E-mail : geinessapurba@gmail.com
Abstrak
PTFI, sebagai perusahaan tambang emas dan tembaga, saat ini mengoperasikan tambang terbuka Grasberg dan
tambang bawah tanah DOZ (Deep Ore Zone) dengan target produksi harian 240 ribu ton bijih. Hanya 3% dari
total bijih yang diolah di pabrik berubah menjadi konsentrat dan sisanya menjadi limbah tambang (tailing).
Tailing PTFI dibuang ke Sungai Aghawagon – Ajkwa menuju ModADA (Modified Ajkwa Deposition Area).
Diperlukan status mutu air sungai untuk mengetahui pengaruh tailing terhadap kualitas air Sungai Ajkwa karena
sampai saat ini, air sungai dan air sumur masih digunakan sebagai sumber air bersih bagi penduduk Kabupaten
Mimika. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui status mutu air Sungai Ajkwa dan beban pencemaran selama
periode 2008-2012. Metode analisa yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode STORET. Nilai TSS
Sungai Ajkwa di setiap stasiun berkisar antara 8-983.000 mg/L dan melampaui baku mutu PP No.82 Tahun 2001
untuk semua kelas air. Parameter lainnya yang tidak memenuhi baku mutu adalah nitrit, sulfat, tembaga,
kadmium, mangan, selenium, dan seng. Ada tiga parameter yang berkontribusi paling besar dalam pencemaran
Sungai Ajkwa, yaitu TSS (± 99%), mangan (93,14-95,7%), dan sulfat (86,89-93,17%). Tingginya nilai
parameter-parameter tersebut berpengaruh pada status mutu air Sungai Ajkwa saat ini, sehingga Sungai Ajkwa
tidak dapat dikategorikan ke dalam semua kelas air. Banyaknya sedimen akibat tingginya TSS di Sungai Ajkwa
juga menyebabkan pendangkalan sungai dan saat ini ketinggian muka air Sungai Ajkwa berkisar antara 50–1.500
cm. Berdasarkan beban cemaran tertinggi, kemampuan self purifikasi Sungai Ajkwa terbaik terjadi pada tahun
2009–2010 sebesar 26,141% untuk parameter TSS, tahun 2011–2012 sebesar 32,909% untuk parameter sulfat,
dan tahun 2010–2011 sebesar 20,520% untuk parameter mangan.
Kata Kunci : Metode STORET, PTFI, Status Mutu Air, Sungai Ajkwa, Tailing
Abstract
PTFI, as gold and copper mining company, currently operates the Grasberg open pit and underground DOZ
(Deep Ore Zone) mine with a daily production target of 240 thousand tons of ore. Only 3% of the total ore
processed at the plant turned into a concentrate and the rest are considered as mine waste (tailings). Freeport
tailings are discharged into the Aghawagon-Ajkwa river towards ModADA (Modified Ajkwa Deposition Area).
Water quality status is required to determine the effect of tailings towards water quality in Ajkwa river because
until now, the river and deep well are still used as a source of clean water for the people of Mimika. This study
aims to determine the status of water quality and pollution load Ajkwa during the 2008-2012 period. The
analytical methods used in this study is the STORET method. Ajkwa TSS values at each station ranged between
8-983000 mg/L and exceeded the PP No.82 of 2001 quality standard for all classes of water. Other parameters
that do not meet the quality standard is nitrite, sulfate, copper, cadmium, manganese, selenium, and zinc. There
are three parameters that contribute the most in Ajkwa pollution, which are TSS (± 99%), manganese (93.14 to
95.7%), and sulfate (86.89 to 93.17%). The high values of these parameters affect the water quality status in
Ajkwa nowadays, therefore Ajkwa can not be categorized into all classes of water. Amount of sediment due to
high TSS in Ajkwa also cause silting river and the current water level in Ajkwa ranged from 50-1500 cm. Based
Keywords : Ajkwa River, PTFI, STORET Method, Tailing, Water Quality Status
PENDAHULUAN
Saat ini, sungai juga dijadikan alternatif tempat pembuangan limbah oleh berbagai
industri pertambangan. Limbah tambang (tailing) umumnya masih mengandung mineral –
mineral berharga yang disebabkan karena pengolahan bijih untuk memperoleh mineral yang
dapat dimanfaatkan di industri pertambangan tidak akan mencapai perolehan (recovery)
100%. Secara mineralogi, tailing dapat terdiri dari beraneka mineral seperti silika, silikat besi,
magnesium, natrium, kalium, dan sulfida. Dari mineral – mineral tersebut, sulfida mempunyai
sifat aktif secara kimiawi, dan apabila bersentuhan dengan udara akan mengalami oksidasi
sehingga membentuk garam – garam bersifat asam dan aliran asam mengandung sejumlah
logam beracun seperti As, Hg, Pb, dan Cd yang dapat mencemari atau merusak lingkungan
(Herman, 2006). Di Indonesia, terdapat beberapa sungai yang dijadikan tempat pembuangan
limbah tambang, seperti Sungai Jira di Maluku Utara, Sungai Batang Toru di Sumatera Utara,
dan Sungai Ajkwa di Timika.
