Anda di halaman 1dari 11

Koagulasi dan Flokualasi Air Sungai

Cougulation and Flocculation of river water


Eka Warsiti
210107008
TPPL 2A
KELOMPOK 5

(Eka Warsiti:Micho Alfian Setia Hadi: Syifha Asparandika)

ABSTRAK

Sungai memiliki peran penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem dan memenuhi kebutuhan manusia akan air
bersih. Kualitas sungai akan mengalami perubahan-perubahan sesuai dengan perkembangan lingkungan sungai
yang dipengaruhi oleh berbagai aktivitas dan kehidupan manusia. Akibat buangan dari aktivitas limbah
yang datang dari daerah industri menyebabkan terganggunya ekosistem sungai. Masalah tersebut timbul
dikarenakan ketidakmampuan daya dukung sungai untuk mengadakan netralisasi. Oleh karena itu, perlu dilakukan
pengelolaan kualitas air sungai untuk menjaga agar kualitas air tetap terjaga salah satu metode yang sering digunakan
dalam pengolahan air yaitu metode koagulasi dan flokulasi. Koagulan yang digunakan dalam metode ini yaitu Al 2(SO4)3
. Efisiensi penyisihan TDS optimal yaitu pada sampel 2 sebesar -17,14%;efisiensi penyisihan minyak optimal pada
sampel sampel 1 yaitu 64,85% dan efisiensi penyisian kekeruhan optimal yaitu 98%. Dosis koagulan optimal pada
parameter warna yaitu 2400 mg/l;dosis koagulan optimal pada parameter bau yaitu 800 mg./l;dosis koagulan optimal
pada parameter suhu yaitu 3200 mg/l; dosis koagulan optimal pada parameter pH yaitu 800 mg/l;dosis koagulan
optimal pada parameter TDS yaitu 800 mg/l;dosis koagulan optimal parameter salinitas yaitu 800 mg/l;dosis koagulan
optimal parameter minyak dalam air yaitu 800 mg/l;dosis koagulan optimal parameter kekeruhan yaitu 2400 mg/l dan
dosis koagulan optimal parameter konduktivitas yaitu 3200 mg/l.
Kata kunci: Flokulasi,Koagulasi,Kualitas air, Pengolahan air, Sungai

1. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Air sungai merupakan salah satu sumber daya alam yang penting bagi kehidupan manusia dan makhluk
hidup lainnya (KLHK, 2017). Air sungai memiliki peran penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem
dan memenuhi kebutuhan manusia akan air bersih. Kualitas air menyatakan tingkat kesesuaian air terhadap
penggunaan tertentu dalam memenuhi kebutuhan hidup manusia, mulai dari air untuk memenuhi kebutuhan
langsung yaitu air minum, mandi dan cuci, air irigasi atau pertanian, peternakan, perikanan, rekreasi dan
transportasi (Hasrianti, 2012). Kualitas air mencakup tiga karakteristik, yaitu fisika, kimia dan biologi
(Suripin, 2001). Kualitas sungai akan mengalami perubahan-perubahan sesuai dengan perkembangan
lingkungan sungai yang dipengaruhi oleh berbagai aktivitas dan kehidupan manusia. Beberapa pencemaran
sungai tentunya diakibatkan oleh kehidupan disekitarnya baik pada sungai itu sendiri maupun perilaku
manusia sebagai pengguna sungai. Pengaruh dominan terjadinya pencemaran yang sangat terlihat adalah
kerusakan yang diakibatkan oleh manusia tergantung dari pola kehidupannya dalam memanfaatkan alam.
Setiap pinggiran sungai yang dekat dengan pabrik atau daerah perindustrian, dipastikan akan terlihat
saluran-saluran buanganyang menuju ke badansungai. Sehingga apabila dikumulatifkan dari beberapa
outlet buangan maka akanmenjadikan buangan yang cukup tinggi pada badan sungai tersebut. Akibat
buangan dari aktivitas limbah yang datang dari daerah industri menyebabkan terganggunya ekosistem
sungai. Ikan banyak yang mati, air berubah warna menimbulkan bau, pemandangan terganggu dan
menimbulkan masalah kesehatan manusia. Masalah tersebut timbul dikarenakan ketidakmampuan daya
dukung sungai untuk mengadakan netralisasi. Peduli kualitas air adalah mengetahui kondisi air untuk
menjamin keamanan dan kelestarian dalam penggunaannya Namun, kualitas air sungai dapat tercemar oleh
berbagai faktor, seperti limbah industri, limbah domestik, dan aktivitas pertanian. Oleh karena itu, perlu
dilakukan pengelolaan kualitas air sungai untuk menjaga agar kualitas air tetap terjaga dan memenuhi baku
mutu air yang telah ditetapkan. Beberapa parameter yang digunakan untuk mengevaluasi kualitas air sungai
antara lain pH, temperature, TDS, Minyak, kekeruhan, salinitas, konduktivitas, oksigen terlarut, BOD, COD,
dan kandungan logam berat. Pengukuran parameter-parameter tersebut dapat membantu dalam menentukan
status kualitas air sungai dan menentukan tindakan yang perlu dilakukan untuk menjaga kualitas air
sungai.Salah satu tidakan yang dapat digunakan yaitu proses pengolahan air sampel dengan metode
koagulasi dan floktulasi air sampel.
Rumusan Masalah
Bagaimana prinsip peengolahan air sampel sungai dengan metode koagulasi dan flokulasi?,bagaimana
pengaruh penambahan koagulan tehadap efisiensi penyisihan TDS,Kekekruhan dan minyak dalam air
sampel?,Berapa dosis optimal koagulan terhadap parameter warna,bau,pH,Suhu,kekeruhan,TDS, dan minyak
dalam air sampel sungai?
Tinjauan Pustaka
Koagulasi dan flokulasi merupakan proses yang penting dalam pengolahan air bersih, karena dengan
proses ini partikel koloid penyebab kekeruhan yang stabil dibuat menjadi tidak stabil. Partikel koloid antara
lain, yaitu tanah liat, lumpur, virus, bakteri, asam fulvat dan humus, mineral antara lain: asbes, silikat, silika,
dan partikel radioaktif, dan partikel organik, termasuk surfaktan. Dengan adanya pencemaran air sungai oleh
surfaktan, akan mempengaruhi kinerja proses koagulasi flokulasi. Koagulasi adalah pengadukan cepat di
mana bahan kimia (koagulan) ditambahkan ke air, yang menyebabkan pengurangan kekuatan yang
cenderung membuat partikel koloid terpisah karena partikel koloid dalam sumber air berada dalam kondisi
stabil (Lolo1, 2020).Flokulasi adalah pengadukan lambat yaitu terjadi proses pembentukan flok-flok kecil
(proses koagulasi) dengan flok-flok yang berukuran besar sehingga mudah diendapkan. Partikel koloid
merupakan partikel diskrit yang terdapat dalam suspensi air baku, dan partikel inilah yang merupakan
penyebab utama kekeruhan. Koagulan adalah bahan kimia sintetis yang digunakan untuk mengolah air
bersih dan air limbah.koagulan yang digunakan dapat dibedakan menjadi polimer anorganik dan polimer
alami (Prasetya, 2018).
Koagulan aluminium sulfat adalah salah satu jenis koagulan yang efektif digunakan dalam pengolahan
air dan limbah. Dosis koagulan aluminium sulfat perlu dioptimalkan untuk memperoleh efisiensi penyisihan
yang maksimal, dan penggunaannya perlu diperhatikan agar tidak menyebabkan peningkatan konsentrasi
padatan terlarut pada air yang diolah. (HARAHAP, 2017). Derajat keasaman air sungai dapat bervariasi
tergantung pada faktor-faktor tertentu seperti lokasi, cuaca, dan aktivitas manusia di sekitar sungai. Rata-rata
nilai pH sungai di Indonesia berkisar antara 6-8,5 (Anggraini, 2022). Namun, terdapat juga informasi yang
menyatakan bahwa derajat keasaman air sungai adalah 7,0. Derajat keasaman atau pH merupakan faktor
penting dalam proses pengolahan air untuk perbaikan kualitas air. pH dapat mempengaruhi tingkat keasaman
atau kebasaan air dan dapat diukur dengan menggunakan pH meter. pH netral adalah 7, sedangkan pH
kurang dari 7 menunjukkan keasaman dan pH lebih besar dari 7 menunjukkan kebasaan.
Temperatur dalam air sungai dapat berpengaruh pada kualitas air dan lingkungan hidup. Peningkatan
suhu air sungai dapat terjadi akibat polusi termal, yaitu peningkatan suhu air yang disebabkan oleh
penambahan air yang relatif hangat ke dalam air sungai yang lebih dingin. Polusi termal dapat disebabkan
