Anda di halaman 1dari 185

KATA PENGANTAR

Segala puji hanya milik Allah Swt, yang telah memberikan


kesempatan dan kemampuan untuk menyusun buku ajar Al-Islam dan
Kemuhammadiyahan (AIK ) III. Buku ajar ini diambil dan disusun dari hasil
diskusi kelas, yang berlangsung selama satu semester, terutama
mahasiswa yang memprogramkan mata kuliah Al-Islam
Kemuhammadiyahan (AIK) III.

Bahan Ajar ini disusun sebagai bahan dasar dalam mata kuliah Al-
Islam Kemuhammadiyahan (AIK) III dalam lingkungan Universitas
Muhammadiyah Makassar pada semua program studi kecuali Fakultas
Pendidikan Agama Islam.

Selanjutnya kami dari penyusun menyadari sepenuhnya bahwa bahan


ajar ini masih sangat jauh dari kesempurnaan, untuk itu kepada seluruh
pembaca sudilah kiranya memberikan masukan untuk lebih
menyempurnakan buku ajar ini agar lebih sempurna.

Akhirnya harapan kami buku ajar ini dapat bermanfaat kepada seluruh
mahaisiswa dan pembaca yang membutuhkannya, kepada mereka yang
telah menyumbangkan makalahnya untuk menyusun bahan ajar ini, kami
ucapkan banyak terima kasih, mudah-mudahan usaha kita ini dinilai
sebagai suatu ibadah disisi Allah swt.

Hormat kami
Penyusun
Tim AIK III

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………............................................ i
DAFTAR ISI……………………………………………………………… ii
BAB I. AQIDAH………………………………………………………… 1
A. Latar Belakang………………………………………………… 1
B. Pengertian Aiqah……………………………………………… 1
C. Pembagian Aqidah Tauhid…………………………………… 3
D. Ciri-ciri Orang Beriman………………………………………… 5
E. Hal-hal Yang merusak Aqidah………………………………… 6
BAB II. IMAN KEPADA ALLAH………………………………………… 14
A. Latar Belakang………………………………………………….. 14
B. Pengertian Iman Kepada Allah………………………………… 14
C. Cara Beriman Kepada Allah…………………………………… 16
BAB III. IMAN KEPADA MALAIKAT…………………………………. 18
A. Pengertian Iman Kepada Malaikat……………………………… 18
B. SIfat-sifat Malaikat………………………………………………… 18
C. Nama-nama dan Tugas Malaikat……………………………… 20
D. Hikmah Beriman Kepada Malaikat…………………………… 21
BAB IV IMAN KEPADA KITAB ALLAH……………………………… 22
A. Latar Belakang………………………………………………… 22
B. Pengertian Iman Kepada Kitab Allah………………………… 22
C. Pembagian Kitab Allah………………………………………… 23
D. Fungsi Kitab Allah …………………………………………… 25
BAB V. IMAN KEPADA RASUL……………………………………… 27
A. Latar Belakang………………………………………………… 27
B. Pengertian Iman Kepada Rasul…………………………… 27
C. Nama-nama Nabi dan Rasul…………………………………. 28
D. SIfat-sifat Nabi dan Rasul…………………………………… 28
E. Tugas Para Nabi dan Rasul……………………………… 29
F. Hikmah Beriman Kepada Rasul-rasul Allah……………… 30
BAB VI. IMAN KEPADA HARI AKHIR…………………………… 31
A. Latar Belakang………………………………………………… 31
B. Pengertian Yaumul AKhir…………………………………… 31
C. Tanda-Tanda Datangnya Hari Kiamat……………………… 32
D. Peristiwa hari Akhir…………………………………………… 33
E. Nikmat Syurga dan Siksa Neraka…………………………… 34
F. Dalil Nash dan Argumentasi Adanya Kebangkitan 36
Manusia…………………………………………………………… 38
BAB VII. IMAN KEPADA QADHA DAN QADAR……………………… 38
A. Latar Belakang……………………………………………………. 38
B. Pengertian Iman Kepada Qadha dan Qadhar………………… 40
C. Hikmah Beriman Kepada Qadha dan Qadhar………………… 41
D. Fungsi Beriman Kepada Qadha dan Qadhar………………… 42
2
E. Ciri Prilaku Orang beriman Kepada Qadha dan Qadhar…… 42
BAB VIII. AKHLAK……………………………………………………….. 42
A. Pengertian Akhlak………………………………………………… 44
B. Pembagian Akhlak………………………………………………... 45
C. Dasar Pembentukan Akhlak…………………………………….. 50
D. 50
BAB IX. TAFSIR 12 LANGKAH MUHAMMADIYAH…………………. 52
57
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………… 61

3
BAB I
AQIDAH
Nilai suatu ilmu ditentukan oleh kandungan ilmu tersebut. Semakin
besar nilai manfaatnya, semakin penting ilmu tersebut untuk dipelajari.
Ilmu yang paling utama adalah ilmu yang mengenalkan seorang hamba
kepada Allah SWT, Sang Pencipta. Orang-orang yang tidak mengenal
Allah Subhana Wataalah adalah orang yang bodoh, karena tidak ada
orang yang lebih bodoh dari pada orang yang tidak mengenal
penciptanya. Hal ini diungkapkan oleh Allah Subhana Wataalah dalam
Aquran Surah Al-Baqarah:13
   
  
  
   
  
   
Apabila dikatakan kepada mereka: "Berimanlah kamu sebagaimana
orang-orang lain Telah beriman." mereka menjawab: "Akan berimankah
kami sebagaimana orang-orang yang bodoh itu Telah beriman?" Ingatlah,
Sesungguhnya merekalah orang-orang yang bodoh; tetapi mereka tidak
tahu.(QS. Al-baqarah:13).

Orang-orang yang tidak mengimani Allah Subhana Wataalah menuduh


orang-orang yang beriman bodoh padahal menurut Allah Subhana
Wataalah justru orang-orang yang tidak berimanlah sesungguhnya orang
yang bodoh, akan tetapi mereka tidak menyadari kebodohannya. Agar
manusia mengenal dan mengimani Allah Subhana Wataalah, maka Allah
telah mengutus para Nabi dan Rasul untuk membimbing manusia untuk
mengenal Allah Subhana Wataalah. Sebagaimana Allah sampaikan
dalam Alquran Surah Al-anbiya:25
   
    

4
    
 
Dan kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu melainkan
kami wahyukan kepadanya: "Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak)
melainkan aku, Maka sembahlah olehmu sekalian akan aku"(Qs. Al-
anbiya:25)

Dalam rangka mengajarkan pentauhidan kepada Allah, telah diutus


beribu-ribu Nabi, menurut hadits yang disampaikan oleh Abu Dzar bahwa
jumlah para Nabi sebanyak 124.000 orang, namun jumlah yang
sebenarnya hanya Allah saja yang mengetahuinya, semuanya
menyerukan kepada tauhid (Imam Bukhari, t.th.). Sementara dari jalan
sahabat Abu Umamah disebutkan bahwa jumlah para Rasul 313
(Atthabrani, t.th), hal ini dimaksudkan agar manusia berjalan sesuai
dengan kehendak Sang Pencipta melalui wahyu yang dibawa oleh Sang
Rasul. Diantara mereka ada yang menerima seruan para Nabi dan
Rasul mereka itu disebut mukmin, orang yang menolaknya disebut kafir
serta orang yang ragu-ragu disebut munafik yang merupakan bagian dari
kekafiran.
Begitu pentingnya aqidah tauhid ini, sehingga Nabi Muhammad Saw,
sebagai penutup para Nabi dan Rasul telah membimbing umatnya selama
13 tahun ketika berada di Makkah dengan menekankan masalah aqidah
ini, karena aqidah adalah landasan semua amalan, bahkan merupakan
landasan bangunan Islam (Haekal, 2015).
A. Pengertian Aqidah.
Kata "‘aqidah" diambil dari kata dasar "al-‘aqdu" yaitu ar-
rabth(ikatan), al-Ibraam (pengesahan), al-ihkam(penguatan), at-
tawatstsuq(menjadi kokoh, kuat), asy-syaddu biquwwah(pengikatan
dengan kuat), at-tamaasuk(pengokohan) dan al-itsbaatu(penetapan). Di
antaranya juga mempunyai arti al-yaqiin(keyakinan) dan al-
jazmu(penetapan)(Abdullah bin Abdul Hamid Al-Atsari, t.th).

5
"Al-‘Aqdu" (ikatan) lawan kata dari al-hallu (penguraian, pelepasan).
Dan kata tersebut diambil dari kata kerja: " ‘Aqadahu" "Ya'qiduhu"
(mengikatnya), " ‘Aqdan" (ikatan sumpah), dan " ‘Uqdatun Nikah" (ikatan
menikah).
Aqidah artinya ketetapan yang tidak ada keraguan pada orang yang
mengambil keputusan. Sedang pengertian aqidah dalam agama
maksudnya adalah berkaitan dengan keyakinan bukan perbuatan. Seperti
aqidah dengan adanya Allah dan diutusnya pada Rasul. Bentuk jamak
dari aqidah adalah aqa-id (Aminudin, Mohd Radzi, & Nik Yusri, 2006).
Jadi kesimpulan arti aqidah secara bahasa adalah apa yang telah
menjadi ketetapan hati seorang secara pasti adalah aqidah; baik itu benar
ataupun salah.
Pengertian aqidah secara istilah (terminologi) yaitu perkara yang
wajib dibenarkan oleh hati dan jiwa menjadi tenteram karenanya,
sehingga menjadi suatu kenyataan yang teguh dan kokoh, yang tidak
tercampuri oleh keraguan dan kebimbangan (Anwar, 2015). Sedangkan
menurut Abu Bakar Jabir al Jazairy, yang dikutip oleh Ilyas (1992)
Aqidah adalah sejumlah kebenaran yang dapat diterima secara umum
(aksioma) oleh manusia berdasarkan akal, wahyu dan fitrah. Kebenaran
itu dipatrikan oleh manusia di dalam hati serta diyakini kesahihan dan
keberadaannya secara pasti dan ditolak segala sesuatu yang
bertentangan dengan kebenaran itu.
Berdasarkan keterangan yang telah dipaparkan sebelumnya dapat
disimpulkan bahwa aqidah menurut makna terminologi adalah keimanan
yang pasti dan tidak terkandung suatu keraguan apapun pada orang
yang menyakininya dan harus sesuai dengan kenyataannya; yang tidak
menerima keraguan atau prasangka. Jika hal tersebut tidak sampai pada
tingkat keyakinan yang kokoh, maka tidak dinamakan aqidah. Dinamakan
aqidah, karena orang itu mengikat hatinya diatas hal tersebut.

6
Aqidah dalam Al-Qur’an di jabarkan dalam surat (Al-Maidah, 5:15-
16)
  
  
   
  
    
   
   
   
  
 
  
 
   
Hai ahli kitab, Sesungguhnya Telah datang kepadamu Rasul kami,
menjelaskan kepadamu banyak dari isi Al Kitab yang kamu sembunyi kan,
dan banyak (pula yang) dibiarkannya. Sesungguhnya Telah datang
kepadamu cahaya dari Allah, dan Kitab yang menerangkan. Dengan Kitab
Itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keredhaan-Nya ke
jalan keselamatan, dan (dengan Kitab itu pula) Allah mengeluarkan
orang-orang itu dari gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang
dengan seizin-Nya, dan menunjuki mereka ke jalan yang lurus.

 
  
  
  
    
  
   

“Dan agar orang-orang yg telah diberi ilmu meyakini bahwasannya


Al-Qur’an itulah yg hak dari Tuhanmu lalu mereka beriman dan tunduk
hati mereka kepadanya dan sesungguhnya Allah adalah Pemberi
Petunjuk bagi orang-orang yg beriman kepada jalan yang lurus.” (Al-Haj
22:54)

B. Pembagian aqidah tauhid dalam islam

7
Tauhid dibagi atas tiga bahagian yaitu tauhid Rububiyah, tauhidu
uluhiyah, tauhid mulukiyah, dan tauhid asma wa sifat. Pada tulisan berikut
penulis akan menguraikan satu persatu:
1. Tauhid Rububiyah
Tauhid rububiyah yaitu mentauhidkan Allah dalam perbuatan-Nya,
seperti mencipta, menguasai, memberikan rizki, mengurusi makhluk,
memberi jodoh, menghidupkan dan mematikan, melindungi, memelihara
dan lain-lain, yang semuanya hanya Allah semata yang mampu (Afrizal,
2018). Semua orang meyakini adanya Rabb yang menciptakan,
menguasai, dll. Kecuali seorang atheis yang berkeyakinan tidak adanya
Rabb bahkan mereka mengatakan Tuhan sudah mati. Begitupula
dikalangan kaum Zoroaster yang menyakini adanya dua pencipta yaitu
pencipta kebaikan dan pencipta keburukan, keyakinan ini juga
bertentangan dengan aqidah yang lurus.
2. Tauhid Uluhiyah
Tauhid uluhiyah adalah mentauhidkan Allah dalam perbuatan-perbuatan
yang dilakukan oleh seorang hamba, yaitu mengikhlaskan ibadah kepada
Allah, yang mencakup berbagai macam ibadah seperti : tawakal, nadzar,
takut, khosyah, pengharapan, dll. Tauhid inilah yang membedakan umat
Islam dengan kaum musyrikin (Afrizal, 2018). Jadi seseorang belum cukup
untuk mentauhidkan Allah dalam perbuatan-Nya (tauhid rububiyah) tanpa
menyertainya dengan mengikhlaskan semua ibadah hanya kepada-Nya
(tauhid uluhiyah). Karena orang musyrikin dulu juga meyakini bahwa Allah
yang mencipta dan mengatur, tetapi hal tersebut belum cukup memasukkan
mereka ke dalam Islam, sebagaimana disampaikan kepada oleh Allah
dalam Qs, Lukman: 25
   
 
   

8
    
  
Dan Sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka: "Siapakah yang
menciptakan langit dan bumi?" tentu mereka akan menjawab: "Allah".
Katakanlah : "Segala puji bagi Allah"; tetapi kebanyakan mereka tidak
Mengetahui (Qs.Lukman:25)

Tauhid uluhiyah inilah yang menjadi inti pembahasan dari setiap kitab
tauhid, oleh karena pentauhidan Allah merupakan hak Allah terhadap
hamba-Nya”. Hal ini didasari oleh perkataan Rasulullah terhadap Muadz
bin Jabbal di atas keledai,

,‫ هللا و رسوله أعلم‬: ‫ أ تدرى ما حق هللا على عباد ؟ ( قال‬,‫ ) يا معاذ‬: ‫قال رسول هللا صلى هللا عليه و سلم‬
‫ )أن ال‬: ‫ قال‬,‫ هللا و رسوله أعلم‬: ‫ أ تدرى ما حقهم عليه ؟( قال‬, ,‫ ) أن يعبدوه وال يشركو به شيأ‬: ‫قال‬
) ‫ ) و حق العباد على هللا عز و خل أن ال يعذب من ال يشرك به شيأ‬: ‫يعذبهم( و فى لفظ لمسلم‬

Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam bersabda : “wahai Mu’adz, tahukah


engkau apa hak Allah atas para hamba-Nya ?” Mu’adz berkata : Allah dan
Rasul-Nya lebih mengetahui, Beliau bersabda : (yaitu)“hendaknya mereka
beribadah kepada-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu
apapun, (dan) tahukah engkau hak hamba terhadap Allah ?” Mu’adz
berkata : Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui, Beliau bersabda : “Dia
tidak akan mengadzab mereka.

3. Tauhid Mulkiyah
Tauhid Mulkiyah secara terminologis yaitu “Keyakinan mengakui hanya
Allah sebagai pemilik, atau sebagai penguasa (raja) yang wajib ditaati.
Tidak ada kedaulatan dan kerajaan lain yang boleh diakui apalagi ditaati”.
Mengakui selain itu dapat dinyatakan sebagai musyrik mulkiyah.
Kepemilikan atau kekuasaan yang disebut sebagai Mulkiyah Allah di bumi
diproyeksikan dalam bentuk hubungan makhluk dengan Khalik dalam
semua kelembagaan. Wahyu Allah menjelaskan secara tepat dan rinci
adanya suatu Lembaga Kedaulatan Allah di bumi, yang disebut Khalifah fil
ardhi. Seseorang menjalankan kekuasaan di Muka bumi dalam rangka
menjalankan tugas yang diberikan oleh Allah di muka bumi (Anwar, 2019),
sebagaimana Allah Subhana wataalah sampaikan dalam Qs. An-naml:62
9
   
  
 
     
   
Atau siapakah yang memperkenankan (doa) orang yang dalam kesulitan
apabila ia berdoa kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan dan
yang menjadikan kamu (manusia) sebagai khalifah di bumi[1104]? apakah
disamping Allah ada Tuhan (yang lain)? amat sedikitlah kamu
mengingati(Nya) (Qs. An-Naml:62).

4. Tauhid Asma Wa Sifat


Mengimani dan menetapkan apa yang sudah ditetapkan Allah di dalam
Al Quran dan oleh Nabi-Nya di dalam hadits mengenai nama dan sifat
Allah tanpa merubah makna, mengingkari, mendeskripsikan bentuk/cara,
dan memisalkan (Shafik & Abu bakar, 2009). Allah Subhana Wataalah
menyampaikan dalam Qs. Al-a’raf:180
  
   
  
   
  
Hanya milik Allah asmaa-ul husna[585], Maka bermohonlah kepada-Nya
dengan menyebut asmaa-ul husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang
menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya[586].
nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang Telah mereka
kerjakan (Qs. Al-a’raf:180)

C. Ciri-ciri orang beriman:


Ciri-ciri orang yang beriman secara rinci disebutkan oleh Allah Subhana
wataalah dalam Qs. Al-anfal 2-3 begitupula dijelaskan oleh Allah dalam
Qs. As-sajadah:15-16 , yaitu:
 
   
  
10
  
  
  
 
 
  
Sesungguhnya orang-orang yang beriman[594] ialah mereka yang bila
disebut nama Allah[595] gemetarlah hati mereka, dan apabila
dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan
Hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal.(yaitu) orang-orang yang
mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian dari rezki yang
kami berikan kepada mereka (Qs. Al-anfal:2-3).
 
