Anda di halaman 1dari 20

PENGARUH TAILING PTFI TERHADAP

KUALITAS AIR SUNGAI AJKWA


(Status Mutu Air Sungai Ajkwa Menggunakan Metode Storet)

Geinessa Irianty, Setyo Sarwanto Moersidik, dan Nyoman Suwartha

Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Universitas Indonesia

E-mail : geinessapurba@gmail.com

Abstrak

PTFI, sebagai perusahaan tambang emas dan tembaga, saat ini mengoperasikan tambang terbuka Grasberg dan
tambang bawah tanah DOZ (Deep Ore Zone) dengan target produksi harian 240 ribu ton bijih. Hanya 3% dari
total bijih yang diolah di pabrik berubah menjadi konsentrat dan sisanya menjadi limbah tambang (tailing).
Tailing PTFI dibuang ke Sungai Aghawagon – Ajkwa menuju ModADA (Modified Ajkwa Deposition Area).
Diperlukan status mutu air sungai untuk mengetahui pengaruh tailing terhadap kualitas air Sungai Ajkwa karena
sampai saat ini, air sungai dan air sumur masih digunakan sebagai sumber air bersih bagi penduduk Kabupaten
Mimika. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui status mutu air Sungai Ajkwa dan beban pencemaran selama
periode 2008-2012. Metode analisa yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode STORET. Nilai TSS
Sungai Ajkwa di setiap stasiun berkisar antara 8-983.000 mg/L dan melampaui baku mutu PP No.82 Tahun 2001
untuk semua kelas air. Parameter lainnya yang tidak memenuhi baku mutu adalah nitrit, sulfat, tembaga,
kadmium, mangan, selenium, dan seng. Ada tiga parameter yang berkontribusi paling besar dalam pencemaran
Sungai Ajkwa, yaitu TSS (± 99%), mangan (93,14-95,7%), dan sulfat (86,89-93,17%). Tingginya nilai
parameter-parameter tersebut berpengaruh pada status mutu air Sungai Ajkwa saat ini, sehingga Sungai Ajkwa
tidak dapat dikategorikan ke dalam semua kelas air. Banyaknya sedimen akibat tingginya TSS di Sungai Ajkwa
juga menyebabkan pendangkalan sungai dan saat ini ketinggian muka air Sungai Ajkwa berkisar antara 50–1.500
cm. Berdasarkan beban cemaran tertinggi, kemampuan self purifikasi Sungai Ajkwa terbaik terjadi pada tahun
2009–2010 sebesar 26,141% untuk parameter TSS, tahun 2011–2012 sebesar 32,909% untuk parameter sulfat,
dan tahun 2010–2011 sebesar 20,520% untuk parameter mangan.

Kata Kunci : Metode STORET, PTFI, Status Mutu Air, Sungai Ajkwa, Tailing

PTFI’S TAILINGS EFFECT ON WATER QUALITY


OF AJKWA RIVER
(Water Quality Status of Ajkwa River Using Storet Method)

Abstract

PTFI, as gold and copper mining company, currently operates the Grasberg open pit and underground DOZ
(Deep Ore Zone) mine with a daily production target of 240 thousand tons of ore. Only 3% of the total ore
processed at the plant turned into a concentrate and the rest are considered as mine waste (tailings). Freeport
tailings are discharged into the Aghawagon-Ajkwa river towards ModADA (Modified Ajkwa Deposition Area).
Water quality status is required to determine the effect of tailings towards water quality in Ajkwa river because
until now, the river and deep well are still used as a source of clean water for the people of Mimika. This study
aims to determine the status of water quality and pollution load Ajkwa during the 2008-2012 period. The
analytical methods used in this study is the STORET method. Ajkwa TSS values at each station ranged between
8-983000 mg/L and exceeded the PP No.82 of 2001 quality standard for all classes of water. Other parameters
that do not meet the quality standard is nitrite, sulfate, copper, cadmium, manganese, selenium, and zinc. There
are three parameters that contribute the most in Ajkwa pollution, which are TSS (± 99%), manganese (93.14 to
95.7%), and sulfate (86.89 to 93.17%). The high values of these parameters affect the water quality status in
Ajkwa nowadays, therefore Ajkwa can not be categorized into all classes of water. Amount of sediment due to
high TSS in Ajkwa also cause silting river and the current water level in Ajkwa ranged from 50-1500 cm. Based

Pengaruh tailing…, Geinessa Irianty, FT UI, 2013


on the highest contaminant loads, the ability of self-purification at best in Ajkwa occurred in 2009-2010
amounted to 26.141% for TSS parameters, in 2011-2012 amounted to 32.909% for the parameter sulfate, and the
years 2010-2011 amounted to 20.520% for manganese parameter.

Keywords : Ajkwa River, PTFI, STORET Method, Tailing, Water Quality Status

PENDAHULUAN

Saat ini, sungai juga dijadikan alternatif tempat pembuangan limbah oleh berbagai
industri pertambangan. Limbah tambang (tailing) umumnya masih mengandung mineral –
mineral berharga yang disebabkan karena pengolahan bijih untuk memperoleh mineral yang
dapat dimanfaatkan di industri pertambangan tidak akan mencapai perolehan (recovery)
100%. Secara mineralogi, tailing dapat terdiri dari beraneka mineral seperti silika, silikat besi,
magnesium, natrium, kalium, dan sulfida. Dari mineral – mineral tersebut, sulfida mempunyai
sifat aktif secara kimiawi, dan apabila bersentuhan dengan udara akan mengalami oksidasi
sehingga membentuk garam – garam bersifat asam dan aliran asam mengandung sejumlah
logam beracun seperti As, Hg, Pb, dan Cd yang dapat mencemari atau merusak lingkungan
(Herman, 2006). Di Indonesia, terdapat beberapa sungai yang dijadikan tempat pembuangan
limbah tambang, seperti Sungai Jira di Maluku Utara, Sungai Batang Toru di Sumatera Utara,
dan Sungai Ajkwa di Timika.
Sungai Ajkwa yang terletak di sebelah timur kota Timika dijadikan tempat pembuangan
tailing oleh PT. Freeport Indonesia (PTFI) dengan cara mengalirkan tailing ke Daerah
Pengendapan Modifikasi (Modified Ajkwa Deposition Area atau ModADA). Semenjak PTFI
melakukan penambangan, sampai saat ini jutaan ton tailing hasil pengolahan telah dibuang,
dari 7.275 ton/hari di tahun 1973, meningkat menjadi 31.040 ton/hari di tahun 1988, dan saat
ini menjadi 291.000 ton/ hari (Pohan et al., 2007). Kerugian yang ditimbulkan dari kerusakan
lingkungan akibat operasi pertambangan PT. Freeport Indonesia (PTFI) di Papua dinilai
mencapai US$ 7,5 miliar atau sekitar Rp. 67,5 triliun (kurs Rp. 9000 per US$). Kerugian itu
hanya mencakup kerusakan Sungai Ajkwa yang digunakan untuk membawa tailing
pertambangan ke daerah pengendapan. Metode pembuangan ini juga dinilai sudah
menimbulkan sejumlah masalah, seperti kestasbilan gundukan limbah batuan, pembekapan
tanaman yang mengancam kelestarian sejumlah spesies, pencemaran logam berat di perairan
sungai dan laut yang akhirnya mengganggu ekologi di muara sungai dan perairan sekitar
muara Sungai Ajkwa (Suara Pembaruan, 9 Mei 2006).