oleh penggunaan air sebagai pendingin oleh pembangkit listrik dan produsen industry.TDS (Total Dissolved
Solids) dalam air sungai merujuk pada jumlah total senyawa kimia yang terlarut dalam air, termasuk mineral,
garam, logam, dan senyawa organik lainnya. Nilai TDS dalam air sungai dapat bervariasi tergantung pada
sumber air, lingkungan sekitar, dan aktivitas manusia di sekitar sungai. TDS dapat diukur dengan
menggunakan alat tes TDS meter yang juga dapat mendeteksi nilai pH, EC, dan suhu air. Nilai TDS yang
terlalu tinggi dapat menunjukkan bahwa air mengandung partikel senyawa yang terlalu banyak, yang dapat
menyebabkan keracunan jika terdapat banyak senyawa berbahaya seperti timbal atau tembaga (Cahyani,
2016).
Kandungan minyak dalam air sungai dapat merujuk pada jumlah minyak yang terlarut atau tercampur
dalam air sungai. Kandungan minyak dalam air sungai dapat berasal dari berbagai sumber, seperti
pembuangan limbah industri, pembuangan minyak sawit secara haram, atau kebocoran minyak dari kapal
atau instalasi minyak di sekitar sungai. Kandungan minyak dalam air sungai dapat mempengaruhi kualitas
air dan lingkungan hidup, serta dapat membahayakan kesehatan manusia dan hewan yang mengonsumsi air
tersebut (Hendrawan, 2007).Salinitas dalam air sungai mengacu pada tingkat keasinan atau kadar garam
yang terlarut dalam air. Salinitas umumnya lebih tinggi pada air laut, namun sungai juga dapat memiliki
kadar salinitas yang tinggi akibat intrusi air laut atau pengaruh aktivitas manusia di sekitar sungai. Salinitas
dapat mempengaruhi kualitas air dan lingkungan hidup, serta dapat mempengaruhi kehidupan organisme
yang membutuhkan asupan air asin. (Jumarang, 2011).
Konduktivitas dalam air sungai merujuk pada kemampuan air untuk menghantarkan arus listrik.
Konduktivitas listrik dalam air sungai dipengaruhi oleh kandungan ion-ion yang terlarut dalam air, seperti
asam, basa, dan garam (Martanto, 2013). Perbedaan konduktivitas dalam air sungai dapat dipengaruhi oleh
komposisi, jumlah ion terlarut, dan salinitas suhu. Konduktivitas listrik dalam air sungai dapat digunakan
sebagai indikator kualitas air, karena kandungan elektrolit yang terlarut dalam air berkaitan dengan
kemampuan air dalam menghantarkan arus listrik, Kualitas air dijabarkan dalam Kekeruhan yang dinyatakan
dalam satuan NTU –nephelometric turbidity units. Semakin banyak padatan tersuspensi dalam air, air terlihat
semakin keruh dan semakin tinggi pula nilai NTU. (Makhmudah, 2010). Kekeruhan dalam air sungai
merujuk pada jumlah zat atau partikel yang tersuspensi dalam air. Kekeruhan menggambarkan sifat optik air
yang ditentukan berdasarkan banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh zat-zat di dalam air.
2. METODE PENELITIAN
Praktikum dilakukan pada tanggal 6 juni 2023 tempatnya di Laboratorium Teknik Kimia Gedung
Teknik Informatika dan Lingkungan Politeknik Negeri Cilacap. Penelitian ini bersifat sebagai mata kuliah
praktik pengendalian pencemaran air. Dengan dilakukannya pengolahan air sampel sungai dengan metode
koagulasi dan flokulasi dengan parameter yang sudah ditentukan yaitu parameter pH, Temperatur, TDS,
Minyak dalam air,Salinitas, Konduktivitas,dan Kekeruhan dengan air sampel yang digunakan bersumber dari
air sungai jl.Sengono. Dengan variasi koagulan yang diberikan yaitu 0,2 gram;0,4 gram;0,6 gram;0,8 gram.
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini antara lain yaitu sampel air sungai jl.sengono sebanyak
1000 ml, Larutan HCl 0,1 N sebanyak 21,75 mL,Al3(SO4)3 sebanyak 2 gram,kertas saring 4 buah dan
aquades secukupnya. Alat yang digunakan yaitu beker glass 500 ml (4 buah), Erlenmeyer 250 ml(4 buah),
corong (4 buah),spatula,kaca arloji, gelas ukur100 ml (1 buah), pengaduk kaca, Jar tes(1 buah), pipet tetes (1
buah), botol semprot (1 buah), thermometer( 1 buah), pH meter (1 buah), oil in water analyzer (1
buah),neraca analitik (1 buah),conductivity(1 Buah) jartes (1 buah) dan turbididmeter (1 buah).
Metode penelitian yang dilakukan yaitu metode koagulasi dan flokulasi dengan koagulan yang
ditambahkan Al3(SO4)3 dengan variasi jumlah koagulan yaitu 0,2 gram;0,4 gram;0,6 gram;0,8 gram yang
digunakan untuk mengetahui efisiensi penyisihan pada TDS, kekeruhan dan minyak dalam air selain itu
diguanakn untuk menegetahui dosis optimal koagulan pada warna, bau, pH, TDS, kekeruhan, temperature,
dan minyak dalam air sampel. Analisis kualitas air dilakukan sebelum ditambahkan dan setelah dilakukan
penambahan koagulan. Pengujian warna dengan indra penglihat, pengujian bau dengan indra penciuman,
pengujian pH dilakukan dengan menggunakan alat pH meter, pengujian temperature dilakukan dengan
menggunakan alat thermometer raksa. pengujian TDS, Salinitas, dan Konduktivitas menggunakan alat
conductivity plus, pengujian kekeruhan air menggunakan alat turbidimeter, pengujian kandungan minyak di
dalam air menggunakan alat oil in water analyzer. Dan proses flokulasi menggunaakan alat jar tes dengan
tahap awal pengadukan cepat dengan kecepatan 100 rpm selama 1 menit, kemudian pengadukan lambat
dengan kecepatan 20 rpm selama 10 menit, kemudian dilakukan pengendapan untuk memisahkan flok yang
terbentuk dengan air dan penghilangan flok dengan melakukan penyaringan menggunakan kertas saring.
Penentuan efisiensi penyisihan dan dosis koagulan optimal dilakukan dengan pengujian parameter sebelum
dilakukannya pengolahan air sampel sungai dengan setelah pengolahan air sampel sungai. Perhitungan
efisiensi penyisihan dan dosis koagulan dapat dilakukan dengan persamaan sebagai berikut:
mg massa koagulan
Dosis Koagulan , =
L volume sampel

