Askep Rinosinusitis
Askep Rinosinusitis
RINOSINUSITIS
A. PENGERTIAN
Rinosinusitis adalah penyakit inflamasi mukosa yang melapisi hidung dan sinus
paranasal. Peradangan ini sering bermula dari infeksi virus, yang karena keadaan tertentu
berkembang menjadi infeksi bakterial dengan penyebab bakteri pathogen yang terdapat di
saluran napas bagian atas. Penyebab lain adalah infeksi jamur, infeksi gigi, dan dapat pula
terjadi akibat fraktur dan tumor.
Rinosinusitis merupakan peradangan mukosa hidung dan sinus paranasal, yang
selalu dimulai dengan penyumbatan daerah kompleks osteomeatal oleh infeksi, obstruksi
mekanik atau alergi. Rinosinusitis adalah peradangan mukosa nasal dan sinus paranasal,
dikatakan kronis apabila berlangsung paling sedikit 12 minggu.
Sinusitis dapat didefinisikan sebagai peradangan pada salah satu atau lebih
mukosa sinus paranasal, umumnya disertai atau dipicu oleh rinitis sehingga sering disebut
sebagai rinosinusitis. Bila mengenai beberapa sinus disebut multisinusitis, sedangkan bila
mengenai semua sinus paranasal disebut pansinusitis.
B. KLASIFIKASI
Rinosinusitis ditinjau dari lima aksis, yaitu:
1. Gambaran klinis (akut, subakut, dan kronik)
Menurut Konsensus International (2004) dalam Soetjipto & Wardani (2007)
membagi rinosinusitis menjadi:
a. Akut dengan batas sampai 4 minggu
b. Sub akut bila terjadi antara 4 minggu sampai 3 bulan atau 12 minggu
c. Kronik bila lebih dari 3 bulan atau 12 minggu
1
4. Keterlibatan ekstrasinus (komplikasi atau tanpa komplikasi)
5. Modifikasi penyebab spesifik (atopi, obstruksi komplek osteomeatal)
C. ETIOLOGI
1. Faktor Host
a. Umur, Jenis Kelamin dan Ras
2
g. Kelainan anatomi hidung
Kelainan anatomi seperti septum deviasi, bula etmoid yang membesar,
hipertrofi atau paradoksal konka media dan konka bulosa dapat mempengaruhi
aliran ostium sinus, menyebabkan penyempitan pada kompleks osteomeatal dan
menggangu clearance mukosilia sehingga memungkinkan terjadinya rinosinusitis.
h. Kelainan kongenital
Kelainan kongenital seperti sindroma kartagener dan fibrosis kistik
dapatmengganggu transport mukosiliar (sistem pembersih). Sindrom kartagener
atau sindrom silia immortal merupakan penyakit yang diturunkan secara genetik,
dimana terjadi kekurangan/ketiadaan lengan dynein sehingga menyebabkan
terjadinya gangguan pada koordinasi gerakan silia dan disorientasi arah dari
denyut silia. Gangguan pada transport mukosiliar dan frekuensi denyut silia
menyebabkan infeksi kronis yang berulang sehingga terjadi bronkiektasis dan
rinosinusitis.
2. Faktor Agent
Rinosinusitis kronik dapat disebabkan oleh beberapa bakteri patogen
seperti Streptococcus pneumonia, Haemophillus influenza, Moraxella
catarrhalis, Streptococcus pyogenes, Staphylococcus aureus, Bacteroides,
Peptostreptococcus, Fusobacterium dan Basil gram (-). Selain bakteri,
rinosinusitis juga dapat disebabkan oleh virus (Rhinovirus, influenza virus,
parainfluenza virus dan Adenovirus) dan jamur (Aspergillus dan Candida).
3. Faktor Lingkungan
faktor lingkungan yang memengaruhi terjadinya rinosinusitis kronik yaitu
polusi udara dan udara dingin. Paparan dari polusi udara dapat mengiritasi saluran
hidung, menyebabkan perubahan mukosa dan memperlambat gerakan silia.
