukan sejak manusia mengenal peradaban. Didorong oleh naluri
untuk mempertahankan hidupnya, manusia membungkus, membawa dan menyimpan
bahan makanannya untuk keperluan hari-hari berikutnya. Pada masa itu, teknik
pengemasan masih sangat sederhana atau primitif, selanjutnya sejalan dengan
kemajuan teknologi dan peradaban manusia maka teknik pengemasan juga berkembang
dengan pesat.
Pengertian Kemasan adalah wadah atau tempat untuk menempatkan produk serta
memberikan perlindungan atau proteksi sehingga produk lebih awet, memudahkan
penyimpanan, distribusi, pemakaian, promosi dan juga memberikan jaminan kepastian
pada konsumen serta berwawasan lingkungan.
Kemasan atau wadah juga didefinisikan sebagai sesuatu yang direncanakan dan
dikonstruksi dari bahan tertentu sedemikian rupa sehingga dapat diisi produk, membawa
dan melindunginya. Pengemasan secara umum dimaksudkan sebagai usaha untuk
memastikan distribusi atau pengangkutan produk aman sampai ke konsumen akhir
2

dengan biaya yang minimal. Pengemasan apabila dihubungkan dengan ilmu dan
teknologi, dipandang sebagai hasil penerapan dari ilmu, seni dan teknologi dalam
penyiapan dan penyimpanan makanan atau bahan makanan. Kemasan sebagai ilmu
karena merupakan hasil dari proses pemikiran secara sistematis dan metodis, serta
melalui penalaran-penalaran tertentu. Kemasan sebagai seni karena hasil kreatifitas
manusia dengan memperhatikan keahlian atau ketrampilan, kecermatan dan
mempertimbangkan nilai-nilai estetika. Sedangkan kemasan sebagai teknologi berkaitan
dengan penggunaan bahan dan proses pengemasan yang menjadi hasil perkembangan
ilmu dan teknologi. Pengemasan juga merupakan bagian dari penanganan maupun
pengolahan suatu produk apabila ditinjau sebagai suatu rangkaian proses produksi.
Namun demikian, fungsi utama kemasan adalah mengendalikan interaksi antara produk
pangan dengan lingkungan eksternalnya.
C. PENGERTIAN PENGEMASAN.
Pengemasan merupakan sistem yang terkoordinasi untuk menyiapkan barang menjadi
siap untuk ditransportasikan, didistribusikan, disimpan, dijual dan dipakai. Adanya wadah
atau pembungkus dapat membantu mencegah atau mengurangi kerusakan, melindungi
produk yang ada di dalamnya, melindungi dari bahaya pencemaran serta gangguan fisik
(gesekan, benturan, getaran).
Didalam pengemasan bahan pangan terdapat dua macam wadah, yaitu :
1. Wadah utama atau wadah yang langsung berhubungan dengan bahan pangan.
2. Wadah kedua atau wadah yang tidak langsung berhubungan dengan bahan pangan.
Wadah utama harus bersifat non toksik dan inert sehingga tidak terjadi reaksi kimia
yang dapat menyebabkan perubahan warna, flavour dan perubahan lainnya. Selain itu,
untuk wadah utama biasanya diperlukan syarat-syarat tertentu bergantung pada jenis
makanannya, misalnya melindungi makanan dari kontaminasi, melindungi kandungan air
dan lemaknya, mencegah masuknya bau dan gas, melindungi makanan dari sinar
matahari, tahan terhadap tekanan atau benturan dan transparan.
Melindungi bahan pangan dari kontaminasi berarti melindunginya terhadap
mikroorganisme dan kotoran serta terhadap gigitan serangga atau binatang pengerat
lainnya. Melindungi kandungan airnya berarti bahwa makanan di dalamnya tidak boleh
menyerap air dari atmosfer dan juga tidak boleh berkurang kadar airnya. Jadi wadahnya
harus kedap air. Perlindungan terhadap bau dan gas dimaksudkan supaya bau atau gas
yang tidak diinginkan tidak dapat masuk melalui wadah tersebut dan jangan sampai
merembes keluar melalui wadah. Wadah yang rusak karena tekanan atau benturan
dapat menyebabkan makanan di dalamnya juga rusak dalam arti berubah bentuknya.
3

Pengemasan komoditi hortikultura adalah suatu usaha menempatkan komoditi segar ke


dalam suatu wadah yang memenuhi syarat sehingga mutunya tetap atau hanya
mengalami sedikit penurunan pada saat diterima oleh konsumen akhir dengan nilai
pasar yang tetap tinggi. Dengan pengemasan, komoditi dapat dilindungi dari kerusakan,
benturan mekanis, fisik, kimia dan mikrobiologis selama pengangkutan, penyimpanan
dan pemasaran.
Pada bagian luar kemasan biasanya dilengkapi dengan etiket (label) dan hiasan
(dekorasi) yang bertujuan untuk :
1. Memberikan kemudahan dalam mengidentifikasikan produk yang dikemas, seperti
jenis dan kuantitasnya.
2. Memberikan informasi tentang merk dagang dan kualitasnya.
3. Menarik perhatian pembeli.
4. Memberikan keterangan pada pembeli tentang cara menggunakan produk yang
dikemas.
D. FUNGSI DAN KEGUNAAN KEMASAN.
Kemasan merupakan faktor penting dalam sebuah usaha pengolahan makanan karena
fungsi dan kegunaan dari kemasan itu sendiri. Secara umum fungsi kemasan adalah
sebagai bahan pelindung atau pengaman produk dari pengaruh-pengaruh luar yang
dapat mempercepat terjadinya kerusakan pada makanan yang terdapat di dalamnya.
Namun demikian selain itu kemasan masih memiliki fungsi-fungsi atau kegunaan lain
yang tidak kalah pentingnya seperti mempermudah distribusi atau pengontrolan produk
dan bahkan saat ini ada fungsi yang sangat penting yaitu kemasan sebagai media atau
sarana informasi dan promosi dari produk yang ditawarkan yang ada di dalam kemasan.
Secara lebih terperinci berikut ini adalah sekilas penjelasan singkat tentang fungsi dan
peranan kemasan dalam usaha pengolahan makanan :
1. Sebagai wadah, perantara produk selama pendistribusian dari produsen ke
konsumen.
2. Sebagai Pelindung, kemasan di harapkan dapat melindungi produk yang ada di
dalamnya dari berbagai faktor penyebab kerusakan baik yang disebabkan oleh faktor
fisika, kimia dan biologi.
3. Memudahkan pengiriman dan pendistribusian, dengan pengemasan yang baik suatu
produk akan lebih mudah didistribusikan.
4. Memudahkan penyimpanan, suatu produk yang telah dikemas dengan baik akan
lebih mudah untuk disimpan.
4

5. Memudahkan penghitungan, dengan pengemasan jumlah atau kuantitas produk lebih


mudah dihitung.
6. Sarana informasi dan promosi.
7. Dan lain sebagainya.
Untuk fungsi nomor 6 merupakan fungsi tambahan, namun demikian saat ini justru
fungsi kemasan sebagai media informasi dan promosi ini menjadi sangat penting.
melalui kemasan yang telah diberi label dapat disampaikan informasi-informasi
mengenai produk yang terdapat di dalamnya seperti komposisi produk, kandungan gizi,
khasiat atau manfaat produk dan lain sebagainya. Serta dengan perancangan kemasan
yang baik dan menarik, dengan bentuk kemasan yang unik, disertai dengan gambar-
gambar yang menarik hal ini akan dapat meningkatkan nilai jual dari produk yang ada di
dalamnya. Kemasan yang menarik dapat menarik perhatian dan menimbulkan rasa
penasaran bagi konsumen untuk membeli produk tersebut. sehingga dengan demikian
kemasan yang unik dan menarik akan dapat mendongkrak pasar produk tersebut.
E. TUJUAN KEMASAN.
Tujuan pengemasan adalah sebagai berikut :
1. Melindungi makanan dari mikroorganisme dan kontaminasinya.
2. Mencegah kehilangan atau pertambahan kadar air dalam makanan yang dikemas.
3. Melindungi makanan dari oksigen dan cahaya.
4. Memudahkan penanganan dan pengendalian.
Tujuan pengemasan pertama sampai ketiga dikaitkan dengan usaha manusia untuk
memperpanjang umur atau masa simpan makanan.
F. PERSYARATAN KEMASAN.
Terdapat beberapa kriteria atau persyaratan yang harus dipertimbangkan pada
kemasan, sebagai berikut :
1. Penampilan.
Kriteria penampilan atau kenampakan kemasan sangat penting dan menonjol karena
calon pembeli akan memperoleh keleluasaan untuk memilih barang, sehingga
kemasan harus memiliki daya tarik besar.
a. Jati diri produk.
b. Informasi cara penggunaan produk.
c. Informasi komposisi produk.
d. Merk, identitas produsen.
e. Promosi produk.
2. Perlindungan.
5

Perlindungan merupakan syarat penting bagi kemasan. Besarnya perlindungan yang


dikehendaki dari suatu produk tergantung pada sifat produk yang dikemas, tempat
tujuan, cara distribusi dan daya simpan yang dikehendaki.
a. Interaksi kemasan dan isi.
b. Mikroorganisme (rayap, serangga, tikus, dan lain-lain).
c. Tekanan fisik.
d. Pukulan atau mekanik.
e. Tusukan.
f. Gerakan.
g. Suhu.
h. Sinar atau cahaya.
i. Keamanan (pemalsuan, pencurian, dan lain-lain).
3. Fungsi atau Kegunaan.
Kriteria fungsi pada kemasan dapat dibedakan menjadi fungsi yang berhubungan
dengan pemakaian produk (end use) dan fungsi yang berkaitan dengan perilaku
selama pengemasan atau pengisian sehingga diharapkan kemasan harus :
a. Memiliki daya tarik.
b. Mudah membukanya.
c. Mudah pemakaiannya.
d. Aman untuk lingkungan.
e. Mudah proses pembuatannya (mesin otomatis atau manual).
4. Harga atau Biaya.
a. Bahan pengemas tidak lebih mahal dari yang dikemas.
b. Mudah dalam penyimpanan dan penanganan kemasan.
c. Mudah dalam pengisian / penggunaan.
d. Transportasi lebih efektif dan efisien.
e. Asuransi.
f. Kerusakan produk dapat dihindari.
g. Berpengaruh terhadap pemasaran.
5. Penanganan Limbah.
Berkaitan dengan penanganan limbah, bahan kemasan diharapkan memiliki sifat
sebagai berikut :
a. Dapat didaur ulang.
b. Pemakaian berulang.
c. Bersifat "biodegrability" (dapat diurai oleh alam / mikroba).
6

5 (lima) faktor penting yang harus diperhitungkan dalam memilih bahan pengemas.
Faktor-faktor tersebut adalah :
1. Faktor keamanan (faktor interaksi antara bahan pengemas dan bahan pangan):
tidak mengandung komponen beracun (nontoksik), komponen tidak baik (halal),
memiliki kesesuaian (compatibility) dengan bahan yang dikemas.
2. Faktor perlindungan (faktor interaksi dengan dunia luar): kontaminasi dari
mikroorganisme, kerusakan oksidasi, sinar ultraviolet, kehilangan/penyerapan air,
odor atau komponen volatile lain dan perlindungan dari kerusakan fisik.
3. Faktor visibilitas (faktor bisnis dan marketing) : sifat transparan, menarik perhatian,
mutu cetak, warna dan sebagainya.
4. Faktor kemudahan dan lingkungan : mudah dibawa, reusable, recycleable,
biodegrability, dll.
5. Faktor harga kemasan kue dan minuman nusantara. Pemakaian kemasan hampir
dilakukan pada semua komoditi, diantaranya produk makanan atau kue dan
minuman.
Kemasan pada kue dan minuman tidak hanya sekedar sebagai pembungkus dan wadah
akan tetapi juga bertanggung jawab terhadap keamanan dan keutuhan kualitas kue dan
minuman yang dikemasnya. Kemasan kue-kue nusantara secara khusus menunjukkan
identitas budaya masyarakat Indonesia. Apabila ditinjau dari pembuatannya kemasan
kue-kue nusantara menunjukkan kesederhanaan dalam bentuk, menyatu dengan alam
(dibuat dari bahan alami), fungsional, dikerjakan dengan tangan, memanfaatkan proses
yang mengandalkan energi alami dan bersifat simbolik yang merefleksikan hubungan
seimbang antara manusia dengan lingkungan. Pembuatan kemasan makanan khususnya
kue nusantara dibuat dengan mempertimbangkan bentuk dasar kue sehingga
memudahkan dalam menyajikan, menyimpan dan mengkonsumsinya.
G. PERSYARATAN BAHAN KEMAS.
Dalam menentukan fungsi perlindungan dari pengemasan, maka perlu dipertimbangkan
aspek-aspek mutu produk yang akan dilindungi. Mutu produk ketika mencapai konsumen
tergantung pada kondisi bahan mentah, metoda pengolahan dan kondisi penyimpanan.
Dengan demikian fungsi kemasan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
1. Kemampuan/daya membungkus yang baik untuk memudahkan dalam penanganan,
pengangkutan, distribusi, penyimpanan dan penyusunan/penumpukan.
2. Kemampuan melindungi isinya dari berbagai risiko dari luar, misalnya perlindungan
dari udara panas/dingin, sinar/cahaya matahari, bau asing, benturan/tekanan
mekanis, kontaminasi mikroorganisme.
7

3. Kemampuan sebagai daya tarik terhadap konsumen. Dalam hal ini identifikasi,
informasi dan penampilan seperti bentuk, warna dan keindahan bahan kemasan
harus mendapatkan perhatian.
4. Persyaratan ekonomi, artinya kemampuan dalam memenuhi keinginan pasar,
sasaran masyarakat dan tempat tujuan pemesan.
5. Mempunyai ukuran, bentuk dan bobot yang sesuai dengan norma atau standar yang
ada, mudah dibuang dan mudah dibentuk atau dicetak.
Untuk memenuhi persyaratan tersebut maka kemasan harus memiliki sifat-sifat :
1. Permeabel terhadap udara (oksigen dan gas lainnya).
2. Bersifat non-toksik dan inert (tidak bereaksi dan menyebabkan reaksi kimia)
sehingga dapat mempertahankan warna, aroma dan cita rasa produk yang dikemas.
3. Kedap air (mampu menahan air atau kelembaban udara sekitarnya).
4. Kuat dan tidak mudah bocor.
5. Relatif tahan terhadap panas.
6. Mudah dikerjakan secara masal dan harganya relatif murah.
H. DISAIN KEMASAN.
1. Pengertian dan kegunaan desain grafis pada kemasan.
Desain merupakan seluruh proses pemikiran dan perasaan yang akan menciptakan
sesuatu dengan menggabungkan fakta, konstruksi, fungsi dan estetika untuk
memenuhi kebutuhan manusia.
Desain adalah konsep pemecahan masalah rupa, warna, bahan, teknik, biaya,
kegunaan dan pemakaian yang diungkapkan dalam gambar dan bentuk.
Penampilan yang baik dari kemasan dapat meningkatkan penjualan dari produk yang
dikemas. Promosi dari produk sangat erat kaitannya dengan perilaku saingan dan
perilaku konsumen. Banyak metode promosi yang dapat dilakukan seperti promosi
melalui media massa, papan di jalanan dan ini terutama dilakukan apabila produsen
ingin memperkenalkan produk barunya. Untuk promosi setelah produk tersebut
dikenal oleh konsumen, maka pengemasan produk memegang peranan yang
penting. Berdasarkan pengamatan, banyak konsumen memilih satu jenis produk
setelah melihat kemasannya. Hal ini dapat terjadi jika kemasan tersebut memberikan
informasi yang cukup bagi calon pembeli, serta mempunyai desain yang menarik
pembeli. Desain kemasan yang menarik, biasanya diperoleh setelah melalui
penelitian yang cukup panjang mengenai selera konsumen, yang kemudian
diterjemahkan dalam desain grafis cetakan. Desain yang baik tergantung pada
keahlian desainer, jenis tinta, bahan dan mesin pencetak.
8

Perkembangan industri yang pesat menyebabkan kemasan menjadi faktor yang


penting dalam pengangkutan dan penyimpanan barang-barang sesuai dengan
perkembangan pasar lokal menjadi pasar nasional bahkan internasional. Pendapatan
atau kemakmuran yang berkembang seiring dengan perkembangan industri, pada
akhirnya menyebabkan konsumen dihadapkan pada pilihan yang beragam dari
produk-produk yang bersaing untuk memperebutkan pasar. Hal ini mendorong
pengusaha untuk mempengaruhi pilihan konsumen, yaitu dengan memperkenalkan
konsep branding untuk membangun personalitas produk yang dapat dikenali
konsumen. Brand atau merk adalah nama, simbol, desain grafis atau kombinasi di
antaranya untuk mengidentifikasi produk tertentu dan membedakannya dari produk
pesaing. Nama brand yang dicetak dalam kemasan dapat menunjukkan citra
produsen dan kualitas produk tertentu. Saat ini fungsi kemasan tidak hanya sebagai
wadah untuk produk, tetapi sudah bergeser menjadi alat pemasaran. Pasar swalayan
dan supermarket juga sudah berkembang dengan pesat, sehigga desain grafis pada
kemasan produk juga semakin berkembang. Hal ini disebabkan karena pada pasar
swalayan, kemasan dapat berfungsi sebagai wiraniaga diam yang dapat menjual
suatu produk dan perbedaan dalam bentuk dan dekorasi kemasan berpengaruh
besar terhadap penjualan.
2. Faktor-faktor penting dan persyaratan desain kemasan.
a. Mampu menarik calon pembeli.
Kemasan diharapkan mempunyai penampilan yang menarik dari semua aspek
visualnya, yang mencakup bentuk, gambar-gambar khusus, warna, ilustrasi,
huruf, merk dagang, logo dan tanda-tanda lainnya. Penampilan kemasan
menggambarkan sikap laku perusahaan dalam mengarahkan produknya.
Kurangnya perhatian akan kualitas produk dan desain kemasan yang tidak
menarik akan menyebabkan keraguan pembeli terhadap produk tersebut.
Penampilan suatu kemasan dapat bervariasi dengan perbedaan warna, bentuk,
ukuran, ilustrasi grafis, bahan dan cetakannya. Kombinasi dari unsur-unsur
tersebut dapat memantapkan identitas suatu produk / perusahaan tertentu.
Bentuk dan penampilan kemasan sangat mempengaruhi keberhasilan penjualan
produk di pasar swalayan, karena waktu yang diperlukan oleh konsumen untuk
memutuskan membeli atau tidak suatu produk di pasar swalayan hanya satu
seperlima detik. Pada situasi swalayan, kemasan harus menarik perhatian di
antara produk-produk yang saling bersaing. Agar kemasan menjadi menarik,
disainer harus dapat menciptakan kemasan dengan bentuk yang unik, paduan
9

warna yang serasi, tipografi yang sesuai desain yang praktis, menarik dan
sebagainya.
b. Menampilkan produk yang siap jual.
Ketika konsumen sudah tertarik untuk membeli, pertimbangan konsumen
berikutnya untuk menentukan membeli atau tidak adalah isi kemasan (produk di
dalamnya). Oleh karena itu kemasan harus dapat menunjukkan kepada pembeli
isi atau produk yang dikemasnya. Kelebihan-kelebihan dari produk harus dapat
ditonjolkan pada kemasan, seakan-akan produk tersebut memang disajikan
untuk calon pembeli secara memuaskan. Sasaran konsumen dari produk yang
dijual ditunjukkan melalui desain kemasan, seperti misalnya kelompok usia
(makanan bayi, susu formula), jenis kelamin dan kelompok etnis. Hampir 70%
dari pembelian di toko swalayan adalah hasil pengambilan keputusan sejenak
pada saat pembeli berada di toko tersebut. Didapat 50% dari semua pembelian
di toko swalayan adalah karena dorongan hati. Kemasan harus mampu
mengubah rencana pembeli untuk mengambil suatu produk dari merk lain
menjadi produk serupa yang disajikan. Ketika tidak ada pilihan produk yang
ditawarkan, keputusan konsumen untuk membeli atau tidak relatif mudah. Akan
tetapi pada pasar yang bersaing, produsen harus berusaha untuk mempengaruhi
pilihan konsumen. Hal ini berarti produsen perlu mengetahui motivasi konsumen
dalam memilih. Motivasi konsumen dalam memilih antara lain karena :
1) Murah.
2) Sesuai dengan kebutuhan.
3) Kebanggaan.
Pria akan lebih tertarik pada kemasan yang menunjukkan kejantanan, sedangkan
wanita lebih menyukai produk yang tampak cantik. Anak muda lebih tertarik
pada kemasan yang menggugah atau menggairahkan, sedangkan orangtua lebih
konservatif. Disainer kemasan perlu mempelajari perilaku konsumen untuk
menganalisa pengaruh kemasan terhadap pola pembelian konsumen,
menemukan bagaimana kemasan diciptakan agar layak dalam lingkungan pasar
yang makin kompleks, mengurangi waktu belanja dan pengaruh kemasan dalam
menarik mata pelanggan (eye catching). Minat konsumen untuk membeli dapat
ditarik dengan memperagakan produk tersebut pada tempat yang
menyenangkan, dalam bentuk yang menarik dengan dukungan latar belakang
yang baik. Contohnya dapat kita lihat pada kemasan untuk biskuit tertentu yang
digambarkan langsung sehingga mengundang selera, kosmetik dan alat-alat rias
10