(C 1−Ce)
Efisiensi penyisishan, %= x 100 %
C1
Dimana:
C1 : konsentrasi awal, mg/L
Ce : konsentrasi akhir,mg/L
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Prinsip pengolahan air sungai dengan metode koagulasi dan flokulasi
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dalam pengolahan air sungai dengan metode koagulasi dan
flokulasi, dimana koagulasi yang dilakukan yaitu dengan menambahkan koagulan Al 2(SO4)3 dengan variasi
dosis koagulan 800 mg/L;1600 mg/L;2400 mg/L; 3200 mg/L. Koagulan berfungsi untuk
mendestabilisasi(penghilangan stabilan) partikel koloid yang bersifat stabil dalam sampel air dengan adamya
koagulan yang mempunyai muatan berlawanan dengan muatan partikel-partikel koloid sehingga terjadi gaya
Tarik menarik atau partikel koloid akan terganggu yang dapat menetralkan dan menggumpalkan partikel
partikel koloid membentuk agregat. Koagulasi dilakukan dalam kecepatan pengadukan yang tinggi. Dan
flokulasi merupakan proses dimana partikel koloid yang terdestabilisasi membentuk gumpalan partikel
koloid yang lebih besar atau memebentuk flok. Flokulasi dilakukan untuk mengoptimakan proses koagulasi
dengan pengadukan yang lambat. Setelah adanya proses koagulasi dan flokulasi dilakukan sedimentasi yang
bertujuan untuk mengendapkan flok yang terbentuk, dimana partikel flok dapat mengendap krena pengaruh
gravitasi.
Koagulasi dan flokulasi merupakan proses yang penting dalam pengolahan air bersih, karena dengan
proses ini partikel koloid penyebab kekeruhan yang stabil dibuat menjadi tidak stabil. Koagulasi adalah
pengadukan cepat di mana bahan kimia (koagulan) ditambahkan ke air, yang menyebabkan pengurangan
kekuatan yang cenderung membuat partikel koloid terpisah karena partikel koloid dalam sumber air berada
dalam kondisi stabil.Flokulasi adalah pengadukan lambat yaitu terjadi proses pembentukan flok-flok kecil
(proses koagulasi) dengan flok-flok yang berukuran besar sehingga mudah diendapkan (Ayu Ridaniati
Bangun, 2013).
Pengaruh penambahan koagulan terhadap efisisensi penyisihan TDS,Kekeruhan dan Minyak dalam
air
Pengaruh penambahan koagulan terhadap efisiensi penyisihan TDS, kekeruhan, dan minyak dalam air
dapat dipengaruhi oleh jenis koagulan, dosis koagulan, dan kondisi air yang diolah. Berdasarkan praktikum
yang telah dilakukan efisiensi penyisihan dapat dilihat berdasarkan dosis koagulan yang dtambahkan. Variasi
dosis koagulan yang digunakan dalam pengolahan air limbah sungai jalan sengono yaitu 800 mg/L;1600
mg/L;2400 mg/L; 3200 mg/L. Dengan perhitungan efisien penyisihan menggunakan persamaan efisiensi
penyisihan diperoleh hasil efisiensi penyisihan sebagai berikut,
Efisisensi penyisishan TDS.%
0
Efisiensi penyisihan,%

