Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN TUTORIAL

SKENARIO IV
SISTEM RUJUKAN
BLOK 22 MANAJEMEN PELAYANAN KESEHATAN

Tutor :
drg. Swasthi Prasetyarini

Ketua : Nailah Rahmadani (NIM : 161610101085)


Scriber : Savira Aulia Rachim (NIM : 161610101086)
Anggota : Alfan Maulana E (NIM : 161610101081)
Nancy Amelia Rosa (NIM : 161610101082)
Radin Ahmad Hizdbul M (NIM : 161610101083)
Dara Kartika (NIM : 161610101084)
Ni Luh Putu Diah Laksmi (NIM : 161610101087)
Suci Hidyatur Rohmah (NIM : 161610101088)
Tri Oktaviani (NIM : 161610101089)
Adilia Putri Istadi (NIM : 161610101090)

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS JEMBER
2019
SKENARIO 4
SISTEM RUJUKAN

Seorang pasien mengeluhkan sakit gigi parah disertai pipi bawah belakang
bengkaksampai ke daerah leher. Keadaan sudah berlangsung selama satu minggu.
Berdasarkan hasil anamnesis diketahui bahwa pasien menderita diabetes. Dokter
mengkonsul pasien tersebut ke dokter penyakit dalam. Setelah diperiksa oleh dokter
gigi di Puskesmas Kecamatan Sehat, hasil menunjukkan bahwa pasien tersebut
memerlukan tindakan pembedahan. Tenaga dan peralatan yang ada di puskesmas
kurang memadai sehingga dokter gigi merujuk pasien tersebut ke rumah sakit yang
merupakan pelayanan kesehatan tingkat dua.

2
A. STEP 1 (Clarifying unfamiliar terms)
 Sistem Rujukan : Suatu sistem yang mengatur pelimpahan tugas dan
tanggung jawab timbal balik pelayanan kesehatan.
 Konsultasi : Tindakan yang hanya untuk menanyakan kasus yang sedang
dialami pasien yang berkaitan dengan diagnosis kepada yang lebih ahli dalam
bidangnya tanpa dilakukan tindakan pada pasien
 Pelayanan Kesehatan Tingkat 2 : Pelayanan kesehatan spesialistik yang
dilakukan oleh dokter atau dokter gigi spesialistik

B. STEP 2 (Problem definition)


1. Apakah perbedaan konsultasi dan rujukan?
2. Apa saja macam – macam rujukan?
3. Apa saja syarat yang harus dipenuhi untuk merujuk pasien?
4. Bagaimana tahapan melakukan rujukan?
5. Bagaimana peran setiap tingkat pelayanan kesehatan dalam sistem rujukan?
6. Apa saja manfaat dari sistem rujukan?

C. STEP 3 (Brainstorming)
1. Apakah perbedaan konsultasi dan rujukan?
Konsultasi :
- Hanya dilakukan untuk menanyakan saja kasus yang sedang dialami pasien
berkaitan dengan diagnosis kepada yang lebih ahli dalam bidangnya dan
tanpa dilakukan tindakan terhadap pasien
- Tujuannya untuk melakukan tindakan pencegahan sehingga tidak terjadi
perkembangan penyakit pada pasien yang memiliki faktor resiko
Rujukan :
- Rujukan dilakukan tindakan kepada pasien karena adanya pelimpahan
wewenang atau tugas bagi dokter yang mendapatkan rujukan
- Alasan dilakukannya rujukan karena adanya kekurangan SDM kesehatan dan
kurangnya alat dan fasilitas yang memadai
- Alasan lain adalah adanya perubahan pola penyakit yang menjadi lebih parah
sehingga harus dirujuk ke yang lebih kompeten

3
- Dapat dilaksanakan oleh peserta jaminan kesehatan atau asuransi kesehatan
dan seluruh fasilitas kesehatan
- Faktor geografis seperti suatu kabupaten tidak mampu menangani pasien
karena beberapa faktor sehingga dipindahkan ke kabupaten yang memiliki
fasilitas lebih komplit

2. Apa saja macam – macam rujukan?


 Rujukan horizontal : setara tingkatannya. Dirujuk apabila perujuk tidak
dapat memberikan pelayanan kesehatan karena keterbatasan fasilitas dan
perawatan
 Rujukan vertikal : beda tingkatan. Contohnya dari fasilitas kesehatan dari
tingkat rendah ke tinggi ataupun sebaliknya
 Rujukan parsial : pengiriman pasien ke pemberi pelayanan kesehatan lain
dalam rangka menegakkan diagnosis atau pemberian terapi, yang
merupakan rangkaian perawatan pasien pada fasilitas kesehatan tersebut
 Menurut sistem kesehatan nasional (SKN) terdapat 2 rujukan:
o Rujukan kesehatan : upaya pencegahan penyakit dan upaya peningkatan
kesehatan. Biasanya merujuk pada rujukan teknologi, sarana dan
prasarana.
o Rujukan medik : upaya penyembuhan penyakit serta pemulihan
kesehatan. Jenis rujukan medik ada 3, yaitu :
1. transfer of patient (konsultasi)
2. transfer of spesiment
3. transfer of knowladge

3. Apa saja syarat yang harus dipenuhi untuk merujuk pasien?


 Kekurangan SDM tenaga medis
 Kekurangan prasarana dan sarana
 Pasien membutuhkan pelayanan kesehatan spesialistik dan sub
spesialistik
 Karena permasalahan pasien dapat ditangani oleh tingkat pelayanan yang
lebih rendah (Rujukan vertikal dari tingkat tinggi ke rendah)

4
 Pelayanan di faskes primer dapat dirujuk langsung ke faskes tersier
apabila kasusnya telah ditegakkan diagnosis dan rencana terapi dan
merupakan pelayanan berulang yang tersedia di faskes tersier

4. Bagaimana tahapan melakukan rujukan?


Prosedur bagi pengirim rujukan :
1. Menginformasikan pada pasien alasan merujuk meliputi diagnosa dan
terapi atau tindakan medis yang diperlukan. Resiko yang dapat timbul
apabila rujukan tidak dapat dilakukan dan resiko penyulit yang timbul
dalam perjalanan.
2. Melakukan komunikasi dengan faskes yang dituju sebelum merujuk
3. Membuat surat rujukan dan menampilkan hasil diagnosa
4. Membuat laporan rujukan
5. Mempertahankan stabilitas keadaan umum pasien
6. Pendampingan pasien oleh tenaga kesehatan
7. Menyerahkan surat rujukan pada pihak berwenang ke faskes tujuan

Prosedur bagi penerima rujukan :


1. Menginformasikan terhadap ketersediaan sarana dan prasarana,
kompetensi dan ketersediaan tenaga kesehatan
2. Memberikan pertimbangan medis atas kondisi pasien
3. Surat pengantar rujukan berisi :
- identitas pasien
- hasil pemerikasaan yang telah dilakukan
- diagnosa pasien
- terapi/tindakan yang telah dilakukan
- tujuan rujukan
- nama dan ttd tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan

5. Bagaimana peran setiap tingkat pelayanan kesehatan dalam sistem rujukan?


- Tingkat pelayanan kesehatan 1 : pelayanan medik dasar. Contoh
puskesmas

5
- Tingkat pelayanan kesehatan 2 : pelayanan medik spesialistik. Contoh
Rumah Sakit
- Tingkat pelayanan kesehatan 3 : pelayanan medik sub spesialistik.
Contoh Rumah Sakit Jantung dan Paru

6. Apa saja manfaat dari sistem rujukan?


Dari sudut pandang pemerintah sebagai penentu kebijakan :
- Membantu penghematan dana
- Memperjelas sistem pelayanan kesehatan
- Memudahkan administrasi

Dari sudut pandang masyarakat sebagai pemakai jasa :


