Anda di halaman 1dari 27

PENGARUH INTEGRITAS INTELEKTUAL MAHASISWA

DALAM UPAYA MENGEMBANGKAN KAMPUS


KARYA ILMIAH

Diajukan untuk Mengikuti Lomba Karya Tulis Ilmiah

Oleh

Apep Hendrianto

NIM 16220128

SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (STKIP) SILIWANGI

PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN BAHASA INGGRIS

BANDUNG
2017
LEMBAR PENGESAHAN

Judul Karya Ilmiah : Pengaruh Integritas Intelektual Mahasiswa

dalam Upaya Mengembangkan Kampus

Program Studi : Pendidikan Bahasa Inggris

Nama Lengkap Pengusul : Apep Hendrianto

Nomor Induk Mahasiswa : 16220128

Jenis Kelamin : Laki-laki

Tempat / Tanggal, Tahun Lahir : Bandung, 13 September 1996

Alamat Mahasiswa : Kp. Cupu RT. 03 RW. 08 Ds. Rancamanyar

Kec. Baleendah Kab. Bandung

No. Telepon Pengusul : 083195621025

Alamat Email Pengusul : apep13hendrianto@gmail.com

Penguji 1 Penguji 2

( ) ( )

i
ABSTRAK
Dalam upaya mengembangkan kampus, diperlukan kerja sama semua
stakeholder dan elemen kampus terlebih Mahasiswa khususnya. Dalam hal ini
mahasiswa sebagai agent of change, iron stock, dan social control. Mahasiswa
sebagai agen perubahan bahwasannya terbuka dengan segala perubahan yang
terjadi di tengah masyarakat sekaligus menjadi subjek dan atau objek perubahan itu
sendiri.
Untuk mewujudkan peran mahasiswa tersebut tentunya diperlukan partisipasi
dan pengawasan dari setiap kampus yang ada di Indonesia. Kampus sebagai tempat
mahasiswa mulai mengenal, memahami serta menghasilakan ide ide kreatif dan
solutif dengan kuliah (sesuai jurusan ataupun tidak), kegiatan pengembangan diri
melalui Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) maupun Organisasi Mahasiswa
(Ormawa), dan tidak ketinggalan pula kegiatan perlombaan maupun karya tulis
ilmiah.
Karya tulis ilmiah adalah laporan tertulis dan diterbitkan yang memaparkan
hasil pengkajian yang telah dilakukan oleh seseorang atau sebuah tim dengan
memenuhi kaidah dan etika keilmuan.
Oleh karena itu diperlukan untuk menggalakkan karya tulis ilmiah dalam
lingkungan kampus. Proses menggalakkan karya tulis ilmiah ini juga sejalan
dengan aktualisasi Etika dan Budaya Akademika adalah value yang harus dimiliki
oleh seluruh civitas akademika (mahasiswa, dosen, pegawai) sesuai dengan renstra
STKIP Siliwangi Bandung. Dengan menggalakkan Karya Tulis Ilmiah diharapkan
juga mampu untuk meningkatkan integritas intelektual mahasiswa..
Kata kunci : Integritas Intelektual, Etika dan Budaya Akademika

ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kehadiran Allah Yang Maha Esa karena berkat
rahmat-Nya makalah dengan judul “Pengaruh Integritas Intelektual Mahasiswa
dalam Upaya Mengembangkan Kampus”, dapat terselesaikan dengan baik.

Penulis megucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
dalam penulisan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih terdapat kekurangan, baik dari
aspek sistematika penulisan, maupun dari aspek bahasa yang digunakan. Oleh
karena itu, semua saran dan kritikan yang bersifat konstruktif, penyusun terima
dengan senang hati. Dan semoga makalah ini bermanfaat bagi penyusun sendiri
maupun bagi para pembaca. Aamiin... Yaa Robbal ‘alamiin.

Cimahi, Nopember 2017

Penyusun

iii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ..................................................................................... i

ABSTRAK .............................................................................................................. ii

KATA PENGANTAR ........................................................................................... iii

DAFTAR ISI .......................................................................................................... iv

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

A. Latar Belakang................................................................................................ 1

B. Rumusan Masalah ........................................................................................... 3

C. Tujuan dan Manfaat ........................................................................................ 3

BAB II KERANGKA TEORITIS ........................................................................... 4

A. Etika dan Budaya Akademik .......................................................................... 4

1. Eika Mahasiswa.................................................................................................... 7

2. Etika Dosen ........................................................................................................... 8

3. Etika Staf Administrasi ....................................................................................... 9

4. Membangun Budaya Akademik......................................................................... 9

B. Integritas Intelektual ..................................................................................... 13

1. Substansi, Esensi dan Eksistensi Integritas Intelektual ................................. 13

2. Aspek-aspek Integritas Intelektual .................................................................. 14

3. Implikasi Integritas Intelektual Bagi Kepemimpinan Mahasiswa


Berkualitas .......................................................................................................... 15

BAB III METODOLOGI PENELITIAN.............................................................. 17

A. Metode .......................................................................................................... 17

B. Teknik Penelitian .......................................................................................... 19

BAB IV PENUTUP .............................................................................................. 20

A. Kesimpulan ................................................................................................... 20

iv
B. Saran ............................................................................................................. 20

