Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH TENTANG HAMA MONYET DI

PERKEBUNAN KARET

D
I
S
U
U
N
OLEH S
:
1. BILLY RIANDI NATANAEL HUTASOIT 1701052
2. FERI ARYANSYAH 1701060
3. JUNHENDRA 1701069
4. RIDHO RAMADHANI 1701080
5. SURYA DHARMA SYAHPUTRA 1701088

BDP III B
Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian Agrobisnis Perkebunan
( STIPAP )
MEDAN

T.A 2019/2020
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tanaman karet ( Hevea brasiliensis ) merupakan tanaman tropis dan berasal dari
lembah Amazon di Negara Brazilia dengan curah hujan antara 2000- 3000mm per tahun
dengan hari hujan antara 120-170 hari per tahun. Untuk pertama kalinya tanaman karet
diperkenalkan di Indonesia pada tahun 1864.Mula-mula karet ditanam di Kebun Raya Bogor
sebagai koleksi.Dari tanaman koleksi karet selanjutnya dikembangkan kebeberapa daerah
sebagai tanaman perkebunan komersial. Daerah yang pertama kalinya digunakan sebagai
tempat uji coba penanaman karet adalah pamanukan dan ciasem, Jawa Barat.Jenis yang
pertama kali diuji cobakan dikedua daerah tersebut adalah spesies Ficus Elastic atau karet
rambung.Jenis karet Hevea Brasiliensis baru ditanam di Sumatera bagian Timur pada tahun
1902 dan dijawa pada tahun 1906. Karet merupakan komoditi perkebunan primadona ekspor.
Indonesia bersama dua Negara produsen karet alam terbesar dunia yaitu Thailand dan
Malaysia, memberikan kontribusi sebesar 75% terhadap total produksi karet alam dunia.
Khususnya Indonesia memberikan kotribusi sebesar 26% dari total produksi karet alam
dunia. Diproyeksikan hingga tahun 2020 konsumsi karet alam dunia akan terus mengalami
peningkatan rata-rata sebesar 2,6% per tahun. Negara - Negara seperti Amerika Serikat,
Eropa, Jepang, dan China merupakan contoh besar konsumen karet alam

1.1.1 Botani dan Morfologi Tanaman Karet


1. Sistematika Dalam klasifikasi botani, tanaman karet ialah sebagai berikut : Divisio :
Spermatophyta Sub-divisio : Angiospermac Kelas : Dicotheledonae Family : Euphorbiaceae
Genus : Hevea Spesies : Hevea Brasilliansis
2. Akar
Akar tanaman karet membentuk akar tunggang yang dalam dan akar-akar cabang.
Perakaran merupakan 15 % dari total berat kering tanaman dewasa. Akar tunggang tumbuh
kearah bawah yang dapat berfungsi sebagai penopang tegakkan tanaman. Akar lateral
umumnya tumbuh dari akar tunggang dengan arah tumbuh mendatar, sedikit sekali akar
lateral yang tumbuh kebawah.
3. Batang
Tanaman karet merupakan pohon yang tumbuh tinggi dan berbatang cukup besar.
Tinggi pohon dewasa mampu mencapai 15-25 m. Usia tanaman karet berkisar 20-25 tahun.
Batang tanaman biasanya tumbuh lurus dan memiliki percabangan yang tinggi diatas. Batang
tanaman ini mengandung getah yang dikenal dengan nama lateks. 7 Bentuk batang tanaman
karet ada yang silinder dan ada yang pipih.Batang tanaman yang berasal dari biji (seeding)
biasanya tumbuh konis yaitubagian bawah besar dan bagian atasnya mengecil.Kulit batang
tanaman karet dari luar kedalam susunannya adalah bagian luar berupa kulit gabus yang
keras, sebelah dalam berupa kulit lunak, dan cambium.Pembuluh lateks terdapat pada kulit
sekeliling batang. Percabangan tanaman karet berbeda antara satu klon dengan klon yang
lainnya.Klon yang memiliki percabangan rendah mulai bercabang umumnya pada umur I
tahun setelah tanam, klon yang memiliki percabangan tinggi biasanya mulai bercabang pada
umur 3 tahun setelah tanam.Percabangan karet dibedakan atas tipe normal, garpu, sapu,
karang, cemara dan lilin.
4. Daun
Daun karet berwarna hijau. Apabila akan rontok daun berwarna menjadi kuning atau
merah. Daun karet terdiri dari tangkai daun utama dan tangkai anak daun antara 3-10 cm dan
pada ujungnya terdapat pada sehelai daun karet.Anak daun berbentuk eliptis, memanjang
dengan ujung meruncing.Tepinya rata dan gundul serta tidak tajam. Daun tanaman karet
termaksud jenis triopliate artinya setiap tangkai daun mempunyai 3 helai daun yang
bentuknya lonjong sampai hampir lonjong.Susunan daun karet disebut paying, setiap setelah
terbentuk satu paying pertumbuhan terhenti atau pucuk dalam keadaan dorman.Masa dorman
dipengaruhi oleh air dan 8 hara tanah.Daun tanaman karet umumnya gugur pada musim
kemarau.Bentuk mahkota dan dibedakan atas bentuk bulat, sapu, kerucut, dan ova. 5. Bunga
Bunga karet terdiri dari bunga jantan dan bunga betina yang terdapat dalam malai paying
tambahan yang jarang.Pangkal tenda bunga berbentuk lonceng. Pada ujungnya terdapat lima
tajuk yang sempit. Panjang tenda bunga 4-8 mm bunga betina berambut vilt, ukurannya lebih
besar sedikit dari yang jantan dan mengandung bakal buah yang beruang tiga buah.Bunga
jantan mempunyai sepuluh benang sari yang tersusun menjadi satu tiang. Kepala sari dalam
dua karangan, tersusun satu lebih tinggi dari yang lain. Paling ujung adalah suatu bakal buah
yang tidak tumbuh sempunna. Tanaman karet mulai berbunga kurang lebih setelah berumur 3
tahun. Masa berbunga tanaman karet berbeda disuatu tempat dengan temapt lain yang
dipengaruhi oleh musim kering, musim hujan dan garis lintang. Dalam satu tangkai biasanya
terdapat 12 malai, tiap malai mempunyai kurang lebih 6 kuntum bunga betina, sedangkan
bunga jantan jumlahnya sangat banyak. Bunga betina memiliki kelopak yang terdiri dari 5
helai yang bersatu pada pangkal yang berwarna kuning. Bunga jantan ukurannya lebih kecil
bila dibandingkan dengan bunga betina, berwarna kuning.Diatas dasar bunga terdapat 5 buah
kelopak.Tangkai sari melekat diujung di dasar bunga berbentuk tugu kecil dengan ujung
terbelah tiga. 9 Proses membentuknya bunga dibedakan antara pembungaan Centrifetal yaitu
bunga paling pinggir dalam suatu malai membuka terlebih dahulu kemudian diikuti bagian
yang tengah. Pembungaan Centrifental yaitu bunga yang palingujung dan tengah membuka
terlebih dahulu kemudian diikuti bagian luar pada satu malai. Karet termasuk tanaman
menyerbuk sendiri dan silang.Penyerbukan umumnya dibantu oleh serangga. Biji akan
diperoleh 5-6 bulan setelah penyerbukan. Dari hasil penyerbukan alami, hanya 3 % yang
berhasil menjadi biji.Tanaman dewasa dapat mengahasilkan 2.000 butir biji per pohon setiap
tahun.
1.1.2 Sejarah Pohon Karet Dunia
Sejarah karet bermula ketika Christopher Columbus menemukan benua Amerika
pada 1476. saat itu, Columbus tercengang melihat orang-orang Indian bermain bola dengan
menggunakan suatu bahan yang dapat melantun bila dijatuhkan ketanah. Bola tersebut terbuat
dari campuran akar, kayu, dan rumput yang dicampur dengan suatu bahan (lateks) kemudian
dipanaskan diatas unggun dan dibulatkan seperti bola.