- Meringankan biaya pengobatan
- Mempermudah masyarakat mendapatkan pelayanan

Dari sudut pandang kalangan kesehatan sebagai penyedia jasa :


- Memperjelas jenjang karir nakes
- Membantu meningkatkan pengetahuan dan keterampilan nakes
- Memudahkan dan meringankan beban dan tugas nakes

6
D. STEP 4 (Mapping/Analysing the problem)

Pemeriksaan Konsul

Sistem Rujukan

Sistem Rujukan
Manfaat dan syarat Macam Rujukan
Bertingkat

Tahap

E. STEP 5 (Learning objective)


1. Mahasiswa mampu memahami, mengetahui dan menjelaskan konsultasi
2. Mahasiswa mampu memahami, mengetahui dan menjelaskan sistem rujukan
3. Mahasiswa mampu memahami, mengetahui dan menjelaskan sistem rujukan
bertingkat beserta penyedia layanan kesehatan
4. Mahasiswa mampu memahami, mengetahui dan menjelaskan macam – macam
rujukan
5. Mahasiswa mampu memahami, mengetahui dan menjelaskan tahapan
melakukan rujukan

7
F. STEP 7 (Reporting/generalisation)
Learning Objective 1
Mahasiswa mampu memahami, mengetahui dan menjelaskan konsultasi

Konsultasi adalah upaya meminta bantuan profesional penanganan suatu


kasus penyakit yang sedang ditangani oleh seorang dokter kepada dokter lainnya
yang lebih ahli.

Dalam pedoman kode etik Kedokteran Soal konsultasi ialah soal yang sangat
penting dalam hubungan antara kolega/sejawat. Pada kesempatan tersebut tampak
kepribadian dan budi seorang dan kesetiaannya, serta sifat persaudaraannya terhadap
teman sejawat. Tidak jarang pada waktu itu terjadi kesalah-pahaman dan timbul
perasaan tersinggung. Untuk memperkecil kemungkinan tersebut baiklah
diperhatikan hal-hal berikut :

1. Sebagaimana diterangkan di atas, usul untuk mengadakan konsultasi


sebaiknya datang dari dokter yang pertama-tama menangani penyakitnya,
terdorong oleh keinsyafan atas batas kemampuan atau karena merasa pasien
atau keluarganya menginginkan konsultasi. Untuk dapat merasakan yang
demikian diperlukan pengetahuan psikologik tentang mentalitas pasien yang
dihadapi, sedikitnya banyak ketidak puasan timbul kalau pasien sendiri
menghendaki dan mengusulkan konsultasi. Bagaimanapun juga adalah hak
pasien, untuk memilih sendiri konsulen yang disukai.
2. Pemeriksaan oleh konsulen di rumah pasien sebaliknya dihadiri oleh dokter
pertama yang terlebih dahulu memberikan keterangan dan pendapatnya
mengenai pasien. Sesudah melakuan pemeriksaan, kedua dokter tersebut
mencari tempat tersendiri untuk pertukaran pendapat dan musyawarah.
Konsulen melanggar ketentuan etik kalau secara terbuka ataupun dengan
isyarat menyalahkan apa yang telah diperbuat dokter pertama. Perselisihan
pendapat harus dikemukakan dengan secara demikian sehingga tidak
menguncangkan kepercayaan pasien terhadap dokter pertamanya.
3. Yang lebih banyak terjadi, ialah seorang pasien dikirim kepada spesialis di
tempat prakteknya untuk konsultasi. Pengiriman seperti itu harus disertai
surat dokter dalam sampul tertutup yang berisi keterangan yang cukup
8
mengenai pasien. Tidak dibenarkan menyampaikan keterangan lisan melalui
pasien sendiri.
4. Dokter spesialis konsulen mengirimkan kembali pasien disertai pendapatnya
secara tertulis dalam sampul tertutup pula, kecuali jikalau telah disepakati
bahwa konsulen akan meneruskan pengobatannya sampai sembuh.
5. Tidak dibenarkan konsulen memberitahukan kepada pasien secara langsung
ataupun tidak tentang kekeliruan yang dibuat dokter pertama. Segala
pendapat dan nasihat disampaikan secara tertulis dan terserah kepada dokter
pengobat untuk membicarakan dengan pasien.
6. Konsulen menetapkan dan menagih sendiri imbalan jasanya, kalau perlu
setelah bermusyawarah dengan dokter pertama.

Contoh surat konsultasi :

9
Learning Objective 2
Mahasiswa mampu memahami, mengetahui dan menjelaskan sistem rujukan

Definisi Sistem Rujukan


Sistem Rujukan pelayanan kesehatan adalah penyelenggaraan pelayanan
kesehatan yang mengatur pelimpahan tugas dan tanggung jawab pelayanan kesehatan
secara timbal balik baik vertikal maupun horizontal yang wajib dilaksanakan oleh
peserta jaminan kesehatan atau asuransi kesehatan sosial, dan seluruh fasilitas
kesehatan (BPJS Kesehatan 2014). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 1 Tahun 2012 tentang Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan Perorangan
menjelaskan bahwa sistem rujukan merupakan suatu penyelenggaran pelayanan
kesehatan yang mengatur pelimpahan tugas dan tanggung jawab pelayanan kesehatan
secara timbal balik baik vertikal maupun horizontal. Pelayanan kesehatan
dilaksanakan secara berjenjang, sesuai kebutuhan medis dimulai dari pelayanan
kesehatan tingkat pertama. Sistem rujukan diwajibkan bagi pasien yang merupakan
peserta jaminan kesehatan atau asuransi kesehatan sosial dan pemberi pelayanan
kesehatan (Kemenkes RI, 2012). Sistem rujukan mengatur alur dari mana dan harus
ke mana seseorang yang mempunyai masalah kesehatan tertentu untuk
memeriksakan kesehatannya (Ali, et al., 2015).

Tujuan Sistem Rujukan


Sistem rujukan diselenggarakan dengan tujuan memberikan pelayanan
kesehatan secara bermutu, sehingga tujuan pelayanan tercapai tanpa harus
menggunakan biaya yang mahal (Putri, 2016). Sistem rujukan berarti bertujuan agar
berjalan secara efektif sekaligus efisien yaitu berarti berkurangnya waktu tunggu
dalam proses merujuk dan berkurangnya rujukan yang tidak perlu karena sebenarnya
dapat ditangani di FKTP (Kemenkes RI, 2012). Era Jaminan Kesehatan Nasional
memberlakukan sistem rujukan yang berjenjang, dimana pelayanan kesehatan
dimulai di fasilitas kesehatan tingkat pertama (BPJS Kesehatan, 2014).
Diberlakukannya sistem rujukan berjenjang mengharuskan pasien BPJS untuk
mengutamakan berobat ke puskesmas yang merupakan fasilitas pelayanan primer.
Jika pasien tidak dapat ditangani di fasilitas pelayanan primer baru diberlakukan
rujukan pasien ke fasilitas pelayanan sekunder (ex: Rumah Sakit).