wanita diberi kemasan yang berkesan glamour dengan menggunakan ilustrasi


keindahan, wanita yang rapi atau lukisan.
c. Informatif dan komunikatif.
Gagalnya fungsi kemasan dapat menyebabkan produk yang dijual tidak akan
pernah beranjak dari tempatnya. Kemasan harus dapat dengan cepat
menyampaikan pesan dan dengan jelas semua informasi yang bersangkutan
harus disampaikan kepada pembeli bahwa produk tersebut akan memuaskan
kebutuhan dan lebih baik dari merk produk lain yang sejenis. Hal yang penting
disampaikan di dalam kemasan adalah identitas produk, yang akan
mempermudah seseorang menjadi tertarik akan suatu merk dibanding merk lain
yang tidak jelas identifikasinya. Hal-hal yang dapat menunjukkan identitas
produk seperti warna, rasa, bentuk dan ukuran harus dapat diketahui oleh
konsumen melalui kemasan. Jenis atau identitas produk harus juga diberikan
porsi menonjol pada panel utama kemasan. Identifikasi jenis produk dapat
dicapai dengan menggunakan merek dagang dan logo. Penekanan terakhir untuk
jenis atau perusahaan dapat diwujudkan melalui penggunan kata-kata dan
simbol-simbol khusus. Penempatan yang menonjol dari merek dagang atau logo
membantu mengidentifikasi produk yang dikemas. Suatu produk dari suatu
perusahaan dapat membantu penjualan produk-produk lain dari perusahaan
yang sama. Kepuasan konsumen akan suatu produk akan mendorong pembeli
untuk membeli produk lain dari perusahaan yang sama. Falsafah Inggris yang
menyatakan ”the product is the package” atau barang produk ditentukan oleh
kemasannya, hendaknya diterapkan oleh produsen. Mutu kemasan dinilai dari
kemampuan dalam memenuhi fungsi yaitu kemasan dituntut untuk memiliki daya
tarik lebih besar daripada barang yang dibungkus (misalnya kemasan minyak
wangi). Keberhasilan suatu kemasan ditentukan oleh estetika dimana di
dalamnya terkandung keserasian antara bentuk dan penataan desain grafis tanpa
melupakan kesan jenis, ciri atau sifat barang yang diproduksi. Petunjuk yang
lengkap untuk penggunaan produk dan kemasan sangat penting. Pada produk-
produk makanan, kemudahan memahami petunjuk untuk menyiapkan dan
menggunakan resep harus diikutsertakan. Petunjuk cara membersihkan untuk
jenis pakaian tertentu adalah contoh lain untuk informasi penggunaan produk.
Pada produk-produk yang membahayakan kesehatan pemakai, maka kemasan
harus menekankan agar pengguna berhati-hati dalam bekerja. Informasi tentang
cara penggunaan pada kemasan sangatlah membantu. Petunjuk yang benar
11

tentang cara membuka dan menutup kembali kemasan harus diberikan. Semua
gambaran yang menyenangkan, khususnya yang baru atau berbeda harus
ditunjukkan.
Semua informasi yang dibutuhkan yang menyangkut undang-undang harus
terlihat pada kemasan, meskipun persyaratan-persyaratan tersebut sangat
tergantung pada klasifikasi produk termasuk hal-hal seperti nama dan alamat
pembuat kemasan, berat bersih, kandungan-kandungannya dan pernyataan-
pernyataan lain. Informasi ini harus ditulis dan ditunjukkan serta mudah dilihat,
dibaca dan dimengerti oleh konsumen. Berat bersih, harus selalu diperlihatkan
pada label kemasan.
d. Menciptakan rasa butuh terhadap produk.
Banyak produk dengan jenis yang sama tetapi merk berbeda terdapat di pasaran,
yang menyebabkan terjadinya persaingan antar produsen. Hasil studi mengenai
”The 7th Du Pont Consumer Buying Habits”, yaitu bahwa 62,6 % pembeli yang
diwawancarai di toko swalayan tidak memiliki daftar belanja. Karena itu kondisi
sesaat, seperti telah diuraikan dimuka, dapat merebut hati pembeli untuk dapat
merebut hati pembeli untuk memilih produk yang ditampilkan. Kemasan yang
dapat menimbulkan minat yang kuat terhadap produk akan terpilih pada waktu
yang cukup lama. Salah satu cara untuk menimbulkan minat terhadap suatu
produk adalah dengan mengingatkan calon pembeli terhadap iklan yang pernah
dibuat. Kemasan harus mampu menerangkan dengan jelas iklan tersebut. Ikon-
ikon mengenai manfaat kesehatan, prestise, kemewahan yang ditonjolkan pada
kemasan akan dapat menunjang pemenuhan kebutuhan psikologis dan
memudahkan pembelian produk tersebut. Dengan meningkatkan ingatan
membeli akan iklan, penekanan pada kesenangan dan penunjangan fasilitas
untuk pemenuhan kebutuhan psikologis, kemasan dapat membantu
menimbulkan rasa butuh terhadap produk tersebut.
I. BAHASA DESAIN KEMASAN.
Unsur-unsur atau bahasa desain grafis yaitu bahasa visual atau bahasa simbol yang
diungkapkan melalui bentuk, ilustrasi-ilustrasi, warna dan huruf.
1. Bentuk Kemasan.
Perbedaan bentuk kemasan suatu produk dengan produk pesaing dapat
mengingatkan konsumen akan produk tersebut, walaupun mereka sendiri mungkin
tidak teringat lagi. Parfum Charlie akan mudah dikenali dari bentuknya yang
menyerupai bola tenis, botol sirup Marjan dan sirup Tessty yang spesifik juga mudah
12

untuk dikenali. Bentuk dan warna kemasan yang spesifik mempunyai daya tarik
tersendiri. Dengan bentuk dan warna yang diperbarui, kadang-kadang menimbulkan
kesan bahwa mutu produk tersebut diperbarui pula. Kemasan dengan ukuran yang
berbeda memungkinkan pembeli dari tingkat pendapatan yang berbeda untuk
membeli produk yang sama. Dengan kombinasi bentuk, warna, dan ukuran kemasan
yang berbeda, perusahaan dapat meningkatkan penjualan hasil produksinya. Bentuk
kemasan harus berhubungan dengan produk. Suatu contoh yang baik dalam hal ini
adalah upaya beberapa pabrik minuman ringan dalam mengemas minuman-
minuman diet dalam botol botol yang terlihat ramping. Pabrik- pabrik kosmetika
melakukan pekerjaan yang sangat baik dalam merencanakan kesan kewanitaan
melalui bentuk-bentuk kemasan khusus untuk krim, obat-obatan pencuci, lipstik dan
alat-alat bantu perawatan. Hal ini dapat ditemukan pada kemasan-kemasan yang
didesain untuk industri parfum. Kemasan dengan alas yang berisi memudahkan
penanganan dan penumpukan di tingkat penyalur. Kemasan dari bumbu (saus)
untuk selada adalah suatu contoh yang baik dari suatu usaha untuk membuat
produk lebih mudah digunakan. Kemasan-kemasan gaya baru, seperti yang
digunakan untuk zat pemutih dan cuka, dengan bentuk yang memungkinkan untuk
mudah dipegang menjadikan penanganan yang mudah dan juga mengamankan
produk yang dikemas. Perubahan gaya hidup masyarakat, dimana semakin
banyaknya wanita yang bekerja, menyebabkan kebutuhan akan produk siap santap
dalam kemasan yang sekali pakai (single serve packaging) semakin meningkat.
Dahulu jenis kemasan ini hanya untuk snacks, permen, minuman ringan dan mie
instan. Saat ini sudah banyak dikembangkan untuk bahan pangan lain mulai dari
bahan pangan untuk sarapan hingga makanan dengan lauk pauk yang lengkap (full
five course meal). Target konsumennya juga bervariasi dari anak-anak hingga orang
dewasa.
2. Ilustrasi dan dekorasi.
Ilustrasi grafis dan fotografi memudahkan produsen memantapkan citra suatu
produk. Fungsi utama ilustrasi adalah untuk informasi visual tentang produk yang
dikemas, pendukung teks, penekanan suatu kesan tertentu dan penangkap mata
untuk menarik calon pembeli. Gambar tersebut dapat berupa gambar produk secara
penuh atau terinci, serta dapat juga merupakan hiasan (dekorasi). Sebaiknya
gambar tidak mengacaukan pesan yang akan disampaikan. Gambar dan simbol
dapat menarik perhatian dan mengarahkan perhatian pembeli agar mengingatnya
selama mungkin. Disertai penggunaan bahasa yang umum yang dengan cepat dapat
13

dimengerti oleh setiap orang. Ilustrasi kemasan biasanya merupakan hal pertama
yang diingat konsumen sebelum membaca tulisannya. ilustrasi yang baik harus :
a. Berfungsi lebih dari sekedar menggambarkan produk atau menghiasi kemasan.
b. Menimbulkan daya tarik dan minat, sehingga akan lebih cepat dan efektif
daripada pesan tertulis.
c. Sesuai dengan keyakinan dan selera pemakai.
d. Mengikuti perkembangan dan perubahan sejalan dengan perubahan minat dan
cara hidup target kelompok konsumen.
e. Tidak berlebihan atau kurang sesuai karena akan membingungkan konsumen.
Foto atau ilustrasi diperlukan untuk menggambarkan produk olahan dalam bentuk
yang lebih menarik. Sebagai contoh kotak karton untuk mengemas beras kencur,
gula asam dan sorbat oleh industri jamu. Perancang biasanya menggambarkan
gambar-gambar yang abstrak untuk ilustrasi bagi produk kosmetik, farmasi,
perawatan tubuh dan lain-lain.
3. Warna.
Warna kemasan merupakan hal pertama yang dilihat konsumen (eye catching) dan
mungkin mempunyai pengaruh yang terbesar untuk menarik konsumen. Pengaruh
utama dari warna adalah menciptakan reaksi psikologis dan fisiologis tertentu, yang
dapat digunakan sebagai daya tarik dari desain kemasan.
Sehubungan dengan kesan fisilogis atau psikologis maka ada dua 2 golongan warna
yang dikenal, yaitu :
a. Warna panas (merah, jingga, kuning), dihubungkan dengan sifat spontan,
meriah, terbuka, bergerak dan menggelisahkan).
b. Warna dingin (hijau, biru dan ungu), dihubungkan dengan sifat tertutup, sejuk,
santai, penuh pertimbangan.
Kesan psikologis dan fisilogis dari masing-masing warna antara lain adalah :
a. Biru : dingin, martabat tinggi.
b. Merah : berani, semangat, panas.
c. Purple : keemasan, kekayaan.
d. Oranye : kehangatan, enerjik.
e. Hijau : alami, tenang.
f. Putih : suci, bersih.
g. Kuning : kehangatan.
h. Coklat : manis, bermanfaat.
i. Pink : lembut, kewanitaan.
14

Oranye dan merah merupakan warna-warna yang menyolok dan dinilai mempunyai
daya tarik yang besar. Pada kemasan, warna biru dan hitam jarang digunakan
sebagai warna yang berdiri sendiri, tetapi dipadukan dengan warna lain yang
kontras, seperti hitam dengan kuning, biru dengan putih atau warna lainnya.
Warna-warna yang sederhana lebih mudah diingat dan memiliki kekuatan besar
dalam menstimulasi penjualan, sementara warna-warna aneh dan eksotis cepat
dilupakan dan biasanya berpengaruh kecil di pasaran. Pemilihan warna oleh
konsumen sangat sukar ditentukan. Hal ini dipengaruhi oleh banyak faktor
lingkungan dan budaya, karena pemilihan warna tidak pernah tetap, tetapi
senantiasan berubah. Faktor-faktor yag menentukan pemilihan warna di antaranya
adalah kondisi ekonomi, tingkat umur, jenis kelamin, kondisi ekonomi seseorang
dapat mempengaruhi pemilihannya terhadap warna. Warna cerah dan riang lebih
populer pada waktu-waktu resesi dan warna-warna konservatif dipilih pada waktu
waktu sukses. Pemilihan warna juga beragam untuk tiap tingkatan umur. Anak-anak
kecil di bawah usia 3 tahun menyukai warna merah, dari usia 3-4 tahun menyukai
kuning. Anak-anak muda menyukai warna-warna lembut dan yang lebih tua
menyukai warna meriah, walaupun sebagian merasa terbatas dan menentukan
warna yang lebih konservatif. Jenis kelamin juga berperan dalam pemilihan warna,
wanita umumnya menyukai warna merah, sedangkan pria cenderung menyukai
warna biru.
Warna pada kemasan dapat berfungsi untuk :
a. Menunjukkan ciri produk.
Warna kemasan dapat menunjukkan karakteristik produk yang dikemasnya.
Warna pink atau merah jambu sering digunakan untuk produk-produk kosmetika,
warna hijau yang terpadu dalam kemasan permen menunjukkan adanya flavor
mint. Kombinasi biru dan putih pada air mineral atau pasta gigi memberi kesan
bersih dan higienis. Warna juga berhubungan erat dengan rasa pada makanan,
seperti :
1) Merah dapat berarti pedas atau mungkin rasa manis.
2) Kuning menunjukkan rasa asam.
3) Biru dan putih umumnya menunjukkan rasa asin.
4) Hitam diartikan pahit.
b. Diferensiasi produk.
Warna dapat menjadi faktor terpenting dalam memantapkan identitas produk
suatu perusahaan, seperti warna kuning pada produk Eastman Kodak. Warna
15

sering digunakan sebagai salah satu cara untuk melakukan diferensiasi produk
lini, seperti pada kosmetika.
c. Menunjukkan kualitas produk.
Warna dapat disosialisasikan dengan kualitas suatu produk, seperti warna emas,
maroon dan ungu sering dikaitkan sebagai produk mahal dan simbol status,
sedangkan untuk produk-produk murah atau produk konsumsi masa sering
ditunjukkan dengan warna kuning.
Persyaratan yang diperlukan untuk memilih warna dalam pengemasan dan
pemasaran adalah sebagai berikut :
1) Warna kemasan hendaknya menarik, merangsang rasa, pandangan dan
penciuman dengan penampilan visualnya sehingga menimbulkan minat
pembeli.
2) Warna yang digunakan diharapkan mempunyai nilai yang baik untuk diingat.
Dapat menunjang ingatan dan pengakuan yang baik akan jenis atau produk
tersebut. Karena kemampuan seseorang untuk mengidentifikasi warna-warna
tertentu dapat menurunkan kemampuannya untuk mengingat produk
tersebut, maka penggunaan warna-warna yang eksotis dan tidak layak harus
dihindari.
3) Untuk penjualan secara swalayan, kisaran warna harus dibatasi. Warna-
warna murni yang cerah biasanya lebih disukai. Untuk penjualan dengan
menggunakan pelayanan dan penjualan ”door to door”, ukuran kisaran warna
yang lebih luas dapat digunakan. Seperti halnya warna cerah, warna-warna
murni memiliki nilai emosional tertinggi dan harus digunakan pada penjualan
secara swalayan. Warna-warna tenang dan lembut dapat digunakan dan
mempunyai pengaruh yang baik untuk benda-benda yang mahal yang tidak
dijual secara swalayan.
4) Warna dipilih untuk menarik perhatian pembeli. Jenis kelamin, status
ekonomi, kelompok umur, lokasi geografis dan faktor-faktor lain yang akan
membantu dalam penentuan warna yang menarik untuk digunakan pada
berbagai situasi pemasaran.
5) Warna-warna kemasan tidak hanya harus menciptakan atau menimbulkan
minat dalam penyaluran dalam jumlah besar, tapi juga harus disenangi di
rumah tangga.
6) Diperlukan suatu seleksi yang teliti tentang jenis dan intensitas penerangan di
toko atau tempat-tempat yang digunakan untuk barang atau bahan pangan
16

yang dikemas. Lampu penerangan berpengaruh nyata terhadap warna-warna


kemasan. Warna kemasan dapat berubah atau menyimpang jika dipandang di
bawah pengaruh dua warna cahaya yang berbeda.
7) Warna kemasan harus dapat mencirikan bagian-bagian kemasan. Bagian
kemasan yang perlu diperlihatkan lebih tajam dapat diberi warna yang
dominan.
4. Cetakan Kemasan.
Pada kemasan sering dituliskan isi dari kemasan dan cara penggunaannya. Cetakan
yang sederhana, jelas, mudah dibaca dan disusun menarik pada desain kemasan
dapat membantu memasarkan produk.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menampilkan cetakan pada kemasan adalah :
a. Tata letak (lay out).
Tulisan pada permukaan kemasan hendaknya mudah dibaca. Informasi dasar
yang ditampilkan pada bagian muka meliputi identitas perusahaan atau merk,
nama produk dan deskripsinya, manfaat untuk konsumen, dan keperluan-
keperluan hukum. Bagian belakang atau bagian dalam kemasan dapat digunakan
lebih bebas.
b. Huruf.
Huruf besar atau huruf kapital memudahkan untuk dibaca daripada huruf kecil,
dan huruf yang ditulis renggang lebih mudah dibaca daripada huruf yang ditulis
rapat. Penggunaan huruf-huruf untuk memberi informasi pada label kemasan
hendaknya cukup jelas. Kata-kata dan kalimatnya harus singkat agar mudah
dipahami. Bentuk huruf dan tipografi tidak saja berfungsi sebagai media
komunikasi, tapi juga merupakan dekorasi kemasan. Oleh karena itu huruf-huruf
yang digunakan harus serasi. Dalam beberapa kasus, yaitu pada penjualan
barang tidak secara swalayan, sifat kemudahan untuk dibaca dapat diabaikan.
c. Komposisi standar dan proporsi masing-masing komponen produk hendaknya
ditampilkan dengan warna yang mudah dibaca, seperti tidak menggunakan
warna kuning atau putih pada dasar yang cerah.
d. Bentuk permukaan.
Cetakan pada permukaan yang datar lebih mudah dibaca daripada cetakan pada
permukaan yang bergelombang.
J. LABELLING.
Label atau disebut juga etiket adalah tulisan, tag, gambar atau deskripsi lain yang
tertulis, dicetak, distensil, diukir, dihias, atau dicantumkan dengan jalan apapun pada
17

wadah atau pengemas. Etiket tersebut harus cukup besar agar dapat menampung
semua keterangan yang diperlukan mengenai produk dan tidak boleh mudah lepas,
luntur atau lekang karena air, gosokan atau pengaruh sinar matahari.
Label adalah suatu tanda baik berupa tulisan, gambar atau bentuk pernyataan lain yang
disertakan pada wadah atau pembungkus yang memuat informasi tentang produk yang
ada di dalamnya sebagai keterangan/penjelasan dari produk yang dikemas.
Label kemasan bisa dirancang atau didesain baik secara manual menggunakan alat lukis
atau yang lainnya maupun menggunakan software komputer. Desain yang dibuat secara
manual mungkin akan mengalami sedikit kesulitan ketika mau digunakan atau
diaplikasikan sedangkan dengan menggunakan komputer tentunya akan lebih mudah.
Dewasa ini keberadaan software-software komputer sangat membantu para desainer
untuk merancang desain label yang baik, menarik dan artistik sehingga dapat
meningkatkan daya tarik produk terhadap konsumen. Suatu produk yang sama jika
dikemas dalam kemasan dengan desain label berbeda sangat dimungkinkan daya
jualnya juga berbeda.
Berdasarkan Undang-Undang RI No. 7 tahun 1996 tentang Pangan yang dimaksud
dengan label pangan adalah setiap keterangan mengenai pangan yang berbentuk
gambar, tulisan, kombinasi keduanya, atau bentuk lain yang disertakan pada pangan,
dimasukkan ke dalam, ditempelkan pada, atau merupakan bagian kemasan pangan.
Pada Bab IV Pasal 30-35 dari Undang-Undang ini diatur hal-hal yang berkaitan dengan
pelabelan dan periklanan bahan pangan.
1. Tujuan pelabelan pada kemasan, adalah :
a. Memberi informasi tentang isi produk yang diberi label tanpa harus membuka
kemasan.
b. Sebagai sarana komunikasi antara produsen dan konsumen tentang hal-hal dari
produk yang perlu diketahui oleh konsumen, terutama yang kasat mata atau
yang tidak diketahui secara fisik.
c. Memberi petunjuk yang tepat pada konsumen hingga diperoleh fungsi produk
yang optimum.
d. Sarana periklanan bagi konsumen.
e. Memberi rasa aman bagi konsumen.
2. Hal-hal yang dicantumkan pada label kemas.
Merancang atau mendesain label kemasan sangatlah tergantung pada kreativitas
para desainernya, baik ukuran, bentuk, maupun corak warnanya. Namun demikian
ada hal-hal yang harus diperhatikan dalam membuat label kemasan yaitu :
18

a. Informasi yang diberikan pada label tidak boleh menyesatkan konsumen.