Pengaruh tailing…, Geinessa Irianty, FT UI, 2013


Salah satu dampak pembuangan limbah tailing ke Sungai Ajkwa adalah adanya
perubahan kualitas air sungai. Beberapa penyebab perubahan kualitas air adalah masuknya
materi polutan ke dalam air permukaan, asupan panas yang disebabkan oleh aliran buangan
air limbah dari sumber-sumber pertukaran panas, pengambilan air untuk kepentingan
pengolahan air bersih umum maupun aktivitas industri, perubahan pola aliran, perubahan
morfologi badan air, dan interaksi kehidupan flora – fauna. Salah satu upaya pengelolaan
kualitas air yang penting dilakukan adalah dengan pelaksanaan pemantauan kualitas air
dengan menentukan nilai status mutu air sungai yang dapat dilakukan dengan metode
STORET (KepmenLH No.115 Tahun 2005).
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis status mutu air Sungai Ajkwa, menganalisis
beban pencemaran tertitinggi yang ditimbulkan akibat pembuangan tailing ke Sungai Ajkwa,
dan mengestimasi self purifikasi Sungai Ajkwa berdasarkan beban pencemaran tertinggi.
Periode penelitian ini adalah tahun 2008 – 2012. Adapun baku mutu yang dipakai untuk
menjadi standar dalam penelitian ini adalah Peraturan Pemerintah No. 82 tahun 2001 tentang
Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Baku mutu tersebut menjadi
acuan terhadap hasil penelitian untuk mengetahui kelas atau golongan kualitas air dan untuk
melihat parameter yang mengindikasikan adanya pencemaran yang ditimbulkan oleh tailing
terhadap kualitas air sungai.

TINJAUAN TEORITIS

Tailing

Dilihat dari bentuk fisik dan sumbernya, tailing didefinisikan sebagai adalah gabungan
dari bahan padat berbutiran halus (umumnya berukuran debu, berkisar antara 0,001 hingga
0,6 mm) yang tersisa setelah logam-logam dan mineral-mineral diekstraksi dari bijih yang
ditambang, serta air hasil pengolahan yang tersisa.
Tailing adalah ampas mineral yang terdiri dari 30% fraksi padat dan 70% fraksi cair.
Untuk mendapatkan satu gram emas dihasilkan 2,1 ton limbah batuan dan lumpur tailing, 5,8
kg emisi beracun lebih dari 260 g timbal; 6 g merkuri dan 3 g sianida serta diperlukan
sedikitnya 104 liter air.
Tailing yang dihasilkan PTFI bertekstur kental dan pekat, serta bersifat basa. Sifat
kimia tanah tailing dicirikan oleh defisiensi unsur hara nitrogen (N), fosfor (P), dan kalium
(K). Kandungan bahan organik pada tailing rendah bahkan nihil, sedangkan kandungan unsur

Pengaruh tailing…, Geinessa Irianty, FT UI, 2013


hara makro seperti kalsium (Ca), sulfur (S), dan magnesium (Mg) serta unsur hara mikro
seperti besi (fe), seng (Zn), dan tembaga (Cu) tergolong tinggi. Tailing juga mengandung satu
atau lebih logam berat yang beracun dan berbahaya (B3) bagi makhluk hidup, antara lain
kadmium (Cd), dan timbal (Pb). Namun, unsur-unsur tersebut umumnya berada dalam bentuk
yang belum dapat diserap, khususnya oleh tumbuhan (Pohan, 2007).

Status Mutu Air

Status mutu air adalah kondisi mutu air yang menunjukkan kondisi cemar atau kondisi
baik pada suatu sumber air dalam waktu tertentu dengan membandingkan terhadap baku mutu
air yang ditetapkan (Pusat Litbang SDA, 2004).
Status mutu air juga didefinisikan sebagai tingkat kondisi mutu air yang menunjukkan
kondisi cemar atau kondisi baik pada suatu sumber dalam waktu tertentu dengan
membandingkan dengan baku mutu air yang ditetapkan.

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan pada aliran sungai yang dilalui oleh tailing, yaitu di dua
belas stasiun dengan enam stasiun di dataran tinggi yang merupakan Sungai Aghawagon,
yaitu S.110, S.025, #55, #56, #57, #57, dan #58 (Gambar 1) dan enam stasiun di dataran
rendah yang merupakan Sungai Ajkwa, yaitu S.130, S.245, S.255, S.260, S.262, dan S.263
(Gambar 2). Analisis data dilakukan di Laboratorium Lingkungan PT. Freeport Indonesia.
Pelaksanaan penelitian dimulai dari bulan Juni 2012 sampai Agustus 2012. Pengambilan data
dilakukan satu kali di setiap titik sampling yang dilakukan setiap bulan oleh pihak PTFI.
Parameter – parameter yang diuji pada setiap pengambilan data adalah pH, total suspended
solid (TSS), nitrat, nitrit, sulfat, arsen, kadmium, kromium, tembaga, besi, air raksa, mangan,
timbal selenium, dan seng.

Analisis Status Mutu Air

Pada penelitian ini, metode penentuan status mutu air yang digunakan adalah metode
STORET karena penggunaan metode STORET memberikan keuntungan dalam mengetahui
baik buruknya kualitas badan air untuk suatu peruntukkan, serta dapat diketahui pula
parameter yang tidak memenuhi persyaratan baku mutu tertentu (Canter, 1977).

Pengaruh tailing…, Geinessa Irianty, FT UI, 2013


726000 728000 730000 732000 734000 736000

9548000

9548000
Mill
#

S025 # S110

# #55

9546000

9546000
Ridgecamp

9544000

9544000
9542000

9542000
Tembagapura

Lokasi Pemantauan
#57 Air Sungai Dataran Tinggi
Banti Hiden Valley
#
# # N Legenda Area Proyek PTFI
#58
9540000

9540000
Prasarana
#56
Sungai
300 0 300 Meters
#S Lokasi Sampling
Pegunungan
Skala 1 : 52.082 Dataran Tinggi
2 November 2006 Dataran Rendah
Daerah Pesisir

726000 728000 730000 732000 734000 736000

Gambar 1. Lokasi Penelitian di Dataran Tinggi


Sumber : PT. Freeport Indonesia, 2012

680000 700000 720000 740000 760000

#
S130

#
S225

#
S245
9500000

9500000

# S415
S590#

# S255
9480000

9480000

# S417.6

# S760
#
S325 # S420

Lokasi Pemantauan # S261

Air Sungai Dataran Rendah S262# ##S260


Kamora
S263
N Legenda Area Proyek PTFI #
S264
9460000

9460000

Prasarana
# S860
Sungai
Tipoeka
#S Lokasi Sampling
2 0 2 Kilometers
Dataran Tinggi
Ajkwa
Skala: 1 : 362.745 Dataran Rendah
27 September 2006 Mangrove

LAUT ARAFURA Minajerwi


Mawati
680000 700000 720000 740000 760000

Gambar 2. Lokasi Penelitian di Dataran Rendah


Sumber : PT. Freeport Indonesia, 2012

Penentuan status mutu air dengan menggunakan metode STORET dilakukan dengan
langkah-langkah sebagai berikut :
1. Mengumpulkan data kualitas air dan debit air secara periodik sehingga membentuk
data dari waktu ke waktu (tahun 2008 – 2012).
2. Membandingkan data hasil pengukuran dari masing-masing parameter air dengan nilai
baku mutu yang sesuai dengan kelas air.