Pada 1731, para ilmuwan mulai tertarik untuk menyelidiki bahan tersebut. seorang
ahli dari Perancis bernama Fresnau melaporkan bahwa banyak tanaman yang dapat
menghasilkan lateks atau karet, diantaranya dari jenis Havea brasilienss yang tumbuh di
hutan Amazon di Brazil. Saat ini tanaman tersebut menjadi tanaman penghasil karet utama,
dan sudah dibudidayakan di Asia Tenggara yang menjadi penghasil karet utama di dunia saat
ini.

Menidaklanjuti apa yang disampaikan Charles Marie de la Condamine dan Francois


Fresneau dari Perancis bahwa ada beberapa jenis tanaman yang dapat menghasilkan lateks
atau karet, kemudian Sir Clement R. Markham bersama Sir Joseph Dalton Hooker berusaha
membudidayakan beberapa jenis pohon karet tesebut. Pada tahun 1835, Hancock mendekati
Direktur Botanical Garden Kew London, Sir William Hooker dan menasehatinya untuk turut
membantu mengenalkan dan mulai menanam pohon karet Hevea di wilayah kolonial Inggris
yang berada Asia. Namun ide ini kurang direspon oleh Sir William Hooker.

Beberapa tahun kemudian kesadaran untuk mulai membudidayakan pohon karet,


diawali oleh Sir Clements Markham, pegawai pemerintahan Inggris di India. Beliau
kemudian meminta James Collin yang telah terlebih dahulu mempelajari karet untuk
mengerjakan proyek penanaman tersebut. Hasil studi Collin dipublikasikan tahun 1872 dan
menjadi perhatian Direktur Kew Botanic Garden yang baru, Sir Joseph Hooker, putra dari Sir
William Hooker. Selanjutnya Joseph Hooker berkerja sama dengan James Collin dalam usaha
membudidayakan karet. Joseph Hooker membeli sekitar 2000 biji karet dari Farris atas
permintaan Collin. Biji karet tersebut dicoba dikecambahkan namun pada akhirnya hanya 12
biji yang berhasil tumbuh hingga menjadi tanaman karet baru.

Ketertarikan untuk membudidayakan karet muncul dari bangsawan Inggris lainnya,


Sir Henry Wickman yang menjelajahi hutan Amazon untuk mengumpulkan biji karet dan
pada akhirnya berhasil membawa sekitar 70.000 biji karet ke Inggris tahun 1876. Biji karet
Wickman kemudian dikecambahkan di Kew Botanical Garden namun hanya sekitar 2000 biji
saja yang mampu berkecambah. Usaha budidaya karet juga terus dilakukan oleh Sir Clements
Markham, beliau mengutus Robert Cross ke Amazon untuk mengumpulkan biji karet seperti
yang dilakukan oleh Sir Wickman. Cross kembali ke Inggris dan berhasil membawa 1080 biji
namun hanya 3% saja yang mampu bertahan selama perjalanan dari Brazil ke Inggris tanpa
menjadi busuk.

