Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menurut istilah, fiqh berarti ilmu yang menerangkan tentang hukum-


hukum syara’ yang berkenaan dengan amal perbuatan manusia yang diperoleh
dari dalil-dalil tafsil (jelas). Orang yang mendalami fiqh disebut dengan faqih.
Jama’nya adalah fuqaha, yakni orng-orang yang mendalami fiqh.

Pokok bahasan dalam ilmu fiqh pun beragam. Dalam makalah ini,
kelompok kami akan menjelaskan secara terperinci mengenai Ijtihad, Mujtahid
dan Ikhtilaf. Dari mulai pengertian, hingga pembahasannya.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan Ijtihad?


2. Apa sajakah pokok bahasan dalam Ijtihad?
3. Apa yang dimaksud dengan Mujtahid?
4. Apa sajakah pokok bahasan dalam Mujtahid?
5. Apa yang dimaksud dengan Ikhtilaf?
6. Apa sajakah pokok bahsan dalam Ikhtilaf?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui pengertian dari Ijtihad, Mujtahid dan Ikhtilaf.


2. Agar dapat memahami pokok bahasan yang terdapat dalam Ijtihad,
Mujtahid dan Ikhtilaf.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Ijtihad

Ijtihad (bahasa Arab: ‫ )اجتهاد‬adalah sebuah usaha yang sungguh-sungguh, yang


sebenarnya bisa dilaksanakan oleh siapa saja yang sudah berusaha mencari ilmu untuk
memutuskan suatu perkara yang tidak dibahas dalam Al Quran maupun hadis dengan
syarat menggunakan akal sehat dan pertimbangan matang.

Namun pada perkembangan selanjutnya, diputuskan bahwa ijtihad


sebaiknya hanya dilakukan para ahli agama Islam.

Tujuan ijtihad adalah untuk memenuhi keperluan umat manusia akan


pegangan hidup dalam beribadah kepada Allah di suatu tempat tertentu atau pada
suatu waktu tertentu. Orang yang melakukan ijtihad disebut mujtahid.

B. Pokok Bahasan Dalam Ijtihad

1. Fungsi Ijtihad

Meski Al Quran sudah diturunkan secara sempurna dan lengkap,


tidak berarti semua hal dalam kehidupan manusia diatur secara detail oleh
Al Quran maupun Al Hadist. Selain itu ada perbedaan keadaan pada saat
turunnya Al Quran dengan kehidupan modern. Sehingga setiap saat
masalah baru akan terus berkembang dan diperlukan aturan-aturan turunan
dalam melaksanakan Ajaran Islam dalam kehidupan beragama sehari-hari.

Jika terjadi persoalan baru bagi kalangan umat Islam di suatu


tempat tertentu atau di suatu masa waktu tertentu maka persoalan tersebut
dikaji apakah perkara yang dipersoalkan itu sudah ada dan jelas
ketentuannya dalam Al Quran atau Al Hadist. Sekiranya sudah ada maka
persoalan tersebut harus mengikuti ketentuan yang ada sebagaimana
disebutkan dalam Al Quran atau Al Hadits itu. Namun jika persoalan

2
tersebut merupakan perkara yang tidak jelas atau tidak ada ketentuannya
dalam Al Quran dan Al Hadist, pada saat itulah maka umat Islam
memerlukan ketetapan Ijtihad. Tapi yang berhak membuat Ijtihad adalah
mereka yang mengerti dan paham Al Quran dan Al Hadist.

2. Jenis-jenis Ijtihad

a. Ijmak

Ijmak artinya kesepakatan yakni kesepakatan para ulama


dalam menetapkan suatu hukum-hukum dalam agama berdasarkan
Al-Qur'an dan Hadits dalam suatu perkara yang terjadi. Adalah
keputusan bersama yang dilakukan oleh para ulama dengan cara
ijtihad untuk kemudian dirundingkan dan disepakati. Hasil dari
ijma adalah fatwa, yaitu keputusan bersama para ulama dan ahli
agama yang berwenang untuk diikuti seluruh umat.

b. Qiyas

Qiyas adalah menggabungkan atau menyamakan artinya


menetapkan suatu hukum atau suatu perkara yang baru yang belum
ada pada masa sebelumnya namun memiliki kesamaan dalam
sebab, manfaat, bahaya dan berbagai aspek dengan perkara
terdahulu sehingga dihukumi sama. Dalam Islam, Ijma dan Qiyas
sifatnya darurat, bila memang terdapat hal-hal yang ternyata belum
ditetapkan pada masa-masa sebelumnya. Beberapa
definisi qiyâs (analogi) adalah sebagai berikut.