Pengaruh tailing…, Geinessa Irianty, FT UI, 2013


3. Jika hasil pengukuran memenuhi nilai baku mutu air (hasil pengukuran ≤ baku mutu),
maka diberi skor 0.
4. Jika hasil pengukuran tidak memenuhi nilai baku mutu air (hasil pengukuran > baku
mutu), maka diberi skor seperti yang terlihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Nilai STORET


Parameter
Jumlah Nilai
Fisika Kimia Biologi

Maksimum -1 -2 -3
< 10 Minimum -1 -2 -3
Rata-rata -3 -6 -9

Maksimum -2 -4 -6
≥ 10 Minimum -2 -4 -6
Rata-rata -6 -12 -18
Sumber : Center (1997)
Catatan : Jumlah parameter yang digunakan untuk penentuan status mutu air
5. Jumlah negatif dari seluruh parameter dihitung dan ditentukan status mutunya dari
jumlah skor yang didapat dengan menggunakan sistem nilai.
Cara untuk menentukan status mutu air adalah dengan menggunakan sistem nilai dari
“US-EPA (Environmental Protection Agency)” dengan mengklasifikasikan mutu air dalam
empat kategori, yaitu :
1) Kategori A : baik sekali, skor = 0 memenuhi baku mutu
2) Kategori B : baik, skor = -1 s/d -10 cemar ringan
3) Kategori C : sedang, skor = -11 s/d -30 cemar sedang
4) Kategori D : buruk, skor ≥ 31 cemar berat

Analisis Beban Pencemaran dan Daya Tampung

Analisis beban pencemaran sungai dapat dianalisis dengan perhitungan langsung debit
sungai dan konsentrasi parameter yang diukur, berdasarkan persamaan berikut :
BP = C x D x f (1)
Keterangan :
BP : Beban pencemaran yang masuk dari sungai (ton/bulan)
C : Konsentrasi limbah (mg/L)
D : Debit air sungai (m3/detik)
f : Faktor konversi (3600 x 24 x 30 x 1 x 10-6)

Pengaruh tailing…, Geinessa Irianty, FT UI, 2013


Analisis daya tampung sungai sesuai dengan PP No. 82 Tahun 2001 dapat dirumuskan
sebagai berikut :
DT = Q x BMA x R (2)
Keterangan :
DT : Daya tampung (ton/bulan)
Q : Debit aliran air sungai (m3/detik)
BMA : Baku Mutu Air berdasarkan PP No. 82 Tahun 2001
R : Faktor konversi (3600 x 24 x 30 x 1 x 10-6)
Dalam Gambar 3, terlihat segmen – segmen yang akan dihitung beban
pencemarannya. Segmen dibuat agar dapat mempermudah analisis beban cemaran terhadap
jarak tempuh antar stasiun.

Gambar 3. Penentuan Segmen Sungai Ajkwa

HASIL PENELITIAN

Penentuan Nilai STORET dan Status Mutu Air

Bagian dari Sungai Ajkwa terdiri dari stasiun S.130, S.245, S.255, S.260, S.262, dan
S.263. Dari nilai STORET yang diperoleh pada Tabel 2, maka status mutu air Sungai Ajkwa
dapat ditentukan berdasarkan kategori seperti pada Tabel 3. Setelah nilai STORET setiap
stasiun dikategorikan, maka dapat diperoleh status mutu air Sungai Ajkwa untuk periode 2008
– 2012 seperti yang terlihat pada Tabel 4.

Pengaruh tailing…, Geinessa Irianty, FT UI, 2013


Tabel 2. Nilai STORET Sungai Aghawagon – Ajkwa
2008 2009 2010 2011 2012
Stasiun Parameter Kelas Kelas Kelas Kelas Kelas Kelas Kelas Kelas Kelas Kelas Kelas Kelas Kelas Kelas Kelas Kelas Kelas Kelas Kelas Kelas
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
pH -16 -16 -16 -16 -16 -16 -16 -16 -16 -16 -16 -16 -16 -16 -16 -16 -16 -16 -16 -16
TSS -10 -10 -10 -10 -8 -8 -8 -8 -10 -10 -10 -10 -10 -10 -10 -10 -10 -10 -10 -10
Nitrit -16 -16 -16 0 -20 -20 -20 0 -20 -20 -20 0 -16 -16 -16 0 -16 -16 -16 0
Sulfat -20 0 0 0 -20 0 0 0 -20 0 0 0 -20 0 0 0 -16 0 0 0
S.110 Tembaga -4 -4 -4 0 -4 -4 -4 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Mangan -16 0 0 0 -4 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Selenium 0 0 0 0 -4 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Seng 0 0 0 0 -4 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
TOTAL -82 -46 -46 -26 -80 -48 -48 -24 -66 -46 -46 -26 -62 -42 -42 -26 -58 -42 -42 -26
TSS -10 -10 -6 -6 -10 -10 -10 -10 -6 -6 -6 -6 -6 -6 -6 -6 -10 -10 -6 -6
Nitrit -4 -4 -4 0 -4 -4 -4 0 -16 -16 -16 0 -4 -4 -4 0
Sulfat 0 0 0 0 -4 0 0 0 -4 0 0 0 0 0 0 0 -4 0 0 0
Kadmium -4 -4 -4 -4 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

S.025 Tembaga -4 -4 -4 0 -4 -4 -4 0 -4 -4 -4 0 -16 -16 -16 0 -4 -4 -4 0

Mangan -20 0 0 0 -20 0 0 0 -16 0 0 0 -20 0 0 0 -20 0 0 0


Selenium -4 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Seng -4 -4 -4 0 -4 -4 -4 0 -4 -4 -4 0 -4 -4 -4 0 -16 -16 -16 0
TOTAL -46 -22 -18 -6 -46 -22 -22 -10 -50 -30 -30 -6 -50 -30 -30 -6 -54 -30 -26 -6
pH -16 -16 -16 -16 -16 -16 -16 -16 -16 -16 -16 -16 -16 -16 -16 -16 -16 -16 -16 -16
TSS -10 -10 -10 -10 -10 -10 -10 -10 -10 -10 -10 -10 -10 -10 -10 -10 -10 -10 -10 -10
Nitrit -16 -16 -16 0 -16 -16 -16 0 -20 -20 -20 0 -16 -16 -16 0 -16 -16 -16 0
#55
Sulfat -20 0 0 0 -20 0 0 0 -20 0 0 0 -20 0 0 0 -16 0 0 0
Mangan 0 0 0 0 0 0 0 0 -16 0 0 0 0 0 0 0 -16 0 0 0
TOTAL -62 -42 -42 -26 -62 -42 -42 -26 -82 -46 -46 -26 -62 -42 -42 -26 -74 -42 -42 -26