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 21

v
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam rangka mengembangkan kampus, sejatinya pendidikan tidak hanya
bertujuan untuk mengembangkan keilmuan, tetapi juga membentuk kepribadian,
kemandirian, keterampilan sosial, dan karakter (Zuchdi, 2010). Lembaga
pendidikan tinggi dalam penyelenggaraan pendidikan dan pengembangan ilmu
pengetahuan, sudah selayaknya memiliki komitmen untuk melaksanakan dan
mengawal pembentukan karakter bangsa. Pengembangan budaya akademik
menjadi titik temu antara upaya pembinaan karakter dengan peningkatan
kualitas sebagai hasil dari proses pendidikan tinggi. Karakter merupakan bagian
integral dari budaya akademik, mengingat karakter diperlukan dan berpotensi
dikembangkan dari setiap aktivitas akademik.
Pendidikan tinggi (Universitas), pada dasarnya merupakan ladang tempat
lahirnya kader-kader intelektual. Sehingga disinilah nilai-nilai positif seperti
jujur, cerdas, peduli, tangguh, tanggung jawab, religius dan nilai positif lainnya
bisa ditanamkan, terinternalisasi, dan menjadi sebuah budaya dalam upaya
membangun tradisi intelektual.
Sementara yang lain, lebih mengartikan kampus sebagai tempat untuk
beradu fashion, sebagai tempat trendi-trendian, sebagai tempat tebar pesona dan
bermain cinta masa muda, dengan kesibukan untuk kian menegaskan gaya hidup
baru yang dibentuk oleh modernisasi. Tidak heran jika banyak mahasiswa hanya
datang ke kampus, duduk dan diam mendengarkan penjelasan dari dosen
kemudian pulang. Mereka lebih nyaman berlama-lama hang-out di mall,
menikmati indahnya dunia masa muda dengan semakin menyuburkan sikap
hedonis dan konsumtif dalam jiwa mereka.
Lalu, inikah yang disebut “Mahasiswa” yang tidak lain adalah golongan
tertinggi dari kaum pelajar. Melihat fakta di lapangan, mungkinkah mahasiswa
adalah sosok kaum muda berintelektual yang menghalalkan segala cara untuk

1
hanya mencapai tujuan–tujuan akademik (nilai/ijazah), atau yang menggunakan
suara dan pergerakannya dengan apatis dan anarkis, atau yang muda yang hanya
berpusat pada kehidupan hedonis dan konsumtif, layaknya cerita-cerita dalam
sinetron.
Nyatanya, Itu hanyalah sebagian cermin dari tumpukan cermin-cermin
retak yang memantulkan permasalahan bangsa kita terkait dunia kampus dan
mahasiswa. Dari masa ke masa, kian beraneka karakter mahasiswa menghiasi
bahkan bisa dikatakan mendominasi dinamika pergaulan dunia kampus. Kampus
di era kekinian, tak ubahnya sebagai pusat kebobrokan moral, elitism,
antikerakyatan, dan lahan bisnis ala dunia pendidikan. Dunia kampus pun kini
telah menjadi korban dari intervensi budaya luar yang penuh kepentingan
kapitalistik. Menjadikan mahasiswa lupa bahwa kampus adalah tempat yang
memang dimaksudkan untuk kegiatan akademis dan non-akademis.
Dilihat secara logika, bagaimana bisa mengharapkan adanya output yang
berkompeten dan berkarakter jika di lingkungan pendidikan tersebut seolah tidak
pernah memberikan mainstream untuk itu. Padahal, jika budaya akademik
kampus yang positif mampu diterapkan dengan maksimal, akan mampu
mendorong tumbuhnya iklim sosial dan interaksi yang sehat antar civitas
akademika. Serta mampu menggali potensi diri para mahasiswa, dan mampu
membentuk mereka tidak hanya dari oleh pikir, tapi juga dari olah hati, olah raga,
dan olah rasa/karsa.
Atas dasar itulah, penulis berusaha mengupas sinergi intelektual, etika,
serta budaya akademik, bagaimana sebuah budaya akademik tercipta dan
berjalan di sebuah perguruan tinggi, khususnya perguruan tinggi yang sudah
memproklamirkan dirinya sebagai Perguruan Tinggi dengan nilai-nilai
pendidikan karakter melalui motto barunya yang bertajuk “Growing with
Character”. Tentu, motto tersebut mengandung motivasi yang kuat untuk
melakukan perubahan dan perbaikan diri yang mengarah kepada terjadinya
peningkatan mutu. Baik secara kualitas intelektual, ataupun dari segi karakter
mahasiswa yang dihasilkan.

2
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang dapat dirumuskan dalam tulisan ini, yaitu:
1. Bagaimana Etika dan Budaya dapat mempengaruhi pengembangan kampus?
2. Bagaimana sinergi Integrasi Intelektual dalam mengembangkan kampus?
C. Tujuan dan Manfaat
Adapun dari rumusan masalah yang ada, tujuan dan manfaat yang ingin dicapai,
yaitu:
1. Mengetahui Etika dan Budaya dapat mempengaruhi pengembangan kampus?
2. Mengetahui sinergi Integrasi Intelektual dalam mengembangkan kampus?

3
BAB II
KERANGKA TEORITIS

A. Etika dan Budaya Akademik


Perguruan tinggi merupakan suatu lingkungan pendidikan tinggi bukan
merupakan lingkungan yang eksklusif. Dengan demikian, maka kampus
merupakan komunitas atau masyarakat yang tersendiri yang disebut masyarakat
akademik (academic community). Di dalam kampus terdapat kegiatan-kegiatan
dan tata aturan yang lain dari yang lain. Oleh karena itu, kampus menjadi
semacam lembaga akademik dan jalinan antarkampus memiliki suasana yang
khas, yaitu suasana akademik (academic atmosphere). Ciri-ciri masyarakat
akademik yaitu kritis, objektif, analitis, kreatif dan konstruktif, terbuka untuk
menerima kritik, menghargai waktu dan prestasi ilmiah, bebas dari prasangka,
kemitraan dialogis, memiliki dan menjunjung tinggi norma dan susila adademik
serta tradisi ilmiah, dinamis, dan berorientasi kemasa depan.
Hak milik yang paling berharga bagi suatu perguruan tinggi adalah
kebebasan, otonomi, dan budaya akademik (academic culture). Budaya
akademik dapat dipahami sebagai suatu totalitas dari kehidupan dan kegiatan
akademik yang dihayati, dimaknai dan diamalkan oleh warga masyarakat
akademik khususnya di lembaga pendidikan (richoareviant.blogspot.com).
Budaya akademik lebih cenderung diarahkan pada budaya kampus (campus
culture) yang tidak hanya bertujuan untuk meningkatkan intelektual, tetapi juga
kejujuran, kebenaran dan pengabdian kepada kemanusiaan, sehingga secara
keseluruhan budaya kampus adalah budaya dengan nilai-nilai karakter positif.
Nilai-nilai utama karakter inilah yang sebenarnya menjadi penyokong
utama dalam proses terciptanya budaya akademik. Budaya akademik sendiri
adalah budaya universal yang seharusnya dimiliki oleh setiap orang yang
melibatkan dirinya dalam aktivitas akademik. Budaya ini seharusnya melekat
dalam diri semua insan akademisi perguruaan tinggi, baik itu dosen ataupun
mahasiswa. Karena, pada dasarnya budaya akademik juga merujuk pada cara
hidup masyarakat ilmiah yang majemuk dan multikultural yang bernaung dalam

