Anda di halaman 1dari 20

KRISAN

( C. morifolium Ramat, C. indicum, C. daisy )


Sumber : Sistim Informasi Manajemen Pembangunan di Perdesaan, BAPPENAS
Editor : Kemal Prihatman

1. SEJARAH SINGKAT

Krisan merupakan tanaman bunga hias berupa perdu dengan sebutan lain Seruni
atau Bunga emas (Golden Flower) berasal dari dataran Cina. Krisan kuning berasal dari
dataran Cina, dikenal dengan Chrysanthenum indicum (kuning), C. morifolium (ungu
dan pink) dan C. daisy (bulat, ponpon). Di Jepang abad ke-4 mulai membudidayakan
krisan, dan tahun 797 bunga krisan dijadikan sebagai simbol kekaisaran Jepang dengan
sebutan Queen of The East. Tanaman krisan dari Cina dan Jepang menyebar ke
kawasan Eropa dan Perancis tahun 1795. Tahun 1808 Mr. Colvil dari Chelsa
mengembangkan 8 varietas krisan di Inggris. Jenis atau varietas krisan modern diduga
mulai ditemukan pada abad ke-17. Krisan masuk ke Indonesia pada tahun 1800. Sejak
tahun 1940, krisan dikembangkan secara komersial.

2. JENIS TANAMAN

Klasifikasi botani tanaman hias krisan adalah sebagai berikut:


Divisi : Spermathophyta
Sub Divisi : Angiospermae
Famili : Asteraceae
Genus : Chrysanthemum
Species : C. morifolium Ramat, C. indicum, C. daisy dll

Jenis dan varietas tanaman krisan di Indonesia umumnya hibrida berasal dari Belanda,
Amerika Serikat dan Jepang. Krisan yang ditanam di Indonesia terdiri atas:

a) Krisan lokal (krisan kuno)


Berasal dari luar negri, tetapi telah lama dan beradaptasi di Indoenesia maka
dianggap sebagai krisan lokal. Ciri-cirinya antara lain sifat hidup di hari netral dan siklus
hidup antara 7-12 bulan dalam satu kali penanaman. Contoh C. maximum berbunga
kuning banyak ditanam di Lembang dan berbunga putih di Cipanas (Cianjur).

b) Krisan introduksi (krisan modern atau krisan hibrida)


Hidupnya berhari pendek dan bersifat sebagai tanaman annual. Contoh krisan ini
adalah C. indicum hybr. Dark Flamingo, C. i.hybr. Dolaroid,C. i. Hybr. Indianapolis
(berbunga kuning) Cossa, Clingo, Fleyer (berbunga putih), Alexandra Van Zaal
(berbunga merah) dan Pink Pingpong (berbunga pink).

c) Krisan produk Indonesia


Balai Penelitian Tanaman Hias Cipanas telah melepas varietas krisan buatan
Indonesia yaitu varietas Balithi 27.108, 13.97, 27.177, 28.7 dan 30.13A.
3. MANFAAT TANAMAN

Kegunaan tanaman krisan yang utama adalah sebagai bunga hias. Manfaat lain
adalah sebagai tumbuhan obat tradisional dan penghasil racun serangga. Sebagai
bunga hias, krisan di Indonesia digunakan sebagai:

a) Bunga pot
Ditandai dengan sosok tanaman kecil, tingginya 20-40 cm, berbunga lebat dan
cocok ditanam di pot, polibag atau wadah lainnya. Contoh krisan mini (diameter bunga
kecil) ini adalah varietas Lilac Cindy (bunga warna ping keungu-unguan), Pearl Cindy
(putih kemerah-merahan), White Cindy (putih dengan tengahnya putih kehijau-
hijauan), Applause (kuning cerah), Yellow Mandalay (semuanya dari Belanda).Krisan
introduksi berbunga besar banyak ditanam sebagai bunga pot, terdapat 12 varitas
krisan pot di Indonesia, yang terbanyak ditanam adalah varietas Delano (ungu), Rage
(merah) dan Time (kuning).

b) Bunga potong
Ditandai dengan sosok bunga berukuran pendek sampai tinggi, mempunyai
tangkai bunga panjang, ukuran bervariasi (kecil, menengah dan besar), umumnya
ditanam di lapangan dan hasilnya dapat digunakan sebagai bunga potong. Contoh
bunga potong amat banyak antara lain Inga, Improved funshine, Brides, Green peas,
Great verhagen, Puma, Reagen, Cheetah, Klondike dll.

4. SENTRA PENANAMAN

Daerah sentra produsen krisan antara lain: Cipanas, Cisarua, Sukabumi,


Lembang (Jawa Barat), Bandungan (Jawa Tengah), Brastagi (Sumatera Utara).

5. SYARAT PERTUMBUHAN

5.1. Iklim
1) Tanaman krisan membutuhkan air yang memadai, tetapi tidak tahan terhadap
terpaan air hujan. Oleh karena itu untuk daerah yang curah hujannya tinggi,
penanaman dilakukan di dalam bangunan rumah plastik.
2) Untuk pembungaan membutuhkan cahaya yang lebih lama yaitu dengan bantuan
cahaya dari lampu TL dan lampu pijar. Penambahan penyinaran yang paling baik
adalah tengah malam antara jam 22.30–01.00 dengan lampu 150 watt untuk
areal 9 m2 dan lampu dipasang setinggi 1,5 m dari permukaan tanah. Periode
pemasangan lampu dilakukan sampai fase vegetatif (2-8 minggu) untuk
mendorong pembentukan bunga.
3) Suhu udara terbaik untuk daerah tropis seperti Indonesia adalah antara 20-26
derajat C. Toleran suhu udara untuk tetap tumbuh adalah 17-30 derajat C.
4) Tanaman krisan membutuhkan kelembaban yang tinggi untuk awal
pembentukan akar bibit, setek diperlukan 90-95%. Tanaman muda sampai
dewasa antara 70- 80%, diimbangi dengan sirkulasi udara yang memadai.
5) Kadar CO2 di alam sekitar 3000 ppm. Kadar CO 2 yang ideal untuk memacu
fotosistesa antara 600-900 ppm. Pada pembudidayaan tanaman krisan dalam
bangunan tertutup, seperti rumah plastik, greenhouse, dapat ditambahkan CO 2,
hingga mencapai kadar yang dianjurkan.

5.2. Media Tanam


1) Tanah yang ideal untuk tanaman krisan adalah bertekstur liat berpasir, subur,
gembur dan drainasenya baik, tidak mengandung hama dan penyakit.
2) Derajat keasaman tanah yang baik untuk pertumbuhan tanaman sekitar 5,5-6,7.

5.3. Ketinggian Tempat


Ketinggian tempat yang ideal untuk budidaya tanaman ini antara 700–1200 m
dpl.

6. PEDOMAN BUDIDAYA
6.1. Pembibitan
1) Persyaratan Bibit
Bibit diambil dari induk sehat, berkualitas prima, daya tumbuh tanaman kuat,
bebas dari hama dan penyakit dan komersial di pasar.
2) Penyiapan Bibit
Pembibitan krisan dilakukan dengan cara vegetatif yaitu dengan anakan, setek
pucuk dan kultur jaringan.
a) Bibit asal anakan
b) Bibit asal stek pucuk
Tentukan tanaman yang sehat dan cukup umur. Pilih tunas pucuk yang tumbuh
sehat, diameter pangkal 3-5 mm, panjang 5 cm, mempunyai 3 helai daun dewasa
berwarna hijau terang, potong pucuk tersebut, langsung semaikan atau disimpan dalam
ruangan dingin bersuhu udara 4 derajat C, dengan kelembaban 30 % agar tetap tahan
segar selama 3-4 minggu. Cara penyimpanan stek adalah dibungkus dengan beberapa
lapis kertas tisu, kemudian dimasukan ke dalam kantong plastik rata-rata 50 stek.
c) Penyiapan bibit dengan kultur jaringan
Tentukan mata tunas atau eksplan dan ambil dengan pisau silet, stelisasi mata
tunas dengan sublimat 0,04 % (HgCL) selama 10 menit, kemudian bilas dengan air
suling steril. Lakukan penanaman dalam medium MS berbentuk padat. Hasil penelitian
lanjutan perbanyakan tanaman krisan secara kultur jaringan:
1. Medium MS padat ditambah 150 ml air kelapa/liter ditambah 0,5 mg NAA/liter
ditambah 1,5 mg kinetin/liter, paling baik untuk pertumbuhan tunas dan akar
eksplan. Pertunasan terjadi pada umur 29 hari, sedangkan perakaran 26 hari.
2. Medium MS padat ditambah 150 ml air kelapa/liter ditambah 0,5 mg NAA/liter
ditambah 0,5 BAP/liter, kalus bertunas waktu 26 hari, tetapi medium tidak
merangsang pemunculan akar.
3. Medium MS padat ditambah 0,5 mg NAA/liter ditambah 0,5-0.2 mg kinetin/liter
ditambah 0,5 mg NAA/liter ditambah 0,5-2,0 BAP/liter pada eksplan varietas
Sandra untuk membentuk akar pada umur 21-31 hari.

