Anda di halaman 1dari 9

BOTANI DAN TEKNIK BUDIDAYA

1. Sejarah Singkat Krisan (Chrysanthemum indicum)


Nama krisan berasal dari bahasa Yunani, yaitu chrysos yang berarti
emas dan anthemom yang berarti bunga (Horst dan Nelson 1997). Krisan
berasal dari dataran Cina. Tanaman bunga ini dikenal luas dengan
nama Chrysanthemum indicum, C. morifolium dan C. daisy. Krisan menyebar
dan mulai dibudidayakan pada abad keempat di Jepang. Pada tahun 797,
bunga krisan dijadikan sebagai simbol kekaisaran Jepang dengan sebutan
Queen of The East (BAPPENAS 2000).
Tanaman krisan dari Cina dan Jepang menyebar ke kawasan Eropa dan
Perancis tahun 1795. Tahun 1808 Mr. Colvil dari Chelsea mengembangkan
delapan varietas krisan di Inggris (Rukmana dan Mulyana 1977). Selanjutnya,
pada tahun 1843 tanaman krisan diintroduksi ke Inggris oleh Robert Fortune
dan menjadi salah satu tetua krisan spray dan pompon yang dikenal saat ini.
Sebelumnya beberapa pemulia di Inggris dan Belanda mencoba memuliakan
beberapa jenis krisan lokal. Di Amerika, Smith sudah mencoba menyilangkan
sendiri varietas-varietas komersil sejak tahun 1889. Tidak kurang dari 500
varietas dihasilkannya, beberapa diantaranya masih bertahan hingga saat ini
(Kofranek 1980).
Krisan masuk ke Indonesia pada tahun 1800. Sejak tahun 1940, krisan
dikembangkan secara komersial (BAPPENAS 2000). Menurut Rukmana dan
Mulyana (1997), terdapat 1.000 varietas krisan yang tumbuh di dunia.
Beberapa varietas krisan yang dikenal antara lain adalah C. daisy, C. indicum,
C. coccineum, C. frustescens, C. maximum, C. hornorum dan C. parthenium.
Varietas krisan yang banyak ditanam di Indonesia umumnya diintroduksi dari
luar negeri terutama dari Belanda, Amerika Serikat dan Jepang. Bunga krisan
sangat populer di masyarakat karena banyaknya jenis, bentuk dan warna
bunga.
2. Taksonomi
Krisan merupakan tanaman bunga hias dengan sebutan lain Seruni atau
Bunga emas (Golden Flower). Menurut Tjitrosoepomo (1996),
kedudukan krisan dalam botani secara taksonomi adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Sub Divisio : Angiospermae
Classis : Dicotyledonae
Famili : Asteraceae
Genus : Chrysanthemum
Spesies : Chrysanthemum indicum
3. Morfologi
Krisan merupakan tanaman semak setinggi 30-200 cm. Daur hidup
tanaman krisan dapat bersifat semusim (annual) dan tahunan (perennial)
(Rukmana dan Mulyana 1997). Krisan dapat disebut tanaman semusim bila
siklus hidupnya selesai setelah bunga dipanen. Berbeda dengan krisan
tahunan yang perlu dilakukan pemangkasan untuk menumbuhkan tunas-tunas
baru agar dapat tumbuh kembali (Allard 1960).
Perakaran tanaman krisan menyebar ke semua arah dengan sistem
serabut yang keluar dari batang utama. Akar menyebar ke segala arah pada
radius dan kedalaman 50-70 cm atau lebih. Batang tumbuh tegak,
berstruktur lunak dan berwarna hijau. Bila dibiarkan tumbuh terus, batang
menjadi keras (berkayu) dan berwarna hijau kecoklatan. Bentuk daun
bergerigi dengan bagian tepi yang berbelah. Daun tersusun secara berselang-
seling pada cabang atau batang (Rukmana dan Mulyana 1997).
Bunga krisan merupakan bunga majemuk, di dalam satu bonggol bunga
terdapat bunga cakram yang berbentuk tabung dan bunga tepi yang
berbentuk pita. Bunga tabung dapat berkembang dengan warna yang sama
atau berbeda dengan bunga pita. Pada bunga pita terdapat bunga betina
(pistil), sedangkan bunga tabung terdiri atas bunga jantan dan bunga betina
(biseksual) dan biasanya fertil. Dengan bentuk dan warna bunga krisan yang
beranekaragam memungkinkan banyak pilihan bagi konsumen (Sanjaya
1996).
Bunga krisan adalah bunga majemuk yang terdiri atas banyak bunga
yang disebut floret. Setiap floret pada bagian dalam mempunyai lima buah
petal yang bersatu pada pangkalnya dan membentuk korola. Floret yang
