Karet adalah polimer hidrokarbon yang terkandung pada lateks beberapa jenis
tumbuhan. Produksi karet dalam perdagangan internasional adalah para atau Hevea
brasiliensis (suku Euphorbiaceae). Beberapa tumbuhan lain juga menghasilkan getah lateks
dengan sifat yang sedikit berbeda dari karet seperti angota suku ara-araan ( Beringin ),
sawo-sawoan ( getah perca dan sawo manila ), euphorbiaceae , dandelion. Pada masa perang
dunia II sumber-sumber ini dipakai untuk mengisi kekosongan pasokan karet dari para. Pada
saat ini getah perca dipakai dalam kedokteran (guttapercha) sedangkan lateks sawo manila
biasa dipakai untuk permen karet (chicle). Karet industri sekarang dapat diproduksi secara
sintetis dan menjadi saingan dalam industri perkaretan.
MANFAAT KARET
Karet adalah bahan utama pembuatan Ban, beberapa Alat-alat kesehatan, alat-alat
yang memerlukan kelenturan dan tahan goncangan. Dibeberapa tempat salah satunya
Perkebunan karet di Jember biji karet bisa dijadikan camilan dengan proses tetentu, rasanya
gurih namun bila berlebihan kadang membuat pusing kepala.
KOMODITAS
Karet merupakan salah satu komoditas terbesar Indonesia setelah minyak kelapa
sawit, dan 85% produksinya dilakukan oleh petani kecil. Karet terdiri dari polimer senyawa
organik isoprena, senyawa organik lainnya dan air. Kebanyakan karet komersial berasal dari
getah pohon para karet (para rubber tree) atau Hevea brasiliensis.
Sebagai produsen karet terbesar kedua di dunia, jumlah suplai karet Indonesia penting
untuk pasar global. Sejak tahun 1980-an, industri karet Indonesia telah mengalami
pertumbuhan produksi yang stabil. Kebanyakan hasil produksi karet negara ini - kira-kira
80% - diproduksi oleh para petani kecil. Oleh karena itu, perkebunan Pemerintah dan swasta
memiliki peran yang kecil dalam industri karet domestik. Kebanyakan produksi karet
Indonesia berasal dari provinsi-provinsi berikut:
1. Sumatra Selatan
2. Sumatra Utara
3. Riau
4. Jambi
5. Kalimantan Barat
Total luas perkebunan karet Indonesia telah meningkat secara stabil selama satu
dekade terakhir. Pada tahun 2015, perkebunan karet di negara ini mencapai luas total 3,65
juta hektar. Karena prospek industri karet positif, telah ada peralihan dari perkebunan-
perkebunan komoditas seperti kakao, kopi dan teh, menjadi perkebunan-perkebunan kelapa
sawit dan karet. Jumlah perkebunan karet milik petani kecil telah meningkat, sementara
perkebunan Pemerintah dan swasta telah agak berkurang, kemungkinan karena perpindahan
fokus ke kelapa sawit.
Sekitar 85% dari produksi karet Indonesia diekspor. Hampir setengah dari karet yang
diekspor ini dikirimkan ke negara-negara Asia lain, diikuti oleh negara-negara di Amerika
Utara dan Eropa. Lima negara yang paling banyak mengimpor karet dari Indonesia adalah
Amerika Serikat (AS), Republik Rakyat Tiongkok (RRT), Jepang, Singapura, dan Brazil.
Konsumsi karet domestik kebanyakan diserap oleh industri-industri manufaktur Indonesia
(terutama sektor otomotif).
Di Jawa Barat sendiri, menurut data Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat, tahun
2018, produksi karet oleh perkebunan rakyat sebanyak 4734 ton dengan luas area 16.055
hektar. Produksi karet oleh perkebunan besar swasta adalah 14.388 ton dengan luas areal
21.526 hektar. Untuk produksi karet oleh perkebunan besar negara adalah sebesar 17.345 ton
dengan luas areal 24.834 hektar.