1) Menyimpulkan hukum dari yang asal menuju kepada


cabangnya, berdasarkan titik persamaan di antara keduanya.
2) Membuktikan hukum definitif untuk yang definitif lainnya,
melalui suatu persamaan di antaranya.
3) Tindakan menganalogikan hukum yang sudah ada
penjelasan di dalam [Al-Qur'an] atau [Hadis] dengan kasus
baru yang memiliki persamaan sebab (iladh).

3
4) menetapkan sesuatu hukum terhadap sesuatu hal yg belum
di terangkan oleh al-qur'an dan hadits.

c. Istihsan

Beberapa definisi Istihsân

1) Fatwa yang dikeluarkan oleh seorang fâqih (ahli fikih),


hanya karena dia merasa hal itu adalah benar.
2) Argumentasi dalam pikiran seorang fâqih tanpa bisa
diekspresikan secara lisan olehnya
3) Mengganti argumen dengan fakta yang dapat diterima,
untuk maslahat orang banyak.
4) Tindakan memutuskan suatu perkara untuk mencegah
kemudharatan.
5) Tindakan menganalogikan suatu perkara di masyarakat
terhadap perkara yang ada sebelumnya.

d. Maslahah Mursalah

Maslahah Mursalah dalah tindakan memutuskan masalah


yang tidak ada naskahnya dengan pertimbangan kepentingan hidup
manusia berdasarkan prinsip menarik manfaat dan menghindari
kemudharatan.

e. Sudzuz Dzariah

Sudzuz Dzariah dalah tindakan memutuskan suatu yang


mubah menjadi makruh atau haram demi kepentingan umat.

f. Istishab

Istishab adalah tindakan menetapkan berlakunya suatu


ketetapan sampai ada alasan yang bisa mengubahnya, contohnya
apabila ada pertanyaan bolehkah seorang perempuan menikah lagi
apabila yang bersangkutan ditinggal suaminya bekerja di
perantauan dan tidak jelas kabarnya? maka dalam hal ini yang
berlaku adalah keadaan semula bahwa perempuan tersebut

4
statusnya adalah istri orang sehingga tidak boleh menikah(lagi)
kecuali sudah jelas kematian suaminya atau jelas perceraian
keduanya.

g. Urf

Urf adalah tindakan menentukan masih bolehnya suatu


adat-istiadat dan kebiasaan masyarakat setempat selama kegiatan
tersebut tidak bertentangan dengan aturan-aturan prinsipal dalam
Alquran dan Hadis.

3. Tingkatan-tingkatan

a. Ijtihad Muthlaq

Ijtihad Muthlaq dalah kegiatan seorang mujtahid yang


bersifat mandiri dalam berijtihad dan menemukan 'illah-'illah
hukum dan ketentuan hukumnya dari nash Al-Qur'an dan sunnah,
dengan menggunakan rumusan kaidah-kaidah dan tujuan-tujuan
syara', serta setelah lebih dahulu mendalami persoalan hukum,
dengan bantuan disiplin-disiplin ilmu.

b. Ijtihad fi al-Madzhab

Ijtihad fi al-Madzab adalah suatu kegiatan ijtihad yang


dilakukan seorang ulama mengenai hukum syara', dengan
menggunakan metode istinbath hukum yang telah dirumuskan oleh
imam mazhab, baik yang berkaitan dengan masalah-masalah
hukum syara' yang tidak terdapat dalam kitab imam mazhabnya,
meneliti pendapat paling kuat yang terdapat di dalam mazhab
tersebut, maupun untuk memfatwakan hukum yang diperlukan
masyarakat.