4
sebuah institusi yang mendasarkan diri pada nilai-nilai kebenaran ilmiah dan
objektifitas.
Perbincangan mengenai budaya akademik akan membawa kita pada
sebuah kata kunci yang menjadi dasar pijakan untuk pembahasan selanjutnya,
yaitu etika atau etik. Istilah Etika berasal dari bahasa Yunani, “ethos” yang
artinya cara berpikir, kebiasaan, adat, perasaan, sikap, karakter, watak kesusilaan
atau adat. Dalam Kamus Bahasa Indonesia, ada 3 (tiga) arti yang dapat dipakai
untuk kata Etika, salah satunya adalah etika sebagai sistem nilai atau sebagai
nilai-nilai atau norma-norma moral yang menjadi pedoman bagi seseorang atau
kelompok untuk bersikap dan bertindak. Etika juga bisa diartikan sebagai
kumpulan azas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak atau moral. Selain itu,
Etika bisa juga diartikan sebagai ilmu tentang yang baik dan yang buruk yang
diterima dalam suatu masyarakat, menjadi bahan refleksi yang diteliti secara
sistematis dan metodis.
Kata-kata etika, etik dan moral merujuk ke persoalan baik-buruk, lurus-
bengkok, benar-salah dan adanya penyimpangan ataupun pelanggaran praktek
tidak lagi disebabkan oleh faktor yang bersifat di luar kendali manusia (force
majeur), tetapi lebih diakibatkan oleh semakin kurangnya pemahaman etika
yang melandasi perilaku manusia. Sementara itu banyak orang yang menaruh
harapan terhadap lembaga pendidikan agar tidak hanya memberi bekal
pengetahuan (knowledge) ataupun ketrampilan (skill) saja kepada anak didik,
melainkan juga pemahaman dan pembentukan soft skill seperti watak, sikap dan
perilaku (attitude) di dalam kehidupan sehari-hari. Tiga aspek tersebut akhirnya
akan menjadi dasar pembentukan dan penilaian terhadap kompetensi seseorang
sebagai hasil dari sebuah proses pendidikan. Istilah etik merupakan istilah-istilah
yang memiliki makna yaitu sebuah pengertian tentang salah dan benar, atau
buruk dan baik. Pernyataan ini harus dipahami sebagai nilai-nilai tradisional
yang meskipun terkesan konservatif karena mengandung unsur nilai kejujuran
(honesty), integritas dan perhatian pada hak serta kebutuhan orang lain, tetapi
sangat tepat dijadikan “standar” dalam menilai dan mempertimbangkan
persoalan etika akademik, yang intinya menjunjung tinggi kebenaran ilmiah.

5
Dalam konteks seni pergaulan manusia, etika ini kemudian diwujudkan
dalam bentuk kode etik tertulis, yang secara sistematik dibuat berdasarkan
prinsip-prinsip moral yang ada, sehingga pada saat yang dibutuhkan dapat
difungsikan sebagai dasar untuk menentukan segala macam tindakan yang
secara logika-rasional umum (common sense) dinilai menyimpang dari aturan,
tata-tertib dan/atau kode etik yang mengaturnya. Dengan demikian, etika
akademik dapat diartikan sebagai ketentuan yang menyatakan perilaku baik atau
buruk dari para anggota civitas akademika perguruan tinggi (PT), ketika mereka
berbuat atau berinteraksi dalam kegiatan yang berkaitan dengan ranah dalam
proses pembelajaran. Etika akademik perlu ditegakkan untuk menciptakan
suasana akademik yang kondusif bagi pengembangan PT sesuai standar yang
telah ditetapkan. PT merupakan masyarakat akademik yang mekanisme kerjanya
akan terikat pada etika-moral untuk melaksanakan misi dan tugas Tridharma PT
yang disandangnya. Sivitas akademika PT yang terdiri atas 3 (tiga) kelompok
yaitu mahasiswa, dosen, dan staf administrasi secara integratif membangun
institusi PT dan berinteraksi secara alamiah di dalam budaya akademik untuk
mencapai satu tujuan, yaitu mencerdaskan mahasiswa dalam aspek intelektual,
emosi, dan ketaqwaan mereka. Sebagai konsekuensinya, etika akademik di PT
juga harus melibatkan ketiga unsur itu. Jika mahasiswa tidak ada, dosen tidak
berarti apapun, jika dosen tidak ada mahasiswa tidak berarti apa-apa, dan jika
staf administrasi tidak ada, mahasiswa dan dosen tidak dapat menyelenggarakan
proses pembelajaran dengan baik pula. Di dalam melaksanakan ketiga dharma
PT (pendidikan/pengajaran, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat),
maka seluruh unsur sivitas akademika akan terikat pada etika akademik.
Sebagai contoh praktek baik dapat dikemukakan beberapa standar etika
akademik, direpresentasikan sebagai etika dosen dan etika mahasiswa, yang
akan memberikan jaminan mutu proses interaksi dosen-mahasiswa dan suasana
akademik yang kondusif, seperti berikut :