Dibandingkan dengan negara-negara kompetitor penghasil karet yang lain, Indonesia
memiliki level produktivitas per hektar yang rendah. Hal ini ikut disebabkan oleh fakta
bahwa usia pohon-pohon karet di Indonesia umumnya sudah tua dikombinasikan dengan
kemampuan investasi yang rendah dari para petani kecil, sehingga mengurangi hasil panen.
Sementara Thailand memproduksi 1.800 kilogram (kg) karet per hektar per tahun, Indonesia
hanya berhasil memproduksi 1.080 kg/ha. Baik Vietnam (1.720 kg/ha) maupun Malaysia
(1.510 kg/ha) memiliki produktivitas karet yang lebih tinggi.
SEJARAH KARET
Pada tahun 1476 Christopher Columbus menemukan benua Amerika, pada saat itu
Columbus melihat orang-orang Indian bermain bola dengan menggunakan suatu bahan yang
dapat melantun bila dijatuhkan ketanah. Bola tersebut terbuat dari campuran akar, kayu dan
rumput yang dicampur dengan suatu bahan (lateks) kemudian dipanaskan diatas unggun dan
dibulatkan seperti bola. Pada tahun 1731 para ilmuan mulai tertarik untuk menyidiki bahan
tersebut, seorang ahli dari Perancis bernama Fresnau melaporkan bahwa banyak tanaman
yang dapat menghasilkan lateks atau karet, diantaranya dari jenis Hevea brasilienss yang
tumbuh di hutan amazon di Brazil. Saat ini tanaman tersebut menjadi tanaman penghasil
karet utama dan sudah dibudidayakan di Asia Tenggara yang menjadi penghasil karet utama
di dunia saat ini.
Seorang ahli kimia dari inggris pada tahun 1770 melaporkan bahwa karet digunakan
untuk menghapus tulisan dari pensil. Sejak 1775 karet mulai digunakan sebagai bahan
penghapus tulisan pensil dan jadilah karet itu di inggris disebut dengan nama Rubber (dari
kata to rub yang artinya menghapus). Pada dasarnya nama ilmiah yang diberikan untuk benda
yang elastis ( menyerupai karet ) ialah elastometer tetapi sebutan rubber lebih populer
dikalangan masyarakat awam. Barang-barang karet yang diproduksi waktu itu selalu menjadi
kaku di musim dingin dan lengket dimusim panas, sampai seorang yang bernama Charles
Goodyear yang melakukan penelitian pada 1838 menemukan bahwa, dengan
dicampurkannya belerang dan dipanaskan maka keret tersebut menjadi elastis dan tidak
terpengaruh lagi oleh cuaca. Sebagian besar ilmuwan sepakat untuk menetapkan Charles
Goodyear sebagai penemu proses vulkanisasi. Penemuan besar proses vulkanisasi ini
akhirnya dapat disebut sebagai awal dari perkembangan industri karet.
Pada waktu pendudukan jepang di Asia Tenggara dalam WWII, persediaan karet alam di
negara sekutu menjadi kritis dan diperkirakan akan habis dalam waktu beberapa bulan.
Pemerintah Amerika mendorong penelitian dan produksi untuk menghasilkan karet sintetik
untuk memenuhi kebutuhan yang mendesak. Usaha besar ini membuahkan hasil dalam waktu
singkat dan terus berkembang sesudah WWII berakhir pada 1945. Dalam jangka waktu 3
tahun sesudah berakhirnya WWII, sepertiga karet yag dikonsumsioleh dunia adalah karet
sintetik. Pada 1983, hampir 4 juta ton karet alam dikonsumsi oleh dunia, sebaliknya, karet
sintetik yang digunakan sudah melebihi 8 juta ton dan terus bertambah hingga sekarang.