10
Manfaat Sistem Rujukan
Dari sudut pandang pemerintah sebagai penentu kebijakan
1. Membantu penghematan dana, karena tidak perlu menyediakan berbagai
macam alat kedokteran pada setiap sarana kesehatan.
2. Memperjelas system pelayanan kesehatan, kemudian terdapat hubungan
antara kerja berbagai sarana kesehatan yang tersedia.
3. Memudahkan pekerjaan administrasi, terutama pada aspek perencanaan

Dari sudut masyarakat sebagai pemakai jasa pelayanan :


1. Meringankan biaya pengobatan, karena dapat dihindari pemeriksaan yang
sama secara berulang-ulang.
2. Mempermudah masyarakat dalam mendapatkan pelayanan, karena telah
diketahui dengan jelas fungsi dan wewenang setiap sarana pelayanan
kesehatan

Dari sudut tenaga kesehatan:


1. Memperjelas jenjang karir tenaga kesehatan dengan berbagai akibat positif,
semangat kerja, ketekunan dan dedikasi.
2. Membantu peningkatan pengetahuan dan ketrampilan melalui jalinan
kerjasama.
3. Memudahkan/ meringankan beban tugas, karena setiap sarana kesehatan
mempunyai tugas dan kewajiban tertentu

SISTEM RUJUKAN
1. Upaya kesehatan diselenggarakan secara terpadu, berkesinambungan, dan
paripurna melalui sistem rujukan.
2. Rujukan di bidang upaya kesehatan perorangan dalam bentuk pengiriman
pasien, spesimen, dan pengetahuan tentang penyakit dengan memperhatikan
kendali mutu dan kendali biaya, serta rujukan di bidang upaya kesehatan
masyarakat dilaksanakan secara bertanggung jawab oleh tenaga kesehatan
yang kompeten dan berwenang serta sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan yang berlaku.

11
Sistem Rujukan Kesehatan Perorangan
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75 Tahun
2014 Pasal 3
(1) Sistem rujukan pelayanan kesehatan perorangan diselenggarakan secara
berjenjang berdasarkan kompetensi dan fasilitas pelayanan kesehatan yang
tersedia, yang melibatkan semua fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah dan
masyarakat/swasta.
(2) Khusus untuk sistem rujukan pelayanan kesehatan perorangan bagi ibu hamil
dan bersalin diselenggarakan berjenjang dari FKTP ke Puskemas PONED 24 Jam,
lalu ke RS PONEK 24 Jam baik milik pemerintah maupun masyarakat/swasta.
(3) RS Swasta melaksanakan pelayanan kesehatan perorangan dan dapat pula
menjadi rujukan bagi pelayanan kesehatan lainnya.
(4) Semua fasilitas kesehatan rujukan harus terakreditasi sesuai dengan kelasnya.
(5) RS Pemerintah dan Swasta wajib menerima pasien rujukan dan /atau kasus
gawat darurat tanpa melihat status dan latar belakang termasuk status
keikutsertaan dalam jaminan kesehatan, serta menanganinya sesuai dengan
prosedur dan standar pelayanan yang berlaku.
(6) RS Pemerintah dan Swasta wajib menyediakan tempat tidur Kelas 3 dalam
jumlah yang memadai.
(7) Pembiayaan untuk kasus rujukan bagi peserta BPJS dibebankan kepada BPJS;
bagi pasien yang tidak tercakup dalam skema jaminan kesehatan dibebankan
kepada yang bersangkutan, dan bagi masyarakat miskin yang tidak termasuk
dalam PBI dibebankan kepada Pemerintah Daerah dan Pemerintah
Kabupaten/Kota.
(8) Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota wajib menyediakan Rumah Tunggu atau
Rumah Singgah di Kota Pekanbaru bagi ibu hamil dengan risiko tinggi yang harus
ditangani di RS Rujukan Provinsi, dan bagi pasien PTM yang membutuhkan
pengobatan rutin di RS Rujukan Provinsi; serta bagi pasien yang menunggu
jadwal operasi.
(9) Dinas menyusun petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis upaua
memfasilitasi tersedianya pelayanan transportasi rujukan medis dari puskesmas.

12
(10) Dinas berwenang untuk menata, mengarahkan, dan mengawasi sistem
rujukan kesehatan perorangan.

Sistem Rujukan Kesehatan Masyarakat


Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75 Tahun
2014 Pasal 41
(1) Sistem rujukan pelayanan kesehatan masyarakat diselenggarakan secara
berjenjang dari desa/kelurahan, puskesmas, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota,
dan Dinas Kesehatan Provinsi.
(2) Dinas dalam penerimaan rujukan pemeriksaan sampel makanan minuman
dan lingkungan yaitu tanah, air, udara, dan spesimen lainnya, secara teknis
dilaksanakan oleh UPT Laboratorium Kesehatan.
(3) Rumah Sakit Pemerintah dan Swasta berkewajiban melaksanakan Upaya
Kesehatan Masyarakat dan berkordinasi dengan Dinas.

Sistem Rujukan untuk Kepentingan Pendidikan Kedokteran dan Kesehatan


Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 2014 (Pasal
25)
(1) Sistem rujukan untuk kepentingan pendidikan kedokteran dan kesehatan
diselenggarakan secara khusus yaitu dari semua fasilitas kesehatan langsung ke
rumah sakit pendidikan.
(2) Rumah sakit pendidikan dapat menerima pasien yang menjadi kewenangan
FKTP untuk kepentingan pendidikan kedokteran dan kesehatan.
(3) Penyelenggaraan sistem rujukan untuk kepentingan pendidikan dan
kesehatan dapat dibiayai oleh BPJS.

Learning Objective 3
Mahasiswa mampu memahami, mengetahui dan menjelaskan sistem rujukan
bertingkat beserta penyedia layanan kesehatan
Pelaksanaaan rujukan penanganan masalah kesehatan masyarakat antar
Fasilitas kesehatan dapat dilaksanakan dengan alasan sebagai berikut:
1) Fasilitas Kesehatan tidak memiliki wewenang untuk dapat menangani

13
masalah kesehatan masyarakat yang terjadi.
2) Fasilitas kesehatan mengalami keterbatasan sumberdaya (sarana,
prasarana, alat, tenaga) dan kompetensi untuk mengatasi suatu kondisi,
baik yang sifatnya sementara ataupun menetap.
3) Fasilitas Kesehatan tidak memiliki kapasitas yang cukup untuk
menangani masalah kesehatan masyarakat
Proses rujukan dianggap sudah terjadi apabila telah terdapat serah terima
secara tertulis antara perujuk dengan penerima rujukan, sehingga terjadi
pelimpahan tanggung jawab dan wewenang dari fasilitas kesehatan perujuk
kepada fasilitas kesehatan penerima rujukan, dikecualikan untuk koordinasi
pemberian informasi masalah kesehatan yang terjadi di wilayah rujukan.
Pelaksanaan Pedoman Teknis Rujukan Upaya Kesehatan Masyarakat ini
tidak berlaku pada kondisi bencana alam, wabah, kejadian luar biasa (force
mayeur) termasuk kekhususan permasalahan kesehatan masyarakat, dan
pertimbangan geografis.
1) Jenjang Administratif Rujukan
Rujukan UKM berdasarkan jenjang administratif pemerintahan yang
berlaku. Berdasarkan Lampiran BAB 5 Peraturan Presiden Republik
Indonesia No 72 tahun 2012 tentang Sistem Kesehatan Nasional,
menyebutkan bahwa penyelenggaraan upaya kesehatan meliputi Upaya
Kesehatan Perorangan dan Upaya Kesehatan Masyarakat. Sumber daya
dalam penyelenggaraan upaya kesehatan meliputi terutama tenaga
kesehatan, fasilitas kesehatan, perbekalan kesehatan, dan teknologi serta
produk teknologi. Terdapat tiga tingkatan Upaya Kesehatan Masyarakat
menurut Lampiran BAB 5 Peraturan Presiden Republik Indonesia No 72
tahun 2012 tentang sistem Kesehatan Nasional yaitu Upaya Kesehatan
Masyarakat Primer, Upaya Kesehatan Masyarakat Sekunder, dan Upaya
Kesehatan Masyarakat Tersier. Jenjang Rujukan UKM yang digunakan di
Provinsi Jawa Timur menganalogikan jenjang Upaya Kesehatan Masyarakat
Primer adalah jenjang Upaya Kesehatan Masyarakat di tingkat Kecamatan,
Upaya Kesehatan Masyarakat Sekunder adalah jenjang Upaya Kesehatan
Masyarakat di tingkat Kab/Kota, dan Upaya Kesehatan Masyarakat Tersier