6
1. Eika Mahasiswa
Mahasiswa sebagai salah satu unsur sivitas akademika yang merupakan
obyek dan sekaligus subyek dalam proses pembelajaran juga perlu memiliki,
memahami dan mengindahkan etika akademik khususnya pada saat mereka
sedang berinteraksi dengan dosen maupun sesama mahasiswa yang lain pada
saat mereka berada dalam lingkungan kampus. Mahasiswa PT memiliki
sejumlah hak, berbagai kewajiban dan beberapa larangan (plus sanksi
manakala dilanggar) selama berada di lingkungan akademik. Salah satu hak
mahasiswa adalah menerima pendidikan / pengajaran dan pelayanan
akademik sesuai dengan minat, bakat, dan kemampuannya.
Mahasiswa memiliki hak untuk bisa memperoleh pelayanan akademik
dan menggunakan semua prasarana dan sarana maupun fasilitas kegiatan
kemahasiswaan yang tersedia untuk menyalurkan bakat, minat serta
pengembangan diri. Kegiatan kemahasiswaan seperti pembinaan sikap
ilmiah, sikap hidup bermasyarakat, sikap kepemimpinan dan sikap kejuangan
merupakan kegiatan ko-kurikuler dan ekstra-kurikuler yang bertujuan untuk
menjadikan mahasiswa lebih kompeten dan profesional. Mahasiswa tidak
cukup hanya memiliki pengetahuan (knowledge), ketrampilan (skill), tetapi
juga sikap mental (attitude) yang baik. Dalam rangka meningkatkan
kompetensi, mahasiswa tidak cukup hanya menguasai iptek sebagai
gambaran tingkat kemampuan kognitif maupun psikomotorik, melainkan
harus pula memiliki sikap profesional, serta kepribadian yang utuh.
Oleh karena itu, dipandang perlu adanya sebuah pedoman yang bisa
dijadikan sebagai rambu, standar etika ataupun tatakrama bersikap dan
berperilaku di lingkungan kampus, yang di dalamnya memuat garis-garis
besar mengenai nilai-nilai moral dan etika yang mencerminkan masyarakat
kampus yang religius, ilmiah dan terdidik. Sebagai cermin masyarakat
akademik yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan kesopanan,
maka mahasiswa wajib menghargai dirinya sendiri, orang lain, maupun
lingkungan akademik di mana mereka akan berinteraksi dalam proses
pembelajaran.

7
Selain hak, mahasiswa juga terikat dengan berbagai kewajiban dan
ketentuan-ketentuan yang telah diatur dalam peraturan akademik. Sebagai
contoh, hak untuk mendapatkan kebebasan akademik dalam proses menuntut
ilmu, haruslah diikuti juga dengan tanggung jawab bahwa semuanya tetap
sesuai dengan etika, norma susila dan aturan yang berlaku dalam lingkungan
akademik.
Demikian juga dengan hak untuk bisa menggunakan sarana/prasarana
kegiatan kurikuler (fasilitas pendidikan, laboratorium, perpustakaan, dll)
harus juga diikuti dengan kewajiban untuk menjaga, memelihara dan
menggunakannya secara efisien. Segala bentuk vandalisme tidak saja
menunjukkan perilaku yang menyimpang, melanggar norma/etika maupun
tata krama, tetapi juga mencerminkan sikap (attitude) ketidakdewasaan yang
bisa mengganggu terwujudnya suasana akademik yang kondusif.
2. Etika Dosen
Dosen adalah sebuah pilihan profesi mulia dan secara sadar diambil
oleh seseorang yang ingin terlibat dalam proses mencerdaskan anak bangsa.
Untuk itu dosen wajib untuk senantiasa meningkatkan kompetensi dan
kualitasnya dalam kerangka melaksanakan Tridharma PT secara
berkelanjutan dan bertanggungjawab. Berkaitan dengan hal-hal tersebut
seorang dosen harus mematuhi beberapa etika akademik yang berlaku bagi
dosen pada saat melaksanakan kewajiban serta tanggung-jawabnya. Kalau
perlu etika akademik (dosen) ini diabarkan menjadi peraturan atau kontrak
kerja yang mengikat, serta diikuti dengan sanksi akademik maupun
kepegawaian bagi mereka yang melakukan pelanggaran. Sebagai contoh,
kalau kewajiban utama seorang dosen adalah meningkatkan aspek kognitif
dari mahasiswa dengan memberikan pengajaran, maka ketidakhadiran dosen
dalam proses pembelajaran yang terlalu sering tidak hanya melanggar etika
akademik, tetapi juga melanggar peraturan, komitmen, tanggung jawab dan
sangat tidak profesional. Standar kehadiran dosen untuk melaksanakan proses
pembelajaran (misalnya) minimal 75 – 80%. Dengan sanksi dalam hal tidak
dipenuhi maka mata kuliah yang diasuhnya tidak dapat diujikan. Hal yang