Apa saja yang tercantum dalam sebuah label baik berupa kata-kata, kalimat,
nama, lambang, logo, gambar dan lain sebagainya harus sesuai dengan produk
yang ada di dalamnya.
b. Memuat informasi yang diperlukan.
Label sebaiknya cukup besar (relatif terhadap kemasannya), sehingga dapat
memuat informasi atau keterangan tentang produknya.
c. Pada label kemas khususnya untuk makanan dan minuman, sekurang-kurangnya
dicantumkan hal (Undang-Undang RI No. 7 tahun 1996 tentang Pangan) :
1) Nama produk.
Disamping nama bahan pangannya, nama dagang juga dapat dicantumkan.
Produk dalam negeri ditulis dalam bahasa Indonesia dan dapat ditambahkan
dalam bahasa Inggris bila perlu. Produk dari luar negeri boleh dalam bahasa
Inggris atau bahasa Indonesia. Nama Produk adalah nama dari makanan
atau produk pangan yang terdapat di dalam kemasan misalnya dodol nanas,
keripik pisang, keripik singkong dan lain sebagainya.
2) Cap / Trade mark bila ada.
Suatu usaha sebaiknya memiliki cap atau trade mark atau merek dagang.
Cap berbeda dengan nama produk dan bisa tidak berhubungan dengan
produk yang ada di dalamnya misalnya dodol nanas cap “Panda”, Kecap Ikan
cap “Wallet”, dsb.
3) Komposisi / Daftar bahan yang digunakan.
Ingradien penyusun produk termasuk bahan tambahan makanan yang
digunakan harus dicantumkan secara lengkap. Urutannya dimulai dari yang
terbanyak, kecuali untuk vitamin dan mineral. Beberapa perkecualiannya
adalah untuk komposisi yang diketahui secara umum atau makanan dengan
luas permukaan tidak lebih dari 100 cm2, maka ingradien tidak perlu
dicantumkan.
Komposisi atau daftar bahan merupakan keterangan yang menggambarkan
tentang semua bahan yang digunakan dalam pembuatan produk makanan
tersebut. Cara penulisan komposisi bahan penyusun dimulai dari bahan
mayor atau bahan utama atau bahan yang paling banyak digunakan sampai
yang terkecil.
4) Netto atau Berat bersih atau isi bersih.
19

Berat bersih dinyatakan dalam satuan metrik. Untuk makanan padat


dinyatakan dengan satuan berat, sedangkan makanan cair dengan satuan
volume. Untuk makanan semi padat atau kental dinyatakan dalam satuan
volume atau berat. Untuk makanan padat dalam cairan dinyatakan dalam
bobot tuntas. Netto atau berat bersih dan volume bersih menggambarkan
bobot atau volume produk yang sesungguhnya. Apabila bobot produk berarti
bobot produk yang sesungguhnya tanpa bobot bahan pengemas.
5) Nama pihak produksi.
Nama pihak produksi adalah nama perusahaan yang membuat atau
mengolah produk makanan tersebut. Nama dan alamat pihak yang
memproduksi atau memasukkan pangan ke dalam wilayah Indonesia label
harus mencantumkan nama dan alamat pabrik pembuat/pengepak/ importir.
Untuk makanan impor harus dilengkapi dengan kode negara asal. Nama jalan
tidak perlu dicantumkan apabila sudah tercantum dalam buku telepon.
6) Distributor atau pihak yang mengedarkan bila ada.
Dalam kemasan juga harus mencantumkan pihak-pihak tertentu seperti
pengepak atau importir bila ada.
7) No Registrasi Dinas Kesehatan.
Nomor registrasi ini sebagai bukti bahwa produk tersebut telah teruji dan
dinyatakan aman untuk dikonsumsi.
8) Kode Produksi.
Kode produksi adalah kode yang menyatakan tentang batch produksi dari
produk pada saat pembuatan yang isinya tanggal produksi dan angka atau
huruf lainnya yang mencirikan dengan jelas produk tersebut.
9) Keterangan kedaluwarsa.
Umur simpan produk pangan biasa dituliskan sebagai :
a) Best before date.
Produk masih dalam kondisi baik dan masih dapat dikonsumsi beberapa
saat setelah tanggal yang tercantum terlewati.
b) Use by date.
Produk tidak dapat dikonsumsi, karena berbahaya bagi kesehatan
manusia (produk yang sangat mudah rusak oleh mikroba) setelah tanggal
yang tercantum terlewati.
Permenkes 180/Menkes/Per/IV/1985 menegaskan bahwa tanggal, bulan
dan tahun kadaluarsa wajib dicantumkan secara jelas pada label, setelah
20

pencantuman best before / use by. Produk pangan yang memiliki umur
simpan 3 bulan dinyatakan dalam tanggal, bulan dan tahun. sedang
produk pangan yang memiliki umur simpan lebih dari 3 bulan dinyatakan
dalam bulan dan tahun. Namun demikian ada beberapa jenis produk yang
tidak memerlukan pencantuman tanggal kadaluarsa yaitu sayur dan buah
segar, minuman beralkohol, cuka, gula / sukrosa dan lainnya.
10) Logo Halal / Keterangan tentang Halal.
Pencantuman tulisan halal diatur oleh keputusan bersama Menteri Kesehatan
dan Menteri Agama No. 427/Menkes/SKB/VIII/1985. Makanan halal adalah
makanan yang tidak mengandung unsur atau bahan yang terlarang / haram
dan atau yang diolah menurut hukum-hukum agama Islam. Produsen yang
mencantumkan tulisan halal pada label / penandaan makanan produknya
bertanggung jawab terhadap halalnya makanan tersebut bagi pemeluk
agama Islam. Saat ini kehalalan suatu produk harus melalui suatu prosedur
pengujian yang dilakukan oleh tim akreditasi oleh LP POM MUI, badan POM
dan Kementerian Agama.
Selain itu keterangan-keterangan lain yang dapat dicantumkan pada label
kemasan adalah nomor pendaftaran, kode produksi serta petunjuk atau cara
penggunaan, petunjuk atau cara penyimpanan, nilai gizi serta tulisan atau
pernyataan khusus.
Nomor pendaftaran untuk produk dalam negeri diberi kode MD, sedangkan
produk luar negeri diberi kode ML. Kode produksi meliputi : tanggal produksi
dan angka atau huruf lain yang mencirikan batch produksi.
Produk-produk yang wajib mencantumkan kode produksi adalah :
1) Susu pasteurisasi, strilisasai, fermentasi dan susu bubuk.
2) Makanan atau minuman yang mengandung susu.
3) Makanan bayi.
4) Makanan kaleng yang komersial.
5) Daging dan hasil olahannya.
Petunjuk atau cara penggunaan diperlukan untuk makanan yang perlu
penanganan khusus sebelum digunakan, sedangkan petunjuk penyimpanan
diperlukan untuk makanan yang memerlukan cara penyimpanan khusus,
misalnya harus disimpan pada suhu dingin atau suhu beku. Nilai gizi
diharuskan dicantumkan bagi makanan dengan nilai gizi yang difortifikasi,
makanan diet atau makanan lain yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan.
21

Informasi gizi yang harus dicantumkan meliputi : energi, protein, lemak,


karbohidrat, vitamin, mineral atau komponen lain. Untuk makanan lain boleh
tidak dicantumkan.
d. Tulisan atau keterangan yang ada pada label harus jelas dan mudah di baca,
tidak dikaburkan oleh warna latar belakang atau gambar lainnya.
e. Jumlah warna yang digunakan.
Banyaknya warna yang digunakan dalam label akan berpengaruh terhadap biaya
cetak, semakin banyak warna yang digunakan, tentunya akan semakin besar
biaya yang harus dikeluarkan.
f. Jenis cetakan yang dikehendaki.
Desain yang dibuat akan dicetak bisa pada media plastik, kertas, aluminium foil atau
lainnya. Bisa dicetak dengan sablon atau menggunakan mesin modern.
Berkaitan dengan label kemasan ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu :
a. Label tidak boleh mudah terlepas dari kemasannya.
Warna baik berupa gambar maupun tulisan tidak boleh mudah luntur, pudar atau
lekang, baik karena pengaruh air, gosokan, maupun sinar matahari.
b. Label harus ditempatkan pada bagian yang mudah dilihat.
Software computer yang bisanya banyak digunakan untuk melakukan desain
seperti Corel Draw dan Adobe Photoshop. Namun demikian masih ada software-
software lainnya yang dapat digunakan tergantung pada kebisaaan atau keahlian
para desainernya.
Pencetakan desain label kemasan dapat dilakukan dengan menggunakan mesin
cetak tradisional maupun modern. Alat cetak tradisional seperti sablon,
sedangkan dengan teknologi modern bisa menggunakan printer, mesin offset
atau mesin-mesin berskala besar lainnya.
K. PENGGOLONGAN KEMASAN.
Cara-cara pengemasan sangat erat berhubungan dengan kondisi komoditas atau produk
yang dikemas serta cara transportasinya. Pada prinsipnya pengemas harus memberikan
suatu kondisi yang sesuai dan berperan sebagai pelindung bagi kemungkinan perubahan
keadaan yang dapat memengaruhi kualitas isi kemasan maupun bahan kemasan itu
sendiri.
Kemasan dapat digolongkan berdasarkan beberapa hal antara lain :
1. Klasifikasi kemasan berdasarkan frekwensi pemakaian.
a. Kemasan sekali pakai (Disposable).
22

Yaitu kemasan yang langsung dibuang setelah satu kali pakai. Contohnya
bungkus plastik es, bungkus permen, bungkus daun, karton dus, makanan
kaleng.
b. Kemasan yang dapat dipakai berulang kali (Multi Trip).
Seperti beberapa jenis botol minuman (limun, bir) dan botol kecap. Wadah-
wadah tersebut umumnya tidak dibuang oleh konsumen, akan tetapi
dikembalikan lagi pada agen penjual untuk kemudian dimanfaatkan ulang oleh
pabrik.
c. Kemasan yang tidak dibuang (Semi Disposable).
Wadah-wadah ini biasanya digunakan untuk kepentingan lain di rumah
konsumen setelah dipakai, misalnya kaleng biskuit, kaleng susu dan berbagai
jenis botol. Wadah-wadah tersebut digunakan untuk penyimpanan bumbu, kopi,
gula dan sebagainya.
2. Klasifikasi kemasan berdasarkan struktur sistem kemas (kontak produk dengan
kemasan).
a. Kemasan Primer.
Yaitu bahan kemas langsung mewadahi bahan pangan (kaleng susu, botol
minuman, bungkus tempe).
b. Kemasan Sekunder.
Yaitu kemasan yang fungsi utamanya melindungi kelompok kemasan lainnya,
seperti misalnya kotak karton untuk wadah kaleng susu, kotak kayu untuk wadah
buah-buahan yang dibungkus, keranjang tempe, dan sebagainya.
c. Kemasan Tersier dan Kuartener.
Yaitu apabila masih diperlukan lagi pengemasan setelah kemasan primer,
sekunder dan tersier. Umumnya digunakan sebagai pelindung selama
pengangkutan.
3. Klasifikasi kemasan berdasarkan sifat kekauan bahan kemasan.
a. Kemasan fleksibel.
Yaitu bila bahan kemas mudah dilenturkan.
Contoh : plastik, kertas, foil.
b. Kemasan kaku.
Yaitu bila bahan kemas bersifat keras, kaku, tidak tahan lenturan, patah bila
dipaksa dibengkokkan.
Contoh : kayu, gelas, dan logam.
c. Kemasan semi kaku/semi fleksibel.
23

Yaitu bahan kemas yang memiliki sifat-sifat antara kemasan fleksibel dan
kemasan kaku.
Contoh : botol plastik (susu, kecap, saus) dan wadah bahan yang berbentuk
pasta.
4. Klasifikasi kemasan berdasarkan sifat perlindungan terhadap lingkungan.
a. Kemasan hermetis (tahan uap dan gas).
Yaitu kemasan yang secara sempurna tidak dapat dilalui oleh gas, udara atau
uap air sehingga selama masih hermetis wadah ini tidak dapat dilalui oleh
bakteri, kapang, ragi dan debu.
Contoh : kaleng, botol gelas yang ditutup secara hermetis.
b. Kemasan Tahan Cahaya.
Yaitu wadah yang tidak bersifat transparan, misalnya kemasan logam, kertas dan
foil. Kemasan ini cocok untuk bahan pangan yang mengandung lemak dan
vitamin yang tinggi, serta makanan yang difermentasi.
c. Kemasan Tahan Suhu Tinggi.
Jenis ini digunakan untuk bahan pangan yang memerlukan proses pemanasan,
sterilisasi, atau pasteurisasi.
5. Klasifikasi kemasan berdasarkan tingkat kesiapan pakai (perakitan).
a. Wadah Siap Pakai.
Yaitu bahan kemas yang siap untuk diisi dengan bentuk yang telah sempurna
sejak keluar dari pabrik.
Contoh : wadah botol, wadah kaleng, dan sebagainya.
b. Wadah Siap dirakit atau disebut juga wadah lipatan.
Yaitu kemasan yang masih memerlukan tahap perakitan sebelum pengisian,
Contoh: kaleng dalam bentuk lempengan dan silinder fleksibel, wadah yang
terbuat dari kertas, foil atau plastik.
24

BAB II
BAHAN KEMASAN MAKANAN

Setiap bahan makanan mempunyai daya tahan yang terbatas sebelum mengalami proses
pembusukan. Untuk itu berbagai cara dilakukan untuk mempertahankan usia pakai dari
bahan makanan. Salah satu cara yang dilakukan adalah melalui proses pengemasan.
Terdapat berbagai bahan / material yang dapat digunakan sebagai kemasan makanan.
Penggunaan material yang tepat dapat mempertahankan usia pakai dari bahan makanan,
namun penggunaan material yang salah juga dapat mempercepat usia pakai dari makanan
tersebut, bahkan dapat menimbulkan bahaya kesehatan bagi konsumen makanan.
Berbagai jenis bahan kemasan makanan antara lain :
A. PLASTIK.
Bahan pengemas yang mudah didapat dan sangat fleksibel penggunaannya adalah
plastik. Selain untuk mengemas langsung bahan makanan, seringkali digunakan sebagai
pelapis kertas. Plastik yang dikenal adalah Polyethylene, Polypropylen, Poly Vinyl
Chlorida (PVC), dan Vinylidene Chloride Resin. Secara umum plastik tersusun dari
polimer yaitu rantai panjang dan satuan-satuan yang lebih kecil yang disebut monomer.
Polimer ini dapat masuk dalam tubuh manusia karena bersifat tidak larut, sehingga bila
terjadi akumulasi dalam tubuh akan menyebabkan kanker.
Masing-masing jenis plastik mempunyai tingkat bahaya yang berbeda tergantung dan
bahan kimia penyusunnya, jenis makanan yang dibungkus (asam, berlemak), lama
kontak dan suhu makanan saat disimpan. Semakin tinggi suhu makanan yang
dimasukkan dalam plastik ini maka semakin cepat terjadinya perpindahannya. Hal ini
ditandai dengan menjadi melemasnya plastik pembungkus tersebut (untuk membungkus
mie ayam, bakso panas dll).
Sayur bersantan, susu dan buah-buahan yang mengandung asam organik sebaiknya
tidak dibungkus plastik dalam keadaan panas, ataupun kalau terpaksa jangan digunakan
terlalu lama. Plastik ini boleh digunakan jika bahan yang dimasukkan dalam keadaan
dingin.
Dari beberapa jenis plastik di atas yang relatif lebih aman digunakan untuk makanan
adalah Polyethylene yang tampak bening dan Polypropylen yang lebih lembut dan agak
tebal. Sedangkan Vinylidene Chloride Resin dan Poly Vinyl Chlorida (PVC) bila digunakan
mengemas bahan yang panas akan tercemar dioksin, suatu racun yang sangat
berbahaya bagi manusia.
25

Dioksin ini bersifat larut dalam lemak, maka terakumulasi dalam pangan yang relatif
tinggi kadar lemaknya. Kandungan dioksin tersebar (97,5%) ke dalam produk pangan
secara berurutan konsentrasinya yaitu daging, produk susu, susu, unggas, daging babi,
daging ikan dan telur. Oleh karena itu penggunaan plastik ini sering digunakan sebagai
pembungkus permen, pelapis kertas nasi dan bahan penutup karena amat tipis dan
transparan.
B. KALENG.
Kaleng dapat dipergunakan sebagai bahan pengemas makanan yang aman, selama
kaleng tersebut tidak berkarat, tidak penyok dan tidak bocor. Apabila kita akan
mengkonsumsi makanan yanga ada dalam kaleng ini, maka perlu dilakukan pemanasan
ulang. Yakni kurang lebih 15 menit untuk menghindarkan adanya bahaya E-coli yang
sangat mematikan.
C. GELAS.
Gelas merupakan bahan pengemas yang aman. Gelas banyak digunakan untuk
mengemas minuman ataupun makanan yang telah diproses melalui proses fermentasi
seperti acar, taoco, kecap, dan lain-lain.
D. KERTAS.
Kertas paling banyak digunakan untuk membungkus makanan dari makanan gorengan
sampai makanan yang memerlukan penyimpanan lama seperti teh celup dll. Beberapa
jenis kertas yang sering digunakan adalah kertas koran, kertas nasi yang dilapisi plastik
serta kertas yang telah mengalami pemutihan.
Kertas yang biasa dipakai untuk mengemas gorengan biasanya digunakan kertas koran.
Secara tidak sadar kertas koran ini mengandung tinta yang bersifat larut. Padahal tinta
tersebut banyak mengandung timbal (Pb) yang sangat bahaya bagi kesehatan.
Bila timbal tersebut terakumulasi dalam tubuh maka akan menyebabkan gangguan saraf
dan bahkan dapat menyebabkan kanker. Pada suatu penelitian, wanita hamil yang
banyak terakumulasi timbal ini akan menyebabkan cacat bawaan pada janin dan
merusak otak sehingga akan mempunyai kecerdasan yang rendah. Pada laki-laki, timbal
akan menyebabkan penurunan kualitas sperma sehingga dapat menyebabkan
kemandulan.
Kertas yang telah diputihkan sering digunakan sebagai pembungkus teh celup. Kertas ini
berbahaya karena sudah ditambahkan bahan pemutih (chlorine). Bila terkena suhu tinggi
akan menghasilkan dioksin, suatu senyawa racun yang berbahaya bagi kesehatan kita.
Tahun 1998 WHO menetapkan ambang batas aman konsumsi dioksin, yaitu 1-4
pikogram (sepertriliun gram) dioksin per-kilogram berat badan.
26

Dalam jumlah sedikit saja sudah sangat berbahaya, apalagi bila dalam jumlah besar
maka dioksin akan bersifat karsinogenik (menyebabkan kanker). Konsentrasi lebih tinggi
lagi akan menyebabkan penyakit kulit chloracne (jerawat yang parah disertai dengan
erupsi kulit dan kista). Selain itu dioksin juga akan menyebabkan penurunan hormon
reproduksi pria hingga 50% dan menyebabkan kanker prostat dan kanker testis. Pada
wanita dioksin akan menyebabkan kanker payudara dan endometriosis, yakni jaringan
selaput lendir rahim yang masih berfungsi tumbuh di luar rongga rahim. Oleh karena itu
untuk menghindarkan hal-hal di atas bila tidak terpaksa gunakan teh (teh tubruk) secara
langsung, dan gunakan pembungkus yang aman seperti daun pisang dan aluminium foil.
E. STYROFOAM.
Sering dikenal sebagai gabus ini digunakan untuk mengemas makanan instan, atau
makanan siap saji. Wadah ini banyak disukai karena ringan, tahan bocor dan dapat
menahan panas sampai beberapa waktu.
Namun yang perlu diingat styrofoam ini merupakan bahan yang terbuat dari foamed
polistirenpolistiren.
Yaitu suatu jenis plastik yang mempunyai ciri ringan, kaku, rapuh dan tembus cahaya.
dengan bahan dasar bahan ini kemudian dicampur dengan karet sintetis (butadiena)
sehingga warnanya menjadi putih susu. Agar lebih lentur dan awet, ditambahkan zat
plastizer seperti dioktiplatat (DOP) dan butil hidroksi toluena (BHT). Kandungan zat pada
proses terakhir inilah menurut penelitian kimia LIPI dapat memicu timbulnya kanker dan
penurunan daya pikir anak. Selain itu bila pengemas ini digunakan untuk mengemas
makanan bersuhu tinggi, maka kandungan kimianya dapat terurai dan masuk
terakumulasi dalam tubuh.
Ambang batas stiren di dalam tubuh sangat sedikit, sehingga bila melebihi batas maka
akan mengakibatkan gangguan-gangguan saraf seperti kelelahan, nervous, sulit tidur
dan anemia serta kesuburan menurun.
Di negara-negara maju seperti Jepang dan negara Eropa pengemas ini sudah dilarang,
sedang di Cina masih menjadi polemik. Tidak diperbolehkannya dipergunakan selain
alasan yang berhubungan dengan kesehatan juga berhubungan dengan pemusnahannya
yang sangat sulit membusuk.
27

