DI SUSUN OLEH :
KELOMPOK 4
PENDIDIKAN BIOLOGI
MARET 2020
Komponem Media In Vitro Tanaman Anggrek
Sebelum membuat media, maka terlebih dahulu harus menentukan media apa yang
akan dibuat. Jenis media dengan komposisi unsur kimia yang berbeda dapat digunakan
untuk media tumbuh dari jaringan tanaman yang berbeda pula. Misalkan media Vacin and
Went (VW ) sangat baik untuk media tumbuh anggrek, tetapi tidak cocok untuk media
tumbuh tanaman lain.
Tabel 1. Komposisi Media Vacin and Went (VW) Untuk Media Tumbuh Anggrek
(mg/lt)
Glukosa 20000
anggrek, langkah selanjutnya adalah membuat larutan media yang kemudian akan dimasak
Memasukkan Potasium Nitrat KNO3 ke dalam air aquades sambil digojok dengan
stirer.
Menambahkan Nono Potasium Phospat KH2PO4 ke dalam air aquades sambil digojok
dengan stirer.
Plant Growth Regulator (PGR) atau yang biasa diebut sebagai zat pengatur
tumbuh tanaman berfungsi sebagai hormon yang dapat memacu pertumbuhan
tanaman, menghambat pertumbuhan tanaman, atau mengubah pertumbuhan
tanaman.
Plant Growth Regulator (PGR) yang digunakan dalam media tanam in Vitro
Anggrek ini adalah Plant Growth Regulator (PGR) yang dapat memacu
pertumbuhan tanaman anggrek. Ada beberapa hormon yang termasuk dalam Plant
Growth Regulator (PGR) guna memacu pertumbuhan tanaman anggrek,
diantaranya yaitu Auksin, Sitokinin dan Giberelin.
1. Auksin
Merupakan jenis hormon yang terdapat di pucuk daun, pucuk akar dan
pucuk batang atau bisa disebut bahwa auksin ada di setiap pucuk tanaman.
Auksin yang digunakan pada media tanam in vitro anggrek adalah air
kelapa.
2. Sitokinin
Merupakan hormon yang berfungsi untuk merangsang pembelahan sel.
Hormon sitokinin yang digunakan dalam media in vitro anggrek adalah air
kelapa, jagung muda atau menggunakan ZPT sintetik hormon sitokinin.
3. Giberelin
Merupakan jenis hormon yang berfungsi untuk merangsag pertumbuhan
bunga. Hormon giberelin yang digunakan yakni Agrogib 40SL dan lain-
lain atau menggunakan hormon giberelin alami yang terdapat pada rebung
atau bawang merah.
JENIS MEDIA KULTUR
Pada umumnya komposisi utama media tanam kultur jaringan, terdiri dari
hormon (zat pengatur tumbuh) dan sejumlah unsur yang biasanya terdapat di
dalam tanah yang dikelompokkan ke dalam unsur makro, unsur mikro. Hasil yang
lebih baik akan dapat kita peroleh bila, kedalam media tersebut, ditambahkan
vitamin, asam amino, dan hormon, bahan pemadat media (agar), glukosa dalam
bentuk gula maupun sukrosa, air destilata (akuades), dan bahan organik tambahan
(Gunawan, 1992).
Zat pengatur tumbuh adalah persenyawaan organik selain dari nutrient yang
dalam jumlah yang sedikit (1mM) dapat merangsang, menghambat, atau
mengubah pola pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Moore, 1979 dalam
Gunawan, 1992). Zat pengatur tumbuh (ZPT) dalam kultur jaringan diperlukan
untuk mengendalikan dan mengatur pertumbuhan kultur tanaman. Zat ini
mempengaruhi pertumbuhan dan morfogenesis dalam kultur sel, jaringan, dan
organ. Jenis dan konsentrasi ZPT tergantung pada tujuan dan tahap pengkulturan.
Secara umum, zat pengatur tumbuh yang digunakan dalam kultur jaringan ada tiga
kelompok besar, yaitu auksin, sitokinin, dan giberelin.