Apabila berlangsung terus-menerus dapat menyebabkan rinosinusitis kronik. Udara
dingin akan memperparah infeksi karena menyebabkan mukosa sinus
membengkak. Hal ini membuat jalannya mukus terhambat dan terjebak di dalam
sinus, yang kemudian menyebabkan bakteri berkembang di daerah tersebut
3
D. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi rinosinusitis kronik terkait 3 faktor: patensi ostium, fungsi silia dan
kualitas sekret. Gangguan salah satu faktor tersebut atau kombinasi faktor-faktor tersebut
merubah fisiologi dan menimbulkan sinusitis. Kegagalan transpor mukus dan
menurunnya ventilasi sinus merupakan faktor utama berkembangnya rinosinusitis kronik.
Patofisiologi rinosinusitis kronik dimulai dari blokade akibat udem hasil proses
radang di area kompleks ostiomeatal. Blokade daerah kompleks ostiomeatal
menyebabkan gangguan drainase dan ventilasi sinus-sinus anterior. Sumbatan yang
berlangsung terus menerus akan mengakibatkan terjadinya hipoksi dan retensi sekret serta
perubahan pH sekret yang merupakan media yang baik bagi bakteri anaerob untuk
berkembang biak. Bakteri juga memproduksi toksin yang akan merusak silia. Selanjutnya
dapat terjadi hipertrofi mukosa yang memperberat blokade kompleks ostiomeatal. Siklus
ini dapat dihentikan dengan membuka blokade kompleks ostiomeatal untuk memperbaiki
drainase dan aerasi sinus.
Faktor predisposisi rinosinusitis kronik antara lain adanya; obstruksi mekanik
seperti septum deviasi, hipertrofi konkha media, benda asing di hidung, polip serta tumor
di dalam rongga hidung. Faktor sistemik yang mempengaruhi seperti malnutrisi, terapi
steroid jangka panjang, diabetes, kemoterapi dan defisiensi imun. Faktor lingkungan
seperti polusi udara, debu, udara dingin dan kering dapat mengakibatkan perubahan pada
mukosa dan kerusakan silia
4
a. Demam, halitosis
b. Pada anak; batuk, iritabilitas
c. Sakit gigi
d. Sakit telinga / nyeri tekan pada telinga / rasa penuh pada telinga.
F. KOMPLIKASI
Kompikasi rinosinusitis telah menurun secara nyata sejak ditemukan antibiotika.
Komplikasi yang dapat terjadi ialah:
1. Osteomielitis dan abses subperiostal
Paling sering timbul akibat sinusitis frontal dan biasanya ditemukan pada anak-
anak. Pada osteomielitis sinus maksila dapat timbul fistula oroantral.
2. Kelainan Orbita
Disebabkan oleh sinus paranasal yang berdekatan dengan mata (orbita). Yang
paling sering ialah sinusitis etmoid, kemudian sinusitis frontal dan maksila.
Penyebaran infeksi terjadi melalui tromboflebitis dan perkontinuitatum. Variasi
yang dapat timbul ialah udema palpebra, selulitis orbita, abses subperiostal, abses
orbita dan selanjutnya dapat terjadi trombosis sinus kavernosus.
3. Kelainan Intrakranial
Dapat berupa meningitis, abses ektradural, abses otak dan trombosis sinus
kavernosus.
4. Kelainan Paru
Seperti bronkitis kronis dan brokiektasis. Adanya kelainan sinus paranasal disertai
denga kelainan paru ini disebut sinobronkitis. Selain itu dapat juga timbul asma
bronkial
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan palpasi turut membantu menemukan nyeri tekan pada daerah sinus yang
terkena disamping pemeriksan rinoskopi anterior dan rinoskopi posterior.
2. Transiluminasi
Transluminasi mempuyai manfaat yang terbatas, hanya dapat dipakai untuk
pemeriksaan sinus maksila dan sinus frontal, bila fasilitas pemeriksaan radiologik
tidak tersedia.
5
3. Pemeriksaan radiologi
a. Foto rontgen sinus paranasal
Pemeriksaan radiologik yang dapat dibuat antara lain: Waters, PA dan
Lateral. Tepi mukosa sinus yang sehat tidak tampak pada foto rontgen, tetapi jika
ada infeksi tepi mukosa akan tampak karena udema permukaan mukosa.