BAB III
BAHAN PENGEMAS MAKANAN “PLASTIK”

Makanan yang dikemas mempunyai tujuan untuk mengawetkan makanan, yaitu


mempertahankan mutu kesegaran, warnanya yang tetap, untuk menarik konsumen,
memberikan kemudahan penyimpanan dan distribusi, serta yang lebih penting lagi dapat
menekan peluang terjadinya kontaminasi dari udara, air, dan tanah baik oleh
mikroorganisme pembusuk, mikroorganisme yang dapat membahayakan kesehatan
manusia, maupun bahan kimia yang bersifat merusak atau racun. Beberapa faktor yang
penting diperhatikan dalam pengemasan bahan pangan adalah sifat bahan pangan tersebut,
keadaan lingkungan dan sifat bahan pengemas. Sifat bahan pangan antara lain adalah
adanya kecendrungan untuk mengeras dalam kadar air dan suhu yang berbeda-beda, daya
tahan terhadap cahaya, oksigen dan mikroorganisme.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kerusakan bahan pangan sehubungan dengan kemasan
yang digunakan dapat digolongkan menjadi dua golongan, yaitu :
1. Golongan pertama, kerusakan ditentukan oleh sifat alamiah dari produk dan tidak dapat
dicegah dengan pengemasan, misalnya perubahan fisik, kimia, biokimia, serta
mirobiologi.
2. Golongan kedua, kerusakan yang ditentukan oleh lingkungan dan hampir seluruhnya
dapat dikontrol dengan kemasan yang dapat digunakan, misalnya kerusakan mekanis,
perubahan kadar air bahan, absorpsi dan interaksi dengan oksigen.
Berbagai jenis bahan digunakan untuk keperluan kemasan, diantaranya adalah bahan-bahan
dari logam, kayu, gelas, kertas, papan, kertas.
A. BAHAN PENGEMAS PLASTIK.
Bahan pembuat plastik dari minyak dan gas sebagai sumber alami dalam
perkembangannya digantikan oleh bahan-bahan sintetis sehingga dapat diperoleh sifat-
sifat plastik yang diinginkan dengan cara kopolimerisasi, laminasi, dan ekstruksi.
Komponen utama plastik sebelum membentuk polimer adalah monomer, yakni rantai
yang paling pendek. Polimer merupakan gabungan dari beberapa monomer yang akan
membentuk rantai yang sangat panjang. Bila rantai tersebut dikelompokkan bersama-
sama dalam suatu pola acak, menyerupai tumpukan jerami maka disebut amorp, jika
teratur hampir sejajar disebut kristalin dengan sifat yang lebih keras dan tegar.
Klasifikasi plastik menurut struktur kimianya terbagi atas dua macam yaitu :
28

1. Linear, bila monomer membentuk rantai polimer yang lurus (linear) maka akan
terbentuk plastik thermoplastik yang mempunyai sifat meleleh pada suhu tertentu,
melekat mengikuti perubahan suhu dan sifatnya dapat balik (reversible) kepada
sifatnya yakni kembali mengeras bila didinginkan.
2. Jaringan tiga dimensi, bila monomer berbentuk tiga dimensi akibat polimerisasi
berantai, akan terbentuk plastik thermosetting dengan sifat tidak dapat mengikuti
perubahan suhu (irreversible). Bila sekali pengerasan telah terjadi maka bahan tidak
dapat dilunakkan kembali.
Proses polimerisasi yang menghasilkan polimer berantai lurus mempunyai tingkat
polimerisasi yang rendah dan kerangka dasar yang mengikat antar atom karbon dan
ikatan antar rantai lebih besar daripada rantai hidrogen. Bahan yang dihasilkan dengan
tingkat polimerisasi rendah bersifat kaku dan keras.
Bahan kemasan plastik dibuat dan disusun melalui proses yang disebabkan polimerisasi
dengan menggunakan bahan mentah monomer, yang tersusun sambung-menyambung
menjadi satu dalam bentuk polimer. Kemasan plastik memiliki beberapa keunggulan
yaitu sifatnya kuat tapi ringan, inert, tidak karatan dan bersifat termoplastis (heat seal)
serta dapat diberi warna. Kelemahan bahan ini adalah adanya zat-zat monomer dan
molekul kecil lain yang terkandung dalam plastik yang dapat melakukan migrasi ke
dalam bahan makanan yang dikemas. Berbagai jenis bahan kemasan lemas seperti
misalnya polietilen, polipropilen, nilon poliester dan film vinil dapat digunakan secara
tunggal untuk membungkus makanan atau dalam bentuk lapisan dengan bahan lain
yang direkatkan bersama. Kombinasi ini disebut laminasi. Sifat-sifat yang dihasilkan oleh
kemasan laminasi dari dua atau lebih film dapat memiliki sifat yang unik. Contohnya
kemasan yang terdiri dari lapisan kertas / polietilen / aluminium foil / polipropilen baik
sekali untuk kemasan makanan kering. Lapisan luar yang terdiri dari kertas berfungsi
untuk cetakan permukaan yang ekonomis dan murah. Polietilen berfungsi sebagai
perekat antara aluminium foil dengan kertas. Sedangkan polietilen bagian dalam mampu
memberikan kekuatan dan kemampuan untuk direkat atau ditutupi dengan panas.
Dengan konsep laminasi, masing-masing lapisan saling menutupi kekurangannya
menghasilkan lembar kemasan yang bermutu tinggi.
Plastik berisi beberapa aditif yang diperlukan untuk memperbaiki sifat-sifat fisiko kimia
plastik itu sendiri. Bahan aditif yang sengaja ditambahkan itu disebut komponen non
plastik, diantaranya berfungsi sebagai pewarna, antioksidan, penyerap cahaya
ultraviolet, penstabil panas, penurun viskositas, penyerap asam, pengurai peroksida,
pelumas, peliat, dan lain-lain.
29

Plastik masih sering sulit dibedakan dengan resin karena tidak jelas benar bedanya.
Secara alami, resin dapat berasal dari tanaman, misalnya balsam, damar, terpentin,
oleoresin dan sebagainya. Tapi kini resin tiruan sudah dapat diproduksi dan dikenal
sebagi resin sintetik, contohnya selofan, akrilik seluloid, formika, nylon, fenol
formaldehida dan sebagainya.
Bahan kemasan plastik dibuat dan disusun melalui proses yang disebut polimerisasi
dengan menggunakan bahan mentah monomer, yang tersusun sambung-menyambung
menjadi satu dalam bentuk polimer. Dalam plastik juga terkandung beberapa aditif yang
diperlukan untuk memperbaiki sifat-sifat fisiko kimia plastik itu sendiri. Bahan aditif yang
ditambahkan tersebut disebut komponen nonplastik yang berupa senyawa anorganik
atau organik yang memiliki berat molekul rendah. Bahan aditif dapat berfungsi sebagai
pewarna, antioksidan, penyerap sinar UV, anti lekat dan masih banyak lagi.
Plastik dapat dikelompokkan atas dua tipe, yaitu :
1. Thermoplastik adalah plastik yang dapat dilunakkan berulangkali dengan
menggunakan panas, antara lain polietilen, polipropilen, polistiren dan
polivinilklorida.
2. Termoset adalah plastik yang tidak dapat dilunakkan oleh pemanasan, antara lain
phenol formaldehid dan urea formaldehid.
Plastik dibagi dua berdasarkan sifat-sifatnya terhadap perubahan suhu, yaitu :
1. Termoplastik.
Meleleh pada suhu tertentu, melekat mengikuti perubahan suhu dan mempunyai
sifat dapat balik (reversibel) kepada sifat aslinya, yaitu kembali mengeras bila
didinginkan.
2. Termoset.
Tidak dapat mengikuti perubahan suhu (irreversibel). Bila sekali pengerasan telah
terjadi maka bahan tidak dapat dilunakkan kembali. Pemanasan yang tinggi tidak
akan melunakkan termoset melainkan akan membentuk arang dan terurai karena
sifatnya yang demikian sering digunakan sebagai tutup ketel, seperti jenis-jenis
melamin.
Plastik jenis termoset tidak begitu menarik dalam proses daur ulang karena selain
sulit penanganannya juga volumenya jauh lebih sedikit (sekitar 10%) dari volume
jenis plastik yang bersifat termoplastik.
Pada kemasan plastik, perubahan fisiko kimia pada wadah dan makanannya
sebenarnya tidak mungkin dapat dihindari. Industri pangan hanya mampu menekan
laju perubahan itu hingga tingkat minimum sehingga masih memenuhi syarat
30

konsumen. Banyak ragam kemasan plastik untuk makanan dan minuman, beberapa
contoh misalnya : polietilen, polipropilen, polistiren, poliamida, polisulfon, poliester,
poliuretan, polikarbonat, polivinilklorida, polifenilinoksida, polivinilasetat,
poliakrilonitril dan melamin formaldehid. Plastik di atas dapat digunakan dalam
bentuk lapis tunggal, ganda maupun komposit, dengan demikian kombinasi dari
berbagai ragam plastik dapat menghasilkan ratusan jenis kemasan.
Penggunaan plastik sebagai bahan pengemas mempunyai keunggulan dibanding
bahan pengemas lain karena sifatnya yang ringan, transparan, kuat, termo platis dan
selektif dalam permeabilitasnya terhadap uap air, O2, CO2. Sifat permeabilitas plastik
terhadap uap air dan udara menyebabkan plastik mampu berperan memodifikasi
ruang kemas selama penyimpanan. plastik juga merupakan jenis kemasan yang
dapat menarik selera konsumen.
Secara umum, ciri-ciri plastik tersebut dapat diketahui secara mudah. Antara lain
berada di bagian bawah dari pengemas plastik, berbentuk segitiga dan di dalam
segitiga tersebut terdapat angka-angka yang masing-masingnya mewakili
karakteristik setiap pengemas plastik tersebut.
B. PENGGOLONGAN JENIS-JENIS PLASTIK.
1. Jenis Ke-1. Logo ini menandakan plastik tersebut berjenis Polyethylene
Terephthalete (PETE). Kemasan ini sering ditemui sebagai botol plastik pengemas
minuman. Kenampakan bahan pengemas ini berwarna bening atau transparan. Perlu
diperhatikan juga bahwa pengemas jenis ini sangat direkomendasikan hanya untuk
sekali pakai.
Hal ini dikarenakan jika terlalu sering dipakai, apalagi digunakan untuk menyimpan
air panas akan mengakibatkan lapisan polimer pada botol akan meleleh. Hal ini
dapat dilihat dari kenampakan botol yang semakin kusam jika terlalu sering dipakai.
Resiko jangka panjangnya dapat menyebabkan kanker karena sifat polimer tersebut
yang karsinogenik (menyebabkan kanker). Kegunaan dan sifat plastik jenis ini jelas,
keras, tahan terhadap pelarut, tititk lelehnya 85ºC. biasanya digunakan untuk botol
minuman berkarbonasi, botol juice buah, tas bantal dan peralatan tidur dan fiber
tekstile.
2. Jenis ke-2 disebut dengan HDPE (High Density Polyethylene).
Sering ditemui pada botol susu bayi yang bewarna putih susu, gallon air minum,
kursi lipat dan lain-lain. HDPE mempunyai sifat yang lebih kuat, keras, buram dan
lebih tahan terhadap suhu tinggi. HDPE punya kemampuan untuk mencegah reaksi
31

kimia antara kemasan plastik belabel HDPE dengan makanan / minuman yang
dikemasnya.
Namun, hal yang cukup perlu diwaspadai karena pada kemasan ini terjadi pelepasan
senyawa antimony trioksida yang terus meningkat seiring dengan intensitas
pemakaiannya. Polietilen densitas tinggi sifatnya lebih keras, kurang transparan dan
tahan panas sampai suhu 1000C. Campuran polietilen densitas rendah dan polietilen
densitas tinggi dapat digunakan sebagai bahan pengganti karat, mainan anak-anak,
dan lain-lain.
3. Jenis Ke-3. Pengemas dengan bernomor 3 ini disebut Polyvinyl cloride (PVC)
merupakan jenis plastik yang sangat sulit untuk didaur ulang. Reaksi yang terjadi
antara PVS dengan makanan yang dikemas dengan plastik ini berpotensi
membahayakan ginjal, hati dan dapat mengganggu berat badan.
Sehingga penggunaan plastik jenis ini sebisa mungkin untuk dihindari. Plastik jenis
ini mempunyai sifat keras, kuat, tahan terhadap bahan kimia dan dapat diperoleh
dalam berbagai warna. Jenis plastik ini dapat dibuat dari yang keras sampai yang
kaku keras. Banyak barang yang dahulu dapat dibuat dari karet sekarang dibuat dari
PVC. Penggunaan PVC terutama untuk membuat jas hujan, kantong kemas, isolator
kabel listrik, ubin lantai, piringan hitam, fiber, kulit imitasi untuk dompet dan
pembalut kabel.
4. Plastik dengan tera angka 4 ini disebut Low Density Polyethylene (LDPE) disebut
juga thermoplastic karena terbuat dari minyak bumi. Karakter jenis plastik ini yaitu
kuat, agak tembus cahaya, fleksibel, resisten terhadap senyawa kimia di bawah suhu
60oC dan punya daya proteksi tinggi terhadap air.
Plastik ini dapat didaur ulang dan baik untuk barang-barang dengan tingkat
fleksibilitas tinggi. Plastik jenis ini cukup baik jika digunakan sebagai tempat
makanan karena sulit bereaksi secara kimiawi dengan makanan yang dikemas
dengan bahan ini. Polietilen densitas rendah relatif lemas dan kuat, digunakan antara
lain untuk pembuatan kantong kemas, tas, botol, industri bangunan dan lain-lain.
5. Jenis ini dilabeli dengan logo PP (Polypropylene) merupakan pilihan bahan plastik
terbaik jika digunakan sebagai pengemas makanan dan minuman. Hal ini
dikarenakan karakteristik bahan ini yaitu lebih kuat dengan daya tembus yang
rendah, ketahanan yang baik terhadap lemak dan stabil pada suhu tinggi.
Polipropilen mempunyai sifat sangat kaku, berat jenis rendah, tahan terhadap bahan
kimia, asam, basa, tahan terhadap panas dan tidak mudah retak. Plastik polipropilen
digunakan untuk membuat alat-alat rumah sakit, komponen mesin cuci, komponen
32

mobil, pembungkus tekstil, botol, permadani, tali plastik, serta bahan pembuat
karung.
6. Jenis ini dapat dikenali karena terdapat tanda PS (Polystyrene) yang merupakan
salah satu polimer aromatik. Bahan ini sangat dihindari karena akan mengeluarkan
senyawa styrene yang dapat mengganggu kerja otak, mengganggu kerja hormon
estrogen pada wanita sehingga mengganggu sistem reproduksinya serta
pertumbuhan dan sistem saraf.
Selain itu, bahan ini juga sangat sulit untuk didaur ulang. Polistiren adalah jenis
plastik termoplast yang termurah dan paling berguna serta bersifat jernih, keras,
halus, mengkilap, dapat diperoleh dalam berbagai warna dan secara kimia tidak
reaktif. Busa polistirena digunakan untuk membuat gelas dan kotak tempat
makanan, polistirena juga digunakan untuk peralatan medis, mainan, alat olah raga,
sikat gigi dan lainnya.
7. Untuk bahan pengemas dengan kode angka 7 terdiri atas empat jenis bahan. Yaitu
Styrene acrylonitrile (SAN), Acrilonitrile butadine styrene (ABS), Polycarbonate (PC)
dan Nylon. Sering ditemukan pada botol minuman, suku cadang mobil, alat rumah
tangga, plastik kemasan dan lain-lain.
Untuk jenis SAN dan ABS punya tingkat resistensi teinggi terhadap reaksi kimia dan
suhu, kekuatan, kaku serta tingkat kekakuannya yang tinggi. Sehingga plastik ini
sangat baik digunakan sebagai pengemas makanan dan minuman.
Namun, untuk plastik jenis PC yang notabene digunakan sebagai botol susu bayi
sangat berbahaya karena menghasilkan Bisphenol-A yang berpotensi merusak sistem
hormon, kromosom pada ovarium, penurunan produksi sperma dan mengubah
fungsi imunitas.
C. PEMILIHAN KEMASAN PLASTIK UNTUK BAHAN PANGAN.
Sekarang telah terjadi perubahan permintaan konsumen dan pasar akan produk pangan,
dimana konsumen menuntut produk pangan yang bermutu tinggi, dapat disiapkan di
rumah, segar, mutu seragam. Hal ini menyebabkan kemasan plastik merupakan pilihan
yang paling tepat, karena dapat memenuhi semua tuntutan konsumen seperti di atas.
Jenis-jenis plastik yang ada di pasaran sangat beragam, sehingga perlu pengetahuan
yang baik untuk dapat menentukan jenis kemasan plastik yang tepat
untuk pengemasan produk pangan. Kesalahan dalam memilih jenis kemasan yang
tepat, dapat menyebabkan rusaknya bahan pangan yang dikemas.
Beberapa pertimbangan yang perlu diperhatikan sebelum memilih jenis kemasan:
kemasan tersebut harus dapat melindungi produk dari kerusakan fisik dan mekanis,
33

mempunyai daya lindung yang baik terhadap gas dan uap air, harus dapat melindungi
dari sinar ultra violet, tahan terhadap bahan kimia.
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan itu maka dapat ditentukan jenis kemasan yang
sesuai dengan produk yang akan dikemas sebagai berikut :
1. Produk Susu.
Kemasan plastik yang sesuai untuk produk-produk susu adalah LDPE dan HDPE.
Kemasan yang baik untuk keju harus yang bersifat kedap terhadap uap air dan gas
yang baik, misalnya Nilon / Polietilen, Selulosa, Polietilen dan PET / PE.
2. Daging dan Ikan.
a. Daging segar dikemas dengan PVC yang permeabilitasnya terhadap uap air dan
gas tinggi.
b. Daging beku dikemas dengan LDPE dan LDPE nilon.
c. Unggas dikemas dengan kantung laminasi dari etilen vinil asetat / polietilen (EVA
/ PE).
d. Daging masak dan bacon dengan E/PVDC/PA/PT/PETT atau kemasan vakum.
e. Ikan dan ikan beku dikemas dengan HDPE atau LDPE.
3. Produk Roti.
a. Roti yang mengandung humektan dikemas dengan kemasan kedap air.
b. Roti yang bertekstur renyah dengan kemasan kedap udara.
c. Cake (bolu) agar tidak kering dan bau apek dikemas dengan selulosa berlapis
atau OPP.
4. Makanan Kering dan Serealia.
Untuk makanan kering dan serealia dikemas dengan kemasan kedap uap air dan gas
seperti LDPE berlapis kertas atau LDPE / aluminium foil.
5. Makanan Yang Diolah.
a. Untuk makanan yang stabil seperti selai dan acar kemasan yang digunakan
adalah plastik fleksibel dan jika akan diolah lagi digunakan gelas atau kaleng.
b. Konstruksi lapisan yang dibutuhkan untuk retort pouch adalah bahan-bahan
seperti poliester atau poliamida / aluminium foil / HDPE atau PEPP kopolimer.
c. Kemasan sekunder yang digunakan untuk distribusi adalah karton.
6. Buah dan Sayur Segar.
Kemasan yang dipilih adalah kemasan yang mempunyai permeabilitas yang tinggi
terhadap CO2 agar dapat mengeluarkan CO2 dari produk sebagai hasil dari proses
pernafasan. Jenis kemasan yang sesuai adalah polistiren busa seperi LDPE, EVA,
ionomer atau plastik PVC.
34