14
adalah jenjang Upaya Kesehatan Masyarakat di tingkat Provinsi. Sehingga,
jenjang Rujukan Upaya Kesehatan Masyarakat Provinsi Jawa Timur
memiliki 3 Jenjang yaitu jenjang Kecamatan, jenjang kabupaten/kota, dan
Jenjang Provinsi. Penjelasan masing- masing jenjang adalah sebagai
berikut:
A. Jenjang Kecamatan
Jenjang Kecamatan merupakan jenjang pemerintahan dan
perwakilannya yang berada pada tingkat maksimal adalah kecamatan.
Yang masuk dalam wilayah jenjang kecamatan adalah jenjang
administrative pemerintahan mulai dari RT sampai Kecamatan.
Penanggung jawab bidang kesehatan di level kecamatan adalah
puskesmas. Jenjang kecamatan ini memiliki kewenangan:
1. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan kecamatan (pelayanan
peningkatan, pencegahan tanpa mengabaikan pengobatan dan
pemulihan dengan sasaran keluarga, kelompok, dan masyarakat)
secara operasional sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku
2. Memberikan pembiayaan pelaksanaan rujukan UKM yang berada
di wilayah kerja administrative berdasarkan kewenangan
pemerintahan yang berlaku bila mampu bersama dengan
masyarakat.
3. Melakukan kegiatan pendukung rujukan seperti surveillance,
pencatatan, pelaporan yang diselenggarakan oleh institusi yang
berwenang (puskesmas).
4. Membentuk fasilitas kesehatan secara khusus untuk dapat
melaksanakan tugas Upaya Kesehatan Masyarakat di wilahnya
berdasarkan perundang- undangan yang berlaku.
5. Memfasilitiasi pengaduan masalah kesehatan masyarakat dan
melakukan rujukan kepada jenjang yang lebih tinggi bila
diperlukan.
6. Menerima rujuk balik dari jenjang yang lebih tinggi sesuai dengan
peraturan yang berlaku

15
7. Melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan rujukan UKM
kerja administrasi masing-masing.
B. Jenjang Kabupaten/Kota
Jenjang Kabupaten/Kota merupakan merupakan jenjang pemerintahan
dan perwakilannya dalam bidang kesehatan (Dinas Kesehatan
kab/kota) yang berada pada tingkat kabupaten/kota. Jenjang
Kabupaten Kota ini memiliki kewenangan:
1. Menerima rujukan kesehatan dari pelayanan kesehatan masyarakat
tingkat kecamatan dan memberikan fasilitas dalam bentuk sarana,
teknologi, dan sumber daya manusia kesehatan serta didukung
oleh pelayanan kesehatan masyarakat tingkat provinsi
2. Memberikan pembiayaan pelaksanaan rujukan UKM yang berada
di wilayah kerja administrative berdasarkan kewenangan
pemerintahan kab/kota yang berlaku.
3. Dinas Kesehatan Kab/Kota bertanggung jawab dalam pelayanan
kesehatan masyarakat sebagai fungsi teknis yaitu melaksanakan
pelayanan kesehatan masyarakat yang tidak sanggup atau tidak
memadai dilakukan pada pelayanan kesehatan masyarakat tingkat
kecamatan.
4. Menjadi fasilitator atau merekomendasi rujukan ke instansi non
kesehatan yang terkait dengan masalah kesehatan secara
horizontal.
5. Melakukan kegiatan pendukung rujukan seperti surveillance,
pencatatan, pelaporan yang diselenggarakan oleh institusi yang
berwenang.
6. Membentuk fasilitas kesehatan secara khusus untuk dapat
melaksanakan tugas Upaya Kesehatan Masyarakat di wilahnya
berdasarkan perundang- undangan yang berlaku.
7. Memfasilitiasi pengaduan masalah kesehatan masyarakat dan
melakukan rujukan kepada jenjang yang lebih tinggi bila
diperlukan.
8. Menerima rujuk balik dari jenjang yang lebih tinggi sesuai dengan

16
peraturan yang berlaku
9. Melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan rujukan UKM
kerja administrasi masing-masing.
C. Jenjang Provinsi
Jenjang Provinsi merupakan merupakan jenjang pemerintahan dan
perwakilannya dalam bidang kesehatan (Dinas Kesehatan atau
Kementerian Kesehatan) yang berada pada tingkat Provinsi. Jenjang
Nasional tidak diatur dalam pedoman Rujukan UKM di Jawa Timur
karena pedoman ini hanya sampai pada tingkat Provinsi. Jenjang
UKM tingkat provinsi ini memiliki kewenangan:
1. Menerima rujukan kesehatan dari pelayanan kesehatan masyarakat
tingkat kabupaten/kota dan memberikan fasilitas dalam bentuk
sarana, teknologi, sumber daya manusia kesehatan dan rujukan
operasional serta melakukan penelitian dan pembangunan bidang
kesehatan masyarakat dan penapisan teknologi dan produk
teknologi yang terkait
2. Memberikan pembiayaan pelaksanaan rujukan UKM yang berada
di wilayah kerja administrative berdasarkan kewenangan
pemerintahan provinsi yang berlaku.
3. Dinas Kesehatan provinsi bertanggung jawab dalam pelayanan
kesehatan masyarakat tingkat provinsi sebagai fungsi teknis yaitu
melaksanakan pelayanan kesehatan masyarakat yang tidak
sanggup atau tidak memadai dilakukan pada pelayanan kesehatan
masyarakat tingkat kecamatan.
4. Menjadi fasilitator atau merekomendasi rujukan ke instansi non
kesehatan yang terkait dengan masalah kesehatan secara
horizontal.
5. Melakukan kegiatan pendukung rujukan seperti surveillance,
pencatatan, pelaporan yang diselenggarakan oleh institusi yang
berwenang.
6. Membentuk fasilitas kesehatan secara khusus untuk dapat
melaksanakan tugas Upaya Kesehatan Masyarakat di wilahnya

17
berdasarkan perundang- undangan yang berlaku.
7. Memfasilitiasi pengaduan masalah kesehatan masyarakat dan
melakukan rujukan kepada jenjang yang lebih tinggi bila
diperlukan.
8. Menerima rujuk balik dari jenjang yang lebih tinggi sesuai dengan
peraturan yang berlaku
9. Melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan rujukan UKM
kerja administrasi masing-masing.

2) Alur Sistem Rujukan


Rujukan Upaya Kesehatan Masyarakat adalah pengaturan sistem rujukan
dengan penetapan batas wilayah administrasi daerah berdasarkan
kemampuan pelayanan medis, penunjang, dan fasilitas kesehatan yang
terstruktur sesuai dengan kemampuan dan kewenangan, kecuali dalam
kondisi KLB, Wabah dan bencana alam.
Wilayah cakupan Rujukan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) adalah
pengaturan wilayah berdasarkan kemampuan dan kewenangan yang dimiliki
fasilitas pelayanan kesehatan yang terstruktur untuk mempermudah akses
masyarakat terhadap pelayanan kesehatan sesuai dengan permasalahan
kesehatan masyarakat yang dimiliki dengan efektif dan efisien. Penentuan
Rujukan UKM Provinsi Jawa Timur ditetapkan sesuai kondisi dan
kebutuhan.