Kebutuhan nutrisi mineral untuk tanaman yang dikulturkan secara in-vitro pada
dasarnya sama dengan kebutuhan hara tanaman yang ditumbuhakan di tanah.
Unsur-unsur hara yang dibutuhkan tanaman di lapangan merupakan kebutuhan
pokok yang harus tersedia dalam media kultur jaringan. Antara lain adalah unsur
hara makro dan unsur hara mikro. Unsur-unsur hara tersebut diberikan dalam
bentuk garam-garam mineral. Komposisi media dan perkembangannya didasarkan
pada pendekatan masing-masing peneliti (Gunawan, 1992).
adalah hara yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah yang banyak. Hara makro
tersebut meliputi, Nitrogen (N), Fosfor (P), Kalium (K), Kalsium (Ca), Sulfur (S),
Magnesium (Mg), dan Besi (Fe). Kegunaan unsur hara makro tersebut dalam
kultur jaringan menurut Qosim, 2006 dalam Sukarasa, 2007 adalah sebagai
berikut:
1) Nitrogen (N)
2) Fosfor (P)
3 Kalium (K)
4) Kalsium (Ca)
5) Sulfur (S)
Unsur S merupakan unsur yang penting untuk pembentukan beberapa jenis
protein, seperti asam amino dan vitamin B1. Unsur S juga berperan penting dalam
pembentukan bitil-bintil akar.
6) Magnesium (Mg)
7) Besi (Fe)
Adalah hara yang dibutuhkan dalam jumlah yang sedikit. Unsur hara mikro ini
merupakan komponen sel tanaman yang penting dalam proses metabolisme dan
proses fisioligi lainnya (Gunawan, 1992). Unsur hara mikro tersebut diantaranya
adalah :
Vitamin yang paling sering digunakan dalam media kultur jaringan tanaman
adalah thiamine (vitamin B1), nicotinic acid (niacin), pyridoxine (vitamin B6).
Thiamine merupakan vitamin yang esensial dalam kultur jaringan tanaman karena
thiamine mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan sel. Vitamin C, seperti
asam sitrat dan asam askorbat, kadang-kadang digunakan sebagai antioksidan
untuk mencegah atau mengurangi pencoklatan atau penghitaman eksplan.
Dalam media kultur jaringan, asam amino merupakan sumber nitrogen organik.
Namun sumber N organik ini jarang ditambahkan dalam media kultur jaringan,
karena sumber sumber nitrogen utamanya sudah tersedia dari NO3- dan NH4+.
Asam amino yang sering digunakan adalah glisin, lysin dan threonine.
Penambahan glisin dalam media dengan konsentrasi tertentu dapat melengkapi
vitamin sebagai sumber bahan organik (Yusnita, 2004).
Gula digunakan sebagai sumber energi dalam media kultur, karena umumnya
bagian tanaman atau eksplan yang dikulturkan tidak autotrof dan mempunyai laju
fotosintesis yang rendah. Oleh sebab itu tanaman kultur jaringan membutuhkan
karbohidart yang cukup sebagai sumber energi. Menurut Gautheret dalam
Gunawan (1992), sukrosa adalah sumber karbohidrat penghasil energi yang
terbaik melebihi glukosa, maltosa, rafinosa. Namun jika tidak terdapat sukrosa,
sumber karbohidrat tersebut dapat digantikan dengan gula pasir. Gula pasir cukup
memenuhi syarat untuk mendukung pertumbuhan kultur. Selain sebagai sumber
energi, gula juga berfungsi sebagai tekanan osmotik media.
1. Agar-agar membeku pada suhu 45° C dan mencair pada suhu 100° sehingga
dalam kisaran suhu kultur, agar-agar akan berada dalam keadaan beku yang stabil.
Selain agar-agar, bahan pemadat media yang semakin banyak disukai adalah
Gelrite TM (buatan Kelco). Gelrite adalah gellam gum, suatu hetero-polisakarida
yang dihasilkan bakteri Pseudomonas elodea, terdiri dari molekul-molekul K-
glukuronat, rhamnosa, dan selobiosa. Sebagai bahan pemadat media gelrite
memiliki sifat-sifat yang menguntungkan sebagai berikut :
1) Gelnya lebih jernih.