Pengaruh tailing…, Geinessa Irianty, FT UI, 2013


pH -4 -4 -4 -4 -4 -4 -4 -4 -4 -4 -4 -4 -4 -4 -4 -4 -4 -4 -4 -4

TSS -10 -10 -10 -10 -10 -10 -10 -10 -10 -10 -10 -10 -10 -10 -10 -10 -10 -10 -6 -6
Nitrit -16 -16 -16 0 -16 -16 -16 0 -16 -16 -16 0 -16 -16 -16 0 -16 -16 -16 0
#56 Sulfat -20 0 0 0 -20 0 0 0 -20 0 0 0 -16 0 0 0 -16 0 0 0

Mangan -4 0 0 0 -4 0 0 0 -4 0 0 0 -4 0 0 0 -4 -4 -4 0

Selenium -4 0 0 0 -4 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 -16 0 0 0

TOTAL -58 -30 -30 -14 -58 -30 -30 -14 -54 -30 -30 -14 -50 -30 -30 -14 -66 -34 -30 -10
TSS -10 -10 -10 -10 -10 -10 -10 -10 -10 -10 -8 -8 -10 -10 -10 -10 -10 -10 -10 -10
Nitrit 0 0 0 0 -16 -16 -16 0 -4 -4 -4 0 -4 -4 -4 0 -4 -4 -4 0
Sulfat 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 -4 0 0 0

#57 Mangan -20 0 0 0 -20 0 0 0 -20 0 0 0 -16 0 0 0 -16 0 0 0

Selenium -4 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Seng -4 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
TOTAL -38 -10 -10 -10 -46 -26 -26 -10 -34 -14 -12 -8 -30 -14 -14 -10 -34 -14 -14 -10
TSS -10 -10 -10 -10 -10 -10 -10 -10 -10 -10 -10 -10 -10 -10 -10 -10 -10 -10 -10 -10

Nitrit -16 -16 -16 0 -16 -16 -16 0 -16 -16 -16 0 -16 -16 -16 0 -16 -16 -16 0
#58 Sulfat -16 0 0 0 -20 0 0 0 -20 0 0 0 -16 0 0 0 -16 0 0 0

Mangan -16 0 0 0 -16 0 0 0 -16 0 0 0 -16 0 0 0 -16 0 0 0


TOTAL -58 -26 -26 -10 -62 -26 -26 -10 -62 -26 -26 -10 -58 -26 -26 -10 -58 -26 -26 -10
TSS -10 -10 -10 -10 -10 -10 -10 -10 -10 -10 -10 -10 -10 -10 -10 -10 -10 -10 -10 -10
Nitrit -4 -4 -4 0 -4 -4 -4 0 -4 -4 -4 0 0 0 0 0 0 0 0 0
S.130 Sulfat -20 0 0 0 -16 0 0 0 -20 0 0 0 -16 0 0 0 -16 0 0 0
Mangan -20 0 0 0 -16 0 0 0 -16 0 0 0 -20 0 0 0 -16 0 0 0
TOTAL -54 -14 -14 -10 -46 -14 -14 -10 -50 -14 -14 -10 -46 -10 -10 -10 -42 -10 -10 -10
TSS -10 -10 -10 -10 -10 -10 -10 -10 -10 -10 -10 -10 -10 -10 -10 -10 -10 -10 -10 -10
S.245
Nitrit -4 -4 -4 0 -4 -4 -4 0 -4 -4 -4 0 -4 -4 -4 0 0 0 0 0

Pengaruh tailing…, Geinessa Irianty, FT UI, 2013


Sulfat -20 0 0 0 -20 0 0 0 -20 0 0 0 -16 0 0 0 -16 0 0 0
Mangan -20 0 0 0 -20 0 0 0 -20 0 0 0 -20 0 0 0 -20 0 0 0
TOTAL -54 -14 -14 -10 -54 -14 -14 -10 -54 -14 -14 -10 -50 -14 -14 -10 -46 -10 -10 -10
TSS -10 -10 -10 -10 -10 -10 -10 -10 -10 -10 -10 -10 -10 -10 -10 -10 -10 -10 -10 -10
Nitrit -4 -4 -4 0 -4 -4 -4 0 -4 -4 -4 0 -4 -4 -4 0 0 0 0 0

S.255 Sulfat -16 0 0 0 -16 0 0 0 -20 0 0 0 -16 0 0 0 -16 0 0 0

Mangan -20 0 0 0 -20 0 0 0 -20 0 0 0 -20 0 0 0 -20 0 0 0


TOTAL -50 -14 -14 -10 -50 -14 -14 -10 -54 -14 -14 -10 -50 -14 -14 -10 -46 -10 -10 -10
TSS -8 -8 -8 -8 -10 -10 -8 -8 -8 -8 -8 -8 -8 -8 -8 -8 -10 -10 -10 -10
Nitrit 0 0 0 0 -16 -16 -16 0 0 0 0 0 0 0 0 0 -4 -4 -4 0
Sulfat -16 0 0 0 -20 0 0 0 -20 0 0 0 -16 0 0 0 -16 0 0 0
S.260
Tembaga -4 -4 -4 0 -4 -4 -4 0 0 0 0 0 -4 -4 -4 0 0 0 0 0
Mangan -16 0 0 0 -16 0 0 0 -16 0 0 0 -16 0 0 0 -20 0 0 0
TOTAL -44 -12 -12 -8 -66 -30 -28 -8 -44 -8 -8 -8 -44 -12 -12 -8 -50 -14 -14 -10
TSS -8 -8 -8 -8 -10 -10 -10 -10 -10 -10 -10 -10 -10 -10 -10 -10 -10 -10 -10 -10
Nitrit -4 -4 -4 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Sulfat -16 0 0 0 -20 0 0 0 -20 0 0 0 -20 0 0 0 -16 0 0 0
S.262
Mangan -16 0 0 0 -20 0 0 0 -20 0 0 0 0 0 0 0 -20 0 0 0
Tembaga 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 -4 -4 -4 0 0 0 0 0
TOTAL -46 -10 -10 -10 -50 -10 -10 -10 -50 -10 -10 -10 -34 -14 -14 -10 -46 -10 -10 -10
TSS -10 -10 -8 -8 -10 -10 -8 -8 -10 -10 -10 -10 -10 -10 -8 -8 -10 -10 -10 -10
Sulfat -20 0 0 0 -16 0 0 0 -20 0 0 0 -20 0 0 0 -16 0 0 0
S.263
Mangan -20 0 0 0 -20 0 0 0 -20 0 0 0 -16 0 0 0 -20 0 0 0
TOTAL -50 -10 -8 -8 -46 -10 -8 -8 -50 -10 -10 -10 -46 -10 -8 -8 -46 -10 -10 -10
Sumber : Olahan Penulis, 2013