Secara sempit, ijtihad tingkat ini dikelompokkan menjadi tiga tingkatan :

a. Ijtihad at-Takhrij

Ijtihad at-Takhrij yaitu kegiatan ijtihad yang dilakukan


seorang mujtahid dalam mazhab tertentu untuk melahirkan hukum

5
syara' yang tidak terdapat dalam kumpulan hasil ijtihad imam
mazhabnya, dengan berpegang kepada kaidah-kaidah atau
rumusan-rumusan hukum imam mazhabnya. Pada tingkatan ini
kegiatan ijtihad terbatas hanya pada masalah-masalah yang belum
pernah difatwakan imam mazhabnya, ataupun yang belum pernah
difatwakan oleh murid-murid imam mazhabnya.

b. Ijtihad at-Tarjih

Ijtihad at-Tarjih yaitu kegiatan ijtihad yang dilakukan untuk


memilah pendapat yang dipandang lebih kuat di antara pendapat-
pendapat imam mazhabnya, atau antara pendapat imam dan
pendapat murid-murid imam mazhab, atau antara pendapat imam
mazhabnya dan pendapat imam mazhab lainnya.
Kegiatan ulama pada tingkatan ini hanya melakukan pemilahan
pendapat, dan tidak melakukan istinbath hukum syara'.

c. Ijtihad al-Futya

Ijtihad al-Futya yaitu kegiatan ijtihad dalam bentuk


menguasai seluk-beluk pendapat-pendapat hukum imam mazhab
dan ulama mazhab yang dianutnya, dan memfatwakan pendapat-
pendapat terebut kepada masyarakat. Kegiatan yang dilakukan
ulama pada tingkatan ini terbatas hanya pada memfatwakan
pendapat-pendapat hukum mazhab yang dianutnya, dan sama
sekali tidak melakukan istinbath hukum dan tidak pula memilah
pendapat yang ada di dalamnya.1

1
https://id.m.wikipedia.org/wiki/ijtihad diakses pada tanggal 10 November 2019.

6
C. Pengertian Mujtahid

Mujtahid (bahasa Arab: ‫ )د المجته‬atau fakih (‫ )هالفقي‬adalah seseorang yang


memiliki kemampuan ijtihad atau istinbath (inferensi) hukum-hukum syariat dari
sumber-sumber muktabar dan diandalkan. Mujtahid mutlak dan mutajazzi,
mujtahid bil fi'il dan bil quwwah, mujtahid a'lam dan mujtahid jami' al-syarāith
merupakan bagian-bagian dari fakih atau mujtahid. Syaikh Thusi, Muhaqqiq
Hilli, Allamah Hilli, Syaikh Anshari dan Mirza Syirazi adalah mujtahid-
mujtahid Syiah yang terkenal dan memiliki nama.2

D. Pokok Bahasan Dalam Mujtahid

1. Perbedaan Mujtahid dan Marja Taklid

Setiap mujtahid tidak dapat disebut sebagai marja taklid. Marja


taklid adalah salah satu bagian mujtahid dan marja taklid ini disebut
sebagai mujtahid yang diikuti dan taklidi orang lain; artinya amalan-
amalan keagamaannya dilakukan berdasarkan pandangan-pandangan
fikihnya dan orang-orang menyerahkan pembayaran-pembayaran syar'inya
(seperti zakat, khumus dan lain sebagainya) kepadanya atau kepada
perwakilannya.3

2. Klasifikasi Mujtahid atau Fakih

Berdasarkan ragam klasifikasi yang terkait dengan terma mujtahid,


mujtahid dapat dibagi menjadi beberapa klasifikasi:

a. Mujtahid Mutlak: Seorang mujtahid yang mampu melakukan


istinbath dan melalui penalaran syariat ia lebih banyak
melakukan inferensi hukum-hukum syariat.
b. Mujtahid Mutajazzi: Seseorang yang memiliki kemampuan
untuk melakukan istinbath hukum-hukum syariat pada
sebagian masalah fikih. Sebagian fakih berpandangan tidak

2
http://id.wikishia.net/view/Mujtahid diakses pada tanggal 10 November 2019.
3
Yazdi, al-'Urwah al-Wutsqa, jld. 1, hlm. 4; Rahman Setayesy, Taqlid, hlm. 789.