Untuk mencapai kekerasan gel tertentu, pemakaian gelrite lebih rendah dari agar-
agar, pada umumnya 2gr/l media. Namun kekerasan gel dari gelrite sangat
dipengaruhi oleh kehadiran garam-garam seperti NaCl, KCl, MgCl2.6H2O dan
CaCl2. Garam NaCl dan KCl menurunkan kekerasan gel, tetapi MgCl2 dan CaCl2
meningkatkan kekerasan gel (Gunawan, 1992; 57 ).
Kultur yang kurang berhasil, kadang-kadang disebabkan oleh pemakaian air yang
kurang murni (Wetherel, 1976). Tidak boleh sembarang air dapat digunakan untuk
membuat media kultur. Contohnya air sumur atau air ledeng, dalam air tersebut
mengandung banyak kontaminan, bahan inorganik, organik, atau mikroorganisme.
Air yang digunakan untuk membuat media harus benar-benar berkualitas tinggi,
karena air maliputi lebih adari 95% komponen media. Terhambatnya
pertumbuhan tanaman yang dikulturkan dapat disebabkan oleh rendahnya kualitas
air yang digunakan. Untuk menghindari hal tersebut, maka sebaiknya digunakan
air yang telah dimurnikan atau yang sering kita sebut air destilata (akuades) atau
air destilata ganda (akuabides). Dengan alasan ini, sebaiknya sebuah laboratorium
kultur jaringan layaknya mempunyai alat penyulingan air (water destilator) atau
setidaknya alat pembuat air bebas ion (deionizer). Cara kerja destilator dalam
menghasilkan air destilata adalah dengan cara mengubah air menjadi uap air,
kemudian mengkondensasikan uap air tersebut. Maka, jadilah air destilata yang
tidak lagi berisi mineral atau senyawa organik (Yusnita, 2004).
Keasaman (pH) adalah nilai yang menyatakan derajat keasaman atau kebasaan
larutan dalam air. Sel-sel tanaman yang dikembangkan dengan teknik kultur
jaringan mempunyai toleransi pH yang relatif sempit dengan titik optimal antara
pH 5,0 – 6,0 (Daisy, 1994). Faktor pH dalam media juga perlu mendapat
perhatian khusus. pH tesebut harus diatur sedemikian rupa sehingga tidak
mengganggu fungsi membran sel dan pH dari sitoplasma. Pengaturan pH selain
memperhatikan kepentingan beberapa fisiologi sel, juga harus mempertimbangkan
faktor-faktor:
1) Kelarutan dari garam-garam penyusun media.
2) Pengambilan (uptake) dari zat pengatur tumbuh dan garam – garam lain.
Menurut Gamborg dan Shyluk, 1981 dalam Gunawan, 1992, sel-sel tanaman
membutuhkan pH yang sedikit asam berkisar antara 5,5–5,8. Pengaturan pH, biasa
dilakukan dengan dengan menggunakan NaOH (atau kadang-kadang KOH) atau
HCL pada waktu semua komponen sudah dicampurkan (Gunawan, 1992).
Beberapa formulasi media yang sudah umum digunakan dalam banyak pekerjaan
kultur jaringan antara lain adalah mediaWhite, Murashige & Skoog
(MS), Gamborg et al. (B5), Gautheret, Schenk & Hilderbrandt (SH), Nitch &
Nitch, Lloyd & McCown (WPM)dll. Media MS, SH dan B5 merupakan media
yang kaya garam-garam makro.
1. Hara Makro
Unsur hara makro. terdiri dari enam unsur utama yang dibutuhkan untuk
pertumbuhan sel dan jaringan tanaman, yaitu: nitrogen (N), fosfor (P), kalium (K),
kalsium (Ca), magnesium (Mg) dan sulfur (S). Konsentrasi optimum yang
dibutuhkan untuk mencapai pertumbuhan maksimum bervariasi diantara jenis
tanaman.
Umumnya media mengandung kalium (dalam bentuk nitrat atau klorida) pada
konsentrasi 20-30 mM. Konsentrasi optimum untuk unsur P, Mg, S dan Ca
berkisar antara 1-3 mM. Konsentasi yang lebih tinggi dari hara-hara tersebut
mungkin diperlukan jika terjadi defisiensi dari hara yang lain.
