PERKEBUNAN KARET
D
I
S
U
U
N
OLEH S
:
1. BILLY RIANDI NATANAEL HUTASOIT 1701052
2. FERI ARYANSYAH 1701060
3. JUNHENDRA 1701069
4. RIDHO RAMADHANI 1701080
5. SURYA DHARMA SYAHPUTRA 1701088
BDP III B
Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian Agrobisnis Perkebunan
( STIPAP )
MEDAN
T.A 2019/2020
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tanaman karet ( Hevea brasiliensis ) merupakan tanaman tropis dan berasal dari
lembah Amazon di Negara Brazilia dengan curah hujan antara 2000- 3000mm per tahun
dengan hari hujan antara 120-170 hari per tahun. Untuk pertama kalinya tanaman karet
diperkenalkan di Indonesia pada tahun 1864.Mula-mula karet ditanam di Kebun Raya Bogor
sebagai koleksi.Dari tanaman koleksi karet selanjutnya dikembangkan kebeberapa daerah
sebagai tanaman perkebunan komersial. Daerah yang pertama kalinya digunakan sebagai
tempat uji coba penanaman karet adalah pamanukan dan ciasem, Jawa Barat.Jenis yang
pertama kali diuji cobakan dikedua daerah tersebut adalah spesies Ficus Elastic atau karet
rambung.Jenis karet Hevea Brasiliensis baru ditanam di Sumatera bagian Timur pada tahun
1902 dan dijawa pada tahun 1906. Karet merupakan komoditi perkebunan primadona ekspor.
Indonesia bersama dua Negara produsen karet alam terbesar dunia yaitu Thailand dan
Malaysia, memberikan kontribusi sebesar 75% terhadap total produksi karet alam dunia.
Khususnya Indonesia memberikan kotribusi sebesar 26% dari total produksi karet alam
dunia. Diproyeksikan hingga tahun 2020 konsumsi karet alam dunia akan terus mengalami
peningkatan rata-rata sebesar 2,6% per tahun. Negara - Negara seperti Amerika Serikat,
Eropa, Jepang, dan China merupakan contoh besar konsumen karet alam
Pada 1731, para ilmuwan mulai tertarik untuk menyelidiki bahan tersebut. seorang
ahli dari Perancis bernama Fresnau melaporkan bahwa banyak tanaman yang dapat
menghasilkan lateks atau karet, diantaranya dari jenis Havea brasilienss yang tumbuh di
hutan Amazon di Brazil. Saat ini tanaman tersebut menjadi tanaman penghasil karet utama,
dan sudah dibudidayakan di Asia Tenggara yang menjadi penghasil karet utama di dunia saat
ini.
Seratus buah biji karet Wickman yang berhasil tumbuh menjadi bibit
perkecambahan kemudian dikirim ke Ceylon (sekarang Sri Langka) dari Kew Botanical
Garden pada bulan September 1876. Selanjutnya di bulan Juni 1877, Kew Botanical Garden
kembali mendistribusikan 22 tanaman karet dengan tujuan Singapore Botanical Garden.
Tanaman karet tersebut diterima oleh Henry Ridley selaku Direktur Singapore Botanical
Garden yang selanjutnya dijuluki ”mad Ridley” karena kegigihannya dalam
membudidayakan tanaman karet di tanah Malaya. Henry Ridley menanam 75% dari tanaman
itu di Residency Garden di Kuala Kangsar kemudian di tahun 1884, Frank Swettenham
menanam 400 biji di Perak dimana biji ini merupakan hasil pohon karet yang ditanam di
kuala kangsar dan selanjutnya antara tahun 1883 – 1885 ditanam di Selangor oleh T. H. Hill.
Ridley juga mengenalkan teknik eksploitasi getah karet dengan penyadapan tanpa menebang
pohon karetnya.