 
  
 
 
  
  
  
  
  
  

Sesungguhnya orang yang benar benar percaya kepada ayat ayat


kami adalah mereka yang apabila diperingatkan dengan ayat ayat itu
mereka segera bersujud[1192] seraya bertasbih dan memuji
Rabbnya, dan lagi pula mereka tidaklah sombong. Lambung mereka
jauh dari tempat tidurnya, sedang mereka berdoa kepada Tuhannya
dengan rasa takut dan harap, dan mereka menafkahkan sebahagian
dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka.

Berdasarkan Qs. Al-anfal:2-3 dan Qs. Assajadah:15-16, dapat


disimpulkan bahwa ciri-ciri orang beriman ada beberapa di antaranya
apa bila disebut nama Tuhannya maka bergetarlah hatinya dan apa
bila dibacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, maka bertambahlah
imannya, mereka selalu mendirikan shalat dan menginfakkan hartanya
di jalan Allah serta selalu bertawakkal kepada Allah, jika diperingatkan
dengan ayat-ayat Allah mereka segera bersujud seraya bertasbih dan
11
memuji Rabnya dan tidak menyombongkan diri. Mereka senang
bangun shalat malam disaat orang lain terlelap dalam tidur, selalu
berdoa kepada Tuhannya dengan penuh harap dan rasa takut dan
senang menafkahkan sebagian reski yang diberikan oleh Allah
Subhana Wataalah. Sedangkan pada surah Al-hujrat:15 Allah
menyampaikan siapa orang yang beriman, yaitu orang yang beriman
kepada Allah dan Rasul-Nya tanpa ragu dan menyiapkan jiwa dan
harta untuk berjuang di jalan Allah. Penggambaran orang yang
beriman ini disampaikan oleh Allah pada surah berikut:
 
  
  
 
 
    
  
Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang
yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya kemudian mereka tidak
ragu-ragu dan mereka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada
jalan Allah, mereka itulah orang-orang yang benar (Qs. Al-hujrat:15).

D. Hal-hal yang Merusak Aqidah Tauhid


Ada beberapa hal yang dapat merusak aqidah tauhid seseorang, dan
sekaligus dapat mengakibatkan batalnya ke Islaman seseorang. Di antara
perbuatan atau keyakinan yang dapat merusak aqidah adalah:
1. Syirik
Syirik adalah menduakan Allah Subhana Wataalah baik dalam
keyakinan maupun dalam penyembahan. Syirik adalah dosa terbesar
diantara dosa kepada Allah Subhana Wataalah, sebagaimana Firman-Nya
dalam QS. Luqman : 13
   
   
   
   
12
Artinya: Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia
memberi pelajaran kepadanya: “Hai anakku, janganlah kamu
mempersekutukan (Allah) sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah
benar-benar kezaliman yang besar”.

Dosa syirik juga merupakan dosa yang tidak akan diampuni oleh Allah
Subhana Wataalah, bahkan menjadi penyebab seseorang di masukkan ke
dalam api Neraka Jahannam, sebagaimana Allah Subhana Wataalah
sampaikan pada Qs. Annisa:48
     
   
    
  
   
Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan dia
mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang
dikehendaki-Nya. barangsiapa yang mempersekutukan Allah, Maka
sungguh ia Telah berbuat dosa yang besar (Qs. Annisa:48)

Dosa syirik disamping tidak diampuni oleh Allah, mereka juga akan
dimasukkan ke dalam api Neraka, sebagaimana Allah jelaskan pada Qs.Al-
maidah:72
   
   
   
 
  
    
   
  
   
   
Sesungguhnya Telah kafirlah orang-orang yang berkata: "Sesungguhnya
Allah ialah Al masih putera Maryam", padahal Al masih (sendiri) berkata:
"Hai Bani Israil, sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu". Sesungguhnya
orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, Maka pasti Allah
mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah
ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolongpun (Qs. Al-maidah:72).
13
Secara etimologis, syirik yang berakar fi'il madhi yang dalam mu jam
maqayis al-Lughah terdiri atas huruf-huruf syin, ra' dan kaf mempunyai dua
makna asli. Pertama ; bermakna perbandingan atau perselisihan individu,
dan kedua bermakna terbentang dan lurus (Abi al-Husain, t.th.) Syirik
dalam arti umum, yaitu menyamakan sesuatu selain Allah dengan Allah
pada apa yang menjadi kekhususan Allah. Yang dimaksud dengan
penyamaan disini adalah semua bentuk kesekutuan, baik Allah menyamai
yang lain pada kesekutuan itu, maupun Allah melebihinya.
Syirik dalam arti khusus yaitu menjadikan sesuatu selain Allah sebagai
Tuhan yang disembah dan ditaati disamping Allah. Inilah makna syirik yang
secara langsung dipahami ketika ia disebut dalam Al-Qur’an, sunnah dan
ucapan kaum salaf. Maka siapa saja yang menjadikan sesuatu atau
seseorang sebagai sembahan yang ditaati selain Allah, ia disebut musyrik,
Allah berfirman dalam QS. Yunus: 18:
    
   
 
    
   
    
  
  


Artinya: Dan mereka menyembah selain daripada Allah apa yang tidak
dapat mendatangkan kemudharatan kepada mereka dan tidak (pula)
kemanfa`atan, dan mereka berkata: “Mereka itu adalah pemberi syafa`at
kepada kami di sisi Allah”. Katakanlah: “Apakah kamu mengabarkan
kepada Allah apa yang tidak diketahui-Nya baik di langit dan tidak (pula) di
bumi?” Maha Suci Allah dan Maha Tinggi dari apa yang mereka
mempersekutukan (itu).

E. Jenis-jenis syirik

14
Ada beberapa jenis syirik yang biasa diamalkan oleh ummat Islam baik
secara sengaja maupun secara tidak sengaja, di antaranya adalah syirik
besar yaitu menjadikan sekutu selain Allah yang ia sembah dan taati
sama seperti ia menyembah dan mentaati Allah. Sedangkan syirik kecil
adalah menyamakan sesuatu selain Allah dengan Allah dalam bentuk
perkataan atau perbuatan. Sementara syirik dalam bentuk amal adalah
riya. Sedangkan dalam bentuk perkataan lisan adalah lafadz-lafadz yang
mengandung makna menyamakan Allah dengan sesuatu yang lain.
syirik tersembunyi adalah syirik yang tersembunyi dalam hakikat
kehendak hati, ucapan, lisan, berupa penyerupaan antara Allah dengan
makhluk.
1. Jenis-jenis Syirik Besar
Ada beberapa jenis syirik yang dapat dikategorikan sebagai syirik
besar, di antaranya adalah:
a. Syirik Doa
Syirik dalam doa yaitu berdoa kepada selain Allah, sama seperti
berdoa kepada Allah, baik sebagai permohonan maupun sebagai ibadah.
jika dengan doa itu ia memohon manfaat atau meminta dihindarkan dari
bahaya, maka itu disebut sebagai doa permohonan. Dengan demikian,
semua bentuk perilaku menyamakan selain Allah dengan Allah dalam
ibadah dan ketaatan, merupakan perilaku mempersekutukan Allah. Itu
adalah syirik besar. Maka doa dengan kedua jenisnya, adalah sebentuk
ibadah kepada Allah swt. Maka, kita tidak boleh memohon kepada makhluk
yang sudah mati atau gaib untuk memenuhi kebutuhan atau
mengeluarkan dari suatu musibah. Jenis syirik ini merupakan yang paling
besar dan paling banyak terjadi dikalangan kaum musyrikin. Allah
berfirman dalam QS. Al-Isra: 56-57:
  
   
  
15
   
  
  
  
 
   
   

Artinya Katakanlah: “Panggillah mereka yang kamu anggap (tuhan) selain
Allah, maka mereka tidak akan mempunyai kekuasaan untuk
menghilangkan bahaya daripadamu dan tidak pula memindahkannya”.
Orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada
Tuhan mereka siapa di antara mereka yang lebih dekat (kepada Allah) dan
mengharapkan rahmat-Nya dan takut akan azab-Nya; sesungguhnya azab
Tuhanmu adalah suatu yang (harus) ditakuti.

b. Syirik dalam niat, motivasi dan tujuan


Syirik dalam niat, motivasi dan tujuan yaitu bahwa seorang hamba
melakukan suatu pekerjaan dengan niat, motivasi dan tujuan mutlak selain
Allah. Ini adalah syirik dalam aqidah dan keyakinan. Niat, motivasi, tujuan
dalam melakukan suatu ibadah seharusnya hanya karena Allah Subhana
wataalah, sebagaimana Allah Swt, sampaikan dalam Q.S Al-bayyinah:5
  
  
  
 
  
  

Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan
memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang
lurus[1595], dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat;
dan yang demikian Itulah agama yang lurus (Qs. Al-bayyinah:5)

c. Syirik dalam ketaatan


Syirik dalam ketaatan yaitu mentaati sesuatu sama dengan taatnya
kepada Allah Subhana Wataalah, sekalipun bertentangan dengan

16
ketentuan Allah. Misalnya membuat dan menentukan syariat dan hokum
dan mereka mentaatinya padahal bertentangan dengan hokum dan syariat
Allah Subhana Wataala, oleh Karena yang berhak membuat syariat, hukum
dan memerintah adalah hak khusus Allah. Firman Allah QS Al Maidah ; 49
   
   
 
    
    
  
   
   
  
 

Artinya: dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka


menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa
nafsu mereka. Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka
tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allah
kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan
Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan
menimpakan musibah kepada mereka disebabkan sebahagian dosa-dosa
mereka. Dan sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang
yang fasik.

d.Syirik dalam Cinta


Syirik dalam cinta yaitu bahwa ia mencintai sesuatu selain Allah sama
dengan cintanya kepada Allah, mungkin lebih sedikit mungkin juga lebih
banyak. Dan cintanya menimbulkan ketundukan dan kepasrahan. Allah
berfirman QS Al Baqarah: 165
    
  
   
  
     
  
   
17
   
 
Artinya: Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah
tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana
mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman sangat cinta
kepada Allah. Dan jika seandainya orang-orang yang berbuat zalim itu
mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa
kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya dan bahwa Allah amat berat
siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal)

Maksudnya, sebagian kaum musyrik ada yang menjadikan bagi Allah


sekutu dan tandingan yang mereka cintai dengan kecintaan yang sama
atau lebih kepada Allah. Tentu saja dengan derajat cinta kepada sekutu
dan tandingan itu yang berbeda-beda di antara mereka. Tetapi kecintaan
orang-orang beriman kepada Allah lebih kuat daripada kecintaan kaum
musyrikin kepada sembahan mereka. Atau bahwa kecintaan kaum
mukimin kepda Allah lebih kuat dari pada kecintaan kaum musyrik kepada
Allah. Sebab cinta kaum mukmin murni hanya kepada Allah sedang cinta
kaum musyrik tidak murni dan mendua.
Orang-orang yang mendahulukan cintanya selain kepada Allah, baik
kepada bapak-bapak mereka, anak-anak mereka, saudara-saudara
mereka, istri-istri mereka, harta-harta mereka dan perdagangan mereka,
serta tempat tinggal mereka, telah diingatkan oleh Allah Subhana Wataalah
dalam Qs. Attaaubah:24
   
 
 
 
 
 
  
  
  
  
    
18
 
 
Katakanlah: "Jika bapa-bapa , anak-anak , saudara-saudara, isteri-isteri,
kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang
kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah
lebih kamu cintai dari Allah dan RasulNya dan dari berjihad di jalan nya,
Maka tunggulah sampai Allah mendatangkan Keputusan NYA". dan Allah
tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik (Qs. At-taubah:24)

Mencinta sesuatu dibolehkan dengan syarat kecintaannya didasari oleh


kecintaan kepada Allah, misalnya seseorang mencintai saudaranya
sesama muslim karena Allah, mereka saling mencintai karena Allah, tidak
ada tendensi lain. Model cinta seperti ini malah akan mendapatkan
perlindungan dari Allah pada hari kiamat kelak pada saat tidak ada
perlindungan selain Allah Subhana, sebagaimana disampaikan dalam
hadits Rasululah Saw bahwa ada tujuh golongan yang akan di lindungi
oleh Allah pada hari kiamat pada saat tidak ada perlindungan kecuali
lindungan Allah, diantaranya adalah dua orang yang saling mencintai
bertemu karena Allah dan berpisah karena Allah. Rasululah Saw bersabda:

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa


sallam , Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tujuh golongan
yang dinaungi Allâh dalam naungan-Nya pada hari dimana tidak ada
naungan kecuali naungan-Nya: (1) Imam yang adil, (2) seorang pemuda
yang tumbuh dewasa dalam beribadah kepada Allâh, (3) seorang yang
hatinya bergantung ke masjid, (4) dua orang yang saling mencintai di jalan
Allâh, keduanya berkumpul karena-Nya dan berpisah karena-Nya, (5)
seorang laki-laki yang diajak berzina oleh seorang wanita yang mempunyai
kedudukan lagi cantik, lalu ia berkata, ‘Sesungguhnya aku takut kepada
Allâh.’ Dan (6) seseorang yang bershadaqah dengan satu shadaqah lalu ia
menyembunyikannya sehingga tangan kirinya tidak tahu apa yang
diinfaqkan tangan kanannya, serta (7) seseorang yang berdzikir kepada

19
Allâh dalam keadaan sepi lalu ia meneteskan air matanya. (HR. Al-Bukhari,
Muslim, dll).

e. Syirik Dalam Rasa Takut


Syirik dalam rasa takut yaitu rasa takut yang timbul dari asumsi
keyakinan akan terjadinya suatu mudharat. Rasa takut yang dimaksud
adalah puncak tertinggi, ujung dan penghabisannya yang tidak boleh
diberikan kecuali hanya kepada Allah. Allah berfirman dalam QS Ali Imran :
175
  
  
   
 
Artinya; Sesungguhnya mereka itu tidak lain hanyalah syaitan yang
menakut-nakuti (kamu) dengan kawan-kawannya (orang-orang musyrik
Quraisy), karena itu janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah
kepadaKu, jika kamu benar-benar orang yang beriman.

Rasa takut ada yang menimbulkan kesyirikan, misalnya seseorang takut


kepada suatu benda karena mereka menganggap benda itu memiliki
kekuatan yang dapat membuatnya sakit atau membunuhnya. Keyakinan
kepada patung dan berhala sehingga menimbulkan ketakutan kepadanya,
ketakutan terhadap sesame manusia yang menimbulkan kelalaian dalam
menjalankan kewajibannya, seperti takut pada atasan lalu melalaikan
kewajiban shalat. Ada juga ketakutan yang wajar seperti takut pada
harimau, takut pada singa, takut pada musuh yang menyerang tiba-tiba.
Takut kepada Allah dengan ketakutan sepenuh-penuhnya adalah termasuk
ketakutan yang wajib dan ketakutan ini termasuk takut tauhid. Seorang
Mukmin tidak boleh ada rasa takut kecuali hanya kepada Allah Subhana
Wataalah, sebagaimana Allah sampaikan dalam Alquran yang suci:
 
  
20
     
   
(yaitu) orang-orang yang menyapaikan risalah-risalah Allah[1222], mereka
takut kepada-Nya dan mereka tiada merasa takut kepada seorang(pun)
selain kepada Allah. dan cukuplah Allah sebagai pembuat perhitungan.

f. Syirik dalam Tawakal


Syirik dalam Tawakkal adalah menyerahkan suatu urusan tidak kepada
Allah semata akan tetapi ia menyerahkan urusannya kepada selain Allah,
padahal urusan sepenuhnya harus digantungkan hanya kepada Allah.
Dengan demikian tawakal tidak boleh dilakukan kecuali hanya kepada
Allah. Karena tawakkal termasuk dalam ibadah. Allah telah menyuruh
orang-orang beriman untuk bertawakkal hanya kepadanya. Allah berfirman
dalam QS. Al Furqaan: 58
  
   
   
  

Dan bertawakkallah kepada Allah yang hidup (kekal) yang tidak mati, dan
bertasbihlah dengan memuji-Nya. dan cukuplah dia Maha mengetahui
dosa-dosa hamba-hamba-Nya (Qs.Al-furqan:58)

2. Jenis-Jenis Syirik Kecil


Ada beberapa jenis syirik yang dikategorikan ke dalam syirik kecil,
di antaranya adalah:
a. Syirik Qauly (perkataan)
Qauly atau perkataan adalah syirik yang diucapkan dengan lisan,
seperti bersumpah dengan selain Allah, mengucapkan “apa yang
dikehendaki Allah dan aku”. Salah satu ucapan yang dapat
menimbulkan kesyirikan adalah kalau tidak ada kamu maka saya
tidak selamat, kalau bukan kamu yang menolong maka hidup saya
tidak akan begini dan lain-lain perkataan yang mengesampingkan
kekuatan dan kekuasaan Allah Subhana Wataalah. Makanya
21
seorang mukmin sebaiknya mengatakan perkataan yang baik-baik
dan kalau tidak bisa lebih diam saja, sebagaimana dalam hadits:

‫ص ُمت‬ ِ ْ‫اَّللِ َو ْاليَ ْو ِم ا‬


ْ َ‫آلخ ِر َفليَقُ ْل َخي ًْرا أَ ْو ِلي‬ ‫َم ْن َكانَ يُؤْ ِمنُ ِب ه‬

“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir maka
hendaklah ia berkata baik atau hendaklah ia diam.” (Muttafaq ‘alaih:
Al-Bukhari, no. 6018; Muslim, no.47)

b. Syirik Perbuatan
Ada beberapa bentuk perbuatan yang dapat menimbulkan
kesyirikan kepada Allah Subhana Wataalah, di antaranya adalah:
1. Mengamalkan Sihir
Kata sihir dalam bahasa Arab digunakan untuk sesuatu yang
tersembunyi dan faktor-faktor yang halus. Dari sini kemudian sihir
disebut sebagai sihir karena ia dilakukan di ujung malam secara
sembunyi-sembunyi dengan efek yang berpengaruh secara halus.
Dalam terminology syariat, sihir diartikan sebagai azimat, jampi dan
buhul tali yang berpengaruh pada jiwa dan raga; dalam artian dapat
membuat, sakit, membunuh, memisahkan pasangan suami istri.
Mengenai sihir disampaikan oleh Allah dalam surah Al-falaq:
  
    
    
    
  
    
 
Katakanlah: "Aku berlindung kepada Tuhan yang menguasai subuh,
dari kejahatan makhluk-Nya, dan dari kejahatan malam apabila Telah
gelap gulita, dan dari kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang
menghembus pada buhul-buhul[1609],dan dari kejahatan pendengki
bila ia dengki."(Qs. Al-falaq:1-5)

22
Orang-orang yang mengamalkan sihir berkolaborasi dengan
syetan. Bahkan yang mengajarkan sihir adalah syetan-syetan, paling
tidak itu disampaikan oleh Allah dalam Qs. Al-baqarah: 102. Bahwa
mereka mengikuti apa yang telah diajarakan oleh Syetan-syetan
pada zaman Nabi Sulaeman. Orang-orang yang mengamalkan sihir
menggunakan kekuatan syetan, sehingga mereka jelas-jelas
mensyarikatkan Allah Subhana Wataalah.
2. Melakukan dan Menpercayai Peramalan
Peramalan biasa dilakukan untuk, memohon dan mengetahui
peristiwa-peristiwa yang masih gaib yang akan terjadi di masa
depan. Seorang peramal dianggap telah mengklaim memiliki ilmu
tentang kegaiban, padahal yang gaib itu hanya diketahui oleh Allah
sebagaimana difirmankan dalam QS. Al-Jin : 26-27.
  