terdapat pada bagian luar disebut ray floret. Floret yang terdapat pada
bagian dalam disebut disk floret. Setiap floret terdapat kepala putik yang
terdiri atas ovari, bakal biji dan stilus yang menghubungkan ovari dengan
stigma. Ray floret pada umumnya hanya mengandung pistil dan tidak
mempunyai stamen dan polen, sedangkan disk floret mengandung dua alat
reproduktif sehingga mempunyai banyak kemungkinan untuk menghasilkan
biji (Cumming 1964). Bunga krisan tumbuh tegak pada ujung tanaman dan
tersusun dalam tangkai berukuran pendek sampai panjang. Bentuk bunga
krisan yang biasanya dipakai sebagai bunga potong, dapat digolongkan
sebagai berikut:
 Tunggal. Pada setiap tangkai hanya terdapat 1 kuntum bunga, piringan
dasar atau mata bunga lebih sempit dan susunan mahkota bunga hanya
satu lapis.
 Anemone. Bentuk anemone sama dengan bunga tunggal, tetapi piringan
dasar bunganya lebar dan tebal.
 Pompom. Bentuk bunga pompom adalah bulat seperti bola, mahkota
bunga menyebar kesemua arah, dan piringan dasar bunganya tidak
tampak.
 Dekoratif. Bentuk bunga dekoratif adalah bunga berbentuk bulat mirip
pompom, tetapi mahkota bunganya bertumpuk rapat, di tengah pendek
dan bagian tepi memanjang.
 Besar. Bentuk bunga golongan ini adalah pada tangkai terdapat 1 kuntum
bunga, berukuran besar dengan diameter lebih dari 10 cm. Piringan dasar
tidak tampak, mahkota bunganya memiliki banyak variasi, antara lain
melekuk kedalam atau keluar, pipih, panjang, berbentuk sendok dan lain-
lainya (Hasyim dan Reza 1995).
4. Syarat Tumbuh
Tanaman krisan membutuhkan air yang cukup, namun tidak tahan
terpaan air hujan. Maka dari itu pada daerah dengan curah hujan tinggi
budidaya krisan dilakukan di rumah kaca (green house). Suhu optimal bagi
pertumbuhan krisan adalah 17o-30o C, namun di Indonesia yang tergolong
daerah tropis, suhu yang baik bagi krisan adalah 20o-26oC. Kelembaban yang
diperlukan krisan saat pembentukan akar adalah 90%-95%. Krisan yang
tergolong muda sampai tua memerlukan kelembaban 70%-80% dan sirkulasi
udara yang mencukupi (Lukito 1998).
Lukito (1998) menambahkan bahwa kadar CO2 yang ideal untuk
tanaman krisan berfotosintesis adalah 600-900 ppm. Proses pembungaan
krisan memerlukan cahaya matahari yang lebih lama, maka biasanya
dilakukan penambahan cahaya menggunakan lampu pijar. Penambahan
cahaya tersebut baik dilakukan pada malam hari, yaitu 22.30-01.00 dengan
lampu watt untuk 9 m2 dan lampu pijar dipasangan setinggi 1,5 m dari tanah.
Periode pemasangan lampu dilakukan saat tanaman memasuki fase vegetatif
(2-8 minggu) untuk merangsang pembentukan bunga.
Menurut Soedarjo (2012), krisan dapat dibudidayakan serta tumbuh
dengan baik pada dataran sedang sampai dataran tinggi yang berkisar antara
650 sampai 1.200 m dpl. Krisan merupakan tanaman semak yang dapat
tumbuh hingga 30 sampai 200 cm. Media tanam yang baik untuk pertanaman
krisan adalah dengan menggunakan tanah bertekstur liat berpasir dengan
kerapatan jenis 0,2-0,8 g/cm3 dengan total porositas 50-75%. Kandungan air
yang baik untuk media berkisar 50-70% dan kandungan udara dalam pori 10-
20%, serta kamdungan garam terlarut sebesar 1-1,25 dS/m2 dan pH sekitar
5,5-6,5. Kondisi demikian dapat dicapai dengan memodifikasi media tumbuh
dalam bedengan.
5. Teknik Budidaya
a. Pengolahan Lahan
Pembuatan bedengan dilakukan dengan lebar 1m dan panjang yang
disesuaikan dengan panjang lahan, lalu tanah diberi pupuk dasar berupa
pupuk kandang sebanyak 2 ton/ha. Jarak tanam yang digunakan dalam
budidaya krisan adalah 20x20 sampai 25x25 cm. Pengolahan tanah
sebagai media tanam cukup dilakukan dengan cara mencangkulnya untuk
menghasilkan struktur gembur (Harry 1994).
b. Pembibitan
Budidaya krisan secara umum dilakukan melalui setek batang, setek