7
dibenarkan bertaklid kepada mujtahid mutajazzi; sebagian
lainnnya berpendapat boleh bertaklid kepada seorang mujtahid
mutajazzi dalam istinbath hukum yang ia lakukan.
c. Mujtahid bil fi'il: Mujtahid yang di samping memiliki
kemampuan melakukan istinbath hukum, dalam tataran praktis
juga ia banyak melakukan istinbath hukum.
d. Mujtahid bil quwwa: Mujtahid yang mampu melakukan
istinbath hukum-hukum syariat namun pada tataran praktis ia
tidak banyak melakukan inferensi hukum.
e. Mujtahid Infitahi: Mujtahid yang meyakini bahwa jalan
definitif atau asumtif yang dapat diandalkan untuk sampai
kepada hukum-hukum syariat itu tetap terbuka; artinya
keyakinan ini dilakukan bahwa melalui dalil-dalil definitif atau
asumtif yang dapat diandalkan (muktabar) kita dapat
melakukan inferensi hukum-hukum syariat.
f. Mujtahid Insidadi: Mujtahid yang menilai bahwa jalan
definitif atau asumtif yang dapat diandalkan untuk sampai
kepada hukum-hukum syariat itu tidak mungkin tercapai. Di
antara fakih terdapat perbedaan pendapat apakah mukalid
dapat bertaklid kepada seorang mujtahid insidadi.
g. Mujtahid A'lam: Fakih yang memenuhi segala persyaratan
dalam melakukan istinbath hukum syariat dan dibanding
dengan fakih yang lain ia lebih memiliki kemampuan.
Sebagian fakih menilai wajib hukumnya untuk bertaklid
kepada mujtahid a'lam apabila ia dapat mengidentifikasinya
dan sebagian lainnya mewajibkan taklid kepada mujtahid a'lam
berdasarkan prinsip kehati-hatian.
h. Mujtahid Jami' al-Syaraith: Mujtahid yang memiliki syarat-
syarat yang diperlukan untuk dapat ditaklidi orang lain.
Sebagian syarat itu adalah: laki-laki, berakal, dari keturunan
baik-baik dan menganut mazhab Imamiyah, hidup, adil dan
a'lam.

8
i. Marja Taklid: Mujtahid yang ditaklidi oleh orang lain; artinya
amalan-amalan keagamaan dilakukan berdasarkan pendapat-
4
pendapat keagamaannya (fatwa).

3. Syarat-syarat Jami’ al-Syaraith

Berdasarkan fatwa para fakih, seseorang yang bukan mujtahid


maka ia harus bertaklid kepada mujtahid; artinya dalam urusan-urusan
agama ia berbuat berdasarkan perintahnya atau melalui jalan ihtiyath
sedemikian sehingga ia beramal sesuai dengan tugasnya yaitu ia yakin
bahwa ia telah menunaikan taklifnya. Seorang mujtahid, ia dapat diikuti
oleh orang lain dan harus memenuhi syarat-syarat tertentu sehingga
mujtahid yang memiliki syarat-syarat ini disebut sebagai mujtahid jami' al-
syaraith. Syarat-syarat yang disepakati oleh para fakih kontemporer,
sekaitan dengan mujtahid jami' al-syaraith adalah sebagai berikut:

a. Laki-laki
b. Baligh
c. Aqil
d. Bermazhab Syiah Imamiyah
e. Keturunan baik-baik
f. Hidup
g. Adil
h. A'lam (lebih menonjol keilmuannya).5

4. Ijazah Ijtihad

Pada beberapa dasawarsa terakhir telah menjadi tradisi bahwa para


lulusan Hauzah Ilmiah tatkala sampai pada level tertinggi bidang fikih,
guru atau para guru, baik secara lisan atau tulisan, memverifikasi ijtihad
mereka. Verifikasi ini disebut sebagai ijazah ijtihad.6

4
Markaz Itthila’at wa Madarik Islami, Farhang Nameh Ushul Fiqh, hlm. 696.
5
Imam Khomeini, Taudhih al-Masail, jld. 1, hlm. 13-15.
6
Makarim Syirazi, Dairah al-Ma'arif Fiqh Muqaran, jld. 1, hlm. 259-266.