8
sama berlaku untuk mahasiswa (termuat dalam aturan akademik).
ketidakhadiran kurang dari prosentase minimal akan menyebabkan yang
bersangkutan tidak diperkenankan mengikuti ujian.
Satu contoh praktis lain dari implementasi etika dosen, yaitu dalam
kegiatan akademik seorang dosen wajib menghargai dan mengakui karya
ilmiah yang dibuat orang lain (termasuk mahasiswa). Sesuai dengan etika ini
pengakuan hak milik orang lain sebagai milik sendiri secara tidak sah, yang
dalam karya akademik dikenal dengan sebutan plagiat, dianggap sebagai
penipuan, pencurian dan bertentangan dengan moral akademik. Pelanggaran
terhadap hak atas kekayaan intelektual ini bukan sekedar pelanggaran etika
akademik ringan, bisa ditolerir dan cepat dilupakan, tetapi sudah merupakan
pelanggaran berat dengan sanksi sampai ke pemecatan.
3. Etika Staf Administrasi
Seperti halnya dosen dan mahasiswa, staf administrasi juga merupakan
salah satu cari civitas akademik yang memiliki peranan yang sangat penting
untuk kelancaran proses akademis. Staf memiliki fungsi diantara adalah
mengatur segala kegiatan yang berhubungan dengan administrasi dan
registrasi mahasiswa maupun dosen. Selain itu, staf memiliki fungsi sebagai
fasilitator yang menyiapkan segala kebutuhan dan keperluan proses
akademis. Sebagai salah satu bagian yang memegang peranan penting dalam
budaya akademis, staf memiliki kode etik tersendiri sebagai pelayan dalam
lingkungan kampus. Salah satunya adalah melayani segala kebutuhan
administrasi dosen dan mahasiswa dengan baik. Baik dalam hal ini mencakup
dapat berkomunikasi dengan baik, dan ramah.
4. Membangun Budaya Akademik
Budaya akademik sebagai suatu subsistem perguruan tinggi memegang
peranan penting dalam upaya membangun dan mengembangkan kebudayaan
dan peradaban masyarakat (civilized society) dan bangsa secara keseluruhan.
Indikator kualitas PT sekarang dan terlebih lagi pada milenium ketiga ini akan
ditentukan oleh kualitas civitas akademika dalam mengembangkan dan
membangun budaya akademik ini. Budaya akademik sebenarnya adalah

9
budaya universal. Artinya, dimiliki oleh setiap orang yang melibatkan dirinya
dalam aktivitas akademik. Membangun budaya akademik PT merupakan
pekerjaan yang tidak mudah. Diperlukan upaya sosialisasi terhadap kegiatan
akademik, sehingga terjadi kebiasaan di kalangan akademisi untuk
melakukan norma-norma kegiatan akademik tersebut.
Jika sosialisasi tersebut dilakukan secara kontinyu, maka ia akan
menjadi sebuah tradisi dan budaya bagi individu-individu dalam masyarakat
kampus. Norma-norma akademik merupakan hasil dari proses belajar dan
latihan dan bukan merupakan bawaan lahir. Pemilikan budaya akademik
seharusnya menjadi idola semua insan akademisi PT, yakni dosen dan
mahasiswa. Derajat akademik tertinggi bagi seorang dosen adalah dicapainya
kemampuan akademik pada tingkat guru besar (profesor). Sedangkan bagi
mahasiswa adalah apabila ia mampu mencapai prestasi akademik yang
setinggi-tingginya.
Bagi dosen, untuk mencapai derajat akademik guru besar, ia harus
membudayakan dirinya untuk melakukan tindakan akademik pendukung
tercapainya derajat guru besar itu. Ia harus melakukan kegiatan pendidikan
dan pengajaran dengan segala perangkatnya dengan baik, dengan terus
memburu referensi mutakhir. Ia harus melakukan penelitian untuk
mendukung karya ilmiah, menulis di jurnal-jurnal ilmiah, mengikuti seminar
dalam berbagai tingkat dan forum, dan lain-lain. Ia juga harus melakukan
pengabdian pada masyarakat untuk meningkatkan pengetahuan,
keterampilan, dan kesejahteraan masyarakat.
Bagi mahasiswa, faktor-faktor yang dapat menghasilkan prestasi
akademik itu ialah terprogramnya kegiatan belajar, kiat untuk memburu
referensi aktual dan mutakhir, diskusi substansial akademik, dan sebagainya.
Dengan melakukan aktivitas seperti itu diharapkan dapat dikembangkan
budaya mutu (quality culture) yang secara bertahap dapat menjadi kebiasaan
dalam perilaku tenaga akademik dan mahasiswa dalam proses pendidikan di
perguruan tinggi.

10
Pengembangan budaya akademik menjadi titik temu antara upaya
pembinaan karakter dengan peningkatan kualitas hasil dari proses
pendidikan. Karakter merupakan bagian integral dari budaya akademik,
mengingat karakter diperlukan dan berpotensi dikembangkan dari setiap
aktivitas akademik.
Ciri-ciri perkembangan budaya akademik mahasiswa, dapat dilihat dari
berkembangnya;
1) Kebiasaan membaca dan penambahan ilmu dan wawasan
2) Kebiasaan menulis
3) Diskusi ilmiah
4) Optimalisasi organisasi kemahasiswaan
5) Proses belajar mengajar Norma-norma akademik merupakan hasil dari
proses belajar dan latihan.
Menurut Zuchdi (2010) hal tersebut dapat dilakukan oleh masyarakat
atau individu sebagai bagian dari lingkungan akademik melalui rekayasa
faktor lingkungan. Diantaranya, dapat dilakukan melalui strategi yang
meliputi: (1) keteladanan, (2) intervensi, (3) pembiasaan yang dilakukan
secara konsisten, dan (4) penguatan.
Dengan kata lain perkembangan dan pembentukan budaya akademik
memerlukan pengembangan keteladanan yang ditularkan, intervensi melalui
proses pembelajaran, pelatihan, pembiasaan terus-menerus dalam jangka
panjang yang dilakukan secara konsisten dan penguatan serta harus dibarengi
dengan nilai-nilai luhur yang diterapkan oleh Perguruan Tinggi.
Peranan pengembangan kebudayaan ini bukan hanya tercermin dalam
kesempatan sivitas akademika untuk mempelajari dan mengapresiasi budaya
pertunjukan melainkan juga pengembangan dan apresiasi budaya perilaku
intelektual dan moral masyarakat akademik dalam menyongsong keadaan
masa depan.
Pada akhirnya PT sebagai pusat kebudayaan akademis terikat pada
etika. Etika yang mereka anut berintikan pada suatu kebiasaan yang
memberikan peluang bagi civitas untuk mengembangkan modal intelektual