  
   
  
  
  
  
Artinya: (Dia adalah Tuhan) Yang Mengetahui yang ghaib, maka Dia
tidak memperlihatkan kepada seorangpun tentang yang ghaib itu.
Kecuali kepada rasul yang diridhai-Nya, maka sesungguhnya Dia
mengadakan penjaga-penjaga (malaikat) di muka dan di
belakangnya.

Mempercayai ramalah sama dengan menganggap tukang ramal


memiliki kemampuan yang setara dengan kemampuan Allah,
sehingga secara otomatis mereka telah menbandingkan antara
tukang ramal dengan Allah yang maha mengetahui segalanya apa
yang akan terjadi pada masa yang akan datang. Allah tidak
mengajarkan dan membuka tabir tentang kejadian masa depan,
kecuali kepada Rasul yang diridhainya. Dengan demikian, ramalan
23
para dukun tentang masa depan yang masih gaib itu adalah klaim
ilmu yang bohong belaka. Mereka hanya menyebarkan khurafat,
sihir dan perdukunan. Mereka sebenarnya hendak mengeksploitasi
kebodohan dan kesahajaan masyarakat awam untuk merampas
harta mereka dengan cara batil. Padahal Allah Subhana Wataala
mengcari reski dengan cara yang bathil, sebagaimana Allah
Subhana Wataalah sampaikan dalam Qs. Annisa:29
 
  
 
   
    
   
   
 
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan
harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan
perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu.
dan janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah
Maha Penyayang kepadamu (Qs. Annisa:29)

Akibat dari mempercayai atau melakukan peramalan bukan hanya


termasuk syirik akan tetapi mengakibatkan amalan shalat kita tidak
diterima oleh Allah Subhana Wataalah, sebagaimana disampaikan dalam
hadits yang diriwayatkan oleh Muslim:

ً‫صالة ُ أربعينَ ليلة‬ َ ‫سأَلهُ َع ْن‬


َ ُ‫ش ٍئ لم ت ْقبَل لَه‬ َ َ‫َم ْن أتى َع َّرافًا ف‬
"Seseorang yang mendatangi peramal (dukun) lalu ia mempercayai apa
yang dikatakan si peramal tersebut, maka shalatnya tidak akan diterima
selama 40 hari." (HR. Muslim, Abu Dawud, Ahmad, Tirmidzi dan Ibnu
Majah)
3. Nursyrah

24
Nursyrah menurut Abdullah bin Muhammad bin Abdul Rahman bin
Ishaq Al-sheikh, (2004) dengan syakal dhammah – adalah semacam jampi
atau pengobatan yang dilakukan terhadap yang diduga kemasukan jin. Ia
disebut nusryah karena ia menyebarkan penyakit yang menimpanya, atau
disingkap dan dihilangkan. Maksudnya mengeluarkan sihir dari seseorang
yang terkena sihir, dengan menggunakan mantera-mantera atau jampi-
jampi.
4. Tanjim (perbintangan)
Tanjim dalam bahas Arab, berarti pernujuman, setimbang dengan kata
taf’iiil yang berarti usaha mengetahui sesuatu melalui fenomena bintang.
Sedang dalam terminology syariat pernujuman diartikan sebagai upaya
mengetahui sesuatu dengan mengikuti isyarat bintang-bintang. Padahal
Allah telah menjelaskan hikmah diciptakannya bintang-bintang, bukan
untuk mengetahui hal-hal yang gaib, yaitu untuk menentukan arah mata
anging, petunjuk bagi musafir dalam menentukan posisi tujuan perjalanan,
sebagai hiasan di langit dunia, untuk melempar setan-setan yang mencuri
berita di langit setelah diutusnya Rasulullah saw. Sebagaimana Allah
Subhana Wataalah telah sampaikan dalam QS. Al Mulk : 5
  
 
 
  
   
Artinya Sesungguhnya Kami telah menghiasi langit yang dekat
dengan bintang-bintang dan Kami jadikan bintang-bintang itu alat-
alat pelempar syaitan, dan Kami sediakan bagi mereka siksa neraka
yang menyala-nyala (Qs. Al-Mulk:5).

Orang-orang yang mempraktekkan tanjim sama halnya melakukan


peramalan tentang keadaan yang akan terjadi pada masa yang akan
datang, jadi mereka merasa mengetahui sesuatu yang gaib, padahal hanya
Allah Subhana Wataalah yang Maha mengetahui yang gaib.

25
g. Kufur
Kufur dalam bahasa Arab berarti menutupi. Dalam terminology syariat
kufur berarti mengingkari suatu bagian dari ajaran Islam dimana tanpa itu
keislaman seseorang menjadi batal atau tidak sempurna. Maka,
mengingkari makna syahadat adalah kufur, mengingkari bagian vital ajaran
Islam yang diharamkan, seperti riba atau diwajibkan, seperti shalat adalah
kufur, termasuk mengingkari salah satu hukum pidana Islam. Dalam
Alquran disebutkan ada tiga ketegori orang yang tidak mau berhukum
dengan hukum yang telah diturunkan oleh Allah yaitu kafir, dzalim dan
fasiq (Qs. Almaidah:44, 45,47).
Ada dua jenis kufur yang terkadang dilakukan oleh ummat Islam tanpa
disadari yaitu kufur skala besar dan kufur skala kecil. Adapun penjelasan
kedua jenis kufur ini adalah:
1. Kufur besar Yaitu mengingkari bagian tertentu dari Islam yang tanpa
bagian itu keislaman seseorang menjadi batal. Ada lima jenis yang
termasuk Kufur besar, yaitu
• .Kufur takzib (pendustaan) yaitu menyampaikan kebenaran yang
bertentangan dengan kenyataan sebenarnya atau mengklaim
bahwa Muhammad saw membawa ajaran yang bertentangan
dengan kebenaran.
• Kufur kesombongan dengan tetap membenarkan yaitu bahwa ia
membenarkan kebenaran yang dibawa Rasulullah saw tapi ia
menolak mengikutinya karena kesombongan dan keangkuhan. Ada
beberapa yang dapat membuat manusia sombong lalu menolak
kebenaran yang disampaikan oleh Rasul Allah Subhana Wataalah di
antaranya karena merasa diri keturunannya mulia atau lebih baik
seperti yang terjadi pada Iblis yang menolak dan tidak mau memberi
hormat kepada Adam as, sambil menyombongkan diri, ketika
ditanya mengapa ia tidak mau member hormat kepada Adam ia

26
menjawab saya lebih baik dari Adam, saya diciptakan dari api
sedangkan Adam hanya diciptakan dari tanah, sebagaimana
disampaikan oleh Allah dalam Alquran:
   
  
 
  
   
   
   
   
   
   

Sesungguhnya kami Telah menciptakan kamu (Adam), lalu kami
bentuk tubuhmu, Kemudian kami katakan kepada para malaikat:
"Bersujudlah kamu kepada Adam", Maka merekapun bersujud
kecuali iblis. dia tidak termasuk mereka yang bersujud.Allah
berfirman: "Apakah yang menghalangimu untuk bersujud (kepada
Adam) di waktu Aku menyuruhmu?" menjawab Iblis "Saya lebih baik
daripadanya: Engkau ciptakan saya dari api sedang dia Engkau
ciptakan dari tanah" (Q.s Al-a’raf:11-12)

Iblis la’natullah kufur kepada perintah Allah oleh karena


kesombongannya yang merasa diri lebih baik dari Adam As.
Kekuasaan juga dapat menyebabkan seseorang menjadi sombong,
ia dapat melakukan apa saja dengan kekuasaan yang dimiliki
sehingga dapat saja menjadi kufur kepada perintah Allah, seperti
yang dialami oleh Fir’aum yang mabuk kekuasaan sehingga ia
menolak untuk menyembah Allah, bahkan ia melantik dirinya
sebagai Tuhan, sehingga ia ingin menggantikan Allah sebagai
sembahan. Hal ini diungkapkan oleh Allah dalam Alquran:
  
 
Maka berkatalah Firaum:"Akulah Tuhanmu yang paling tinggi" (QS.
An-naziyat:24).
27
Begitupula kekayaan dapat juga menyebabkan kesombongan
sekaligus kufur kepada Allah Subhana Wataalah, seperti yang
dialami oleh Qarum, ummat Nabi Musa As. Yang kufur kepada Allah
subhana wataalah karena kekayaan yang dimiliki, sampai ia tidak
mengakui Allah sebagai Rab yang memberi reski mala ia
mengatakan kekayaan yang miliki hanyalah hasil usaha sendiri,
sehingga ia ditenggelamkan oleh Allah Subhana Wataalah ke dalam
tanah bersama kekayaannya. Hal ini disampaikan oleh Allah dalam
Al-quran:
 
  
   
   
  
 
Maka kami benamkanlah Karun beserta rumahnya ke dalam bumi.
Maka tidak ada baginya suatu golonganpun yang menolongnya
terhadap azab Allah. dan tiadalah ia termasuk orang-orang (yang
dapat) membela (dirinya) (Qs. 28:81).

• Kufur keraguan adalah keragu-raguan dalam meyakini atau


melaksanakan kebenaran, padahal keimanan yang dituntut dari seorang
mukmin, adalah keyakinan akan kebenaran ajaran yang dibawa oleh
Rasulullah saw tanpa sedikit pun keraguan. Hal ini karena kebenaran
datangnya dari Allah Subhana Wataalah, sebagaimana disampaikan
dalam Alquran:
    
  

Kebenaran itu adalah dari Tuhanmu, sebab itu jangan sekali-kali
kamu termasuk orang-orang yang ragu (Qs. Al-baqarah:147).

28
Meragu-ragukan kebenaran yang datang dari Allah adalah bagian
dari kekufuran oleh karena apa yang datang dari Allah adalah suatu
kebenaran mutlak yang tidak boleh diragukan sedikitpun. Ragu
terhadap apa yang datang dari Allah sama halnya tidak percaya
kepada Allah Subhana Wataalah.
• Kufur I’radh (berpaling dari kebenaran), maksudnya meninggalkan
kebenaran dengan jalan tidak mempelajari dan mengamalkannya,
baik yang bersifat perkataan atau perbuatan atau keyakinan, secara
parsial atau keseluruhan.
• Kufur nifaq maksudnya mengingkari kebebanaran yang di bawa oleh
Rasulullah saw dalam batin tapi tetap menampilkan diri
mengikutinya secara lahir. Jadi dalam hati ia kafir, di luar ia
kelihatan beriman.
2. Kufur kecil
Kufur kecil yaitu mengingkari bagian tertentu dari Islam, dimana tanpa
bagian itu keislaman seseorang menjadi tidak sempurna.
h. Nifaq
Nifaq dalam bahasa Arab diambil dari akar kata nafiqul yarbu’ yang
berarti lubang tikus, karena biasanya tikus selalu menampakkan jalan
masuknya ke lubang, namun tidak menampakkan jalan keluarnya. Jadi arti
dasarnya adalah menampakkan sesuatu dan menyembunyikan lawannya.
Dalam terminology Islam nifaq adalah menampakkan apa yang sesuai
dengan kebenaran, dan menyembunyikan apa yang bertentangan
dengannya. Adapun Jenis-Jenis Nifaq di antaranya adalah:
1. Nifaq Besar (Nifaq Aqidah) maksudnya menyembunyikan kekufuran
dalam hati dan menampakkan keimanan dalam lisan dan perbuatan.
• Mendustakan Rasulullah saw secara parsial dan keseluruhan
- Mendustakan sebagian ajaran yang dibawah Rasulullah saw
- Membenci Rasulullah saw

29
• Membenci sebagian ajaran yang dibawah Rasulullah saw
• Merasa gembira dengan kekalahan agama Rasulullah saw
• Merasa benci dengan kemenangan agama Rasulullah saw
2. Nifaq Kecil (nifaq amali). Maksudnya bila perbuatannya yang tampak
berbeda dengan apa yang diperintahkan oleh syariat Islam. Adapun
tanda-tanda orang munafik menurut hadits adalah:

Dari Abu Hurairah, bahwa Nabi SAW bersabda, Tanda-tanda orang


munafik ada tiga: jika berbicara dia berdusta, jika berjanji dia
mengingkari, dan jika diberi amanah dia berkhianat (HR. Al- Bukhari)

30
BAB II
RUKUN IMAN

Beragama adalah suatu bentuk keyakinan manusia terhadap berbagai


hal yang yang diajarkan oleh agama yang dianutnya. Beragama berarti
meyakini secara bulat terhadap pokok-pokok ajaran dan keyakinan sebuah
agama. Oleha keran itu, tidak ada manusia yang mengaku beragama
tanpa ia meyakini apa-apa yang ditetapkan oleh agama tersebut.
Dalam agama Islam terdapat pilar-pilar keimanan yang dikenal dengan
rukun Iman, terdiri dari enam pilar. Ke enam pilar tersebut adalah
keyakinan Islam terhadap hal-hal yang “ghoib” yang hanya dapat diyakini
secara transedental, sebuah kepercayaan terhadap hal-hal yang diluar
daya nalar manusia. Rukun Iman (pilar keyakinan) ini adalah terdiri dari: 1)
iman kepada Allah (Patuh dan taat kepada Ajaran Allah dan Hukum-
hukumNya), 2) iman kepada Malaikat-malaikat Allah (mengetahui dan
percaya akan keberadaan kekuasaan dan kebesaran Allah di alam
semesta), 3) iman kepada Kitab-kitab Allah (melaksanakan ajaran Allah
dalam kitab-kitabNya secara hanif. Salah satu kitab Allah adalah Al-
Qur'an), 4) iman kepada Rasul-rasul Allah (mencontoh perjuangan para
Nabi dan Rasul dalam menyebarkan dan menjalankan kebenaran yang
disertai kesabaran), 5) iman kepada hari Kiamat (aham bahwa setiap
perbuatan akan ada pembalasan) dan 6) iman kepada Qada dan Qadar
(paham pada keputusan serta kepastian yang ditentukan Allah pada alam
semesta). Enam pilar ini didasarkan pada pertayaan Malaikat Jibril As,
31
ketika suatu saat Beliau mendatangi Rasululah yang bertanya tentang
iman. Hal ini disampaikan dalam hadits berikut:

Umar bin Khaththab Radhiyallahu anhu berkata :Suatu ketika, kami (para
sahabat) duduk di dekat Rasululah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tiba-tiba
muncul kepada kami seorang lelaki mengenakan pakaian yang sangat
putih dan rambutnya amat hitam. Tak terlihat padanya tanda-tanda bekas
perjalanan, dan tak ada seorang pun di antara kami yang mengenalnya. Ia
segera duduk di hadapan Nabi, lalu lututnya disandarkan kepada lutut Nabi
dan meletakkan kedua tangannya di atas kedua paha Nabi, kemudian ia
berkata: …..“Beritahukan kepadaku tentang Iman”.Nabi menjawab,”Iman
adalah, engkau beriman kepada Allah; malaikatNya; kitab-kitabNya; para
RasulNya; hari Akhir, dan beriman kepada takdir Allah yang baik dan yang
buruk,” ia berkata, “Engkau benar.”…. (HR. Muslim)

Enam pilar keimanan umat Islam tersebut merupakan sesuatu yang


wajib dimiliki oleh setiap muslim. Tanpa mempercayai salah satunya maka
gugurlah keimanannya, sehingga mengimani ke enam rukun iman tersebut
merupakan suatu kewajiban yang tidak dapat ditawar-tawar lagi.
Oleh karena itu, penulis akan mengkaji berbagai hal yang
meyangkut enam pilar keimanan tersebut, baik dalil-dalilnya maupun
pengaruh keimanan tersebut terhadap kehidupan seorang muslim.
Diharapkan kajian ini akan menambah pemahaman pembaca mengenai
pentingnya rukun iman dalam kehidupan beragama dan bermasyarakat.
2.1 Iman Kepada Allah
2.1.1 Pengertian Iman kepada Allah
Iman adalah membenarkan dengan hati, mengucapkan dengan lisan,
dan memperbuat dengan anggota badan (beramal). Pengertian iman ini
disandarkan pada hadits dari Ibnu Hajar Radiallahu anhu, yang
diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan At-Tabrani:

32
Artinya: “Dari Ibnu Hajar Radhiyallahu ‘Anhu beliau berkata: Rasulullah
SAW telah bersabda: Iman adalah Pengetahuan hati, pengucapan lisan
dan pengamalan dengan anggota badan” (H.R. Ibnu Majah dan At-
Tabrani).
Dengan demikian iman kepada Allah berarti meyakini dengan sepenuh
hati bahwa Allah SWT itu ada, Allah Maha Esa. Keyakinan itu diucapkan
dalam kalimat
‫أشهد أن الإله إال هللا‬
“Aku bersaksi tiada Tuhan selain Allah”
Sebagai perwujudan dari keyakinan dan ucapan itu, harus diikuti
dengan perbuatan, yakni menjalankan perintah Allah dan menjauhi
laranganNya.
2.1.2 Cara Beriman Kepada Allah SWT
Iman kepada Allah SWT merupakan pokok dari seluruh iman yang
tergabung dalam rukun iman. Karena iman kepada Allah SWT merupakan
pokok dari keimanan yang lain, maka keimanan kepada Allah SWT harus
tertanam dengan benar kepada diri seseorang. Sebab jika iman kepada
Allah SWT tidak tertanam dengan benar, maka ketidak-benaran ini akan
berlanjut kepada keimanan yang lain, seperti iman kepada malaikat-
malaikat Nya, kitab-kitab Nya, rasul-rasul Nya, hari kiamat, serta qadha
dan qadar Nya. Dan pada akhirnya akan merusak ibadah seseorang
secara keseluruhan. Di masyarakat tidak jarang kita jumpai cara-cara
beribadah seorang yang tidak sesuai dengan ajaran Islam, padahal orang
tersebut mengaku beragama Islam.
Ditinjau dari segi yang umum dan yang khusus ada dua cara beriman
kepada Allah SWT :
a. Bersifat Ijmali

33
Cara beriman kepada Allah SWT yang bersifat ijmali maksudnya
adalah, bahwa kita mepercayai Allah SWT secara umum atau secara garis
besar. Al-Qur’an sebagai sumber ajaran pokok Islam telah memberikan
pedoman kepada kita dalam mengenal Allah SWT. Dialah Allah zat yang
Maha Esa, Maha Suci, Maha Pencipta, Maha Mendengar, Maha Kuasa,
dan Maha Sempurna. Dalam Alquran Surah Al-hasyar:22-24 dijelaskan
bahwa:
     
   
  
  
     
  
 
 
  
   
   
  
  
    
  
  

Dialah Allah yang tiada Tuhan selain Dia, yang mengetahui yang ghaib dan
yang nyata, Dia-lah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Dialah
Allah yang tiada Tuhan selain Dia, raja, yang Maha suci, yang Maha
Sejahtera, yang Mengaruniakan Keamanan, yang Maha Memelihara, yang
Maha Perkasa, yang Maha Kuasa, yang memiliki segala Keagungan, Maha
Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan. Dialah Allah yang
Menciptakan, yang Mengadakan, yang membentuk Rupa, yang
mempunyai asmaaul Husna. bertasbih kepadanya apa yang di langit dan
bumi. dan dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana (Qs. Al-
hasyr:22-24).

b. Bersifat Tafshili

34
Cara beriman kepada Allah SWT yang bersifat tafsili, maksudnya
adalah mempercayai Allah secara rinci. Kita wajib percaya dengan
sepenuh hati bahwa Allah SWT memiliki sifat-sifat yang berbeda dengan
sifat-sifat makhluk Nya. Allah Subhana Wataalah menerangkan bahwa
tidak ada satupun yang semisal dengan-Nya:
 
    
  
  
   
   
  
(dia) Pencipta langit dan bumi. dia menjadikan bagi kamu dari jenis kamu
sendiri pasangan-pasangan dan dari jenis binatang ternak pasangan-
pasangan (pula), dijadikan-Nya kamu berkembang biak dengan jalan itu.
tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang Maha
mendengar dan Melihat (Qs. Assyura:11)

Allah subhana Wataalah pemilik asmaul husna tak satupun makhluk


yang semisal dengan-Nya, baik zat maupun sifat dan perbuatannya.
Makhluk memiliki keterbatasan bahkan sangat terbatas sementara Allah
dapat berkehendak dan melakukan apa saja sesuai dengan iradat-Nya,
dan jika Dia ingin sesuatu, cukup dengan mengucapkan jadi maka jadilah.
Hal ini disampaikan oleh Allah dalam Aquran yang suci:
 
   
   
  
Allah Pencipta langit dan bumi, dan bila dia berkehendak (untuk
menciptakan) sesuatu, Maka (cukuplah) dia Hanya mengatakan
kepadanya: "Jadilah!" lalu jadilah ia (Qs. Al-baqarah:117)

Sementara itu jika manusia menginginkan sesuatu harus dulu berusaha


dengan segala macam upaya, sambil bersandar atau bertawakkal kepada
Allah Swt, itupun belum tentu berhasil.

35
2.1.3 Hikmah beriman kepada Allah SWT
Orang – orang yang beriman kepada Allah swt dengan kesungguhan
hati dengan tak ada keraguan sedikitpun dalam hatinya, maka Allah akan
memberikan kemuliaan kepada mereka baik didunia maupun diakhirat.
Adapun kemuliaan didunia itu meliputi :
1. Hatinya tenang, tidak goyah atau terombang ambing oleh ajakan nafsu
jahat atau orang yang akan menyesatkan. Firman Allah dalam Alqur’an
surat Ar ra’d ayat 28.
 
 
    
   
Artinya : “ orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram
dengan mengingat Allah. Ingatlah, Hanya dengan mengingati Allah-lah hati
menjadi tenteram (Qs. Ar-ra’d:28)

2. Orang yang beriman akan selalu mendapat bimbingan dari Allah


swt. Hanya Allah yang dapat memberi hidayah kepada hamba-Nya,
tidak ada manusia yang dapat memberi hidayah kepada
sesamanya, bahkan seorang Nabi dan Rasulpun tidak dapat
memaksakan hidayah kepada orang yang dikehendaki termasuk
kepada keluarganya sendiri. Nabi Nuh as tidak dapat memaksakan
hidayah kepada anaknya sendiri, begitupula Rasulullah Saw tidak
dapat memaksakan hidayah kepada pamannya yang bernama Abu
Thalib sekalipun beliaulah yang telah banyak berjasa kepada
Nabiullah Muhammad Saw, Sampai Allah Swt, menegur beliau :
    
   
   


36
Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang
yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang
dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau
menerima petunjuk (Qs. Al-qashas:56).

Orang-orang yang beriman akan selalu mendapatkan petunjuk dari


Allah Subhana Wataatalah oleh karena apa yang dilakukannya adalah
perbuatan-perbuatan baik dan terpuji, iman akan semakin terpatri sejalan
dengan amalan kebaikan yang selalu dilakukan, iman semakin bertambah
dengan ketaatan, sedangkan iman berkurang dengan perbuatan dosa atau
maksiat kepada Allah Subhana Wataalah.
3. Orang yang beriman memiliki sikap dan jiwa sosial, menyayangi anak
yatim, menyantuni fakir miskin, dan mengahargai orang lain,
menyanyangi saudaranya. Rasululah Saw bersabda:

Dari Abu Hamzah Anas bin Malik, khadim (pembantu) Rasulullah


Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam,
Beliau berkata, “Tidaklah seseorang dari kalian sempurna imannya,
sampai ia mencintai untuk saudaranya sesuatu yang ia cintai untuk
dirinya”.(HR. Bukhari).

4. Orang yang beriman akan selalu Melakukan amalan-amalan saleh,


rendah hati, kasih sayang terhadap sesama manusia, bahkan
terhadap semua makhluk ciptaan Allah, baik hewan atau tumbuh-
tumbuhan. Allah Subhana Wataalah menjelaskan dalam Alquran
yang suci:
  
 
 
 
  
  

37
   

277. Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal
saleh, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, mereka mendapat
pahala di sisi Tuhannya. tidak ada kekhawatiran terhadap mereka
dan tidak (pula) mereka bersedih hati (Qs. Al-Baqarah:277)

5. Allah akan memasukkan orang yang beriman kedalam surga sebagai


rahmatnya dan pahala atas ketaatan serta kepatuhannya selama hidup
di dunia firman Allah swt dalam surat Al Maidah ayat 9.
   
   
   
Artinya : “Allah Telah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman
dan yang beramal saleh, (bahwa) untuk mereka ampunan dan pahala
yang besar (Qs. Al-Maidah:9).

2.2 Iman Kepada Malaikat


2.2.1 Pengertian Iman Kepada Malaikat
Secara etimologi, Malaikat menurut bahasa, merupakan kata jamak
yang berasal dari Arab malak (‫ )ملك‬yang berarti kekuatan, yang berasal dari
kata mashdar “al-alukah” yang berarti risalah atau misi, kemudian sang
pembawa misi biasanya disebut dengan Ar-Rasul. Malaikat diciptakan oleh
Allah terbuat dari cahaya (nur), berdasarkan salah satu hadist Muhammad,
“Malaikat telah diciptakan dari cahaya.

ِ َ‫سلم ُخ ِلق‬
‫ت‬ َ ‫صل للاُ َعلَي ِه َو‬َ ِ‫سو ُل للا‬ُ ‫شةَ قَالَت قَا َل َر‬ َ ِ‫َعن َعائ‬
ِ ‫ال َم ٰلئِ َكةُ ِمن نُو ِر َو ُخ ِلقَ ال َجان ِمن َم‬
‫ارجِ ِمن نَار َو ُخ ِلقَ ٰادَ َم ِمما‬
‫ف لَ ُكم‬َ ‫ص‬ِ ‫ُو‬
Artinya: “Dari Aisyah berkata: Rasulullah saw bersabda,”Malaikat
diciptakan dari cahaya, jin diciptakan dari api yang menyala-nyala
dan Adam diciptakan dari Sesutu yang telah disebutkan (ciri-cirinya)
untuk kalian (HR. Muslim).

Iman kepada malaikat adalah bagian dari Rukun Iman. Iman kepada
malaikat maksudnya adalah meyakini adanya malaikat, walaupun kita tidak
dapat melihat mereka, dan bahwa mereka adalah salah satu makhluk
38
ciptaan Allah. Allah menciptakan mereka dari cahaya. Mereka menyembah
Allah dan selalu taat kepada-Nya, mereka tidak pernah berdosa. Ketaatan
Malaikat disampaikan oleh Allah dalam Alquran yang suci:
   
    
  
  
 
   
Dan kepunyaan-Nyalah segala yang di langit dan di bumi. dan malaikat-
malaikat yang di sisi-Nya, mereka tiada mempunyai rasa angkuh untuk
menyembah-Nya dan tiada (pula) merasa letih. Mereka selalu bertasbih
malam dan siang tiada henti-hentinya (Qs. Al-Anbiya:19-20).

Tak seorang pun mengetahui jumlah pasti malaikat, hanya Allah saja
yang mengetahui jumlahnya. Walaupun manusia tidak dapat melihat
malaikat tetapi jika Allah berkehendak maka malaikat dapat dilihat oleh
manusia, yang biasanya terjadi pada para Nabi dan Rasul. Malaikat selalu
menampakan diri dalam wujud laki-laki kepada para nabi dan rasul. Seperti
terjadi kepada Nabi Ibrahim.
   
 
   
   
   
   
  
   
 
Sudahkah sampai kepadamu (Muhammad) cerita tentang tamu Ibrahim
(yaitu malaikat-malaikat yang menyerupai laki-laki) yang dimuliakan?
(Ingatlah) ketika mereka masuk ke tempatnya lalu mengucapkan:
"Salaamun". Ibrahim menjawab: "Salaamun (kamu) adalah orang-orang
yang tidak dikenal." Maka dia pergi dengan diam-diam menemui
keluarganya, Kemudian dibawanya daging anak sapi gemuk. Lalu
dihidangkannya kepada mereka. Ibrahim lalu berkata: "Silahkan anda
makan."
39
Malaikat Jibril as, juga jika mendatangi Nabiullah Muhammad Saw,
juga selalu menampakkan diri sebagai laki-laki, seperti ketika Jibril
mendatangi Nabiullah Muhmmad Saw dalam wujud laki-laki, bertanya
tentang Islam, Iman, ihsan dan hari kiamat. Jibril menampakkan diri dalam
wujud laki-laki berpakaian putih bersih.
2.2.2 Sifat-Sifat Malaikat
Sebagai makhluk gaib, malaikat memiliki sifat-sifat yang berbeda
dengan sifat-sifat yang dimiliki manusia dan makhluk lainnya. Di antara
sifat-sifat itu adalah selalu melaksanakan perintah Allah swt, disiplin,
rendah hati, tidak angkuh,selalu bertasbih,dan tekun beribadah tanpa letih.
Malaikat selalu melaksanakan perintah Allah swt sebagaimana firman
Allah swt dalam alQur’an surat At-Tahrim Ayat 6
 
 
 
  
 
   
   
   
(Mereka para malaikat itu) tidak pernah mendurhakai Allah
terhadap yang diperintahkan –Nya kepada mereka dan
mengerjakan apa yang diperintahkan-Nya.(QQ.S At-
Tahrim:6)

Malaikat disiplin, yaitu mau melaksanakan perbuatan yang


diperintahkan oleh Allah swt tanpa menundanya, seperti dalam
surat Al-Anbiya’ Ayat 26-27 ;
  
    
   
  
 
40
…Sebenarnya (para malikat itu) adalah hamba-hamba yang
dimuliakan. Mereka tidak mendahului-Nya dengan perkataan dan
mereka mengerjakan perintah-perintah –Nya.(Q.S. Al-Anbiya’ 26-27)

Malaikat rendah hati, tidak angkuh dan selalu bertasbih kepada


Allah. Seperti dalam Surat Al-Anbiya’ Ayat 19 yang artinya ;
   
    
  
  
…Dan malaikat-malaikat yang disisi-Nya, mereka tidak mempunyai
rasa angkuh untuk menyembah-Nya dan tidak (pula) merasa letih.

Malaikat tekun beribadah dan tidak merasa letih selalu mendoakan


memohonkan ampun kepada Allah swt. bagi orang-orang beriman
seperti dalam surat Al-Anbiya’ Ayat 20:
 
   

Mereka selalu bertasbih malam dan siang tiada henti-hentinya. (Q.S


Al-Anbiya’)

2.2.3 Nama-Nama Dan Tugas Malaikat


Para malaikat diciptakan Allah swt mempunyai tugas-tugas yang harus
dilaksanakan. Nama-nama dan tugas malaikat adalah sebagai berikut.

1. Malaikat Jibril
Malaikat jibril bertugas, menyampaikan wahyu Allah swt kepada
para rasul dan nabi. Malaikat Jibril dari dulu sampai Nabiullah
Muhammad Rasululah Saw bertugas menyampaikan wahyu
Allah Swt. Allah menjelaskan dalam Alquran bahwa setiap Nabi
dan Rasul selalu didampingi oleh Rohul qudus (Jibril),
sebagaimana disampaikan dalam Qs. Al-baqarah:87
  
 
41
 
  
  

 
  
   
 
 
 
 
Dan Sesungguhnya kami Telah mendatangkan Al Kitab
(Taurat) kepada Musa, dan kami Telah menyusulinya (berturut-
turut) sesudah itu dengan rasul-rasul, dan Telah kami berikan
bukti-bukti kebenaran (mukjizat) kepada Isa putera Maryam
dan kami memperkuatnya dengan Ruhul Qudus[69]. apakah
setiap datang kepadamu seorang Rasul membawa sesuatu
(pelajaran) yang tidak sesuai dengan keinginanmu lalu kamu
menyombong; Maka beberapa orang (diantara mereka) kamu
dustakan dan beberapa orang (yang lain) kamu bunuh?

2. Malaikat Mikail
Malaikat mikail bertugas membagikan atau memberikan rezeki
kepada segenap makhluk Allah swt dan mengatur alam. Nama
Malaikat Mikail disebutkan oleh Allah dalam Alquran yang suci:

   



 
   
 
“Barang siapa yang menjadi musuh Allah, malaikat-malaikat-
Nya, rasul-rasul-Nya, Jibril dan Mikail, maka sesungguhnya
Allah adalah musuh orang-orang kafir.” (QS. al-Baqarah: 98).

Sedangkan tugas Malaikat Mikail disebutkan dalam hadits dari


Alqamah bin Martsad, dari Abdurrahman bin Sabith, beliau
mengatakan:
42
Ada 4 malaikat yang mengatur urusan: Jibril, Mikail, Israfil dan
Malaikat maut – semoga shalawat dan salam tercurah untuk nabi
kita dan mereka – Jibril mengatur angin dan pasukan, Mikail
mengatur hujan dan pepohonan, malaikat maut yang mencabut
nyawa, dan Israfil menyampaikan kepada mereka apa yang
diperintahkan kepada mereka. (HR. Abu Syaikh al-Ashbahani
dalam al-Adzamah, no. 294. Hadis ini adalah hadis Maqthu’, karena
Abdurrahman bin Sabith adalah seorang tabi’in).

Imam Ibnu Baz mengatakan,

‫ وأما جبرائيل فهو الروح األمين‬،‫ بالمطر‬،‫ميكائيل ملك من المالئكة مو هكل بالقطر‬

Mikail adalah malaikat yang diperintahkan untuk mengatur hujan.


Sementara Jibril adalah ar-Ruh al-Amin. (Fatawa Ibnu Baz, no.
1452).

Terdapat hadis dari Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu, bahwa


Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bertanya kepada
Jibril,

ُّ َ‫اح ًكا ق‬
‫ط؟‬ ِ ‫ض‬َ ‫َما ِلي لَ ْم أ َ َر ِميكَائِي َل‬

“Mengapa saya tidak pernah melihat mikail tersenyum?” Jawab


Jibril,

‫ار‬ ِ َ‫ض ِحكَ ِميكَائِي ُل ُم ْنذ ُ ُخ ِلق‬


ُ ‫ت النه‬ َ ‫َما‬

“Mikail tidak lagi tersenyum sejak neraka diciptakan.”