9
5. Fakih Ternama Syiah

Dalam sejarah fikih Syiah, terdapat banyak fakih yang melakukan


ijtihad di sepanjang masa. Yang paling terkenal berdasarkan urutan masa
hidup dan wafatnya adalah sebagai berikut:

a. Syaikh Mufid
b. Sayid Murtadha
c. Syaikh Thusi
d. Muhaqqiq Hilli
e. Allamah Hilli
f. Syahid Awwal
g. Syahid Tsani
h. Wahid Behbahani
i. Mirza Qummi
j. Muhammad Hasan Najafi (Shahib al-Jawahir)
k. Syaikh Murtadha Anshari
l. Mirza Syirazi
m. Akhund Khurasani
n. Sayid Muhammad Kazhim Thabathabai Yazdi
o. Abdul Karim Hairi Yazdi
p. Mirza Naini
q. Sayid Abul Hasan Isfahani
r. Sayid Husain Thabathabai Burujerdi
s. Sayid Muhsin Hakim
t. Sayid Ruhullah Musawi Khomeini
u. Sayid Abul Qasim Khui.7

6. Para Fakih Mutaqqadim dan Mutaakhir

Dalam tulisan-tulisan fikih Syiah kebanyakan menyebut para fakih


sebelum Syaikh Thusi sebagai "qudama". Semenjak Syaikh Thusi hingga
sebelum masa Allamah Hilli disebut sebagai "mutaqaddim". Dari Allamah

7
Badri, Mu'jam Mufradat Ushul al-Fiqh al-Maqaran, hlm. 253.

10
Hilli dan setelahnya hingga masa sebelum generasi pertama para fakih
kontemporer disebut sebagai "mutaakhir". Adapun fakih kontemporer juga
disebut sebagai muta'akhir dan al-muta'akhirun (para fakih pasca
muta'akhirun).

Alasan pembagian ini adalah berdasarkan metode fikih yang


digunakan pada setiap zaman. Akan tetapi peristilahan ini sifatnya relatif
dan terdapat pendapat lain terkait dengan mereka. Sebagai contoh sebagian
menyebut seluruh fakih sebelum masa Muhaqqiq Hilli sebagai qudama. 8

8
Maliki Isfahani, Farhang Ishthilahat Ushul, jld. 2, hlm. 60.

11
E. Pengertian Ikhtilaf

Ikhtilaf adalah istilah dalam kajian hukum Islam yang berarti perbedaan,
perselisihan, dan pertukaran. Alquran sebagai pedoman hidup bagi umat Islam
menyebutkan kata ikhtilaf pada tujuh ayat dan kata jadiannya pada sembilan
tempat. Kata ikhtilaf yang memiliki arti perbedaan dan perselisihan dapat dilihat
pada Alquran surah Al-Baqarah ayat 176, 213, dan 253. Kata ikhtilaf sering pula
disebut dengan kata "khilafiyah" yang memiliki arti perbedaan pandangan di
antara ulama terhadap suatu persoalan hukum. Namun demikian, khilafiyah juga
dapat terjadi pada aspek lain seperti politik, dakwah, dan lain-lain.9

F. Pokok Bahasan Dalam Ikhtilaf

1. Ikhtilaf Sejak Masa Salaf

Mengenai ikhtilaf para di kalangan sahabat, para ulama salaf sama


sekali tidak melihat hal itu tercela, bahkan hal itu dinilai positif oleh
mereka. Imam Al Qasim bin Muhammad seorang ulama tabi’in
menyatakan.”Benar-benar Allah telah memberi manfaat dengan
ikhtilafnya para sahabat Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam dalam amalan
mereka. Tidaklah beramal orang yang mengamalkan amalan yang
dilakukan oleh seorang dari mereka (sahabat), kecuali ia melihat hal itu
adalah bentuk kelonggaran. Dan ia melihat bahwa orang yang lebih mulia
daripadanya telah melaksanakannya”. (Jami’ Bayan Al Ilmi wa Fadhlihi,
2/80)