Seratus buah biji karet Wickman yang berhasil tumbuh menjadi bibit
perkecambahan kemudian dikirim ke Ceylon (sekarang Sri Langka) dari Kew Botanical
Garden pada bulan September 1876. Selanjutnya di bulan Juni 1877, Kew Botanical Garden
kembali mendistribusikan 22 tanaman karet dengan tujuan Singapore Botanical Garden.
Tanaman karet tersebut diterima oleh Henry Ridley selaku Direktur Singapore Botanical
Garden yang selanjutnya dijuluki ”mad Ridley” karena kegigihannya dalam
membudidayakan tanaman karet di tanah Malaya. Henry Ridley menanam 75% dari tanaman
itu di Residency Garden di Kuala Kangsar kemudian di tahun 1884, Frank Swettenham
menanam 400 biji di Perak dimana biji ini merupakan hasil pohon karet yang ditanam di
kuala kangsar dan selanjutnya antara tahun 1883 – 1885 ditanam di Selangor oleh T. H. Hill.
Ridley juga mengenalkan teknik eksploitasi getah karet dengan penyadapan tanpa menebang
pohon karetnya.

1.1.3 Sejarah Perkembangan Karet di Indonesia


Tanaman karet mulai dikenal di Indonesia sejak zaman penjajahan Belanda.
Tanaman karet yang paling tua diketemukan di Subang Jawa Barat yang ditanam pada tahun
1862. Pada tahun l864 tanaman karet ditanam di Kebun Raya Bogor sebagai tanaman baru
untuk dikoleksi. Selanjutnya, karet dikembangkan menjadi tanaman perkebunan dan tersebar
di beberapa daerah. Perkebunan karet dibuka oleh Hofland pada tahun 1864 di daerah
Pamanukan dan Ciasem, Jawa Barat. Pertama kali jenis yang ditanam adalah karet rambung
atau Ficus elastica. Tanaman karet (Hevea brasiliensis) ditanam di daerah Sumatera Timur
pada tahun 1902, kemudian dibawa oleh perusahaan perkebunan asing ditanam di Sumatera
Selatan. Pada waktu itu petani membuka hutan untuk menanam padi selama 2 tahun lalu
ladang ditinggalkan ,sebelum meninggalkan ladang biasanya menanam tanaman keras seperti
karet dan buah-buahan. Petani akan datang kembali setelah 10 - 12 tahun kemudian untuk
menyadap kebun karetnya.

Perusahaan Harrison and Crossfield Company adalah perusahaan asing pertama


yang mulai menanam karet di Sumatera Selatan dalam suatu perkebunan yang dikelola secara
komersial, kemudian Perusahaan Sociente Financiere des Caoutchoues dari Belgia pada
tahun 1909 dan diikuti perusahaan Amerika yang bernama Hollands Amerikaanse Plantage
Maatschappij (HAPM) pada tahun 1910-1991. Perluasan perkebunan karet di Sumatera
berlangsung mulus berkat tersedianya sarana transportasi yang memadai. Umumnya sarana
transportasi ini merupakan warisan dari usaha perkebunan tembakau yang telah dirombak.
Harga karet yang membumbung pada tahun 1910 dan 1911 menambah semangat para
pengusaha perkebunan untuk mengembangkan usahanya. Walaupun demikian, pada tahun
1920-1921 terjadi depresi perekonomian dunia yang membuat harga karet merosot. Namun
pada tahun 1922 dan 1926 terjadi ledakan harga lagi karena kurangnya produksi karet dunia
sementara industri mobil di Amerika meningkatkan jumlah permintaan karet.

Perkebunan karet rakyat di Indonesia juga berkembang seiring naiknya


permintaan karet dunia dan ledakan harga. Hal-hal lain yang ikut menunjang dibukanya
perkebunan karet rakyat di beberapa daerah antara lain karena pemeliharaan tanaman karet
relatif mudah dan rakyat mempunyai kepercayaan terhadap cerahnya masa depan perkebunan
karet. Beberapa jemaah haji dari Indonesia pada waktu pulang dari Mekkah yang berhenti di
Singapura atau Malaysia membawa biji karet untuk ditanam di Indonesia. Disamping itu
dengan lancarnya perdagangan antara Sumatera dan Malaysia juga membantu
berkembangnya usaha karet rakyat. Ledakan tingginya harga karet terutama setelah terjadi
pada tahun 1922 dan 1926 menjadikan rakyat berlomba-lomba membuka kebun karet sendiri.
Pemerintah Hindia Belanda pada waktu itu memang tidak membuat peraturan tentang
pembukaan dan pengusahaan perkebunan karet oleh rakyat. Akibat nya, lahan karet di
Indonesia meluas secara tak terkendali sehingga kapasitas produksi karet menjadi berlebihan.
Harga karet pun menjadi semakin sulit dipertahankan pada angka yang wajar. Kecenderungan
yang terjadi adalah semakin menurunnya harga karet di pasaran.
Beberapa kali pemerintah Hindia Belanda merencanakan untuk melakukan pembatasan atau
restriksi terhadap karet rakyat. Pada tanggal 7 Mei 1934 diadakan persetujuan antara
Pemerintah Prancis, Britania Raya, Irlandia Utara, British Indie, Belanda dan Siam mengada-
kan pembatasan dalam memproduksi karet dan ekspornya. Persetujuan ini diumumkan dalam
Stbl. 1934 No. 51 yang selanjutnya diadakan perubahan dengan Stbl. 1936 No. 472 dan 1937
No. 432. Pada kenyataannya Pemerintah Hindia Belanda tidak berhasil melakukan restriksi
karet di luar Jawa, maka Pemerintah Hindia Belanda melakukan pembatasan ekspor karet
dengan pajak ekspor. Pajak ekspor ini mengakibatkan produksi menjadi turun dan
menurunkan harga yang diterima ditingkat petani.