Pada tahun 1944 Pemerintah Jepang yang berkuasa waktu itu membuat peraturan
larangan perluasan kebun karet rakyat. Produksi karet rakyat yang akan diekspor dikenai
pajak yang tinggi yaitu sebesar 50 % dari nilai keseluruhan. Kebijaksanaan tersebut
berdampak menekan pada perkebunan karet rakyat. Pukulan yang menyakitkan ini tidak
mematikan perkembangan perkebunan karet rakyat karena perkebunan karet rakyat masih
tetap berjalan dan para petani karet masih percaya akan masa depan usahatani karetnya.
Pedagang perantara yang banyak menyediakan barang-barang kebutuhan pokok dan menjadi
penyalur produksi karet rakyat dengan jalan membeli hasil produksinya merupakan mata
rantai yang tetap mempertahankan kelangsungan usahatani ini. Usahatani karet mereka tidak
terlalu berpatokan pada peningkatan produksi dan keuntungan yang berlimpah. Apabila
kebutuhan sehari-hari untuk seluruh keluarga petani tercukupi maka petani akan terus
mempertahankan usahatani kebun karetnya.
Setelah Perang Dunia II berakhir dan pengaruhnya agak reda di berbagai belahan
dunia yang terlibat, maka permintaan akan karet menunjukkan peningkatan kembali.
Indonesia pun agak merasa lega karena Jepang tidak lagi berkuasa. Sejak tahun 1945
perkebunan-perkebunan karet yang dulu diambil secara paksa oleh pihak Jepang dapat
dilanjutkan kembali pengelolaannya oleh pemerintah Indonesia. Pemerintah mengelola
kembali perkebunan karet negara dan mengiatkan perkebunan karet rakyat yang diikuti oleh
perkebunan karet swasta sehingga Indonesia menguasai pasaran karet alam internasional,
tetapi perluasan areal karet dan peremajaan tanaman karet tua kurang perhatian akibatnya
terjadi penurunan produksi karet alam Indonesia.
Pembangunan perkaretan di Indonesia pada Pembangunan Jangka Panjang Tahap I Tahun
1969 – 1994 diarahkan mendorong perkembangan ekonomi pedesaan sehingga mampu
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pada tahun 1968 luas areal karet rakyat sekitar 1,7
juta ha meningkat menjadi 2,6 juta ha pada tahun 1993, terutama perluasan areal proyek
bantuan pemerintah, namun luas tanaman karet tua dan rusak cukup luas sekitar 401 ribu ha.
Petani lebih memilih penanaman karet baru secara tradisional dengan membuka lahan baru
(blukar/hutan) dari pada meremajakan karet tuanya karena kebun karet tua dianggap masih
merupakan asset yang sewaktu-waktu dapat dikelola (Forum Pengkajian Perkaretan, 1994).
a. Pola Perusahaan Inti Rakyat (Pola PIR) merupakan pengembangan perkebunan melalui
pemanfaatan kelebihan kemampuan yang dimiliki oleh perusahaan perkebunan besar untuk
membantu pengembangan perkebunan rakyat di sekitarnya. Perusahaan besar ber-tindak
sebagai inti dan perkebunan rakyat sebagai plasma. Selanjutnya setelah kebun plasma
menghasilkan perusahaan inti turut mengolah dan memasarkan hasilnya. PIR berusaha
menciptakan petani mandiri di wilayah bukaan baru dan ditujukan untuk kelompok
masyarakat lokal maupun pendatang yang berminat menjadi petani karet. Seluruh biaya
pembangunan kebun merupakan komponen kredit petani, sebelum karet produktif petani
sebagai pekerja buruh plasma yang di upah.