18
Keterangan:

: Rujukan

: Rujukan Balik

: Rujukan Kondisi Tertentu

: Rujukan Lintas Sektor

: Batas Jenjang rujukan

: Perwakilan Pemerintah daerah dalam bidang Kesehatan

Gambar . Alur Rujukan Kesehatan Masyarakat

Penjelasan Alur
Penjelasan Skema Alur Rujukan Upaya Kesehatan Masyarakat Provinsi Jawa
Timur adalah sebagai berikut:
1. Alur rujukan ini mengatur rujukan vertikal, rujukan horisontal dan

19
rujukan balik dalam sistem rujukan antar fasilitas kesehatan dan non
kesehatan yang berhubungan dengan pemecahan masalah kesehatan
masyarakat berdasarkan jenjang administrative pemerintahan.
2. Rujukan Upaya Kesehatan Masyarakat dilakukan secara berjenjang
dari Pelayanan UKM dan non kesehatan tingkat kecamatan ke tingkat
kab/kota dan provinsi;
3. Rujukan akhir adalah Presiden dan Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia;
4. Dalam kondisi normal, masyarakat yang membutuhkan Pelayanan
UKM, harus terlebih dahulu menuju Fasilitas Upaya Kesehatan
Masyarakat tingkat kecamatan yaitu Puskesmas;
5. Jika Fasilitas Upaya Kesehatan Masyarakat tingkat kecamatan tidak
memiliki memiliki kemampuan dan dan kewenangan menangani
masalah kesehatan masyarakat yang ada, Fasilitas UKM tingkat
kecamatan wajib merujuk secara secara vertikal ke Fasilitas UKM
tingkat kab/kota yang memiliki kemampuan kewenangan dalam
menangani masalah kesehatan masyarakat tersebut berdasarkan hasil
asessment yang dilakukan;
6. Jika Fasilitas Upaya Kesehatan Masyarakat tingkat Kab/Kota tidak
memiliki memiliki kemampuan dan dan kewenangan menangani
masalah kesehatan masyarakat yang ada, Fasilitas UKM tingkat
Kab/Kota wajib merujuk secara horisontal secara vertikal ke Fasilitas
UKM tingkat Pusat yang memiliki kemampuan kewenangan dalam
menangani masalah kesehatan masyarakat tersebut berdasarkan hasil
asessment yang dilakukan.
7. Rujukan yang ditujukan pada Instansi non kesehatan yang terkait
dalam pemecahan masalah kesehatan masyarakat dalam kondisi
normal harus melalui instansi kesehatan di wilayah pemerintahan
(dinas kesehatan/ kementerian kesehatan) sesuai kewenangan
administratif yang berlaku.
8. Fasilitas Kesehatan di tingkat Kecamatan terdiri dari 3 fasilitas
kesehatan adalah poskesdes, pustu, dan puskesmas. Fasilitas

20
Kesehatan di tingkat Kab/Kota adalah Rumah sakit tingkat
kabupaten/kota dan Dinas Kesehatan kabupaten/kota. Fasilitas
Kesehatan di tingkat Provinsi adalah rumah sakit tingkat Provinsi dan
Dinas Kesehatan Provinsi.
9. Rujukan penemuan masalah dari Fasilitas Kesehatan di tingkat
Kecamatan ke Fasilitas Kesehatan di tingkat Kota secara vertikal,
dilakukan secara berjenjang dari Fasilitas Kesehatan di tingkat
Provinsi ke dinas kesehatan kabupaten kota, dinas kesehatan
kabupaten kota ke dinas kesehatan Provinsi, dinas kesehatan Provinsi
ke kementerian kesehatan atau sebaliknya sesuai dengan kondisi,
kewenangan dan kemampuan permasalahan kesehatan yang ada.
10. Apabila penemuan masalah kesehatan masyarakat bermula dari RS
atau Fasilitas Kesehatan kabupaten kota, provinsi, atau nasional,
maka dilakukan konfirmasi pada Fasilitas Kesehatan di tingkat
Kecamatan yang bertanggung jawab dalam penanganan kasus di
daerah asal kasus untuk dapat dilakukan tindakan.
11. Jika Fasilitas Kesehatan di tingkat Kecamatan atau Fasilitas
Kesehatan di tingkat Kab/Kota tidak memiliki kemampuan namun
memiliki kewenangan dalam menangani kasus, Fasilitas Kesehatan di
tingkat Kecamatan atau Fasilitas Kesehatan di tingkat Kab/Kota dapat
melakukan rujukan horisontal sesama Fasilitas Kesehatan di tingkat
Kecamatan atau Fasilitas Kesehatan di tingkat Kab/Kota;
12. Dalam kondisi tertentu, yaitu bencana, KLB, Wabah, kekhususan
permasalahan kesehatan pasien, pertimbangan geografis, dan
pertimbangan ketersediaan fasilitas, masyarakat dapat mengakses
fasilitas kesehatan tanpa melalui prosedur rujukan UKM.

Peran Dinas Provinsi


Peran Dinas Provinsi adalah sebagai berikut:

a. Merekomendasi fasilitas kesehatan rujukan Provinsi;


b. Merekomendasi area rujukan UKM dan fasilitas kesehatan di
kabupaten/kota yang dia punya;

21
c. Melakukan koordinasi dengan stakeholder dalam pelaksanaan Rujukan
UKM;
d. Menfasilitasi pemenuhan standar sumber daya manusia, sarana, prasarana,
dan alat kesehatan di fasilitas kesehatan milik pemerintah;
e. Memfasilitasi terbentuknya forum komunikasi antar fasilitas kesehatan di
tingkat provinsi;
f. Melakukan rujukan dan koordinasi dengan instansi terkait pemecahan
masalah kesehatan di tingkat provinsi (Lintas Sektor).
g. Melakukan Rujukan ke Kementerian kesehatan jika diperlukan.
h. Melakukan pembinaan, monitoring dan evaluasi regionalisasi sistem
rujukan di tingkat provinsi.

Peran Dinas Kabupaten/Kota


Peran Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota adalah :
a. Menyusun Rujukan UKM kabupaten/kota;
b. Menfasilitasi pemenuhan standar sumber daya manusia, sarana, prasarana,
dan alat kesehatan di fasilitas kesehatan milik pemerintah;
c. Melakukan koordinasi dengan stakeholder dalam pelaksanaan sistem rujukan;
d. Memfasilitasi terbentuknya forum komunikasi antar fasilitas kesehatan di
tingkat kabupaten/kota;
e. Melakukan rujukan dan koordinasi dengan instansi terkait pemecahan
masalah kesehatan di tingkat kabupaten kota (Lintas Sektor).
f. Melakukan Rujukan ke Fasilitas Kesehatan di tingkat Provinsi jika diperlukan
g. Melakukan pembinaan, monitoring dan evaluasi regionalisasi sistem
rujukan di tingkat kabupaten/kota.

Learning objective 4
Mahasiswa mampu memahami, mengetahui dan menjelaskan macam – macam
rujukan

Azas penyelenggaraan puskesmas yang keempat adalah rujukan. Sebagai


sarana pelayanan kesehatan tingkat pertama, kemampuan yang dimiliki oleh
puskesmas terbatas. Padahal puskesmas berhadapan langsung dengan masyarakat

22
dengan berbagai permasalahan kesehatannya. Untuk membantu puskesmas
menyelesaikan berbagai masalah kesehatan tersebut dan juga untuk meningkatkan
efisiensi, maka penyelenggaraan setiap upaya puskesmas (wajib, pengembangan dan
inovasi) harus ditopang oleh azas rujukan.
Rujukan adalah pelimpahan wewenang dan tanggungjawab atas kasus
penyakit atau masalah kesehatan yang diselenggarakan secara timbal balik, baik
secara vertikal dalam arti satu strata sarana pelayanan kesehatan ke strata sarana
pelayanan kesehatan lainnya, maupun secara horisontal dalam arti antar sarana
pelayanan kesehatan yang sama.
Sesuai dengan jenis upaya kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas
ada dua
macam rujukan yang dikenal, yakni:

a. Rujukan upaya kesehatan perorangan


Cakupan rujukan pelayanan kesehatan perorangan adalah kasus penyakit.
Apabila suatu puskesmas tidak mampu menanggulangi satu kasus penyakit
tertentu, maka puskesmas tersebut wajib merujuknya ke sarana pelayanan
kesehatan yang lebih mampu (baik horisontal maupun vertikal). Sebaliknya
pasien paska rawat inap yang hanya memerlukan rawat jalan sederhana,
dirujuk ke puskesmas. Rujukan upaya kesehatan perorangan dibedakan atas
tiga macam:
1) Rujukan kasus keperluan diagnostik, pengobatan, tindakan medik
(biasanya operasi) dan lain-lain.
2) Rujukan bahan pemeriksaan (spesimen) untuk pemeriksaan
laboratorium yang lebih lengkap.
3) Rujukan ilmu pengetahuan antara lain mendatangkan tenaga yang
lebih kompeten untuk melakukan bimbingan kepada tenaga
puskesmas dan ataupun menyelenggarakan pelayanan medik di
puskesmas.