7. Kopi.
a. Dikemas dengan kemasan hampa seperti foil / poliester yang sudah dimetalisasi
dan PE.
b. Untuk kemasan kopi instan digunakan PVC yang dilapisi dengan PVDC, tapi
harganya masih terlalu mahal.
8. Lemak dan Minyak.
Digunakan kemasan PVC yang bersih dan mengkilap. Pengemasan mentega dan
margarin dilakukan dengan polistiren.
9. Selai dan Manisan.
a. Dahulu digunakan polistiren dengan pencetakan injeksi.
b. Saat ini digunakan PVC berbentuk lembaran.
10. Minuman.
Untuk minuman berkarbonasi maka dipilih kemasan yang kuat, tahan tumbukan dan
benturan, tidak tembus cahaya dan permeabilitasnya terhadap gas rendah, sehingga
jenis kemasan yang sesuai adalah poliakrilonitril. Untuk minuman yang tidak
berkarbonasi maka dipilih kemasan berbentuk botol yang mengalami proses ekstrusi
yaitu Lamicon yang berasal dari PE dan lamipet (bahan yang mengandung 95%
polivinil asetat saponifiliasi).
11. Bahan Pangan lain.
Garam dikemas dengan HDPE karena sifat perlindungannya terhadap kelembaban
yang tinggi. Bumbu masak dikemas dengan LDPE yang fleksibel. Makanan beku
dengan LDPE dan EVA.
D. SIMBOL KEMASAN PLASTIK.
Plastik memiliki bermacam-macam kegunaan. Untuk mengetahui yang mana plastik
untuk makanan dan minuman dan yang mana yang bukan, maka harus dibedakan
plastik jenis yang satu dan lainnya berdasarkan symbol yang tertera pada plastik
tersebut.
Berikut symbol plastik berdasar kegunaannya :
1. Simbol Food Grade.
Bergambar gelas dan garpu yang artinya wadah tersebut aman untuk digunakan
untuk makanan dan minuman.
2. Simbol Non Food Grade.
Gambar garpu dan gelas dicoret. Artinya wadah tersebut tidak didesain untuk wadah
makanan, karena kandungan zat kimia di dalamnya bisa membahayakan kesehatan.
3. Simbol Microwave Save.
35

Gambar garis bergelombang. Wadah aman untuk digunakan sebagai penghangat


makanan di dalam microwave, karena tahan suhu yang tinggi.
4. Simbol Non Microwave.
Gambar garis bergelombang dicoret. Wadah tidak boleh digunakan untuk
menghangatkan makanan di dalam microwave, karena tidak tahan suhu yang tinggi
atau panas.
5. Simbol Oven Save.
Gambar oven (dua garis horizontal), yang artinya aman digunakan sebagai
penghangat makanan di dalam oven. Meskipun terbuat dari plastik, wadah ini tahan
suhu tinggi.
6. Simbol Non Microwave.
Gambar dua garis horizontal dicoret. Artinya, wadah tidak tahan suhu tinggi.
7. Simbol Grill Save.
Gambar pemanggang atau grill (tiga segitiga terbalik), menandakan wadah aman
digunakan untuk suhu tinggi. Jika gambar dicoret artinya wadah tidak boleh
digunakan untuk memanggang.
8. Simbol Freezer Save.
Gambar bunga salju, yang menunjukkan wadah aman digunakan untuk menyimpan
makanan atau minuman dengan suhu rendah atau beku. Sebaliknya, jika gambar
dicoret maka wadah tidak boleh untuk disimpan dalam lemari pendingin.
9. Simbol Cut Save.
Gambar pisau, yang berarti wadah aman digunakan sebagai alas saat memotong
bahan-bahan makanan. Sebaliknya, jika gambar pisau dicoret, artinya tidak untuk
wadah memotong.
10. Simbol Dishwasher Save.
Gambar gelas terbalik. Wadah aman untuk dicuci dalam mesin pencuci. Namun jika
gambar gelas dicoret, artinya gelas harus dicuci manual.
E. PENGGUNAAN PLASTIK YANG AMAN.
Penggunaan plastik sebagai kemasan pangan semakin meningkat seiring dengan
perkembangan industri plastik. Namun demikian, adanya berbagai kajian mengenai
plastik, terutama dampaknya terhadap kesehatan, telah membuka wawasan para
konsumen untuk lebih bijak dalam penggunaan plastik sebagai kemasan pangan. Pada
prinsipnya, tidak ada satu pun jenis plastik yang mutlak aman untuk kemasan pangan.
Keamanan penggunaan plastik sebagai kemasan pangan didasarkan pada jumlah migran
/ monomer plastik (bahan-bahan kimia yang membentuk plastik) yang bermigrasi ke
36

dalam pangan. Faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah migran dari pengemas ke


dalam pangan antara lain adalah consentrasi migran, kekuatan ikatan / mobilitas bahan
kimia dalam pengemas tersebut, ketebalan kemasan, sifat alami pangan dalam kaitan
kontak dengan pengemas (kering, berair, berlemak, asam, alkoholik), kelarutan bahan
kimia terhadap pangan, lama dan suhu kontak.
Beberapa jenis plastik yang relatif aman digunakan sebagai kemasan pangan adalah PP,
HDPE, LDPE, dan PET. Keamanan kemasan dapat dikenali dari logo atau tulisan yang
tertera, misalnya: tulisan aman untuk makanan atau food safe / for food use /
food grade. Logo atau tulisan atau kode plastik tersebut biasanya dicetak timbul pada
benda plastik yang bersangkutan. Walaupun begitu, banyak juga kemasan plastik yang
tidak mencatumkan logo atau keterangan apapun sehingga sebagai konsumen harus
lebih berhati-hati dalam penggunaannya. Secara umum, bila ditinjau dari sifatnya,
sebaiknya kemasan plastik tidak digunakan untuk pangan yang bersifat asam,
mengandung lemak atau minyak, terlebih dalam keadaan panas. Jika memungkinkan,
gunakan alternatif lain sebagai kemasan pangan, misalnya : kaca / gelas.
F. MESIN PENGEMAS PLASTIK.
1. Mesin Pengemas Plastik (Plastic Film Sealer).
Berfungsi sebagai alat pengemas kemasan plastik dengan pengoperasian tangan
maupun kaki. Mesin pengemas plastik atau plastic film sealer mempermudah pelaku
UKM dalam pengemasan produk usahanya untuk dapat disajikan ke konsumen
dengan layak, menarik dan sesuai dengan standar pengemasan yang berlaku.
Mesin usaha ini adalah alat yang digunakan untuk pengemasan menggunakan media
plastik untuk mengemas makanan ringan maupun produk lain yang menggunkan
kemasan plastik. Misalnya : untuk mengemas bungkus makanan ringan, dll.
Mesin pengemas vakum adalah peralatan yang bisa digunakan semi otomatis untuk
mengemas produk secara vakum (tanpa udara, udaranya dihilangkan). Dengan
pengemasan secara vakum, maka produk yang dikemas akan aman dari oksidasi,
kerusakan biologis dan bisa lebih bertahan lama dan tetap fresh. Mesin ini bisa
digunakan untuk produk apa saja. Produk-produk yang cocok dikemas dengan mesin
ini antara lain : bakso, ikan, roti, makanan agar lebih awet, dll.
37

BAB IV
PENGAWETAN BAHAN PANGAN NABATI
DALAM KEMASAN KALENG

Pengawetan makanan/minuman dapat dilakukan dengan berbagai macam cara:


pendinginan/pembekuan, pengeringan, pengasapan, penggaraman, pemanasan
(pasteurisasi, sterilisasi) dan penambahan bahan pengawet kimia. Semua cara tersebut
mempunyai tujuan yang sama, yaitu : untuk menhancurkan atau menghambat
pertumbuhan mikroba pembusuk. Dalam hal makanan kaleng atau minuman dalam karton,
maka cara pengawetan yang dilakukan adalah dengan proses pemanasan (sterilisasi).
Pengalengan merupakan cara pengawetan bahan pangan dalam wadah yang tertutup rapat
dan disterilkan dengan panas. Cara pengawetan ini merupakan yang paling umum dilakukan
karena bebas dari kebusukan, serta dapat mempertahankan nilai gizi, cita rasa dan daya
tarik. Proses pemanasan kaleng yang dianggap aman adalah yang dapat menjamin bahan
makanan tersebut telah bebas dari karena bakteri tersebut menghasilkan toksin yang
mematikan dan paling tahan terhadap pemanasan.
Pertanyaannya :
1. Bagaimana cara pengawetan bahan pangan nabati dalam kemasan kaleng ?.
2. Faktor apa saja yang mempengaruhi nilai gizi pada bahan pangan nabati hasil
pengolahan panas dalam proses pengalengan ?.
Pengalengan didefinisikan sebagai suatu cara pengawetan bahan pangan yang dipak secara
hermetis (kedap terhadap udara, air, mikroba dan benda asing lainnya) dalam suatu wadah,
yang kemudian disterilkan secara komersial untuk membunuh semua mikroba patogen
(penyebab penyakit) dan pembusuk. Pengalengan secara hermetis memungkinkan makanan
dapat terhindar dari kebusukan, perubahan kadar air, kerusakan akibat oksidasi atau
perubahan cita rasa.
Definisi lain dari pengalengan yaitu: metode pengawetan makanan dengan memanaskannya
dalam suhu yang akan membunuh mikroorganisme dan kemudian menutupinya dalam
stoples maupun kaleng. Karena adanya bahaya botulinin (penyakit yang disebabkan oleh
bakteri Clostridium botulinum), satu-satunya metode yang aman untuk mengalengkan
sebagian besar makanan adalah dalam panas dan tekanan tinggi. Makanan yang harus
dikalengkan termasuk produk sayur-mayur, daging, makanan laut, susu dan lain-lain. Satu-
satunya makanan yang mungkin bisa dikalengkan dalam wadah air masak (tanpa tekanan
38

tinggi) adalah makanan asam seperti buah, sayur asin, atau makanan lain yang ditambahi
asam.
Metoda pengalengan secara umum dapat digolongkan menjadi dua, yaitu :
1. Metoda pengalengan konvensional.
Pada metoda pengalengan konvensional bahan pangan berupa padatan atau caiaran
yang telah disiapkan dalam kaleng atau botol ditutup rapat dan disterilisasi dalam
autoklaf.
2. Metoda aseptik.
Pada metoda pengalengan aseptik bahan pangan dan kemasan dikerjakan secara terpisah.
Bahan pangan diperlakukan sesuai dengan proses termalnya, sedangkan kemasan dilakukan
sterilisasi terlebih dahulu.
Umumnya makanan kaleng disterilkan dengan cara konvensional sebagai berikut : bahan
pangan yang telah bersih dimasukkan ke dalam kaleng, kemudian ditambahkan medium cair
(sirup, larutan garam, kaldu atau saus), setelah dipanaskan sebentar kemudian kalengnya
ditutup rapat. Selanjutnya dipanaskan pada suhu tinggi di dalam autoklaf atau retort selama
waktu tertentu, lalu segera didinginkan dalam air dingin, dikeringkan dan akhirnya diberi
label. Dalam industri pengalengan makanan, yang diterapkan adalah sterilisasi komersial
(commercial sterility). Artinya, walaupun produk tersebut tidak 100% steril, tetapi cukup
bebas dari bakteri pembusuk dan patogen (penyebab penyakit), sehingga tahan untuk
disimpan selama satu tahun atau lebih dalam keadaan yang masih layak untuk dikonsumsi.
Keuntungan utama penggunaan kaleng sebagai wadah bahan pangan adalah :
1. Kaleng dapat menjaga bahan pangan yang ada di dalamnya.
Makanan yang ada di dalam wadah yang tertutup secara hermetis dapat dijaga terhadap
kontaminasi oleh mikroba, serangga atau bahan asing lain yang mungkin dapat
menyebabkan kebusukan atau penyimpangan penampakan dan cita rasanya.
2. Kaleng dapat juga menjaga bahan pangan terhadap perubahan kadar air yang tidak
diinginkan.
3. Kaleng dapat menjaga bahan pangan terhadap penyerapan oksigen, gas-gas lain, bau-
bauan dan partikel-partikel radioaktif yang terdapat di atmosfer.
4. Untuk bahan pangan berwarna yang peka terhadap reaksi fotokimia, kaleng dapat
menjaga terhadap cahaya
Dalam proses, biasanya dilakukan penambahan medium pengalengan. Di Indonesia, dikenal
tiga macam medium pengalengan, yaitu larutan garam (brine), minyak yang ditambah
dengan cabai dan bumbu lainnya, serta saus tomat. Penambahan medium bertujuan untuk
memberikan penampilan dan rasa yang spesifik pada produk akhir, sebagai media
39

pengantar panas sehingga memperpendek waktu proses, mendapatkan derajat keasaman


yang lebih tinggi dan mengurangi terjadinya karat pada bagian dalam kaleng. Berdasarkan
tujuannya ada 4 macam penggunaan panas dalam pengolahan makanan, yaitu :
Pemasakan, Blanzir, Pasteurisasi dan Sterilisasi. Adapun penyebaran panas disini ada 3 cara,
yaitu melalui konveksi, konduksi dan radiasi. Pemasakan secara konveksi dalam makanan
kaleng kemungkinan yang lebih besar untuk mencapai kondisi proses yang lebih baik
daripada perpindahan panas secara konduksi yang lambat dan memerlukan waktu yang
lebih lama.
Proses pemanasan pada bahan pangan bertujuan: untuk mematikan bakteri dengan
mempertahankan nilai nutrisi dan mutu dari bahan pangan. Untuk tujuan ini dikenal
optimasi proses termal. Aplikasi pengalengan dan faktor-faktor yang mempengaruhi
pengalengan pangan merupakan salah satu bentuk usaha pengawetan pangan yang
menggunakan proses panas untuk mereduksi atau menghilangkan mikroorganisme perusak,
pembentuk toksin dan patogen pada makanan yang dilakukan di dalam kemasan yang
hermetis. Oleh karena itu, untuk mencapai tujuan dari pengalengan yaitu bahan pangan
yang awet, aman dan memiliki nilai organoleptik yang baik, diperlukan suatu pengetahuan
dan keahlian di bidang pengemasan, peralatan pemanasan, proses termal, bakteriologi,
keamanan dan gizi pangan, organoleptik dan pengolahan pangan yang mendalam.
Tahapan secara umum dalam proses pengalengan buah-buahan atau sayuran dapat dibagi
menjadi beberapa tahapan, yaitu :
1. Tahapan Penerimaan dan Penanganan bahan baku.
2. Tahapan Penyiapan bahan baku.
3. Tahapan Proses Pengolahan atau Pengalengan (proses thermal).
4. Tahapan Pengemasan dan Penyimpanan produk akhir.
A. PROSES PENGALENGAN BAHAN PANGAN NABATI.
Pada dasarnya, proses pengalengan bahan pangan nabati meliputi tahapan-tahapan
sebagai berikut : Sortasi, Pencucian, Pengupasan, Pemotongan, Blanching, Pengisian,
Exhausting, Penutupan, Processing (sterilisasi), Pendinginan dan Penyimpanan.
1. Proses sortasi dan pencucian.
Dalam tahap proses sortasi dilakukan pemilihan buah yang akan dikalengkan yang
bermutu baik, tidak busuk, cukup tua akan tetapi tidak terlalu matang. Buah yang
kelewat matang tidak cocok untuk dikalengkan karena tekstur buahnya akan
semakin lunak, sehingga menyebabkan tekstur yang hancur setelah pemanasan
dalam autoklaf. Setelah bahan disortasi, bahan kemudian dicuci atau dibersihkan
dengan menggunakan air bersih. Hal ini dilakukan untuk menghilangkan kotoran
40

yang melekat pada bahan sehingga diharapkan akan menurunkan populasi mikroba,
menghilangkan sisa-sisa insektisida, mengurangi atau menghilangkan bahan-bahan
sejenis malam yang melapisi kulit buah-buahan.
2. Proses pengupasan kulit, pembuangan biji dan pemotongan.
Bagian yang akan dikalengkan adalah bagian buah yang lazim dimakan/dikonsumsi,
yang biasanya berupa daging buah. Oleh karena itu, bagian-bagian yang tidak
berguna, seperti kulit, biji, bongkol, dsb. dilakukan pembuangan. Bagian daging
buah yang akan dimakan kemudian dilakukan proses pemotongan, sesuai dengan
ukuran yang dikehendaki dan ukuran kaleng. Pemotongan atau pengecilan ukuran
dilakukan untuk mempermudah pengisian bahan ke dalam kaleng dan
menyeragamkan ukuran bahan yang akan dimasukan. Selain itu, pengecilan ukuran
juga bertujuan untuk mempermudah penetrasi panas. Jika pemotongan dilakukan
dengan sembarangan, maka akan mengakibatkan diskolorisasi, yaitu timbulnya
warna yang gelap atau hilangnya warna asli maupun pemucatan warna.
3. Proses blansir.
Pemblansiran merupakan cara lain yang dapat digunakan untuk membunuh mikroba
patogen. Blansir adalah suatu cara perlakuan panas pada bahan dengan cara
pencelupan ke dalam air panas atau pemberian uap panas pada suhu sekitar 82 -
93oC. Waktu blansir bervariasi antara 1 - 11 menit tergantung dari macam bahan,
ukuran dan derajat kematangan. Blansir merupakan pemanasan pendahuluan bahan
pangan yang biasanya dilakukan untuk makanan sebelum dikalengkan, dibekukan
atau dikeringkan.
Proses blansir ini berguna untuk :
a. Membersihkan jaringan dan mengurangi jumlah mikroba awal.
b. Meningkatkan suhu produksi produk atau jaringan.
c. Membuang udara yang masih ada di dalam jaringan.
d. Menginaktivasi enzim.
e. Menghilangkan rasa mentah.
f. Mempermudah proses pemotongan (cutting, slicing dan lain-lain).
g. Mempermudah pengupasan.
h. Memberikan warna yang dikehendaki.
i. Mempermudah pengaturan produk dalam kaleng.
Enzim dan mikroorganisme sering menimbulkan perubahan-perubahan yang tidak
dikehendaki pada bahan pangan, seperti pencokelatan enzimatis, perubahan flavor
dan terjadinya pembusukan. Blansir akan menginaktifkan enzim, baik oksidasi
41

maupun hidrolisis, serta menurunkan jumlah mikroba pada bahan. Di dalam proses
blanching buah dan sayuran, terdapat dua jenis enzim yang tahan panas yaitu enzim
katalase dan peroksidase, kedua enzim ini memerlukan pemanasan yang lebih tinggi
untuk menginaktifkannya dibandingkan enzim-enzim lain. Apabila tidak ada lagi
aktivitas enzim katalase atau peroksidase pada buah dan sayuran yang telah
diblansir, maka enzim-enzim lain yang tidak diinginkanpun telah terinaktivasi dengan
baik. Lamanya proses blansir dipengaruhi beberapa faktor, seperti ukuran bahan,
suhu, serta medium blansir.
Pencegahan kontaminasi mikroba juga dapat dilakukan dengan penyimpanan bahan
pangan dengan baik. Bahan baku segar seperti sayuran, daging, susu sebaiknya
disimpan dalam lemari pendingin. Proses pemasakan juga dapat membunuh mikroba
yang bersifat patogen.
Proses blansir dapat dilakukan dengan cara mencelup potongan-potongan buah
dalam air mendidih selama 5 - 10 menit. Lama pencelupan tergantung jenis dan
banyak sedikitnya buah yang akan diolah.
Secara umum, proses blansir perlu memperhatikan hal-hal berikut :
a. Proses blansir harus dilakukan sesuai dengan suhu dan waktu blansir yang telah
ditetapkan.
b. Air yang digunakan untuk proses blansir harus diganti secara rutin.
c. Suhu akhir produk setelah blansir harus sudah mencapai suhu yang telah
ditetapkan.
4. Proses pengisian.
a. Pembuatan medium.
Medium yang dipergunakan untuk pengalengan ini ada 2 macam, yaitu medium
larutan gula yang dipergunakan untuk pengalengan buah dan cincau. Medium
yang dipergunakan untuk sop sayur adalah kuah sop yang telah dimasak dengan
rempah-rempah. Medium digunakan dapat berupa sirop, larutan garam, kaldu
atau saus tergantung produk yang akan dikalengkan. Penambahan medium ini
dilakukan untuk mempercepat penetrasi panas dan mengurangi terjadinya korosi
kaleng dengan berkurangnya akumulasi udara.
b. Proses memasukkan potongan buah ke dalam kaleng.
Potongan buah yang telah diblansir kemudian dimasukkan ke dalam kaleng.
Penyusunan buah dalam wadah diatur serapi mungkin dan tidak terlalu penuh.
Pada saat pengisian perlu disisakan suatu ruangan yang disebut dengan head
space.
42

c. Proses pengisian medium.