Pemerintah membangun perkebunan karet melalui Pola PIR karet yaitu PIR Berbantuan, PIR
Swadana dan PIR Transmigrasi di Indonesia sampai dengan tahun 1991 seluas 255.000 ha
sedangkan di Sumatera Selatan seluas 159.261 ha dengan jumlah petani sebanyak 79.631
kepala keluarga (Forum Pengkajian Perkaretan, 1994). Melihat kondisi petani PIR mengalami
masalah ketidak mampuan untuk melunasi kreditnya, penjualan bahan olah karet (bokar)
keluar inti, mutu bokar yang rendah dan beragam serta eksploitasi tanaman karet yang
berlebihan, maka sejak tahun 1991 pemerintah tidak lagi mengembangkan perkebunan karet
melalui Pola PIR.
b. Pola Unit Pelaksanaan Proyek (Pola UPP) merupakan pengembangan perkebunan yang
dilaksanakan di wilayah usahatani karet rakyat yang telah ada (existing) tetapi petani tidak
mempunyai modal untuk membangun kebun. Pemerintah pusat telah mengembangkan
perkebunan karet di Indonesia sampai dengan tahun 1991 melalui Pola UPP seluas 441.736
ha yaitu melalui proyek UPP Proyek Rehabilitasi dan Peremajaan Tanaman Ekspor (PRPTE)
sebanyak 69 %, dan Smallholder Rubber Development Project (SRDP) sebanyak 31 %
sedangkan di Sumatera Selatan seluas 98.741 ha dengan jumlah petani sebanyak 98.741
kepala keluarga (Forum Pengkajian Perkebunan, 1994).
Pola UPP PRPTE dilaksanakan dengan prinsip petani mengelola sendiri sedangkan pihak
UPP melaksanakan kegiatan penyuluhan dan pembinaan. Kurang berjalannya UPP PRPTE
disebabkan masih rendahnya minat dan pengetahuan petani akan bibit unggul, sarana
transportasi terlantar dan pendanaan kurang berkesinambungan. Pola UPP SRDP
dilaksanakan dengan prinsip petani mengelola sendiri mulai dari pembangunan kebun
sedangkan pihak UPP memberikan bimbingan dan penyuluhan secara berkelompok dengan
hamparan 20 ha dan paket kredit saprodi termasuk upah tenaga kerja.
Pola Sector Crops Develompment Project (SCDP) dilaksanakan dengan prinsip yang tidak
berbeda dengan SRDP, hanya lokasinya diarahkan di daerah transmigrasi umum yang
potensial karet. Selanjutnya pengembangan karet dibiayai dari proyek Tree Crops
Smallholder Develompment Project (TCSDP) dalam mengembangkan kebun karet rakyat
dilakukan merger konsentrasi yang dibiayai oleh Bank Dunia yaitu penggabungan mana-
jemen yang berkaitan dengan teknologi, proses produksi dan pemasaran. Pembaharuan
terhadap lembaga konversi dengan ketentuan biaya pada tahun pertama bersifat hibah dan
tahun selanjutnya merupakan kredit komersial pengembangan penanaman karet baru pada
tahun 1994 - 1998 seluas 65.000 ha. Proyek Tree Crops Smallholder Sector Project (TCSSP)
mengembangkan kebun karet rakyat yang dibiayai oleh Bank Pembangunan Asia seluas
73.000 ha.
Bentuk Pola Bantuan Parsial lainnya yaitu sistem usaha rayonisasi dimana adanya hubungan
kerjasama usaha antara kelembagaan petani karet dengan perusahaan pengolah/eksportir
berdasarkan prinsip saling membutuhkan, menguntungkan, kesetiaan dan penerapan etika
bisnis yang baik.
d. Pola Pengembangan Perkebunan Besar (Pola PPB) merupakan sistem pengembangan
perkebunan untuk para pengusaha baik dalam membangun kebun sendiri maupun sebagai inti
dari pengembangan PIR. Pengembangan perkebunan besar melalui fasilitas Kredit Likuidasi
Bank Indonesia (KLBI), Paket Deregulasi Januari 1990 (Pakjan 1990) dengan kredit bunga
komersial dan Paket Juli 1992, melalui investasi joint venture dengan perusahaan asing.