Penyiapan bibit pada skala komersial dilakukan dengan dua tahap yaitu:
a) Stok tanaman induk
Fungsinya untuk memproduksi bagian vegetatif sebanyak mungkin sebagai
bahan tanaman Ditanam di areal khusus terpisah dari areal budidaya. Jumlah stok
tanaman induk disesuaikan dengan kebutuhan bibit yang telah direncanakan. Tiap
tanaman induk menghasilkan 10 stek per bulan, dan selama 4-6 bulan dipelihara
memproduksi sekitar 40-60 stek pucuk. Pemeliharaan kondisi lingkungan berhari
panjang dengan penambahan cahaya 4 jam/hari mulai 23.30–03.00 lampu
pencahayaan dapat dipilih Growlux SL 18 Philip.

b) Perbanyakan vegetatif tanaman induk.


1. Pemangkasan pucuk, dilakukan pada umur 2 minggu setelah bibit ditanam,
dengan cara memangkas atau membuang pucuk yang sedang tumbuh
sepanjang 0,5-1 cm.
2. Penumbuhan cabang primer. Perlakuan pinching dapat merangsang
pertumbuhan tunas ketiak sebanyak 2-4 tunas. Tunas ketiak daun dibiarkan
tumbuh sepanjang 15-20 cm atau disebut cabang primer.
3. Penumbuhan cabang sekunder. Pada tiap ujung primer dilakukan pemangkasan
pucuk sepanjang 0,5-1 cm, pelihara tiap cabang sekunder hingga tumbuh
sepanjang 10-15 cm.

3) Teknik Penyemaian Bibit


a. Penyemaian di bak
Siapkan tempat atau lahan pesemaian berupa bak-bak berukuran lebar 80 cm,
kedalaman 25 cm, panjang disesuaikan dengan kebutuhan dan sebaiknya bak berkaki
tinggi. Bak dilubangi untuk drainase yang berlebihan. Medium semai berupa pasir steril
hingga cukup penuh. Semaikan setek pucuk dengan jarak 3 cm x 3 cm dan kedalaman
1-2 cm, sebelum ditanamkan diberi Rotoon (ZPT). Setelah tanam pasang sungkup
plastik yang transparan di seluruh permukaan.

b. Penyemaian kultur jaringan


Bibit mini dalam botol dipindahkan ke pesemaian beisi medium berpasir steril
dan bersungkup plastik tembus cahaya.

4) Pemeliharaan Pembibitan/Penyemaian
Pemeliharaan untuk stek pucuk yaitu penyiraman dengan sprayer 2-3 kali sehari,
pasang bola lampu untuk pertumbuhan vegetatif, penyemprotan pestisida apabila
tanaman di serang hama atau penyakit. Buka sungkup pesemaian pada sore hari dan
malam hari, terutama pada beberapa hari sebelum pindah ke lapangan. Pemeliharaan
pada kultur jaringan dilakukan di ruangan aseptik, setelah bibir berukuran cukup besar,
diadaptasikan secara bertahap ke lapangan terbuka.

5) Pemindahan Bibit
Bibit stek pucuk siap dipindahtanamkan ke kebun pada umur 10-14 hari setelah
semai dan bibit dari kultur jaringan bibit siap pindah yang sudah berdaun 5-7 helai dan
setinggi 7,5-10 cm.

6.2. Pengolahan Media Tanam


1) Pembentukan Bedengan
Olah tanah dengan menggunakan cangkul sedalam 30 cm hingga gembur,
keringanginkan selama 15 hari. Gemburkan yang kedua kalinya sambil dibersihkan dari
gulma dan bentuk bedengan dengan lebar 100-120 cm, tinggi 20- 30 cm, panjang
disesuaikan dengan lahan, jarak antara bedengan 30-40 cm.
2) Pengapuran
Tanah yang mempunyai pH > 5,5, perlu diberi pengapuran berupa kapur
pertanian misalnya dengan dolomit, kalsit, zeagro. Dosis tergantung pH tanah.
Kebutuhan dolomit pada pH 5 = 5,02 ton/ha, pH 5,2 = 4,08 ton/ha, pH 5,3 = 3,60
ton/ha, pH 5,4 = 3,12 ton/ha. Pengapuran dilakukan dengan cara disebar merata pada
permukaan bedengan.

6.3. Teknik Penanaman


1) Teknik Penanaman Bunga Potong
 Penentuan Pola Tanam.
Tanaman bunga krisan merupakan tanaman yangdapat dibudidayakan secara
monokultur.
 Pembuatan Lubang Tanam
Jarak lubang tanam 10 cm x 10 cm, 20 cm x 20 cm. Lubang tanam dengan cara
ditugal. Penanaman biasanya disesuaikan dengan waktu panen yaitu pada hari-
hari besar. Waktu tanam yang baik antara pagi atau sore hari.
 Pupuk Dasar
Furadan 3G sebanyak 6-10 butir perlubang. Campuran pupuk ZA 75 gram
ditambah TSP 75 gram ditambah KCl 25gram (3:3:1)/m2 luas tanam, diberikan
merata pada tanah sambil diaduk.
 Cara Penanaman
Ambil bibit satu per satu dari wadah penampungan bibit, urug dengan tanah tipis
agar perakaran bibit krisan tidak terkena langsung dengan furadan 3G.
Tanamkan bibit krisan satu per satu pada lubang yang telah disiapkan sedalam
1-2 cm, sambil memadatkan tanah pelan-pelan dekat pangkal batang bibit.
Setelah penanaman siram dengan air dan pasang naungan sementara dari
sungkup plastik transparan.

2) Teknik Penanaman untuk Memperpendek Batang


Penanaman dilakukan sama dengan untuk bunga potong biasa, tetapi dengan
menambah cahaya agar tangkai menjadi pendek.
a. Pengaturan dan Penambahan Cahaya
Dilakukan sampai batas tertentu dengan ketinggian tanaman yang dinginkan.
Misalnya, bila diinginkan bunga krisan bertangkai 70 cm, maka penambahan
cahaya sejak ketinggian 50-60 cm. Lampu dimatikan. Periode berikutnya beralih
ke generatif. Tangkai bunga memanjang mencapai 80 cm. Bila dipanen
tangkainya 70 cm, maka tangkai bunga yang tersisa adalah 10 cm pada
tanaman. Total lama penyinaran sejak bibit ditanam sampai periode generatif
antara 12-15 minggu tergantung varietas krisan. Cara pengaturan dan
penambahan cahaya yaitu dengan pola byarpet, yaitu pencahayaan malam
selama 5 menit lalu dimatikan selama 1 menit dilakukan secara berulang-ulang
hingga mencapai 30 menit. Cara lain pengaturan dan penambahan cahaya
adalah dengan memasang lampu TL pada tengah malam mulai pukul 22.30-
01.00.
b. Pemupukan
Waktu pemupukan dimulai umur 1 bulan setelah tanam, kemudian diulang
kontinue dan periodik seminggu sekali, dan akhirnya sebulan sekali. Jenis dan
dosis pupuk yang diberikan pada fase vegetatif yaitu Urea 200 gram ditambah
ZA 200 gram ditambah KNO3 100 gram per m 2 luas lahan. Pada fase Generatif
digunakan pupuk Urea 10 gram ditambah TSP 10 gram ditambah KNO3 25 gram
per m2 luas lahan, cara pemberiannya dengan disebar dalam larikan atau lubang
ditugal samping kiri dan samping kanan.
c. Pembuangan Titik Tumbuh
Waktu pembuangan titik tumbuh adalah pada umur 10-14 hari setelah tanam,
dengan cara memotes ujung tanam sepanjang 5 cm.
d. Penjarangan Bunga
Jika ingin mendapatkan bunga yang besar, dalam 1 tangkai bunga hanya
dibiarkan satu bakal bunga yang tumbuh.