11
maupun modal cultural secara optimal. Untuk itu, etika yang wajib
dipedomani dan sekaligus dikembangkan adalah:
1. Selalu ingin tahu. Hal ini sangat penting karena merupakan suatu
motivator yang mendorong seseorang untuk menyelesaikan suatu
permasalahn dan titik awal bagi tumbuhnya ilmu pengetahuan.
2. Teliti, yakni selalu berusaha menemukan kesalahan atau kekeliruan untuk
pencapaian suatu kesempurnaan.
3. Rasional, artinya dalam memecahkan suatu permasalahn yang ditemukan
selalu menggunakan pikiran dan timbangan yang logis dan melakukan
penelitian yang kritis sesuai dengan kaidah-kaidah ilmu pengetahuan.
4. Objektif, artinya dalam mengemukakan sesuatu, harus sesuai dengan
keadaan yang sebenarnya yang disertai dengan bukti otentik tanpa ada
manipulasi dan pembelokan karena intimidasi pihak-pihak tertentu.
5. Jujur, artinya bertindak sesuai dengan kenyataan tanpa rekayasa dan tanpa
ada yang ditutupin dengan maksud mencari keuntungan pribadi.
6. Inovatif, yakni memiliki daya cipta atau kemampuan menciptakan sesuatu
yang baru baik dalam bentuk ide ataupun karya nyata.
7. Terbuka, artinya bias menerima gagasan baru dari pihak lain tanpa ada
singgungan.
8. Produktif, kaum intelektual tidak hanya hebat dalam menelurkan gagasan,
tetapi juga harus dibarengan karya nyata dan penerapan di masyarakat.
9. Multidimensi, artinya bahwa kebudayaan dapat berdampak sangat
kompleks.
Jika dapat dikembangkan secara optimal, terutama di kalangan dosen
dan mahasiswa maka terwujudlah budaya akademik. Dalam artian, mereka
memeiliki kerangka berpikir, pedoman atau patokan ideal yang sama guna
mengisi maupun mengaktualisasikan label mereka sebagai warga masyarakat
akademik, yakni kumpulan orang-orang terkenal yang dianggap arif dan
bijaksana guna memajukan ilmu pengetahuan.

12
B. Integritas Intelektual
Secara spesifik, apabila yang dirujuk adalah integritas intelektual, maka
yang dimaksudkan ialah “kepenuhan kebenaran yang menguasai substansi,
hakikat dan eksistensi pikiran (kognitif), yang memperlihatkan nilai, isi dan
ekspresi berpikir yang positif, serta proaktif yang menandakan adanya hal benar,
baik, mulia, adil, suci, manis, sedap didengar, kebajikan dan yang patut dipuji.”
Dari pemahaman ini, dapat dikatakan bahwa integritas intelektual atau integritas
kognitif menjelaskankan tentang substansi dan tatanan pikiran yang benar yang
merupakan landasan untuk berpikir benar yang menghasilkan hal-hal benar
dengan dampak besar dari kegiatan berpikir, yang menggambarkan keseluruhan
integritas intelektual. Berdasarkan uraian seputar integritas berpikir dimaksud,
maka pokok-pokok yang akan dikembangkan di sini antara lain ialah:
1) Substansi, esensi dan eksistensi integritas intelektual;
2) Aspek-aspek integritas intelektual;
3) Implikasi Integritas Intelektual bagi mahasiswa berkualitas; yang diakhiri
dengan suatu rangkuman.
1. Substansi, Esensi dan Eksistensi Integritas Intelektual
Substansi integritas intelektual menyentuh esensi dan eksistensi
keseluruhan tatanan pikiran, yang meliputi isi, sifat khas dan dinamika
pikiran. Dalam hubungan ini, substansi integritas memperlihatkan
keseluruhan tatanan pikiran yang menjelaskan tentang isi pikiran yang
dikuasai oleh kebenaran. Sifat khas pikiran pada sisi lain
memperlihatkan nilai-nilai etika dan moral benar dari pikiran yang dibangun
di atas kebenaran. Sedangkan dinamika pikiran ditandai aktivitas serta
tindakan berpikir benar yang menjelaskan adanya kekuatan kebenaran dan
gerakan kebenaran yang terpancar dari pikiran berintegritas, yang menyentuh
aspek lain dari diri, orang lain, serta segala sesuatu di sekitar pemimpin.
a. Integritas Intelektual dan Isi Pikiran
Isi pikiran menjelaskan tentang apa yang ada di dalam pikiran serta
kompleksias pengaruh yang mewarnainya. Indikator dari isi pikiran
berkualitas ialah adanya kekuatan keluhuran yang mempengaruhi sifat,

13
sikap, kehendak, perasaan, kata dan tindakan. Mahasiswa harus mampu
menggunakan isi pikirannya yang selaras untuk pengembangan kampus.
b. Integritas Intelektual dan sifat khas pikiran
Sifat khas pikiran menjelaskan tentang kadar dan tingkat kekuatan
pengaruh yang memberi warna kepada isi pikiran. Sifat khas pikiran ini
memiliki kekuatan mempengaruhi yang dahsyat, sehingga mempengaruhi
banyak orang secara positif. Dengan kata lain dapat membrikan perubahan
kearah yang lebih baik untuk kemaslahatan terutama dalam hal ini adalah
kampus.
c. Integritas Intelektual dan dinamika pikiran
Dinamika pikiran menunjuk kepada kekuatan yang menggerakkan
yang berada di dalam dan mendorong gerakan ke luar yang ditandai
melalui kehendak, perasaan, kata dan perbuatan bermartabat, yang
diindikasikan dengan adanya “kebenaran dan sejahtera ”yang
membebaskann serta memerdekakan, yang artinya mahasiswa melakukan
tindakan untuk mengimplementasikan apa yang dia rasakan dalam bentuk
yang positif dan bermanfaat.
2. Aspek-aspek Integritas Intelektual
Aspek-aspek integritas intelektual menyentuh faktor autentisitas, nilai
dan kekuatan yang menunjuk kepada kelebihan-kelebihan khas yang ada
padanya. Kelebihan khas ini membuktikan bahwa autentisitas akan
melahirkan hal-hal besar tidak terkalahkan, berbasis nilai agung yang tidak
lekang oleh waktu dengan kekuatan yang menyebabkan kepemimpinan
menjadi langgeng.
a. Autentisitas Integritas Intelektual
Autentisitas Integritas Intelektual menunjuk kepada sumber
integritas, yaitu Allah SWT. yang menjelaskan tentang adanya “keaslian
intelektual.” Keaslian ini menegaskan tentang kekuatan mencipta dari
tiada kepada ada, sebagai landasan mewujudkan kenyataan apa pun.
Kekuatan ini menolak nyang tidak asli, menolak kepura-puraan, menolak
kemunafikan serta ketidakjujuran akademik.