-10500 1000 1500 2000 2500 3000 3500


-20 -17.7 -17.14
-30
-40
-50
-60
-70 -68.36
-80 -77.4
-90
Dosis koagulan,mg/L
Gambar-1. Efisiensi penyisihan TDS
Pada gambar grafik diatas dapat dilihat bahwa secara keseluruhan pada efisiensi penyisihan TDS
(Total Dissolved Solid) secara menyeluruh semakin banyak dosis koagulan yang ditambahkan maka semakin
menurun efisiensi penyisihan TDS. Hasil yang diperoleh negative dikarenakan nilai TDS pada pengolahan
air sungai menggunakan metode koagulasi dan flokulasi yang telah dilakukan terjadi kenaikan nilai TDS hal
ini menyebabkan nilai efisiensi penyisihan negative. Dari grafik dapat dilihat bahwa efisiensi penyisihan
optimal yaitu pada sampel 2 dengan penambahan koagulan 0,4 gram dengan nilai efisiensi penyisihan -17,14
%.
Efisisensi penyisishan Minyak dalam air.%
efisiensi penyisishan,%

70
65 64.85 64.01
60 60.59
55 56.11

50
500 1000 1500 2000 2500 3000 3500
Dosis koagulan,mg/L
Gambar-2. Efisiensi penyisihan minyak dalam air
Pada gambar grafik diatas dapat dilihat bahwa pada efisiensi penyisihan minyak dalam air semakin
banyak dosis koagulan yang ditambahkan maka semakin menurun efisiensi penyisihan minyak dalam air.
Dari grafik dapat dilihat bahwa efisiensi penyisihan optimal yaitu pada sampel 1 dengan penambahan
koagulan 0,2 gram dengan nilai efisiensi penyisihan 64,85%.
Efisisensi penyisishan Kekeruhan.%