3) Teknik Penanaman untuk Bunga Pot


Sebanyak 5-7 Bibit yang telah berakar ditanam di dalam pot yang berisi media
sabut kelapa (hancur) atau campuran tanah dan sekam padi (1:1). Untuk
memperpendek batang, pot-pot ini ditumbuhkan selama 2 minggu dengan penyinaran
16 jam/hari. Untuk merangsang pembungaan, pot-pot kemudian diberi pencahayaan
pendek dengan cara menutupnya di dalam kubung dari jam 16.00-22.00. Selama
pertumbuhan tanaman diberi pupuk cir multihara lengkap. Pembungaan ini dapat pula
dipacu dengan menambahkan hormon tumbuh giberelin sebanyak 500 ppm pada saat
penyinaran pendek.
Untuk mendapatkan bunga yang besar dan jumlahnya sedikit, bakal bunga dari
setiap batang perlu diperjarang dengan hanya menyisakan satu kuncup bunga. Dengan
cara ini akan didapatkan krisan pot dengan 5-7 bunga yang mekar bersamaan.

6.4. Pemeliharaan Tanaman


1) Penjarangan dan Penyulaman
Waktu penyulaman seawal mungkin yaitu 10-15 hari setelah tanam. Penyulaman
dilakukan dengan cara mengganti bibit yang mati atau layu permanen dengan bibit
yang baru.
2) Penyiangan
Waktu penyiangan dan penggemburan tanah umumnya 2 minggu setelah tanam.
Penyiangan dengan cangkul atau kored dengan hati-hati membersihkan rumputrumput
liar.
3) Pengairan dan Penyiraman
Pengairan yang paling baik adalah pada pagi atau sore hari, pengairan dilakukan
kontinu 1-2 kali sehari, tergantung cuaca atau medium tumbuh. Pengairan dilakukan
dengan cara mengabutkan air atau sistem irigasi tetes hingga tanah basah.

7. HAMA DAN PENYAKIT

7.1. Hama
1) Ulat tanah (Agrotis ipsilon)
Gejala: memakan dan memotong ujung batang tanaman muda, sehingga pucuk dan
tangkai terkulai.
Pengendalian: mencari dan mengumpulkan ulat pada senja hari dan semprot dengan
insektisida.

2) Thrips (Thrips tabacci)


Gejala: pucuk dan tunas-tunas samping berwarna keperak-perakan atau kekuning-
kuningan seperti perunggu, terutama pada permukaan bawah daun.
Pengendalian: mengatur waktu tanam yang baik, memasang perangkap berupa
lembar kertas kuning yang mengandung perekat, misalnya IATP buatan Taiwan.

3) Tungau merah (Tetranycus sp)


Gejala: daun yang terserang berwarna kuning kecoklat-coklatan, terpelintir, menebal,
dan bercak-bercak kuning sampai coklat.
Pengendalian: memotong bagian tanaman yang terserang berat dan dibakar dan
penyemprotan pestisida.

4) Penggerek daun (Liriomyza sp)


Gejala: daun menggulung seperti terowongan kecil, berwarna putih keabu-abuan yang
mengelilingi permukaan daun. Pengendalian: memotong daun yang terserang,
penggiliran tanaman, dengan aplikasi insektisida.

7.2. Penyakit
1) Karat/Rust
Penyebab: jamur Puccinia sp. karat hitam disebakan oleh cendawan P chrysantemi,
karat putih disebabkan oleh P horiana P.Henn.
Gejala: pada sisi bawah daun terdapat bintil-bintil coklat/hitam dan terjadi lekukan-
lekukan mendalam yang berwarna pucat pada permukaan daun bagian atas. Bila
serangan hebat meyebabkan terhambatnya pertumbuhan bunga.
Pengendalian: menanam bibit yang tahan hama dan penyakit, perompesan daun
yang sakit, memperlebar jarak tanam dan penyemprotan insektisida.

2) Tepung oidium
Penyebab: jamur Oidium chrysatheemi. Gejala: permukaan daun tertutup dengan
lapisan tepung putih. Pada serangan hebat daun pucat dan mengering.
Pengendalian: memotong/memangkas daun tanaman yang sakit dan penyemprotan
fungisida.

3) Virus kerdil dan mozaik


Penyebab: virus kerdil krisan, Chrysanhenumum stunt Virus dan Virus Mozaoik Lunak
Krisan (Chrysanthemum Mild Mosaic Virus).
Gejala: tanaman tumbuhnya kerdil, tidak membentuk tunas samping, berbunga lebih
awal daripada tanaman sehat, warna bunganya menjadi pucat. Penyakit kerdil
ditularkan oleh alat-alat pertanian yang tercemar penyakit dan pekerja kebun. Virus
mosaik menyebabkan daun belang hijau dan kuning, kadang-kadang bergaris-garis.
Pengendalian: menggunakan bibit bebas virus, mencabut tanaman yang sakit,
menggunakan alat-alat pertanian yang bersih dan penyemprotan insektisida untuk
pengendalian vektor virus.
8. PANEN
8.1. Ciri dan Umur Panen
Penentuan stadium panen adalah ketika bunga telah setengah mekar atau 3-4
hari sebelum mekar penuh. Tipe spray 75-80% dari seluruh tanaman. Umur tanaman
siap panen yaitu setelah 3-4 bulan setelah tanam.

8.2. Cara Panen


Panen sebaiknya dilakukan pagi hari, saat suhu udara tidak terlalu tinggi dan
saat bunga krisan berturgor optimum. Pemanenan dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu
dipotong tangkainya dan dicabut seluruh tanaman. Tata cara panen bunga krisan:
tentukan tanaman siap panen, potong tangkai bunga dengan gunting steril sepanjang
60-80 cm dengan menyisakan tunggul batang setinggi 20-30 cm dari permukaan tanah.

8.3. Prakiraan Produksi


Perkiraan hasil bunga krisan pada jarak 10 x 10 cm seluas 1 ha yaitu 800.000
tanaman.

9. PASCAPANEN
9.1. Pengumpulan
Kumpulkan bunga hasil panen, lalu ikat tangkai bunga berisi sekitar 50-1000
tangkai simpan pada rak-rak.

9.2. Penyortiran dan Penggolongan


Pisahkan tangkai bunga berdasarkan tipe bunga, warna dan varietasnya. Lalu
bersihkan dari daun-daun kering atau terserang hama. Buang daun-daun tua pada
pangkal tangkai.
Kriteria utama bunga potong meliputi penampilan yang baik, menarik, sehat dan
bebas hama dan penyakit. Kriteria ini dibedakan menjadi 3 kelas yaitu:
a) Kelas I untuk konsumen di hotel dan florist besar, yaitu panjang tangkai bunga lebih
dari 70 cm, diameter pangkal tangkai bunga lebih 5 mm.
b) Kelas II dan III untuk konsumen rumah tangga, florits menengah dan dekorasi
massal yaitu panjang tangkai bunga kurang dari 70 cm dan diameter pangkalm tangkai
bunga kurang dari 5 mm.

9.3. Pengemasan dan Pengangkutan


Tentukan alat angkutan yang cocok dengan jarak tempuh ke tempat pemasaran
dan susunlah kemasan berisi bunga krisan secara teratur, rapi dan tidak longgar, dalam
bak atau box alat angkut.

10. ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA TANAMAN


10.1.Analisis Usaha Budidaya
Perkiraan analisis budidaya tanaman krisan seluas 0,5 ha dengan jarak tanam 10
x 10 cm. Analisis dilakukan pada tahun 1999 di daerah Bandung.
1) Biaya produksi
1. Sewa lahan 1 tahun Rp. 1.500.000,-
2. Bibit : 500.000 batang @ Rp. 50,- Rp. 25.000.000,-
3. Pupuk dan kapur
- Pupuk kandang : 15.000 kg @ Rp. 150,- Rp. 2.250.000,-
- Urea : 4.150 kg @ Rp. 1.500,- Rp. 6.225.000,-
- ZA : 4.600 kg @ Rp. 1.250,- Rp. 5.750.000,-
- SP-36 : 525 kg @ Rp. 2.000,- Rp. 1.050.000,-
- KCl : 125 kg @ Rp. 1.650,- Rp. 206.250,-
- KNO3 : 2.375 kg @ Rp. 4.000,- Rp. 9.500.000,-
- Kapur pertanian: 2000 kg @ Rp.200,- Rp. 400.000,-
4. Pestisida Rp. 1.500.000,-
5. Biaya tenaga kerja
- Penyiapan lahan 50 HKP @ Rp. 10.000,- Rp. 500.000,-
- Pemupukan 10 HKP + 20 HKW Rp. 250.000,-
- Penanaman 5 HKP + 50 HKW Rp. 425.000,-
- Pemeliharaan 5 HKP + 100 HKW Rp. 800.000,-
6. Biaya lain-lain (pajak, iuran, alat) Rp. 500.000,-
Jumlah biaya produksi Rp. 55.856.250,-

2) Pendapatan 400.000 tanaman @ Rp. 225,- Rp. 90.000.000,-


3) Keuntungan Rp. 34.143.750,-
4) Parameter kelayakan usaha
1. Rasio Output/Input =1,611
Keterangan: HKP Hari Kerja Pria, HKW Hari Kerja Wanita

10.2.Gambaran Peluang Agribisnis


Tanaman hias krisan merupakan bunga potong yang penting di dunia. Prospek
budidaya krisan sebagai bunga potong sangat cerah, karena pasar potensial yang dapat
berdaya serap tinggi sudah ada. Diantara pasar potensial tersebut adalah Jerman,
Inggris, Swiss, Italia, Austria, America Serikat, Swedia dsb.
Saat ini krisan termasuk bunga yang paling populer di Indonesia karena memiliki
keunggulan yaitu bunganya kaya warna dan tahan lama, bunga krisan pot bahkan
dapat tetap segar selama 10 hari. Peluang untuk mengembangkan budidaya tanaman
krisan, guna memenuhi kebutuhan baik dalam maupun luar negri agaknya tetap
terbuka. Seiring dengan permintaan bunga potong krisan yang semakin meningkat
maka peluang agribisnis perlu terus dikembangkan.

11. STANDAR PRODUKSI


11.1.Ruang Lingkup
Standar meliputi klasifikasi, syarat mutu, cara pengambilan contoh, cara uji,
syarat penandaan dan pengemasan.
11.2.Klasifikasi dan Standar Mutu
Mutu dan pengepakan bunga untuk ekspor ke pasaran Internasional sangat
ditentukan oleh negara pengimpor. Untuk Jepang standar yang berlaku adalah sebagai
berikut:
 Varietas adalah Kiku berwarna putih atau kuning yang dipanen saat bunga belum
mekar penuh, panjang tangkai 70 cm, lurus dan tunggal. Duapertiga daun masih
lengkap, utuh serta berukuran seragam dan bebas hama penyakit.
 Satu ikatan terdiri dari 20 tangkai bunga dan dibungkus dengan pembungkus
dari kertas khusus Sleeves. Kuntum tidak tertutup seludang, pangkal bunga
diberi kapas basah.
 Pengepakan dilakukan dalam kotak kardus dengan kapasitas 10 ikatan.
 Pengangkutan dilakukan dengan alat angkut bersuhu udara 7-8 derajat C
dengan kelembaban udara 60-65%.

11.3.Pengambilan Contoh
Contoh diambil secara acak dari jumlah kemasan terkecil dalam lot dan contoh dengan
rincian sebagai berikut:
a) Contoh yang diambil 1, untuk jumlah kemasan terkecil dalam lot = 1–3.
b) Contoh yang diambil 3, untuk jumlah kemasan terkecil dalam lot = 4–25.
c) Contoh yang diambil 6, untuk jumlah kemasan terkecil dalam lot = 26–50.
d) Contoh yang diambil 8, untuk jumlah kemasan terkecil dalam lot = 51–100.
e) Contoh yang diambil 10, untuk jumlah kemasan terkecil dalam lot = 101–150.
f) Contoh yang diambil 12, untuk jumlah kemasan terkecil dalam lot = 151–200.
g) Contoh yang diambil 15, untuk jumlah kemasan terkecil dalam lot = 201–lebih.
Sedangkan untuk petugas pengambil contoh adalah orang yang telah
berpengalaman/dilatih lebih dahulu dan mempunyai ikatan dalam suatu badan hukum.

11.4.Pengemasan
1) Cara pengemasan
Pangkal tangkai bunga krisan potongan dimasukan ke dalam tube berisi cairan
pengawet/dibungkus dengan kapas kemudian dimasukan ke dalam kantong plastik
berisi cairan pengawet lalu dikemas dalam kotak karton/kemasan lain yang sesuai.
2) Pemberian merek
Pada bagian luar kemasan diberi tulisan:
1. Nama barang/varietas krisan.
2. Jenis mutu.
3. Nama atau kode produsen/eksportir.
4. Jumlah isi.
5. Negara tujuan.
6. Hasil Indonesia.

12. DAFTAR PUSTAKA


1) H Rahmat Rukmana , Ir.1997. Krisan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
2) Trubus no. 338. 1998. Kebun bunga Potong Ciputri.
3) Dewi Sartika. 1998. Krisan Baru Produk Indonesia. Trubus no. 342.
4) Lukito AM. 1998. Rekayasa Pembungaan Krisan dan Bunga Lain. Trubus no. 348.
Jakarta, Februari 2000

KETELA POHON / SINGKONG


( Manihot utilissima Pohl )
Sumber : Sistim Informasi Manajemen Pembangunan di Perdesaan, BAPPENAS
Editor : Kemal Prihatman
1. SEJARAH SINGKAT
Ketela pohon merupakan tanaman pangan berupa perdu dengan nama lain ubi
kayu, singkong atau kasape. Ketela pohon berasal dari benua Amerika, tepatnya dari
negara Brazil. Penyebarannya hampir ke seluruh dunia, antara lain: Afrika, Madagaskar,
India, Tiongkok. Ketela pohon berkembang di negara-negara yang terkenal wilayah
pertaniannya dan masuk ke Indonesia pada tahun 1852.

2. JENIS TANAMAN
Klasifikasi tanaman ketela pohon adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae atau tumbuh-tumbuhan
Divisi : Spermatophyta atau tumbuhan berbiji
Sub Divisi : Angiospermae atau berbiji tertutup
Kelas : Dicotyledoneae atau biji berkeping dua
Ordo : Euphorbiales
Famili : Euphorbiaceae
Genus : Manihot
Spesies : Manihot utilissima Pohl.; Manihot esculenta Crantz sin.
Varietas-varietas ketela pohon unggul yang biasa ditanam, antara lain: Valenca,
Mangi, Betawi, Basiorao, Bogor, SPP, Muara, Mentega, Andira 1, Gading, Andira 2,
Malang 1, Malang 2, dan Andira 4

3. MANFAAT TANAMAN
Di Indonesia, ketela pohon menjadi makanan bahan pangan pokok setelah beras
dan jagung. Manfaat daun ketela pohon sebagai bahan sayuran memiliki protein cukup
tinggi, atau untuk keperluan yang lain seperti bahan obat-obatan. Kayunya bisa
digunakan sebagai pagar kebun atau di desa-desa sering digunakan sebagai kayu bakar
untuk memasak. Dengan perkembangan teknologi, ketela pohon dijadikan bahan dasar
pada industri makanan dan bahan baku industri pakan. Selain itu digunakan pula pada
industri obat-obatan.