3. Malaikat izrafil
Malaikat izrafil bertugas meniup sangkakala atau terompet pada
hari kiamat. Peristiwa peniupan sangkakala ini disampaikan oleh
Allah Swt dalam Alquran Surah An-naml:87

43
   
  
  
    
   

Dan (Ingatlah) hari (ketika) ditiup sangkakala, Maka terkejutlah
segala yang di langit dan segala yang di bumi, kecuali siapa
yang dikehendaki Allah. dan semua mereka datang menghadap-
Nya dengan merendahkan diri (Qs. An-Naml:87)
Menurut Jalaluddin Al-Mahlli dan Jalaluddin As-Suyuthi, (2018) dalam
tafsir Jalalain, “(dan hari ketika ditiup sangkakala) tiupan sangkakala
malaikat Israfil yang pertama (maka terkejutlah segala yang di langit dan
segala yang di bumi) mereka ketakutan, sehingga ketakutan itu mematikan
mereka, sebagaimana yang diungkapkan oleh ayat lainnya, yaitu dengan
ungkapan Sha'iqa, yakni terkejut yang mematikan. Dan ungkapan dalam
ayat ini dipakai Fi'il Madhi untuk menggambarkan kepastian terjadinya hal
ini (kecuali siapa yang dikehendaki Allah) yaitu malaikat Jibril, malaikat
Mikail, malaikat Israfil dan malaikat Maut. Tetapi menurut suatu riwayat
yang bersumber dari sahabat Ibnu Abbas disebutkan, bahwa mereka yang
tidak terkejut adalah para Syuhada, karena mereka hidup di sisi Rabb
mereka dengan diberi rezeki. (dan semua mereka) lafal kullun ini harakat
tanwinnya merupakan pergantian dari pada mudhaf ilaih, artinya mereka
semua sesudah dihidupkan kembali di hari kiamat (datang menghadap
kepada-Nya) dapat dibaca atauhu dan atuhu (dengan merendahkan diri)
artinya merasa rendah diri. Dan ungkapan lafal atauhu dengan memakai
Fi'il Madhi untuk menunjukkan, bahwa hal itu pasti terjadi (Jalaluddin Al-
Mahalli & Jalaluddin As-Suyuthi, 2018), sedangkan dalam tafsir Al-Misbah
disampaikan Wahai Muhammad, ingatlah suatu saat ketika malaikat Isrâfîl
membunyikan terompet atas izin Allah. Saat itu seluruh penghuni langit dan
bumi akan sangat terkejut oleh dahsyatnya bunyi terompet itu, kecuali
orang-orang yang diberi ketenangan oleh Allah dan diamankan dari

44
kepanikan. Seluruh makhluk akan menghadap Allah dalam keadaan hina
(M. Quraish Sihab, 2005)
4. Malaikat Maut
Malaikat Maut mempunyai tugas mencabut nyawa segala makhluk
apabila sudah diperintahkan Allah swt. Allah Subhana Wataalah
menerangkan dalam Alquran yang suci:

ِ ‫عُونَ ََقُ ْل يَت ََوفها ُك ْم َملَكُ ْال َم ْو‬


‫ت الهذِي ُو ِك َل بِ ُك ْم ث ُ هم إِلَى َربِ ُك ْم ت ُ ْرج‬

Katakanlah: “Malaikat maut yang diserahi untuk mencabut nyawa


kalian, kemudian hanya kepada Tuhanmulah kamu akan dikembalikan.”
(QS. as-Sajdah: 11).

Malaikat Maut dikenal sebagai malaikat yang bernama Israil, akan


tetapi nama ini tidak di kenal dan tidak ditemukan dalilnya, sehingga yang
penulis hanya menggunakan nama Malaikat Maut, seperti yang
disampaikan dalam keterangan Alquran. Apabila Malaikat Maut telah
diperintahkan oleh Allah untuk mencabut nyawa seseorang karena telah
tiba ajalnya, mereka tidak akan dapat melarikan diri, kemana saja mereka
berlari bersembunyi, Malaikat Maut tetap akan datang menjemputnya,
sebagaimana Allah Subhana Wataalah ingatkan kita dalam Alquran yang
suci:
  
   
   
Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu,
kendatipun kamu di dalam benteng yang Tinggi lagi kokoh…(Qs.
Annisa:78)

Bahkan jika ajal telah tiba tidak akan dapat diundurkan atau dimajukan
sedikitpun, sekalipun kita memohon kepada Allah Subhana Wataalah,
untuk diundurkan sejenak. Sebagaimana Allah Subhana Wataalah
sampaikan dalam Alquran yang suci:
45
  
    
  
   
   
  
Dan belanjakanlah sebagian dari apa yang Telah kami berikan kepadamu
sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kamu; lalu ia
berkata: "Ya Rabb-ku, Mengapa Engkau tidak menangguhkan
(kematian)ku sampai waktu yang dekat, yang menyebabkan Aku dapat
bersedekah dan Aku termasuk orang-orang yang saleh?(Qs. Al-
munafiqun:10).

Allah Subhana Wataalah kemudian menjawab:

    


   
   
Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian) seseorang
apabila Telah datang waktu kematiannya. dan Allah Maha mengenal apa
yang kamu kerjakan (Qs. Al-munafiqun:11).

Oleh karena itu sebelum Malaikat Maut melaksanakan tugasnya pada


diri kita, maka perlu setiap diri mempersiapkan diri, agar tidak menyesal.

5. Malaikat Munkar dan Nakir


Malaikat Munkar mempunyai tugas memeriksa amal perbuatan
manusia dan menanyai manusia di alam kubur. Allah menerangkan dalam
Alquran yang suci:
    
   
   

Maka apakah dia tidak mengetahui apabila dibangkitkan apa yang ada
di dalam kubur, Dan dilahirkan apa yang ada di dalam dada (Qs.Al-
Adiyaat:9-10)

46
Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Tirmidzi, diriwayatkan tentang apa
yang akan dialami seseorang apabila sudah berada dalam kubur, dan
siapa yang akan bertanya dan apa yang ditanyakan sebagaimana
diterangkan pada hadits berikut:

“Apabila mayit atau salah seorang dari kalian sudah dikuburkan, ia akan
didatangi dua malaikat hitam dan biru, salah satunya Mungkar dan yang
lain Nakir, keduanya berkata: Apa pendapatmu tentang orang ini (Nabi
Muhammad)?, maka ia menjawab sebagaimana ketika di dunia:
Abdullah dan Rasul-Nya, aku bersaksi bahwa tiada Tuhan yang berhak
disembah kecuali Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah
utusan Allah. Keduanya berkata: Kami telah mengetahui bahwa kamu
dahulu telah mengatakan itu. Kemudian kuburannya diperluas 70 x 70
hasta, dan diberi penerangan, dan dikatakan: Tidurlah. Dia menjawab:
“Aku mau pulang ke rumah untuk memberitahu keluargaku”. Keduanya
berkata: “Tidurlah, sebagaimana tidurnya pengantin baru, tidak ada
yang dapat membangunkannya kecuali orang yang paling dicintainya,
sampai Allah membangkitkannya dari tempat tidurnya tersebut”(HR.
Tirmidzi).

Berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Tirmidzi,


menggambarkan bahwa manusia di alam akan mendapatkan
pertayaan dari Malaikat tentang persaksian kita kepada Nabiullah
Muhammad Saw, dan jika dijawab dengan baik yaitu menjawab seperti
kesaksian ketika hidup di dunia ini bahwa tiada Tuhan Selain Allah dan
Muhammad adalah utusan Allah, maka kuburannya akan diperluas dan
diberi penerangan dan dipersilahkan untuk tidur seperti tidurnya

47
pengantin baru. Tidur seperti pengantin baru adalah tidur yang sangat
indah dan dipenuhi dengan kebahagian.
6. Malaikat Rakib dan Atib
Malaikat Rakib dan Atib bukanlah nama malaikat akan tetapi tugas
yang diberikan oleh Allah untuk mencatat amal baik dan buruk manusia.
Malaikat Rakib diberi tugas mencatat amal kebaikan manusia dan
Malaikat Atib mempunyai tugas mengawasi dan mencatat amal buruk
yang dilakukan manusia. Keterangan ini dapat dijumpai pada Quran
Surah Qaaf:17-18

 
 
 
   
    
  
(yaitu) ketika dua orang malaikat mencatat amal perbuatannya,
seorang duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk di sebelah kiri.
Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya
malaikat Pengawas yang selalu hadir.
Hasil pencatatan Malaikat Rakib dan Atib inilah yang akan diberikan
setiap hamba kelak pada hari akhirat, sebagaimana diterangkan oleh Allah
Subhana dalam Alquran yang suci:

  


   
  
  
  
  
  

Dan tiap-tiap manusia itu Telah kami tetapkan amal perbuatannya
(sebagaimana tetapnya kalung) pada lehernya. dan kami keluarkan
48
baginya pada hari kiamat sebuah Kitab yang dijumpainya terbuka.
"Bacalah kitabmu, cukuplah dirimu sendiri pada waktu Ini sebagai
penghisab terhadapmu".(Q.s. Al-Isra:13-14).

Pada hari itu ada orang yang mendapatkan kitab dari sebelah kanan,
sebelah kiri, sebelah bawah, dan atas. Bagi yang mendapatkan kitab
mereka dari sebelah kanan maka berbahagialah ia karena catatan
amalnya dipenuhi dengan kebaikan sementara orang yang mendapatkan
catatan amalan dari sebelah kiri merasa celaka karena catatan amalnya
yang dipenuhi dengan amalan buruk. Hal ini diterangkan oleh Allah
Subhana dalam Alquran yang suci:
   
  
   
  
 

“Adapun orang yang diberikan kitabnya dari sebelah kanannya, maka dia
akan diperiksa dengan pemeriksaan yang mudah, dan dia akan kembali
kepada kaumnya (yang sama-sama beriman) dengan gembira.” (QS. Al-
Insyiqaaq: 7-9)

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, (2009) mengatakan bahwa


setelah dihisab, ia kembali kepada sesama kaum beriman di Surga dengan
hati yang gembira. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan
bahwa rombongan pertama yang masuk Surga, wajah mereka seperti
bulan purnama. Ini menunjukkan kegembiraan hati mereka. Karena apabila
hati gembira, maka wajah akan ceria.”

Adapun orang-orang kafir dan orang-orang munafiq, mereka akan


menerima kitabnya dengan tangan kirinya. Allah Ta’ala berfirman:

   


 
  
49
   
  
 
  
   
   
“Adapun orang yang diberikan kepadanya kitabnya dari sebelah kirinya,
maka dia berkata: “Aduhai, alangkah baiknya kiranya tidak diberikan
kepadaku kitabku (ini). Dan aku tidak mengetahui apa hisab terhadap
diriku. Wahai kiranya kematian itulah yang menyelesaikan segala sesuatu.
Hartaku sekali-kali tidak memberi manfaat kepadaku. Telah hilang pula
kekuasaanku dari padaku.” (QS. Al-Haqqoh: 25-29)

Pemberian kitab catatan amal mereka ada yang diberikan dari arah
belakang punggung mereka, sehingga mereka berteriak celakalah aku,
Allah Ta’ala berfirman:

   


  
“Adapun orang-orang yang diberikan kitabnya dari belakang, maka dia
akan berteriak: “Celakalah aku.” (QS. Al-Insyiqaaq: 10)

7. Malaikat Malik
Malaikat Malik mempunyai tugas menjaga neraka. Mengenai
penjelasan tentang tugas Malaikat Malik, diterangkan oleh Allah dalam
Alquran yang suci sebagai berikut:
 
   
   
Mereka berseru: "Hai Malik[1365] Biarlah Tuhanmu membunuh kami
saja". dia menjawab: "Kamu akan tetap tinggal (di neraka ini)".

Tugas Malaikat penjaga neraka adalah memasukkan manusia ke


dalam Neraka atas perintah Allah Subhana Wataalah dan memastikan

50
agar penghuninya tidak keluar-keluar dari Neraka, sebagaiman Firman
Allah dalam Quran yang suci:
  
  
  
 
  
  
  
  
Dan adapun orang-orang yang fasik (kafir) Maka tempat mereka adalah
jahannam. setiap kali mereka hendak keluar daripadanya, mereka
dikembalikan ke dalamnya dan dikatakan kepada mereka: "Rasakanlah
siksa neraka yang dahulu kamu mendustakannya (Qs. Assajadah:20).

8. Malaikat Ridwan
Malaikat penjaga Syurga tidak disebutkan namanya oleh Allah dalam
Alquran Surah Azzumar:73. Allah menyebutkan tugas Malaikat yang
menjaga syurga dengan mempersilahkan orang-orang bertakwa masuk
ke dalam Syurga:
  
  
   
 
  
  
 
 
Dan orang-orang yang bertakwa kepada Tuhan dibawa ke dalam
syurga berombong-rombongan (pula). sehingga apabila mereka sampai
ke syurga itu sedang pintu-pintunya Telah terbuka dan berkatalah
kepada mereka penjaga-penjaganya: "Kesejahteraan (dilimpahkan)
atasmu. Berbahagialah kamu! Maka masukilah syurga ini, sedang kamu
kekal di dalamnya (Qs. Azzumar:73).

2.2.4 Hikmah Beriman Kepada Malaikat


Hikmah beriman kapada malaikat yaitu :

51
1. Akan lebih bersyukur kepada Allah swt atas perhatian dan
perlindungannya terhadap hamba-hambanya dengan
menugaskan para malaikat menjaga dan mendoakannya.
2. Akan lebih mengenal kebesaran dan kekuasaan Allah SWT yang
menciptakan dan menugaskan para malaikat.
3. Sebagai seorang muslim harus selalu optimis, tidak boleh ragu-
ragu dan tidak putus asa dalam menghadapi masalah hidup
karena kita percaya bahwa ada malaikat yang akan memberikan
pertolongan dan bantuan.
4. Berusaha untuk hati-hati dalam hidup ini, karena ada malaikat
yang di beri tugas untuk mengamati dan mencatat semua
tingkah laku manusia.
2.3 Iman Kepada Kitab Allah
Sejak dahulu mulai dari Nabi Adam as, sampai kepada Nabiullah
Muhammad saw, Allah telah menurunkan beberapa kitab di antaranya
Shuhuf Ibrahim, Shuhuf Musa yaitu Taurat, Zabur yang diturunkan kepada
nabi Daud dan Injil yang diturunkan kepada Nabi Isa, Al-Quran yang
diturunkan kepada Nabiullah Muhammad Saw. Alquran sebagai kitab
terakhir dijadikan sebagai “hakim” atas semua kitab tersebut dan sebagai
timbangan untuk mengetahui kebenaran dan keabsahan dari kitab-kitab
terdahulu yang telah diselewengkan atau diubah. Allah SWT berfirman
dalam Surah Al-Maidah : 48

 
 
  
  
   
    
   
   
52
   
   
  
 
  
  
   
 
   
 
Dan kami Telah turunkan kepadamu Al Quran dengan membawa
kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang
diturunkan sebelumnya) dan batu ujian[421] terhadap kitab-kitab yang lain
itu; Maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan
dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan
kebenaran yang Telah datang kepadamu. untuk tiap-tiap umat diantara
kamu[422], kami berikan aturan dan jalan yang terang. sekiranya Allah
menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah
hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, Maka
berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali
kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang Telah kamu
perselisihkan itu (Qs. Al-Maidah:48)

2.3.1 Pengertian Iman Kepada Kitab Allah


Menurut bahasa, iman berasal dari bahasa Arab yaitu َ‫أ َ َمن‬- ُ‫يُؤْ ِمن‬- ‫ِإ ْي َمان‬
artinya “membenarkan”. Sedangkan menurut istilah, iman ialah
kepercayaan dalam hati, meyakini dan membenarkan adanya Tuhan dan
membenarkan semua yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. Kitab
Allah ialah wahyu Allah SWT yang disampaikan kepada para Rasul untuk
diajarkan kepada umat manusia sebagai petunjuk dan pedoman hidup.
Tujuan Allah menurunkan kitab-kitab itu agar digunakan sebagai pedoman
hidup bagi seluruh manusia menuju jalan hidup yang benar dan diridhai-
Nya, sebagaimana Allah sampaikan:
    
    
Kitab (Al Quran) Ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka
yang bertaqwa (Qs. Al-baqarah:2)
53
Iman kepada kitab-kitab Allah adalah mempercayai dan meyakini
sepenuh hati bahwa Allah SWT telah menurunkan kitab-kitabnya kepada
para nabi atau rasul yang berisi wahyu Allah untuk disampaikan kepada
seluruh umat manusia. Khususnya Kitab Suci Alquran diyakini sebagai
kitab yang masih orsinil sampai sekarang bahkan sampai hari kiamat,
sebagaimana disampaikan oleh Allah SWT:
  
  
 
“ Sesungguhnya Kami yang menurunkan Al Qur’an dan Sesungguhnya
Kami yang memeliharanya.” (Al Hijr : 9)

2.3.2 Pembagian Kitab Allah


Kitab Allah yang telah diturunkan kepada para Rasul-Nya ada empat, di
antaranya adalah:
a. Kitab Taurat
Kitab Taurat diwahyukan Allah swt. kepada nabi Musa a.s. sebagai
pedoman hidup bagi kaum Bani Israil. Firman Allah swt:
‫… ِإنَّا أَ ْنزَ ْلنَا الَّ ْتو َراة َ فِ ْي َها ُهدًى َّونُ ْور‬
Artinya: “Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab Taurat di
dalamnya (ada )petunjuk dan cahaya(yang menerangi)”….( Q.S Al-
Ma’idah: 44)

Taurat asli yang berisikan akidah dan hukum-hukum syariat sudah


tidak ada lagi. Yang beredar di kalangan orang-orang Yahudi saat ini
bukanlah Taurat asli, melainkan palsu. Sebab, mereka telah melakukan
perubahan-perubahan isinya (ajarannya). Para ulama pun sepakat bahwa
taurat yang murni sudah tidak ada lagi. Taurat yang beredar saat sekarang
lebih tepat dikatakan sebagai karangan atau tulisan orang-orang Yahudi
pada waktu dan masa yang berbeda.
Allah berfirman:

54
ِ ‫…منَ الَّ ِذيْنَ هَاد ُْوا يُ َح ِرفُ ْونَ اْل َك ِل َم َع ْن َم َو‬
‫اض ِع ِه‬ ِ
Artinya: “Yaitu orang-orang Yahudi mereka mengubah perkataan dari
tempat-tempatnya.”(Qs. An-Nisa’46).
b. Kitab Zabur
Kitab zabur diwahyukan Allah swt. Kepada nabi Daud a.s. Nabi Daud
hanya diperintahkan oleh Allah SWT untuk mengikuti syariat Nabi Musa.
Maka pokok ajaran kitab Zabur berisi tentang zikir, nasehat dan hikmah
tidak memuat syariat.
Firman Allah swt.:
‫َواَت َ ْينَا َد ُاو َد زَ ب ُْو ًرا‬
Artinya: “Dan kami berikan Zabur kepada Daud a.s“(al-Isra’ : 55)
c. Kitab Injil
Kitab Injil diwahyukan oleh Allah swt. kepada Nabi Isa a.s. Kitab Injil
yang asli memuat keterangan-keterangan yang benar dan nyata yaitu
perintah-perintah Allah SWT agar manusia mengesakannya dan tidak
menyekutukan-Nya dengan suatu apapun, juga menjelaskan bahwa di
akhir zaman akan lahir Nabi yang terakhir.
Kitab Injil yang beredar sekarang hanyalah hasil pikiran manusia bukan
wahyu Allah . Misalnya Kitab Injil matius, Injil lukas dan Injil Johanes. Antar
Injil tersebut banyak terdapat perbedaan dan bahkan bertentangan.
Menurut para ahi, isi dari kitab Injil adalah biografi Nabi isa a.s. dan
keyakinan yang ada di dalam ajarannya merupakan pikiran paulus, bukan
pendapat orang-orang harawi (pengikut-pengikut nabi isa a.s.) . Ada juga
yang dinamakan Injil Bernabas, oleh para ulama dianggap sesuai dengan
ajaran tauhid. Namun Injil jenis ini tidak dipakai oleh orang-orang Kristen
(Nasrani). Dengan demikian, yang wajib dipercayai oleh umat islam
hanyalah Injil yang diturunkan Allah SWT.kepada nabi isa a.s.
Firman Allah swt.:
‫…وأَت َ ْينَهُ اْ ِإل ْن ِج ْي َل فِ ْي ِه ُه َدى َّونُ ْور‬
َ

55
Artinya: “Dan Kami telah memberikan kepadanya (Isa) kitab Injil sedang
didalamnya (ada) petunjuk dan cahaya (yang menerangi)” …(al-Maidah 46)

d. Kitab Al-Quran
Al-Quran diturunkan Allah swt.kepada Nabi Muhammad saw. Melalui
malaikat Jibril itu tidak sekaligus, melainkan secara berangsur-angsur,
yang waktu turunnya selama 22 tahun 2 bulan 22 hari. Terdiri dari 30 juz,
144 surat, 6666 ayat, 74.437 kalimat, dan 325.345 huruf. Turunnya al-
Quran disebut Nuzulul Quran. Wahyu pertama berupa surat Al-‘Alaq ayat
1-5, diturunkan pada malam 17 Ramadhan tahun 610 m. Di Gua Hira
ketika Nabi Muhammad sedang berkhalwat. Pada saat itu pula Nabi
Muhammad saw. dinobatkan sebagai Rasulullah atau utusan Allah swt.
untuk menyampaikan risalahNya kepada seluruh umat. Sedangkan ayat
yang terakhir turun adalah surat al-Maidah ayat 3, ayat tersebut turun pada
tanggal 9 Dzulhijjah tahun 10 hijriyah di padang ‘Arafah ketika beliau
sedang menunaikan haji wada’ (haji perpisahan), karena beberapa hari
sesudah menerima wahyu tersebut nabi Muhammad saw wafat. Al-Quran
diwahyukan kepada Nabi Muhammad saw. Sebahagian isinya menghapus
sebahagian syari’at yang tertera dalam kitab-kitab terdahulu dan
melengkapinya dengan hukum yang sesuai dengan hukum syariat yang
sesuai dengan perkembangan zaman. Al-Quran merupakan kitab suci
terlengkap dan abadi sepanjang masa, berlaku bagi semua umat manusia
sampai akhir zaman, serta pedoman dan petunjuk bagi manusia dalam
menjalankan kehidupan di dunia agar tercapai kebahagiaan di akhirat.
Oleh karena itu,sebagai muslim kita tidak perlu meragukannya sama
sekali. Firman Allah:
 
 
  
  
   
56
Artinya: “Dan Kami telah turunkan kepadamu al-Quran dengan membawa
kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang
diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain
itu…(al-Maidah : 48)

Sikap kita terhadap Alquran lebih diperkuat oleh Allah, dengan


menghilangkan keraguan terhadap Alquran yang menjadi kitab petunjuk
bagi orang-orang yang bertakwa, sebagaimana yang disampaikan oleh
Allah Swt dalam Qs. Al-baqarah:2).
    
    
Artinya: “Kitab (al-Quran) ini tidak ada keraguan padanya,petunjuk bagi
orang-orang yang bertakwa”.(Qs.al-Baqarah:2)

Adapun isi pokok kandungan al-Quran adalah:


1. aqidah atau keimanan
2. Ibadah baik ibadah mahdhah maupun ghairu mahdhah
3. Akhlak seorang hamba kepada khaliq, kepada sesama manusia
dan alam sekitarnya.
4. Mu’amalah yaitu hubungan manusia dengan sesama manusia
5. Wa’ad dan wa’id
6. Kisah kisah nabi dan rasul, orang-orang shaleh dan orang-orang
yang inkar
7. Ilmu pengetahuan
8. Berita-berita masa depan
9. Peristiwa-peristiwa yang akan terjadi di akhirat.
2.3.3 Fungsi Kitab Allah
Kitab yang diturunkan oleh Allah diperuntukkan untuk ummat
manusia, sehingga memiliki fungsi yang sangat penting untuk menjalani
kehidupan ummat manusia di dunia, diantaranya adalah:
1. Petunjuk
57
Allah menurunkan Alquran salah tujuannya adalah sebagai
petunjuk buat ummat manusia agar manusia dapat menjalani
kehidupan dengan baik, tidak tersesat, selamat di dunia dan selamat
diakhirat, sebagaimana Allah sampaikan dalam Alquran yang suci:
    
   

Kitab (Al Quran) Ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi
mereka yang bertaqwa (Qs. Al-baqarah:2)

Wahyu Allah menunjuki manusia ke jalan yang benar, wahyu juga


menunjukkan jalan yang salah. Terserah manusia memilih jalan
hidupnya. Siapa yang menjadikan Alquran sebagai jalan hidupnya
atau pedoman hidupnya maka ia tidak akan tersesat selama-
lamanya. Hal ini disampaikan dalam hadits yang sangat masyhur:

Aku telah tinggalkan pada kamu dua perkara. Kamu tidak akan
sesat selama berpegang kepada keduanya, (yaitu) Kitab Allah dan
Sunnah Rasul-Nya. (Hadits Shahih Lighairihi, H.R. Malik; al-Hakim,
al-Baihaqi, Ibnu Nashr, Ibnu Hazm, disahikan oleh Syaikh Salim al-
Hilali)

Menjadikan wahyu Allah (Alquran) sebagai pedoman hidup


membuat manusia berada di atas jalan Allah yang lurus, sehingga
diakhir perjalanan hidupnya akan sampai di pintu Syurga,
sebagaimana disampaikan dalam hadits:

“Barang siapa yang menempatkan Alquran sebagai imamnya


(pedoman hidup) maka Alquran yang akan menuntunnya masuk
Syurga, barang siapa yang meninggalkan Alquran, maka Alquran
yang akan mendorongnya masuk ke dalam Neraka.

58
Allah telah menciptakan ummat manusia, maka Allah pula yang
mengetahui aspek hidup manusia. Allah mengetahui kelemahan
dan kelebihan manuisa maka Allah memberikan petunjuk agar
manusia tidak mengalami kerusakan. Sama halnya sebuah mesin
yang telah dibuat oleh suatu pabrik, maka pasti pabrik yang telah
membuatnyalah yang paling tahu sisi kelemahan dan kelebihan
mesin yang telah dibuatnya sehingga mereka kemudian
membuatkannya petunjuk teknis agar mesin itu dapat berfungsi
dengan baik. Allah telah menyampaikan dalam Alquran Surah Al-
Baqarah:2, bahwa kitab Allah adalah petunjuk, terutama bagi orang
yang bertakwa:
    
   

Kitab[11] (Al Quran) Ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi
mereka yang bertaqwa[12],

Alquran sebagai petunjuk yaitu menunjukkan jalan yang benar


dan salah agar manusia senangtiasa menempuh jalan yang benar
atau jalan yang lurus, selalu diminta oleh orang-orang yang
beribadah kepadanya. Barang siapa yang menjadikan kitab Allah
sebagai pedoman atau petunjuk maka ia akan selamat di dunia dan
di akhirat, sebaliknya barang siapa yang meninggalkan Alquran atau
tidak menjadikannya sebagai petunjuk maka ia akan tersesat
selama-lamanya dan diakhirat hidupnya akan mendapatkan
kecelakaan yaitu Neraka.
2. Furqan
Alquran diturunkan oleh sebagai furqan yaitu garis demakrasi atau
pembeda antara yang hak dan yang bathil. Dengan turunnya
Alquran manusia mampu membedakan antara yang salah dengan
yang benar. Allah Subhana Watalah menyampaikan bahwa salah
59
satu tujuan Alquran diturunkan oleh Allah untuk ummat manusia
adalah agar menjadi furqan, sebagaimana disampaikan oleh Allah
dalam alquran yang suci:
  
  
  
 
 
Pada hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di
dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi
manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan
pembeda (antara yang hak dan yang bathil). …..(Qs. Al-
Baqarah:185)

3. Pemberi Keputusan
Manusia sebagai makhluk yang dinamis sering kali terjadi
perselisihan-persilihan paham, bahkan terkadang menjurus kepada
pertengkaran-pertengkaran bahkan di antara orang Yahudi dan
Nasrani saling mengklaim siapa di antara mereka yang benar dan
terbaik, hal ini diabadikan oleh Allah dalam Alquran yang suci
bahwa:
 
  
 
 
  
   
   
   
  
  
  

Orang-orang Yahudi berkata: "Orang-orang Nasrani itu tidak
mempunyai suatu pegangan", dan orang-orang Nasrani berkata:
"Orang-orang Yahudi tidak mempunyai sesuatu pegangan,"
60
padahal mereka (sama-sama) membaca Al Kitab. demikian pula
orang-orang yang tidak mengetahui, mengatakan seperti Ucapan
mereka itu. Maka Allah akan mengadili diantara mereka pada hari
kiamat, tentang apa-apa yang mereka berselisih padanya (Qs. Al-
baqarah:113).

Bahkan orang-orang Yahudi dan Nasrani mengatakan bahwa tidak


akan pernah manusia masuk syurga kecuali kalau mereka masuk
menjadi golongan Yahudi atau Nasrani, ucapan mereka ini
diabadikan oleh Allah dalam Alquran yang suci:
  
   
    
   
  
 
Dan mereka (Yahudi dan Nasrani) berkata: "Sekali-kali tidak akan
masuk surga kecuali orang-orang (yang beragama) Yahudi atau
Nasrani". demikian itu (hanya) angan-angan mereka yang kosong
belaka. Katakanlah: "Tunjukkanlah bukti kebenaranmu jika kamu
adalah orang yang benar"(Qs. Al-Baqarah:111).

Pernyataan mereka ini kemudian di bantah oleh Wahyu diturunkan


oleh Allah kepada Nabi Muhammad, yang mengatakan bahwa
bukan hanya orang Yahudi dan Nasrani yang akan masuk syurga
akan tetapi siapa saja yang beriman dan beramal saleh semua akan
dibalas oleh Allah Subhana Wataalah, inilah bantahan telak dari
Alquran yang suci, sebagaimana disampaikan pada Surah Al-
baqarah:112
   
   
   
   
 
(Tidak demikian) bahkan barangsiapa yang menyerahkan diri
kepada Allah, sedang ia berbuat kebajikan, Maka baginya pahala

61
pada sisi Tuhannya dan tidak ada kekhawatiran terhadap mereka
dan tidak (pula) mereka bersedih hati (Qs. Al-Baqarah:112).

Inilah bukti bahwa wahyu yang diturunkan oleh Allah terutama


kepada Nabiullah Muhammad Saw, memberi keputusan terhadap
perselisihan-persilihan yang sudah berlangsung berabad-abad
lamanya di tengah-tengah ummat manusia.
4. Peringatan
Wahyu Allah termasuk Alquran diturunkan kepada ummat manusia
disamping sebagai petunjuk, juga sekaligus menjadi peringatan
terutama kepada mereka yang sering melakukan kedzaliman atau
pendosa agar mereka menyadari kesalahan-kesalahan dan kembali
ke jalan Allah Subhana Wataalah. Hampir disetiap masa jika ada
kedzaliman yang dilakukan oleh ummat manusia selalu Allah
mengutus para Rasulnya dengan membawa wahyu dari Allah
sebagai peringatan buat mereka agar mereka berhenti dari
kedzalimannya. Sebagai contoh dalam pentas kehidupan manusia
yang akan abadi tertulis dalam Alquran adalah kedzaliman Fir’aun
laknatullah yang diberi peringatan oleh Nabi Musa dengan
menyampaikan wahyu Allah kepadanya. Allah Subhana Wataalah
telah menyampaikan hal ini dalam Aquran yang suci bahwa:
  
  
 
  
 
  
   
   
  
  
 
   
62
  
  
  
   
  

Manusia itu adalah umat yang satu. (Setelah timbul perselisihan),
Maka Allah mengutus para nabi, sebagai pemberi peringatan, dan
Allah menurunkan bersama mereka Kitab yang benar, untuk
memberi Keputusan di antara manusia tentang perkara yang
mereka perselisihkan. tidaklah berselisih tentang Kitab itu
melainkan orang yang Telah didatangkan kepada mereka kitab,
yaitu setelah datang kepada mereka keterangan-keterangan yang
nyata, Karena dengki antara mereka sendiri. Maka Allah memberi
petunjuk orang-orang yang beriman kepada kebenaran tentang hal
yang mereka perselisihkann itu dengan kehendak-Nya. dan Allah
selalu memberi petunjuk orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan
yang lurus (Qs. Al-Baqarah:213).

5. Kabar Gembira
Wahyu Allah yang disampaikan kepada ummat manusia melalui
Rasul-Nya juga mengandung kabar gembira kepada orang-orang
yang berada di jalan Allah, terutama bagi mereka yang beriman dan
beramal shaleh. Kabar gembira bagi hamba Allah yang saleh
adalah berupa janji-janji yang disiapkan oleh Allah bagi hamba-Nya.
Diantara kabar gembira itu adalah:
 
 
  
   
  
  
   
   
   
  
   
   
63
Dan sampaikanlah berita gembira kepada mereka yang beriman dan
berbuat baik, bahwa bagi mereka disediakan surga-surga yang
mengalir sungai-sungai di dalamnya. setiap mereka diberi rezki
buah-buahan dalam surga-surga itu, mereka mengatakan : "Inilah
yang pernah diberikan kepada kami dahulu." mereka diberi buah-
buahan yang serupa dan untuk mereka di dalamnya ada isteri-isteri
yang Suci dan mereka kekal di dalamnya (Qs. Al-Baqarah:25)

6. Memberikan Ancaman
Alquran disamping memberikan kabar gembira kepada orang-orang
yang beriman, Alquran juga memberi ancaman bagi orang-orang
kafir akan balasan dari perilaku mereka di dunia, yang akan diterima
di akhirat. Allah Subhana Wataalah telah menyampaikan dalam
Alquran yang suci:
  
 
 
  
 
  
 
 
Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada ayat-ayat Allah dan
membunuh para nabi yang memamg tak dibenarkan dan
membunuh orang-orang yang menyuruh manusia berbuat adil,
Maka gembirakanlah mereka bahwa mereka akan menerima siksa
yg pedih (Qs. Ali-Imran:21).

7. Pengobat hati
Penyakit yang dialami oleh manusia bukan hanya secara fisik akan
tetapi penyakit lain yang tidak kalah parahnya adalah penyakit non
fisik yaitu penyakit hati. Allah Subhana wataalah menyampaikan
bahwa:
   
    

64
  
 
Dalam hati mereka ada penyakit[23], lalu ditambah Allah penyakitnya;
dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta (Qs.
Al-baqarah:10)

Penyakit fisik biasanya muda ditemukan obatnya dan banyak ahli


yang dapat mengobatinya seperti dokter atau tabib, akan tetapi penyakit
hati seperti iri, dengki, dendam, takbur, sombong, angkuh, tamak, riya’
tidak mudah untuk menemukan obat penyembuhnya. Satu-satunya obat
yang dapat menyembuhkan penyakit hati adalah wahyu Allah, yaitu Al-
quran sebagaimana disampaikan oleh Allah dalam Alquran yang suci:
  
  
  
  
 

Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari
Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada)
dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang
beriman (Qs. Yunus:57)

Alquran sebagai penyembuh bukan untuk diminum atau


dimakan tulisannya, apalagi dijadikan sebagai jimat, akan tetapi
dibaca, dipahami maknanya, kemudian diamalkan maka dengan izin
Allah Subhana Wataalah penyakit-penyakit hati yang bersarang di
dada manusia dapat tersembuhkan.
2.4 Iman Kepada Rasul
2.4.1 Pengertian Iman Kepada Rasul

Iman kepada Rasul Allah termasuk rukun iman yang keempat dari
enam rukun yang wajib diimani oleh setiap umat Islam. Iman kepada para
rasul ialah meyakini dengan sepenuh hati bahwa para rasul adalah orang-
orang yang telah dipilih oleh Allah swt. untuk menerima wahyu dari-Nya
65
untuk disampaikan kepada seluruh umat manusia agar dijadikan pedoman
hidup demi memperoleh kebahagiaan di dunia dan di akhirat.
Seorang Nabi dan Rasul memiliki perbedaan, menurut Al-Baidhawi,
Umar bin Muhammad al-Syiraji, (t.th) Rasul adalah orang yang diutus Allah
swt. dengan syari’at yang baru untuk menyeru manusia kepadaNya.
Sedangkan nabi adalah orang yang diutus Allah swt. untuk menetapkan
(menjalankan) syari’at rasul-rasul sebelumnya. Sebagai contoh Nabi Musa
adalah nabi sekaligus rasul. Tetapi nabi Harun hanyalah nabi, sebab ia
tidak diberikan syari’at yang baru. Ia hanya melanjutkan atau membantu
menyebarkan syari’at yang dibawa nabi Musa AS.