Kemudian pada tahun 1937-1942 diberlakukanlah kupon karet yang berfungsi


sebagai surat izin ekspor karet diberikan kepada petani pemilik karet dan bukan kepada
eksportir. Dengan sistem kupon ini petani karet dapat menjual karetnya ke luar negeri
misalnya ke Singapura. Apabila petani karet tersebut tidak berkeinginan menjual karetnya
langsung ke luar negeri maka ia dapat menjual kuponnya kepada petani lain atau kepada
pedagang atau eksportir. Sistem kupon tersebut merupakan jaminan sosial bagi pemilik karet
karena walaupun pohon karetnya tidak disadap, tetapi pemilik karet tetap menerima kupon
yang bisa dijual atau diuangkan. Sistem kupon ini dimaksudkan pula untuk membatasi
produksi (rubber restric-tion) karena bagi petani pemilik yang terpenting terpenuhinya
kebutuhan ekonomi rumah tangganya dari hasil penjualan kupon yang diterimanya walaupun
pohon karetnya tidak disadap.

Pada tahun 1944 Pemerintah Jepang yang berkuasa waktu itu membuat peraturan
larangan perluasan kebun karet rakyat. Produksi karet rakyat yang akan diekspor dikenai
pajak yang tinggi yaitu sebesar 50 % dari nilai keseluruhan. Kebijaksanaan tersebut
berdampak menekan pada perkebunan karet rakyat. Pukulan yang menyakitkan ini tidak
mematikan perkembangan perkebunan karet rakyat karena perkebunan karet rakyat masih
tetap berjalan dan para petani karet masih percaya akan masa depan usahatani karetnya.
Pedagang perantara yang banyak menyediakan barang-barang kebutuhan pokok dan menjadi
penyalur produksi karet rakyat dengan jalan membeli hasil produksinya merupakan mata
rantai yang tetap mempertahankan kelangsungan usahatani ini. Usahatani karet mereka tidak
terlalu berpatokan pada peningkatan produksi dan keuntungan yang berlimpah. Apabila
kebutuhan sehari-hari untuk seluruh keluarga petani tercukupi maka petani akan terus
mempertahankan usahatani kebun karetnya.

Setelah Perang Dunia II berakhir dan pengaruhnya agak reda di berbagai belahan
dunia yang terlibat, maka permintaan akan karet menunjukkan peningkatan kembali.
Indonesia pun agak merasa lega karena Jepang tidak lagi berkuasa. Sejak tahun 1945
perkebunan-perkebunan karet yang dulu diambil secara paksa oleh pihak Jepang dapat
dilanjutkan kembali pengelolaannya oleh pemerintah Indonesia. Pemerintah mengelola
kembali perkebunan karet negara dan mengiatkan perkebunan karet rakyat yang diikuti oleh
perkebunan karet swasta sehingga Indonesia menguasai pasaran karet alam internasional,
tetapi perluasan areal karet dan peremajaan tanaman karet tua kurang perhatian akibatnya
terjadi penurunan produksi karet alam Indonesia.
Pembangunan perkaretan di Indonesia pada Pembangunan Jangka Panjang Tahap I Tahun
1969 – 1994 diarahkan mendorong perkembangan ekonomi pedesaan sehingga mampu
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pada tahun 1968 luas areal karet rakyat sekitar 1,7
juta ha meningkat menjadi 2,6 juta ha pada tahun 1993, terutama perluasan areal proyek
bantuan pemerintah, namun luas tanaman karet tua dan rusak cukup luas sekitar 401 ribu ha.
Petani lebih memilih penanaman karet baru secara tradisional dengan membuka lahan baru
(blukar/hutan) dari pada meremajakan karet tuanya karena kebun karet tua dianggap masih
merupakan asset yang sewaktu-waktu dapat dikelola (Forum Pengkajian Perkaretan, 1994).

Penanaman karet secara teknologi tradisional dilakukan sampai tahun 1980 di


beberapa wilayah di Sumatera Selatan terutama di wilayah desa belum maju yang dicirikan
oleh ketersediaan lahan yang masih cukup luas, belum ada proyek pengembangan karet dan
keterbatasan pengetahuan petani. Pesatnya perkembangan penanaman kelapa sawit yang
dilakukan perkebunan besar swasta dan negara sejak tahun 1990-an, disinyalir ada sebagian
kebun petani yang dikonversi dengan kelapa sawit, karena lahan petani diikutsertakan sebagai
kebun plasma atau diganti rugi oleh perusahaan. Namun perkembangan luas areal karet terus
meningkat (Forum Bersama Pembangunan Perkebunan Sumatera Selatan, 2004).