Pengaruh tailing…, Geinessa Irianty, FT UI, 2013


Tabel 3. Penentuan Kategori

No Kategori Nilai Keterangan


1 A (baik sekali) 0 memenuhi baku mutu
2 B (baik) -1 s/d -10 tercemar ringan
3 C (sedang) -11 s/d -30 tercemar sedang
4 D (buruk) ≥ -31 tercemar berat
Sumber : Kepmen LH No. 115 Tahun 2003

Tabel 4. Status Mutu Air Sungai Ajkwa Tahun 2008 – 2012

Tahun Kelas I Kelas II Kelas III Kelas IV


2008 tercemar berat tercemar sedang tercemar sedang tercemar ringan
2009 tercemar berat tercemar sedang tercemar sedang tercemar ringan
2010 tercemar berat tercemar sedang tercemar sedang tercemar ringan
2011 tercemar berat tercemar sedang tercemar sedang tercemar ringan
2012 tercemar berat tercemar ringan tercemar ringan tercemar ringan
Sumber : Olahan Penulis, 2013

Beban Pencemaran

Beban pencemaran dihitung berdasarkan besarnya konsentrasi masing-masing unsur


pencemar dan debit air sungai. Debit Sungai Ajkwa yang dipakai dalam perhitungan
merupakan debit harian rata-rata dengan nilai 135,8 m3/detik untuk tahun 2008, 140,5
m3/detik untuk tahun 2009, 136,6 m3/detik untuk tahun 2010, 143,2 m3/detik untuk tahun
2011, dan 141,4 m3/detik untuk tahun 2012. Idealnya, debit sungai diukur di setiap titik
stasiun pada setiap pemantauan sehingga dapat diketahui beban pencemar masing-masing
polutan di tiap titik pantau pada periode yang berbeda.
Beban pencemaran yang dihitung terdiri atas parameter-parameter yang dianalisis
pada status mutu air, kecuali pH. Perhitungan daya tampung menggunakan baku mutu PP No.
82 Tahun 2001 untuk kelas air I karena pada kelas ini semua parameter dihitung.
Beban pencemaran diperoleh dari perkalian antara konsentrasi setiap parameter dan
debit sungai, sedangkan daya tampung diperoleh dari perkalian antara konsentrasi parameter
baku mutu kelas I dan debit sungai. Dari kedua nilai tersebut dapat diperoleh persentase
pencemaran yang menggambarkan berapa persen beban pencemaran yang melampaui daya
tampung Sungai Ajkwa. Nilai positif menandakan terjadinya pencemaran akibat beban
pencemaran telah melampaui daya tampung Sungai Ajkwa, sedangkan nilai negatif
menandakan sebaliknya.

Pengaruh tailing…, Geinessa Irianty, FT UI, 2013


Tabel 5. Persentase Pencemaran Sungai Ajkwa Tahun 2008 – 2012

2008 2009 2010 2011 2012


Parameter
% Pencemaran
TSS 99,9 99,9 99,91 99,92 99,92
Nitrat (NO₃) -587,1 -1209,1 -891,2 -594,57 -1229,23
Nitrit (NO₂) 63,8 70,1 67,15 49,85 47,03
Sulfat (SO₄) 91,9 92 93,17 91,09 86,89
Arsen (As) -84,4 -111,9 -141,98 -145,53 -139,26
Kadmium (Cd) -400 -601,9 -505,42 -677,76 -728,03
Kromium (Cr) -721,9 -363,7 -147,93 -733,33 -581,82
Tembaga (Cu) 58,5 53,8 61,48 52,87 -1,75
Besi (Fe) -118,1 -508,5 -250,23 -332,24 -157,72
Air Raksa(Hg) 44,4 44,4 44,44 44,44 44,44
Mangan (Mn) 95,7 95,5 94,76 93,14 95,69
Timbal (Pb) -110 -154,4 -165,61 -145,39 -140,5
Selenium (Se) 70,8 31,8 20,15 31 29,9
Seng (Zn) -47,8 -68,9 2,7 -47,45 -34,92
Sumber : Olahan Penulis, 2013

50.0  
40.0   2008  
TSS  (%)  

30.0  
20.0   2009  
10.0  
2010  
0.0  
2011  

2012  
Stasiun  

Gambar 3. Beban Pencemaran TSS di Sungai Ajkwa Tahun 2008 – 2012


Sumber : Pengolahan Penulis, 2013.

25.0  
20.0  
mangan  (%)  

2008  
15.0  
10.0   2009  
5.0   2010  
0.0  
2011  

2012  
Stasiun  

Gambar 6. Beban Pencemaran Mangan di Sungai Ajkwa Tahun 2008 – 2012


Sumber : Pengolahan Penulis, 2013.

Pengaruh tailing…, Geinessa Irianty, FT UI, 2013


25.0  
20.0  

Sulfat  (%)  
2008  
15.0  
10.0   2009  
5.0  
2010  
0.0  
2011  

2012  
Stasiun  

Gambar 7. Beban Pencemaran Sulfat di Sungai Ajkwa Tahun 2008 – 2012


Sumber : Pengolahan Penulis, 2013.

Dari nilai beban pencemaran TSS, mangan, dan sulfat, dapat diperoleh persentase rata-
rata penurunan tiap beban pencemaran tahun 2008–2012 seperti yang terlihat pada Tabel 6.
Nilai positif menandakan bahwa terjadi penurunan beban pencemar, sedangkan nilai negatif
menandakan terjadi kenaikan beban pencemar.
Tabel 6. Persentase Rata-rata Penurunan Beban Pencemar Sungai Ajkwa Tahun 2008 - 2012

TSS Sulfat Mangan


Tahun
%
2008 - 2009 -42,719 -4,594 2,364
2009 - 2010 26,141 -14,230 15,121
2010 - 2011 -8,057 23,074 20,520
2011 - 2012 -8,093 32,909 -57,073
Sumber : Olahan penulis, 2013

PEMBAHASAN

Penentuan Nilai STORET dan Status Mutu Air

Berdasarkan hasil pemantauan pada tahun 2008 – 2012 seperti yang terlihat pada
Tabel 2, parameter-parameter yang mempengaruhi nilai STORET Sungai Aghawagon-Ajkwa
adalah pH, TSS, nitrit, sulfat, mangan, kadmium, tembaga, selenium, dan seng. Jika dilihat
dari aliran sungainya, parameter-parameter yang masih ada dari hulu hingga hilir sungai
adalah TSS, sulfat, dan mangan.
Parameter pH pada stasiun S.110 - #56 bernilai >7, menyatakan bahwa kondisi air
berada pada kondisi basa. Hal ini dipengaruhi oleh pengolahan bijih PTFI yang menggunakan
proses pengapungan dengan reagent yang mengandung kapur.
Parameter TSS dapat dijadikan sebagai indikator kualitas suatu perairan karena TSS
berpengaruh terhadap kecerahan dan kekeruhan air, sehingga akan mempengaruhi aktivitas di
perairan tersebut (Abel, 1989). Nilai TSS mencapai maksimum pada musim hujan dan musim