Efisiensi penyisishan,
100 98
97.72
95 95.36
90 88.64

%
85
80
500 1000 1500 2000 2500 3000 3500
Dosis koagulan,mg/L

Gambar-3. Efisiensi penyisihan kekeruhan


Pada gambar grafik diatas dapat dilihat bahwa pada efisiensi penyisihan kekeruhan semakin banyak
dosis koagulan yang ditambahkan maka semakin menurun efisiensi penyisihan minyak dalam air namun
pada sampel ke tiga dengan penambahan koagulan 0,6 gram mengalami kenaikan.hal ini dikaremnakan
selain dari dossis koagulan yang diberikan kondisi air juga dapat mempengaruhi efisiensi penyisihan yang
terjadi. Pengaruh penambahan koagulan terhadap efisiensi penyisihan dapat dipengaruhi oleh jenis koagulan,
dosis koagulan, dan kondisi air yang diolah (Arif, 2013). Dari grafik dapat dilihat bahwa efisiensi penyisihan
optimal yaitu pada sampel 3 dengan penambahan koagulan 0,6 gram dengan nilai efisiensi penyisihan 98%.
Dosis optimal koagulan terhadap parameter warna, bau, pH, suhu, kekeruhan, TDS dan minyak pada
air sungai
Dosis koagulan optimal dapat dilihat dari hasil penurunan nilai parameter setiap dosis koagulan yang
ditambahakan. Pada praktikum ini parameter yang diujikan yaitu parameter warna, bau, suhu, pH, TDS,
Salinitas, minyak dalam air, kekeruhan, konduktivitas. Pengujian dilakukan sebelum dilakuakannya
pegolahan air dan sesudah dilakukannya pengolahan air, hal ini ditujukan untuk mengetahui karakteristik air
sesudah pengolahan dan setelah pengolahan. Hasil yang diperoleh dari praktikum ini yaitu
Tabel -1. Pengaturan pH sampel air sungai
pH Jumlah tetes reagen yang
Sampel
Awal Setelah pengaturan dipakai
A 7,1 6,5
B 7,1 6,5
435 tetes = 21,75 mL
C 7,1 6,5
D 7,1 6,5
Tabel diatas merupakan nilai pH sebelum dilakukan pengolahan sebelum dilakukan pengukuran
parameter air sebagai karakteristik air sampel sebelum pengolahan perlu dilakukan pengaturan pH menjadi
pH normal atau rentang pH 6-6,5 hal ini untuk memepermudah pengolahan air sampel. Pada air sungai yang
digunakan yaitu air sungai jl, sengono pH awal air sungai sebelum dilaukan pengaturan pH yaitu 7,1
mengartikan bahwa air bersifat bas untuk meneralisasikan air tersebut maka ditambahkan larutan yang
bersifat asam yaitu HCl yang bersifat asam ,penambahan dilakukan tetes demi tetes sampai terjadi perubahan
pH dalam rentang 6-6,5 yaitu sebanyak 435 tetes atau setara dengan 21,75 mL.
Tabel -2. Penentuan dosis optimum koagulan untuk parameter warna
Sampel Dosis Koagulan Sebelum Pengolahan Setelah Pengolahan
A 0,2 gr Bening
B 0,4 gr Bening
Bening Keruh
C 0,6 gr Bening
D 0,8 gr Bening
Tabel diatas merupakan hasil pengujian parameter warna dengan warna air sebelum pengolahan
berwarna bening keruh dengan variasi penambahan dosis koagulan mengalami perubahan. Dari hasil tersebut
dosis optimal koagulan optimal yaitu pada sampel 3 dengan penambahan koagulan 0,6 gram atau setara
dengan dosis koagulan 2400 mg/L dengan dihasilkan warna air yang paling jernih.
Tabel -3. Penentuan dosis optimum koagulan untuk parameter bau
Sampel Dosis Koagulan Sebelum Pengolahan Setelah Pengolahan
A 0,2 gr Seperti tawas
B 0,4 gr Seperti tawas
Amis
C 0,6 gr Seperti tawas
D 0,8 gr Seperti tawas
Tabel diatas merupakan hasil pengujian parameter bau dengan bau awal sebelum pengolah amis
dengan variasi penambahan dosis koagulan mengalami perubahan. Dari hasil tersebut dosis optimal
koagulan optimal yaitu pada sampel 1 dengan penambahan koagulan 0,2 gram atau setara dengan dosis
koagulan 2400 mg/L dengan dihasilkan bau air setelah pengolah berbau tawas tapi tidak begitu menyenggat
seperti sampel yang lain.
Tabel -4. Penentuan dosis optimum koagulan untuk parameter suhu
Sampel Dosis Koagulan Sebelum Pengolahan, ⸰C Setelah Pengolahan, ⸰C
A 0,2 gr 26 ⸰C
B 0,4 gr 26 ⸰C
26,5 ⸰C
C 0,6 gr 26 ⸰C
D 0,8 gr 26 ⸰C
Tabel diatas merupakan hasil pengujian parameter suhu dengan suhu awal sebelum pengolah
memiliki suhu 26,5⸰C dengan variasi penambahan dosis koagulan mengalami perubahan. Dari hasil tersebut
dosis optimal koagulan menujukan bahwa penambahan koagulan tidak berpengaruh terhadap suhu yang
terjadi pada air sampel setelah pengolahan.
Tabel -5. Penentuan dosis optimum koagulan untuk parameter pH
Sampel Dosis Koagulan Sebelum Pengolahan Setelah Pengolahan