Sungai Ajkwa yang terletak di sebelah timur kota Timika dijadikan tempat pembuangan
tailing oleh PT. Freeport Indonesia (PTFI) dengan cara mengalirkan tailing ke Daerah
Pengendapan Modifikasi (Modified Ajkwa Deposition Area atau ModADA). Semenjak PTFI
melakukan penambangan, sampai saat ini jutaan ton tailing hasil pengolahan telah dibuang,
dari 7.275 ton/hari di tahun 1973, meningkat menjadi 31.040 ton/hari di tahun 1988, dan saat
ini menjadi 291.000 ton/ hari (Pohan et al., 2007). Kerugian yang ditimbulkan dari kerusakan
lingkungan akibat operasi pertambangan PT. Freeport Indonesia (PTFI) di Papua dinilai
mencapai US$ 7,5 miliar atau sekitar Rp. 67,5 triliun (kurs Rp. 9000 per US$). Kerugian itu
hanya mencakup kerusakan Sungai Ajkwa yang digunakan untuk membawa tailing
pertambangan ke daerah pengendapan. Metode pembuangan ini juga dinilai sudah
menimbulkan sejumlah masalah, seperti kestasbilan gundukan limbah batuan, pembekapan
tanaman yang mengancam kelestarian sejumlah spesies, pencemaran logam berat di perairan
sungai dan laut yang akhirnya mengganggu ekologi di muara sungai dan perairan sekitar
muara Sungai Ajkwa (Suara Pembaruan, 9 Mei 2006).
TINJAUAN TEORITIS
Tailing
Dilihat dari bentuk fisik dan sumbernya, tailing didefinisikan sebagai adalah gabungan
dari bahan padat berbutiran halus (umumnya berukuran debu, berkisar antara 0,001 hingga
0,6 mm) yang tersisa setelah logam-logam dan mineral-mineral diekstraksi dari bijih yang
ditambang, serta air hasil pengolahan yang tersisa.
Tailing adalah ampas mineral yang terdiri dari 30% fraksi padat dan 70% fraksi cair.
Untuk mendapatkan satu gram emas dihasilkan 2,1 ton limbah batuan dan lumpur tailing, 5,8
kg emisi beracun lebih dari 260 g timbal; 6 g merkuri dan 3 g sianida serta diperlukan
sedikitnya 104 liter air.
Tailing yang dihasilkan PTFI bertekstur kental dan pekat, serta bersifat basa. Sifat
kimia tanah tailing dicirikan oleh defisiensi unsur hara nitrogen (N), fosfor (P), dan kalium
(K). Kandungan bahan organik pada tailing rendah bahkan nihil, sedangkan kandungan unsur
Status mutu air adalah kondisi mutu air yang menunjukkan kondisi cemar atau kondisi
baik pada suatu sumber air dalam waktu tertentu dengan membandingkan terhadap baku mutu
air yang ditetapkan (Pusat Litbang SDA, 2004).
Status mutu air juga didefinisikan sebagai tingkat kondisi mutu air yang menunjukkan
kondisi cemar atau kondisi baik pada suatu sumber dalam waktu tertentu dengan
membandingkan dengan baku mutu air yang ditetapkan.