4. SENTRA PENANAMAN
Di dunia ketela pohon merupakan komoditi perdagangan yang potensial. Negara
- negara sentra ketela pohon adalah Thailand dan Suriname. Sedangkan sentra utama
ketela pohon di Indonesia di Jawa Tengah dan Jawa Timur.

5. SYARAT PERTUMBUHAN
5.1. Iklim
 Curah hujan yang sesuai untuk tanaman ketela pohon antara 1.500-2.500
mm/tahun.
 Suhu udara minimal bagi tumbuhnya ketela kohon sekitar 10 derajat C. Bila
suhunya di bawah 10 derajat C menyebabkan pertumbuhan tanaman sedikit
terhambat, menjadi kerdil karena pertumbuhan bunga yang kurang sempurna.
 Kelembaban udara optimal untuk tanaman ketela pohon antara 60-65%.
 Sinar matahari yang dibutuhkan bagi tanaman ketela pohon sekitar 10 jam/hari
terutama untuk kesuburan daun dan perkembangan umbinya.

5.2. Media Tanam


 Tanah yang paling sesuai untuk ketela pohon adalah tanah yang berstruktur
remah, gembur, tidak terlalu liat dan tidak terlalu poros serta kaya bahan
organik. Tanah dengan struktur remah mempunyai tata udara yang baik, unsur
hara lebih mudah tersedia dan mudah diolah. Untuk pertumbuhan tanaman
ketela pohon yang lebih baik, tanah harus subur dan kaya bahan organik baik
unsur makro maupun mikronya.
 Jenis tanah yang sesuai untuk tanaman ketela pohon adalah jenis aluvial latosol,
podsolik merah kuning, mediteran, grumosol dan andosol.
 Derajat keasaman (pH) tanah yang sesuai untuk budidaya ketela pohon berkisar
antara 4,5-8,0 dengan pH ideal 5,8. Pada umumnya tanah di Indonesia ber-pH
rendah (asam), yaitu berkisar 4,0-5,5, sehingga seringkali dikatakan cukup
netraln bagi suburnya tanaman ketela pohon.

5.3. Ketinggian Tempat


Ketinggian tempat yang baik dan ideal untuk tanaman ketela pohon antara 10–
700 m dpl, sedangkan toleransinya antara 10–1.500 m dpl. Jenis ketela pohon tertentu
dapat ditanam pada ketinggian tempat tertentu untuk dapat tumbuh optimal.

6. PEDOMAN BUDIDAYA
6.1. Pembibitan
1) Persyaratan Bibit
Bibit yang baik untuk bertanam ketela pohon harus memenuhi syarat sebagai
berikut:
a) Ketela pohon berasal dari tanaman induk yang cukup tua (10-12 bulan).
b) Ketela pohon harus dengan pertumbuhannya yang normal dan sehat serta
seragam.
c) Batangnya telah berkayu dan berdiameter + 2,5 cm lurus.
d) Belum tumbuh tunas-tunas baru.
2) Penyiapan Bibit
Penyiapan bibit ketela pohon meliputi hal-hal sebagai berikut:
a) Bibit berupa stek batang.
b) Sebagai stek pilih batang bagian bawah sampai tengah.
c) Setelah stek terpilih kemudian diikat, masing-masing ikatan berjumlah antara
25–30 batang stek.
d) Semua ikatan stek yang dibutuhkan, kemudian diangkut ke lokasi penanaman.