Pada tahun 1977/1978 pengembangan perkebunan karet di Indonesia dilakukan


pemerintah melalui empat pola yaitu (1) Pola Perusahaan Inti Rakyat (PIR), (2) Pola Unit
Pelaksanaan Proyek (UPP), (3) Pola Bantuan Parsial, dan (4) Pola Pengembangan
Perkebunan Besar (PPB).

a. Pola Perusahaan Inti Rakyat (Pola PIR) merupakan pengembangan perkebunan melalui
pemanfaatan kelebihan kemampuan yang dimiliki oleh perusahaan perkebunan besar untuk
membantu pengembangan perkebunan rakyat di sekitarnya. Perusahaan besar ber-tindak
sebagai inti dan perkebunan rakyat sebagai plasma. Selanjutnya setelah kebun plasma
menghasilkan perusahaan inti turut mengolah dan memasarkan hasilnya. PIR berusaha
menciptakan petani mandiri di wilayah bukaan baru dan ditujukan untuk kelompok
masyarakat lokal maupun pendatang yang berminat menjadi petani karet. Seluruh biaya
pembangunan kebun merupakan komponen kredit petani, sebelum karet produktif petani
sebagai pekerja buruh plasma yang di upah.

Pemerintah membangun perkebunan karet melalui Pola PIR karet yaitu PIR Berbantuan, PIR
Swadana dan PIR Transmigrasi di Indonesia sampai dengan tahun 1991 seluas 255.000 ha
sedangkan di Sumatera Selatan seluas 159.261 ha dengan jumlah petani sebanyak 79.631
kepala keluarga (Forum Pengkajian Perkaretan, 1994). Melihat kondisi petani PIR mengalami
masalah ketidak mampuan untuk melunasi kreditnya, penjualan bahan olah karet (bokar)
keluar inti, mutu bokar yang rendah dan beragam serta eksploitasi tanaman karet yang
berlebihan, maka sejak tahun 1991 pemerintah tidak lagi mengembangkan perkebunan karet
melalui Pola PIR.
b. Pola Unit Pelaksanaan Proyek (Pola UPP) merupakan pengembangan perkebunan yang
dilaksanakan di wilayah usahatani karet rakyat yang telah ada (existing) tetapi petani tidak
mempunyai modal untuk membangun kebun. Pemerintah pusat telah mengembangkan
perkebunan karet di Indonesia sampai dengan tahun 1991 melalui Pola UPP seluas 441.736
ha yaitu melalui proyek UPP Proyek Rehabilitasi dan Peremajaan Tanaman Ekspor (PRPTE)
sebanyak 69 %, dan Smallholder Rubber Development Project (SRDP) sebanyak 31 %
sedangkan di Sumatera Selatan seluas 98.741 ha dengan jumlah petani sebanyak 98.741
kepala keluarga (Forum Pengkajian Perkebunan, 1994).

Pola UPP PRPTE dilaksanakan dengan prinsip petani mengelola sendiri sedangkan pihak
UPP melaksanakan kegiatan penyuluhan dan pembinaan. Kurang berjalannya UPP PRPTE
disebabkan masih rendahnya minat dan pengetahuan petani akan bibit unggul, sarana
transportasi terlantar dan pendanaan kurang berkesinambungan. Pola UPP SRDP
dilaksanakan dengan prinsip petani mengelola sendiri mulai dari pembangunan kebun
sedangkan pihak UPP memberikan bimbingan dan penyuluhan secara berkelompok dengan
hamparan 20 ha dan paket kredit saprodi termasuk upah tenaga kerja.

Pola Sector Crops Develompment Project (SCDP) dilaksanakan dengan prinsip yang tidak
berbeda dengan SRDP, hanya lokasinya diarahkan di daerah transmigrasi umum yang
potensial karet. Selanjutnya pengembangan karet dibiayai dari proyek Tree Crops
Smallholder Develompment Project (TCSDP) dalam mengembangkan kebun karet rakyat
dilakukan merger konsentrasi yang dibiayai oleh Bank Dunia yaitu penggabungan mana-
jemen yang berkaitan dengan teknologi, proses produksi dan pemasaran. Pembaharuan
terhadap lembaga konversi dengan ketentuan biaya pada tahun pertama bersifat hibah dan
tahun selanjutnya merupakan kredit komersial pengembangan penanaman karet baru pada
tahun 1994 - 1998 seluas 65.000 ha. Proyek Tree Crops Smallholder Sector Project (TCSSP)
mengembangkan kebun karet rakyat yang dibiayai oleh Bank Pembangunan Asia seluas
73.000 ha.

c. Pola Bantuan Parsial merupakan kegiatan pembangunan perkebunan melalui pemberian


bantuan parsial kepada petani secara gratis. Pola ini dilaksanakan pada wilayah yang berada
di luar PIR dan UPP. Pola Bantuan Parsial terdiri dari Proyek Peningkatan Produksi
Perkebunan Unit Pengelohan Hasil (P4UPH) dan Proyek Penanganan Wilayah Khusus
(P2WK). P4UPH merupakan kegiatan untuk meningkatkan mutu bokar. Pada tahun 1992/
1993 melalui proyek P4UPH telah dibantu 880 unit pengolahan karet berupa unit hand
mangel. Proyek P2WK merupakan kegiatan pengembangan tanaman perkebunan dalam suatu
skala ekonomis melalui bantuan gratis paket saprodi tanaman karet dan tanaman sela pada
tahun pertama dan tahun berikutnya swadaya petani. Pola swadaya/berbantuan tersebut telah
dilaksanakan di Sumatera Selatan pada tahun 1992/1993 seluas 32.106 ha dengan jumlah
petani sebanyak 32.106 kepala keluarga.