Dana Sumbangan Wajib Eksportir (Kepres RI No. 301 tahun 1968) ditujukan untuk
penelitian dan pengembangan komoditi karet, kemudian pada tahun 1979 terdapat Dana
Tanaman Ekspor (DTE) ditujukan untuk overhead pembangunan sektor perkebunan dan
setelah DTE ditiadakan maka dilanjutkan dengan pendanaan Kredit Investasi Kecil (KIK)
yang sangat terbatas dan tidak diberi subsidi. Perkembangan peremajaan karet sejak
diberlakukan paket deregulasi Januari 1990 dengan kredit bunga komersial disalurkan
melalui dana kredit investasi kecil (KIK) yang sangat terbatas dan tidak diberikan subsidi.
Oleh karena itu pengembangan peremajaan kebun karet sejak saat itu pada umumnya
dilakukan secara swadaya petani baik secara bertahap maupun sekaligus.
Selanjutnya Pola Pengembangan Perusahaan Perkebunan melalui berbagai pola yaitu (1) Pola
Usaha Koperasi Perkebunan, (2) Pola Patungan Koperasi Investor, (3) Pola Patungan Investor
Koperasi, (4) Pola Build, Operate dan Transfer (BOT), dan (5) Pola BTN (investor bangun
kebun dan atau pabrik kemudian dialihkan kepada koperasi). Perizinan usaha perkebunan
diatur dengan Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor: 107/Kpts.II/1995
kemudian direvisi dengan Keputusan Menteri Pertanian No: 357/Kpts Hk-350/5/2002 tentang
Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan.
2. Belalang.
Belalang menjadi hama bagi tanaman karet pada fase penyemaian dengan cara
memakan daun daun yang masih muda. Serangga ini tergolong sangat rakus. Jika daun muda
habis, mereka tak segan-segan memakan daun-daun tua, bahkan tangkainya.
Mengendalikan serangan belalang bisa secara kimiawi dengan menyemprotkan insektisida
Thiodan dengan dosis 1,5 ml/liter air. Penyemprotan dilakukan 1 - 2 minggu sekali
tergantung pada intensitas serangannya.
3. Siput.
Siput (Achatina fulicd) menjadi hama karena memakan daun-daun karet di areal
pembibitan dengan gejala daun patah-patah. Di daun-daun yang patah ini terdapat alur jalan
berwarna keperakan mengkilap yang merupakan jejak siput.
Pengendalian secara mekanis bisa dilakukan dengan cara mengumpulkan siput-siput yang
bersembunyi di tempat teduh dan membakar atau menguburnya. Sementara itu, secara
kimiawi dengan membuat umpan dari campuran dedak, kapur, semen, dan Meradex dengan
perbandingan 16:5:3:2. Campuran ini dilembabkan dulu dengan cara diberi air sedikit
kemudian diletakkan di areal pembibitan. Siput yang memakan umpan ini akan mati.
4. Uret Tanah.
Uret tanah merupakan fase larva dari beberapa jenis kumbang, seperti Helotrichia
serrata, Helotrichia rufajlava, Helotrichiafessa, Anomala varians, Leucopholis sp.,
Exopholis sp., dan Lepidiota sp. Bentuk uret tanah ini seperti huruf “C” dengan warna putih
hingga kuning pucat. Uret tanah menjadi hama yang sangat merugikan karena memakan
bagian tanaman karet yang berada di dalam tanah, terutama tanaman karet yang masih berada
di pembibitan.
Mencegah serangan hama ini bisa dilakukan dengan menaburkan Furadan 3 G sesuai dengan
dosis yang danjurkan pada saat menyiapkan areal pembibitan. Sementara itu,
pengendaliannya bisa secara mekanis atau kimiawi. Secara mekanis dengan mengumpulkan
uret-uret tersebut dan membakarnya. Secara kimiawi dengan menaburkan Furadan 3 G,
Diazinon 10 G, atau Basudin 10 G di sekitar pohon karet. Dosis yang dipakai sekitar 10
gram/pohon.