b. Rujukan upaya kesehatan masyarakat


Cakupan rujukan pelayanan kesehatan masyarakat adalah masalah kesehatan
masyarakat, misalnya kejadian luar biasa, pencemaran lingkungan, dan

23
bencana. Rujukan pelayanan kesehatan masyarakat juga dilakukan apabila
satu puskesmas tidak mampu menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat
wajib dan pengembangan, padahal upaya kesehatan masyarakat tersebut telah
menjadi kebutuhan masyarakat. Apabila suatu puskesmas tidak mampu
menanggulangi masalah kesehatan masyarakat, maka puskesmas tersebut
wajib merujuknya ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Rujukan upaya
kesehatan masyarakat dibedakan atas tiga macam:
1) Rujukan sarana dan logistik, antara lain peminjaman peralatan
fogging, peminjaman alat laboratorium kesehatan, peminjaman alat
audio visual, bantuan obat, vaksin, bahan-bahan habis pakai dan
bahan makanan.
2) Rujukan tenaga antara lain dukungan tenaga ahli untuk penyelidikan
kejadian luar biasa, bantuan penyelesaian masalah hukum kesehatan,
penanggulangan gangguan kesehatan karena bencana alam.
3) Rujukan operasional, yakni menyerahkan sepenuhnya masalah
kesehatan masyarakat dan tanggungjawab penyelesaian masalah
kesehatan masyarakat dan atau penyelenggaraan upaya kesehatan
masyarakat (antara lain Upaya Kesehatan Sekolah, Upaya Kesehatan
Kerja, Upaya Kesehatan Jiwa, pemeriksaan contoh air bersih) kepada
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Rujukan operasional
diselenggarakan apabila puskesmas tidak mampu.

Menurut peraturan menteri kesehatan republik indonesia nomor 001 tahun


2012 tentang sistem rujukan pelayanan kesehatan perorangan, Sistem Rujukan
pelayanan kesehatan merupakan penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang
mengatur pelimpahan tugas dan tanggung jawab pelayanan kesehatan secara timbal
balik baik vertikal maupun horizontal.
1. Rujukan vertikal
Rujukan vertikal merupakan rujukan antar pelayanan kesehatan yang
berbeda tingkatan. Rujukan vertikal dapat dilakukan dari tingkatan pelayanan
yang lebih rendah ke tingkatan pelayanan yang lebih tinggi atau sebaliknya.
Rujukan vertikal dari tingkatan pelayanan yang lebih rendah ke
tingkatan pelayanan yang lebih tinggi dilakukan apabila:

24
a. pasien membutuhkan pelayanan kesehatan spesialistik atau sub
spesialistik;
b. perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan
kebutuhan pasien karena keterbatasan fasilitas, peralatan dan/atau ketenagaan
(Permenkes RI No. 001 th 2012 pasal 9).
Rujukan vertikal dari tingkatan pelayanan yang lebih tinggi ke
tingkatan pelayanan yang lebih rendah dilakukan apabila:
a. permasalahan kesehatan pasien dapat ditangani oleh tingkatan pelayanan
kesehatan yang lebih rendah sesuai dengan kompetensi dan kewenangannya;
b. kompetensi dan kewenangan pelayanan tingkat pertama atau kedua lebih
baik dalam menangani pasien tersebut;
c. pasien membutuhkan pelayanan lanjutan yang dapat ditangani oleh
tingkatan pelayanan kesehatan yang lebih rendah dan untuk alasan
kemudahan, efisiensi dan pelayanan jangka panjang; dan/atau
d. perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan
kebutuhan pasien karena keterbatasan sarana, prasarana, peralatan dan/atau
ketenagaan (Permenkes RI No. 001 th 2012 pasal 10 )

2. Rujukan horizontal
Rujukan horizontal dilakukan apabila perujuk tidak dapat memberikan
pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien karena keterbatasan
fasilitas, peralatan dan/atau ketenagaan yang sifatnya sementara atau menetap
(Permenkes RI No. 001 th 2012 pasal 8). Rujukan horizontal sebagaimana
dimaksud merupakan rujukan antar pelayanan kesehatan dalam satu
tingkatan. Rujukan dilakukan apabila perujuk tidak dapat memberikan
pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien karena keterbatasan
fasilitas, peralatan dan/atau ketenagaan yang sifatnya sementara atau menetap
(Permenkes RI No. 001 th 2012 pasal 2 & 3).

25
Learning Objective 5
Mahasiswa mampu memahami, mengetahui dan menjelaskan tahapan
melakukan rujukan
Pada dasarnya, prosedur fasilitas pemberi pelayanan kesehatan pengirim
rujukan adalah sebagai berikut:
a. Menjelaskan kepada para pasien atau keluarganya tentang alasan rujuk;
b. Melakukan komunikasi dengan fasilitas kesehatan yang dituju sebelum
merujuk;
c. Membuat surat rujukan dan juga melampirkan hasil diagnosis pasien dan
catatan medisnya;
d. Mencatat pada register dan juga membuat laporan rujukan;
e. Stabilisasi keadaan umum pasien, dan dipertahankan selama dalam
perjalanan;
f. Pendampingan pasien oleh tenaga kesehatan;
g. Menyerahkan surat rujukan kepada pihak-pihak yang berwenang di fasilitas
pelayanan kesehatan di tempat rujukan;
h. Surat rujukan pertama harus berasal dari fasilitas pelayanan kesehatan primer,
kecuali dalam keadaan darurat;
i. Ketentuan-ketentuan yang terdapat pada Askes, Jamkesmas, Jamkesda,
SKTM dan badan penjamin kesehatan lainnya tetap berlaku.

Menurut (Lony, 2015) prosedur sarana kesehatan penerima rujukan adalah:

a. Menerima rujukan pasien dan membuat tanda terima pasien


b. Mencatat kasus-kasus rujukan dan membuat laporan penerimaan rujukan
c. Mendiagnosis dan melakukan tindakan medis yang diperlukan, serta
melaksanakan perawatan disertai catatan medik sesuai ketentuan
d. Memberikan informasi meik kepada sarana pelayanan pengirim rujukan
e. Apabila pasien tidak dapat tertangani , maka pihak pelnerima rujukan
membuat surat rujukan kepada sarana pelayanan kesehatan lebih tinggi dan
dan mengirim tembusan kepada sarana kesehatan pengirim pertama

26
f. Membuat rujukan balik kepada fasilitas pelayanan perujuk bila sudah tidak
memerlukan pelayanan medis spesialistik atau subspesialistik setelah kondisi
pasien membaik

Sedangkan menurut Undang-Undang Republik Indnesia Nomor 44 tahun 2009


tentang Rumah Sakit, dan juga Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009
tentang Kesehatan mengatakan bahwa prosedur searana kesehatan penerima rujukan
adalah:

a. Pasien datang denggan membawa rujukan dari dokter fasilitas kesehatan lain
dan atau dalam hal ini pasien didampingi keluarga atau perawat fasilitas
kesehatan lain tersebut
b. Petugas administrasi menerima kedatangan pasien dan memeriksa surat
rujukan pasien dan atau disertai dengan dokumen-dokumen yang terkait
dengan pasien
c. Setelah memeriksa surat rujukan, petugas administrasi mengarahkan pasien
menuju UGD untuk mendapatkan pemeriksaan oleh dokter UGD
d. Dokter UGD memeriksa kembali kondisi umum pasien dan merencanakan
pasien untuk rawat inap dan atau memerlukan tindakan invasive yang lain,
dengan mengisi jelas pada form pengantar rawat inap atau tindakan invasive
lainnya
e. Form pengantar rawat inap dan atau tindakan invasive lainnya diserahkan
kepada pasien dan atau keluarganya berikut surat atau dokumen-dokumen
lain terkait rujukan menuju bagian administrasi
f. Menuju SPO Rawat Inapapabila rujukan untuk rawat inap, atau SPO tindakan
invasive apabila rujukan untuk dilakukan tindakan invasive.