Dituangkan larutan sirup, larutan garam, kaldu atau saus. Sama halnya dengan
pada saat pengisian buah, pengisian sirop juga tidak dilakukan sampai penuh,
melainkan hanya diisikan hingga setinggi sekitar 1-2 cm dari permukaan kaleng.
Perlu diusahakan bahwa pada saat pengisian larutan tersebut, semua buah
dalam kondisi terendam.
5. Proses exhausting.
Kaleng yang telah diisi dengan buah (dan sirop) kemudian dilakukan proses
exhausting. Tujuan exhausting adalah untuk menghilangkan sebagian besar udara
dan gas-gas lain dari dalam kaleng sesaat sebelum dilakukan penutupan kaleng.
Exhausting penting dilakukan untuk memberikan kondisi vakum pada kaleng setelah
penutupan, sehingga :
a. Mengurangi kemungkinan terjadinya kebocoran kaleng karena tekanan dalam
kaleng yang terlalu tinggi (terutama pada saat pemanasan dalam retort), sebagai
akibat pengembangan produk.
b. Mengurangi kemungkinan terjadinya proses pengkaratan kaleng dan reaksi-reaksi
oksidasi lainnya yang akan menurunkan mutu.
Tingkat kevakuman kaleng setelah ditutup juga dipengaruhi oleh perlakuan blansir,
karena blansir membantu mengeluarkan udara/gas dari dalam jaringan.
Exhausting dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain :
a. Melakukan pengisian produk ke dalam kaleng pada saat produk masih dalam
kondisi panas.
b. Memanaskan kaleng beserta isinya dengan tutup kaleng masih terbuka.
c. Secara mekanik dilakukan penyedotan udara dengan sistem vakum.
Suhu dalam ruang exhausting adalah 80 - 90oC dan proses berlangsung selama 8 -
10 menit. Suhu produk ketika keluar dari exhauster adalah sekitar 60 - 70°C. Pada
setiap selang waktu tertentu dilakukan pengecekan suhu produk yang keluar dari
exhauster, apakah suhu produk yang diinginkan tercapai atau tidak.
6. Proses penutupan kaleng.
Setelah proses exhausting kaleng segera ditutup dengan rapat dan hermetis pada
suhu yang relatif masih tinggi. Semakin tinggi suhu penutupan kaleng, maka
semakin tinggi pula tingkat kevakumannya (semakin rendah tekanannya). Proses
penutupan kaleng juga merupakan hal yang sangat penting karena daya awet
produk dalam kaleng sangat tergantung pada kemampuan kaleng (terutama bagian-
bagian sambungan dan penutupan) untuk mengisolasikan produk di dalamnya
43

dengan udara luar. Penutupan yang baik akan mencegah terjadinya kebocoran yang
dapat mengakibatkan kebusukan. Penutupan kaleng yang dilakukan sedemikian
rupa, diharapkan baik udara, air maupun mikroba dari luar tidak dapat masuk
(menembus) ke dalam, sehingga keawetannya dapat dipertahankan.
7. Proses sterilisasi.
Setelah proses penutupan kaleng selesai, maka kaleng dimasukkan ke dalam
keranjang yang dipersiapkan untuk proses sterilisasi. Proses sterilisasi dilakukan
dalam autoclave, untuk koktail buah dan cincau digunakan suhu 100°C dengan
tekanan 0,8 bar selama 30 menit sedangkan untuk sayuran digunakan suhu 115 -
121°C dengan tekanan 1,05 bar selama 45 - 60 menit.
Sterilisasi merupakan proses untuk mematikan mikroba. Pada prinsipnya ada dua
jenis sterilisasi yaitu :
a. Sterilisasi total.
Sterilisasi total adalah sterilisasi yang bertujuan untuk membunuh
mikroorganisme sehingga mikroba tidak lagi dapat berkembangbiak didalam
suatu wadah/bahan pangan. Pada sterilisasi total ini jika dilaksanakan maka tidak
akan terdapat lagi mikroba-mikroba yang berbahaya terutama pada Clostidium
botilinum.
b. Sterilisasi komersial.
Sterilisasi komersial yang ditetapkan di industri pangan merupakan proses
thermal. Karena digunakan uap air panas atau air digunakan sebagai media
pengantar panas, sterilisasi ini termasuk ke dalam sterilisasi basah. sterilisasi
komersial harus disertai dengan kondisi tertentu yang mungkin mikroba masih
hidup dan dapat berkembang di dalamnya.
Selain bertujuan untuk mematikan semua mikroba penyebab kerusakan, proses
sterilisasi juga bertujuan untuk memasakkan bahan sehingga bahan mempunyai
tekstur, rasa dan kenampakan yang diinginkan. Bahan dengan keasaman tinggi
(acid food) tidak memerlukan suhu sterilisasi yang terlalu tinggi, untuk itulah
pada pengalengan koktail buah dan cincau suhu sterilisasi yang dipergunakan
adalah 100°C dengan tekanan 0,8 bar, pada kondisi asam tersebut,
mikroorganisme pembusuk dapat dimatikan. Berbeda halnya dengan sayuran
yang mempunyai pH > 4,5 atau bahan makanan dengan keasaman rendah (low
acid food) yang dimana sterilisasi pada suhu 100°C tidak akan efektif mematikan
semua mikroba. Oleh karena itu digunakan suhu 121°C dengan tekanan 1,05
44

bar. Pada suhu dan tekanan tersebut maka semua mikroorganisme patogen dan
pembusuk akan mati.
Kondisi proses sterilisasi sangat tergantung pada berbagai faktor, antara lain :
a. Kondisi produk pangan yang disterilisasikan (nilai pH, jumlah mikroorganisme
awal, dan lain-lain).
b. Jenis dan ketahanan panas mikroorganisme yang ada dalam bahan pangan.
c. Karakteristik pindah panas pada bahan pangan dan wadah (kaleng).
d. Medium pemanas.
e. Kondisi penyimpanan setelah sterilisasi
8. Proses pendinginan.
Setelah proses sterilisasi, kaleng kemudian didinginkan dengan air dingin.
Pendinginan pasca sterilisasi menjadi penting karena timbul perbedaan tekanan yang
cukup besar yang dapat menyebabkan rekontaminasi dari air pendingin ke dalam
produk. Untuk itu perlu dipastikan bahwa air pendingin yang digunakan memenuhi
persyaratan mikrobiologis. Untuk industri besar, proses pendinginan biasanya
dilakukan secara otomatis di dalam retort, yaitu sesaat setelah katup uap dimatikan
maka segera dibuka katup air dingin. Untuk ukuran kaleng yang besar, maka
tekanan udara dalam retort perlu dikendalikan sehingga tidak menyebabkan
terjadinya kaleng-kaleng yang menggelembung dan rusak. Pendinginan dilakukan
secepatnya setelah proses sterilisasi selesai untuk mencegah pertumbuhan kembali
bakteri, terutama bakteri termofilik. Pendinginan dimulai dengan membuka saluran
air pendingin dan menutup kran - kran lainnya.
Air pendingin dapat dialirkan melalui dua saluran, yaitu bagian bawah dan bagian
atas retort. Pemasukan air mula-mula dilakukan secara perlahan-lahan agar tidak
terjadi peningkatan tekanan secara drastis. Peningkatan tekanan secara drastis
tersebut harus dicegah karena dapat menyebabkan kaleng menjadi penyok atau
rusak pada bagian pinggirnya disebabkan kaleng tidak mampu menahan kenaikan
tekanan tersebut. Air dialirkan dari bagian bawah dahulu agar secara bertahap dapat
mengkondensasikan sisa uap yang ada dan baru bagian atas dibuka. Pada saat
retort telah penuh dengan air, aliran dapat lebih deras dialirkan. Selama proses
pendinginan berlangsung, perlu dilakukan pengontrolan tekanan secara terus
menerus untuk mencegah terjadinya koleps pada kaleng, yaitu terjadinya penyok
pada kaleng disebabkan tekanan yang terlalu tinggi. Proses pendinginan dinyatakan
selesai bila suhu air dalam retort telah mencapai 38-42°C. Aliran air pendingin
45

kemudian dihentikan dan air dikeluarkan. Tutup retort dibuka dan keranjang
diangkat dari retort.
9. Pengeringan.
Setelah kaleng dikeluarkan dari retort, maka kaleng dikeringkan dan dibersihkan,
untuk mencegah korosi atau pengkaratan pada sambungan kaleng. Pengeringan dan
pembersihan kaleng ini perlu dilakukan untuk mencegah rekontaminasi (debu atau
mikroba) yang lebih mudah menempel pada kaleng yang basah.
10. Penyimpanan
Setelah itu disimpan dalam suhu ruang untuk mengetahui daya simpan dan
efektifitas sterilisasi. Pengamatan dilakukan selama 1 minggu dan kaleng disimpan
pada suhu 40-50°C. Jika dalam 1 minggu tersebut ada kaleng yang menggembung,
maka proses sterilisasi tidak berjalan dengan baik dan hal ini ditandai dengan masih
adanya aktivitas mikroorganisme. Berdasarkan hasil pengamatan dapat diketahui
bahwa sebagian besar produk masih dalam keadaan baik setelah disimpan selama 1
minggu. Meskipun keseluruhan proses pengalengan bisa dikatakan aseptis, namun
tidak menutup kemungkinan untuk terjadinya kerusakan, baik karena berlalunya
masa simpan (kadaluwarsa) ataupun karena kurang sempurnanya proses
pengalengan.
Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan kerusakan tersebut, yaitu :
a. Pengkaratan tinplate, terutama pada bahan pangan bersifat asam, karena
pelepasan hidrogen.
b. Reaksi kiamia, misalnya reaksi kecoklatan non-ezimatis atau pembebasan timah
oleh nitrat dan sebagainya.
c. Penggelembungan karena adanya CO2.
d. Operasi autoklaf yang salah terutama setelah pendinginan.
e. Exhausting yang kurang dan pengisian berlebih akan membawa akibat
berlebihnya tekanan selama pemanasan.
f. Pertumbuhan mikroba sebagai akibat tidak adanya pemanasan atau pemanasan
yang kurang sempurna, pembusukan bahan sebelum diolah, pencemaran
sesudah diolah sebagai hasil lipatan kaleng yang cacat atau pendinginan yang
kurang.
g. Fluktuasi tekanan atmosfer.
h. Suhu dan waktu pemanasan yang tidak memadai selama sterilisasi dapat
mengakibatkan tumbuhnya Clostridium botulinum. Clostridium botulinum
46

merupakan bakteri termofilik (tahan panas) yang dapat hidup dalam kondisi
anaerobik (tidak ada oksigen).
B. PENGARUH PROSES PENGOLAHAN PANAS DALAM PENGELENGAN TERHADAP NILAI
GIZI.
Pada prinsipnya pengolahan pangan dilakukan dengan tujuan :
1. Untuk pengawetan, pengemasan dan penyimpanan produk pangan (misalnya
pengalengan)
2. Untuk mengubah menjadi produk yang diinginkan (misalnya pemanggangan); serta
3. Untuk mempersiapkan bahan pangan agar siap dihidangkan.
Semua bahan mentah merupakan komoditas yang mudah rusak, sejak dipanen, bahan
pangan mentah, baik tanaman maupun hewan akan mengalami kerusakan melalui
serangkaian reaksi biokimiawi. Kecepatan kerusakan sangat bervariasi, dapat terjadi
secara cepat hingga relatif lambat. Satu faktor utama kerusakan bahan pangan adalah
kandungan air aktif secara biologis dalam jaringan. Bahan mentah dengan kandungan
air aktif secara biologis yang tinggi dapat mengalami kerusakan dalam beberapa hari
saja, misalnya sayur-sayuran dan daging-dagingan. Sementara itu, biji-bijian kering yang
hanya mengandung air struktural dapat disimpan hingga satu tahun pada kondisi yang
benar. Penanganan, penyimpanan dan pengawetan bahan pangan sering menyebabkan
terjadinya perubahan nilai gizinya, yang sebagian besar tidak diinginkan. Zat gizi yang
terkandung dalam bahan pangan akan rusak pada sebagaian besar proses pengolahan
karena sensitif terhadap pH, oksigen, sinar dan panas atau kombinasi diantaranya. Zat
gizi mikro terutama tembaga dan zat besi serta enzim kemungkinan sebagai katalis
dalam proses tersebut.
Selain proses pengolahan yang tidak diinginkan karena banyak merusak zat-zat gizi yang
terkandung dalam bahan pangan, proses pengolahan dapat bersifat menguntungkan
terhadap beberapa komponen zat gizi yang terkandung dalam bahan pangan tersebut,
yaitu perubahan kadar kandungan zat gizi, peningkatan daya cerna dan ketersediaan
zat-zat gizi serta penurunan berbagai senyawa antinutrisi yang terkandung di dalamnya.
Proses pemanasan bahan pangan dapat meningkatkan ketersediaan zat gizi yang
terkandung di dalamnya, misalnya pemanasan kacang-kacangan (kedelai) mentah dapat
meningkatkan daya cerna dan ketersediaan protein yang terkandung di dalamnya.
Perubahan zat gizi dalam makanan terjadi pada beberapa tahap selama pemanenan,
persiapan, pengolahan, distribusi dan penyimpanan. Pengolahan dengan panas dalam
proses pengalengan ini mengakibatkan kehilangan beberapa zat gizi terutama zat – zat
yang labil seperti asam askorbat, tetapi teknik dan peralatan pengolahan dengan panas
47

yang modern dapat memperkecil kehilangan ini. Semua perlakuan pemanasan harus di
optimalisasi untuk mempertahankan nilai gizi dan mutu produk serta menghancurkan
mikroba.
Perubahan lainnya yang mempengaruhi nilai gizi pada produk makanan kaleng adalah
akan kehilangan cita rasa segarnya dan satu hal lagi yang cukup mengganggu adalah
timbulnya rasa seperti besi yang timbul akibat coating kaleng yang tidak sempurna.
Bahaya utama dalam makanan kaleng adalah tumbuhnya bakteri Clostridium botulinin
yang dapat menyebabkan keracunan botulinin. Tanda - tanda keracunan botulinin antara
lain tenggorokan menjadi kaku, mata berkunang-kunang, kejang-kejang yang membawa
kematian karena sukar bernafas. Biasanya bakteri ini tumbuh pada kaleng yang tidak
sempurna pengolahannya atau kaleng yang bocor sehingga makanan di dalam kaleng
terkontaminasi udara dari luar.
Dari uraian sebelumnya dapat diketahui bahwa sangat banyak pengaruh pengolahan
panas terhadap komponen zat gizi dalam bahan pangan, mulai dari saat pemanenan,
persiapan, pengolahan, distribusi dan penyimpanan.
1. Pengaruh pengolahan terhadap nilai gizi Protein.
Pengolahan bahan pangan berprotein yang tidak dikontrol dengan baik dapat
menyebabkan terjadinya penurunan nilai gizinya. Secara umum pengolahan bahan
pangan berprotein dapat dilakukan secara fiisik, kimia atau biologis. Secara fisik
biasanya dilakukan dengan penghancuran atau pemanasan, secara kimia dengan
penggunaan pelarut organik, pengoksidasi, alkali, asam atau belerang dioksida dan
secara biologis dengan hidrolisa enzimatis atau fermentasi. Diantara cara pengolahan
tersebut, yang paling banyak dilakukan adalah proses pengolahan menggunakan
pemanasan seperti sterilisasi, pemasakan dan pengeringan. Pada pengolahan dan
penggunaan panas yang tinggi, protein akan mengalami beberapa perubahan.
Perubahan-perubahan ini termasuk rasemisasi (Rasemisasi menyebabkan penurunan
daya cerna protein karena kurang mampu dicerna oleh tubuh), hidrolosis, desulfurasi
dan deamidasi. Kebanyakan perubahan kimia ini bersifat ireversibel dan beberapa
reaksi dapat menghasilkan senyawa toksik.
2. Pengaruh pengolahan terhadap nilai gizi Karbohidrat.
Pemasakan karbohidrat diperlukan untuk mendapatkan daya cerna pati yang tepat,
karena karbohidrat merupakan sumber kalori. Pemasakan juga membantu pelunakan
dinding sel sayuran dan selanjutnya memfasilitasi daya cerna protein. Bila pati
dipanaskan, granula-granula pati membengkak dan pecah dan pati tergalatinisasi.
Pati masak lebih mudah dicerna daripada pati mentah.
48

3. Pengaruh pengolahan terhadap nilai gizi Lemak.


Pada umumnya setelah proses pengolahan bahan pangan, akan terjadi kerusakan
lemak yang terkandung di dalamnya. Tingkat kerusakannya sangat bervariasi
tergantung suhu yang digunakan serta lamanya waktu proses pengolahan. Makin
tinggi suhu yang digunakan, maka kerusakan lemak akan semakin intens. Asam
lemak esensial terisomerisasi ketika dipanaskan dalam larutan alkali dan sensitif
terhadap sinar, suhu dan oksigen. Proses oksidasi lemak dapat menyebabkan
inaktivasi fungsi biologisnya dan bahkan dapat bersifat toksik.
4. Pengaruh pengolahan terhadap nilai gizi Vitamin.
Stabilitas vitamin pada pengolahan panas relatif bervariasi. Vitamin A akan stabil
dalam kondisi ruang hampa udara, namun akan cepat rusak ketika dipanaskan
dengan adanya oksigen terutama pada suhu yang tinggi. Vitamin tersebut akan
rusak seluruhnya apabila dioksidasi dan dihedrogenasi.
49

BAB V
EDIBLE PACKAGING (KEMASAN YANG DAPAT DIMAKAN)
MAKANAN YANG HIGIENIS DAN RAMAH LINGKUNGAN

Pengemasan disebut juga pembungkusan, pewadahan atau pengepakan merupakan


salah satu cara pengawetan bahan hasil pertanian, karena pengemasan dapat
memperpanjang umur simpan bahan. Fungsi paling mendasar dari kemasan adalah untuk
mewadahi dan melindungi produk dari kerusakan, sehingga lebih mudah disimpan, diangkut
dan dipasarkan. Secara umum, fungsi pengemasan pada bahan pangan adalah mewadahi
produk selama distribusi dari produsen hingga ke konsumen, melindungi dan mengawetkan
produk, sebagai identitas produk, meningkatkan efisiensi, memperluas pemakaian dan
pemasaran produk, menambah daya tarik produk terhadap calon pembeli, sarana informasi
dan iklan, dan memberi kenyamanan bagi pemakai produk.
Sebagai wadah, kemasan berfungsi agar produk tidak tercecer, terutama untuk cairan,
pasta atau butiran. Sebagai pelindung, kemasan berfungsi melindungi dari sinar ultraviolet,
panas, kelembapan udara, oksigen, benturan, serta kontaminasi dari kotoran dan mikroba
yang dapat merusak dan menurunkan mutu produk. Selain itu, kemasan dapat berfungsi
untuk mempermudah perhitungan dan penyimpanan sehingga pemasaran produk dapat
menjangkau area yang lebih luas.
Fungsi kemasan terus meningkat seiring meningkatnya persaingan dalam industri
pangan. Belakangan, fungsi sekunder ini justru lebih menonjol dalam upaya menarik
perhatian calon pembeli. Untuk itu desain kemasan cenderung memiliki multi warna dan
mengkilat sehingga menarik dan berkesan mewah serta bentuk yang memudahkan
pemakaian produk. Semua ini dilakukan untuk mengesankan isi kemasan adalah produk
bermutu dan mahal. Tak lupa, desain kemasan ini juga sangat mutakhir agar terkesan
mengikuti perkembangan jaman.
Disamping fungsi-fungsi di atas, kemasan juga mempunyai peranan khusus bagi
produsen, pemerintah, dan konsumen. Bagi produsen, kemasan berfungsi sebagai piranti
monitor, media promosi dan media penyuluhan atau petunjuk cara penggunaan dan
manfaat produk yang ada di dalamnya. Sedangkan bagi pemerintah, kemasan dapat
digunakan sebagai usaha perlindungan konsumen. Untuk konsumen sendiri, kemasan
seringkali digunakan sebagai sumber informasi tentang isi produk, hal ini sangat penting
dalam rangka pengambilan keputusan untuk membeli produk tersebut atau tidak.
50