5. Rayap.
Rayap yang menjadi hama bagi tanaman karet, terutama spesies Microtermes
inspiratus dan Captotermes curvignathus. Rayap-rayap tersebut menggerogoti bibit yang
baru saja ditanam di lahan, dari ujung stum sampai perakaran, sehingga menimbulkan
kerusakan yang sangat berat.
Pengendaliannya bisa dengan kultur teknis, mekanis, dan kimiawi. Secara kultur teknis ujung
stum sampai sedikit di atas mata dibungkus plastik agar rayap tidak memakannya. Secara
mekanis dilakukan dengan menancapkan umpan berupa 2 - 3 batang singkong dengan jarak
20 - 30 cm dari bibit, sehingga rayap lebih suka memakan umpan tersebut daripada bibit karet
yang lebih keras.
Pengendalian secara kimiawi bisa dilakukan dengan menyemprotkan insektisida pembasmi
rayap, seperti Furadan 3 G dengan dosis 10 gram ditaburkan di sekitar batang karet. Bisa juga
menggunakan Agrolene 26 WP atau Lindamul 250 EC dengan dosis dan frekuensi pemakaian
bisa dibaca di kemasannya.
6. Kutu.
Kutu tanaman yang menjadi hama bagi tanaman karet adalah Saissetia nigra, Laccifer
greeni, Laccifer lacca, Ferrisiana virgata, dan Planococcus citri yang masing-masing
memiliki ciri berbeda. Saissetia berbentuk perisai dengan warna cokelat muda sampai
kehitaman. Laccifer berwarna putih lilin dengan kulit keras dan hidup berkelompok.
Ferrisiana berwarna kuning muda sampai kuning tua dengan badan tertutup lilin tebal.
Sementara itu, Planococcus berwarna cokelat gelap dan badannya tertutup semacam lilin
halus mengilap. Kutu tersebut menjadi hama bagi tanaman karet dengan cara menusuk pucuk
batang dan daun muda untuk mengisap cairan yang ada di dalamnya. Bagian tanaman yang
diserang berwarna kuning dan akhirnya mengering, sehingga pertum-buhan tanaman
terhambat.
7. Monyet.
Dalam setiap perkebunan tentu ada saja hama yang mengganggu. Demikian pula halnya perkebunan karet
dengan pohon yang tinggi sekalipun, hama tetap menjadi musuh utama para petani. Salah satu hama yang
rajin menyambangi perkebunan karet adalah hama monyet.Kehadirannya tidak saja mengganggu, namun
juga mengakibatkan sejumlah kerusakan. Mulai dari skala kecil hingga menjadi dalang kegagalan panen.
1.3 Tujuan
1. Untuk Mengetahui Pengertian Monyet
2. Untuk Mengetahui Cara Penanggulangan Hama Monyet Diperkebunan Karet
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Monyet
Monyet adalah istilah untuk semua anggota primata yang
bukan prosimia ("pra-kera", seperti lemur dan tarsius) atau kera, baik yang tinggal
di Dunia Lama maupun Dunia Baru. Hingga saat ini dikenal 264 jenis monyet yang
hidup di dunia. Tidak seperti kera, monyet biasanya berekor dan berukuran lebih
kecil. Monyet diketahui dapat belajar dan menggunakan alat untuk membantunya
dalam mendapatkan makanan.
Pengelompokan monyet bersifat parafiletik, karena monyet Dunia Lama
(Cercopithecoidea) sebenarnya lebih dekat kekerabatan genetiknya dengan kera
(Hominidae), daripada monyet Dunia Baru (Platyrrhini).
Monyet terbesar adalah mandrill. Beberapa monyet dalam bahasa sehari-hari juga
sering disebut sebagai kera.
Beberapa monyet telah dimanfaatkan manusia sebagai hewan timangan atau
hewan untuk membantu pekerjaan sehari-hari. Monyet ekor panjang (Macaca
fascicularis) adalah hewan yang paling biasa berinteraksi dengan manusia dan
sering dipelihara sebagai hewan timangan, hewan sirkus, atau percobaan
laboratorium. Ia juga primata pertama yang pernah ke angkasa
luar. Beruk dipelihara di beberapa tempat di Sumatra dan Malaya untuk dilatih
sebagai pemetik kelapa.