pucuk, atau pemisahan anakan. Cara ini dipilih karena tanaman akan
menghasilkan bunga dalam waktu yang relatif lebih cepat daripada
penanaman melalui biji. Penanaman melalui biji memerlukan waktu yang
lebih lama dan sulit untuk ditumbuhkan. Menurut Hasyim dan Reza
(1995), setek batang yang ideal adalah batang dengan tinggi 5 cm yang
biasanya telah memiliki 3 helai daun dewasa dan tunas pucuk yang aktif
tumbuh. Setek yang dipilih adalah setek yang baik, yaitu sehat atau tidak
cacat dan segar. Setek dipotong di bawah ruas dengan panjang tidak lebih
10 cm kemudian dua atau tiga daun yang tua dibuang.
c. Penyinaran Tambahan
Budidaya yang dilakukan di rumah kaca baik untuk pertumbuhan
tanaman karena ia akan tumbuh lebih seragam dan kualitasnya tinggi. Hal
ini dikarenakan lingkungan yang lebih terkontrol sehingga dapat
mendukung pertumbuhan tanaman lebih optimal. Perlakuan yang harus
dilakukan dalam penanaman dalam rumah kaca adalah pemberian lampu
pijar untuk manipulasi panjang hari dan aplikasi hormon. Perlakuan ini
sangat mudah diterapkan dalam rumah kaca dibandingkan di lahan
terbuka (Rukmana dan Mulyana 1997).
d. Pengairan
Menurut Cahyono (1999) pengairan sangat diperlukan dalam
pertumbuhan tanaman krisan. Pada awal tanam ia lebih memerlukan air
untuk tumbuh lebih baik, karena jika pada awal pertumbuhan tidak baik
maka produktivitas akan rendah. Air yang digunakan untuk pengairan
juga diperiksa, yaitu air yang bersih, dengan tujuan agar tidak tertular
penyakit dari luar yang terbawa oleh air tersebut. Air selokan sangat
riskan untuk digunakan, jadi sebaikanya dalam pengairan menggunakan
air gunung yang tidak banyak terkontaminasi penyakit dari kebun sayur
atau persawahan lainnya.
e. Pemupukan
Pemupukan biasanya dilakukan secara bertahap, yaitu saat awal
pertanaman yaitu sebagai pupuk dasar dan saat pemeliharaan yaitu
sebagai pupuk susulan/pupuk tambahan. Pupuk dasar yang digunakan
adalah pupuk kandang, sedangkan pupuk susulan/pupuk tambahan
biasanya menggunakan pupuk NPK dengan takaran 1 ton/ha tergantung
jenis tanahnya. Unsur N sangat diperlukan untuk merangsang
pertumbuhan bagian tanaman di atas tanah dan memberikan warna hijau
pada daun. Pupuk yang mengandung N juga membantu mempercepat
umur primordial bunga dan panen serta dapat meningkatkan diameter
bunga sehingga bunga lebih besar (Harry 1994).
f. Disbudding
Tanaman krisan secara alami berpotensi memiliki bunga lebih dari satu
per tanaman, namun konsumen memiliki selera yang berbeda-beda. Untuk
itu, krisan digolongkan dalam dua tipe yaitu tunggal dan spray. Usaha
yang dilakukan petani krisan untuk menyesuaikan keinginan konsumen
maka petani krisan melakukan disbudding. Disbudding adalah kegiatan
pembuangan tunas-tunas baru pada ketiak daun. Disbudding dilakukan
dengan tujuan untuk optimalisasi pertumbuhan bunga. Disbudding
dilakukan pada krisan tipe tunggal, dengan tujuan agar bunga yang
dihasilkan akan lebih besar. Sedangkan pada tipe spray, tunas-tunas baru
tidak dibuang karena tipe ini akan tetap menghasilkan bunga dengan
ukuran yang relatif lebih kecil daripada tipe tunggal. Waktu yang tepat
untuk melakukan disbudding adalah pada pagi hari, karena saat pagi hari
tanaman masih tumbuh segar dan ketegaran tanaman juga tinggi sehingga
tunas lebih mudah dipatahkan dan tidak mengganggu bunga yang
disisakan (Cahyono 1999) .5. Pengendalian Hama dan Penyakit
 Leaf miner atau penggerek daun (Liriomyza sp.) Hama yang menyerang
daun tanaman krisan ini akan meningkat populasinya saat memasuki
musim kemarau. Hama ini menyerang dengan cara menggerek daun
hingga daun terlihat seperti transparan dan membuat daun cepat kering.
Pengendalian yang dapat dilakukan adalah dengan sanitasi di sekitar
pertanaman atau dengan penyemprotan pestisida.