Prosedur rujukan selalu diawali dengan penentuan masalah kesehatan


masyarakat, yang termasuk dalam masalah kesehatan masyarakat adalah:
1. Masalah yang harus menggerakkan birokrasi.
2. 18 Penyakit potensial wabah (Kholera, Pes, Demam Kuning, Demam

27
Bolak- balik, Tifus Bercak wabah, DBD, Campak, Polio, Difteri,
Pertusis, Rabies, Malaria, Influenza, Hepatitis, Tifus Perut, Meningitis,
Ensefalitis, dan Antraks);
3. Penyakit Nasional,
4. PHBS
5. Keracunan
6. Penyakit Menular (terutama TB Paru, Malaria, HIV/AIDS, DBD, dan
Diare)
7. penyakit yang kurang mendapat perhatian (neglected diseases) antara lain
filariasis, kusta, dan frambusia cenderung meningkat kembali, serta
8. PD3I (TBC, Difteri, Pertusis, Tetanus, Polio, Campak, Influenza, Demam
Tifoid, Hepatitis, Meningitis, Pneumokokus, MMR, Rotavirus, Varisela,
dan Hepatitis A), dan
9. Masalah lain yang dianggap penting
Persyaratan tata laksana dan prosedur rujukan dalam pelaksanaan
rujukan UKM ini sifatnya umum, antara lain:

Tata Laksana Rujukan


1. Pemberi pelayanan kesehatan berkewajiban merujuk permasalahan
kesehatan masyarakat bila memerlukannya (tidak memiliki kemampuan
dan kewenangan), kecuali dengan alasan yang sah (keterbatasan wewenag,
sumber daya atau geografis);
2. Rujukan harus mempertimbangkan pertimbangan rujukan Upaya
Kesehatan Masyarakat dan mendapat persetujuan dari tenaga kesehatan
yang berwenang setelah melakukan prosedur rujukan UKM sesuai
ketentuan.
3. Perujuk harus menyertakan pertimbangan dan hasil identifikasi masalah
yang telah dilakukan sebelum diputuskan dirujuk dalam bentuk pelaporan
tertulis.

28
B. Prosedur Merujuk Masalah Kesehatan Masyarakat

Gambar Prosedur Merujukan Masalah Kesehatan Masyarakat

Prosedur Umum Rujukan

a. Petugas melakukan anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan


penunjang medis untuk menentukan diagnosa utama dan diagnosa
banding;
b. Apabila hasil diagnose bukan merupakan gejala penyakit khusus
(penyakit potensial wabah, PD3I, KLB, Program Nasional) maka
langsung ditangani berdasarkan prosedur UKP. Apabila hasil
diagnose merupakan gejala penyakit khusus maka untuk
pengobatan perorangan ditangani di Fasilitas Kesehatan bila
mampu sesuai prosedur UKP namun untuk masalah kesehatan
masyarakat diberikan kepada penanggung jawab kesehatan
masyarakat di Fasilitas Kesehatan tersebut untuk dilakukan
identifikasi lebih lanjut.

29
c. Petugas analis kesehatan menganalisa dan memperhatikan domisili
pasien.
1) Apabila domisili pasien berada di wilayah kerja fasilitas
kesehatan tersebut maka segera dilakukan identifikasi penyebab
masalah terjadi dan menentukan prioritas masalah utama yang
harus segera ditangani. Apabila prioritas yang dihasilkan mampu
dan merupakan kewenangan fasilitas kesehatan maka segera
ditangani, namun apabila tidak mampu dan tidak memiliki
kewenangan dalam menangani maka di rujuk ke horizontal
maupun vertical sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
2) Apabila domisili pasien tidak berada di wilayah kerja fasilitas
kesehatan tersebut maka segera dilakukan identifikasi penyebab
masalah terjadi dan mengkoordinasikan atau member informasi
kepada pelayanan kesehatan yang paling dekat dengan domisili
pasien dan melampirkan hasil temuan penyakit khusus yang
ditemukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
d. Perujuk memastikan penerima rujukan bisa dan mampu menerima
informasi masalah kesehatan masyarakat secara jelas dengan
memanfaatkan fasilitas radiomedik dan atau media komunikasi.
Bila keadaan pasien gawat darurat, wajib diinformasikan pada
penerima rujukan;
e. Apabila kasus penyakit berada pada suatu daerah tertentu maka
bisa langsung komunikasi dengan Fasilitas Kesehatan di tingkat
Kecamatan di wilayah asal pasien yang menderita penyakit khusus.
f. Apabila terdapat kasus perpindahan seseorang ke luar daerah
kab/kota pada masa inkubasi maka dilakukan identifikasi terhadap
pola penyebaran penyakit sehingga dapat ditentukan/ diperkirakan
sumber penyakit berasal dari wilayah asal pasien atau di wilayah
kunjungan pasien. Dilakukan komunikasi dengan Fasilitas
Kesehatan di tingkat Kecamatan yang ada di wilayah asal pasien.
(prosedur member tahu Fasilitas Kesehatan di tingkat Kecamatan
asal melalui dinas kesehatan wilayah asal atau langsung ke

30
Fasilitas Kesehatan di tingkat Kecamatan asal)
g. Apabila masyarakat sakit khusus dan ingin berkunjung ke luar
daerah selama beberapa hari, maka pasien tersebut harus
melaporkan ke puskesmas untuk surat keterangan sakit dari
puskesmas untuk control di tempat tujuan. Pihak puskesmas
mengkomunikasikan perpindahan pasien tersebut ke Fasilitas
Kesehatan di tingkat Kecamatan terdekat dengan tempat tujuan
pasien. Lama pergi atau berpindah ke wilayah lain, apabila masih
diperkirakan menular maka diperlukan surat keterangan.
2. Prosedur Penanganan Masalah Kesehatan Masyarakat

a. Melakukan identifikasi masalah kesehatan masyarakat yang akan


ditangani
b. Menentukan prioritas penyelesaian masalah yang ditangani.

c. Melakukan analisis ruang lingkup rujukan dan kriteria


pertimbangan merujuk dengan ketentuan:
1) Apabila fasilitas kesehatan memiliki dapat melakukan tindakan
berdasarkan analisis matrix rujukan (tidak ada centang pada
salah satu kolom matrix), maka dilanjutkan dengan penanganan
langsung pada masalah kesehatan masyarakat yang dihadapi.
2) Apabila fasilitas kesehatan tidak dapat melakukan tindakan
berdasarkan analisis matrix rujukan (ada centang pada salah
satu kolom matrix), maka di lakukan tindakan rujukan pada
jenjang yang lebih tinggi.
d. Menentukan tujuan dan mekanisme rujukan yang digunakan sesuai
dengan kebutuhan dan prosedur yang berlaku
e. Mempersiapkan berkas administrasi rujukan

f. Melakukan Rujukan UKM

3. Prosedur Administratif

a. Dilakukan setelah melakukan identifikasi masalah kesehatan yang


terjadi.
b. Membuat catatan temuan masalah kesehatan masyarakat. Apabila
31
masalah kesehatan adalah masalah ganda yaitu masalah kesehatan
perorangan dan masalah kesehatan masyarakat maka disertakan
catatan rekam medis pasien.
c. Perujuk membuat surat rujukan untuk disampaikan kepada
penerima rujukan minimal dalam rangkap 2 (dua) :