2. Hara Mikro
Unsur hara mikro yang paling dibutuhkan untuk petumbuhan sel dan jaringan
tanaman mencakup besi (Fe), mangan (Mn), seng (Zn), boron (B), terusi (Cu) dan
molibdenum (Mo). Besi dan seng yang digunakan dalam pembuatan media harus
dalam bentuk yang ter ”chelate”. Besi adalah yang paling kritis diantara semua
hara mikro. Besi sitrat dan tartrat dapat digunakan untuk media kultur, tetapi
senyawa ini sulit untuk larutdan biasanya akan terpresipitasi setelah media dibuat.
Masalah ini dipecahkan oleh Murashige & Skoog dengan men ”chelate” besi
dengan menggunakan asam etilen diamintetraasetik (EDTA).
Kobal (Co) dan iodin (I) juga dapat ditambahkan dalam media tetapi kebutuhan
yang jelas untuk pertumbuhan sel belum diketahui. Natrium (Na) dan klorida (Cl)
juga digunakan pada beberapa media tetapi tidak begitu penting untuk
pertumbuhan sel. Konsentrasi Cu dan Co yang biasanya ditambahkan pada media
sekitar 0.1 µM, Fe dan Mo 1 µM, I 5µM, Zn 5-30 µM, Mn 20-90 µM, dan B 25-
100 µM.
Sumber karbohidrat yang biasanya digunakan dalam media kultur adalah sukrosa.
Glukosa dan fruktosa dalam beberapa hal dapat digunakan sebagai pengganti
sukrosa, dimana glukosa mempunyai efektivitas yang sama dengan sukrosa
dibanding dengan fruktosa. Karbohidrat lain yang pernah dicobakan adalah
laktosa, galaktosa, rafinosa, maltosa dan pati, tetapi semua karbohidrat tersebut
umumnya mempunyai hasil yang kurang baik dibandingkan sukrosa atau fruktosa.
Konsentrasi sukrosa normal dalam media kultur berkisar antara 2 dan 3%.
Karbohidrat harus tersedia dalam media kultur karena sangat sedikit sel dari jenis
tanaman yang diisolasi dapat bersifat autotropik, yaitu kemampuan menyediakan
kebutuhan karbohidrat sendiri melalui asimilasi CO2 selama proses fotosintesa.
Sukrosa dalam media kultur secara cepat akan diurai menjadi fruktosa dan
glukosa. Glukosa adalah yang pertama digunakan oleh sel, diikuti oleh fruktosa.
Saat media disterilisasi dengan autoclave, sebagian sukrosa akan mengalami
hidrolisa. Apabila sukrosa yang diautoklap ada bersama komponen media lain
maka proses hidrolisa akan lebih besar. Kultur dari beberapa spesies tanaman
akan tumbuh baik pada media yang sukrosanya diautoklap dibandingkan dengan
media yang sukrosanya disterilisasi dengan filter. Hal ini dimungkinkan akan
menguntungkan sel-sel karena tersedianya glukosa dan fruktosa.
4. Vitamin
Sumber nitrogen organik yang paling banyak digunakan dalam media kultur
adalah asam amino campuran (casein hidrolisat), L-glutamin, L-asparagin, dan
adenin. Casein hidrolisat umumnya digunakan pada konsentrasi antara 0.05-0.1%.
Asam amino biasanya ditambahkan pada media terdiri dari beberapa macam,
karena sering diperoleh bahwa penambahan satu jenis asam amino saja justru
dapat menghambat pertumbuhan sel. Contoh penambahan asam amino dalam
media untuk meningkatkan pertumbuhan sel adalah glisin 2 mg/L, glutamin
hingga 8mM, asparagin 100 mg/L, arginin dan sistein 10 mg/L, dan tirosin 100
mg/L. Adenin sulfat juga sering ditambahkan pada media kultur yang fungsinya
dapat menstimulir pertumbuhan sel dan meningkatkan pembentukan tunas.
Arang aktif (activated charcoal) juga sering digunakan pada media kultur.
Beberapa hasil penelitian menunjukkan pengaruh yang menguntungkan dan juiga
dapat merugikan. Pada kultur beberapa tanaman seperti anggrek, bawang, wortel
dan tomat dapat menstimulir pertumbuhan dan diferensiasi, tetapi pada kultur
tanaman tembakau, kedelai dan teh justru akan menghambat pertumbuhan.
Pengaruh arang aktif umumnya diarahkan pada salah satu dari tiga hal berikut:
penyerapan senyawa-senyawa penghambat, penyerapan zat pengatur tumbuh atau
menggelapkan warna media. Penghambatan pumbuhan karena kehadiran arang
aktif umumnya karena arang aktif dapat menyerap ZPT. NAA, kinetin, BAP, IAA
dan 2iP semuanya dapat terikat oleh artang aktif.
IAA dan 2iP merupakan ZPT yang paling cepat terikat oleh arang aktif. Arang
aktif dapat menstimulasi pertumbuhan sel umumnya karena kemampuan arang
aktif mengikat senyawa fenol yang bersifat toksik yang diproduksi biakan selama
dalam kultur. Konswentrasi aArang aktif yang ditambahkan kedalam media kultur
umumnya sebanyak 0.5-3%.
Media kultur jaringan tanaman dapat dibuat padat atau semi padat, yaitu dengan
penambahan bahan pemadat berupa agar. Dibandingkan bahan pemadat lain, agar
mempunyai beberapa keuntungan, yaitu (i) saat dicampur dengan air, agar akan
terbentuk bila dilelehkan pada suhu 60o-100oC dan memadat pada suhu 45oC; (ii)
gel agar bersifat stabil pada suhu inkubasi; (iii)agar gel tidak bereaksi dengan
komponen dalam media dan tidak dicerna oleh ensim tanaman. Kualitas fisik agar
dalam media kultur tergantung pada konsentrasi dan merek agar yang diguinakan
serta pH media. Konsentrasi agar yang digunakan dalam media kultur berkisar
antara 0.5-1%, dengan catatan pH media sesuai dengan aturan. Penggunaan arang
aktif (0.8-1%) dapat mempengaruhi kepadatan agar yang terbentuk.
Kemurnian agar yang digunakan dalam media kultur juga merupakan faktor yang
penting. Agar yang mengandung garam-garam Ca, Mg, K dan Na dapat
mempengaruhi ketersediaan hara dalam media. Oleh karena itu penggunaan agar
yang murni sangat diperlukan terutama untuk tujuan percobaan. Untuk
memurnikan agar dapat dilakukan dengan cara mencuci dengan air destilasi
selama 24 jam kemudian dibilas dengan ethanol dan dikeringkan pada suhu 60oC
selama 24 jam.
Bahan pemadat lain yang pernah dicobakan adalah gelatin pada konsentrasi 10%,
akan tetapi terdapat kesulitan karen gelatin meleleh pada suhu 25oC. Methosel
dan alginat juga pernah dicobakan sebagai bahan pemadat media, tetapi kedua
bahan tersebut sulit penanganannya serta harganya cukup mahal. Bahan lain yang
dapat digunakan adalah agarose (konsentrasi 0.35-0.7%), dimana jenis agar ini
banyak digunakan pada pekerjaan teknik kultur protoplas. Saat ini bahan pemadat
yang banyak digunakan adalah agar sintetik yaitu Phytagel (produk Sigma
Chemical) dan Gelrite (produk Kelco Corp.). Agar jenis ini hanya digunakan 2-
2.5 g/L dan menghasilkan gel yang bening yang cocok untuk mendeteksi ada
tidaknya kontaminan.
Gel agar juga berfungsi sebagai penopang agar biakan atau eksplan yang ditanam
dalam media tetap pada tempatnya (tidak bergerak atau berpindah). Metoda lain
yang dapat digunakan untuk penopang atau penyangga biakan adalah jembatan
kerta filter (filter paper bridges), sumbu kertas filter (filter paper wick), busa
poliuretran, celophane berlubang dan poliester. Apakah eksplan akan tumbuih
lebih baik pada media agar atau dengan penyangga, tergantung dari spesies
tanaman yang dikulturkan.
Terdapat empat klas zat pengatur tumbuh (ZPT) yang penting dalam kultur
jaringan tanaman, yaitu: auksin, sitokinin, giberelin dan asam absisik. Skoog dan
Miller adalah yang pertama melaporkan bahwa perbandingan auksin dan sitokinin
menentukan jenis dan berapa besar proses organogenesis dalam kultur jaringan
tanaman. Auksin dan sitokinin yang ditambahkan kedalam media kultur
mempunyai tujuan untuk mendapatkan morfogenesis, meskipun perbandingannya
untuk mendapatkan induksi akar dan tunas bervariasi baik ditingkat genus, spesies
bahkan kultivar.
Kultur jaringan (tissue culture) sampai saat ini digunakan sebagai suatu
istilah umum yang meliputi pertumbuhan kultur secara aseptik dalam wadah yang
umumnya tembus cahaya. Sering kali kultur aseptik disebut juga kultur in vitro
yang artinya sebenarnya adalah kultur di dalam gelas. Dalam pelaksanaannya
dijumpai beberapa tipe-tipe kultur, yakni :
1. Kultur biji (seed culture), kultur yang bahan tanamnya menggunakan biji.
5. Kultur protoplasma. eksplan yang digunakan adalah sel yang telah dilepas
bagian dinding selnya menggunakan bantuan enzim. Protoplas diletakkan pada
media padat dibiarkan agar membelah diri dan membentuk dinding selnya
kembali. Kultur protoplas biasanya untuk keperluan hibridisasi somatik atau fusi
sel soma (fusi 2 protoplas baik intraspesifik maupun interspesifik).
6. Kultur haploid adalah kultur yang berasal dari bagian reproduktif tanaman,
yakni: kepalasari/anther (kultur anther/mikrospora), tepungsari/pollen (kutur
pollen), ovule (kultur ovule), sehingga dapat dihasilkan tanaman haploid.
Sterilisasi uap air atau dengan uap air betekanan tinggi mampu membunuh
semua mikro-organisme pengganggu seperti jamur dan bakteri atau bahkan benih
gulma. Sterilisasi uap air bisa dilakukan dengan cara sederhana yaitu
menggunakan panci untuk menanak nasi. Untuk cara ini diperlukan waktu yang
lebih lama dibandingkan dengan sterilisasi uap air bertekanan tinggi
menggunakan autoklaf.
Cara ini umumnya dilakukan dengan merendam media tanam yang sudah
bersih ke dalam air yang sudah dicampur dengan bahan kimia yang sifatnya
antimikrobial spektrum luas. Berikut adalah beberapa disinfektan yang bisa
digunakan untuk steriliasasi media tanam anggrek.
Jika anda ingin sterilisasi media tanam anggrek menggunakan bahan aktif
seperti di atas caranya sangat gampang. Campur bahan aktif seperti yang
dicontohkan dengan air bersih dengan dosis 1:1 (1 ml bahan aktif : 1 liter air ).
Rendam media tanam selama 12 – 24 jam. Meskipun sejatinya ini adalah proses
disinfeksi bakteri, tapi karena bahan-bahan tersebut memiliki sifat yang korosif.
Dengan demikian benih-benih gulma pun juga akan mati.
Jika 2 pilihan di atas dirasa belum mecukupi, anda bisa melakukan treatmen
lagi dengan merendam media tanam ke dalam larutan fungisida dan bakterisida.
Larutan fungisida digunakan untuk mengendalikan jamur sementara bakterisida
digunakan untuk membunuh bakteri. Ada beberapa jenis fungisida berdasarkan
cara kerjanya dan yang bisa dipilih untuk sterilisasi media tanam adalah jenis
fungisida kontak. Jenis bakterisida pada produk-produk yang beredar di pasaran
kebanyakan memiliki cara kerja disinfeksi (merusak atau menghambat
pertumbuhan sel bakteri).
Contoh merek dagang yang bisa digunakan seperti Dithane M-45 (fungisida
kontak), AmistarTop (Fungisida Kontak dan Sistemik), dan Agrept 20 WP
(bakterisida).