2.4.2 Nama-nama Nabi dan Rasul


Alquran menyebutkan bahwa terdapat 25 nabi dan rasul yang wajib
diketahui dengan Nabi Muhammad SAW sebagai nabi yang terakhir untuk
seluruh umat spanjang masa, yaitu Adam AS, Idris AS. Nuh AS, Hud AS,
Soleh AS, Ibrahim AS, Luth AS, Ismail AS, Ishak AS, Yakub AS, Yusuf AS,
Ayub AS, Sueb AS, Musa AS, Harun AS, Zulkifli AS, Daud AS, Sulaiman
AS, Ilyas AS. Ilyasa AS, Yunus AS, Zakaria AS, Yahya AS, Isa AS.
Muhammad SAW. Dari 25 Nabi dan Rasul ada yang mendapatkan
julukan Ulul Azmi, yaitu Nabi yang memiliki ketabahan yang luar biasa
dalam menjalakan ke Rasulannya, diantaranya adalah: Nuh As, Ibrahim
As, Musa As dan Muhammad SAW.
Semua Nabi dan Rasul yang disebutkan dalam Alquran wajib diimani
sebagai suatu keyakinan bahwa Allah telah mengutus Nabi dan Rasul-Nya
dari dulu sampaik kepada Nabiullah Muhammad Saw, dan tidak ada lagi
Nabi dan Rasul yang akan diutus oleh Allah setelah Nabi Muhammad Saw,
karena beliaulah sebagai penutup para Nabi dan Rasul.

2.4.3 Sifat-sifat Nabi dan Rasul


66
Nabi dan Rasul tidak sama dengan manusia biasa dari segi sifat dan
perilaku, Seorang Nabi dan Rasul memiliki sifat utama yang wajib
dimilikinya, di antaranya adalah:
1. Shiddiq (benar).
Seorang Nabi dan Rasul akan selalu berkata benar, dimana,
kapanpun dan dalam keadaan bagaimanapun mereka tidak akan
berdusta (kadzib). Apa yang disampaikan tidak akan pernah
dibuat-buat diatas kedustaan akan tetapi semua yang
disampaikan berasal dari wahyu Allah, hal ini dapat diketahui dari
dalil Alquran yang suci:
    
  
 
Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan
(kepadanya). Yang diajarkan kepadanya oleh (Jibril) yang sangat
kuat (Qs. An-Najam:4-5).

2. Amanah
Seorang Nabi dan Rasul memiliki sifat amanah yaitu dapat
dipercaya, jujur, tidak mungkin khianat. Para Nabi dan Rasul
mendapatkan amanah dari Allah Swt menyampaikan wahyu Allah
dan mereka tidak akan pernah menghinati amanah yang
diberikan oleh Allah kepadanya, hal ini dapat dibaca pada
keterangan Alquran yang suci:
 
  
  
Aku menyampaikan amanat-amanat Tuhanku kepadamu dan Aku
hanyalah pemberi nasehat yang terpercaya bagimu"(Qs. Al-
A’raf:68).
Ketika Nabi Muhammad SAW ditawari kerajaan, harta, wanita oleh
kaum Quraisy agar beliau meninggalkan tugas ilahinya menyiarkan agama
Islam, beliau menjawab: ”Demi Allah…wahai paman, seandainya mereka
dapat meletakkan matahari di tangan kanan ku dan bulan di tangan kiri ku
agar aku meninggalkan tugas suci ku, maka aku tidak akan
67
meninggalkannya sampai Allah memenangkan (Islam) atau aku hancur
karena-Nya”……Meski kaum kafir Quraisy mengancam membunuh Nabi,
namun Nabi tidak gentar dan tetap menjalankan amanah yang dia terima
(Muhammad Husain Haekal, 2015).
3. Tabligh
Salah satu sifat dari seorang Nabi dan Rasul adalah tabligh artinya
mereka senantiasa konsekwen menyampaikan kebenaran (wahyu) kepada
umatnya. Tidak mungkin mereka menyembunyikan kebenaran yang
diterimanya dari Allah swt. (kitman), meskipun mereka harus menghadapai
resiko yang besar. Diantara mereka ada harus berhadapan dengan para
penguasa yang dzalim atau kaum yang menolak, akan tetapi mereka tetap
istiqamah menyampaikan wahyu Allah kepada ummatnya. Tugas sebagai
penyampai bagi seorang Nabi dan Rasul ditegaskan oleh Allah Subhana
Wataalah dalam Alquran yang suci:
   
  
  
   
Supaya dia mengetahui, bahwa Sesungguhnya rasul-rasul itu Telah
menyampaikan risalah-risalah Tuhannya, sedang (sebenarnya) ilmu-Nya
meliputi apa yang ada pada mereka, dan dia menghitung segala sesuatu
satu persatu (Qs. Aljin:

4. Fathanah, artinya semua rasul-rasul adalah manusia-manusia yang


cerdas yang dipilih Allah swt. Tidak mungkin mereka bodoh atau idiot
(baladah).
5. Khusus Nabi Muhammad saw. sebagai pemimpin para rasul (sayyidul
mursalin) mendapat sanjungan dan pujian yang luar biasa dari Allah swt.
disebabkan karena akhlaknya sebagaimana tersebut dalam surah Al
Qalam ayat 4
   

68
yang artinya “Dan sesungguhnya kamu (Muhammad) benar-benar
berbudi pekerti yang agung “ (Q.S. Al Qalam: 4)

2.4.4 Tugas Para Nabi dan Rasul

Nabi dan Rasul yang diutus oleh Allah Subahan Wataalah ke


tengah-tengah ummat manusia memiliki tugas atau tanggungjawab, di
antaranya adalah:
1. Menyampaikan Wahyu Allah
Seorang Rasul yang diutus oleh Allah ke tengah-tengah ummat
manusia adalah menyampaikan wahyu, tak seorangpun Rasul yang
menyampaikan sesuatu berdasarkan hawa nafsunya atau sesuai
dengan keinginannya, akan tetapi seorang Rasul bertugas sebagai
penyampai wahyu, hal ini ditegaskan oleh Allah dalam Alquran yang
suci:
  
    
  
Dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Quran) menurut kemauan
hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang
diwahyukan (kepadanya).

2. Memberi Tauladan
Seorang Rasul yang diutus oleh Allah Subhana harus mampu
menerjemahkan perintah Allah Subhana Wataalah, agar ia dapat
menjadi contoh buat ummatnya. Rasululah menjadi contoh dalam
melakukan praktek ibadah, aqidah, akhlak, dan muamala duniawi.
Allah telah menyampaikan bahwa seorang Rasul adalah patron
dalam menjalani kehidupan oleh karena pada diri mereka terdapat
contoh yang terbaik, hal ini disampaikan dalam Alquran yang suci:
    
  
   
69
 
   
Sesungguhnya Telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang
baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
(kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah (Qs. Al-
Ahzab:21)
3. Mengajarkan Ilmu
Pada hakikatnya, nabi dan rasul merupakan pemberian Tuhan yang
paling baik bagi umat manusia, sebab dengan diutusnya mereka di
tengah umat manusia, mereka menjalankan tugas membebaskan
manusia dari penjara dan kungkungan tabiat dan melakukan
pekerjaan yang lebih besar, lebih luas, dan lebih tinggi dari medan
pekerjaan dan keterbatasan akal partikular; terlebih apa yang
diperoleh dan dicapai oleh akal dapat ditimpa kesalahan, kekeliruan,
dan perubahan, dan senantiasa hipotesa baru akan menggantikan
hipotesa lama. Berangkat dari sinilah Nasiruddin Thusi seorang
ilmuan dan filosof Islam berkeyakinan bahwa salah satu dari faedah
diutusnya nabi adalah menegaskan dan menguatkan persepsi serta
kognisi akal.
4. Menyempurnakan Akal dan Intelek
Manusia dalam bidang pemikiran dan teoritis butuh kepada wahyu
Tuhan; sebab apa yang mesti mereka ketahui, namun mereka tidak
pahami dan ketahui (dengan jalan akal dan intelek), mereka dapat
memahaminya dengan pertolongan wahyu, dan apa yang mesti
mereka peroleh secara sâlim dan sempurna, tapi tidak punya
kemampuan terhadapnya, tersempurnakan dan terpecahkan
dengan bantuan wahyu.
5. Menegakkan Keadilan
Tegaknya keadilan di tengah-tengah masyarakat merupakan cita
ideal setiap insan yang mendambakan keselamatan dan
kebahagiaan di dunia. Karena itu salah satu tujuan penting dari

70
bi’tsah adalah untuk tegaknya keadilan dalam masyarakat. Allah
menyampaikan dalam Alquran yang suci:
   
 
  
  
  
 
 
Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat
kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari
perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. dia memberi
pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran (Qs.
Al-An-Nahl:90)
6. Menyelamatkan Manusia dari Kegelapan
Di antara tujuan bi’tsah kenabian lainnya adalah melepaskan dan
menganggkat manusia dari jurang kegelapan menuju lembah
cahaya, kejahilan ilmu dan amal, keduanya adalah kegelapan,
keduanya terperangkap timbunan kegelapan dan mengklaim diri,
mendapat petunjuk tanpa dalil ilmu dan bukti amal adalah bentuk
keterselimutan dalam kegelapan yang tebal. Satu-satunya perahu
keselamatan dan pelita hidayah adalah misykât kenabian, dimana ia
akan memberangkatkan manusia dari istana ego menuju tempat
kerja taklif dan kehambaan pada Tuhan dan menerangi hati-hati
gelap serta menyusulkan orang-orang sesat kepada para penapak
jalan cahaya. Allah mengutus Rasul-Nya untuk mengeluarkan
ummat manusia dari kegelapan ke cahaya kehidupan yaitu hidup
yang dilandasi oleh wahyu yang disampaikan oleh para Rasul Allah.
Dalam Alquran yang suci Allah berfirman:
  
  
  
  

71
 
  
  
   
  
Allah pelindung orang-orang yang beriman; dia mengeluarkan
mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman). dan
orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya ialah syaitan, yang
mengeluarkan mereka daripada cahaya kepada kegelapan
(kekafiran). mereka itu adalah penghuni neraka; mereka kekal di
dalamnya (Qs. Al-Baqarah:257).
7. Mengajak Menyembah Allah
Mengajak ummat untuk menyembah Allah menjadi tujuan inti dan
pokok bi’tsah kenabian. Seruan dan ajakan kepada masyarakat
untuk menyembah Tuhan Yang Esa. Oleh karena itu, fokus asli
dakwah para nabi As adalah menjaga tauhid fitri dan menolak
segala bentuk penyekutuan Allah sebagaimana dalam kalimat
tauhid “lailaha illahu”… Maknanya dapat diterima secara rasional
oleh pandangan dan diterima secara amal oleh perbuatan, pada
hakikatnya menyembah Allah yakni menjauhi segala bentuk
penyembahan kepada yang lain selain penyembahan dan ibadah
kepada Tuhan Yang Maha Esa. Hal ini disampaikan oleh Allah
dalam Alquran yang suci:
    
    
   
   
 
(yang memiliki sifat-sifat yang) demikian itu ialah Allah Tuhan kamu;
tidak ada Tuhan selain Dia; Pencipta segala sesuatu, Maka
sembahlah Dia; dan dia adalah pemelihara segala sesuatu (Qs. Al-
an’am:102).
8. Menghakimi dan Memutuskan Perselisihan Masyarakat

Allah subhana wataalah mengutus Rasulnya ke tengah-tengah


ummat untuk memutuskan masalah atau perselisihan di antara
mereka sesuai dengan ketentuan Allah Subhana Wataalah,
sebagaimana disampaikan oleh Allah dalam Alquran yang suci:

72
  
   
 
 
   
    
  
   
   
  
 
Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut
apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu
mereka. dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka
tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang Telah diturunkan
Allah kepadamu. jika mereka berpaling (dari hukum yang Telah
diturunkan Allah), Maka Ketahuilah bahwa Sesungguhnya Allah
menghendaki akan menimpakan mushibah kepada mereka
disebabkan sebahagian dosa-dosa mereka. dan Sesungguhnya
kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik (Qs. Al-
Maidah:49).
9. Mengajak kepada Kehidupan yang Lebih Baik dan Konstruktif
Wahyu dan ajaran para Nabi As adalah penjamin kehidupan yang
lebih baik bagi manusia, Para nabi dan rasul inilah yang memimpin
kafilah-kafilah ruhani menuju kedekatan kepada Allah dan memberi
kehidupan maknawi sebagai sebuah bentuk kehidupan yang lebih
baik dan konstruktif bagi umat manusia. Allah Subhana Wataalah
menyampaikan dalam Alquran yang suci:
  
  
 
   
   
  
 
    
73
  
 
 
Katakanlah: "Hai ahli kitab, marilah (berpegang) kepada suatu
kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan
kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita
persekutukan dia dengan sesuatupun dan tidak (pula) sebagian kita
menjadikan sebagian yang lain sebagai Tuhan selain Allah". jika
mereka berpaling Maka Katakanlah kepada mereka: "Saksikanlah,
bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada
Allah)"(Qs…..:64)

10. Mengingatkan Nikmat-nikmat Tuhan


Allah Swt, dalam berbagai ayat al-Qur’an menyebutkan bahwa salah
satu dari misi kenabian mengingatkan manusia kepada nikmat-
nikmat Ilahi. Misalnya Nabi Musa menyampaikan kepada Bani
Israil agar senangtiasa mengingat nikmat Allah Subhana Wataalah
sebagaimana disampaikan dalam Alquran yang suci:
 
 
 
 
 
 
 
40. Hai Bani Israil[41], ingatlah akan nikmat-Ku yang Telah Aku
anugerahkan kepadamu, dan penuhilah janjimu kepada-Ku[42],
niscaya Aku penuhi janji-Ku kepadamu; dan Hanya kepada-Ku-lah
kamu harus takut (tunduk)(Qs. Al-Baqarah:40)

11. Membebaskan Manusia


Hal yang terbaik dihadiahkan para Nabi kepada umat manusia
adalah penyebaran kebebasan dan kemerdekaan, yakni kebebasan
dari sistem-sistem destruktif yang merusak jiwa-jiwa individual dan
tatanan sosial maknawi. Para Nabi dan Rasul yang diutus oleh
Allah telah membebaskan manusia atas perbudakan, penghambaan
manusia terhadap sesama manusia, dengan mengarahkan manusia
74
untuk menghambakan diri kepada Rab penciptanya, yang
merupakan hakekat penghambaan yang sesungguhnya.
2.4.5 Hikmah Beriman Kepada Rasul-rasul Allah SWT
Beriman kepada Rasul-rasul Allah akan memberikan hikmah yang
besar bagi ummat manusia antara lain :

1. Mengetahui betapa besarnya kasih sayang Allah kepada hambanya


sehingga diutus beberapa Nabi untuk membimbing dan memberi
petunjuk untuk kebahagian manusia baik didunia maupun diakhirat.
2. Kita selalu bersyukur kepada Allah SWT, karena mengutus Nabi
sebagai pembimbing keselamatan kita, itu adalah merupakan nikmat
yang amat besar.
3. Melahirkan rasa cinta dan ta’zhim kepada Rasul, karena mereka
berhasil mengemban amanah dari Allah SWT, walaupun dihalau
oleh beberapa tantangan dan rintangan, namun risalah tersebut
tetap tersebar sampai saat ini.

Selain itu hikmah beriman kepada Rasul juga dapat mengetahui


jejak Rasul-rasul Allah, sehingga makin mantaplah keyakinan akan
kesempurnaan islam yang dibawa Nabi Muhammad SAW dan makin teguh
berpegang pada ajaran Tuhan yang maha sempurna.

2.5 Iman Kepada Hari Akhir


Hari kiamat merupakan rukun iman yang ke-lima. Hari kiamat diawali dengan
tiupan terompet sangkakala oleh malaikat isrofil untuk menghancurkan bumi
beserta seluruh isinya. Hari kiamat ini sama skali tidak dapat diprediksi kapan
akan datangnya karena merupakan rahasia Allah SWT,Yang tidak dapat diketahui
oleh siapapun. Namun dengan demikian kita masih bisa mengetahui kapan
datangnya hari kiamat dengan melihat tanda-tanda yang diberikan oleh nabi
Muhammad SAW. Orang iman kepada Allah SWT dan berbuat kebaikan akan
menerima imbalan surga yang penuh kenikmatan, sedangkan bagi oang-orang
kafir dan penjahat akan masuk neraka yang sangat pedih siksanya.
Syurga dan neraka merupakan tempat yang dijanjikan Allah kepada
hamba-hambanya sesuai perlakuan mereka selama menjalani kehidupan

75
didunia. Janji Allah dapat tereliasir pada saat manusia telah sampai pada
kehidupan akhirat.
2.5.1 Pengertian Yaumul Akhir
Yaumul akhir atau hari kiamat adalah hari akhir kehidupan seluruh
manusia dan makhluk hidup didunia yang harus kita percayai kebenaran
adanya yang menjadi jembatan menuju kehidupan di akhirat yang kekal
dan abadi. Iman kepada hari kiamat adalah rukun iman yang ke-lima. Hari
kiamat diawali dengan tiupan terompet sangkakala oleh malaikat isrofil
untuk menghancurkan bumi beserta seluruh isinya. Sebagaimana
disampaikan oleh Alllah dalam Alquran yang suci:
   
    
     
    
   
Dan ditiuplah sangkakala, Maka matilah siapa yang di langit dan di bumi
kecuali siapa yang dikehendaki Allah. Kemudian ditiup sangkakala itu
sekali lagi Maka tiba-tiba mereka berdiri menunggu (putusannya masing-
masing)(Qs. Azzumar:68)

Hari kiamat tidak dapat diprediksi kapan akan datangnya karena


merupakan rahasia Allah SWT. Namun kita masih bisa mengetahui
kapan datangnya hari kiamat dengan melihat tanda-tanda yang diberikan
oleh nabi Muhammad SAW. Dengan peraya dan beriman kepada hari
kiamat (yaumul akhir) akan mendorong kita untuk selalu berbuat baik,
menghindari perbuatan dosa, tidak mudah putus asa, tidak sombong, tidak
takabur, dan lain Sebagainya. Segala amal perbuatan kita dicatat oleh
malaikat yang akan digunakan sebagai bahan refrensi apakah kita masuk
surga datau neraka ?
2.5.2 Tanda-Tanda Datangnya Hari Kiamat

76
Tanda-tanda hari kiamat adalah alamat kiamat yang menunjukkan
akan terjadinya kiamat tersebut. Tanda-tanda akan datangnya hari kiamat
ada berupa tanda-tanda kecil dan ada berupa tanda-tanda besar.
Adapun tanda-tanda kiamat sebagai berikut:
a. Tanda kimat kecil
Tanda-tanda kiamat kecil adalah tanda yang datang sebelum kiamat
dengan waktu yang relatif lama dan kejadian biasa, seperti :
dicabutnya ilmu, dominannya kebodohan, minum khomar sebagai
kegemaran, berlomba-lomba dalam membangun dan lain-lain. Tanda-
tanda kiamat kecil terbagi menjadi dua :
Pertama : kejadian sudah muncul dan sudah selesai, seperti diutusnya
Rosulullah SAW, terbunuhnya Utsman bin Affan, terjadinya fitnah
besar abtara dua kelompok orang beriman.
Kedua : kejadiannya sudah muncul tetapi belum selesai bahkan
semakin bertambah, seperti : tersia-siakannya amanah, terangkatnya
ilmu, merebaknya perzinaan dan pembunuhan, banyaknya wanita dan
lain-lain. Secara rinci tanda-tanda kecil akan datangnya hari kiamat
dapat dirinci sebagai berikut:
1) Diutusnya Rosulullah SAW.
2) Disia-siakanya amanah.
3) Pengembala menjadi kaya.
4) Sungai erafat menjadi emas.
5) Baitul Maqdis dikuasai oleh umat islam.
6) Banyak terjadi pembunuhan.
7) Munculnya kaum khowarij.
8) Banyak polisi dan pembela kedzoliman.
9) Perang antara yahudi dan umat islam.
10) Dominannya fitnah.
11) Sedikitnya ilmu.