Bentuk Pola Bantuan Parsial lainnya yaitu sistem usaha rayonisasi dimana adanya hubungan
kerjasama usaha antara kelembagaan petani karet dengan perusahaan pengolah/eksportir
berdasarkan prinsip saling membutuhkan, menguntungkan, kesetiaan dan penerapan etika
bisnis yang baik.
d. Pola Pengembangan Perkebunan Besar (Pola PPB) merupakan sistem pengembangan
perkebunan untuk para pengusaha baik dalam membangun kebun sendiri maupun sebagai inti
dari pengembangan PIR. Pengembangan perkebunan besar melalui fasilitas Kredit Likuidasi
Bank Indonesia (KLBI), Paket Deregulasi Januari 1990 (Pakjan 1990) dengan kredit bunga
komersial dan Paket Juli 1992, melalui investasi joint venture dengan perusahaan asing.

Dana Sumbangan Wajib Eksportir (Kepres RI No. 301 tahun 1968) ditujukan untuk
penelitian dan pengembangan komoditi karet, kemudian pada tahun 1979 terdapat Dana
Tanaman Ekspor (DTE) ditujukan untuk overhead pembangunan sektor perkebunan dan
setelah DTE ditiadakan maka dilanjutkan dengan pendanaan Kredit Investasi Kecil (KIK)
yang sangat terbatas dan tidak diberi subsidi. Perkembangan peremajaan karet sejak
diberlakukan paket deregulasi Januari 1990 dengan kredit bunga komersial disalurkan
melalui dana kredit investasi kecil (KIK) yang sangat terbatas dan tidak diberikan subsidi.
Oleh karena itu pengembangan peremajaan kebun karet sejak saat itu pada umumnya
dilakukan secara swadaya petani baik secara bertahap maupun sekaligus.

Selanjutnya Pola Pengembangan Perusahaan Perkebunan melalui berbagai pola yaitu (1) Pola
Usaha Koperasi Perkebunan, (2) Pola Patungan Koperasi Investor, (3) Pola Patungan Investor
Koperasi, (4) Pola Build, Operate dan Transfer (BOT), dan (5) Pola BTN (investor bangun
kebun dan atau pabrik kemudian dialihkan kepada koperasi). Perizinan usaha perkebunan
diatur dengan Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor: 107/Kpts.II/1995
kemudian direvisi dengan Keputusan Menteri Pertanian No: 357/Kpts Hk-350/5/2002 tentang
Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan.

1.1.4 Hama di Perkebunan Karet


1. Tikus.
Tikus (Rattus sp.) menjadi hama tanaman karet pada fase perkecambahan dan
pesemaian. Pada waktu perkecambahan tikus memakan biji-biji yang sedang dikecambahkan
dan saat penyemaian memakan daun-daun bibit yang masih muda.
Langkah pencegahan bisa dilakukan dengan melindungi tempat perkecambahan agar tikus
tidak dapat masuk ke dalamnya. Dalam hal ini tempat perkecambahan yang berupa kotak bisa
ditutup dengan kawat kasa dan tempat perkecam-bahan di atas tanah dipasang pagar plastik.

2. Belalang.
Belalang menjadi hama bagi tanaman karet pada fase penyemaian dengan cara
memakan daun daun yang masih muda. Serangga ini tergolong sangat rakus. Jika daun muda
habis, mereka tak segan-segan memakan daun-daun tua, bahkan tangkainya.
Mengendalikan serangan belalang bisa secara kimiawi dengan menyemprotkan insektisida
Thiodan dengan dosis 1,5 ml/liter air. Penyemprotan dilakukan 1 - 2 minggu sekali
tergantung pada intensitas serangannya.

3. Siput.
Siput (Achatina fulicd) menjadi hama karena memakan daun-daun karet di areal
pembibitan dengan gejala daun patah-patah. Di daun-daun yang patah ini terdapat alur jalan
berwarna keperakan mengkilap yang merupakan jejak siput.
Pengendalian secara mekanis bisa dilakukan dengan cara mengumpulkan siput-siput yang
bersembunyi di tempat teduh dan membakar atau menguburnya. Sementara itu, secara
kimiawi dengan membuat umpan dari campuran dedak, kapur, semen, dan Meradex dengan
perbandingan 16:5:3:2. Campuran ini dilembabkan dulu dengan cara diberi air sedikit
kemudian diletakkan di areal pembibitan. Siput yang memakan umpan ini akan mati.

4. Uret Tanah.
Uret tanah merupakan fase larva dari beberapa jenis kumbang, seperti Helotrichia
serrata, Helotrichia rufajlava, Helotrichiafessa, Anomala varians, Leucopholis sp.,
Exopholis sp., dan Lepidiota sp. Bentuk uret tanah ini seperti huruf “C” dengan warna putih
hingga kuning pucat. Uret tanah menjadi hama yang sangat merugikan karena memakan
bagian tanaman karet yang berada di dalam tanah, terutama tanaman karet yang masih berada
di pembibitan.
Mencegah serangan hama ini bisa dilakukan dengan menaburkan Furadan 3 G sesuai dengan
dosis yang danjurkan pada saat menyiapkan areal pembibitan. Sementara itu,
pengendaliannya bisa secara mekanis atau kimiawi. Secara mekanis dengan mengumpulkan
uret-uret tersebut dan membakarnya. Secara kimiawi dengan menaburkan Furadan 3 G,
Diazinon 10 G, atau Basudin 10 G di sekitar pohon karet. Dosis yang dipakai sekitar 10
gram/pohon.