Kemasan juga mempunyai sisi hitam karena sering disalahgunakan oleh produsen
untuk menutupi kekurangan mutu atau kerusakan produk, mempropagandakan produk
secara tidak proporsional atau menyesatkan sehingga menjurus kepada penipuan atau
pemalsuan. Pengemasan bahan pangan juga dapat menambah biaya produksi dan ada
kalanya biaya kemasan dapat jauh lebih tinggi dari harga isinya.
Untuk produk yang dikonsumsi oleh kelompok konsumen yang mengutamakan
pelayanan, maka hal tersebut tidak jadi masalah, akan tetapi untuk produk-produk yang
dikonsumsi oleh masyarakat umum maka biaya pengemasan yang tinggi perlu dihindari.
Setidaknya biaya pengemasan utama cukup sekitar 10 - 15% dari biaya produk dan biaya
kemasan tambahan hanya sekitar 5 - 15% dari biaya produk.
Seiring perkembangan teknologi, bentuk dan teknologi kemasan juga meningkat dan
bervariasi. Sekarang minuman teh dalam kantong plastik dan nasi bungkus dalam daun
pisang sudah berkembang menjadi kotak kotak katering sampai minuman anggur dalam
botol dan kemasan yang cantik berpita merah. Variasi kemasan nampak dari munculnya
kemasan botol, kaleng, tetrapak, corrugated box, kemasan vakum, kemasan aseptik, kaleng
bertekanan, kemasan tabung hingga kemasan aktif dan pintar (active and intelligent
packaging) yang dapat menyesuaikan kondisi lingkungan di dalam kemasan dengan
kebutuhan produk dalam kemasan tersebut.
Susunan konstruksi kemasan juga semakin kompleks dari tingkat primer, sekunder,
tertier sampai konstruksi yang tidak dapat lagi dipisahkan antara fungsinya sebagai
pengemas atau sebagai unit penyimpanan, misalnya pada peti kemas yang dilengkapi
dengan pendingin (refrigerated container) berisi udang beku untuk ekspor. Industri bahan
kemasan di Indonesia juga sudah semakin banyak, seperti industri penghasil kemasan
karton, kemasan gelas, kemasan plastik, kemasan laminasi yang produknya sudah mengisi
kebutuhan masyarakat dan dunia industri. Di samping itu hingga saat ini di pedesaan masih
banyak dijumpai masyarakat yang hidup dari bahan pengemas tradisional, seperti penjual
daun pembungkus (daun pisang, daun jati, daun waru dan sebagainya), atau untuk tingkat
industri rumah tangga terdapat pengrajin industri keranjang besek, kotak kayu, anyaman
serat, wadah dari tembikar dan lain-lain.
Saat ini, ada banyak jenis bahan yang digunakan untuk mengemas makanan
diantaranya adalah berbagai jenis plastik, kertas, fibreboard, gelas, tinplate dan aluminium.
Berdasarkan bahan dasar pembuatannya maka jenis kemasan pangan yang tersedia saat ini
adalah kemasan kertas, gelas, kaleng/logam, plastik dan kemasan komposit atau kemasan
yang merupakan gabungan dari beberapa jenis bahan kemasan, misalnya gabungan antara
kertas dan plastik atau plastik, kertas dan logam. Masing-masing jenis bahan kemasan ini
51

mempunyai karakteristik tersendiri dan ini menjadi dasar untuk pemilihan jenis kemasan
yang sesuai untuk produk pangan.
Kemasan kertas memiliki sifat tidak mudah robek dan fleksibel, sayangnya kemasan
kertas tidak dapat digunakan untuk mengemas produk cair dan tidak dapat dipanaskan.
Berbeda halnya dengan kemasan kaca dan logam, kemasan gelas dan logam mampu
mengemas produk cair serta tahan panas. Tapi, kemasan gelas dan logam juga memiliki
kekurangan. Kemasan gelas cenderung berat, mudah pecah, tidak fleksibel, mahal dan non
biodegradable walaupun dapat didaur ulang. Sedangkan kemasan logam, walaupun relatif
ringan logam dapat mengkontaminasi bahan pangan serta sulit didaur ulang.
Bahan lain yang seringkali digunakan untuk membuat kemasan adalah komposit dan
plastik. Komposit bersifat lebih kuat dari kertas dan dibuat khusus untuk produk cair.
Namun, bahan kemasan ini juga termasuk bahan non biodegradable.
Plastik memiliki keistimewaan tersendiri sebagai bahan kemasan. Belakangan ini,
intensitas penggunaan plastik sebagai kemasan pangan makin meningkat. Hal ini
disebabkan oleh banyaknya keunggulan plastik dibandingkan bahan kemasan yang lain.
Plastik jauh lebih ringan dibandingkan gelas atau logam dan tidak mudah pecah. Bahan ini
juga dapat dibentuk lembaran dan dapat pula dibuat kantong atau dibuat kaku sehingga
bisa dibentuk dengan desain dan ukuran sesuai keinginan.
Namun, pemanfaatan plastik sebagai bahan pengemas ternyata juga menimbulkan
berbagai persoalan lingkungan. Kelemahan utamanya adalah plastik tidak dapat didaur
ulang dan diuraikan secara alami oleh mikroba di dalam tanah, sehingga menimbulkan
penumpukan sampah plastik yang menyebabkan pencemaran dan kerusakan bagi
lingkungan. Sampah plastik rata-rata memiliki porsi sekitar 10 % dari total volume sampah.
Dari jumlah itu, sangat sedikit yang didaur ulang. Butuh 300-500 tahun agar bisa
terdekomposisi atau terurai sempurna. Membakar plastik pun bukan pilihan baik,
pembakaran plastik secara tidak sempurna, di bawah 800oC, akan membentuk dioksin.
Senyawa inilah yang berbahaya. Selain itu, perihal pembuatan plastik pun juga menyisakan
masalah, minyak bumi sebagai bahan utama pembuatan plastik merupakan sumber daya
alam tidak dapat diperbaharui dan keberadaannya di alam pun semakin menipis.
Berdasar uraian di atas, telah dipaparkan bahwa saat ini suatu produk pangan tak
mungkin dilepaskan dari kemasannya. Untuk itu, interaksi antara produk pangan dengan
kemasannya harus diperhatikan. Sebagian besar produk pangan berinteraksi dengan
kemasannya pada intensitas yang berbeda. Migrasi atau perpindahan bahan kimia baik dari
monomer, polimer atau aditif kemasan, merupakan salah satu mekanisme yang digunakan
untuk menjelaskan interaksi antara kemasan dengan produk terkemas. Faktor-faktor yang
52

mempengaruhi migrasi komponen kemasan ke dalam produk adalah jenis dan konsentrasi
komponen kemasan, karakteristik pangan yang dikemas serta suhu, waktu penyimpanan
dan parameter lingkungan lainnya. Interaksi produk pangan dengan kemasannya inilah yang
terkadang dapat menimbulkan penyimpangan mutu.
Penyimpangan mutu adalah penyusutan kualitatif dimana bahan mangalami
penurunan mutu sehingga menjadi tidak layak dikonsumsi manusia. Bahan pangan yang
rusak mengalami perubahan cita rasa, penurunan nilai gizi atau tidak aman lagi untuk
dimakan karena dapat mengganggu kesehatan. Kondisi ini seringkali disebabkan karena
makanan sudah kadaluarsa atau melewati masa simpan (shelf life).
Penyusutan kuantitatif mengakibatkan bahan pangan kehilangan jumlah atau bobot
hasil pertanian dan ini disebabkan oleh penanganan yang kurang baik atau karena
gangguan biologi (proses fisiologi, serangan serangga dan tikus). Susut kuantitatif dan susut
kualitatif ini penting dalam pengemasan dan susut kualitatif lebih penting dari susut
kuantitatif.
Pengemasan mempengaruhi mutu pangan antara lain melalui perubahan fisik dan
kimia karena migrasi zat-zat kimia dari bahan kemas (monomer plastik, timah putih, korosi),
serta perubahan aroma (flavor), warna, tekstur dipengaruhi oleh perpindahan uap air dan
O2. Bahan pangan dalam kemasan mengalami perubahan-perubahan selama penyimpanan,
dan perubahan ini dapat terjadi baik pada bahan pangan segar maupun pada bahan pangan
yang sudah mengalami pengolahan. Perubahan-perubahan yang terjadi dapat berupa
perubahan biokimia, kimia atau migrasi unsur-unsur ke dalam bahan pangan.
Bahan-bahan pangan segar (belum terolah) misalnya biji-bijian, sayuran, buah-
buahan, daging dan susu akan mengalami perubahan biokimia setelah bahan-bahan ini
dipanen atau dipisahkan dari induknya. Bahan-bahan segar ini umumnya mengandung air
yang cukup tinggi sehingga memungkinkan adanya akifitas enzim dan menyebabkan
terjadinya perubahan warna, tekstur, aroma dan nilai gizi bahan. Contoh perubahan
biokimiawi yang terjadi pada bahan pangan adalah pencoklatan pada buah yang memar
atau terkupas kulitnya atau daging segar yang berubah warna menjadi hijau dan berbau
busuk.
Perubahan kimiawi yang terjadi pada bahan pangan disebabkan oleh penggunaan
anioksidan, fungisida, plastisizer, bahan pewarna dan pestisida yang dapat bermigrasi ke
dalam bahan pangan. Pengemasan dapat mencegah terjadinya migrasi bahan-bahan ini ke
dalam bahan pangan.
Logam-logam seperti timah, besi, timbal dan alumunium dalam jumlah yang besar
akan bersifat racun dan berbahaya bagi kesehatan manusia. Wadah dan mesin pengolahan
53

yang telah mengalami korosi dapat menyebabkan pencemaran logam ke dalam bahan
pangan. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya korosif adalah asam organik,
nitrat, oxidizing agent, atau bahan pereduksi, penyimpanan, suhu, kelembaban dan ada
tidaknya bahan pelapis (enamel). Keracunan yang diakibatkan logam-logam ini dapat berupa
keracunan ringan atau berat seperti mual-mual, muntah, pusing dan keluarnya keringat
dingin yang berlebihan.
Terjadinya migrasi komponen kemasan ke dalam produk terkemas akan menjadi
masalah jika komponen tersebut membahayakan kesehatan konsumen. Beberapa kejadian
migrasi komponen kemasan ke dalam produk mungkin tidak membahayakan kesehatan
konsumen tetapi menyebabkan efek negatif pada produk seperti terjadinya penyimpangan
bau dan rasa. Hal ini dapat menurunkan tingkat penerimaan konsumen terhadap produk.
Plastik dan bahan-bahan tambahan dalam pembuatan plastik plastisizer, stabilizer dan
antioksidan dapat bermigrasi ke dalam bahan pangan yang dikemas dengan kemasan plastik
dan mengakibatkan keracunan. Monomer plastik yang dicurigai berbahaya bagi kesehatan
manusia adalah vinil klorida, akrilonitril, metacrylonitril, vinilidenklorida dan styrene.
Monomer vinil klorida dan akrilonitril berpotensi untuk menyebabkan kanker pada
manusia. Vinil asetat dapat menimbulkan kanker tiroid, uterus dan hati pada hewan. Vinil
klorida dan vinil sianida bersifat mutagenik terhadap mikroba Salmonella typhimurium.
Akrilonitril dapat membuat cacat lahir pada tikus-tikus yang memakannya. Monomer akrilat,
stirena dan metakrilat serta senyawa turunannya seperti vinil asetat, polivinil klorida (PVC),
kaprolaktan, formaldehida, kresol, isosianat oragnik, heksa-metilendiamin, melamin,
epidiklorohidrin, bispenol dan akrilonitril dapat menyebabkan iritasi pada saluran pencernaan
terutama mulut, tenggorokan dan lambung. Plastisizer seperti ester posporik, ester ptalik,
glikolik, chlorinated aromatik dan ester asam adipatik dapat menyebabkan iritasi.
Sebagian besar plastik mengalami peningkatan suhu sampai sekitar 90oC dan beberapa
akan mencapai suhu lebih dari 180oC jika dipanaskan di dalam oven microwave selama 5
menit. Dalam kondisi ini, plastik yang dipanaskan juga terdeteksi membentuk komponen
volatil dan semivolatil yang bisa bermigrasi ke dalam makanan. Pemanasan plastik bisa
terjadi dalam bentuk pellet atau sebagai kemasan. Pellet mungkin mengalami pemanasan
selama proses pencetakan. Diketahui bahwa pemanasan sampel pellet menghasilkan metil-
benzene, etil-benzene, 1-ktena dan styrene. Sementara wadah kemasan yang dipanaskan
selain mengandung 4 komponen ini juga mengandung xylene dan 1,4-diklorobenzen. Semua
komponen ini bersifat toksik dan harus dibatasi keberadaan dalam bahan pangan. Wadah
kemasan plastik penting menjadi perhatian karena kandungan komponen toksik, terutama
metil-benzen, sangat tinggi sehingga sebaiknya tidak digunakan sebagai kemasan untuk
54

masakan panas atau yang akan dipanaskan bersama dengan kemasannya. Sehingga, sangat
penting untuk menjamin bahwa pemanasan plastik kemasan tidak akan membentuk
komponen lain atau komponen yang dihasilkan tidak masuk ke dalam fase uap atau ke
dalam pangan yang dikemasnya.
Bahan kemasan seperti logam, gelas dan plastik merupakan penghalang yang baik
untuk masuknya mikroorganisme ke dalam bahan yang dikemas, tetapi penutup kemasan
merupakan sumber utama dari kontaminasi. Kemasan yang dilipat atau dijepret atau hanya
dilapisi ganda merupakan penutup kemasan yang tidak baik. Penyebab kontaminasi
mikroorganisme pada bahan pangan adalah kontaminasi dari udara atau air melalui lubang
pada kemasan yang ditutup secara hermetic, penutupan (proses sealer) yang tidak
sempurna, panas yang digunakan dalam proses sealer pada film plastik tidak cukup karena
sealer yang terkontaminasi oleh produk atau pengaturan suhu yang tidak baik, serta
kerusakan seperti sobek atau terlipat pada bahan kemasan.
Kemasan bahan pangan sangat mempengaruhi sterilitas atau keawetan dari bahan
pangan yang sudah disterilisasi, diiradiasi atau dipanaskan dengan pemanasan ohmic.
Permeabilitas kemasan terhadap gas akan mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme,
terutama terhadap mikroorganisme yang anaerob patogen.
Untuk melindungi bahan pangan yang dikemas terhadap kontaminasi mikroorganisme,
maka perlu dipilih jenis kemasan yang dapat melindungi bahan dari serangan
mikroorganisme. Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam memilih jenis kemasan
yang baik untuk mencegah kontaminasi mikroba antara lain sifat perlindungannya terhadap
produk dari masuknya mikroorganisme dari luar kemasan ke dalam produk, kemungkinan
berkembang biaknya mikroorganisme di ruangan antara produk dengan tutup, serta
serangan mikroorganisme terhadap bahan pengemas.
Faktor-faktor mekanis juga dapat merusak bahan-bahan hasil pertanian segar dan
bahan pangan olahan. Stress atau tekanan fisik seperti gesekan, tekanan, bahkan jatuh
dapat menyebabkan kerusakan bahan pangan. Vibrasi (getaran) juga dapat mengakibatkan
kerusakan pada bahan atau kemasan selama dalam perjalanan atau distribusi. Karena itu,
jenis perlindungan yang diberikan kepada bahan pangan atau kemasan bahan pangan untuk
mencegah kerusakan mekanis tergantung dari model, jumlah tumpukan barang atau
kemasan, jenis transportasi (darat, laut atau udara), dan jenis barang. Kemampuan
kemasan untuk melindungi bahan yang dikemasnya dari kerusakan mekanis tergantung
pada kemampuannya menahan tekanan akibat tumpukan di gudang atau pada alat
transportasi, gesekan dengan alat selama penanganan, pecah atau patah akibat tubrukan
selama penanganan, serta getaran selama transportasi.
55

Beberapa bahan pangan misalnya buah-buahan yang segar, telur dan biskuit
merupakan produk yang sangat mudah rusak dan memerlukan tingkat perlindungan lebih
tinggi untuk mencegah gesekan antara bahan. Untuk masalah ini seringkali digunakan
kertas tissue, lembaran plastik, kertas yang dibentuk sebagai kemasan individu (misalnya :
karton untuk telur, wadah buah dan lain-lain). Bahan-bahan pangan lain, dilindungi dengan
cara mengemasnya dengan kemasan yang kaku dan pergerakannya dibatasi dengan dengan
kemasan plastik shrink film yang dapat mengemas produk dengan ketat. Peti kayu atau
drum logam merupakan kemasan dengan perlindungan mekanis yang baik, kemasan ini
sekarang sudah digantikan dengan bahan komposit yang lebih murah yang terbuat dari
kotak serat (fiberboard) dan polipropilen.
Kehilangan air atau peningkatan kadar air merupakan faktor yang penting dalam
penentuan masa simpan dari produk pangan. Kemasan memberikan kondisi mikroklimat
bagi bahan yang dikemasnya dan kondisi ini ditentukan oleh tekanan uap air dari bahan
pangan pada suhu penyimpanan dan permeabilitas kemasan. Pengendalian kadar air pada
kemasan dan bahan pangan dapat mencegah kerusakan oleh mikroorganisme dan enzim,
menurunnya nilai penampilan (tekstur) mikroba atau mencegah freezer burn pada bahan
pangan beku.
Bahan pangan yang mempunyai keseimbangan kelembaban relatif (RH) yang rendah,
seperti makanan kering, biskuit dan snack, membutuhkan kemasan dengan permeabilitas
terhadap air yang rendah agar tidak kehilangan kerenyahannya. Jika nilai aktivitas air dari
bahan meningkat sehingga sesuai dengan tingat aW yang dibutuhkan oleh mikroba, maka
mikroba akan tumbuh dan bahan menjadi rusak. Kemasan juga harus dapat mencegah
masuknya warna dari plastisizer, tinta pencetak kemasan, perekat atau pelarut yang
digunakan dalam pembuatan kemasan.
Kemasan gelas dan logam kedap terhadap gas dan uap, sedangkan film plastik
mempunyai kisaran permeabilitas yang luas tergantung pada ketebalan, komposisi kimia
serta struktur dan orientasi molekul di dalam film plastik. Bau yang berasal dari kemasan
plastik dapat timbul dari pembentukan gugus karbonil apabila plastik polietilen dipanaskan
pada suhu tinggi, zat antioksidan yang dapat mengadakan interaksi dan membentuk produk
yang berbau, serta pecahan-pecahan molekul pada kemasan. Oksigen dapat menyebabkan
terjadinya proses oksidasi yang tidak diinginkan bagi produk-produk yang peka terhadap
oksigen seperti vitamin A dan C.
Pengendalian suhu penyimpanan merupakan hal penting untuk dapat menjaga bahan
pangan dari perubahan suhu. Jika kemasan dipakai untuk mengemas produk yang akan
dipanaskan dalam kemasan seperti sterilisasi dalam kemasan atau makanan siap saji yang
56

dipanaskan di dalam microwave, maka kemasan yang digunakan harus tahan terhadap suhu
tinggi. Pengaruh insulasi dari kemasan ditentukan oleh konduktivitas panas dan reflektivitas
kemasan. Bahan kemasan dengan konduktivitas panas rendah seperti kotak karton,
polystirene atau poliuretan akan mengurangi pindah panas konduksi dan bahan kemasan
reflektif seperti alumunium foil akan merefleksikan panas.
Transmisi cahaya ke dalam kemasan kadang kala dibutuhkan agar dapat melihat isi
dari kemasan tersebut. Tetapi untuk produk-produk yang sensistif terhadap cahaya,
misalnya lemak yang akan mengalami oksidasi dengan adanya cahaya atau kerusakan
riboflavin dan pigmen alami, maka harus digunakan kemasan yang opaq (berwarna gelap)
sehingga tidak dapat dilalui oleh cahaya. Jumlah cahaya yang dapat diserap atau
ditransmisikan tergantung pada bahan kemasan, panjang gelombang dan lamanya terpapar
oleh cahaya. Beberapa bahan kemasan seperti polietilen densitas rendah (LDPE)
mentransmisikan cahaya tampak (visible) dan ultraviolet, sedangkan kemasan polivinil
klorida (PVC) mentransmisikan cahaya tampak tapi cahaya ultraviolet akan diabsorbsi.
Perubahan yang terjadi akibat cahaya antara lain pemudaran warna, seperti pada daging
dan saus tomat, ketengikan pada mentega (terutama jika terdapat katalis Cu), pencoklatan
pada anggur dan jus buah-buahan, perubahan bau dan menurunnya kandungan vitamin
A,D,E,K dan C.
Plastisizer yang aman untuk kemasan bahan pangan adalah heptil ptalat, dioktil adipat,
dimetil heptil adipat, di-N-desil adipat, benzil aktil adipat, ester dari asam sitrat, oleat dan
sitrat. Stabilizer yang aman digunakan adalah garam-garam kalsium, magnesium dan
natrium, sedangkan antioksidan jarang digunakan karena bersifat karsinogenik.
Seiring dengan kesadaran manusia akan pentingnya kemasan berikut permasalahan
yang berkaitan dengannya, maka penelitian bahan kemasan diarahkan pada bahan-bahan
organik yang dapat dihancurkan secara alami dan mudah diperoleh. Kemasan ini disebut
dengan kemasan masa depan (future packaging). Sifat-sifat kemasan masa depan
diharapkan mempunyai bentuk yang fleksibel namun kuat, transparan, tidak berbau, tidak
mengkontaminasi bahan yang dikemas dan tidak beracun, tahan panas, biodegradable dan
berasal dari bahan-bahan yang terbarukan. Bahan-bahan ini berupa bahan-bahan hasil
pertanian seperti karbohidrat, protein dan lemak.
Seperti kemasan lain pada umumnya, pemilihan jenis kemasan ini harus sesuai untuk
bahan pangan, harus mempertimbangkan syarat-syarat kemasan yang baik untuk produk
tersebut, juga karakteristik produk yang akan dikemas. Syarat-syarat yang harus dipenuhi
oleh suatu kemasan agar dapat berfungsi dengan baik adalah harus dapat melindungi
produk dari kotoran dan kontaminasi sehingga produk tetap bersih, dapat melindungi dari
57