14
b. Nilai-nilai Integritas Intelektual
Nilai Integritas Intelektual mengandung kekuatan agung yang
membawa dan mengimpartasi keagungan dan keanggunan yang
menggerakkan kebiasaan benar, baik dan sehat
c. Kekuatan Integritas Intelektual
Kekuatan Integritas Intelektual terletak pada perannya
yang mengantarai hati dengan perasaan, kehendak, kata dan perbuatan
luhur.
3. Implikasi Integritas Intelektual Bagi Kepemimpinan Mahasiswa
Berkualitas
Integritas intelektual memberikan kepada Mahasiswa kekuatan khas
untuk memimpin dan berhasil dalam kepemimpinannya. Integritas intelektual
ini menjelaskan bahwa oleh bimbingan.
a. Integritas Intelektual dan Berpikir Benar sebagai Mahasiswa
Integritas pikiran merupakan landasan dan kekuatan bagi Mahasiswa
untuk berpikir benar. Berpikir benar di sini mengandaikan adanya
“kualitas berpikir” yang menjelaskan tentang kadar efektivitas pikiran
Mahasiswa. Efektivitas pikiran ini nampak pada kualitas berpikir yang
menghasilkan upaya memimpin (manajemen) dan pencapaian
keberhasilan performa (sukses) berbasis keadilan dan kebenaran, yang
membawa kebaikan kepada semua komponen organisasi
b. Integritas Intelektual dan Berpikir Baik sebagai Mahasiswa
Integritas Intelektual akan mendominasi kekuatan berpikir
mahasiswa yang olehnya ada kegiatan berpikir dan hasil berpikir
yang efisien. Kekuatan dan hasil berpikir yang efisien menjelaskan tentang
kemampuan untuk menggunakan pikirannya. Dari sudut pandang lain,
berpikir baik menunjuk kepada adanya keberanian (kemandirian dengan
jiwa enterpreneurial) untuk berpikir melampaui kenyataan konkrit,
melewati batas-batas dan tembok-tembok ego yang sempit. Kemandirian
berpikir ini adalah kekuatan istimewa yang meneguhkan, sehingga ia
mampu mencipta dan merengkuh peluang dan mengatasi tantangan yang

15
pada gilirannya membawa kepada tindakan kerja yang produktif yang
berujung kepada peninggian dan sukses.
c. Integritas Intelektual dan Berpikir Sehat sebagai Mahasiswa
Berpikir sehat merupakan indikator kuat adanya integritas
intelektual dalam diri mahasiswa. Berpikir sehat menghubungkan pikiran
seseorang dengan dirinya, orang lain serta semua faktor yang terdapat
dalam kepemimpinannya. Indikator kuat bagi kebenaran hubungan
integritas intelektual dan berpikir sehat ini adalah adanya hubungan
harmonis responsif yang nampak pada sinergi antara kempeminpinan
dengan tingkat integritas intelektual mahasiswa sehingga dapat
mewujudkan kampus yang dapat bersaing.

16
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode
Dalam penyusunan makalah ini, lokasi yang diteliti ialah kampus STKIP
Siliwangi Bandung, adapun metode yang digunakan peneliti yaitu metode
historis. Metode historis digunakan karena dalam penelitian ini, data-data yang
berkaitan dengan intelektual dan kepemimpinan berasal dari masa dimana sudah
terjadi berkenaan dengan yang dipaparkan M.T. Zen. Louis Gottchalk (1986: 32)
mendefinisikan metode historis adalah proses menguji dan menganalisa secara
kritis rekaman peninggalan yang sudah terjadi. Penelitian historis (historical
research) digunakan untuk menggambarkan atau memotret keadaan atau
kejadian masa lalu yang kemudian digunakan untuk menjadi proses
pembelajaran masyarakat sekarang. Penelitian historis merupakan salah satu
penelitian mengenai pengumpulan dan evaluasi data secara sistematik, berkaitan
dengan kejadian masa lalu untuk menguji hipotesis yang berhubungan dengan
penyebab pengaruh dan perkembangan kejadian yang mungkin membantu
dengan memberikan informasi pada kejadian sekarang serta mengantisipasi
kejadian yang akan datang (Sukardi, 2003). Tujuan dari penelitian historis
adalah untuk membuat rekontruksi masa lampau secara sistematis dan objektif
dengan cara mengumpulkan, mengevaluasi, memverifikasi, serta
mensintesiskan bukti-bukti untuk menegakkan fakta dan memperoleh
kesimpulan yang kuat (Suryabrata, 2005).
Penelitian historis lebih tergantung pada data yang diobservasi oleh
peneliti sendiri. Data yang baik akan dihasilkan oleh kerja yang cermat dalam
menganalisis keotentikan, ketepatan dan pentingnya sumber-sumbernya.
Di sekitar tahun 1939 Albert Einstein pernah berkata: “janganlah sekali-
kali engkau melakukan sesuatu yang bertentangan dengan hati nuranimu
sekalipun negara memaksakan”.
Diakui bahwa sebgaian besar para mahasiswa belum berdaya untuk secara
aktif melakukan intervensi dalam hambatan-hambatan pengembangan kampus.