A 0,2 gr 5,4
B 0,4 gr 4,1
6,5
C 0,6 gr 4,0
D 0,8 gr 3,8
Tabel diatas merupakan hasil pengujian parameter pH dengan pH awal sebelum pengolah memiliki
pH 6,5 dengan variasi penambahan dosis koagulan mengalami perubahan. Dari hasil tersebut dosis optimal
koagulan yaitu pada sampel 1 dengan penambahan koagulan sebanyak 0,2 gram atau setara dengan dosis
koagulan 800 mg/L yaitu pada pH 5,4 dikarenakan tawas yang ditambahkan bersifat asam makan semakin
banyak tawas yang ditambahkan maka akan terjadi penurunan pH semakin asam.
Tabel -6. Penentuan dosis optimum koagulan untuk parameter TDS
Sampel Dosis Koagulan Sebelum Pengolahan, ppm Setelah Pengolahan, ppm
A 0,2 gr 625
B 0,4 gr 622
531
C 0,6 gr 894
D 0,8 gr 942
Tabel diatas merupakan hasil pengujian parameter TDS dengan TDS awal sebelum pengolah
memiliki TDS sebesar 531 ppm dengan variasi penambahan dosis koagulan mengalami perubahan. Dari
hasil tersebut dosis optimal koagulan yaitu pada sampel 2 dengan penambahan koagulan sebanyak 0,4 gram
atau setara dengan dosis koagulan 1600 mg/L yaitu pada 622 ppm karena tawas memeiliki sifat yang sangat
mudah larut daam air maka semakin banyak tawas yang ditambahkan semakin tinggi padatan yang terlarut
dalam air.
Tabel -7. Penentuan dosis optimum koagulan untuk parameter salinitas
Sampel Dosis Koagulan Sebelum Pengolahan, PSU Setelah Pengolahan, PSU
A 0,2 gr 0,5
B 0,4 gr 0,5
0,4
C 0,6 gr 0,8
D 0,8 gr 0,6
Tabel diatas merupakan hasil pengujian parameter Salinitas dengan Salinitas awal sebelum pengolah
memiliki Salinitas sebesar 0,4 PSU dengan variasi penambahan dosis koagulan mengalami perubahan. Dari
hasil tersebut dosis optimal koagulan yaitu pada sampel 1 dengan penambahan koagulan sebanyak 0,2 gram
atau setara dengan dosis koagulan 800 mg/L yaitu pada 0,5 PSU karena tawas merupakan garam maka
semakin banyak tawas yang ditambahkan maka akan semakin tinggi kandungan salinitas air tersebut.
Tabel -8. Penentuan dosis optimum koagulan untuk parameter minyak
Sampel Dosis Koagulan Sebelum Pengolahan, ppm Setelah Pengolahan, ppm
A 0,2 gr 0,506
B 0,4 gr 0,515
1,431
C 0,6 gr 0,564
D 0,8 gr 0,628
Tabel diatas merupakan hasil pengujian parameter minyak dalam air dengan kandungan minyak
awal sebelum pengolah sebesar 1,431ppm dengan variasi penambahan dosis koagulan mengalami
perubahan. Dari hasil tersebut dosis optimal koagulan yaitu pada sampel 1 dengan penambahan koagulan
sebanyak 0,2 gram atau setara dengan dosis koagulan 800 mg/L yaitu pada 0,506 ppm.
Tabel -9. Penentuan dosis optimum koagulan untuk kekeruhan
Sampel Dosis Koagulan Sebelum Pengolahan, NTU Setelah Pengolahan, NTU
A 0,2 gr 0,57
B 0,4 gr 1,16
2,50 NTU
C 0,6 gr 0,50
D 0,8 gr 2,84
Tabel diatas merupakan hasil pengujian parameter kekeruhan dengan kekeruhan awal sebelum
pengolah sebesar 2,50 NTU dengan variasi penambahan dosis koagulan mengalami perubahan. Dari hasil
tersebut dosis optimal koagulan yaitu pada sampel 3 dengan penambahan koagulan sebanyak 0,6 gram atau
setara dengan dosis koagulan 2400 mg/L yaitu pada 0,50 NTU.
Tabel -10. Penentuan dosis optimum koagulan untuk parameter konduktivitas
Sampel Dosis Koagulan Sebelum Pengolahan, µs Setelah Pengolahan, µs
A 0,2 gr 964
B 0,4 gr 852
695
C 0,6 gr 1352
D 0,8 gr 1491
Tabel diatas merupakan hasil pengujian parameter konduktivitas dengan konduktivitas awal sebelum
pengolah sebesar 695 µs dengan variasi penambahan dosis koagulan mengalami perubahan. Dari hasil
tersebut dosis optimal koagulan yaitu pada sampel 4 dengan penambahan koagulan sebanyak 0,8 gram atau
setara dengan dosis koagulan 3200 mg/L yaitu pada 1491 µs. Tawas merupakan garam yang dapat
menghantarkan lilstrik dengan penambahan semakin banyak tawas maka akan menemabah nilai
konduktivitas atau daya hantar listrik air sampel tersebut.
4. KESIMPULAN
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulakan bahwa pengolahan air sungai
menggunakan metode koagulasi dan flokulasi yaitu koagulasi merupakan proses penambahan koagulan
tawas untuk mendestabilisasi koloid dan flokulasi yaitu pembentukan partikel terdestabilisasi oleh koagulan
membentuk flok dengan pengadukan lambat. Efisiensi penyisihan TDS optimal yaitu pada sampel 2 sebesar
