Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH KULTUR JARINGAN

MEDIA TANAM IN VITRO PADA TANAMAN ANGGREK

DI SUSUN OLEH :

KELOMPOK 4

Hesti Meliana F 18320017


Ririn Septiyani 18320021
Viky Irene Audre Agustina 18320022
Wiji Setyaningsih 18320028
M. Fisabililah 18320035

PENDIDIKAN BIOLOGI

FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA , ILMU PENGETAHUAN ALAM, DAN


TEKNOLOGI INFORMASI

UNIVERSITAS PGRI SEMARANG

MARET 2020
Komponem Media In Vitro Tanaman Anggrek

Keberhasilan dalam penggunaan metode kultur jaringan, sangat bergantung pada


media yang digunakan. Media kultur jaringan tanaman menyediakan tidak hanya unsur
hara makro dan mikro, tetapi sumber karbohidrat yang pada umumnya berupa gula
menggantikan karbon yang biasanya dihasilkan dari atmosfer melalui proses fotosintesis.
Hasil yang lebih baik dapat dijangkau/diperoleh, bila ke dalam media tersebut
ditambahkan vitamin-vitamin, asam amino solid dan zat pengatur tumbuh (ZPT).
Walaupun sudah diusahakan untuk menghindarkan penggunaan komponen-komponen
yang tidak jelas seperti jus buah-buahan dan tauge, air kelapa, yeast exstracts dan casein
hydrolysate, tetapi kadang-kadang kita bisa memperoleh hasil yang lebih tinggi dengan
penambahan tersebut. Sebagai contoh, air kelapa masih sering digunakan di laboratorium-
laboratorium penelitian, sedangkan pisang masih merupakan komponen tambahan yang
sangat populer pada media anggrek (Anonim, 2009).

Sebelum membuat media, maka terlebih dahulu harus menentukan media apa yang
akan dibuat. Jenis media dengan komposisi unsur kimia yang berbeda dapat digunakan
untuk media tumbuh dari jaringan tanaman yang berbeda pula. Misalkan media Vacin and
Went (VW ) sangat baik untuk media tumbuh anggrek, tetapi tidak cocok untuk media
tumbuh tanaman lain.
Tabel 1. Komposisi Media Vacin and Went (VW) Untuk Media Tumbuh Anggrek

Nama Bahan Konsentrasi dalam Media

(mg/lt)

Tricalsium Phospat Ca3 (PO4)2 200

Potasium Nitrat KNO3 525

Nono Potasium Phospat KH2PO4 250

Magnesium Sulfat MgSO4.7H2O 250

Amonium Sulfat (NH4)2SO4 500

Ferry Tartrat Fe2(G4H4O5)5 28

Mangan Sulfat MnSO4.2H2O 7,5

Glukosa 20000

Pisang Ambon 75000

Agar-agar Batangan 4000


Setelah menentukan media Vacin and Went (VW) yang cocok untuk media tumbuh

anggrek, langkah selanjutnya adalah membuat larutan media yang kemudian akan dimasak

dan digunakan untuk media tanam anggrek.


Langkah-langkah pembuatan media Vacin and Went (VW ) :

 Melarutkan Tricalsium Phospat Ca3(PO4)2 dengan HCL 1 ml ke dalam erlenmeyer


kemudian menggojoknya.
 Mengambil air aquades dan memasukannya ke dalam erlenmeyer sebanyak 500 ml.

 Memasukkan Potasium Nitrat KNO3 ke dalam air aquades sambil digojok dengan
stirer.

 Menambahkan Nono Potasium Phospat KH2PO4 ke dalam air aquades sambil digojok
dengan stirer.

 Memasukkan Amonium Sulfat (NH4)2SO4 ke dalam air aquades sambil digojok


dengan stirer.

 Memasukkan Ferry Tartrat Fe2(G4H4O5)5 ke dalam air aquades sambil digojok


dengan stirer.

 Memasukkan Mangan Sulfat MnSO4.2H2O ke dalam air aquades sambil digojok


dengan stirer.
 Menambahkan pisang ambon yang sudah di blender ke dalam larutan tersebut dan di
aduk atau digojok sampai larut.
 Menambahkan air aquades hingga larutan tersebut mencapai 1 liter.
 Mengecek kondisi asam basa, sampai pH mencapai 5-6, jika terlalu asam maka
ditambahkan NaOH dan apabila terlalu basa ditambahkan HCL, penambahan masing-
masing larutan menggunakan pipet sebanyak 1-2 tetes.
 Memanaskan larutan tadi sampai mendidih.
 Memasukkan agar-agar yang sudah ditimbang dan aduk sampai merata.
 Apabila sudah mendidih, media siap untuk dimasukan ke dalam botol kultur,
ditutup dan kemudian disterilkan dengan autoklaf.
Plant Growth Regulator (PGR)

Plant Growth Regulator (PGR) atau yang biasa diebut sebagai zat pengatur
tumbuh tanaman berfungsi sebagai hormon yang dapat memacu pertumbuhan
tanaman, menghambat pertumbuhan tanaman, atau mengubah pertumbuhan
tanaman.

Plant Growth Regulator (PGR) yang digunakan dalam media tanam in Vitro
Anggrek ini adalah Plant Growth Regulator (PGR) yang dapat memacu
pertumbuhan tanaman anggrek. Ada beberapa hormon yang termasuk dalam Plant
Growth Regulator (PGR) guna memacu pertumbuhan tanaman anggrek,
diantaranya yaitu Auksin, Sitokinin dan Giberelin.

1. Auksin
Merupakan jenis hormon yang terdapat di pucuk daun, pucuk akar dan
pucuk batang atau bisa disebut bahwa auksin ada di setiap pucuk tanaman.
Auksin yang digunakan pada media tanam in vitro anggrek adalah air
kelapa.
2. Sitokinin
Merupakan hormon yang berfungsi untuk merangsang pembelahan sel.
Hormon sitokinin yang digunakan dalam media in vitro anggrek adalah air
kelapa, jagung muda atau menggunakan ZPT sintetik hormon sitokinin.
3. Giberelin
Merupakan jenis hormon yang berfungsi untuk merangsag pertumbuhan
bunga. Hormon giberelin yang digunakan yakni Agrogib 40SL dan lain-
lain atau menggunakan hormon giberelin alami yang terdapat pada rebung
atau bawang merah.
JENIS MEDIA KULTUR

 Pada umumnya komposisi utama media tanam kultur jaringan, terdiri dari
hormon (zat pengatur tumbuh) dan sejumlah unsur yang biasanya terdapat di
dalam tanah yang dikelompokkan ke dalam unsur makro, unsur mikro. Hasil yang
lebih baik akan dapat kita peroleh bila, kedalam media tersebut, ditambahkan
vitamin, asam amino, dan hormon, bahan pemadat media (agar), glukosa dalam
bentuk gula maupun sukrosa, air destilata (akuades), dan bahan organik tambahan
(Gunawan, 1992).

Zat pengatur tumbuh adalah persenyawaan organik selain dari nutrient yang
dalam jumlah yang sedikit (1mM) dapat merangsang, menghambat, atau
mengubah pola pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Moore, 1979 dalam
Gunawan, 1992). Zat pengatur tumbuh (ZPT) dalam kultur jaringan diperlukan
untuk mengendalikan dan mengatur pertumbuhan kultur tanaman. Zat ini
mempengaruhi pertumbuhan dan morfogenesis dalam kultur sel, jaringan, dan
organ. Jenis dan konsentrasi ZPT tergantung pada tujuan dan tahap pengkulturan.
Secara umum, zat pengatur tumbuh yang digunakan dalam kultur jaringan ada tiga
kelompok besar, yaitu auksin, sitokinin, dan giberelin.

Auksin digunakan secara luas dalam kultur jaringan untuk merangsang


pertumbuhan kalus, akar, suspensi sel dan organ (Gunawan, 1992) Contoh
hormon kelompok auksin adalah 2,4 Dikloro Fenoksiasetat (2,4-D), Indol Acetid
Acid (IAA), Naftalen Acetid Acid (NAA), atau Indol Buterik Asetat (IBA).
Golongan sitokinin berperan untuk menstimulus pembelahan sel dan merangsang
pertumbuhan tunas pucuk. Menurut Gunawan (1992), golongan ini sangat penting
dalam pengaturan pembelahan sel dan morfogenesis. Sitokinin yang biasa
digunakan dalam kultur jaringan adalah kinetin, ziatin, benzilaminopurine (BAP).
Dan giberelin untuk diferensiasi atau perbanyakan fungsi sel, terutama
pembentukan kalus. Hormon kelompok giberelin adalah GA3, GA2, dan GA1.

Penggunaan hormon tersebut harus tepat dalam perhitungan dosis pemakaian,


karena jika terlalu banyak maupun terlalu sedikit dari dosis yang diperlukan justru
akan menghambat bahkan berdampak negatif terhadap tanaman kultur. Karena
interaksi antar hormon dalam suatu media sangat berpengaruh dalam diferensiasi
sel.

Kebutuhan nutrisi mineral untuk tanaman yang dikulturkan secara in-vitro pada
dasarnya sama dengan kebutuhan hara tanaman yang ditumbuhakan di tanah.
Unsur-unsur hara yang dibutuhkan tanaman di lapangan merupakan kebutuhan
pokok yang harus tersedia dalam media kultur jaringan. Antara lain adalah unsur
hara makro dan unsur hara mikro. Unsur-unsur hara tersebut diberikan dalam
bentuk garam-garam mineral. Komposisi media dan perkembangannya didasarkan
pada pendekatan masing-masing peneliti (Gunawan, 1992).

1.      Unsur Hara Makro

adalah hara yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah yang banyak. Hara makro
tersebut meliputi, Nitrogen (N), Fosfor (P), Kalium (K), Kalsium (Ca), Sulfur (S),
Magnesium (Mg), dan Besi (Fe). Kegunaan unsur hara makro tersebut dalam
kultur jaringan menurut Qosim, 2006 dalam Sukarasa, 2007 adalah sebagai
berikut:

1) Nitrogen (N)

Diberikan dalam bentuk NH4NO3, NH2PO4,NH2SO4.Berfungsi untuk


membentuk protein, lemak, dan berbagai senyawa organik lain, morfogenesis
(pertumbuhan akar dan tunas), pertumbuhan dan pembentukan embrio,
pembentukan embrio zigotik dan pertumbuhan vegetatif.

2)  Fosfor (P)

 diberikan dalam bentuk KH2PO4.Berfungsi untuk metabolisme energi, sebagai


stabilitor membran sel, pengaturan metabolisme tanaman, pengaturan produksi
pati/amilum, pembentukan karbohidrat, sangat penting dalam transfer energi,
protein, dan sintesis asam amino serta konstribusi terhadap struktur dan asam
nukleat.

3 Kalium (K)

  diberikan dalam bentuk CaCl2.2H2O.Berfungsi untuk pemanjangan sel tanaman,


memperkuat tubuh tanaman, memperlancar metabolisme dan penyerapan
makanan, ion kalsium ditransfer secara cepat menyebrangi membran sel dan
mengatur pH dan tekanan osmotik di antara se

4)  Kalsium (Ca)

 diberikan dalam bentuk CaCl2.2H2O.Berfungsi untuk merangsang bulu-bulu


akar, penggandaan atau perbanyakan sel dan akar, pembentukan tabung polen,
dinding dan membran sel lebih kuat, tahan terhadap serangan patogen,
mengeraskan batang, memproduksi cadangan makanan.

5)  Sulfur (S)
Unsur S merupakan unsur yang penting untuk pembentukan beberapa jenis
protein, seperti asam amino dan vitamin B1. Unsur S juga berperan penting dalam
pembentukan bitil-bintil akar.

6) Magnesium (Mg)

diberikan dalam bentuk MgSO4.7H2O.Berfungsi untuk meningkatkan kandungan


fosfat, pembentukan protein.

7)  Besi (Fe)

diberikan dalam bentuk Fe2(SO4)3;FeSO4.7H2O.Berfungsi sebagai penyangga


(chelatin agent) yang sangat penting untuk menyangga kestabilan pH media
selama digunakan untuk menumbuhkan jaringan tanaman.Pada tanaman, Fe
berfungsi untuk pernapasan dan pembentukan hijau daun.

2.      Unsur Hara Mikro

Adalah hara yang dibutuhkan dalam jumlah yang sedikit. Unsur hara mikro ini
merupakan komponen sel tanaman yang penting dalam proses metabolisme dan
proses fisioligi lainnya (Gunawan, 1992). Unsur hara mikro tersebut diantaranya
adalah :

a.       Klor (Cl), diberikan dalam bentu KI.

b.      Mangan (Mn), diberikan dalam bentuk MnSO4.4H2O.

c.       Tembaga (Cu), diberikan dalam bentuk CuSO4.5H2O.

d.     Kobal (CO), diberikan dalam bentuk CoCl2.6H2O.

e.      Molibdenun (Mo), diberikan dalam bentuk NaMoO4.2H2O.

f.       Seng (Zn), diberikan dalam bentuk ZnSO4.4H2O.

g.      Boron (B), diberikan dalam bentuk H3BO3.

3.      Usur Tambahan Lainya

Vitamin yang paling sering digunakan dalam media kultur jaringan tanaman
adalah thiamine (vitamin B1), nicotinic acid (niacin), pyridoxine (vitamin B6).
Thiamine merupakan vitamin yang esensial dalam kultur jaringan tanaman karena
thiamine mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan sel. Vitamin C, seperti
asam sitrat dan asam askorbat, kadang-kadang digunakan sebagai antioksidan
untuk mencegah atau mengurangi pencoklatan atau penghitaman eksplan.

Mio-Inositol atau meso-insitol sering digunakan sebagai salah satu komponen


media yang penting, karena terbukti bersinergis dengan zat pengaturtumbuh
merangsang pertumbuhan jaringan yang dikulturkan (Yusnita, 2004).

Dalam media kultur jaringan, asam amino merupakan sumber nitrogen organik.
Namun sumber N organik ini jarang ditambahkan dalam media kultur jaringan,
karena sumber sumber nitrogen utamanya sudah tersedia dari NO3- dan NH4+.
Asam amino yang sering digunakan adalah glisin, lysin dan threonine.
Penambahan glisin dalam media dengan konsentrasi tertentu dapat melengkapi
vitamin sebagai sumber bahan organik (Yusnita, 2004).

Gula digunakan sebagai sumber energi dalam media kultur, karena umumnya
bagian tanaman atau eksplan yang dikulturkan tidak autotrof dan mempunyai laju
fotosintesis yang rendah. Oleh sebab itu tanaman kultur jaringan membutuhkan
karbohidart yang cukup sebagai sumber energi. Menurut Gautheret dalam
Gunawan (1992), sukrosa adalah sumber karbohidrat penghasil energi yang
terbaik melebihi glukosa, maltosa, rafinosa. Namun jika tidak terdapat sukrosa,
sumber karbohidrat tersebut dapat digantikan dengan gula pasir. Gula pasir cukup
memenuhi syarat untuk mendukung pertumbuhan kultur. Selain sebagai sumber
energi, gula juga berfungsi sebagai tekanan osmotik media.

Eksplan yang dikulturkan harus selalu bersinggungan atau terkena dengan


medianya. Bahan pemadat media yang paling banyak digunakan adalah agar-agar.
Agar-agar adalah campuran polisakarida yang diperoleh dari beberapa spesies
algae. Dalam analisa unsur, diperoleh data bahwa agar-agar mengandung sedikit
unsur Ca, Mg, K, dan Na (Debergh, 1982 dalam Gunawan, 1992). Keuntungan
dari pemakaian agar-agar adalah :

1.      Agar-agar membeku pada suhu 45° C dan mencair pada suhu 100° sehingga
dalam kisaran suhu kultur, agar-agar akan berada dalam keadaan beku yang stabil.

2.      Tidak dicerna oleh enzim tanaman.

3.      Tidak bereaksi dengan persenyawaan-persenyawaa penyusun media.

Selain agar-agar, bahan pemadat media yang semakin banyak disukai adalah
Gelrite TM (buatan Kelco). Gelrite adalah gellam gum, suatu hetero-polisakarida
yang dihasilkan bakteri Pseudomonas elodea, terdiri dari molekul-molekul K-
glukuronat, rhamnosa, dan selobiosa. Sebagai bahan pemadat media gelrite
memiliki sifat-sifat yang menguntungkan sebagai berikut :
1)      Gelnya lebih jernih.

2)      Untuk memadatkan media dibutuhkan lebih sedikit daripada agar, sekitar


1,5 -3g/l

3)       Lebih murni dan konsisten dalam kualitas.

Untuk mencapai kekerasan gel tertentu, pemakaian gelrite lebih rendah dari agar-
agar, pada umumnya 2gr/l media. Namun kekerasan gel dari gelrite sangat
dipengaruhi oleh kehadiran garam-garam seperti NaCl, KCl, MgCl2.6H2O dan
CaCl2. Garam NaCl dan KCl menurunkan kekerasan gel, tetapi MgCl2 dan CaCl2
meningkatkan kekerasan gel (Gunawan, 1992; 57 ).

Salah satu kelemahan Gelrite adalah cenderung menaikkan kelembaban nisbi


(RH) dalam kultur, sehingga sering menyebabkan terjadinya verifikasi. Gelrite
jarang digunakan untuk produksi planlet secara komersial terutama di Indonesia
karena harganya mahal (Yusnita, 2003).

Kultur yang kurang berhasil, kadang-kadang disebabkan oleh pemakaian air yang
kurang murni (Wetherel, 1976). Tidak boleh sembarang air dapat digunakan untuk
membuat media kultur. Contohnya air sumur atau air ledeng, dalam air tersebut
mengandung banyak kontaminan, bahan inorganik, organik, atau mikroorganisme.
Air yang digunakan untuk membuat media harus benar-benar berkualitas tinggi,
karena air maliputi lebih adari 95% komponen media. Terhambatnya
pertumbuhan tanaman yang dikulturkan dapat disebabkan oleh rendahnya kualitas
air yang digunakan. Untuk menghindari hal tersebut, maka sebaiknya digunakan
air yang telah dimurnikan atau yang sering kita sebut air destilata (akuades) atau
air destilata ganda (akuabides). Dengan alasan ini, sebaiknya sebuah laboratorium
kultur jaringan layaknya mempunyai alat penyulingan air (water destilator) atau
setidaknya alat pembuat air bebas ion (deionizer). Cara kerja destilator dalam
menghasilkan air destilata adalah dengan cara mengubah air menjadi uap air,
kemudian mengkondensasikan uap air tersebut. Maka, jadilah air destilata yang
tidak lagi berisi mineral atau senyawa organik (Yusnita, 2004).

Keasaman (pH) adalah nilai yang menyatakan derajat keasaman atau kebasaan
larutan dalam air. Sel-sel tanaman yang dikembangkan dengan teknik kultur
jaringan mempunyai toleransi pH yang relatif sempit dengan titik optimal antara
pH 5,0 – 6,0 (Daisy, 1994). Faktor pH dalam media juga perlu mendapat
perhatian khusus. pH tesebut harus diatur sedemikian rupa sehingga tidak
mengganggu fungsi membran sel dan pH dari sitoplasma. Pengaturan pH selain
memperhatikan kepentingan beberapa fisiologi sel, juga harus mempertimbangkan
faktor-faktor:
1) Kelarutan dari garam-garam penyusun media.

2) Pengambilan (uptake) dari zat pengatur tumbuh dan garam – garam lain.

3) Efisiensi pembekuan agar-agar.

Menurut Gamborg dan Shyluk, 1981 dalam Gunawan, 1992, sel-sel tanaman
membutuhkan pH yang sedikit asam berkisar antara 5,5–5,8. Pengaturan pH, biasa
dilakukan dengan dengan menggunakan NaOH (atau kadang-kadang KOH) atau
HCL pada waktu semua komponen sudah dicampurkan (Gunawan, 1992).
Beberapa formulasi media yang sudah umum digunakan dalam banyak pekerjaan
kultur jaringan antara lain adalah mediaWhite, Murashige & Skoog
(MS), Gamborg et al. (B5), Gautheret, Schenk & Hilderbrandt (SH), Nitch &
Nitch, Lloyd & McCown (WPM)dll. Media MS, SH dan B5 merupakan media
yang kaya garam-garam makro.

Berikut penjelasan dari masing-masing komposisi media tersebut :

1.      Hara Makro

Unsur hara makro.  terdiri dari enam unsur utama yang dibutuhkan untuk
pertumbuhan sel dan jaringan tanaman, yaitu: nitrogen (N), fosfor (P), kalium (K),
kalsium (Ca), magnesium (Mg) dan sulfur (S). Konsentrasi optimum yang
dibutuhkan untuk mencapai pertumbuhan maksimum bervariasi diantara jenis
tanaman.

Media kultur harus mengandung sedikitnya 25-60 mM nitrogen anorganik untuk


pertumbuhan sel tanaman. Sel-sel tanaman mungkin dapat tumbuh pada sumber N
dari nitrat saja, tetapi diketahui bahwa pertumbuhan yang lebih baik adalah
apabila mengandung nitrat dan amonium. Nitrat yang disediakan umumnya
berkisar 25-40 mM, konsentrasi amonium berkisar antara 2-20 mM. Akan tetapi
untuk beberapa spesies tanaman konsentrasi amonium > 8 mM akan menghambat
pertumbuhan sel. Sel-sel dapat tumbuh dalam media kultur yang hanya
mengandung amonium sebagai sumber nitrogen jika satu atau lebih terdapat
asam-asam yang terlibat dalam siklus TCA (seperti sitrat, suksinat, atau malat)
juga terdapat dalam media pada konsentrasi sekitar 10 mM. Apabila nitrat dan
amonium sebagai sumber nitrogen digunakan bersama dalam media maka ion-ion
amonium akan digunakan lebih cepat dibandingkan dengan ion-ion nitrat. Kalium
dibutuhkan untuk pertumbuhan sel bagi sebagian besar spesies tanaman.

Umumnya media mengandung kalium (dalam bentuk nitrat atau klorida) pada
konsentrasi 20-30 mM. Konsentrasi optimum untuk unsur P, Mg, S dan Ca
berkisar antara 1-3 mM. Konsentasi yang lebih tinggi dari hara-hara tersebut
mungkin diperlukan jika terjadi defisiensi dari hara yang lain.

2.      Hara Mikro

Unsur hara mikro yang paling dibutuhkan untuk petumbuhan sel dan jaringan
tanaman mencakup besi (Fe), mangan (Mn), seng (Zn), boron (B), terusi (Cu) dan
molibdenum (Mo). Besi dan seng yang digunakan dalam pembuatan media harus
dalam bentuk yang ter ”chelate”. Besi adalah yang paling kritis diantara semua
hara mikro. Besi sitrat dan tartrat dapat digunakan untuk media kultur, tetapi
senyawa ini sulit untuk larutdan biasanya akan terpresipitasi setelah media dibuat.
Masalah ini dipecahkan oleh Murashige & Skoog dengan men ”chelate” besi
dengan menggunakan asam etilen diamintetraasetik (EDTA).

Kobal (Co) dan iodin (I) juga dapat ditambahkan dalam media tetapi kebutuhan
yang jelas untuk pertumbuhan sel belum diketahui. Natrium (Na) dan klorida (Cl)
juga digunakan pada beberapa media tetapi tidak begitu penting untuk
pertumbuhan sel. Konsentrasi Cu dan Co yang biasanya ditambahkan pada media
sekitar 0.1 µM, Fe dan Mo 1 µM, I 5µM, Zn 5-30 µM, Mn 20-90 µM, dan B 25-
100 µM.

3.      Karbon dan Sumber Energi

Sumber karbohidrat yang biasanya digunakan dalam media kultur adalah sukrosa.
Glukosa dan fruktosa dalam beberapa hal dapat digunakan sebagai pengganti
sukrosa, dimana glukosa mempunyai efektivitas yang sama dengan sukrosa
dibanding dengan fruktosa. Karbohidrat lain yang pernah dicobakan adalah
laktosa, galaktosa, rafinosa, maltosa dan pati, tetapi semua karbohidrat tersebut
umumnya mempunyai hasil yang kurang baik dibandingkan sukrosa atau fruktosa.
Konsentrasi sukrosa normal dalam media kultur berkisar antara 2 dan 3%.

Karbohidrat harus tersedia dalam media kultur karena sangat sedikit sel dari jenis
tanaman yang diisolasi dapat bersifat autotropik, yaitu kemampuan menyediakan
kebutuhan karbohidrat sendiri melalui asimilasi CO2 selama proses fotosintesa.
Sukrosa dalam media kultur secara cepat akan diurai menjadi fruktosa dan
glukosa. Glukosa adalah yang pertama digunakan oleh sel, diikuti oleh fruktosa.
Saat media disterilisasi dengan autoclave, sebagian sukrosa akan mengalami
hidrolisa. Apabila sukrosa yang diautoklap ada bersama komponen media lain
maka proses hidrolisa akan lebih besar. Kultur dari beberapa spesies tanaman
akan tumbuh baik pada media yang sukrosanya diautoklap dibandingkan dengan
media yang sukrosanya disterilisasi dengan filter. Hal ini dimungkinkan akan
menguntungkan sel-sel karena tersedianya glukosa dan fruktosa.

4.      Vitamin

Pada beberapa media kultur juga sering ditambahkan vitamin-vitamin seperti


biotin, asam folat, asam askorbat, asam panthotenat, vitamin E (tokoperol),
riboflavin, dan asam p-aminobenzoik. Meskipun vitamin-vitamin tersebut bukan
merupakan faktor pembatas pertumbuhan, tetapi sering memberikan keberhasilan
dalam kultur sel dan jaringan tanaman. Biasanya penambahan vitamin-vitamin
tersebut ke dalam media dilakukan apabila konsentrasi thiamin dianggap dibawah
taraf yang diinginkan atau apabila jumlah populasi sel-sel yang tumbuh masih
rendah.

5.      Asam Amino dan Sumber Nitrogen Lainnya

Sumber nitrogen organik yang paling banyak digunakan dalam media kultur
adalah asam amino campuran (casein hidrolisat), L-glutamin, L-asparagin, dan
adenin. Casein hidrolisat umumnya digunakan pada konsentrasi antara 0.05-0.1%.
Asam amino biasanya ditambahkan pada media terdiri dari beberapa macam,
karena sering diperoleh bahwa penambahan satu jenis asam amino saja justru
dapat menghambat pertumbuhan sel. Contoh penambahan asam amino dalam
media untuk meningkatkan pertumbuhan sel adalah glisin 2 mg/L, glutamin
hingga 8mM, asparagin 100 mg/L, arginin dan sistein 10 mg/L, dan tirosin 100
mg/L. Adenin sulfat juga sering ditambahkan pada media kultur yang fungsinya
dapat menstimulir pertumbuhan sel dan meningkatkan pembentukan tunas.

6.      Bahan Organik Komplek

Arang aktif (activated charcoal) juga sering digunakan pada media kultur.
Beberapa hasil penelitian menunjukkan pengaruh yang menguntungkan dan juiga
dapat merugikan. Pada kultur beberapa tanaman seperti anggrek, bawang, wortel
dan tomat dapat menstimulir pertumbuhan dan diferensiasi, tetapi pada kultur
tanaman tembakau, kedelai dan teh justru akan menghambat pertumbuhan.
Pengaruh arang aktif umumnya diarahkan pada salah satu dari tiga hal berikut:
penyerapan senyawa-senyawa penghambat, penyerapan zat pengatur tumbuh atau
menggelapkan warna media. Penghambatan pumbuhan karena kehadiran arang
aktif umumnya karena arang aktif dapat menyerap ZPT. NAA, kinetin, BAP, IAA
dan 2iP semuanya dapat terikat oleh artang aktif.

IAA dan 2iP merupakan ZPT yang paling cepat terikat oleh arang aktif. Arang
aktif dapat menstimulasi pertumbuhan sel umumnya karena kemampuan arang
aktif mengikat senyawa fenol yang bersifat toksik yang diproduksi biakan selama
dalam kultur. Konswentrasi aArang aktif yang ditambahkan kedalam media kultur
umumnya sebanyak 0.5-3%.

7.      Bahan Pemadat dan Penyangga Biakan

Media kultur jaringan tanaman dapat dibuat padat atau semi padat, yaitu dengan
penambahan bahan pemadat berupa agar. Dibandingkan bahan pemadat lain, agar
mempunyai beberapa keuntungan, yaitu (i) saat dicampur dengan air, agar akan
terbentuk bila dilelehkan pada suhu 60o-100oC dan memadat pada suhu 45oC; (ii)
gel agar bersifat stabil pada suhu inkubasi; (iii)agar gel tidak bereaksi dengan
komponen dalam media dan tidak dicerna oleh ensim tanaman. Kualitas fisik agar
dalam media kultur tergantung pada konsentrasi dan merek agar yang diguinakan
serta pH media. Konsentrasi agar yang digunakan dalam media kultur berkisar
antara 0.5-1%, dengan catatan pH media sesuai dengan aturan. Penggunaan arang
aktif (0.8-1%) dapat mempengaruhi kepadatan agar yang terbentuk.

Kemurnian agar yang digunakan dalam media kultur juga merupakan faktor yang
penting. Agar yang mengandung garam-garam Ca, Mg, K dan Na dapat
mempengaruhi ketersediaan hara dalam media. Oleh karena itu penggunaan agar
yang murni sangat diperlukan terutama untuk tujuan percobaan. Untuk
memurnikan agar dapat dilakukan dengan cara mencuci dengan air destilasi
selama 24 jam kemudian dibilas dengan ethanol dan dikeringkan pada suhu 60oC
selama 24 jam.

Bahan pemadat lain yang pernah dicobakan adalah gelatin pada konsentrasi 10%,
akan tetapi terdapat kesulitan karen gelatin meleleh pada suhu 25oC. Methosel
dan alginat juga pernah dicobakan sebagai bahan pemadat media, tetapi kedua
bahan tersebut sulit penanganannya serta harganya cukup mahal. Bahan lain yang
dapat digunakan adalah agarose (konsentrasi 0.35-0.7%), dimana jenis agar ini
banyak digunakan pada pekerjaan teknik kultur protoplas. Saat ini bahan pemadat
yang banyak digunakan adalah agar sintetik yaitu Phytagel (produk Sigma
Chemical) dan Gelrite (produk Kelco Corp.). Agar jenis ini hanya digunakan 2-
2.5 g/L dan menghasilkan gel yang bening yang cocok untuk mendeteksi ada
tidaknya kontaminan.

Gel agar juga berfungsi sebagai penopang agar biakan atau eksplan yang ditanam
dalam media tetap pada tempatnya (tidak bergerak atau berpindah). Metoda lain
yang dapat digunakan untuk penopang atau penyangga biakan adalah jembatan
kerta filter (filter paper bridges), sumbu kertas filter (filter paper wick), busa
poliuretran, celophane berlubang dan poliester. Apakah eksplan akan tumbuih
lebih baik pada media agar atau dengan penyangga, tergantung dari spesies
tanaman yang dikulturkan.

8.      Zat Pengatur Tumbuh

Terdapat empat klas zat pengatur tumbuh (ZPT) yang penting dalam kultur
jaringan tanaman, yaitu: auksin, sitokinin, giberelin dan asam absisik. Skoog dan
Miller adalah yang pertama melaporkan bahwa perbandingan auksin dan sitokinin
menentukan jenis dan berapa besar proses organogenesis dalam kultur jaringan
tanaman. Auksin dan sitokinin yang ditambahkan kedalam media kultur
mempunyai tujuan untuk mendapatkan morfogenesis, meskipun perbandingannya
untuk mendapatkan induksi akar dan tunas bervariasi baik ditingkat genus, spesies
bahkan kultivar.

Sitokinin yang ditrambahkan dalam media kultur umumnya ditujukan untuk


menstimulasi pembelahan sel, menginduksi pembentukan tunas dan proliferasi
tunas aksiler, dan untuk menghambat pembentukan akar. Mekanisme kerja
sitokinin tidak secara pasti diketahui, namun demikian beberapa senyawa yang
mempunyai aktivitas mirip sitokinindiketahui terlibat dalam transfer-RNA (t-
RNA). Sitokinin juga menunjukkan dapat mengaktivasi sintesa RNA dan
menstimulasi aktivitas protein dan enzim pada jaringan tertentu

Teknik pembutan media Jaringan


Menurut Suryowinoto (1991), kultur jaringan dalam bahasa asing disebut
sebagai tissue culture, weefsel cultuus atau gewebe kultur. Kultur sendiri berarti
budidaya dan jaringan adalah sekelompok sel yang mempunyai bentuk dan fungsi
yang sama. Maka, kultur jaringan berarti membudidayakan suatu jaringan
tanaman menjadi tanaman kecil yang mempunyai sifat seperti induknya

Kultur jaringan atau budidaya in vitro adalah suatu metode untuk


mengisolasi bagian dari tanaman seperti protoplasma, sel, jaringan atau organ
yang serba steril, ditumbuhkan pada media buatan yang steril, dalam botol kultur
yang steril dan dalam kondisi yang aseptik, sehingga bagian-bagian tersebut dapat
memperbanyak diri dan beregenerasi menjadi tanaman yang lengkap

Dasar teori yang digunakan dalam pelaksanaan teknik kultur jaringan


adalah teori totipotensi, yang dikemukakan oleh Schleiden dan Schwann yang
menyatakan bahwa setiap sel mempunyai kemampuan totipotensi. Totipotensi
adalah kemampuan setiap sel, dari mana saja sel tersebut diambil, apabila
diletakkan dalam media yang sesuai dan lingkungan yang sesuai akan dapat
tumbuh dan berkembang menjadi tanaman yang sempurna, artinya dapat
bereproduksi, berkembang biak secara normal melalui biji atau spora

Kultur jaringan (tissue culture) sampai saat ini digunakan sebagai suatu
istilah umum yang meliputi pertumbuhan kultur secara aseptik dalam wadah yang
umumnya tembus cahaya. Sering kali kultur aseptik disebut juga kultur in vitro
yang artinya sebenarnya adalah kultur di dalam gelas. Dalam pelaksanaannya
dijumpai beberapa tipe-tipe kultur, yakni :

1. Kultur biji (seed culture), kultur yang bahan tanamnya menggunakan biji.

2. Kultur organ (organ culture), merupakan budidaya yang bahan tanamnya


menggunakan organ, seperti: ujung akar, pucuk aksilar, tangkai daun, helaian
daun, bunga, buah muda, inflorescentia, buku batang, akar dll.

3. Kultur kalus (callus culture), merupakan kultur yang menggunakan jaringan


(sekumpulan sel) biasanya berupa jaringan parenkim sebagai bahan eksplannya.
4. Kultur suspensi sel (suspension culture) adalah kultur yang menggunakan
media cair dengan pengocokan yang terus menerus menggunakan shaker dan
menggunakan sel atau agregat sel sebagai bahan eksplannya, biasanya eksplan
yang digunakan berupa kalus atau jaringan meristem.

5. Kultur protoplasma. eksplan yang digunakan adalah sel yang telah dilepas
bagian dinding selnya menggunakan bantuan enzim. Protoplas diletakkan pada
media padat dibiarkan agar membelah diri dan membentuk dinding selnya
kembali. Kultur protoplas biasanya untuk keperluan hibridisasi somatik atau fusi
sel soma (fusi 2 protoplas baik intraspesifik maupun interspesifik).

6. Kultur haploid adalah kultur yang berasal dari bagian reproduktif tanaman,
yakni: kepalasari/anther (kultur anther/mikrospora), tepungsari/pollen (kutur
pollen), ovule (kultur ovule), sehingga dapat dihasilkan tanaman haploid.

Kultur jaringan adalah salah satu metode dalam perbanyakan tanaman


anggrek, dengan mengambil bagian-bagian tanaman anggrek (eksplan) serta
menumbuhkannya dalam kondisi aseptik. Sehingga bagian tanaman tersebut dapat
memperbanyak diri dan beregenerasi menjadi tanaman utuh kembali. Salah satu
faktor pembatas dalam keberhasilan kutur jaringan adalah kontaminasi yang dapat
terjadi pada setiap saat dalam masa kultur. Kontaminasi dapat berasal dari :
eksplan (baik eksternal maupun internal), organisme yang masuk kedalam media,
botol kultur atau alat-alat yang kurang steril, lingkungan kerja yang kotor,
kecerobohan dalam pelaksanaan . Persiapan media harus dilakukan dengan teliti
dan hati-hati, kebersihan alat-alat harus selalu dijaga, diusahakan bekerja diruang
terkendali dan aseptik. Ruang untuk menumbuhkan biji dan bibit anggrek
memerlukan penyinaran cukup lama, yakni antara 12-18 jam dengan intensitas
sinar 2000-3000 lux. Bibit anggrek dapat tinggal sementara didalam botol selama
10-12 bulan sesudah itu baru dipindahkan kedalam pot. Setelah pemindahan
kedalam pot, bibit perlu diberi naungan. Penyinaran oleh sinar matahari secara
langsung kurang baik bagi pertumbuhan bibit yang baru dikeluarkan dari botol.
Sebagian media yang digunakan pada pot biasanya menggunakan hancuran pakis,
arang kayu dan serabut kelapa . Teknik kultur jaringan melalui biji atau embrio
(seksual) dilakukan dengan alasan biji tidak mempunyai endosperm (cadangan
makanan) atau biji berukuran sangat kecil. Selain itu, teknik kultur jaringan juga
bertujuan untuk mendapatkan keseragaman bibit dalam jumlah besar dan waktu
yang relatif singkat. Dari kultur jaringan ini diharapkan pula memperoleh tanaman
baru yang bersifat unggul. Tanaman anggrek dapat diperbanyak dengan biji
(generatif) atau bagian non biji (vegetatif). Perbanyakan dengan biji umumnya
dilakukan dalam bidang pemuliaan, yaitu untuk mendapatkan jenis anggrek baru.
Biji anggrek ditanam dalam botol yang berisi media yang mengandung nutrisi
untuk pertumbuhannya. Namun demikian, perbanyakan anggrek dengan biji
memerlukan waktu yang cukup lama. Perbanyakan anggrek dengan bahan non biji
telah pula dilakukan, terutama untuk jenis anggrek yang sudah jelas baik
kualitasnya, yakni dengan stek batang atau dengan cara kultur jaringan.