Pengaruh tailing…, Geinessa Irianty, FT UI, 2013


kemarau, sedangkan konsentrasi TSS minimum dicapai pada bulan – bulan peralihan musim
hujan – kemarau dan musim peralihan kemarau – hujan (Setiapermana dan Nontji, 1980).
Faktor yang mempengaruhi tingginya TSS adalah volume tailing yang dibuang ke sungai
setiap harinya. Volume tailing dipengaruhi oleh jumlah produksi bijih PTFI.
Selanjutnya, parameter nitrit. Nitrit merupakan bentuk peralihan antara amonia dan
nitrat. Keberadaan nitrit menggambarkan keadaan oksigen terlarut yang rendah. Sumber nitrit
berasal dari hasil proses bijih yang dilakukan dengan peledakan menggunakan ammonium
sulfat sehingga sebagian akan terbawa saat proses tersebut. Nilai nitrit juga diakibatkan oleh
aktifitas mikroba dalam air atau tanah yang menguraikan sampah yang mengandung nitrogen
menjadi amonia kemudian dioksidasikan menjadi nitrit dan nitrat.
Parameter sulfat merupakan salah satu parameter yang tetap ada dari hulu hingga hilir
Sungai Aghawagon-Ajkwa. Sulfat berasal dari adanya air asam tambang yang terbentuk
akibat oksidasi mineral yang mengandung besi-sulfur oleh oksidator yang berasal dari
atmosfer, seperti air, oksigen dan karbon dioksida dengan bantuan katalis bakteri Thiobacillus
ferooxidans dan produk lainnya yang terbentuk akibat reaksi oksidasi tersebut. Sulfat
merupakan hasil dari elemen sulfida yang larut dalam air yang bersifat oksidatif sebagai S+b
akan berasosiasi dengan oksigen menjadi SO4-4. Sumber sulfida terluas dalam batuan beku
dan sedimen, sedangkan sulfat bersumber dari hasil oksidasi gibsum atau anhidrid. Sulfat juga
merupakan senyawa yang larut dalam air sehingga sangat sulit dipisahkan dari air.
Menurut Clark (1989) sumber kadimium yang masuk ke dalam perairan berasal dari
uap, debu, dan limbah dari pertambangan timah dan seng serta besi, tembaga, dan industri
logam non ferrous yang menghasilkan abu dan uap serta air limbah dan endapan yang
mengandung kadmium. Kadmium dapat ditemukan dalam berbagai sumber alam namun yang
paling melimpah terdapat dalam bijih seng, timah, dan tembaga sulfida.
Secara alamiah, tembaga masuk ke dalam perairan dari peristiwa erosi, pengikisan
batuan, ataupun dari atmosfer yang dibawa turun oleh air hujan. Tembaga juga bersumber
dari aktifitas manusia dikarenakan kegiatan pertambangan (Palar, 1994). Tembaga juga
merupakan unsur yang esensial bagi tumbuhan dan hewan.
Mangan hanya dipertimbangkan pada kelas air I. Bijih mangan sangat erat kaitannya
dengan bijih besi. Sumber alami mangan adalah pyrolusite (MnO2), rhodochrosite (MnO3),
manganite (Mn2O3.H2O), hausmannite (Mn3O4), biotite mica, dan amphibole (McNeely,
1992).
Selenium dalam bentuk unsur tidak larut dalam air, melainkan terserap ke dalam
partikulat. Bentuk selenium yang terlarut adalah selenit (SeO32-) dan selenat (SeO42-).

Pengaruh tailing…, Geinessa Irianty, FT UI, 2013


Keberadaan selenium di perairan diperkirakan dapat menurunkan toksisitas arsen dan
merkuri. Sumber alami selenium dalam perairan adalah ferroslite (FeSe2), chalcopyrite,
pentladite, dan pyrrhotite (Novontny dan Olem, 1994).
Seng merupakan unsur yang terdapat dalam jumlah yang berlimbah dalam alam.
Kelarutan unsur seng dan oksida seng dalam air relatif rendah. Keadaan seng dalam air
bergantung pada suhu dan pH air. Nilai pH yang cukup netral menyebabkan seng tidak larut
dalam air. Seng ada di dalam bijih sfalerit dan smithsonite.
Bagian dari Sungai Ajkwa terdiri dari stasiun S.130, S.245, S.255, S.260, S.262, dan
S.263. Dari nilai STORET yang diperoleh pada Tabel 2, maka status mutu air Sungai Ajkwa
dapat ditentukan berdasarkan kategori seperti pada Tabel 3. Setelah nilai STORET setiap
stasiun dikategorikan, maka dapat diperoleh status mutu air Sungai Ajkwa untuk periode 2008
– 2012 seperti yang terlihat pada Tabel 4.
Dari Tabel 4, dapat dilihat bahwa Sungai Ajkwa untuk periode 2008 – 2012 tidak
memenuhi baku mutu kelas air I – IV. Namun, Sungai Ajkwa mengalami perbaikan pada
tahun 2012 dimana pada kelas air II dan kelas air III, status mutu airnya adalah tercemar
ringan, sedangkan pada tahun – tahun sebelumnya adalah tercemar sedang.

BEBAN PENCEMARAN

Berdasarkan Tabel 5, beban–beban pencemar yang melampaui daya tampung Sungai


Ajkwa tahun 2008-2009 adalah TSS (± 99%), nitrit (47,03-70,1%), sulfat (86,89-93,17%),
tembaga (52,87-61,48%), air raksa (44,44%), mangan (93,14-95,7%), selenium (2,70-70,8%),
dan seng (2,70%). Dengan demikian, beban-beban pencemar yang berkontribusi paling tinggi
dalam pencemaran Sungai Ajkwa adalah TSS, mangan, dan sulfat.
Berdasarkan Gambar 3, persentase TSS tertinggi berada pada stasiun S.130. Kondisi
ini disebabkan karena stasiun S.130 menerima akumulasi beban tailing dari dataran tinggi
sehingga nilai TSS di stasiun S.130 lebih tinggi daripada stasiun lainnya. Nilai TSS juga
mengalami penurunan dari stasiun S.130 – S.255 lalu meningkat di stasiun S.262, S.260 dan
S.263. Peningkatan terjadi dikarenakan stasiun – stasiun tersebut berdekatan dengan sungai
lain dan muara sehingga kemungkinan terjadinya air pasang menyebabkan sedimen terangkat
dan terbawa kembali dari laut ke stasiun S.262, S.260, dan S.263.
Penurunan nilai TSS juga dipengaruhi oleh jarak tempuh antarsegmen. Jarak yang jauh
memungkinkan terjadinya perpindahan (difusi) oksigen dari udara ke dalam air dan proses
sedimentasi. Penurunan nilai TSS juga mengindikasikan adanya self purifikasi sungai.