Monyet di hutan gunung Bunder menggerakkan pepohonan di siang hari,
berlompatan dari satu dahan ke dahan yang lain dan diam bila ada pendaki gunung
yang lewat. Mungkin di situ monyet hidup berdampingan dengan macan akar dan
ular. Di Sumatra Barat, tepatnya Danau Maninjau, penginapan bersebelahan
dibangunnya dengan hutan dan monyet dapat dengan mudah menanjakn pohondan
memasuki teras hotel dekat kolam renang. Di perjalanan naik turun ke arah danau
Maninjai, monyet monyet leluasa berkeliaran dan seperti menunggu makanan yang
dilepmar oleh pelancong.
Mereka biasanya akan lari dan mencoba memanjat pohon yang tinggi sehingga perburuan
lebih sulit untuk dilakukan. Sebagai saran, ajaklah anjing yang sudah terlatih untuk memburu
monyet, karena biasanya hama monyet bersembunyi di lubang-lubang ketika mencium
adanya tanda perburuan.
2. Dijebak
Kita bisa menggunakan buah-buahan kesukaan monyet untuk memasang jebakan, bisa
dengan buah pisang atau buah pepaya yang sudah dipotong. Ikatlah buah tersebut pada
sebuah senar pancing yang juga telah dipasangi mata pancing.
Saat sang monyet menyantap hidangan jebakan tersebut, kita tidak perlu buru-buru
menariknya, biarkan buah itu dibawa ke mana saja. Saat buah sudah tertelan, maka mata
pancing juga akan menyangkut di tenggorokan monyet, mirip dengan saat kita memancing
ikan. Pada saat monyet sudah lengah dan sibuk dengan rasa sakit di tenggorokannya, saat
itulah kita dapat menangkapnya dengan mudah.
3. Dibuatkan Kandang
Pada lubang itu kita berikan lembarang seng dengan panjang kurang lebih 40 cm sebagai
akses masuk dari sang monyet. Untuk memancing kehadiran monyet, tentu kita bisa
menggunakan buah-buahan atau makanan lainnya. Berikan makanan tersebut di sekitar
kandang hingga di dalam kandang pula. Begitu monyet masuk ke dalam kandang dengan
segera kita tutup lubangnya.
Kawanan monyet lain yang melihat temannya berwarna merah akan lari ketakutan karena
mengira mereka bukan berasal daruri spesiesnya. Para monyet itu pun akan tercerai berai dan
saling menghindar sehingga tidak sempat lagi menyambangi perkebunan karet Anda.
Akan tetapi lama kelamaan kawanan monyet yang tersisa akan mengenali pagar listrik
tersebut sebagai hal yang berbahaya untuk dilintasi, sehingga mereka tidak akan berani
berkunjung lagi ke dalam perkebunan karet.
7. Diracun
Ini adalah cara yang ektrim dan merupakan alternatif terakhir untuk mengatsi hama
monyet pada perkebunan karet. Anda dapat menebarkan racun pada buah pisang atau jagung
yang sudah Anda siapkan terlebih dahulu. Para monyet itu akan menghindrai perkebunan
karet jika mengetahui ada banyak teman mereka yang mati setelah makan di dalam
perkebunan tersebut.
BAB 3 PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Monyet adalah istilah untuk semua anggota primata yang bukan prosimia ("pra-kera",
seperti lemur dan tarsius) atau kera, baik yang tinggal di Dunia Lama maupun Dunia Baru.
Hingga saat ini dikenal 264 jenis monyet yang hidup di dunia. Tidak seperti kera, monyet
biasanya berekor dan berukuran lebih kecil. Monyet diketahui dapat belajar dan
menggunakan alat untuk membantunya dalam mendapatkan makanan.
3.2 Saran
Saran Saya Untuk Menanggulangi Hama Monyet :