METODE PENELITIAN
Lokasi penelitian dilakukan pada aliran sungai yang dilalui oleh tailing, yaitu di dua
belas stasiun dengan enam stasiun di dataran tinggi yang merupakan Sungai Aghawagon,
yaitu S.110, S.025, #55, #56, #57, #57, dan #58 (Gambar 1) dan enam stasiun di dataran
rendah yang merupakan Sungai Ajkwa, yaitu S.130, S.245, S.255, S.260, S.262, dan S.263
(Gambar 2). Analisis data dilakukan di Laboratorium Lingkungan PT. Freeport Indonesia.
Pelaksanaan penelitian dimulai dari bulan Juni 2012 sampai Agustus 2012. Pengambilan data
dilakukan satu kali di setiap titik sampling yang dilakukan setiap bulan oleh pihak PTFI.
Parameter – parameter yang diuji pada setiap pengambilan data adalah pH, total suspended
solid (TSS), nitrat, nitrit, sulfat, arsen, kadmium, kromium, tembaga, besi, air raksa, mangan,
timbal selenium, dan seng.
Pada penelitian ini, metode penentuan status mutu air yang digunakan adalah metode
STORET karena penggunaan metode STORET memberikan keuntungan dalam mengetahui
baik buruknya kualitas badan air untuk suatu peruntukkan, serta dapat diketahui pula
parameter yang tidak memenuhi persyaratan baku mutu tertentu (Canter, 1977).
9548000
9548000
Mill
#
S025 # S110
# #55
9546000
9546000
Ridgecamp
9544000
9544000
9542000
9542000
Tembagapura
Lokasi Pemantauan
#57 Air Sungai Dataran Tinggi
Banti Hiden Valley
#
# # N Legenda Area Proyek PTFI
#58
9540000
9540000
Prasarana
#56
Sungai
300 0 300 Meters
#S Lokasi Sampling
Pegunungan
Skala 1 : 52.082 Dataran Tinggi
2 November 2006 Dataran Rendah
Daerah Pesisir
#
S130
#
S225
#
S245
9500000
9500000
# S415
S590#
# S255
9480000
9480000
# S417.6
# S760
#
S325 # S420
9460000
Prasarana
# S860
Sungai
Tipoeka
#S Lokasi Sampling
2 0 2 Kilometers
Dataran Tinggi
Ajkwa
Skala: 1 : 362.745 Dataran Rendah
27 September 2006 Mangrove
Penentuan status mutu air dengan menggunakan metode STORET dilakukan dengan
langkah-langkah sebagai berikut :
1. Mengumpulkan data kualitas air dan debit air secara periodik sehingga membentuk
data dari waktu ke waktu (tahun 2008 – 2012).
2. Membandingkan data hasil pengukuran dari masing-masing parameter air dengan nilai
baku mutu yang sesuai dengan kelas air.
Maksimum -1 -2 -3
< 10 Minimum -1 -2 -3
Rata-rata -3 -6 -9
Maksimum -2 -4 -6
≥ 10 Minimum -2 -4 -6
Rata-rata -6 -12 -18
Sumber : Center (1997)
Catatan : Jumlah parameter yang digunakan untuk penentuan status mutu air
5. Jumlah negatif dari seluruh parameter dihitung dan ditentukan status mutunya dari
jumlah skor yang didapat dengan menggunakan sistem nilai.