kerusakan fisik, perubahan kadar air, gas dan penyinaran (cahaya), mudah untuk
dibuka/ditutup, mudah ditangani serta mudah dalam pengangkutan dan distribusi, efisien
dan ekonomis khususnya selama proses pengisian produk ke dalam kemasan, harus
mempunyai ukuran, bentuk dan bobot yang sesuai dengan norma atau standar yang ada,
mudah dibuang dan mudah dibentuk atau dicetak, dapat menunjukkan identitas, informasi
dan penampilan produk secara jelas hingga dapat membantu promosi atau penjualan.
Pemilihan jenis kemasan untuk produk pangan ini juga harus memperhatikan
preferensi konsumen yang semakin tinggi tuntutannya. Misalnya kemasan kecap yang
tersedia di pasar adalah kemasan botol gelas, botol plastik dan kemasan sachet, minuman
juice buah yang tersedia dalam kemasan karton laminasi atau gelas palstik, serta makanan
siap saji yang dikemas dapat langsung dimasukkan ke oven tanpa harus memindahkan ke
wadah lain dan single serve packaging yang sangat praktis. Adanya variasi kemasan ini
memberi kesempatan bagi konsumen untuk bebas memilih sehingga masing-masing jenis
kemasan akan mempunyai konsumennya sendiri.
Karena itulah saat ini penelitian bahan kemasan diarahkan pada bahan-bahan organik,
yang dapat dihancurkan secara alami dan mudah diperoleh. Seperti telah diungkapkan di
atas, kemasan alternatif haruslah fleksibel, kuat, transparan, tidak berbau, tidak
mengkontaminasi bahan yang dikemas, tidak beracun, tahan panas, biodegradable dan
berasal dari bahan-bahan yang terbarukan. Bahan pembuatan kemasan yang dapat
memenuhi persyaratan ini adalah bahan-bahan hasil pertanian seperti karbohidrat, protein
dan lemak. Kemasan dari bahan-bahan ini juga dikenal sebagai kemasan edible (Edible
packaging) dan kemasan biodegradable.
Edible packaging adalah kemasan yang dapat dimakan karena terbuat dari bahan-
bahan yang dapat dimakan seperti pati, protein atau lemak. Jika dibuang, Edible packaging
dapat didegradasi melalui proses fotokimia atau dengan menggunakan mikroba penghancur.
Keuntungan dari edible packaging adalah dapat melindungi produk pangan, penampakan
asli produk dapat dipertahankan dan dapat langsung dimakan serta aman bagi lingkungan.
Edible packaging dibagi jadi dua kelompok besar, yaitu yang berfungsi sebagai pelapis
(edible coating) dan yang berbentuk lembaran (edible film). Edible coating banyak
digunakan untuk pelapis produk daging beku, makanan semi basah (intermediate moisture
food), produk konfeksionari, ayam beku, produk hasil laut, sosis, buah-buahan dan obat-
obatan terutama untuk pelapis kapsul.
Edible film adalah lapisan tipis yang dibuat dari bahan yang dapat dimakan, dibentuk
di atas komponen makanan yang berfungsi sebagai penghambat transfer massa (misalnya
kelembaban, oksigen, lemak dan zat terlarut) dan atau sebagai carrier bahan makanan atau
58

aditif dan atau untuk meningkatkan penanganan makanan. Edible film harus mempunyai
sifat-sifat yang sama dengan film kemasan seperti plastik, yaitu harus memiliki sifat
menahan air sehingga dapat mencegah produk kehilangan kelembaban, memiliki
permeabilitas selektif terhadap gas tertentu, mengendalikan perpindahan padatan terlarut
untuk mempertahankan warna, pigmen alami dan gizi, serta menjadi pembawa bahan aditif
seperti pewarna, pengawet dan penambah aroma yang memperbaiki mutu bahan pangan.
Penggunaan edible film untuk pengemasan produk-produk pangan seperti sosis, buah-
buahan dan sayuran segar dapat memperlambat penurunan mutu. Hal ini disebabkan
karena edible film dapat berfungsi sebagai penahan difusi gas oksigen, karbondioksida dan
uap air serta komponen flavor. Kemampuan ini menciptakan kondisi atmosfir internal yang
sesuai dengan kebutuhan produk yang dikemas.
Komponen penyusun edible film akan mempengaruhi bentuk morfologi maupun
karakteristik pengemas secara langsung. Komponen utama penyusun edible film
dikelompokkan menjadi tiga, yaitu hidrokoloid, lipida dan komposit. Bahan-bahan tambahan
yang sering dijumpai dalam pembuatan edible film adalah antimikroba, antioksidan, flavor
dan pewarna.
Hidrokoloid yang digunakan dalam pembuatan edible film berupa protein atau
polisakarida. Bahan dasar protein dapat berasal dari jagung, kedelai, wheat gluten, kasein,
kolagen, gelatin, corn zein, protein susu dan protein ikan. Polisakarida yang digunakan
dalam pembuatan edible film adalah selulosa dan turunannya, pati dan turunannya, pektin,
ekstrak ganggang laut (alginant, karagenan, agar), gum (gum arab dan gum karaya),
xanthan dan kitosan. Beberapa polimer polisakarida yang murah dan mudah didapatkan
adalah pati tapioka yang sumber utamanya dari singkong.
Lemak yang umum digunakan dalam pembuatan edible film adalah lilin alami
(beeswax, carnauba wax, paraffin wax), asil gliserol, asam lemak (asam oleat dan asam
laurat) serta emulsifier. Campuran lipida dan hidrokoloid (komposit) untuk edible film
seringkali memanfaatkan lipida pada pati dari jagung. Kali ini akan dicoba pati tapioka dari
singkong untuk menggantikan lipida dari jagung sehingga bersifat lebih ekonomis.
Komponen yang cukup besar dalam pembuatan edible film adalah plastisizer.
Plastisizer adalah bahan organik dengan berat molekul rendah untuk memperlemah
kekakuan polimer sekaligus meningkatkan fleksibilitas dan ekstensibilitas polimer. Dalam
edible film, plastisizer berfungsi untuk meningkatkan fleksibilitas dan ekstensibilitas film,
menghindarkan film dari keretakan, meningkatkan permeabilitas terhadap gas, uap air dan
zat terlarut, serta meningkatkan elastisitas film.
59

Beberapa jenis plastisizer yang dapat digunakan dalam pembuatan edible film adalah
gliserol, lilin lebah, polivinil alkohol dan sorbitol. Jenis-jenis plastisizer lain untuk pembuatan
edible film adalah asam laurat (CH3(CH2)10COOH), Asam oktanoat (CH3(CH2)6COOH), asam
laktat (CH3(CH2)7COOH), trietilen glikol (CH2CH2OCH2OH)2), polietilen glikol
(H(OCH2CH2)nOH). Mekanisme proses plastisisasi polimer sebagai akibat penambahan
plastisizer melalui urutan pembahasan dan adsorbsi, pemecahan dan atau penetrasi pada
permukaan, adsorbsi dan difusi, pemutusan pada bagian amorf dan pemotongan struktur.
Asam laktat sebagai plastisizer pembuatan edible film juga dapat dibuat dari singkong,
karena itu pembuatan edible film dari singkong akan lebih mudah. Asam laktat dengan berat
molekul 90, secara teknis dibuat melalui fermentasi karbohidrat seperti glukosa, sukrosa dan
laktosa dengan bantuan Bacillus acidilacti, Lactobacillus delbrueckii, L. bulgaricus dan lain-
lain.
Proses pembuatan edible film dimulai dari pelarutan bahan dasar pati tapioka berupa
hidrokoloid, lipid atau komposit, kemudian dilakukan penambahan plastisizer. Campuran
dipanaskan pada suhu 55-70oC selama 15 menit. Film dicetak (casting) dengan cara
menuangkan adonan pada permukaan lembar polietilen yang licin menggunakan auto-
casting machine. Selanjutnya dibiarkan beberapa jam pada suhu 35oC dengan RH ruangan
50%. Film yang dihasilkan kemudian dikeringkan selama 12-18 jam pada suhu 30oC RH
50% dan dilanjutkan dengan penyimpanan (conditioning) dalam ruang selama 24 jam
menggunakan suhu dan RH ambient.
Bentuk lain dari edible packaging adalah edible coating, yaitu pelapisan bahan pangan
dengan pelapis yang dapat dimakan. Bahan-bahan baku untuk pembuatan edible coating
sama dengan edible film, hanya saja dalam pembuatan edible coating tidak ada
penambahan plastisizer, sehingga pelapis yang dihasilkan tidak berbentuk film. Contoh
prosedur standar pembuatan edible coating adalah dengan bahan dasar isolate protein
kedele (ISP).
Cara-cara pelapisan untuk edible coating adalah pencelupan, penyemprotan atau
penaungan. Metode pencelupan dilakukan dengan cara mencelupkan bahan makanan ke
dalam edible coating. Untuk mendapatkan permukaan rata, dibutuhkan suatu mantel.
Setelah pencelupan, kelebihan mantel dialirkan ke produk dan kemudian dikeringkan agar
diperoleh tekstur yang keras. Metode yang lebih praktis, penyemprotan, dilakukan dengan
cara menyemprotkan edible coating pada bahan pangan di salah satu sisinya sehingga
hasilnya lebih seragam. Metode penuangan dilakukan dengan cara menuangkan edible
coating ke bahan yang akan dilapisi. Teknik ini menghasilkan bahan yang lembut dan
60

permukaan yang datar, tapi ketebalannya harus diperhatikan karena mempengaruhi


permukaan bahan.
Secara umum karakteristik mekanik penting dari edible film adalah kuat tarik (tensile
strength), kuat tusuk (puncture strength), persen pemanjangan (elongation to break) dan
elastisitas (elastic modulus/young modulus). Parameter-parameter tersebut dapat
menjelaskan bagaimana karakteristik mekanik dari bahan film yang berkaitan dengan
struktur kimianya. Parameter kuat tarik menggambarkan gaya maksimum yang terjadi pada
film selama pengukuran berlangsung. Hasil pengukuran ini berhubungan erat dengan jumlah
plastisizer yang ditambahkan pada proses pembuatan film. Penambahan plastisizer lebih dari
jumlah tertentu akan menghasilkan film dengan kuat tarik yang lebih rendah.
Modulus elastis merupakan kebalikan dari persen pemanjangan, karena akan semakin
menurun seiring meningkatnya jumlah plastisizer dalam film. Modulus elastisitas merupakan
ukuran dasar dari kekakuan (stiffness) sebuah film.
Nilai permeabilitas suatu film digunakan untuk memperkirakan daya simpan produk
yang dikemas di dalamnya. Nilai permebilitas juga dapat menentukan produk apa yang
dapat dikemas dalam film tersebut. Nilai permeabilitas mencakup permeabilitas terhadap
uap air dan gas.
Edible film dari hidrokoloid memiliki beberapa kelebihan, yaitu mampu melindungi dari
oksigen, CO2, dan lipid. Selain itu kesatuan struktural produk dapat meningkat karena sifat
mekanis yang diinginkan dapat tercapai. Namun, edible film dari hidrokoloid kurang bagus
untuk mengatur migrasi uap air dan dipengaruhi perubahan pH.
Kelebihan edible film dari lipid adalah dapat melindungi produk konfeksionari dari air.
Namun, integritas dan ketahanannya tidak terlalu baik. Karena itu, untuk menggabungkan
kedua jenis edible film ini digunakan edible film komposit (gabungan hidrokoloid dan lipid).
Edible film komposit dapat meningkatkan kelebihan dari film hidrokoloid dan lipid sekaligus
mengurangi kelemahannya.
Saat ini edible film telah banyak digunakan dalam pengemasan produk buah-buahan
segar untuk mengendalikan laju respirasi. Tidak hanya itu, produk-produk pangan lainnya
juga sudah banyak menggunakan edible coating. Produk konfeksionari, daging dan ayam
beku, sosis, produk hasil laut dan pangan semi basah adalah beberapa contoh bahan
makanan yang sudah seringkali memanfaatkan edible coating sebagai pengemas.
Aplikasi dari edible film atau edible coating dibagi atas kelompok kemasan primer,
barrier, pengikat dan pelapis. Sebagai kemasan primer dari produk pangan edible film atau
edible coating telah dipakai untuk mengemas permen, sayur-sayuran dan buah-buahan
segar, sosis, daging, serta produk hasil laut.
61

Sebagai barrier, film yang dibentuk dari reaksi gellan gum dengan garam mono atau
bivalen, diperdagangkan dengan nama dagang Kelcoge, merupakan barrier yang baik untuk
absorbsi minyak pada bahan yang digoreng. Karena itu barrier dari film ini sangat baik untuk
menghasilkan bahan dengan kandungan minyak rendah.
Sebagai pengikat, edible film juga dapat diaplikasikan pada snack atau crackers yang
diberi bumbu. Di sini edible film berperan sebagai pengikat atau adhesif dari bumbu agar
dapat lebih melekat pada produk. Pelapisan ini berguna untuk mengurangi lemak pada
bahan yang digoreng dengan penambahan bumbu-bumbu.
Sebagai pelapis, edible film berguna untuk menggantikan telur pada produk-produk
bakery. Keuntungannya adalah penampilan produk dapat tetap lebih menarik tanpa
mempercepat kontaminasi oleh mikroba seperti jika menggunakan telur sebagai pelapis.
Keuntungan penggunaan edible film untuk kemasan bahan pangan adalah untuk
mewadahi dan melindungi produk dari kerusakan-kerusakan, sehingga lebih mudah
disimpan, diangkut dan dipasarkan. Sebagai fungsi tambahannya adalah untuk menarik
konsumen dalam industri makanan. Kelebihan Edible film dibanding kemasan sintetik adalah
dapat dimakan bersama produk yang dikemasnya dan terutama sifatnya yang ramah
lingkungan.
Pembuatan edible film pun relatif mudah, bahan pembuatannya berasal dari bahan
organik yang mudah didapatkan. Edible film dibuat dari pelarutan bahan dasar pati tapioka
berupa hidrokoloid, lipid atau komposit, kemudian dilakukan penambahan plastisizer.
Campuran dipanaskan pada suhu 55-70oC selama 15 menit. Film dicetak (casting) dengan
cara menuangkan adonan pada permukaan lembar polietilen yang licin menggunakan auto-
casting machine. Selanjutnya dibiarkan beberapa jam pada suhu 35 oC dengan RH ruangan
50%. Film yang dihasilkan kemudian dikeringkan selama 12-18 jam pada suhu 30oC RH
50% dan dilanjutkan dengan penyimpanan (conditioning) dalam ruang selama 24 jam
menggunakan suhu dan RH ambient.
Selain edible istilah lain untuk kemasan yang berasal dari bahan hasil pertanian adalah
biopolimer, yaitu polimer hasil pertanian yang digunakan sebagai bahan baku film kemasan
tanpa dicampur dengan polimer sintetis (plastik). Sama seperti edible film, kemasan dari
bahan ini juga ramah lingkungan karena bisa didegradasi secara alami dalam waktu relatif
singkat.
Besarnya potensi edible film sebagai kemasan alternatif yang ramah lingkungan diharapkan
dapat mendorong dilakukannya penelitian lebih lanjut untuk menemukan bahan pembuatan
edible film yang selama ini belum diberdayakan. Selain untuk mengurangi masalah
62

lingkungan akibat limbah plastik, diharapkan dapat pula ditemukan bahan edible film
dengan memiliki karakteristik terbaik.
63

DAFTAR PUSTAKA

Agustina, W., 2011, http://wanwa03.wordpress.com/2011/07/07/teknologi-pengemasan-


desain-dan-pelabelan-kemasan-produk-makanan/, Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia (LIPI), Balai Besar Pengembangan Teknologi Tepat Guna (B2PTTG), diakses
: 7 Juli 2011.

Agustina, W., 2009, Desain Kemasan dan Label Produk Makanan. Kumpulan Modul
pelatihan. UPT B2PTTG-LIPI Subang.

Bahan Ajar Kemasan : pdpt.unesa.ac.id/portofolio/handout/897/5155/6kemasan-i - Cache

Blogspot, 2007, http://gizidankesehatan.blogspot.com/2007/04/bahan-kemasan-


makanan.html, diakses : 30 April 2007

Buyung, 2011, http://buyungchem.wordpress.com/bahan-pengemas-kertas-untuk-


makanan/, diakses : Nopember 2011.

Chiki-chikia, 2011, http://chiki-chikia.blogspot.com/2011/07/makalah-pangan-dan-


kesehatan-pengawetan.html. Makalah Pangan Dan Kesehatan Pengawetan Bahan
Pangan Nabati Dalam Kemasan Kaleng, diakses : 27 Juli 2011

Direktorat Jendral Industri Kecil, 2007, Kemasan Flexible, Jakarta : Kementerian


Perindustrian.

En Carta, 2010, Packaging,


http://uk.encarta.msn.com/dictionary_1861732789/packaging.html diakses : 19 Maret
2010.

Harian Suara Merdeka, 2007, http://gizidankesehatan.blogspot.com/2007/04/bahan-


kemasan-makanan.html, diakses : 30 April 2007.

HAS, 1985, A guide to the classification, packaging and labelling of dangerous substances
regulations
http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:UtzcGuTiBxQJ:www.hseni.go
v.uk/dangerous_substances_regulations.pdf+packaging+classification&cd=1&hl=id&ct
=clnk&gl=id, diakses : 28 Mar 2010.

Harris, Ted, 2001, The Advance technology of polymer (online),


http://www.ehow/content.php?c=2779, diakses : 12 September 2006.

http://id.wikipedia.org/wiki/pengemasan

http://dgi-indonesia.com/desain-grafis-pada-kemasan

http://cugigogog.blogspot.com/mengupas-tuntas-sekitar-desain-kemasan

http://id.wikipedia.org/wiki/Pengemasan, Halaman ini terakhir diubah pada 21.20, 5 April


2013. diakses : 23 Maret 2012
64

Imatetani, 2010, Trend Pengemasan Modern Seharusnya Tidak Menggeser Kemasan


Tradisional (htm) (dalam Bahasa Indonesia). Rilis pers. diakses : 22 Juli 2010.

Jaswin M, 2008, Packaging Materials and its Applications, Jakarta : Indonesian Packaging
Federation.
Julianti, E. dan Nurminah, M., 2006, Teknologi Pengemasan. Departemen Teknologi
Pertanian, Fakultas pertanian, Universitas sumatera utara.
http://ecourse.usu.ac.id/content/teknologi/teknologi/textbook.pdf, diakses : 7 Juli
2011.

Khurriyatul, 2012, http://khurriyatul.blogspot.com/2012/03/pengemasan-dan-desain-


kemasan.html, diakses : 23 Maret 2012.

Krochta, Dave. 1994. Another safe way. Maryland-USA : Paul.H.Brookes Publishing Co.

M. Suba’I, Alfagari, Aditya, 2010, Polimer Pati Tapioka Sebagai Terobosan Baru Edible
Packaging (Kemasan Yang Dapat Dimakan) Makanan Yang Higienis Dan Ramah
Lingkungan, Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Malang

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan

Ririn Sjafriani, http://klinik-kemasan.blogspot.com/

Sampurno B, 2008, Flexible Packaging Laminates, Jakarta : Meerkats Flexipack.

Sirossiris, 2010, It was filed under Pengemasan dan Pengawetan, diakses : 10 Mei 2010

Sirossiris, 2010, It was filed under Pengemasan dan Pengawetan,


http://lordbroken.wordpress.com/2010/05/10/bahan-pengemas-makanan-
%E2%80%9Cplastik%E2%80%9D/, diakses : 10 Mei 2010

Syamsir, Eddie. 2008. Temuan Terbaru. Bandung : Jala Sutra.

Syarief, R., S.Santausa, St.Ismayana B., 1989, Teknologi Pengemasan Pangan. Laboratorium
Rekayasa Proses Pangan, PAU Pangan dan Gizi, IPB.

Triyono, A, 2002, Modul Pengemasan Produk Makanan. Kumpulan Modul Pelatihan. UPT
B2PTTG-LIPI Subang.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan.

ULPK BPOM (Unit Layanan Pengaduan Konsumen), 2012, Tips Memilih dan Menggunakan
Kemasan Pangan Yang Aman
http://ulpk.pom.go.id/ulpk/index.php?task=view&id=157&option=com_easyfaq&Itemi
d=26&lang=in

Vedder, Taylor, 2008, The Surprises about Packaging. Massachusets : McGraw-Hill.

Wordpress, 2010, http://lordbroken.wordpress.com/2010/05/10/bahan-pengemas-makanan-


%E2%80%9Cplastik%E2%80%9D/
65

www.x3-prima.com/desain-kemasan

Zulaiha, 2011, http://zilazulaiha.blogspot.com/2011/12/pengemasan-makanan-macam-


macam-dan-cara.html, diakses : 18 Desember 2011

Anda mungkin juga menyukai