-17,14%;efisiensi penyisihan minyak optimal pada sampel sampel 1 yaitu 64,85% dan efisiensi penyisian
kekeruhan optimal yaitu 98%. Dosis koagulan optimal pada parameter warna yaitu 2400 mg/l;dosis koagulan
optimal pada parameter bau yaitu 800 mg./l;dosis koagulan optimal pada parameter suhu yaitu 3200 mg/l;
dosis koagulan optimal pada parameter pH yaitu 800 mg/l;dosis koagulan optimal pada parameter TDS yaitu
800 mg/l;dosis koagulan optimal parameter salinitas yaitu 800 mg/l;dosis koagulan optimal parameter
minyak dalam air yaitu 800 mg/l;dosis koagulan optimal parameter kekeruhan yaitu 2400 mg/l dan dosis
koagulan optimal parameter konduktivitas yaitu 3200 mg/l .
SARAN
Pada praktikum yang selanjutnya, disarankan untuk melakukan homogenisasi sampel awal supaya
ketika sampel divariasi kondisinya masih sama dengan karakteristik pengukuran awal.
UCAPAN TERIMA KASIH
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih yang sebesar besarnya kepada Dosen
pengampu mata kuliah praktik pengendalian pencemaran air Ibu Ilma Fadlilah, S.Si.,M.Eng.,C.EIA dan juga
kepada kakak tingkat selaku asisten laboratorium yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah
membantu berjalannya melakukan praktikum. Dan ucapan terimakasih kepada Micho Alfian dan Syifa
Asparandika sebagai teman kelompok 5 di praktik PPA ini yang sudah berkejasama menyelesaikan
praktikum dengan maksimal.
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, akhlis bintoro dan mukhtarul. (2013). Pengukuran total alkalinitas di perairan esturi sungai indragiri
provinsi riau. Btl, 11-14.
Anggraini, i. M. (2022). Pemetaan sebaran kandungan tingkat keasamaan (ph) air sungai mahap kabupaten
sekadau. E-journal teknologi infrastruktur, 1-6.
Arif, m. N. (2013). Studi perbandingan kitosan cangkang kerang hijau dan cangkang kepiting dengan
pembuatan secara kimiawi sebagai koagulan alam. Jurnal teknik lingkungan, 64-74.
Ayu ridaniati bangun, s. A. (2013). Pengaruh kadar air, dosis dan lama pengendapankoagulan serbuk biji
kelor sebagai alternatifpengolahan limbah cair industri tahu. Jurnal teknik kimia usu, 7-13.
Cahyani, h. (2016). Pengembangan alat ukur total dissolved solid (tds) berbasis mikrokontroler dengan
beberapa variasi bentuk sensor konduktivitas. Jurnal fisika unand, 371-378.
Harahap, j. (2017). Efektivitas penggunaan aluminium sulfat dalam menurunkan kadar tss (total suspended
solid) air limbah penambangan batu bara di pt. X. Journal of islamic science and technology, 187-
200.
Hendrawan, d. (2007). Kualitas air sungai ciliwung ditinjau dari parameter minyak dan lemak. Core, 85-93.
Jumarang, m. (2011). Pola sirkulasi arus dan salinitas perairan estuari sungai kapuas kalimantan barat.
Positron, 36-42.
Lolo1, e. U. (2020). Pengaruh koagulan pac dan tawas terhadap surfaktan dan kecepatan pengendapan flok
dalam proses koagulasi flokulasi. Serambi engineering, 1295 - 1305.
Makhmudah, n. (2010). Penyisihan besi-mangan, kekeruhan dan warna menggunakan saringan pasir lambat
dua tingkat pada kondisi aliran tak jenuh studi kasus: air sungai cikapundung. Jurnal teknik
lingkungan , 150-159.
Martanto. (2013). Alat ukur konduktivitas air sungai pada sistem monitoring kualitas air kolam. Prosiding
seminar ritektra, 187-190.
Prasetya, p. E. (2018). Perbandingan kebutuhan koagulan al2(so4)3 dan pac untuk pengolahan air bersih di
wtp sungai ciapus kampus ipb dramaga. Jurnal bumi lestari, 75-87.
LAMPIRAN 1
LAMPIRAN 2

Pengukuran pH : 5 Juni 2023 Pengukuran Termometer (°C) : 5 Pengukuran TDS (mg/L) : 5 Pengukuran Salinitas (PSU) : 5 Pengukuran Konduktivity (μS) :
Juni 2023 Juni 2023 Juni 2023 5 Juni 2023

Pengukuran Kekeruhan (NTU) : Pengukuran Minyak (ppm) : 5 Juni Sampel sebelum ditambah Sampel air sungai ditambahkan Sampel air sungai yang sudah
5 Juni 2023 2023 indikator PP : 5 Juni 2023 indikator PP : 5 Juni 2023 dititrasi : 5 Juni 2023

Sampel yang telah ditentukan P- Sampel air ditambahkan 3 tetes Sampel air sungai yang sudah Proses titrasi sampel air sungai : 5 Proses penambahan indikator
Alkalinitasnya : 5 Juni 2023 indikator metyl orange : 5 Juni 2023 dititrasi : 5 Juni 2023 Juni 2023 metyl orange 3 tetes : 5 Juni 2023

Anda mungkin juga menyukai