Cara untuk menentukan status mutu air adalah dengan menggunakan sistem nilai dari
“US-EPA (Environmental Protection Agency)” dengan mengklasifikasikan mutu air dalam
empat kategori, yaitu :
1) Kategori A : baik sekali, skor = 0 memenuhi baku mutu
2) Kategori B : baik, skor = -1 s/d -10 cemar ringan
3) Kategori C : sedang, skor = -11 s/d -30 cemar sedang
4) Kategori D : buruk, skor ≥ 31 cemar berat
Analisis beban pencemaran sungai dapat dianalisis dengan perhitungan langsung debit
sungai dan konsentrasi parameter yang diukur, berdasarkan persamaan berikut :
BP = C x D x f (1)
Keterangan :
BP : Beban pencemaran yang masuk dari sungai (ton/bulan)
C : Konsentrasi limbah (mg/L)
D : Debit air sungai (m3/detik)
f : Faktor konversi (3600 x 24 x 30 x 1 x 10-6)
HASIL PENELITIAN
Bagian dari Sungai Ajkwa terdiri dari stasiun S.130, S.245, S.255, S.260, S.262, dan
S.263. Dari nilai STORET yang diperoleh pada Tabel 2, maka status mutu air Sungai Ajkwa
dapat ditentukan berdasarkan kategori seperti pada Tabel 3. Setelah nilai STORET setiap
stasiun dikategorikan, maka dapat diperoleh status mutu air Sungai Ajkwa untuk periode 2008
– 2012 seperti yang terlihat pada Tabel 4.
Seng 0 0 0 0 -4 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
TOTAL -82 -46 -46 -26 -80 -48 -48 -24 -66 -46 -46 -26 -62 -42 -42 -26 -58 -42 -42 -26
TSS -10 -10 -6 -6 -10 -10 -10 -10 -6 -6 -6 -6 -6 -6 -6 -6 -10 -10 -6 -6
Nitrit -4 -4 -4 0 -4 -4 -4 0 -16 -16 -16 0 -4 -4 -4 0
Sulfat 0 0 0 0 -4 0 0 0 -4 0 0 0 0 0 0 0 -4 0 0 0
Kadmium -4 -4 -4 -4 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
TSS -10 -10 -10 -10 -10 -10 -10 -10 -10 -10 -10 -10 -10 -10 -10 -10 -10 -10 -6 -6
Nitrit -16 -16 -16 0 -16 -16 -16 0 -16 -16 -16 0 -16 -16 -16 0 -16 -16 -16 0
#56 Sulfat -20 0 0 0 -20 0 0 0 -20 0 0 0 -16 0 0 0 -16 0 0 0
Mangan -4 0 0 0 -4 0 0 0 -4 0 0 0 -4 0 0 0 -4 -4 -4 0
Selenium -4 0 0 0 -4 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 -16 0 0 0
TOTAL -58 -30 -30 -14 -58 -30 -30 -14 -54 -30 -30 -14 -50 -30 -30 -14 -66 -34 -30 -10
TSS -10 -10 -10 -10 -10 -10 -10 -10 -10 -10 -8 -8 -10 -10 -10 -10 -10 -10 -10 -10
Nitrit 0 0 0 0 -16 -16 -16 0 -4 -4 -4 0 -4 -4 -4 0 -4 -4 -4 0
Sulfat 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 -4 0 0 0
Selenium -4 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Seng -4 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
TOTAL -38 -10 -10 -10 -46 -26 -26 -10 -34 -14 -12 -8 -30 -14 -14 -10 -34 -14 -14 -10
TSS -10 -10 -10 -10 -10 -10 -10 -10 -10 -10 -10 -10 -10 -10 -10 -10 -10 -10 -10 -10
Nitrit -16 -16 -16 0 -16 -16 -16 0 -16 -16 -16 0 -16 -16 -16 0 -16 -16 -16 0
#58 Sulfat -16 0 0 0 -20 0 0 0 -20 0 0 0 -16 0 0 0 -16 0 0 0
Beban Pencemaran
50.0
40.0
2008
TSS
(%)
30.0
20.0
2009
10.0
2010
0.0
2011
2012
Stasiun
25.0
20.0
mangan
(%)
2008
15.0
10.0
2009
5.0
2010
0.0
2011
2012
Stasiun
Sulfat
(%)
2008
15.0
10.0
2009
5.0
2010
0.0
2011
2012
Stasiun
Dari nilai beban pencemaran TSS, mangan, dan sulfat, dapat diperoleh persentase rata-
rata penurunan tiap beban pencemaran tahun 2008–2012 seperti yang terlihat pada Tabel 6.
Nilai positif menandakan bahwa terjadi penurunan beban pencemar, sedangkan nilai negatif
menandakan terjadi kenaikan beban pencemar.