 Thrips (Frankliniella occidentalis) Hama ini termasuk hama polifag, yaitu


hama yang dapat menyerang berbagai komoditas. Tanaman inang utama
thrips adalah cabai, bawang merah, bawang daun, dan tomat. Tanaman
inang lainnya yaitu kentang, labu siam, bayam, dan tanaman dari famili
crusiferae, crotalaria, leguminose, mawar, dan sedap malam. Penyerangan
yang dilakukan hama ini dengan cara menghisap cairan tanaman (daun
muda/pucuk) dan tunas-tunas muda sehingga sel-sel tanaman menjadi
rusak dan mati. Gejala yang ditimbulkan biasanya terlihat pada permukaan
bawah daun atau bunga. Daun yang terserang akan menyempit, tepi daun
melipat ke dalam dan permukaan bawah daun berwarna putih keperak-
perakan atau perunggu mengkilat. Gejala perubahan warna daun menjadi
keperak-peraka. Awalnya terlihat di sekitar tulang daun lalu menjalar ke
tulang daun hingga seluruh permukaan daun menjadi putih.

 Ulat tanah (Agrotis ipsilon Hufn) Menurut Cahyono (1999) tanaman inang
ulat tanah (Agrotis ipsilon Hufn) ini selain krisan ia juga menyerang
tanaman tomat, tebu, kubis, dan kentang. Ulat tanah ini menyerang krisan
pada malam hari. Cara penyerangan dari ulat tanah ini dengan menggigit
atau memotong ujung batang tanaman muda, sehingga mengakibatkan
tunas apical atau batang tanaman terkulai dan layu. Daya serang hama ini
relatif besar sehingga dapat menyebabkan kerugian yang besar bagi
petaninya.