Mengkultur atau membiakan sel dan jaringan tumbuhan merupakan dasar


bagi kebanyakan aspek bioteknologi tumbuhan. Luasnya penggunaan tumbuhan
tergantung pada kemampuan jaringan dan sel tumbuhan untuk tumbuh pada
larutan nutrisi yang sederhana yang komposisinya diketahui. Penggunaan ini
termasuk dalam perbanyakan tumbuhan, memelihara dan menyimpan plasma
benih, yang merupakan hal yang penting untuk menjaga tetapnya kolam gen
tumbuhan yang tidak sedang aktif ditanam serta memproduksi komersial dan
rekayasa genetika tumbuhan.

Cara Sterilisasi Media Tanaman


Sebelum melakukan proses sterilisasi tentu saja kita harus mempersiapkan
media tanam yang ingin disteril. Pada tahap ini media tanam harus dibersihkan
dari kotoran maupun benda-benda lain yang tidak diinginkan. Pada tahap ini kita
juga bisa mengelompokkan bahan-bahan tersebut secara homogen. Contohnya
jika kita menggunakan pakis cacah maka kita bisa menyortir cacahan tersebut
berdasarkan bentuk dan ukurannya sehingga didapat dua bentuk olahan, yaitu
pakis cacah halus dan pakis cacah kasar. Kemudian masukkan masing-masing ke
dalam wadah yang berbeda agar tidak tercampur lagi. Hal ini kita lakukan untuk
memudahkan dan mempersingkat waktu di saat kita menata media tanam di dalam
pot (media tanam yang mana yang akan kita taruh di dasar pot untuk aerasi dan
ventilasi udara dan media tanam mana yang akan kita taruh disekitar perakaran
yang notabene harus bisa menjaga kelembapan).
Langkah-langkah yang dibagikan disini bersifat dinamis. Artinya anda
bisa mengikuti semua atau mengabaikan beberapa diantaranya jika dirasa media
tanam yang ada tidak mengandung pengganggu yang harus dimusnahkan.

 Sterilisasi dengan Uap Air atau Uap Air Bertekanan Tinggi

Sterilisasi uap air atau dengan uap air betekanan tinggi mampu membunuh
semua mikro-organisme pengganggu seperti jamur dan bakteri atau bahkan benih
gulma. Sterilisasi uap air bisa dilakukan dengan cara sederhana yaitu
menggunakan panci untuk menanak nasi. Untuk cara ini diperlukan waktu yang
lebih lama dibandingkan dengan sterilisasi uap air bertekanan tinggi
menggunakan autoklaf.

Jika menggunakan autoklaf hanya diperlukan waktu sekitar 15 menit pada


tekanan sekitar 15 psi dan suhu di atas 100 derajat celsius. Jika menggunakan
panci dibutuhkan waktu yang lebih lama karena didalamnya tidak ada tekanan
tinggi dan hanya memanfaatkan suhu panas yang berasal dari uap air.
Menggunakan panci dibutuhkan waktu sekitar 45 menit hingga 1 jam agar media
bisa steril.

 Disinfeksi Bakteri Menggunakan Disinfektan

Cara ini umumnya dilakukan dengan merendam media tanam yang sudah
bersih ke dalam air yang sudah dicampur dengan bahan kimia yang sifatnya
antimikrobial spektrum luas. Berikut adalah beberapa disinfektan yang bisa
digunakan untuk steriliasasi media tanam anggrek.
Jika anda ingin sterilisasi media tanam anggrek menggunakan bahan aktif
seperti di atas caranya sangat gampang. Campur bahan aktif seperti yang
dicontohkan dengan air bersih dengan dosis 1:1 (1 ml bahan aktif : 1 liter air ).
Rendam media tanam selama 12 – 24 jam. Meskipun sejatinya ini adalah proses
disinfeksi bakteri, tapi karena bahan-bahan tersebut memiliki sifat yang korosif.
Dengan demikian benih-benih gulma pun juga akan mati.

 Sterilisasi Menggunakan Fungisida dan Bakterisida

Jika 2 pilihan di atas dirasa belum mecukupi, anda bisa melakukan treatmen
lagi dengan merendam media tanam ke dalam larutan fungisida dan bakterisida.
Larutan fungisida digunakan untuk mengendalikan jamur sementara bakterisida
digunakan untuk membunuh bakteri. Ada beberapa jenis fungisida berdasarkan
cara kerjanya dan yang bisa dipilih untuk sterilisasi media tanam adalah jenis
fungisida kontak. Jenis bakterisida pada produk-produk yang beredar di pasaran
kebanyakan memiliki cara kerja disinfeksi (merusak atau menghambat
pertumbuhan sel bakteri).

Contoh merek dagang yang bisa digunakan seperti Dithane M-45 (fungisida
kontak), AmistarTop (Fungisida Kontak dan Sistemik), dan Agrept 20 WP
(bakterisida).

Caranya campur fungisida atau bakterisida dengan perbandingan 1 – 2 gram /


1 – 2 ml fungisida atau bakterisida untuk 1 liter air. Rendam media tanam selama
minimal 15 menit.

 Sterilisasi Hama dengan Pestisida

Pestisida yang dimaksud disini bisa berupa insektisida (racun serangga),


moluskisida (racun untuk siput), akarisida (racun tungau) dan lain sebagainya
tergantung sasaran OPT yang ingin dibasmi. Penggunaanya sama dengan
fungisida dan bakterisida.

Anda mungkin juga menyukai