Aun bin Abdillah, juga ulama tabi’in menyatakan,”Aku tidak


menyukai (jika) sesungguhnya para sahabat Nabi Shallallahu Alaihi
Wasallam tidak berikhtilaf. Sesungguhnya mereka jika sepakat atas suatu
hal dan hal itu ditinggalkan oleh seseorang, maka ia telah meninggalkan
sunnah. Kalau mereka berselisih kemudian seseorang mengambil salah

9
Dewan Redaksi, Ensklopedia Islam (2001). ensklopedia Islam. Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van
Hoeve. hlm. 193.

12
satu dari pendapat mereka (para sahabat), ia telah menempuh sunnah”.
(Sunan Ad Darimi, 1/151)

2. Ikhtilaf adalah Kekhususan Umat Rasulullah

Bukan hanya merupakan hal yang lumrah di kalangan salaf, para


ulama melihat bahwa ikhtilaf adalah bagian dari kekhususan umat ini.
Imam As Suyuthi menyatakan bahwa para sahabat yang mana mereka
adalah sebaik-baik umat berbeda pendapat satu sama lain dalam masalah
furu’, namun mereka tidak mengingkari satu sama lain, tidak menuduh
yang lain salah atau memiliki keterbatasan,”Maka diketahui bahwa ikhtilaf
madzhab-madzhab yang ada dalam millah ini kekhususan dan keutamaan
untuk umat ini”. (lihat, muqaddimah Jazil Al Mawahib fi Ikhtilaf Al
Madzahib)

Imam Al Qashtalani juga menyampaikan,”Dari kekhususan umat


ini- umat pengikut Rasulullah- adalah ijma’ mereka adalah hujjah
sedangkan ikhtilaf mereka adalah rahmah”. Dan menurut Al Hafidz Az
Zurqani, hal itu dalam masalah furu’. (Syarh Al Mawahib Al Laduniyyah,
5/468)10

10
https://www.hidayatullah.com/kajian/ikhtilaful-ummah/read/2015/10/06/80173/memaknai-
ikhtilaf-dan-cara-menyikapinya.html diakses pada tanggal 10 November 2019.

13
G. Macam-Macam Ikhtilaf

Syaikh Al-'Allamah Sholih Al-Fawzan berkata, "Ikhtilaf (perbedaan


pendapat) ada beberapa macam:

1. Perbedaan dalam masalah aqidah. Khilaf dalam hal ini tidak


diperbolehkan, karena perkara aqidah tidak membuka ruang ijtihad di
dalamnya maupun perbedaan pendapat. Perkara aqidah dibangun di atas
dalil dan menutup pintu ijtihad. Sebab itu ketika Nabi shollallahu 'alaihi
wasallam menyebutkan tentang perpecahan umat menjadi 73 golongan
beliau menegaskan, "Semuanya di neraka kecuali hanya satu golongan
saja yang selamat. Ditanyakan kepada beliau, "Siapakah mereka
(golongan yang selamat itu) wahai Rosulullah? Beliau menjawab,
"Mereka adalah orang yang beragama dengan cara beragamaku dan
cara beragama para Shohabatku.

2. Perbedaan pemahaman. Khilaf (perbedaan) dalam hal ini muncul


karena adanya ijtihad ketika mengambil kesimpulan hukum fiqh dari
dalil-dalilnya secara rinci, selama ijtihadnya itu memenuhi syarat dan
berasal dari para ahlinya. Akan tetapi, jika dalilnya telah nampak di
hadapan salah seorang mujtahid maka wajib baginya mengambil yang
sesuai dalil dan meninggalkan perkara yang tidak ada landasan dalilnya.