6.2. Pengolahan Media Tanam


1) Persiapan
Kegiatan yang perlu dilakukan sebelum pengolahan lahan adalah:
a) Pengukuran pH tanah dilakukan dengan menggunakan kertas lakmus, pH
meter dan cairan pH tester.
b) Penganalisaan jenis tanah pada contoh atau sempel tanah yang akan ditanami
untuk mengetahui ketersediaan unsur hara, kandungan bahan organik.
c) Penetapan jadwal/waktu tanam berkaitan erat dengan saat panen. Hal ini
perlu diperhitungkan dengan asumsi waktu tanam bersamaan dengan
tanaman lainnya (tumpang sari), sehingga sekaligus dapat memproduksi
beberapa variasi tanaman yang sejenis.
D). Luas areal penanaman disesuaikan dengan modal dan kebutuhan setiap
petani ketela pohon. Pengaturan volume produksi penting juga diperhitungkan
karena berkaitan erat dengan perkiraan harga pada saat panen dan pasar.
Apabila pada saat panen nantinya harga akan anjlok karena di daerah sentra
penanaman terjadi panen raya maka volume produksi diatur seminimal mungkin.
2) Pembukaan dan Pembersihan Lahan
Pembukaan lahan pada intinya merupakan pembersihan lahan dari segala macam
gulma (tumbuhan pengganggu) dan akar-akar pertanaman sebelumnya. Tujuan
pembersihan lahan untuk memudahkan perakaran tanaman berkembang dan
menghilangkan tumbuhan inang bagi hama dan penyakit yang mungkin ada.
Pembajakan dilakukan dengan hewan ternak, seperti kerbau, sapi, atau pun
dengan mesin traktor.
Pencangkulan dilakukan pada sisi-sisi yang sulit dijangkau, pada tanah tegalan
yang arealnya relatif lebih sempit oleh alat bajak dan alat garu sampai tanah siap
untuk ditanami.
3) Pembentukan Bedengan
Bedengan dibuat pada saat lahan sudah 70% dari tahap penyelesaian. Bedengan
atau pelarikan dilakukan untuk memudahkan penanaman, sesuai dengan ukuran
yang dikehendaki. Pembentukan bedengan/larikan ditujukan untuk memudahkan
dalam pemeliharaan tanaman, seperti pembersihan tanaman liar maupun
sehatnya pertumbuhan tanaman.
4) Pengapuran
Untuk menaikkan pH tanah, terutama pada lahan yang bersifat sangat
masam/tanah gembut, perlu dilakukan pengapuran. Jenis kapur yang digunakan
adalah kapur kalsit/kaptan (CaCO3). Dosis yang biasa digunakan untuk
pengapuran adalah 1-2,5 ton/ha. Pengapuran diberikan pada waktu pembajakan
atau pada saat pembentukan bedengan kasar bersamaan dengan pemberian
pupuk kandang.
6.3. Teknik Penanaman
1) Penentuan Pola Tanam
Pola tanaman harus memperhatikan musim dan curah hujan. Pada lahan
tegalan/kering, waktu tanam yang paling baik adalah awal musim hujan atau
setelah penanaman padi. Jarak tanam yang umum digunakan pada pola
TTG BUDIDAYA PERTANIAN
Hal. 5/ 14
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
monokultur ada beberapa alternatif, yaitu 100 X 100 cm, 100 X 60 cm atau 100 X
40 cm. Bila pola tanam dengan sistem tumpang sari bisa dengan jarak tanam 150
X 100 cm atau 300 X 150 cm.
2) Cara Penanaman
Cara penanaman dilakukan dengan meruncingkan ujung bawah stek ketela pohon
kemudian tanamkan sedalam 5-10 cm atau kurang lebih sepertiga bagian stek
tertimbun tanah. Bila tanahnya keras/berat dan berair/lembab, stek ditanam
dangkal saja.
6.4. Pemeliharaan Tanaman
1) Penyulaman
Untuk bibit yang mati/abnormal segera dilakukan penyulaman, yakni dengan cara
mencabut dan diganti dengan bibit yang baru/cadangan. Bibit atau tanaman muda
yang mati harus diganti atau disulam. Pada umumnya petani maupun pengusaha
mengganti tanaman yang mati dengan sisa bibit yang ada. Bibit sulaman yang
baik seharusnya juga merupakan tanaman yang sehat dan tepat waktu untuk
ditanam. Penyulaman dilakukan pada pagi hari atau sore hari, saat cuaca tidak
terlalu panas. Waktu penyulaman adalah minggu pertama dan minggu kedua
setelah penanaman. Saat penyulaman yang melewati minggu ketiga setelah
penanaman mengakibatkan perbedaan pertumbuhan yang menyolok antara
tanaman pertama dan tanaman sulaman.
2) Penyiangan
Penyiangan bertujuan untuk membuang semua jenis rumput/ tanaman
liar/pengganggu (gulma) yang hidup di sekitar tanaman. Dalam satu musim
penanaman minimal dilakukan 2 (dua) kali penyiangan.
3) Pembubunan
Cara pembubunan dilakukan dengan menggemburkan tanah di sekitar tanaman
dan setelah itu dibuat seperti guludan. Waktu pembubunan dapat bersamaan
dengan waktu penyiangan, hal ini dapat menghemat biaya. Apabila tanah sekitar
tanaman Ketela pohon terkikis karena hujan atau terkena air siraman sehingga
perlu dilakukan pembubunan/di tutup dengan tanah agar akar tidak kelihatan.
4) Perempelan/Pemangkasa
Pada tanaman Ketela pohon perlu dilakukan pemangkasan/pembuangan tunas
karena minimal setiap pohon harus mempunyai cabang 2 atau 3 cabang. Hal ini
agar batang pohon tersebut bisa digunakan sebagai bibit lagi di musim tanam
mendatang.
TTG BUDIDAYA PERTANIAN
Hal. 6/ 14
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
5) Pemupukan
Pemupukan dilakukan dengan sistem pemupukan berimbang antara N, P, K
dengan dosis Urea=133–200 kg; TSP=60–100 kg dan KCl=120–200 kg. Pupuk
tersebut diberikan pada saat tanam dengan dosis N:P:K= 1/3 : 1 : 1/3 (pemupukan
dasar) dan pada saat tanaman berumur 2-3 bulan yaitu sisanya dengan dosis
N:P:K= 2/3 : 0 : 2/3.
6) Pengairan dan Penyiraman
Kondisi lahan Ketela pohon dari awal tanam sampai umur + 4–5 bulan hendaknya
selalu dalam keadaan lembab, tidak terlalu becek. Pada tanah yang kering perlu
dilakukan penyiraman dan pengairan dari sumber air yang terdekat. Pengairan
dilakukan pada saat musim kering dengan cara menyiram langsung akan tetapi
cara ini dapat merusak tanah. Sistem yang baik digunakan adalah sistem
genangan sehingga air dapat sampai ke daerah perakaran secara resapan.
Pengairan dengan sistem genangan dapat dilakukan dua minggu sekali dan untuk
seterusnya diberikan berdasarkan kebutuhan.
7) Waktu Penyemprotan Pestisida
Jenis dan dosis pestisida disesuaikan dengan jenis penyakitnya. Penyemprotan
pestisida paling baik dilakukan pada pagi hari setelah embun hilang atau pada
sore hari. Dosis pestisida disesuaikan dengan serangan hama dan penyakit, baca
dengan baik penggunaan dosis pada label merk obat yang digunakan. Apabila
hama dan penyakit menyerang dengan ganas maka dosis pestisida harus lebih
akan tetapi penggunaannya harus hati-hati karena serangga yang
menguntungkan dapat ikut mati.
7. HAMA DAN PENYAKIT
7.1. Hama
a) Uret (Xylenthropus)
Ciri: berada dalam akar dari tanaman. Gejala: tanaman mati pada yg usia muda,
karena akar batang dan umbi dirusak. Pengendalian: bersihkan sisa-sisa bahan
organik pada saat tanam dan atau mencampur sevin pada saat pengolahan lahan.
b) Tungau merah (Tetranychus bimaculatus)
Ciri: menyerang pada permukaan bawah daun dengan menghisap cairan daun
tersebut. Gejala: daun akan menjadi kering. Pengendalian: menanam varietas
toleran dan menyemprotkan air yang banyak.
TTG BUDIDAYA PERTANIAN
Hal. 7/ 14
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
7.2. Penyakit
a) Bercak daun bakteri
Penyebab: Xanthomonas manihotis atau Cassava Bacterial Blight/CBG . Gejala:
bercak-bercak bersudut pada daun lalu bergerak dan mengakibatkan pada daun
kering dan akhirnya mati. Pengendalian: menanam varietas yang tahan,
memotong atau memusnahkan bagian tanaman yang sakit, melakukan pergiliran
tanaman dan sanitasi kebun
b) Layu bakteri (Pseudomonas solanacearum E.F. Smith)
Ciri: hidup di daun, akar dan batang. Gejala: daun yang mendadak jadi layu
seperti tersiram air panas. Akar, batang dan umbi langsung membusuk.
Pengendalian: melakukan pergiliran tanaman, menanam varietas yang tahan
seperti Adira 1, Adira 2 dan Muara, melakukan pencabutan dan pemusnahan
tanaman yang sakit berat.
c) Bercak daun coklat (Cercospora heningsii)
Penyebab: cendawan yang hidup di dalam daun. Gejala: daun bercak-bercak