Permukaan mukosa yang membengkak dan udema tampak seperti suatu densitas
yang paralel dengan dinding sinus. Pembengkakan permukaan mukosa yang
berbatas tegas pada resesus alveolaris antrum maksila biasanya terjadi akibat
infeksi yang berasal dari gigi atau daerah periodontal. Jika cairan tidak mengisi
seluruh rongga sinus, selalu dapat dilihat adanya batas cairan (air fluid level) pada
foto dengan posisi tegak.
b. CT-Scan (Computer Tomography) sinus paranasal
Sinus maksila, rongga hidung, septum nasi dan konka terlihat pada
penampang CT-Scan aksial dan koronal. Pada sinusitis dengan komplikasi, CT-
Scan adalah cara yang terbaik untuk memperlihatkan sifat dan sumber masalah.
CT-Scan dapat menilai tingkat keparahan inflamasi dengan menggunakan
sistem gradasi yaitu staging Lund-Mackay. Sistem ini sangat sederhana untuk
digunakan secara rutin dan didasarkan pada skor angka hasil gambaran CT
scan. Lund-MacKay Radiologic Staging System ditentukan dari lokasi Gradasi
Radiologik sinus maksila, etmoid anterior, etmoid posterior dan sinus sphenoid,
Penilaian Gradasi radiologik dari 0-2, Gradasi 0 : Tidak ada kelainan, Gradasi 1 :
Opasifikasi parsial Gradasi 2 : Opasifikasi komplit.
4. Nasoendoskopi
Nasoendoskopi ini akan mempermudah dan memperjelas pemeriksaan karena
dapat melihat bagian-bagian rongga hidung yang berhubungan dengan faktor lokal
penyebab sinusitis. Pemeriksaan nasoendoskopi dapat melihat adanya kelainan
septum nasi, meatus media, konka media dan inferior, juga dapat mengetahui adanya
polip atau tumor.
6
H. PENATALAKSANAAN
Jika pada pemeriksaan ditemukan adanya faktor predisposisi seperti deviasi
septum, kelainan atau variasi anatomi KOM, hipertrofi adenoid pada anak, polip, kista,
jamur, gigi penyebab sinusitis, dianjurkan untuk melakukan penatalaksanaan yang sesui
dengan kelainan yang ditemukan.
Jika tidak ditemukan faktor predisposisi, diduga kelainan adalah bakterial yang
memerlukan pemberian antibiotik dan pengobatan medik lainnya.
1. Medikamentosa
a. Antibiotika
Meskipun tidak memegang peran penting, antibiotika dapat diberikan sebagai
terapi awal. Pilihan antibiotika harus mencakup β-laktamase seperti pada terapi
sinusitis akut lini ke II, yaitu amoksisillin klavulanat atau ampisillin sulbaktam,
sefalosporin generasi kedua, makrolid, klindamisin. Jika ada perbaikan antibiotik
diteruskan mencukupi 10 – 14 atau lebih jika diperlukan. Jika tidak ada perbaikan
dapat dipilih antibiotika alternatif seperti siprofloksasin, golongan kuinolon atau ya
ng sesuai dengan kultur. Jika diduga ada bakteri anaerob, dapat diberi
metronidazole.
b. Terapi Medik Tambahan
Dekongestan, Dekongestan berperan penting sebagai terapi awal mendampingi
antibiotik. Dekongestan oral menstimulasi reseptor α-adrenergik dimukosa hidung
dengan efek vasokontriksi yang dapat mengurang keluhan sumbatan hidung,
meningkatkan diameter ostium dan meningkatkan ventilasi. Preparat yang umum
adalah pseudoefedrine dan phenyl-propanolamine. Karena efek peningkatan tekanan
darah tinggi dan penyakit jantung harus dilakukan dengan hati-hati. Dekongestan
topikal mempunyai efek yang lebih cepat terhadap sumbatan hidung, namun efeknya
ini sebetulnya tidak fisiologik dan pemakaian jangka lama (lebih dari 7 hari) akan
menyebabkan rinitis medika mentosa.
Antihistamin, Alergi berperan sebagai penyebab sinusitis kronis pada lebih
dari 50% kasus, karenanya penggunaan antihistamin justru dianjurkan, demikian juga
kemungkinan imunoterapi. Karena antihistamin generasi pertama mempunyai efek
antikolinergik yang tinggi, generasi kedua lebih disukai seperti azelastine, acrivastine,
cetirizine, fexofenadine dan loratadine.
7
Kortikosteroid, ada 2 jenis kortikosteroid, yaitu kortikosteroid
topikal dan kortikosteroid oral, kortikosteroid topikal mempunyai efek lokal terhadap
bersin, sekresi lendir, sumbatan hidung dan hipo/anosmia. Penemuannya merupakan
perkembangan besar dalam pengobatan rinitis dan sinusitis. Penggunaannya
kortikosteroid topikal meluas pada kelainan alergi dan non-alergi. Meskipun obat
semprot ini tidak mencapai komplek osteomeatal, keluhan pasien berkurang karena
udema di rongga hidung dan meatus medius hilang. Sedangkan kortikosteroid oral
dapat mencapai seluruh rongga sinus. Terapi singkat selama dua minggu sudah efektif
menghilangkan beberapa keluhan. Preparat oral dapat diberikan mendahului yang
topikal, obat oral dapat membuka sumbatan hidung terlebih dahulu sehingga distribusi
obat semprot merata.
2. Penatalaksanaan Operatif
Sinusitis kronis yang tidak sembuh dengan pengobatan medik adekuat dan
optimal serta adanya kelainan mukosa menetap merupakan indikasi tindakan bedah.
Beberapa macam tindakan bedah mulai dari antrostomi meatus inferior,
Caldwel-Luc, trepanasi sinus frontal, dan Bedah Sinus Endoskopi Fungsional (BSEF)
dapat dilaksanakan.
8
ASUHAN KEPERAWATAN PENYAKIT RINOSINUSITIS
A. PENGKAJIAN
1. Biodata
Nama ,umur, sex, alamat, suku, bangsa, pendidikan, pekerjaan,
2. Riwayat Penyakit sekarang
Penderita mengeluah hidung tersumbat,kepala pusing, badan terasa panas, bicara
bendeng.
3. Keluhan utama
Biasanya penderita mengeluh nyeri kepala sinus, tenggorokan.
4. Riwayat penyakit dahulu :
Pasien pernah menderita penyakit akut dan perdarahan hidung atau trauma
Pernah mempunyai riwayat penyakit THT
Pernah menedrita sakit gigi geraham
5. Riwayat keluarga :
Adakah penyakit yang diderita oleh anggota keluarga yang lalu yang mungkin ada
hubungannya dengan penyakit klien sekarang.
6. Riwayat spikososial
Intrapersonal : perasaan yang dirasakan klien (cemas/sedih)
Interpersonal : hubungan dengan orang lain.
7. Pola fungsi kesehatan
a. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Untuk mengurangi flu biasanya klien menkonsumsi obat tanpa memperhatikan
efek samping.
b. Pola nutrisi dan metabolisme
Biasanya nafsumakan klien berkurang karena terjadi gangguan pada hidung
c. Pola istirahat dan tidur
Selama inditasi klien merasa tidak dapat istirahat karena klien sering pilek
d. Pola Persepsi dan konsep diri
Klien sering pilek terus menerus dan berbau menyebabkan konsepdiri menurun
e. Pola sensorik
9
Daya penciuman klien terganggu karena hidung buntu akibat pilek terus menerus
(baik purulen , serous, mukopurulen).
8. Pemeriksaan fisik
Status kesehatan umum : keadaan umum , tanda viotal, kesadaran.
Pemeriksaan fisik data focus hidung : nyeri tekan pada sinus, rinuskopi (mukosa
merah dan bengkak)
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan mucus berlebih.
2. Nyeri sehubungan dengan adanya sumbatan drainase sinus.
3. PK: Infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya daya tahan tubuh.
4. Cemas berhubungan dengan ancaman terhadap atau perubahan dalam status
kesehatan.
5. Gangguan persepsi sensori penghidu berhubungan dengan Sumbatan pada fisura
olfaktorius
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
No Diagnosa Tujuan intervensi
1 Bersihan jalan Setela dilakukan tindakan a. Kaji penumpukan sekret yang ada
napas tidak efektif asuhan keperawatan b. Kaji pasien untuk posisi semifowler
b/d mucus diharapkan Jalan napas misalnya: peninggian kepala tempat
berlebih kembali efektif tidur, duduk pada sandaran tempat
Kriteria hasil : jalan napas tidur
kembali normal terutama c. Pertahannkan posisi lingkungan
hidung klien bernapas tidak minimum misalnya debu, asap dan
lagi melalui mulut bulu bantal yang berhubungan
dengan kondisi individu
d. Bantu/dorong latihan napas
abdomen atau bibir
2 Nyeri b/d adanya Setela dilakukan tindakan 1. Lakukan pengkajian nyeri secara
sumbatan drainase asuhan keperawatan komprehensif termasuk lokasi,
diharapkan nyeri pasien karakteristik, durasi, frekuensi,
berkurang atau hilang kualitas dan faktor presipitasi
Kriteria hasil : klien 2. Jelaskan sebab dan akibat nyeri
10
mengungkapkan nyeri yang padaklien serta keluargannya
dirasakan berkurang atau 3. Ajarkan tehnik relaksasi dandistrasi
hilang, klien tidak 4. Kolaborasi untuk penggunaan
menyeringai kesakitan analgetik
3 PK: infeksi Setelah 1. Pantau SDP (neutrofil dan limfosit)
dilakukan tindakan asuhan k 2. Pantau tanda dan gejala infeksi
eperawatan diharapkan primer dan sekunder
perawat 3. Pantau gejala septicemia
akan mencegah, menangani 4. Pantau efek antibiotic
dan meminimalkan infeksi 5. Pantau tanda dan gejala virus
Kriteria hasil: oportunistik (herpes, varicella dll)
- Suhu meningkat 6. Pantau tanda dan gejala infeksi
- Urine buram/ bau flo jamur (stomatitis, esofagitis,
- Ulser pada sisitem meningitis)
gastrointestina 7. Kaji dan pantau infeksi bakteri pada
- Perubahan jumlah SDP pulmonal
khususnya neutrofil dan 8. Anjurkan intake nutrisi ditingkatkan
limfosit Kurangi prosedur infasif
- Adanya nyeri pada
perineum
4 Cemas b/d Setela dilakukan tindakan a. Kaji tingkat kecemasan pasien
ancaman terhadap asuhan keperawatan b. Jelaskan atau kuatkan penjelasan
atau dalam status diharapkan cemas klien proses penyakakit individu
kesehatan berkurang c. Diskusi obat pernapasan, efek
Kriteria hasil : klien akan samping, dan reaksi yang tidak
menggambarkan tingkat diinginkan
kecemasan dan pola d. Diskusikan faktor individu yang
kepengnya dan klien memungkinkan kondisi, mis: udara
mengetahui tentang terlalu kencang, lingkungan dengan
penyakit yang dideritanya suhu ekstrim serbuk asap
serta pengobatanya
5 Gangguan Setelah 9. Kaji seberapa besar kehilangan
persepsi dilakukan tindakan asuhan k sensasi bau pada klien
11
sensori penghidu eperawata 10. Kenalkan pasien dengan berbagai
b/d Sumbatan diharapkan pasien dapat sensasi bau seperti aroma makanan,
pada fisura mempertahankan fungsi parfum dll
olfaktorius pembau dan mencegah 11. Jelaskan pada pasien tentang
kerusakan yang lebih parah keadaannya dan mekanisme bau
dengan kriteria hasil: sehingga pasien jelas dengan
Kriteria hasil : keadaannya
Mempertahankan fungsi 12. Kolaborasikan pemeriksaan
pembau selanjutnya dan terapi
13. Memberi health education kepada
pasien mengenai penurunan fungsi
pembau
14. Libatkan keluarga dalam pengobatan
dan perawaatan
12
DAFTAR PUSTAKA
Acala V. 2010. CDK: Validasi Foto Polos Sinus Paranasal 3 Posisi untuk Diagnosis
Rinosinusitis Kronik. Yogyakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah
Mada/RSUP Dr. Sardjito
Benninger MS, Gottschall J. 2006. Rhinosinusitis: clinical presentation and diagnosis. In: Itzhak
Brook, ed. Sinusitis from microbiology to management. New York: Taylor and Francis
Group
Carpenito, LJ. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 . Jakarta: EGC
Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New Jersey:
Upper Saddle River
Kentjono WA. 2004. Rinosinusitis: etiologi dan patofisiologi. Dalam: Naskah lengkap
perkembangan terkini diagnosis dan penatalaksanaan rinosinusitis. Surabaya: Bagian
Ilmu Kesehatan THT FK Unair/RS Dr. Soetomo
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius
Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition. New
Jersey: Upper Saddle River
Rahmi AD, Punagi Q. 2008. Pola penyakit Subbagian Rinologi di RS Pendidikan Makassar
periode 2003-2007. Makasar: Bagian Ilmu Kesehatan THT FK Universitas Hasanuddin.
Dipresentasikan di PIT IV Bandung
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima
Medika
13
Soetjipto D, Dharmabakti U, Mangunkusumo E, Utama R. 2006. Functional endoscopic sinus
surgery di Indonesia pada panel ahli THT Indonesia. Jakarta: Yanmedic-Depkes
FORMAT PENGKAJIAN
KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS
14
I. IDENTITAS
A. KLIEN.
Nama Initial : Tn”A”
Tempat / Tgl Lahir (umur) : 22 juli 1982 / 35 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status Perkawinan : kawin
Jumlah Anak : 2 (Dua) orang
Agama / Suku : Islam
Warga Negara : Indonesia
Bahasa yang digunakan : Bahasa Daerah dan Bahasa Indonesia
Pendidikan : SMA sederajat
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : GORONTALO
B. PENANGGUNG JAWAB
Nama : Ny “M”
Alamat : Gorontalo
Hubungan dengan Klien : Istri
15
pasien sering merasa pusing.
B. Penggunaan alat medik :
C. Keluhan Utama : hidung tersumbat, dan mimisan
Tanda-tanda Vital
1. Kesadaran : compos mentis
Kuantitatif : Skala Coma Glasgow : Respon Motorik :6
Respon bicara :5
Respon membuka mata : 4
2. Tekanan darah : 140/95 mmHg
3. Suhu : 36,5 C
4. Nadi :82 x/i
5. Pernapasan : 22 x/i
6. Pengkajian nyeri
P: post up sinus endoskopi fungsional
Q: tajam
R: hidung
S: skla nyeri 5
T: hilang timbul
D. Pengukuran
1. Tinggi Badan :160
2. Berat Badan : 70 kg
3. IMT : 23 kg/m2
B. PEMERIKSAAN FISIK
1. Kepala : rambut bersih , bentuk kedua sisi kepala simestris, tidak teraba
pembengkakan pada bagian kepala dan tidak terdapat nyeri bagian kepala
2. Mata : pupil 4/4 mm : isokor konjungtiva : tidak terdapat anemis, sklera : berwarna
putih susu
3. Hidung
Inspeksi : lubang hidung kanan dan kiri tidak simetris , tidak terdapat sekret yang
keluar dari hidung, pernapasan cuping hidung , udara tidak bergerak bebas melalui
kedua hidung,pasien tidak bisa membedakan bau, mukosa hidung berwarna merah,
dan terdapat cairan atau sekret di dalam rongga hidung , dan terdapat
pembengkakan di bagian hidung kanan
Palpasi: teraba massa pada hidung kanan, tidak terdapat nyeri
4. Telinga:
Inspeksi: kedua telinga simetris , tidak terdapat pembengkakan pada kedua telinga
Palpasi: tidak teraba mass/ pembengkakan pada kedua telinga dan tidak ada nyeri
pada kedua telinga
19
a. Keadaan sebelum sakit : pasien beragama islam dan pasien sering
beribadah di masjid
b. Keadaan sejak sakit : pasien selalu bangun jam 5 dan melakukan shalat
2. Data obyektif : keluarga pasien mengatakan pasienberagama islam , keluarga
klien percaya akan kesembuhan dan disertai dengan berdoa kepada Sang
pencipta
I. PERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan CT sinus paranasal
a. Concha nasalis bilateral mengecil, mucosa irreguler
b. Deviasi septum nasi ke arah kiri
c. Ostiomeatal kompleks bilateral non patent
d. Perselubungan pada simus frontalbilateral , sinus ethmoidalis bilateral,
sinus sphenoidalis bilateral , sinus maxilaris bilateral
e. Area nasofaring yang terscan dalam batas normal