Al-Imam Asy-Syafii - rohimahullah - berkata, "Para Ulama telah


bersepakat, bila telah jelas gamblang sunnah Rosulillah shollallahu
'alaihi wasallam maka tidak boleh bagi siapapun meninggalkannya
lantaran mengikuti pendapat seseorang. Karena Allah ta'ala berfirman,
"Jika kalian berselisih pendapat tentang suatu perkara maka
kembalikanlah ia kepada Allah dan Rosul-Nya, jika kalian benar-benar
beriman kepada Allah dan hari akhir. Yang demikian itu lebih utama
(bagi kalian) dan lebih baik lagi akibatnya."

14
Sebagian Ulama berkata:

‫معتبرا‬
ً ٌّ ‫النظر إالَّ ِخالف له َح‬
‫ وليس ُك ُّل ِخالف جاء‬...‫ظ ِمن‬

Artinya : "Tidaklah setiap khilaf itu mu'tabar (diakui), kecuali khilaf


yang mempunyai sudut pandang (hujjah)."

3. Perbedaan yang bersumber dari ijtihad fiqhi (pemahaman) berhubung


dalilnya belum nampak di antara para Ulama yang berselisih pendapat.
Maka dalam hal ini tidaklah diingkari jika seseorang mengambil salah
satu pendapat. Oleh sebab itu, ada ungkapan yang masyhur terkait hal
ini yaitu, "Tidak ada pengingkaran dalam menyikapi masalah ijtihad
(yang diperselisihkan)". Khilaf dalam masalah ini tidak melazimkan
percekcokan di antara keduabelah pihak yang berbeda pendapat. Karena
masing-masingnya ada kemungkinan berada di atas al-haq." (Al-Ijtima'
wa Nabdzul Furqoh hal. 48 - 50)11

11
http://manhajul-haq.blogspot.com/2017/10/macam-macam-ikhtilaf-tidak-semua.html diakses
pada tanggal 10 November 2019.

15
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Ijtihad (bahasa Arab: ‫ )اجتهاد‬adalah sebuah usaha yang sungguh-sungguh,


yang sebenarnya bisa dilaksanakan oleh siapa saja yang sudah berusaha mencari
ilmu untuk memutuskan suatu perkara yang tidak dibahas dalam Al
Quran maupun hadis dengan syarat menggunakan akal sehat dan pertimbangan
matang. Namun pada perkembangan selanjutnya, diputuskan bahwa ijtihad
sebaiknya hanya dilakukan para ahli agama Islam.

Tujuan ijtihad adalah untuk memenuhi keperluan umat manusia akan


pegangan hidup dalam beribadah kepada Allah di suatu tempat tertentu atau pada
suatu waktu tertentu. Orang yang melakukan ijtihad disebut mujtahid.

Jika terjadi persoalan baru bagi kalangan umat Islam di suatu tempat
tertentu atau di suatu masa waktu tertentu maka persoalan tersebut dikaji apakah
perkara yang dipersoalkan itu sudah ada dan jelas ketentuannya dalam Al Quran
atau Al Hadist. Sekiranya sudah ada maka persoalan tersebut harus mengikuti
ketentuan yang ada sebagaimana disebutkan dalam Al Quran atau Al Hadits itu.
Namun jika persoalan tersebut merupakan perkara yang tidak jelas atau tidak ada
ketentuannya dalam Al Quran dan Al Hadist, pada saat itulah maka umat Islam
memerlukan ketetapan Ijtihad. Tapi yang berhak membuat Ijtihad adalah mereka
yang mengerti dan paham Al Quran dan Al Hadist.

Jenis-jenis Ijtihad antara lain: Ijmak, Qiyas, Istihsan, Mashlah Mursalah,


Sududz Dzariah, Istishab, Urf.

Tingkat-tingkatan dalam Ijtihad antara lain : Ijtihad Muthlaq, Ijtihad fi al-


Madzhab, Ijtihad at-Takhrij, Ijtihad at-Tarjih, Ijtihad al-Futya.