coklat, mengering, lubang-lubang bulat kecil dan jaringan daun mati.
Pengendalian: melakukan pelebaran jarak tanam, penanaman varietas yang
tahan, pemangkasan pada daun yang sakit serta melakukan sanitasi kebun.
d) Bercak daun konsentris (Phoma phyllostica)
Penyebab: cendawan yang hidup pada daun. Gejala: adanya bercak kecil dan
titik-titik, terutama pada daun muda. Pengendalian: memperlebar jarak tanam,
mengadakan sanitasi kebun dan memangkas bagian tanaman yang sakit .
7.3. Gulma
Sistem penyiangan/pembersihan secara menyeluruh dan gulmanya dibakar/dikubur
dalam seperti yang dilakukan umumnya para petani Ketela pohon dapat menekan
pertumbuhan gulma. Namun demikian, gulma tetap tumbuh di parit/got dan lubang
penanaman.
Khusus gulma dari golongan teki (Cyperus sp.) dapat di berantas dengan cara
manual dengan penyiangan yang dilakukan 2-3 kali permusim tanam. Penyiangan
dilakukan sampai akar tanaman tercabut. Secara kimiawi dengan penyemprotan
herbisida seperti dari golongan 2,4-D amin dan sulfonil urea. Penyemprotan harus
dilakukan dengan hati-hati.
Sedangkan jenis gulma lainnya adalah rerumputan yang banyak ditemukan di lubang
penanaman maupun dalam got/parit. Jenis gulma rerumputan yang sering dijumpai
yaitu jenis rumput belulang (Eleusine indica), tuton (Echinochloa colona), rumput
grintingan (Cynodon dactilon), rumput pahit (Paspalum distichum), dan rumput
sunduk gangsir (digitaria ciliaris). Pembasmian gulma dari golongan rerumputan
TTG BUDIDAYA PERTANIAN
Hal. 8/ 14
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
dilakukan dengan cara manual yaitu penyiangan dan penyemprotan herbisida
berspektrum sempit misalnya Rumpas 120 EW dengan konsentrasi 1,0-1,5 ml/liter.
8. PANEN
8.1. Ciri dan Umur Panen
Ketela pohon dapat dipanen pada saat pertumbuhan daun bawah mulai berkurang.
Warna daun mulai menguning dan banyak yang rontok. Umur panen tanaman ketela
pohon telah mencapai 6–8 bulan untuk varietas Genjah dan 9–12 bulan untuk
varietas Dalam.
8.2. Cara Panen
Ketela pohon dipanen dengan cara mencabut batangnya dan umbi yang tertinggal
diambil dengan cangkul atau garpu tanah.
9. PASCAPANEN
9.1. Pengumpulan
Hasil panen dikumpulkan di lokasi yang cukup strategis, aman dan mudah dijangkau
oleh angkutan.
9.2. Penyortiran dan Penggolongan
Pemilihan atau penyortiran umbi ketela pohon sebenarnya dapat dilakukan pada
saat pencabutan berlangsung. Akan tetapi penyortiran umbi ketela pohon dapat
dilakukan setelah semua pohon dicabut dan ditampung dalam suatu tempat.
Penyortiran dilakukan untuk memilih umbi yang berwarna bersih terlihat dari kulit
umbi yang segar serta yang cacat terutama terlihat dari ukuran besarnya umbi serta
bercak hitam/garis-garis pada daging umbi.
9.3. Penyimpanan
Cara penyimpanan hasil panen umbi ketela pohon dilakukan dengan cara sebagai
berikut:
a) Buat lubang di dalam tanah untuk tempat penyimpanan umbi segar ketela pohon
tersebut. Ukuran lubang disesuaikan dengan jumlah umbi yang akan disimpan.
b) Alasi dasar lubang dengan jerami atau daun-daun, misalnya dengan daun nangka
atau daun ketela pohon itu sendiri.
TTG BUDIDAYA PERTANIAN
Hal. 9/ 14
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
c) Masukkan umbi ketela pohon secara tersusun dan teratur secara berlapis
kemudian masing-masing lapisan tutup dengan daun-daunan segar tersebut di
atas atau jerami.
d) Terakhir timbun lubang berisi umbi ketela pohon tersebut sampai lubang
permukaan tertutup berbentuk cembung, dan sistem penyimpanan seperti ini
cukup awet dan membuat umbi tetap segar seperti aslinya.
9.4. Pengemasan dan Pengangkutan
Pengemasan umbi ketela pohon bertujuan untuk melindungi umbi dari kerusakan
selama dalam pengangkutan. Untuk pasaran antar kota/ dalam negeri dikemas dan
dimasukkan dalam karung-karung goni atau keranjang terbuat dari bambu agar tetap
segar. Khusus untuk pemasaran antar pulau maupun diekspor, biasanya umbi ketela
pohon ini dikemas dalam bentuk gaplek atau dijadikan tepung tapioka. Kemasan
selanjutnya dapat disimpan dalam karton ataupun plastik-plastik dalam pelbagai
ukuran, sesuai permintaan produsen.
Setelah dikemas umbi ketela pohon dalam bentuk segar maupun dalam bentuk
gaplek ataupun tapioka diangkut dengan alat trasportasi baik tradisional maupun
modern ke pihak konsumen, baik dalam maupun luar negeri.
10. ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA TANAMAN
10.1.Analisis Usaha Budidaya
Perkiraan analisis budidaya singkong seluas 1 hektar pola monokultur dalam satu
musim tanam (8 bulan), dengan jarak tanam 100 X 100 cm (populasi + 9.998
tanaman) untuk daerah Jawa Barat pada tahun 1999 adalah:
a) Biaya produksi
1. Sewa lahan per musim (lahan kering) Rp. 500.000,-
2. Bibit + 11.000 stek @ Rp 30,- Rp. 330.000,-
3. Pupuk
- Urea: 200 kg @ Rp 1.000,- Rp. 200.000,-
- TSP: 100 kg @ Rp 1.800,- Rp. 180.000,-
- KCl: 200 kg @ Rp 1.650,- Rp. 330.000,-
4. Pestisida: 2 kg (liter) @ Rp 50.000,- Rp. 100.000,-
5. Pajak dan peralatan Rp. 300.000,-
6. Tenaga kerja
- Pengolahan lahan 70 HKP @ Rp 10.000,- Rp. 700.000,-
- Penanaman 5 HKP + 10 HKW Rp. 125.000,-
- Pemupukan 10 HKP +25 HKW Rp. 287.500,-
- Penyiangan dan pembubunan 20 HKP + 20 HKW Rp. 350.000,-
7. Panen dan pasca panen Rp. 250.000,-
TTG BUDIDAYA PERTANIAN
Hal. 10/ 14
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
Jumlah biaya produksi Rp. 3.652.500,-
b) Pendapatan 30.000 kg @ Rp 125,- Rp. 4.500.000,-
c) Keuntungan Rp. 847.500,-
d) Parameter kelayakan usaha
1. Rasio Output/Input = 1,232
Catatan : HKP (Hari Kerja Pria); HKW (Hari Kerja Wanita)
10.2.Gambaran Peluang Agribisnis
Di pasar Indonesia, produksi Ketela pohon rata-rata mencapai 8,24 ton/ha (data
tahun 1969-1978). Tahun 1983-1991 rata-rata mencapai 11,43 ton/ha.
Peningkatan produksi umbi ketela pohon kurun waktu 1988-1992 terjadi karena
adanya peningkatan rata-rata hasil per hektar. Walaupun demikian, rata-rata
produktivitas usaha tani ketela pohon ditingkat petani (3 ton/ha) masih lebih rendah
dibandingkan dengan potensi hasilnya (6-10 ton/ha). Luas panen komoditas ketela
pohon yang cenderung terus menurun selama kurun waktu tersebut ternyata tidak
berpengaruh terhadap produksi total. Sementara itu, sekitar 58% dari total luas
panen per tahun masih tersebar di Pulau Jawa.
Dari segi ekspor, selama periode 1990-1994 ekspor ketela pohon Indonesia
mengalami peningkatan yang cukup besar. Bila pada tahun 1990, ekspor ketela
pohon adalah sebanyak 100 ton, maka pada tahun 1994 jumlah tersebut sudah
menjadi 500 ton. Permintaan ketela pohon dalam bentuk tapioka maupun gaplek
pada tahun-tahun yang akan datang diperkirakan akan terus meningkat. Hal ini
merupakan peluang besar bagi Indonesia untuk usaha agribisnis ketela pohon.
11. STANDAR PRODUKSI
11.1.Ruang Lingkup
Standar produksi ini meliputi: klasifikasi, syarat mutu, cara pengambilan contoh, cara
uji, syarat penandaan, cara pengemasan dan rekomendasi untuk tapioka.
11.2.Diskripsi
Standar mutu ketela pohon (tepung tapioka) di Indonesia tercantum dalam Standar
Nasional Indonesia SNI 01-345-1994.
TTG BUDIDAYA PERTANIAN
Hal. 11/ 14
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
11.3.Klasifikasi dan Standar Mutu
Syarat mutu terdiri dari dua bagian :
a) Syarat organoleptik
1. Sehat (sound).
2. Tidak berbau apek atau masam.
3. Murni.
4. Tidak kelihatan ampas dan/atau bahan asing.
b) Syarat Teknis
1. Kadar air maksimum (%): mutu I=15; mutu II=15; mutu III=15.
2. Kadar abu maksimum (%): mutu I=0,60; mutu II=0,60; mutu III=0,60.
3. Serat dan benda asing maksimum (%): mutu I=0,60; mutu II=0,60; mutu
III=0,60.
4. Derajat putih minimum (BaSO4=100%) (%): mutu I=94,5; mutu II=92,0; mutu
III=92.
5. Kekentalan (Engler): mutu I=3-4; mutu II=2,5-3; mutu III<2,5.