f. Kedua bulbus oculi dan ruang retrobulbar yang terscan dalam batas normal
g. Tulang-tulang intak
Kesan :
- Pansinusitis
- Rhinitis kronis atrophycans
- Deviasi septum nasi
20
PENGELOMPOKAN DATA
DATA SUBYEKTIF DATA OBYEKTIF
24
INTERVENSI KEPERAWATAN PRE POST
3 Gangguan Presepsi - Fungsi sensori: rasa dan bau - Kaji seberapa besar
sensori penghidu Setelah dilakukan tindakan kehilangan sensasi bau pada
keperawatan diharapakan gangguan klien
persepsi sensori teratasi. - Kenalkan pasien dengan
Kriteria hasil: berbagai sensasi bau seperti
- Menunjukan tanda dan gejala aroma makanan, parfum dll
persepsi dan sensori baik - Jelaskan pada pasien tentang
(penciuman) dan minum baik. keadaannya dan mekanisme
- Mampu mengungkapkan fungsi bau sehingga pasien jelas
persepsi dan sensori dengan dengan keadaannya
tepat - Kolaborasikan pemeriksaan
selanjutnya dan terapi
- Memberi health education
kepada pasien mengenai
penurunan fungsi pembau
- Libatkan keluarga dalam
pengobatan dan perawaatan
25
3 Nyeri akut setelah dilakukan tindakan Manajemen nyeri (1400)
keperawatan, diharapkan nyeri
1. Lakukan pengkajian nyeri
kronis dapat teratasi, dengan
secara komprehensif termasuk
kriteria:
lokasi, karakteristik, durasi
- melaporkan nyeri berkurang
frekuensi, kualitas dan faktor
- mengenali kapan timbulnya
presipitasi
nyeri
2. Observasi reaksi non verbal
- mengetahui faktor penyebab
dan ketidaknyamanan
nyeri
3. Gunakan teknik komunikasi
mampu menggunakan tehnik
terapeutik untuk mengetahui
nonfarmakologi untuk
pengalaman nyeri pasien
mengurangi rasa nyeri
4. Ajarkan tentang teknik non
farmakologi
5. Berikan anaIgetik untuk
mengurangi nyeri
Pemberian analgesik
(2210)
1. Cek perintah pengobatan
meliputi : obat,dosis,dan
frekuensi obat analgesik yang
diresepkan
2. Pilih rute intravena dari pada
rute intramuskular untuk
injeksi pengobatan nyeri yang
sering, jika memungkinkan
3. Dokumentasi respon terhadap
analgesik dan adanya efek
samping
26
INTERVENSI KEPERAWATAN SETELAH POST OP
Pemberian analgesik
(2210)
1. Cek perintah pengobatan
meliputi : obat,dosis,dan
frekuensi obat analgesik
yang diresepkan
2. Pilih rute intravena dari
pada rute intramuskular
untuk injeksi pengobatan
nyeri yang sering, jika
memungkinkan
3. Dokumentasi respon
terhadap analgesik dan
27
adanya efek samping
2 Ansietas b/d setelah dilakukan tindakan Penurunan kecemasan
ancaman keperawatan, diharapkan rasa 1. Gunakan pendekatan yang
terhadapa atau cemas dapat teratasi, dengan menyenangkan
dalam status kriteria: 2. Identifikasi tingkat
kesehatan - Pasien mampu ecemasan
mengidentifikasi dan 3. Bantu pasien mengenal
mengungkapkan gejala situasi yang menimbulkan
cemas kecemasan
- Vital sings dalam batas 4. Dorong pasien untuk
normal mengungkapkan perasaan
- Postur tubuh, ekspresi , ketakutan, presepsi
wajah,bahasa tubuh dan 5. Menggajarkan tehnik
tingkat aktivitas menunjukan relaksasi
berkurangnya kecemasan 6. Kolaborasi pemberian