 White rust atau karat putih (Puccini hariana) White rust atau penyakit karat
putih yang disebabkan oleh cendawan Puccini hariana pada krisan terjadi
di musim hujan. Sebaran spora dari P. hariana termasuk sangat cepat
karena sporanya sangat mudah terbawa angin, air, atau alat-alat pertanian
yang tertempel spora P. hariana. Perkembangan cendawan sangat cepat
pada daerah dengan kelembaban tinggi, maka dari itu teknik penyiraman
perlu diperhatikan untuk mencegah penyebaran white rust. Beberapa
pengendalian yang dapat dilakukan terhadap penyakit karat daun ini
adalah dengan melakukan perompesan daun yang terinfeksi kemudian
dibakar, menjaga kebersihan areal pertanaman krisan, dan penyemprotan
fungisida. Beberapa fungisida yang dapat digunakan bergantian setiap
minggu, diantaranya zineb, score, dithane dan benlate (Cahyono 1999).

g. Panen dan Pasca Panen


Krisan dapat dipanen saat ia berumur 3-4 bulan setelah tanam.
Penentuan stadium panen adalah saat bunga telah setengah mekar atau 3-4
hari sebelum mekar penuh. Bunga tipe spray dapat dipanen jika 70% dari
seluruh kuntum bunga dalam satu tangkai telah mekar penuh.
Pemanenan dilakukan pada pagi hari, antara jam 06.00-08.00 karena
pada waktu itu suhu udara tidak terlalu tinggi dan bunga berturgor
optimum. Cara pemanen dapat dilakukan dengan dua cara yaitu, dipotong
tangkainya dengan menggunakan gunting steril atau dengan cara
mencabut seluruh tanaman.
Potong tangkai bunga sepanjang 60-80 cm, kemudian sisakan
tunggul batang setinggi 20-30 cm dari permukaan tanah. Letakkan bungan
yang telah dipanen pada wadah yang telah disiapkan dengan pangkal
tangkai bunga secara berdiri. Hindari meletakkan bunga hasil panen di
datang agar bunga tidak kotor dan tidak rusak. Usahakan agar tangkai
tidak patah atau rusak.
Langkah-langkah yang dapat dilakukan saat pasca panen adalah
dengan meletakkan bunga di tempat yang bersih dan terang, kemudian
melakukan sortasi dan grading.. Sortasi bertujuan untuk memisahkan
bunga yang baik dengan bunga yang kurang baik. Sedangkan grading
dilakukan dengan tujuan mengkelaskan bunga berdasarkan warna, ukuran
influoresens, dan panjang tangkai bunga (Bapeda DIY 2001).

DAFTAR PUSTAKA

Allard RW 1960. Principles of Plant Breeding. John Wiley and Sons. New York.

BAPEDA DIY.2001. Peraturan Daerah Propinsi D.I Yogyakarta No.2 Th 2001


Tentang Pola Dasar Pembangunan Daerah Propinsi D.I. Yogyakarta Tahun 2001-
2005. Bapeda Pemerintah Propinsi D.I Yogyakarta.

BAPPENAS 2000. Krisan. Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan


dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Jakarta.

Cahyono, F. B. 1999. Tuntunan Membangun Agribisnis. Gramedia. Jakarta.

Cumming RW 1964. The Chrysanthemum Book. D. Van Nostrand Comp. Inc.


New Jersey.

Harry, Rusmini 1994. Usahatani Bunga Potong. Pusat Perpustakaan Pertanian dan
Komunikasi Penelitian. Bogor.

Hasyim I dan M Reza 1995. Krisan. Penerbit Penebar Swadaya. Jakarta.

Kofranek AM 1980. Cut Chrysanthemum. In R.A.Larson (Ed). Introduction to


Floriculture. Academy Press. Toronto.

Lukito AM. 1998. Rekayasa Pembungaan Krisan dan Bunga Lain. Trubus no.
348.

Marwoto B 2005. Standar Prosedur Operasional Budidaya Krisan Potong.


Direktorat Budidaya Tanaman Hias. Direktorat Jenderal Hortikultura. Departemen
Pertanian. Jakarta.

Rukmana R dan AE Mulyana 1997. Krisan. Seri bunga potong. Penerbit Kanisius.
Yogyakarta.

Sanjaya L 1996. Krisan, Bunga Potong dan Tanaman Hias yang Menawan. J.
Litbung Pertanian. XV(3):55-60

Tjitrosoepomo G 1996. Taksonomi Tumbuhan (Spermatophyta). Gajah Mada


University Press. Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai