Anda di halaman 1dari 10

1.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Produksi padi tahun 2015 sebanyak 75,36 juta ton gabah kering giling (GKG) atau mengalami
kenaikan sebanyak 4,51 juta ton (6,37 %) dibandingkan tahun 2014. Kenaikan produksi padi terjadi
karena kenaikan luas panen seluas 0,32 juta hektar (2,31 %) dan peningkatan produktivitas sebesar
2,04 kuintal/hektar (3,97 %). Kenaikan produksi padi tahun 2015 sebanyak 4,51 juta ton (6,37 %)
terjadi pada periode Januari April sebanyak 1,49 juta ton (4,73 %), periode Mei Agustus 3,02 juta ton
(13,26 %), dan periode September-Desember 1,80 ribu ton (0,01 %), dibandingkan dengan produksi
pada periode yang sama tahun 2014 (BPS, 2016). Peningkatan produksi padi juga diikuti dengan
meningkatnya konsumsi beras per kapita pada tahun 2015 sebanyak 98,05 kg/kapita/tahun
dibandingkan dengan tahun 2014 sebanyak 97,2 kg/kapita/tahun dengan prediksi akan terus
meningkat setiap tahunnya (BPS, 2016). Berdasarkan data tersebut, akan menjadi sebuah tantangan
bagi petani untuk terus meningkatkan produktivitas lahan agar ketahanan pangan juga turut
meningkat. Karena berdasarkan data Outlook Padi 2016 Kementerian Pertanian menunjukan bahwa
produktivitas padi Indonesia tahun 2010-2014 sebesar 5,08 ton per hektar, masih kalah dibandingkan
Vietnam yang memiliki produktivitas sebesar 5,57 ton per hektar. Indonesia juga jauh tertinggal
dibandingkan Australia sebagai negara dengan produktivitas tertinggi dengan 10 ton per hektar.

Salah satu cara meningkatkan produktivitas lahan adalah dengan menambahlkan pupuk cair
organik yang berasal dari limbah biogas atau lebih sering disebut bio-slurry cair. Bio-slurry
mengandung unsur hara penting bagi tanaman diantaranya unsur hara makro yang dibutuhkan dalam
jumlah banyak seperti Nitrogen (N), Phospor (P), Kalium (K), dan unsur hara mikro seperti Besi (Fe),
Aluminium (Al), Mangan (Mn), Seng (Zn) (Hartono dan Putri, 2013). Penggunan biostimulan yang
sudah mulai dikembangkan di berbagi negara Eropa dan Amerika kini telah banyak digunakan di
Indonesia, yaitu penggunaan zat atau mikroorganisme yang memiliki fungsi apabila diaplikasikan
pada tanaman dapat merangsang proses alami untuk meningkatkan serapan hara, efisiensi hara,
toleransi terhadap cekaman abiotik, dan meningkatkan kualitas tanaman (Calvo et al., 2014).

Penelitian yang mempelajari pemanfaatan bio-slurry sebagai pupuk cair bagi tanaman padi sangat
diperlukan. Selain itu, aplikasi biostimulan diharapkan dapat meningkatkan hasil produksi padi
sawah. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi inovasi bagi petani dalam meningkatkan
produktivitas tanaman dengan berbagai kombinasi perlakuan yang diujicobakan.

1.2. Tujuan

Tujuan dari penelitian ini yaitu: 1. Mempelajari pengaruh kombinasi bio-slurry dan biostimulan
terhadap sifat kimia tanah sawah; 2. Mempelajari pengaruh kombinasi bio-slurry dan biostimulan
terhadap pertumbuhan tanaman padi.
1.3. Rumusan Masalah

Tujuan dari penelitian ini yaitu: 1. Bagaimana pengaruh kombinasi bio-slurry dan biostimulan
terhadap sifat kimia tanah sawah?; 2. Bagaimana pengaruh kombinasi bio-slurry dan biostimulan
terhadap pertumbuhan tanaman padi?

1.4. Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini antara lain; 1. Terdapat kombinasi terbaik bio-slurry
dan biostimulan terhadap perbaikan sifat kimia tanah sawah; 2. Penggunaan bio-slurry dan
biostimulan dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman padi.

1.5. Kerangka Berpikir


2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tanah Sawah

2.2. Tanaman Padi

2.3. Fase Pertumbuhan Tanaman Padi

2.4. Biostimulan

Biostimulan tanaman atau biostimulan pertanian mencakup beragam zat dan mikroorganisme
yang meningkatkan pertumbuhan tanaman. Definisi dan konsep biostimulan masih sangat
berkembang, salah satunya terlihat dari beragamnya input yang dianggap sebagai biostimulan (Calvo
et al., 2014). Definisi menurut European Biotimulant Industry (EBIC) biostimulan tanaman
mengandung zat dan atau mikroorganisme yang fungsinya bila diaplikasikan pada tanaman atau
rhizosfer dapat merangsang proses alami untuk meningkatkan serapan hara, efisiensi hara, toleransi
terhadap cekaman abiotik, dan kualitas tanaman. Biostimulant tidak langsung berpengaruh terhadap
adanya organisme pengganggu tanaman (OPT) seperti pestisida. Biostimulan bekerja dengan
mekasime yang berbeda dengan pupuk, terlepas dari adanya kandungan nutrisi dari produk
biostimulan itu sendiri (Calvo et al., 2014).

Definisi legal atau peraturan pabrik biostimulan belum ada di mana saja di dunia, termasuk di
Eropa dan Amerika Serikat. Situasi ini menghalangi adanya daftar yang jelas terhadap zat dan
mikroorganisme yang dapat memenuhi konsep biostimulan. Meskipun demikian, beberapa kategori
utama yang diakui secara luas oleh para ilmuwan, regulator dan pemerintah meliputi asam (asam
humat, dan asam fulvat), protein hidrosilat, ekstrak rumput laut, chitosan, biopolymer dan
mikroorganisme (bakteri, jamur, dan PGPR) (Jardin, 2015).

Biostimulan dapat dibuat tersedia untuk tanaman melalui semprotan pada daun atau melalui
aplikasi tanah. Semprotan pada daun ditujukan untuk mencapai sel mesofil melalui penyerapan dari
kutikula dan sel epidermis. Sedangkan pengaplikasian melalui tanah, penyerapannya terjadi melalui
sel-sel epidermal akar dan disebarluaskan oleh xilem. Formulasi ini menurunkan kebutuhan pupuk
kimia dan dapat memenuhi kebutuhan gizi tanaman sehingga menghasilkan panen yang lebih tinggi
(Hussain et al., 2015)

Cara kerja biostimulan sering tidak diketahui dan sulit dikenali, karena berasal terutama dari
sumber yang kompleks dan mengandung beberapa komponen bioaktif yang secara bersama-sama
dapat berkontribusi dan memberikan efek yang spesifik pada tanaman. Misalnya, sejumlah
biostimulan mengandung hormon, seperti auxin, giberelin, sitokinin, dan triakontanol yang diketahui
sebagai hormon yang bertanggung jawab pada pertumbuhan tanaman (Nardi et al., 2015).

Penelitian Hussain et al. (2015) pengalikasian protein hidrosilat pada tanaman lobak melalui
aplikasi pada tanah satu bulan setelah tanam dapat meningkatkan hasil panen sampai dengan 59,56%.
Penelitian mengenai pengaruh pemberian protein hidrosilat sudah dilakukan pada tanaman padi,
millet, lobak, dan kacang tunggak. Hasilnya jelas menunjukkan aplikasi protein hidrolisat merangsang
pertumbuhan akar dan tunas pada semua tanaman yang diuji. Efeknya pada pertumbuhan akar secara
substansial lebih besar daripada tunas.

Srivastava et al. (2010) juga melakukan penelitian mengenai efikasi dan residu terhadap
biostimulan Fantac yang mengandung 5% N-Acetyl thiazolidine carboxylic acid (N-ATCA) dan 0.1%
folic acid pada tanaman padi. Hasilnya menunjukkan bahwa semprotan pada daun tanaman padi tidak
menghasilkan pengaruh yang signifikan terhadap parameter pertumbuhan umum namun
meningkatkan jumlah biji-bijian atau malai. Residu yang ditemukan pada fantac sebesar <0,05
n yang mana berada di bawah ambang batas, dengan demikian Fantac dapat

dianggap aman terhadap lingkungan.

Penelitian Abadi (2010) mengenai pengaruh pemberian pupuk mikro cair biostimulan dan bahan
organic terhadap tanaman caisim menunjukkan hasil yaitu Pemberian pupuk mikro biostimulan cair
(MBC) 100% nyata memberikan respon yang paling tinggi terhadap pertumbuhan maupun serapan
hara N, P dan K tanaman caisim. Pemberian MBC 100% nyata meningkatkan bobot segar daun dan
daun + akar sebesar 21% dan serapan N, P dan K masing-masing sebesar 27%, 29% dan 20%
dibandingkan dengan MBC 0%. Namun tidak ada interaksi nyata antara pupuk mikro biostimulan cair
dan bahan organik.

2.5. Bio-slurry

Selain unsur hara, pupuk bio-slurry cair mengandung asam amino, hormon pertumbuhan tanaman,
enzim hidrolase, antibiotik dan asam humat. Selain itu, pupuk bio-slurry mengandung mikroba “pro-
biotik” yang dapat menyuburkan tanah dan mengendalikan penyakit pada tanah. Mikroba yang
terkandung dalam pupuk bio-slurry antara lain: (1) Mikroba selulotik yang bermanfaat dalam
pengomposan, (2) Mikroba penambat nitrogen yang bermanfaat dalam menambat dan menyediakan
nitrogen, (3) Mikroba pelarut fosfat yang bermanfaat untuk melarutkan dan menyediakan fosfor yang
dapat diserap langsung oleh tanaman dan (4) Mikroba Lactobacillus sp. Yang bermanfaat dalam
mengendalikan serangan penyakit tular tanah (Tim Biru, 2013).

Tabel 1. Kandungan Nutrisi dala 1 Liter Pupuk Bio-slurry Cair


Jenis Analisa Satuan Pupuk Bio-slurry Cair
C-Organik % 0,11-0,46
C/N 0,14-6,00
pH 7,50-8,40
N % 0,03-1,47
P % 0,02-0,04
K % 0,07-0,58
Ca Ppm 1.402,58
Mg Ppm 1.544,41
S % 0,50
Fe Ppm <0,01
Mn Ppm 132,50-714,25
Cu Ppm 4,50-36,23
Zn Ppm 3,54
Co Ppm 7,75
Mo Ppm 29,69-40,25
B Ppm 56,25-203,25
Sumber: Tim Biru (2013)

Berdasarkan sumber lain, Hasil analisis limbah bio-slurry cair yang dilakukan oleh
Universitas Gadjah Mada (2013), mengandung unsur hara makro yang dibutuhkan dalam jumlah
yang banyak seperti N (0,03-1,50 %), P (0,02-0,04 %), K (0,07-0,60 %), Ca (1.402-2.900 ppm),
Mg (1.200-1.544 ppm), dan S (0,52%). Serta unsur hara mikro yang hanya diperlukan dalam
jumlah sedikit seperti Fe (<0,01 ppm), Mn (132,53-714,30 ppm), Cu (4,54-36,21 ppm), Zn (1.200-
1.544 ppm), Mo (29,75 ppm) dan B (56,33 ppm). Biogas Project (2005) menyatakan bahwa 1,00
m3 bio-slurry mengandung 0,80 m3 limbah cair biogas dan 0,20 m3 limbah padat. Bio-slurry
mengandung N, P dan K, secara ratarata 1 m 3 bio-slurry mengandung 0,16 – 2,43 kg nitrogen, setara
dengan 0,34-5,20 kg Urea (46% N), 0,5-2,7 kg P2O5, setara dengan 2,51-13,52 kg fosfat (20% P2O5),
dan 0,93-4,00 kg K2O, setara dengan 1,80-8,00 kg pupuk kalium (50% K 2O). Keunggulan limbah cair
biogas adalah tidak merusak tanah dan tanaman walaupun sering digunakan, dapat menetralkan
tanah yang asam, menambahkan humus sebanyak 10–12% sehingga tanah lebih bernutrisi dan
mampu menyimpan air, selain itu limbah biogas dapat mendukung aktivitas perkembangan cacing
dan mikroba tanah yang bermanfaat bagi tanaman (Arief, 2014).
3. METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan di screen house Panti Pesantren Mandiri Mahasiswa Muhammadiyah


(P2M3) Kecamatan Dau, Kabupaten Malang dengan tanah yang diambil dari sawah di desa Dukun,
Kecamatan ..., Kabupaten Sidoarjo. Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan dari bulan Februari-
April 2018. Sementara untuk analisa laboratorium dilaksanakan di Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian,
Universitas Brawijaya Malang.

3.2. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian adalah polybag berdiameter 20 cm, pH meter, penggaris,
timbangan analitik, bagan warna daun (BWD), kamera, leaf area meter (LAM), oven, papan label,
alat budidaya, dan alat tulis. Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah air sumber, pupuk yang
digunakan adalah pupuk Urea dan NPK sebagai pupuk dasar, bahan organik yang digunakan adalah
Bio-slurry, biostimulan (...), dan bahan tanam padi varietas ...

3.3. Metode Penelitian

3.4. Pelaksanaan Penelitian

3.4.1. Persiapan Media Tanam

Media tanam yang digunakan adalah tanah sawah. Tanah sawah tersebut dimasukan
kedalam polybag kemudian polybag tersebut ditanam hingga sama ketinggiannya dengan tanah
sekitarnya dengan jarak tanam yang sudah ditentukan.

3.4.2. Penanaman

Penanaman bibit padi dilakukan pada ketika bibit sudah berumur 10 HSS atau panjang
bibit sekitar 15 20 cm. Jarak tanam yang digunakan adalah jarak tanam jajar legowo 20 x 20 cm.

3.4.3. Pemeliharaan

Pemeliharaan tanaman meliputi beberapa kegiatan yakni pengairan, penyulaman,


pemupukan, penyiangan dan pengendalian hama penyakit.

1. Pengairan

Pengairan dilakukan sebanyak 2 kali seminggu dengan sejak awal tanam.

2. Penyulaman

Penyulaman dilakukan pada pagi hari, penyulaman bibit hanya dilakukan apabila
bibit yang ditanam tidak tumbuh dengan baik atau mati, penyulaman dilakukan hingga 14
HST, bibit yang akan digunakan untuk menyulam berumur sesuai dengan yang akan
disulam.

3. Pemupukan

Pupuk yang diberikan ialah pupuk urea dan NPKdengan dosis masing-masing 1 kg
per petak. Pengaplikasian perlakuan jerami, biodekomposer (Stardec dan Beta), dan
biostimulan (Citorin) dilakukan pada 14 HST.

4. Penyiangan

Penyiangan dilakukan apabila terdapat tanaman gulma yang tumbuh di sekitar


tanaman padi. Penyiangan dilakukan secara mekanik dengan mencabut gulma yang tumbuh.

5. Pengendalian OPT (Organisme Pengganggu Tanaman)

Penggendalian OPT hanya dilakukan apabila terlihat gejala serangan OPT.


Pengendalian OPT dilakukan secara fisik dan kimia. Pengendalian secara fisik dilakukan
secara manual pada OPT yang terlihat dan pengenalian secara kimia menggunakan
pestisida.

3.4.4. Pemanenan

Panen dilakukan dengan ciri-ciri 95% dari tanaman telah menguning, batang mulai mengering, isi
gabah mulai keras, dan butir padi berisi penuh serta sukar dipecahkan. Panen dilakukan dengan cara
memotong padi dengan sabit antara 30-40 cm diatas tanah. Gunakan plastic atau terpal sebagai alas
tanaman padi yang baru dipotong. Apabila panen dilakukan pada waktu pagi hari, sebaiknya pada sore
hari langsung dirontokkan. Perontokan lebih dari 2 hari menyebabkan kerusakan beras.