Tabel 6. Persentase Rata-rata Penurunan Beban Pencemar Sungai Ajkwa Tahun 2008 - 2012
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil pemantauan pada tahun 2008 – 2012 seperti yang terlihat pada
Tabel 2, parameter-parameter yang mempengaruhi nilai STORET Sungai Aghawagon-Ajkwa
adalah pH, TSS, nitrit, sulfat, mangan, kadmium, tembaga, selenium, dan seng. Jika dilihat
dari aliran sungainya, parameter-parameter yang masih ada dari hulu hingga hilir sungai
adalah TSS, sulfat, dan mangan.
Parameter pH pada stasiun S.110 - #56 bernilai >7, menyatakan bahwa kondisi air
berada pada kondisi basa. Hal ini dipengaruhi oleh pengolahan bijih PTFI yang menggunakan
proses pengapungan dengan reagent yang mengandung kapur.
Parameter TSS dapat dijadikan sebagai indikator kualitas suatu perairan karena TSS
berpengaruh terhadap kecerahan dan kekeruhan air, sehingga akan mempengaruhi aktivitas di
perairan tersebut (Abel, 1989). Nilai TSS mencapai maksimum pada musim hujan dan musim
BEBAN PENCEMARAN
KESIMPULAN
1. Status mutu air Sungai Ajkwa, dengan kondisi yang dipenuhi tailing saat ini, tidak
memenuhi baku mutu untuk semua kelas air. Hal ini diakibatkan oleh tingginya nilai TSS
di seluruh aliran sungai tailing PTFI.
2. Beban pencemaran yang kontribusinya paling besar dalam pencemaran Sungai Ajkwa
adalah TSS, mangan, dan sulfat dengan persentase pencemaran 86 – 99,9%. Beban
pencemaran ini juga mempengaruhi tinggi muka air Sungai Ajkwa yang saat ini berkisar
antara 50–1.500 cm.
3. Berdasarkan adanya penurunan beban pencemaran di setiap segmen, maka dapat
diasumsikan kemampuan self purifikasi Sungai Ajkwa terbaik terjadi pada tahun 2009–
2010 sebesar 26,141% untuk parameter TSS, tahun 2010–2011 sebesar 32,909% untuk
parameter sulfat, dan tahun 2011–2012 sebesar 20,520% untuk parameter mangan.
Abel, P., 1989, Water Polution Biology, Department of Biology, Sunderland Polytechnic,
Ellisd Horwood Limited, England.
Achmad, R., 2004, Kimia Lingkungan, Andi, Yogyakarta.
Anabrang, N.P., 2007, Perencanaan Bangunan Pengolahan Tailing PT. Freeport Indonesia,
Timika, Papua, Skripsi, Fakultas Teknik, Institut Teknologi Bandung, Bandung.
Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Mimika, 2012, Mimika Dalam Angka 2012.
Barus, T.A, 2001, Pengantar Limnologi. Studi Tentang Ekosistem Sungai dan Danau, Diktat
Kuliah, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Sumatera Utara,
Medan.
Departemen Industri, Parawisata dan Sumber Daya Australia, 2007, Pengelolaan Tailing,
(diterjemahkan oleh : Global Village Translations Pty Ltd)
Effendi, H., 2003, Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan
Perairan. Kanisius, Yogyakarta.
Fitra, E., 2008, Analisis Kualitas Air dan Hubungannya dengan Keanekaragaman Vegetasi
Akuatik Di Perairan Parapat Danau Toba, Thesis, Program Pascasarjana, Universitas
Sumatera Utara, Medan.
Harsanto, B., 1995, Parameter dan Kriteria Pencemaran Lingkungan, Kursus Dasar-Dasar
Pengendalian Pencemaran Lingkungan Kerjasama PPLH UGM dengan BAPEDAL,
Yogyakarta.
Hasibuan, R.E., 2005, Analisis Kualitas Air Sungai Rampah Secara Biologis Akibat Dari
Pembuangan Pabrik Tepung Tapioka, Thesis, Program Pascasarjana Universitas
Sumatera Utara, Medan.