Pengaruh tailing…, Geinessa Irianty, FT UI, 2013


Semakin panjang jarak sungai, maka kemampuan self purifikasi sungai akan semakin bagus
(Noviriana, 2010).
Parameter kedua yang besar kontribusinya dalam pencemaran air Sungai Ajkwa yaitu
mangan. Dapat dilihat pada Gambar 6, nilai mangan pada antarsegmen bervariasi. Dari
segmen 1 ke segmen 2, nilai mangan cenderung naik, kemudian menurun di segmen
berikutnya. Tingginya nilai mangan disebabkan oleh kondisi fisik Sungai Ajkwa yang penuh
dengan pasir, batu, dan juga tailing sehingga memungkinkan terjadinya pelapukan batuan.
Parameter ketiga yang berkontribusi dalam pencemaran air Sungai Ajkwa adalah
sulfat. Terlihat pada Gambar 7, nilai sulfat cenderung datar dan tidak mengalami perubahan
yang besar. Sifat sulfat yang larut sempurna dengan air menyebabkan sulfat sulit dihilangkan
dari air. Tingginya nilai sulfat berasal dari tembaga yang ditambang oleh PTFI yang
mengandung metal sulfida, terutama pyrite dan chalcopyrite. Sulfida sebenarnya stabil jika
dia terkunci di dalam bebatuan di bawah tanah, tapi ketika bebatuan digali, dihancurkan dan
diuraikan dalam elemen-elemennya, dia menjadi stabil dan terurai menjadi elemen yang
berbahaya bagi lingkungan yang disebut air asam tambang.
Penurunan beban pencemar mengindikasikan terjadinya self purifikasi Sungai Ajkwa.
Untuk parameter TSS, penurunan tertinggi terjadi pada tahun 2009 – 2010 sebesar 26,141%,
untuk parameter sulfat, penurunan tertinggi terjadi pada tahun 2010 – 2011 sebesar 32,909%,
dan untuk parameter mangan, penurunan tertinggi terjadi pada tahun 2010 – 2011 sebesar
20,520%.

KESIMPULAN

1. Status mutu air Sungai Ajkwa, dengan kondisi yang dipenuhi tailing saat ini, tidak
memenuhi baku mutu untuk semua kelas air. Hal ini diakibatkan oleh tingginya nilai TSS
di seluruh aliran sungai tailing PTFI.
2. Beban pencemaran yang kontribusinya paling besar dalam pencemaran Sungai Ajkwa
adalah TSS, mangan, dan sulfat dengan persentase pencemaran 86 – 99,9%. Beban
pencemaran ini juga mempengaruhi tinggi muka air Sungai Ajkwa yang saat ini berkisar
antara 50–1.500 cm.
3. Berdasarkan adanya penurunan beban pencemaran di setiap segmen, maka dapat
diasumsikan kemampuan self purifikasi Sungai Ajkwa terbaik terjadi pada tahun 2009–
2010 sebesar 26,141% untuk parameter TSS, tahun 2010–2011 sebesar 32,909% untuk
parameter sulfat, dan tahun 2011–2012 sebesar 20,520% untuk parameter mangan.

Pengaruh tailing…, Geinessa Irianty, FT UI, 2013


SARAN
Berdasarkan kesimpulan yang ada, terdapat beberapa saran yang dapat dilakukan yaitu :
1. Mengurangi tailing dengan memanfaatkannya sebagai bahan bangunan, campuran beton,
paving block, maupun kerajinan tangan. Diperlukan kerja sama antara perusahaan dan
pemerintah untuk mengatasi masalah tailing ini agar pengendapan yang terjadi tidak
semakin banyak.
2. Mengubah metode pembuangan tailing agar pembuangan ke sungai dapat dikurangi.
Metode – metode yang dapat dijadikan alternatif adalah dry stacking dan co-disposal
system.
DAFTAR PUSTAKA

Abel, P., 1989, Water Polution Biology, Department of Biology, Sunderland Polytechnic,
Ellisd Horwood Limited, England.
Achmad, R., 2004, Kimia Lingkungan, Andi, Yogyakarta.
Anabrang, N.P., 2007, Perencanaan Bangunan Pengolahan Tailing PT. Freeport Indonesia,
Timika, Papua, Skripsi, Fakultas Teknik, Institut Teknologi Bandung, Bandung.
Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Mimika, 2012, Mimika Dalam Angka 2012.
Barus, T.A, 2001, Pengantar Limnologi. Studi Tentang Ekosistem Sungai dan Danau, Diktat
Kuliah, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Sumatera Utara,
Medan.
Departemen Industri, Parawisata dan Sumber Daya Australia, 2007, Pengelolaan Tailing,
(diterjemahkan oleh : Global Village Translations Pty Ltd)
Effendi, H., 2003, Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan
Perairan. Kanisius, Yogyakarta.
Fitra, E., 2008, Analisis Kualitas Air dan Hubungannya dengan Keanekaragaman Vegetasi
Akuatik Di Perairan Parapat Danau Toba, Thesis, Program Pascasarjana, Universitas
Sumatera Utara, Medan.
Harsanto, B., 1995, Parameter dan Kriteria Pencemaran Lingkungan, Kursus Dasar-Dasar
Pengendalian Pencemaran Lingkungan Kerjasama PPLH UGM dengan BAPEDAL,
Yogyakarta.
Hasibuan, R.E., 2005, Analisis Kualitas Air Sungai Rampah Secara Biologis Akibat Dari
Pembuangan Pabrik Tepung Tapioka, Thesis, Program Pascasarjana Universitas
Sumatera Utara, Medan.

Pengaruh tailing…, Geinessa Irianty, FT UI, 2013


Herman, D.Z, 2006, Tinjauan Terhadap Tailing Mengandung Unsur Pencemar Arsen (As),
Merkuri (Hg), Timbal (Pb), dan Kadmium (Cd) dari Sisa Pengolahan Bijih Logam,
Jurnal Geologi Indonesia, Vol. 1 No. 1, Pusat Sumber Daya Geologi, Bandung.
Kamarijanto, 1994, Tinjauan Atas Beberapa Perubahan Dalam Produksi Konsentrat Tembaga
PT. Freeport Indonesia, Prosiding Temu Profesi Tahunan 1994 Yogyakarta, PERHAPI.
Kempton, H., 2003, Addressing the Dilemmas of Long-Term Mining Impacts Using a
Framework of Sustainability and Adaptive Management, Proceedings Sixth
International Conference on Acid Rock Drainage, The Australasian Institute of Mining
and Metallurgy.
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 110 Tahun 2003 tentang Pedoman
Penetapan Daya Tampung Beban Pencemaran Air pada Sumber Air.
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 115 Tahun 2005 Tentang Pedoman
Penentuan Status Mutu Air.
Kirkham, R.V. and Sinclair, W.D., 1995, Porphyry copper, gold, molybdenum, tungsem, tin,
silver, in Eckstrand, O.R., Sinclair, W.D. and Thorpe, R.I., eds., Geology of Canadian
Mineral Deposit Types; Geology of Canada, No. 8, Geological Survey of Canada, p.
421-446.
Leith, D., 2003, The Politics of Power – Freeport in Suharto’s Indonesia. University of
Hawai’i Press.
Lestari, F., 2007, Pengaruh Tembaga terhadap Kandungan Klorofil –a dan Pertumbuhan Sel
Mikroalga Isochrysis sp., Skripsi, Fakultas Biologi, Universitas Nasional, Jakarta.
Mealey, G. A., 1999, Grasberg Penambangan Tembaga dan Emas di Pegunungan Irian Jaya
pada Endapan Yang Paling Terpencil di Dunia, Freeport-McMoran Cooper and Gold,
Jakarta.
McNeely, J. A., 1992, Ekonomi dan Keanekaragaman Hayati, Terjemahan Pustaka Sinar
Harapan, Jakarta.
Miller, S., Smart, R., Andrina, J., Neale, A., and Richards, D., 2003, Evaluation of Limestone
Covers and Blends for Long-Term Acid Rock Drainage Control at the Grasberg Mine,
Papua Province, Indonesia. Proceedings Sixth International Conference on Acid Rock
Drainage, The Australasian Institute of Mining and Metallurgy.
Neale, A., Miller, S., dan Michaelsen, D., 2003, Overview of the Acid Rock Drainage and
Overburden Management Program at PT. Freeport Indonesia Operations in Papua
Province, Indonesia, Proceedings Sixth International Conference on Acid Rock
Drainage, The Australasian Institute of Mining and Metallurgy.