Mujtahid (bahasa Arab: ‫ )د المجته‬atau fakih (‫ )هالفقي‬adalah seseorang yang


memiliki kemampuan ijtihad atau istinbath (inferensi) hukum-hukum syariat dari
sumber-sumber muktabar dan diandalkan. Mujtahid mutlak dan mutajazzi,

16
mujtahid bil fi'il dan bil quwwah, mujtahid a'lam dan mujtahid jami' al-syarāith
merupakan bagian-bagian dari fakih atau mujtahid. Syaikh Thusi, Muhaqqiq
Hilli, Allamah Hilli, Syaikh Anshari dan Mirza Syirazi adalah mujtahid-
mujtahid Syiah yang terkenal dan memiliki nama.

Klasifikasi Mujtahid atau Fakih antara lain : Mujtahid Mutlak, Mujtahid


Mutajazzi, Mujtahid bil fi’il, Mujtahid bil quwwa, Mujtahid Infitahi, Mujtahid
Insidadi, Mujtahid A’lam, Mujtahid Jami’ al-Syaraith, Marja Taklid.

Syarat-syarat Mujtahid Jami’ al-Syaraith antara lain : laki-laki, baligh,


aqil, bermazhab Syiah Imamiyah, keturunan baik-baik, hidup, adil, a’lam (lebih
menonjol keilmuannya).

Ikhtilaf adalah istilah dalam kajian hukum Islam yang berarti perbedaan,
perselisihan, dan pertukaran. Alquran sebagai pedoman hidup bagi umat Islam
menyebutkan kata ikhtilaf pada tujuh ayat dan kata jadiannya pada sembilan
tempat. Kata ikhtilaf yang memiliki arti perbedaan dan perselisihan dapat dilihat
pada Alquran surah Al-Baqarah ayat 176, 213, dan 253. Kata ikhtilaf sering pula
disebut dengan kata "khilafiyah" yang memiliki arti perbedaan pandangan di
antara ulama terhadap suatu persoalan hukum. Namun demikian, khilafiyah juga
dapat terjadi pada aspek lain seperti politik, dakwah, dan lain-lain.

Menurut Syaikh Al-'Allamah Sholih Al-Fawzan, Ikhtilaf (perbedaan


pendapat) ada beberapa macam. Antara lain : Pertama, perbedaan dalam masalah
akidah. Kedua, perbedaan pemahaman. Ketiga, perbedaan yang bersumber dari
ijtihad fiqhi (pemahaman) berhubung dalilnya belum nampak di antara para
Ulama yang berselisih pendapat.

17
DAFTAR PUSTAKA

https://id.m.wikipedia.org/wiki/ijtihad diakses pada tanggal 10 November 2019.

2
http://id.wikishia.net/view/Mujtahid diakses pada tanggal 10 November 2019.

3
Yazdi, al-‘Urwah al-Wutsqa, jld. 1, hlm. 4; Rahman Setayesy, Taqlid, hlm. 789.

4
Markaz Itthila’at wa Madarik Islami, Farhang Nameh Ushul Fiqh, hlm. 696.

5
Imam Khomeini, Taudhih al-Masail, jld. 1, hlm. 13-15.

6
Makarim Syirazi, Dairah al-Ma’arif Fiqh Muqaran, jld. 1, hlm. 259-266.

7
Badri, Mu’jam Mufradat Ushul al-Fiqh al-Maqaran, hlm. 253.

8
Maliki Isfahani, Farhang Ishthilahat Ushul, jld. 2, hlm. 60.

9
Dewan Redaksi, Ensklopedia Islam (2001). ensklopedia Islam. Jakarta: PT.
Ichtiar Baru Van Hoeve. hlm. 193.

10
https://www.hidayatullah.com/kajian/ikhtilaful-
ummah/read/2015/10/06/80173/memaknai-ikhtilaf-dan-cara-menyikapinya.html
diakses pada tanggal 10 November 2019.

11
http://manhajul-haq.blogspot.com/2017/10/macam-macam-ikhtilaf-tidak-
semua.html diakses pada tanggal 10 November 2019.

18

Anda mungkin juga menyukai