SAARC Sebagai Bentuk Integrasi Kawasan Di Asia Selatan
SAARC Sebagai Bentuk Integrasi Kawasan Di Asia Selatan
di dunia internasional. Agenda keamanan dari SAARC adalah berfokus pada terorisme dan
upaya membentuk ‘polisi’ bersama serta berprinsip tidak diperbolehkan membicarakan isu
bilateral di SAARC. Hal ini dilakukan sebab stabilitas di Asia Selatan bermasalah karena
tidak ada mekanisme institusi keamanan meskipun sebenarnya SAARC didirikan bukan
untuk berfokus pada isu keamanan (Shahab & Bhatnagar, 2008). Selain itu SAARC juga
telah berusaha untuk menyelesaikan permasalahan kawasan seperti isu perdagangan narkoba
dan terorisme (Shahab & Bhatnagar, 2008).
SAARC juga mendirikan tempat kerjasama dalam bidang ekonomi yaitu SAFTA
(South Asian Free Trade Agreement) yang didirikan dengan tujuan untuk menciptakan
integrasi kawasan dalam bidang ekonomi. SAFTA ditandatangani oleh para menteri luar
negeri negara-negara Asia Selatan pada Januari 2004 dan diratifikasi pada tahun 2006.
Tujuan dibentuknya SAFTA yaitu (1) menghapuskan hambaan dalam perdagangan; (2)
mempromosikan kompetisi yang sehat, bebas dan adil sehubungan dengan kondisi ekonomi
yang memberi manfaat; dan (3) membangun institusi untuk mempromosikan dan
memperluaskan kerjasama regional (Shahab & Bhatnagar, 2008).
Selain mencoba untuk memaksimalkan integrasi ekonomi, SAARC juga
memfokuskan pada kerjasama di aspek sosial budaya. Piagam sosial SAARC telah
ditandatangani pada tahun 2004 di Islamabad. Kerjasama ini bertujuan untuk mengatasi
masalah-masalah seperti sumber daya manusia, pemberdayaan perempuan, stabilisasi
populasi, kesehatan gizi dan perlindungan anak, serta mobilisasi pemuda (Shahab &
Bhatnagar, 2008). Tujuan yang telah disebutkan semuanya adalah isu kunci untuk
meningkatkan kesejahteraan populasi di Asia Selatan. Kerjasama dalam bidang sosial budaya
ini juga berperan penting dalam membangun rasa percaya antara negara anggota SAARC.
Namun, dalam perjalanannya, perkembangan regionalisasi di SAARC tergolong
minim dikarenakan adanya perbedaan sistem politik negara satu dengan yang lainnya bahkan
negara-negara anggota juga menolak positive-sum games (Dubey, 2007). Seperti contohnya
konflik wilayah Kashmir antara Pakistan dan India dimana kedua negara tersebut menolak
berpartisipasi dalam positive sum-games. Negara kawasan Asia Selatan khususnya dua
negara ini otomatis membiarkan hubungan bilateral dan hubungan di forum SAARC
menggantung (Dubey, 2007). Dikarenakan hal tersebut, negara-negara anggota menjadi lebih
terobsesi pada keamanan negara. Minimnya perkembangan regionalisasi di SAARC juga
disebabkan oleh ketidakseimbangan kepentingan negara anggota dengan kepentingan
regional (kawasan). Hal ini dapat dilihat dari negara India yang mana berstatus sebagai
negara dominan di Asia Selatan tidak menjalankan kepentingan kawasan. Begitupun dengan
IA_Assel_Topik 10_Kurnia Puspa Yuliani_071511233046
negara lain di SAARC yang tidak menjalankan komitmen yang telah disepakati bersama di
piagam SAARC (Dubey, 2007).
Akan tetapi dilihat dari relevansinya, tingkat regionalisasi SAARC ini dinilai kurang.
Hal ini dapat dilihat dalam kerjasama di tiga aspek yaitu pertama, keamanan yang mana
SAARC hanya melakukan kerjasama di isu terorisme dalam prosesnya namun dalam
perkembangannya, tindakan terorisme ini tidak berkurang dan justru bertambah sehingga
output-nya, isu keamanan lain tidak dibahas. Selain itu juga dikarenakan oleh prinsip SAARC
yang melarang negara anggota untuk membicarakan permasalahan bilateral di forum SAARC
yang mana sebenarnya penting untuk melihat stabilitas kawasan Asia Selatan. Inefisiensi di
aspek keamanan juga dapat diliat dari tingginya kompleksitas hubungan antar negara Asia
Selatan dalam dinamika keamanan (Hettne & Inotai, 1994). Kedua, dalam aspek ekonomi
pada kenyataannya pertumbuhan ekonomi terhambat dan terhalang pada negative list,
ketergantungan minim serta dominasi oleh India. Ketiga, dalam aspek sosial budaya,
sebenarnya terjadi peningkatan pada konektivitas antar civil society namun lambat.
Dari paparan diatas dapat disimpulkan bahwa integrasi kawasan di Asia Selatan dapat
dilihat dari pendirian SAARC yang mana dibentuk dengan tujuan untuk mewadahi dan
menyelesaikan masalah regional baik dalam aspek ekonomi, keamanan, maupun sosial
budaya. Akan tetapi integrasi kawasan di Asia Selatan ini dapat dikatakan masih minim yang
terlihat dari banyaknya tujuan yang tidak tercapai. Hal ini dikarenakan perbedaan sistem
politik dan permasalahan yang terjadi antar negara, dominasi negara besar seperti India yang
membuat tingkat regionalisme menjadi rendah.
Referensi:
Dubey, Muchkund. 2007. “SAARC and South Asian Economic Integration”, Economy and
Political Weekly, 42, pp. 1238-40.
Hettne, Bjorn & Inotai, Andras. 1994. “The New Regionalism: Implications for Global
Development and International Security”. UNU World Institute for Development
Economic Research.
Shahab, Zahid & Bhatnagar, Stuti. 2008. “SAARC and Interstate Conflicts in South Asia
Prospects and Challenges for Regionalism”. Pakistan Horizon, 61, pp. 69-87.