6. Derajat asam maksimum (Ml IN Na): mutu I=3; mutu II=3; mutu III=3.
7. Cemaran logam: ** OH/100 gram
- Timbal (Pb) (mg/kg): mutu I=1,0; mutu II=1,0; mutu III=1,0.
- Tembaga (Cu) (mg/kg): mutu I=10,0; mutu II=10,0; mutu III=10,0.
- Seng (Zn) (mg/kg): mutu I=40; mutu II=40; mutu III=40.
- Raksa (Hg) (mg/kg): mutu I=0,05; mutu II=0,05; mutu III=0,05.
8. Arsen (AS) ** (mg/kg): mutu I=0,5; mutu II=0,5; mutu III=0,5.
9. Cemara Mikroba:**
- Angka lempeng total maksimum (koloni/gram): mutu I=1,0 x10 0; mutu
I=1,0x100; mutu III=1,0x100.
- E. Coli maksimum(koloni/gram): mutu I=10; mutu II=10; mutu III=10.
- Kapang maksimum (koloni/gram): mutu I=1,0x10 4 ; mutu II=1,0x104; mutu
III=1,0x104.
Keterangan:
** Dipersyaratkan bila dipergunakan sebagai bahan makanan.
1. Kadar air ialah jumlah kandungan air yang terdapat dalam ketela pohon
dinyatakan dalam persen dari berat bahan.
2. Kadar abu ialah banyaknya abu yang tersisa apabila tapioka dipijar pada suhu 500
derajat C yang dinyatakan dalam persen berat bahan.
3. Serat, ialah bagian dari tapioka dalam bentuk cellulosa dan dinyatakan dalam
persen berat bahan.
4. Benda asing ialah semua benda lain (pasir, kayu, kerikil, logam-logam kecil) yang
tercampur pada ketela pohon, dinyatakan dalam persen dari berat bahan.
5. Derajat putih, ialah tingkat atau derajat keputihan dari pada ketela pohon yang
dibandingkan dengan derajat putih BaSO4 = 100 % dinyatakan dalam angka.
6. Kekentalan ialah derajat kekentalanm dari pada larutan ketela pohon dinyatakan
dengan derajat Elger.
TTG BUDIDAYA PERTANIAN
Hal. 12/ 14
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
7. Derajat asam ialah derajat asam pada ketela pohon yang dinyatakan dalam
mililiter per gram.
Untuk mendapatkan mutu singkong yang sesuai dengan standar maka harus
dilakukan pengujian mutu singkong yang diantaranya adalah :
a) Kadar air: timbang dengan teliti kira-kira 5 gram contoh, tempatkan dalam cawan
porselen/silika/platina panaskan dalam oven dengan suhu 105 ± 1 derajat C
selama 5 jam. Dinginkan dalam eksikator sampai tercapai suhu kamar, lalu
timbang. Panaskan lagi 30 menit lalu dinginkan dalam eksikator. Ulangi
pengerjaan tersebut 3-4 kali sampai diperoleh berat antara 2 penimbangan
berturut-turut lebih kecil dari 0,001 gram.
b) Kadar abu: timbang 5 gram contoh kedalam cawan porselen,/silika/platina yang
sudah ditimbang beratnya. Pijarkan cawan berisi contoh diatas pembakar mecer
kira-kira 1 jam, mula-mula api kecil lalu api dibesarkan sampai terjadi perubahan
contoh menjadi arang. Sempurnakan pemijaran arang didalam tanur pada suhu
580-620 derajat C sampai menjadi abu. Pindahkan cawan dalam tanur kedalam
oven pada pada suhu sekitar 100 derajat C, selama 1 jam. Dinginkan cawan berisi
abu dalam eksikator sampai tercapai suhu kamar antara 15-30 derajat C, lalu
timbang. Ulangi pengerjaan pemijaran dan pendinginan, sehingga diperoleh
perbedaan berat antara dua pertimbangan berturut-turut lebih kecil daripada 0,001
gram.
c) Kadar serat dan benda asing: timbang kira-kira 2,5 gram contoh yang telah
dikeringkalalu dituangkan kedalam labu dengan ditambah asam sulfat encer
1,25% yang telah dididih sebanyak 200 ml, pasangkan segera labu dengan
pendingin balik yang dialiri air. Panaskan abu hingga mendidih selama 30 menit,
pada saat mendidih sesekali labu digoyangkan agar semua contoh terasam dan
tidak terjadi gosong pada dinding dalam labu. Tanggalkan labu, lalu saring dengan
kain halus 18 serat/cm yang dipasang pada corong penyaring. Cuci residu dengan
air mendidih sampai filtrat bersifat netral dan 200 ml larutan natrium hidroksida
lalu pindahkan residu di atas kain kedalam labu. Didihkan kembali labu selama 30
menit, lalu tanggalkan labu dan segera saring dengan kain saring kemudian cuci
residu dengan air mendidih sampai filtrat bersifat netral. Pindahkan residu
kedalam cawan Gooch yang telah dilapisi serat asbes dibantu pompa air, cuci
residu dengan air panas dan dibilas dengan 15 ml etil alkohol 95 %. Keringkan
cawan dan isinya pada suhu 104-106 derajat C dalam oven, kemudian dinginkan
hingga tercapai suhu kamar, lalu ditimbang. Ulangi pengeringan dan penurunan
suhu dalam eksikator 2-3 kali masing-masing 30 menit hingga mencapai bobot
tetap. Pijarkan cawan gooch dan isinya pada suhu 580–620 derajat C sampai
menjadi abu lalu tempatkan dalam oven (suhu ± 100 derajat C) selama 30 menit,
dinginkan dalam eksikator sampai suhu kamar, lalu timbang. Ulangi pengeringan
dan penurunan suhu dalam eksikator 2-3 kali, masing masing 30 menit hingga
diperoleh bobot tetap (W2).
d) Derajat Putih: tuangkan BaSO4 murni kedalam cuvet dan tentukan reflaktan pada
skala 100, lalu tuangkan contoh kedalam cuvet lainnya.
e) Derajat kekentalan Engler: timbang 10 gram bahan, tuangkan edalam gelas piala
(500 ml) lalu tambahkan 100 ml etanol 70 % yang sudah dinetralkan dengan
TTG BUDIDAYA PERTANIAN
Hal. 13/ 14
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
indikator phenol ptalein, lalu kocok selama 1 jam pada alat penggosok mekanik
natrium hidroksida 0,1 N. Saring dengan cepat melalui kertas saring kering, pipet
50 ml saring, tuangkan kedalam erlenmeyer 500 ml dan titar saringan dengan
larutan natrium hidroksida 0,1 N dengan indikator phenol ptalein.
f) Cemaran logam: masukan contoh kedalam erlenmeyer 250 ml, 10 ml H2SO4, 0,5
gram KMn04 dan direfluks hingga mendidih serta warna violet hilang. Tamabah
0,2 gram KMn04 dan pemanas diteruskan hingga KMn04 1,5 gram. Didihkan
kembali selama 5 menit, dinginkan dan tambahkan Hydroxylamine Hydrochoride
samapi warna hilang, setelah itu tambahkan 1 ml Hydroxylamine hydrochoride dan
2 ml asam asetan, pindahkan larutan kedalam labu pemisah tambahkan 10 ml
larutan Dhitizone, kocok selama 2 menit. Pindahkan lapisan chloroform ke dalam
corong pemisah yang mengandung 25 ml NH40H kemudian kocok, cuci dengan
10 ml H2S04 IN dan buat larutan baku (larutkan 0,9155 grm Pb Ac2 3H20 dalam
air, tambahkan 5 ml HNO3 encerkan 500 ml dengan air), dari larutan ini diambil 1
ml diencerkan menjadi 100 ml.
Sedangkan cara uji tembaga dan seng, raksa, arsen, angka lempeng total, bakteri
coliform dan eschericia coli sesuai dengan SNI 01–3451–1994, tapioka.
11.4.Pengambilan Contoh
Contoh diambil secara acak sebanyak akar pangkat dua dari jumlah karung dengan
maksimum maksimum 30 karung. Pengambilan contoh dilakukan beberapa kali,
sampai mencapai berat 500 gram. Contoh kemudian disegel dan diberi label.
Petugas pengambil contoh harus orang yang telah berpengalaman atau dilatih lebih
dahulu.
11.5.Pengemasan
Tapioka dikemas dengan karung goni baru jenis ATWILL/Blacu yang baik, bersih,
cukup memenuhi syarat eksport, mulutnya dijahit dengan kuat. Isi paling banyak
untuk karung blacu 50 kg bersih, atau karung goni maksimum 100 kg/bersih.
Dibagian luar kemasan ditulis dengan bahan yang tidak mudah luntur, jelas terbaca,
antara lain:
a) Produksi Indonesia.
b) Nama barang atau jenis barang.
c) Nama perusahaan atau ekspiortir.
d) Berat bersih.
e) Berat kotor.
f) Negara/tempat tujuan.
TTG BUDIDAYA PERTANIAN
Hal. 14/ 14
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tlp. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
12. DAFTAR PUSTAKA
a) Badan Agribisnis Departemen Pertanian. 1999. Investasi Agribisnis Komoditas
Unggulan Tanaman Pangan dan Hortikultura. Kanisius. Yogyakarta.
b) Danarti dan Sri Najiyati. 1998. Palawija, Budidaya dan Analisis Usaha Tani.
Penerbit Swadaya, Jakarta.
c) Rahmat Rukmana, H. Ir. 1997. Ubi Kayu, Budidaya dan Pasca Panen. Penerbit
Kanisius (Anggota IKAPI), Yogyakarta.
Jakarta, Februari 2000
Sumber : Sistim Informasi Manajemen Pembangunan di Perdesaan, Proyek
PEMD, BAPPENAS
Editor : Kemal Prihatman
KEMBALI KE MENU

Anda mungkin juga menyukai