obat untuk mengurangi
kecemasan
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
28
jalan napas 2018 fisik tersumbat
tidak efektif Hasil : terdapat sekret O:terdapat mukus di
dirongga hidung dalamrongga
2. Observasi TTV hisung,pernapasan cuping
Hasil: hidung
Td : 140/95 mmHg A: maslah pola napas belum
S : 36,5 C teratasi
N :82 x/i P: lanjutkan itervensi
P : 22 x/i
3. Mengatur posisi pasien
pasien yang lebih aman
Hasil : pasien posisi
semifowler
4. Ajarkan terapi napas dalam
rabu 2 mei S:
2018 O:
Pasien dilakukan operasi A: Masalah belum teratasi
P : lanjutkan intervensi
29
4. Penatalaksanaan
pemberian obat
Hasil:
30
Td : 140/95 mmHg
S : 36,5 C
N :82 x/i
P : 22 x/i
Rabu 2 mei Pasien dilakukan operasi S:
2018 O:
A: Masalah belum teratasi
P : lanjjutkan intervensi
Kamis 3 mei 1. Kaji seberapa besar kehilangan S: pasien mengatakan terdapat
2018 sensasi bau pada Klein pantom di dalam rongga
Hasil : pasien tidak bisa hidung
mencium bau karna terdapat O: nampak ada pantom di
pantom dalam rongga hidung
2. Melakukan pengukuran TTV A: masalah belum teratasi
Hasil: P: lanjutkaan intervensi
TD: 126/ 87
N: 76 x/ menit
S: 36 oc
P: 20 x/ menit
3. Penatalaksanaan pemberian
obat
Hasil: di berikan obat Asam
tranexamat / 8 jam / 1 amp
Jum,at 4 mei 1. Kaji seberapa besar kehilangan S: pasien mengatakan terdapat
2018 sensasi bau pada Klein pantom di dalam rongga
Hasil : pasien tidak bisa hidung
mencium bau karna terdapat O: nampak ada pantom di
pantom dalam rongga hidung
2. Melakukan pengukuran TTV A: masalah belum teratasi
Hasil: P: lanjutkaan intervensi
TD: 130/98
N: 70 x / menit
S: 36,5 oc
P: 22x/menit
31
3. Penatalaksanaan pemberian
obat
Hasil: di berikan obat Asam
tranexamat / 8 jam / 1 amp
Nyeri akut Kamis 3 mei 1. Melakukanpengkajiannyeri S : pasien mengatakan nyeri
2018
/24 jam dibagian hidung
Hasil : skala nyeri 5 O:Tanpak muka pasien
2. Observasi reaksi non verbal meringis dan skala nyeri 5
danketidaknyamanan A: Masalah belum teratasi
Hasil: muka pasien tampak P : Lanjutkan intervensi
meringis
3. Menggunakan teknik
komunikasi terapeutik untuk
mengetahui pengalaman nyeri
pasien
Hasil: pasien lebih terbuka
mengungkapkan pengalaman
nyeri yang dialami
4. Mengajarkan pasien untuk
melakukan tehnik relaksasi
napas dalam
Hasil : pasien sulit melakukan
relaksasi napas dalam
5. Memonitortanda-tanda vital
Hasil : TD: 126/ 87, N: 76 x/
m, S: 36 oc, P: 20 x/ menit
6. Pemberian obat
Hasil: keterolac / 8 jam / 30
mg
32
2. Anjurkan pasien melakukan A: Masalah teratasi sebagian
relaksasi nafas dalam P : Lanjutkan intervensi
Hasil: pasien sulit melakukan
relaksasi napas dalam
3. Memonitor tanda-tanda vital
Hasil : TD: 130/98,N: 70 x / m,
S: 36,5 oc, P: 22x/m
4. Penatalaksanaan pemberian
obat
hasil : keterolac / 8 jam / 30 mg
33
Hasil: pasien merasa lebih 1. Mengingatkan untuk
tenang melakukan tehnik
relaksas napas dalam
2. Observasi TTV
34
PKDM
Mengiritasi hidung
RINOSINUSITIS
Defisit informasi
Nyeri akut
35