5. Rayap.
Rayap yang menjadi hama bagi tanaman karet, terutama spesies Microtermes
inspiratus dan Captotermes curvignathus. Rayap-rayap tersebut menggerogoti bibit yang
baru saja ditanam di lahan, dari ujung stum sampai perakaran, sehingga menimbulkan
kerusakan yang sangat berat.
Pengendaliannya bisa dengan kultur teknis, mekanis, dan kimiawi. Secara kultur teknis ujung
stum sampai sedikit di atas mata dibungkus plastik agar rayap tidak memakannya. Secara
mekanis dilakukan dengan menancapkan umpan berupa 2 - 3 batang singkong dengan jarak
20 - 30 cm dari bibit, sehingga rayap lebih suka memakan umpan tersebut daripada bibit karet
yang lebih keras.
Pengendalian secara kimiawi bisa dilakukan dengan menyemprotkan insektisida pembasmi
rayap, seperti Furadan 3 G dengan dosis 10 gram ditaburkan di sekitar batang karet. Bisa juga
menggunakan Agrolene 26 WP atau Lindamul 250 EC dengan dosis dan frekuensi pemakaian
bisa dibaca di kemasannya.

6. Kutu.
Kutu tanaman yang menjadi hama bagi tanaman karet adalah Saissetia nigra, Laccifer
greeni, Laccifer lacca, Ferrisiana virgata, dan Planococcus citri yang masing-masing
memiliki ciri berbeda. Saissetia berbentuk perisai dengan warna cokelat muda sampai
kehitaman. Laccifer berwarna putih lilin dengan kulit keras dan hidup berkelompok.
Ferrisiana berwarna kuning muda sampai kuning tua dengan badan tertutup lilin tebal.
Sementara itu, Planococcus berwarna cokelat gelap dan badannya tertutup semacam lilin
halus mengilap. Kutu tersebut menjadi hama bagi tanaman karet dengan cara menusuk pucuk
batang dan daun muda untuk mengisap cairan yang ada di dalamnya. Bagian tanaman yang
diserang berwarna kuning dan akhirnya mengering, sehingga pertum-buhan tanaman
terhambat.

7. Monyet.
Dalam setiap perkebunan tentu ada saja hama yang mengganggu. Demikian pula halnya perkebunan karet
dengan pohon yang tinggi sekalipun, hama tetap menjadi musuh utama para petani. Salah satu hama yang
rajin menyambangi perkebunan karet adalah hama monyet.Kehadirannya tidak saja mengganggu, namun
juga mengakibatkan sejumlah kerusakan. Mulai dari skala kecil hingga menjadi dalang kegagalan panen.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa Itu Monyet ?
2. Bagaimana Cara Penanggulangan Hama Monyet Diperkebunan Karet ?

1.3 Tujuan
1. Untuk Mengetahui Pengertian Monyet
2. Untuk Mengetahui Cara Penanggulangan Hama Monyet Diperkebunan Karet
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Monyet
Monyet adalah istilah untuk semua anggota primata yang
bukan prosimia ("pra-kera", seperti lemur dan tarsius) atau kera, baik yang tinggal
di Dunia Lama maupun Dunia Baru. Hingga saat ini dikenal 264 jenis monyet yang
hidup di dunia. Tidak seperti kera, monyet biasanya berekor dan berukuran lebih
kecil. Monyet diketahui dapat belajar dan menggunakan alat untuk membantunya
dalam mendapatkan makanan.
Pengelompokan monyet bersifat parafiletik, karena monyet Dunia Lama
(Cercopithecoidea) sebenarnya lebih dekat kekerabatan genetiknya dengan kera
(Hominidae), daripada monyet Dunia Baru (Platyrrhini).
Monyet terbesar adalah mandrill. Beberapa monyet dalam bahasa sehari-hari juga
sering disebut sebagai kera.
Beberapa monyet telah dimanfaatkan manusia sebagai hewan timangan atau
hewan untuk membantu pekerjaan sehari-hari. Monyet ekor panjang (Macaca
fascicularis) adalah hewan yang paling biasa berinteraksi dengan manusia dan
sering dipelihara sebagai hewan timangan, hewan sirkus, atau percobaan
laboratorium. Ia juga primata pertama yang pernah ke angkasa
luar. Beruk dipelihara di beberapa tempat di Sumatra dan Malaya untuk dilatih
sebagai pemetik kelapa.
Monyet di hutan gunung Bunder menggerakkan pepohonan di siang hari,
berlompatan dari satu dahan ke dahan yang lain dan diam bila ada pendaki gunung
yang lewat. Mungkin di situ monyet hidup berdampingan dengan macan akar dan
ular. Di Sumatra Barat, tepatnya Danau Maninjau, penginapan bersebelahan
dibangunnya dengan hutan dan monyet dapat dengan mudah menanjakn pohondan
memasuki teras hotel dekat kolam renang. Di perjalanan naik turun ke arah danau
Maninjai, monyet monyet leluasa berkeliaran dan seperti menunggu makanan yang
dilepmar oleh pelancong.