17
Kendatipun demikian mereka dapat banyak membantu dalam menyebarluaskan
idea-idea yang terang mengenai suatu keadaan disertai kemungkinan bagi
langkah-langkah maupun tindakan-tindakan yang berguna.
Para mahasiswa, baik yang tergabung dalam suatu perguruan tinggi, suatu
organisasi professi atau perorangan harus bertindak sebagai hati nurani suatu
bangsa, bahkan hati nurani seluruh dunia. Sebagai landasan ia hanya dapat
berpegang pada hati nuraninya sendiri sebagaimana dikatakan oleh Einstein.
Setiap orang intelektual atau seorang manusia harus dapat membedakan
“the law of duty from the law of the State”. Dalam menunaikan tugas
panggilannya seorang intelektual sering memiliki hambatan dalam kasusnya.
Memang benar science tidak mengenal nilai. Science bersifat netral; ia
tidak buruk dan tidak pula baik. Yang paling unik dari science ialah bahwa ia
hanya concerned dengan fakta, dan hanya science lah yang berwenang
(qualified ) untuk membedakan fakta dari non fakta. Tetapi justru karena science
tidak mengenal values dan hanya concernedd engan fakta belaka, di sinilah letak
kekuatan dan keampuhannya. Karena science berwenang memberikan informasi
faktuil ia dapat dijadikan pegangan dalam “moral issues”. Informasi faktuil
setiap kali dibutuhkan, tidak perduli sistem moralitas apa yang dipakai, baik
sistem moral bersifat egoistik, alturistik, hedonistik maupun sistem ultilitarian.
Informasi faktuil dibutuhkan untuk menentukan:
1. Apakah perkembangan kampus yang diharapkan dapat dicapai dalam kondisi
dan situasi tertentu?
2. Jika ia dapat dicapai, alternatif apa yang terbuka dan bagaimana
probabilitasnya?
3. Efek samping apa yang mungkin timbul jika dapat dicapai?
4. Apakah suatu kombinasi dari beberapa “proposed ends” dapat dicapai
ataukah hasil yang satu secara mutlak menutup kemungkinan yang lain?
Dengan memaparkan keadaan sejelas dan seobjektif mungkin seorang
mahasiswa dapat berpengaruh bagi kampus. Di sinilah letak tugas dan tanggung
jawab para mahasiswa sebagai corps intelektual. Mereka jauh lebih mengerti
bidang mereka dari orang lain.

18
Munculnya sistem totaliter dalam abad modern, seorang manusia tidak lagi
diperkenankan hidup netral sebagaimana dikatakan oleh Albert Camus: “The
tyrannics of today are improved; they no longer admit of silence or neutrality.
One has to take a stand, be either for or against. Well, in that case, I am against”
(The Artist and his time, 1953).
Memanglah, seorang intelektual harus senantiasa memperdengarkan
suaranya, suara hati nuraninya. Kalau tidak, “wie zwygt stemt toe”, atau dia
bukan lagi seorang intelektual melainkan seorang tukang atau seorang alat
belaka.
Dalam menyuarakan hati nuraninya tanpa henti-henti; menulis, berbicara,
menyebarkuaskan idea, bertahan dan memberikan perlawanan secara aktif
maupun pasif untuk berkembangnya kampus, yaitu berkembang dari segala
aspek terletak integritas seorang intelektual dalam wujud yang sebenarnya.
Tetapi hal ini jauh lebih mudah ditulis maupun diucapkan daripada
dilaksanakan. Semua bertolak pada keberanian. Tanpa keberanian seorang
manusia tidak mungkin memiliki integritas.
B. Teknik Penelitian
Pertama-tama penulis menentukan judul penelitian dengan mengacu
kepada tema yang ditentukan, kemudian penulis mengumpulkan materi atau
sumber dari berbagai media. Kemudian disusun dengan tidak terlepas dari
sistematika yang telah ditentukan.

19
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari penjelasan dan penelitian yang telah dikemukakan di atas untuk
mensukseskan membangun dan mengembangkan kampus maka dapatlah penulis
mengambil kesimpulan bahwa:
1. Peningkatann sarana prasarana serta kualitas pelayanan, seperti perpustakaan,
public space, dll. Di samping kriteria kuantitas dan kualitas secara fungsional,
penyediaan dan pengelolaan fasilitas pendidikan hendaknya memenuhi
kriteria: aman, nyaman, dan manusiawi. Sangat diperlukan bagi
terselenggaranya pendidikan karakter yang memang merupakan wahana
pengembangan nilai-nilai kemanusiaan.
2. Optimalisasi fungsi Organisasi kemahasiswaan serta UKM sebagai wahana
untuk menumbuh kembangkan kemampuan intelektualitas, afeksi, kinestetik,
dan emosional seorang mahasiswa. Serta sebagai penyokong upaya
pengembangan kampus.
3. Dalam implementasinya mahasiswa berperan aktif dalam tujuan
pengembangan kampus dengan menjalankan sepenuh hati nurani dan
berkemauan keras agar terwujudnya hasil yang diharapkan.
B. Saran
Adapun saran yang dapat penyusun sampaikan yaitu kita sebagai mahasiswa,
harus selalu menggali potensi yang ada pada diri kita, dengan berprinsip untuk
bermanfaat bagi lingkungan kita berada. Cara menggali potensi dapat dilakukan
salah satunya dengan cara mempelajari makalah ini. Mudah-mudahan makalah
ini dapat bermanfaat untuk kita ke depannya. Amiinn.

20
DAFTAR PUSTAKA

https://grafispaten.wordpress.com/2013/12/23/etika-dan-budaya-akademik/
Jonathan Lamb, Integritas - Jakarta : Perkantas – Divisi Literatur, 2008
https://abdul-hamid.com/2014/07/30/integritas-seorang-intelektual-mahasiswa
indonesia-1-maret-1969/

21

Anda mungkin juga menyukai