3.5. Pengamatan

Parameter pengamatan yang dilakukan untuk tanaman padi yaitu dengan pengamatan komponen
pertumbuhan yang dilakukan secara non destruktif dan pengamatan komponen hasil (panen).
Pengamatan dilakukan pada 10 tanaman contoh untuk setiap perlakuan yang dilaksanakan pada saat
tanaman berumur 56, 70, 84, dan 98 hari setelah tanam.

3.5.1. Pengamatan Non Destruktif

1. Tinggi tanaman

Tinggi tanaman diperoleh dengan mengukur tanaman dimulai dari titik tumbuh atau
pangkal batang sampai ujung tanaman setiap satu minggu sekali (56, 70, 84, 98 hst).

2. Jumlah anakan per rumpun

Jumlah anakan diamati secara non-destruktif dengan cara menghitung jumlah anakan
dalam satu rumpun tanaman setiap satu minggu sekali (56, 70, 84, 98 hst).
3. Warna daun

Warna daun diamati secara langsung dari tingkat kehijauannya dengan menggunakan
Bagan Warna Daun (BWD).

3.1.1. Pengamatan Komponen Panen

1. Luas daun per rumpun

Luas daun diukur dengan alat Leaf Area Meter (LAM). Luas daun yang diukur diambil
dari nilai total luas daun tiap rumpun.

2. Bobot kering total tanaman

Bobot kering tanaman diamati dengan menimbang seluruh bagian tanaman yang telah
di oven selama 8 jam dengan suhu 85ºC atau sampai mencapai bobot konstan.

3. Jumlah malai per rumpun

Jumlah malai tanaman diamati dengan cara menghitung jumlah malai dalam satu
rumpun tanaman pada setiap plot percobaan setelah pemanenan.

4. Jumlah anakan produktif

Jumlah anakan produktif diamati dengan cara menghitung jumlah anakan dalam satu
rumpun tanaman yang memiliki bulir.

5. Jumlah anakan tidak produktif

Jumlah anakan produktif diamati dengan cara menghitung jumlah anakan dalam satu
rumpun tanaman yang tidak memiliki bulir.

6. Jumlah bulir per rumpun

Jumlah bulir tanaman diamati dengan cara menghitung seluruh bulir pada
masingmasing malai dalam satu rumpun.

7. Jumlah gabah hampa per malai

Jumlah gabah hampa diamati dengan cara menghitung seluruh bulir hampa dalam
satu malai..

8. Jumlah gabah isi per malai

Jumlah gabah isi diamati dengan cara menghitung seluruh bulir isi dalam satu malai.

9. Berat 1000 butir gabah

Berat 1000 butir gabah dihitung dengan cara mengambil 1000 biji dari keseluruhan
tanaman pada setiap plot percobaan setelah pemanenan.
10. Berat basah gabah per rumpun

Berat basah gabah dihitung dengan cara menimbang bobot gabah dalam satu rumpun
dari masing-masing petak percobaan.

11. Berat kering gabah per rumpun

Berat kering gabah dihitung dengan cara menimbang bobot gabah yang telah dioven 2
x 24 jam pada suhu 80 ºC dalam satu rumpun dari masing-masing petak percobaan.

12. Hasil Panen (ton/ha)

Dihitung dengan cara menimbang bobot gabah hasil panen per petak kemudian
dikonversi ke dalam hektar dengan rumus :

3.6. Analisis Ragam

Data yang telah didapatkan kemudian dianalisis ragam (ANOVA) taraf 5% untuk mengetahui
pengaruh dari perlakuan. Apabila hasil dari analisis ragam berbeda nyata maka dilanjutkan
dengan uji lanjut Beda Nyata Jujur (BNJ) taraf 5%.

Anda mungkin juga menyukai