(1) Lembar pertama dikirim ke penerima rujukan bersama data


masalah kesehatan masyarakat;
(2) Lembar kedua disimpan sebagai arsip.
d. Surat pengantar rujukan tersebut sekurang-kurangnya memuat :
(1) Identitas fasilitas pemohon;
(2) Waktu rujukan;
(3) Tujuan rujukan
(4) Jenis Objek rujukan
(5) Kondisi masalah kesehatan yang dihadapi;
(6) Upaya yang telah dilaksanakan;
(7) Jenis bantuan yang diharapkan;
(8) Alasan merujuk.

e. Mencatat masalah kesehatan pada buku register rujukan UKM;

f. Menjalin komunikasi dengan penerima rujukan; terkait persyaratan


rujukan UKM:
(1) Tersedianya unit yang memiliki tanggung jawab dalam
rujukan baik yang merujuk maupun yang dirujuk.
(2) Tersedianya tenaga, sarana, teknologi, dan operasional yang
dibutuhkan
(3) Tersedianya surat pengantar rujukan.

g. Pengiriman data dapat menggunakan teknologi yang sudah ada dan


dirasa cepat mudah dan jelas
C. Prosedur Menerima Rujukan

1. Prosedur umum

a. Menerima, meneliti dan menandatangani surat rujukan masalah

32
kesehatan;
b. Melakukan identifikasi masalah kesehatan dengan terjun ke
lapangan untuk memastikan masalah kesehatan
c. Menentukan prioritas penyebab masalah kesehatan

d. Menyusun penanganan masalah kesehatan sesuai dengan ketentuan


yang berlaku

e. Apabila tidak sanggup menangani masalah kesehatan berdasarkan


prioritas penyebab dan penanganan masalah maka fasilitas
kesehatan harus merujuk ke Fasilitas Kesehatan yang lebih mampu
dan berwenang dengan membuat surat rujukan, prosedur
selanjutnya sama seperti prosedur pengiriman.
2. Prosedur Administratif

a. Penerima rujukan menginformasikan tentang ketersediaan sarana


dan prasarana serta kompetensi dan ketersediaan tenaga kesehatan
dan bila mendapat informasi bahwa keadaan gawat darurat, wajib
memberikan pertimbangan kegawatdaruratannya;
b. Rujukan dianggap telah terjadi apabila semua persyaratan
administrasi telah diterima oleh penerima rujukan;
c. Apabila data masalah kesehatan masyarakat tersebut dapat
diterima, selanjutnya penerima rujukan membuat tanda terima
pasien sesuai aturan masing-masing sarana;
d. Mencatat identitas fasilitas kesehatn perujuk di buku register atau
pencatatan yang ditentukan;
e. Penerima rujukan wajib memberikan informasi kepada perujuk
mengenai perkembangan pemecahan masalah kesehatan
masyarakat setelah selesai memberikan penanganan.
D. Prosedur Membalas Rujukan UKM

1. Prosedur umum

Fasilitas kesehatan yang menerima rujukan, wajib


mengembalikan penanganan masalah kesehatan pada pengirim setelah
dilakukan proses antara lain:

33
a. Penanganan masalah kesehatan masyarakat dirasa sudah optimal
dan dapat ditangani lebih lanjut di fasilitas kesehatan pengirim;
b. Pemantauan masalah kesehatan masyarakat dalam kurun waktu
tertentu.

Fasilitas kesehatan yang menerima rujukan harus memberikan laporan atau


informasi penanganan masalah berdasarkan prioritas yang sudah diberikan oleh
pengirim kepada fasilitas kesehatan pengirim pasien mengenai perkembangan
penanganan masalah dari fasilitas kesehatan tersebut.
Prosedur Administratif

a. Fasilitas kesehatan yang memberikan penanganan masalah


kesehatan masyarakat berkewajiban memberi surat balasan
rujukan untuk setiap masalah yang ditangani kepada fasilitas
kesehatan yang mengirim rujukan;
b. Surat balasan rujukan bisa dititipkan petugas kesehatan,
pengiriman atau melalui teknologi yang sudah ada dan sedapat
mungkin dipastikan bahwa informasi balik tersebut diterima
petugas kesehatan yang dituju;
c. Semua fasilitas pelayanan kesehatan wajib mengisi format
pencatatan dan pelaporan.
E. Prosedur Menerima Balasan Rujukan
1. Prosedur
a. Memperhatikan anjuran tindakan yang disampaikan oleh fasilitas
kesehatan yang terakhir menangani masalah tersebut;
b. Melakukan tindak lanjut atau perawatan kesehatan masyarakat dan
memantau (follow up) sampai masalah mereda atau terselesaikan.
2. Prosedur Administratif
a. Meneliti isi surat balasan rujukan dan mencatat informasi tersebut
di buku register atau pencatatan rujukan UKM, kemudian
menyimpannya pada riwayat penanganan masalah kesehatan
masyarakat dan memberi tanda tanggal/jam telah ditindak lanjuti;
b. Segera memberi kabar kepada fasilitas kesehatan pengirim bahwa
surat balasan rujukan telah diterima.

34
Daftar Pustaka

Ali, F. A., Kandou, G. & Umboh, J., 2015. Analisis Pelaksanaan Rujukan Rawat Jalan
Tingkat Pertama Peserta Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di Puskesmas Siko
dan Puskesmas Kalumata Kota Ternate Tahun 2014. JIKMU, 5(2).

Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur. 2016. Pedoman Rujukan Upaya Kesehatan
Masyarakat Provinsi Jawa Timur.

Kemenkes RI, 2012. Pedoman Sistem Rujukan Nasional. Jakarta: Direktorat Jenderal Bina
Upaya Kesehatan Kementerian Kesehatan RI.

Kemenkes RI, 2012. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 01 Tahun
2012 Tentang Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan Perorangan. Jakarta: Kemenkes RI.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2012. Pedoman Sistem Rujukan Nasional.


Jakarta: Direktorat Jenderal BUK (Bina Upaya Kesehatan) Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia.

Keputusan menteri kesehatan republik indonesia nomor 128/menkes/sk/ii/2004 tentang


kebijakan dasar pusat kesehatan masyarakat menteri kesehatan republik Indonesia.

Peraturan Menteri Kesehatan No. 001 Tahun 2012 Tentang Sistem Rujukan Pelayanan
Kesehatan Perorangan

Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 28 Tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan


Jaminan Kesehatan Nasional;

Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 741/MENKES/PER/VII/2008, tentang SPM


Bidang Kesehatan Kabupaten/Kota;

Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 75 Tahun 2014, Tentang Pusat Kesehatan


Masyarakat;

Peraturan Presiden Nomor 72 tahun 2012 tentang Sistem Kesehatan Nasional;

Putri, A., 2016. Tinjauan Pelaksanaan Sistem Rujukan Pasien BPJS Di Puskesmas
Walantaka Kota Serang Banten, Jogjakarta: Universitas Gadjah Mada.

Republik Indonesia. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 001 Tahun 2014 tentang Sistem
Rujukan Kesehatan Perorangan. Sekretariat Negara. Jakarta. 2014.

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011, tentang Badan Pelaksana Jaminan Sosial;

Undang–Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah;

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3237);

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara

35
Republik Indonesia Nomor 4456);

36

Anda mungkin juga menyukai