WAKTU
Waktu yang tepat untuk menanam karet adalah saat musim penghujan sehingga intensitas
penyiraman bisa dikurangi. Bibit yang sudah siap ditanam adalah bibit yang mempunyai
payung daun terakhir yang sudah tua. Bibit diletakkan di bagian tengan lubang tanam dan
ditimbun dengan tanah. Setiap 1-2 minggu, pemeriksaan bibit perlu dilakukan sehingga bibit
yang mati bisa segera diganti untuk mempertahankan populasi tanaman karet. Penyulaman
dilakukan guna mengganti bibit yang tidak tumbuh baik selama proses pertumbuhan di media
tanam.
PEMANENAN
Lateks diperoleh dengan melukai kulit batangnya sehingga keluar cairan kental yang
kemudian ditampung. Cairan ini keluar akibat tekanan turgor dalam sel yang terbebaskan
akibat pelukaan. Aliran berhenti apabila semua isi sel telah "habis" dan luka tertutup oleh
lateks yang membeku
PENYADAPAN
Tanaman karet siap sadap bila sudah matang sadap pohon. Matang sadap pohon tercapai
apabila sudah mampu diambil lateksnya tanpa menyebabkan gangguan terhadap
pertumbuhan dan kesehatan tanaman. Kesanggupan tanaman untuk disadap dapat ditentukan
berdasarkan “umur dan lilit batang”. Diameter untuk pohon yang layak sadap sedikitnya
45 cm diukur 100 cm dari pertautan sirkulasi dengan tebal kulit minimal 7 mm dan tanaman
tersebut harus sehat. Pohon karet biasanya dapat disadap sesudah berumur 5-6 tahun.
Semakin bertambah umur tanaman semakin meningkatkan produksi lateksnya. Mulai umur
16 tahun produksi lateksnya dapat dikatakan stabil sedangkan sesudah berumur 26 tahun
produksinya akan menurun.
Penyadapan dilakukan dengan memotong kulit pohon karet sampai batas kambium
dengan menggunakan pisau sadap. Jika penyadapan terlalu dalam dapat membahayakan
kesehatan tanaman, dan juga untuk mempercepat kesembuhan luka sayatan maka diharapkan
sadapan tidak menyentuh kayu (xilem) akan tetapi paling dalam 1,5 mm sebelum kambium.
Sadapan dilakukan dengan memotong kulit kayu dari kiri atas ke kanan bawah dengan
sudut kemiringan 30˚ dari horizontal dengan menggunakan pisau sadap yang berbentuk V.
Semakin dalam sadapan akan menghasilkan banyak lateks. Pada proses penyadapan perlu
dilakukan pengirisan. Bentuk irisan berupa saluran kecil, melingkar batang arah miring ke
bawah. Melalui saluran irisan ini akan mengalir lateks selama 1-2 jam. Sesudah itu lateks
akan mengental. Lateks yang mengalir tersebut ditampung ke dalam mangkuk aluminium
yang digantungkan pada bagian bawah bidang sadap. Sesudah dilakukan sadapan, lateks
mengalir lewat aluran V tadi dan menetes tegak lurus ke bawah yang ditampung dengan
wadah.
Waktu penyadapan yang baik adalah jam 5.00 – 7.30 pagi dengan dasar pemikirannya:
Jumlah lateks yang keluar dan kecepatan aliran lateks dipengaruhi oleh tekanan turgor sel
Tekanan turgor mencapai maksimum pada saat menjelang fajar, kemudian menurun bila hari
semakin siang Pelaksanaan penyadapan dapat dilakukan dengan baik bila hari sudah cukup
terang.
Tanda-tanda kebun mulai disadap adalah umur rata-rata 6 tahun atau 55% dari areal 1
hektar sudah mencapai lingkar batang 45 Cm sampai dengan 50 Cm. Disadap berselang 1
hari atau 2 hari setengah lingkar batang, denga sistem sadapan/rumus S2-D2 atau S2-D3 hari.
Waktu bukaan sadap adalah 2 kali setahun yaitu, pada (a) permulaan musim hujan (Juni)
dan (b) permulaan masa intensifikasi sadapan (bulan Oktober). Oleh karena itu, tidak secara
otomatis tanaman yang sudah matang sadap lalu langsung disadap, tetapi harus menunggu
waktu tersebut di atas tiba.