2.2 Cara Penanggulangan Hama Monyet di Perkebunan Karet


1. Langsung Diburu Secara
Inilah cara mengatasi hama monyet pada tanaman karet. Perburuan yang dilakukan
tidak perlu setiap hari, pada tahap awal rencanakan perburuan hama monyet tiga hari sekali,
kemudian bertahap semakin jarang yaitu seminggu sekali. Hal ini dikarenakan monyet adalah
salah satu hewan yang sangat cerdik. Jika Anda mengadakan perburuan setiap hari, maka
monyet-monyet tersebut akan hafal dengan pola yang Anda terapkan.

Mereka biasanya akan lari dan mencoba memanjat pohon yang tinggi sehingga perburuan
lebih sulit untuk dilakukan. Sebagai saran, ajaklah anjing yang sudah terlatih untuk memburu
monyet, karena biasanya hama monyet bersembunyi di lubang-lubang ketika mencium
adanya tanda perburuan.

2. Dijebak
Kita bisa menggunakan buah-buahan kesukaan monyet untuk memasang jebakan, bisa
dengan buah pisang atau buah pepaya yang sudah dipotong. Ikatlah buah tersebut pada
sebuah senar pancing yang juga telah dipasangi mata pancing.

Saat sang monyet menyantap hidangan jebakan tersebut, kita tidak perlu buru-buru
menariknya, biarkan buah itu dibawa ke mana saja. Saat buah sudah tertelan, maka mata
pancing juga akan menyangkut di tenggorokan monyet, mirip dengan saat kita memancing
ikan. Pada saat monyet sudah lengah dan sibuk dengan rasa sakit di tenggorokannya, saat
itulah kita dapat menangkapnya dengan mudah.
3. Dibuatkan Kandang

Monyet memang paling mudah dijebak


dengan makanan. Sekarang kita akan membuat kandang berukuran 2 m x 2 m, dengan lubang
berdiameter 50 cm yang terletak di bagian atas kandang.

Pada lubang itu kita berikan lembarang seng dengan panjang kurang lebih 40 cm sebagai
akses masuk dari sang monyet. Untuk memancing kehadiran monyet, tentu kita bisa
menggunakan buah-buahan atau makanan lainnya. Berikan makanan tersebut di sekitar
kandang hingga di dalam kandang pula. Begitu monyet masuk ke dalam kandang dengan
segera kita tutup lubangnya.

4. Menebarkan Kotoran Ayam


Faktanya, monyet sangat tidak menyukai bau dari kotoran ayam, apalagi jika sampai
menginjaknya. Hal ini dapat kita manfaatkan untuk mengurangi populasi monyet yang ada di
perkebunan karet kita. Tebarkan kotoran ayam yang masih basah ke daerah yang sering
dilalui oleh monyet, niscaya tidak akan ada lagi monyet yang berani mendekat ke lahan
Anda. Cara yang cukup unik, namun terbukti sangat efektif. Itulah cara mengatasi hama
monyet pada tanaman karet secara alami.

5. Mengecat Tubuh Monyet


Cara unik lainnya adalah dengan memberi cat atau warna pada tubuh monyet.
Tangkaplah beberapa dari kawanan hewan berekor panjang tersebut, lalu beri warna seluruh
bagian tubuhnya dengan cat yang tahan lama dan susah dihapus eperti pilox, usahakan warna
yang diberikan adalah warna merah cerah.

Kawanan monyet lain yang melihat temannya berwarna merah akan lari ketakutan karena
mengira mereka bukan berasal daruri spesiesnya. Para monyet itu pun akan tercerai berai dan
saling menghindar sehingga tidak sempat lagi menyambangi perkebunan karet Anda.

6. Memasang Pagar Listrik

Metode ini sudah banyak diterapkan di daerah


Amerika Serikat atau di Australia.
Membuat pagar kawat beraliran listrik yang mengelilingi perkebunan Anda adalah solusi
yang cukup ampuh namun dampak buruknya akan memakan korban monyet.

Akan tetapi lama kelamaan kawanan monyet yang tersisa akan mengenali pagar listrik
tersebut sebagai hal yang berbahaya untuk dilintasi, sehingga mereka tidak akan berani
berkunjung lagi ke dalam perkebunan karet.

7. Diracun
Ini adalah cara yang ektrim dan merupakan alternatif terakhir untuk mengatsi hama
monyet pada perkebunan karet. Anda dapat menebarkan racun pada buah pisang atau jagung
yang sudah Anda siapkan terlebih dahulu. Para monyet itu akan menghindrai perkebunan
karet jika mengetahui ada banyak teman mereka yang mati setelah makan di dalam
perkebunan tersebut.
BAB 3 PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Monyet adalah istilah untuk semua anggota primata yang bukan prosimia ("pra-kera",
seperti lemur dan tarsius) atau kera, baik yang tinggal di Dunia Lama maupun Dunia Baru.
Hingga saat ini dikenal 264 jenis monyet yang hidup di dunia. Tidak seperti kera, monyet
biasanya berekor dan berukuran lebih kecil. Monyet diketahui dapat belajar dan
menggunakan alat untuk membantunya dalam mendapatkan makanan.

3.2 Saran
Saran Saya Untuk Menanggulangi Hama Monyet :

1. Diburu Secara Langsung


2. Dijebak
3. Dibuatkan Kandang
4. Menebarkan Kotoran Ayam
5. Mengecat Tubuh Monyet
6. Memasang Pagar Listrik
7. Diracun
DAFTAR PUSTAKA
http://repository.amikom.ac.id/files/Publikasi_12.11.5794.pdf
http://pustaka.stipap.ac.id/files/ta/0801372_170707092358_Bab_II.pdf

Anda mungkin juga menyukai