Pengaruh tailing…, Geinessa Irianty, FT UI, 2013


Novirina, H. dan Cahyarani, 2010, Kemampuan Self Purification Kali Surabaya, Ditinjau dari
Parameter Organik Berdasarkan Model Matematis Kualitas Air, Jurnal Ilmiah Teknik
Lingkungan, Vol. 2 No. 1, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur,
Surabaya.
Oey, B.L.R, R.E. Soeriaatmadja, W. Prajitno, 1978, Faktor Lingkungan Penentu dalam
Ekosistem Sungai, Seminar Pengendalian Pencemaran Air, Dirjen Pengairan Dept. PU-
RI, Bandung.
Palar, H., 1994, Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat, PT. Rineka, Jakarta.
Parametrix, 2002, Aquatic Ecological Risk Assessment, Prepared for PT. Freeport Indonesia.
Paull, D., G. Banks, C. Ballard, dan D. Gillieson, 2006, Monitoring The Environmental
Impact of Mining in Remote Locations Through Remotely Sensed Data.
Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan
Pengendalian Pencemaran Air.
Pusat Litbang SDA, 2004, Status Mutu Air Sungai (Studi Kasus S. Citarum), Balai
Lingkungan Keairan.
Pusat Pengembangan dan Penerapan Amdal Bapedal, 2001, Aspek Lingkungan dalam Amdal
Bidang Pertambangan, Jakarta.
Pohan, M., Denni W., Sabtanto J. S., Asep A., 2007, Penyelidikan Potensi Bahan Galian pada
Tailing PT. Freeport Indonesia di Kabupaten Mimika, Provinsi Papua, Proceeding
Pemaparan Hasil Kegiatan Lapangan dan Non Lapangan, Pusat Sumber Daya Geologi.
PT. Freeport Indonesia, 2006, Pengaliran Tailing Melalui Sungai.
PT. Freeport Indonesia, 2011, Laporan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Tahun
2011. PTFI Environment Department.
Rahmawati, D., 2011, Pengaruh Kegiatan Industri terhadap Kualitas Air Sungai Diwak di
Bergas Kabupaten Semarang dan Upaya Pengendalian Pencemaran Air Sungai, Thesis,
Program Magister Ilmu Lingkungan, Universitas Diponegoro, Semarang.
Ratnaningsih, D., 2010, Implementasi Metode STORET Terhadap Data Kualitas Air Sungai
Di Indonesia, Jurnal Ecolab Vol 4. No 1., Pusat Sarana Pengendalian Dampak
Lingkungan – Deputi VII-KLH, Tangerang.
Rusmana, E., Parris, K., Sukanta, U., dan Samodra, H., 1995, Peta Geologi Lembar Timika,
Irian Jaya (Geological Map of Timika Quadrangle, Irian Jaya), Pusat Penelitian dan
Pengembangan Geologi, Bandung.

Pengaruh tailing…, Geinessa Irianty, FT UI, 2013


Sabbara, J.J., 2010, Struktur Komunitas Vegetasi Mangrove di Muara Sungai Ajkwa Kawasan
PT. Freeport Indonesia, Kabupaten Mimika, Papua, Skripsi, Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan, Universitas Indonesia, Depok.
Sariwati, E., 2010, Analisis Beban Pencemaran Sungai Cihideung Sebagai Bahan Baku
Pengolahan Air Di Kampus IPB Dermaga, Thesis, Sekolah Pascasarjana, Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Setiapermana, D. dan A. Nontji, 1980, Klorofil dan Seston in A. Soegiarto, S. Birowo, dan
Sukarno (Ed). Atlas Oseanografi Perairan Indonesia dan Sekitarnya, LON-LIPI, Jakarta.
Soemarwoto, O., 1992, Indonesia dalam Kancah Isu Lingkungan Global, Gramedia, Jakarta.
Soemarwoto, O., 2001, Atur – Diri – Sendiri : Paradigma Baru Pengelolaan Lingkungan
Hidup, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Suara Pembaruan, Selasa, 9 Mei 2006, Kerugian Akibat Limbah Freeport di Sungai Ajkwa
Mencapai Rp. 67, 5 Triliun.
Sundra, K. I., 2006, Kualitas Air Bawah Tanah Di Wilayah Pesisir Kabupaten Badung, Jurnal
Ecotrophic, Vol. 1 No. 2, Universitas Udayana, Bali.
Suparjo, M. N., 2009, Kondisi Pencemaran Perairan Sungai Babon Semarang, Jurnal Saintek
Perikanan, Vol. 4 No. 2, Universitas Diponegoro, Semarang.
Suriawiria, U., 2003, Air Dalam Kehidupan dan Lingkungan yang Sehat, Penerbit Alumni,
Bandung.
Suwari, Etty Riani, Bambang Pramudya, dan Ita Djuwita, 2010, Penentuan Status Mutu Air
Kali Surabaya dengan Metode STORET dan Indeks Pencemaran, Majalah Ilmiah
Widya, Tahun 27 Nomor 297, Hal. 59 – 64.
Taberima, S., 2007, Hubungan Karakteristik Tanah Yang Berkembang dari Tailing dan
Ukuran Partikel, Makalah Seminar S3, Program Studi Ilmu Tanah, Sekolah Pasca
Sarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
UABS (Universitas Cenderawasih and the Australian National University), 1998a,
Amungme Baseline Study. UNCEN-ANU Baseline Studies (UABS) Project, Prepared
for PT Freeport Indonesia.
UABS (Universitas Cenderawasih and the Australian National University), 1998b,
Amungme Baseline Study. UNCEN-ANU Baseline Studies (UABS) Project, Prepared
for PT Freeport Indonesia.
WALHI, 2006, Dampak Lingkungan Hidup Operasi Pertambangan dan Emas Freeport – Rio
Tinto di Papua, WALHI, Jakarta.

Pengaruh tailing…, Geinessa Irianty, FT UI, 2013

Anda mungkin juga menyukai