77
12) Merebaknya perzinaan.
13) Banyaknya kaum wanita.
14) Bermewah-mewah dalam membangun masjid.
15) Menyebarkan riba dan harta haram.
b. Tanda Kiamat Qubro (besar)
Ada beberapa tanda-tanda akan terjadi hari kiamat besar yang terpisah
dari beberapa hadits. Di antaranya adalah:
1. Imam Muslim rahimahullah meriwayatkan dari Hudzaifah bin Asid al-
Ghifari Radhiyallahu anhu, dia berkata, “Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
datang kepada kami. Sedangkan kami tengah berbincang-bincang, lalu
beliau bertanya:

‫َما تَذَاك َُر ْونَ ؟‬

‘Apa yang kalian bicarakan?’

Mereka menjawab, ‘Kami sedang membicarakan Kiamat.’ Beliau berkata:

ٍ ‫إِنَّ َها لَ ْن تَقُ ْو َم َحتَّى ت ََر ْونَ قَ ْبلَ َها َع ْش َر آيَا‬.


‫ت‬

‘Sesungguhnya ia (Kiamat) tidak akan terjadi hingga kalian melihat sepuluh


tanda sebelumnya.’

Kemudian beliau menyebutkan asap, Dajjal, binatang, terbitnya matahari


dari barat, turunnya Nabi ‘Isa bin Maryam, Ya’-juj dan Ma’-juj, dan tiga
khasf (penenggelaman ke dalam bumi); khasf di timur, khasf di barat, dan
khasf di Jazirah Arab, dan yang terakhirnya adalah api keluar dari Yaman
yang menggiring manusia ke tempat mereka berkumpul. Pada riwayat lain
Imam Muslim rahimahullah meriwayatkan hadits ini dari Hudzaifah bin Asid

78
“Sesungguhnya Kiamat tidak akan terjadi hingga ada sepuluh tanda
(sebelumnya): khasf di timur, khasf di barat, khasf di Jazirah Arab, asap,
Dajjal, binatang bumi, Ya’-juj dan Ma’-juj, terbitnya matahari dari barat, dan
api yang keluar dari jurang ‘Adn yang menggiring manusia.”

2. Imam Muslim rahimahullah meriwayatkan dari Abu Hurairah


Radhiyallahu anhu, bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:

“Bersegeralah kalian dalam beramal (sebelum datang) enam hal: terbitnya


matahari dari barat, asap, Dajjal, binatang, sesuatu yang khusus untuk
kalian (kematian), atau masalah yang umum (hari Kiamat).”[3]

Ath-Thabrani rahimahullah meriwayatkan dalam kitab al-Ausath dari Abu


Hurairah Radhiyallahu anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , beliau
bersabda:

َ ِِّ‫ يَتَتَابَ ْعنَ َك َمـا تَتَابَ َع ْال َخ َر ُز فِي الن‬،‫ض‬


‫ظ ِام‬ ٍ ‫ض َها َعلَـى إِثْ ِر بَ ْع‬ ِ ‫ ُخ ُر ْو ُج اْآليَا‬.
ُ ‫ت َب ْع‬

“Munculnya tanda-tanda (Kiamat) sebagiannya mengikuti bagian yang lain,


saling mengikuti bagaikan mutiara pada sebuah rangkaian.”[12]

Dan al-Imam Ahmad meriwayatkan dari ‘Abdullah bin ‘Amr Radhiyallahu


anhuma, beliau berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:

79
ُ ‫طعِ ال ِس ِّْلكُ ؛ َيتْ َب ْع َب ْع‬
‫ض َها َب ْعضًا‬ َ ‫ فَإ ِ ْن يُ ْق‬، ٍ‫ظ ْو َماتٌ ِف ْي ِس ْلك‬
ُ ‫اْآل َياتُ خ ََرزَ اتٌ َم ْن‬.

‘Tanda-tanda (Kiamat) bagaikan mutiara yang terangkai di dalam seutas


benang, jika benang itu diputus, maka sebagiannya akan mengikuti
sebagian yang lain.’”

Hal ini diperkuat oleh keterangan yang telah berlalu tentang urutan
tanda-tanda besar Kiamat, di mana sebagian hadits menyebutkan bahwa
se-bagian tanda-tanda itu muncul pada zaman yang saling berdekatan.
Tanda besar Kiamat yang pertama setelah kemunculan al-Mahdi adalah
keluarnya Dajjal, kemudian turunnya ‘Isa Alaihissallam untuk
membunuhnya, selanjutnya datangnya Ya’-juj Ma’-juj, dan do’a Nabi ‘Isa
Alaihissallam untuk kebinasaan mereka, akhirnya Allah membinasakan
mereka, selanjutnya Nabi ‘Isa Alaihissallam berkata:

“Maka di antara yang diwahyukan oleh Rabb-ku kepadaku, bahwa hal itu
(Kiamat) terjadi jika demikian. Maka sesungguhnya Kiamat itu bagaikan
wanita hamil yang telah sempurna (kehamilannya) sementara keluarganya
tidak mengetahui kapan mereka dikagetkan oleh kelahirannya, malam
harikah atau siang hari?

Ini adalah dalil sangat dekatnya Kiamat, karena antara wafatnya Nabi ‘Isa
Alaihissallam dan terjadinya Kiamat terdapat beberapa tanda-tanda besar
Kiamat, seperti terbitnya matahari dari barat, munculnya binatang besar,
asap, dan keluarnya api yang mengumpulkan manusia. Tanda-tanda
Kiamat ini terjadi dalam waktu yang sangat singkat sebelum tegaknya
kiamat. Perumpamaannya seperti ikatan yang terputus dari rangkaiannya,
dan menurut Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah telah berkata, “telah tetap
bahwa tanda-tanda besar Kiamat bagaikan benang, jika ia putus, maka

80
mutiara yang ada di dalamnya akan berjatuhan. Hadits ini dijelaskan di
dalam riwayat Ahmad.” (Al-Wabil, 2012)
2.5.3 Perbedaan Antara Kiamat Sughro dan Qubra
1. Tanda-tanda kiamat kecil secara umum itu datang terlebih dahulu
daripada tanda-tanda kiamat besar.
2. Tanda kiamat Sughra sebagian sudah terjadi, sebagiannya sedang
terjadi dan sebagiannya akan terjadi, sedangkan kiamat Qubra
belum terjadi.
3. Tanda kiamat kecil bersifat biasa dan tanda kiamat besar bersifat
luar biasa.
4. Tanda kiamat sughra berupa peringatan agar manusia sadar dan
bertaubat. Sedangkan kiamat Qubro jika sudah datang, maka
tertutuplah pintu taubat.
5. Tanda kiamat Qubro jika muncul satu tanda, maka akan diikuti
tanda-tanda yang lain. Dan yang pertama muncul adalah terbitnya
matahari dari barat.

2.5.3 Peristiwa Hari Akhir


Iman kepada hari akhir adalah mempercayai dengan sepenuh hati
terhadap perubahan dahsyat yang terjadi pada alam semesta ini.
Perubahan ini merupakan tanda berakhirnya kehidupan dunia yang
fana dan dimulainya kehidupan akhirat yang kekal. Dan kapan
terjadinya hari akhir itu tidak seorang pun bahkan satu makhluk pun
tidak dapat mengetahui waktu terjadinya hari akhir, kecuali Allah SWT.
Didalam Alqur’an disebutkan :
  
   
   
   
    
81
   
   
  
   
   
   


Artinya : Mereka menanyakan kepadamu tentang kiamat: "Bilakah


terjadinya?" Katakanlah: "Sesungguhnya pengetahuan tentang kiamat
itu adalah pada sisi Tuhanku; tidak seorangpun yang dapat
menjelaskan waktu kedatangannya selain Dia (Q.S Al-A’raf : 187).

Peristiwa hari akhir yang sering disebut hari kiamat didahului dengan
tiupan sangkakala pertanda akan musnahnya alam semesta ini. Pada saat
itu seluruh makhluk seperti manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan, gunung-
gunung, laut, langit semuanya menjadi kacau balau dan hancur. Didalam
surat Al-Qori’ah ayat 1-5 disebutkan:
  
  
   
  
 
  
  

Artinya : Hari kiamat, Apakah hari kiamat itu?, tahukah kamu Apakah hari
kiamat itu?, pada hari itu manusia adalah seperti anai-anai yang
bertebaran, dan gunung-gunung adalah seperti bulu yang dihambur-
hamburkan.( Q.S Al-Qori’ah : 1-5)

Ayat Al-qur’an diatas menerangkan bahwa perisrtiwa hari kiamat


adalah peristiwa yang benar-benar dahsyat. Pada saat bumi dan langit
digoncang, setiap orang sibuk dengan dirinya sendiri. Orang tua tidak
dapat menolong anaknya, sebaliknya anak tidak dapat menolong atau

82
membantu orang tuanya. Setelah kejadian itu semua makhluk yang
bernyawa menemui ajal dan kehidupan diduniapun berakhir.
Setelah semua makhluk didunia menemui ajalnya, maka malaikat israil
meniup sangkakala sekali lagi. Tiupan sangkakala yang kedua ini Allah
menghendaki agar semua manusia bangkit kembali. Setelah manusia
dibangkitkan kembali, lalu dikumpulkan dipadang mahsyar untuk menjalani
pemeriksaan tentang amal perbuatan yang dilakukan selama hidup
didunia.
Pemeriksaan ini berjalan dengan tertib dan adil. Setiap manusia
menerima buku catatan atau rekamanan yang lengkap tentang amalan
perbuatan selama hidup didunia. Dihadapan pengadilan Allah ini manusia
tidak bisa berbohong karena mulut mereka dibungkam dan yang menjawab
pertanyaan adalah anggoa badan yang lain. Sekcil apapun perbuatan jahat
akan dilihat dan mendapat balasan. Demikian juga sekecil apapun
kebaikan yang diperbuat manusia akan terlihat dan mendapat imbalannya.
Setelah pengadilan Allah selesai, orang-orang akan beruntung karena
hanya melakukan amal sholeh, ditempatkan disurga, sedangkan orang-
orang yang celaka karena banyak melakukan perbuatan dosa di tempatkan
dineraka.
2.5.4 Nikmat Syurga dan Siksa Neraka
Bagi manusia dan jin, ada dua tempat yang disiapkan oleh Allah nanti
di akhirat, yaitu Syurga dan Neraka. Manusia akan menempati salah
satunya. Jika dirahmati oleh Allah maka mansusia akan menampati
Syurga dan jika celaka mereka akan menjadi penghuni Neraka. Prilaku
ketika hidup di dunia akan menjadi sebab seseorang akan ditempatkan di
syurga atau di Neraka. Ornag yang beriman dan beramal Saleh atau
orang-orang yang bertakwa akan menjadi penghuni Syurga, sedangkan
orang-orang yang tidak sempat bertobat atau tidak beriman dan beramal

83
saleh akan menjadi penghuni Neraka. Kedua tempat ini tentu sangat
berbeda kondisinya, adapun :
1. Syurga
Syurga adalah tempat yang penuh dengan kesenangan, yang
dikhususkan bagi orang-orang yang beriman dan bertakwa kepada
Allah. Kesenangan disurga tidak bisa digambarkan dan tidak dapat
dibandingkan dengan kesenangan yang terdapat didunia. Indahnya
panorama dipegunungan dan kesegaran udaranya tidak dapat
disamakan dengan indahnya alam surga. Jika keindahan didunia bersfat
sementara, maka keindahan dan kesenangan diakhirat bersifat kekal.
Orang-orang yang sholeh tampak berseri-seri tanda mereka yang
sangat suka cita. Mereka begitu puas akan apa yang telah mereka
perbuat selama hidup didunia. Allah telah membuktikan keadilan dan
kasih sayang kepada hamba-Nya yang bertakwa. Kegembiraan orang-
orang beriman dan keadaan disurga digambarkan dalam Al-Qur’an surat
Al-Ghosiyah ayat 8-16 yakni :
   
   
    
   
   
  
  
  
  

Artinya : Banyak muka pada hari itu berseri-seri, Merasa senang karena
usahanya, Dalam syurga yang tinggi, Tidak kamu dengar di dalamnya
perkataan yang tidak berguna. Di dalamnya ada mata air yang mengalir. Di
dalamnya ada takhta-takhta yang ditinggikan, Dan gelas-gelas yang
terletak (di dekatnya), Dan bantal-bantal sandaran yang tersusun, Dan
permadani-permadani yang terhampar. (Q.S Al-Ghosiyah : 8-16)

2. Neraka
84
Neraka adalah suatu tempat diakhirat yang sangat tidak menyenangkan.
Tempat ini diperuntukkan bagi orang-orang kafir, orang-orang yang
melanggar perintah Allah. Dineraka orang-orang yang berbuat dosa
melebihi amal baiknya akan mendapat siksa. Penderitaan akibat siksa
neraka ini tidak ada bandingannya. Panasnya api neraka tidak dapat
dibandingkan dengan panasnya api yang ada didunia. Dari keterangan
ayat-ayat Al-Qur’an, kita dapat membayangkan betapa menderitanya orang-
orang yang hidup tersiksa dineraka.Firman Allah dalam surat An-Nisa’ ayat
56 :
  
 
  
 
 
 
    
  

Artinya : Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada ayat-ayat Kami,


kelak akan Kami masukkan mereka ke dalam neraka. Setiap kali kulit
mereka hangus, Kami ganti kulit mereka dengan kulit yang lain, supaya
mereka merasakan azab. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana.(Q.S An-Nisa : 56)

juga firman Allah dalam surat Al-Ghosiyah ayat 6-7, yakni :


    
     
  
Artinya : Mereka tiada memperoleh makanan selain dari pohon
yang berduri, yang tidak menggemukkan dan tidak pula
menghilangkan lapar. (Q.S Al-Ghosiyah : 6-7)

Minuman bagi penghuni neraka yaitu air nanah (air yang amatlah
busuk baunya lagi kental) maka meskipun merasa jijik bahkan tidak

85
mampu untuk menelannya, disebutkan dalam surat Al-Ibrahim ayat 16-17
yang berbunyi :
  
   
   
 
   
    
  


Artinya : Di hadapannya ada Jahannam dan Dia akan diberi


minuman dengan air nanah, Diminumnnya air nanah itu dan
hampir Dia tidak bisa menelannya dan datanglah (bahaya) maut
kepadanya dari segenap penjuru, tetapi Dia tidak juga mati, dan
dihadapannya masih ada azab yang berat. (Q.S Al-Ibrahim : 16-17)

Hamiim adalah air yang mendidih oleh panasnya api jahanam,


yang mampu melelehkan isi perut dan menceraiberaikan kulit
mereka (penghuni neraka) yang meminumnya. Sebagaimana Allah
ta’ala berfirman dalam surat Al-Hajj ayat 20 :

   


 

Artinya : Dengan air itu dihancur luluhkan segala apa yang ada
dalam perut mereka dan juga kulit (mereka). Q.S Al-Hajj : 20)

2.5.6 Dalil Nash dan Argumentasi Rasional Adanya Kebangkitan


Manusia

Allah SWT mengembalikan orang-orang yang mati serta menghidupkan


mereka pada hari kiamat, maka orang-orang musyrik pada masa Rasul
SAW menganggap hal itu tidak mungkin. Mereka tidak percaya tentang
kebangkitan itu. Mereka berkata bagaimana Allah menghidupkan orang-
orang mati setelah mereka terpisah dari hidup, telah rusak dan terpisah-
pisah serta bagian jasad mereka bercampur dengan bagian-bagian bumi?.
86
Al-Qur’an yang mulia menolak keraguan itu dalam beberapa ayat yang
menjelaskan bahwa Allah SWT. maha sempurna kekuasaan-Nya dan ilmu-
Nya. Dia maha kuasa untuk mengembalikan orang-orang mati sesudah
hancur dan menghidupkan mereka untuk dihisab dan diberi balasan.
   
    
   
  
    
   
   
  
  
  
  
   
    
  
  
    
  
Dan ia membuat perumpamaan bagi Kami; dan dia lupa kepada
kejadiannya; ia berkata: "Siapakah yang dapat menghidupkan tulang
belulang, yang Telah hancur luluh?"Katakanlah: "Ia akan dihidupkan oleh
Tuhan yang menciptakannya kali yang pertama. dan dia Maha mengetahui
tentang segala makhluk.Yaitu Tuhan yang menjadikan untukmu api dari
kayu yang hijau, Maka tiba-tiba kamu nyalakan (api) dari kayu itu".Dan
tidaklah Tuhan yang menciptakan langit dan bumi itu berkuasa
menciptakan yang serupa dengan itu? benar, dia berkuasa. dan dialah
Maha Pencipta lagi Maha Mengetahui. Sesungguhnya keadaan-Nya
apabila dia menghendaki sesuatu hanyalah Berkata kepadanya: "Jadilah!"
Maka terjadilah ia (Qs. Yasin:78-82).

2.6 Iman Kepada Qada Dan Qadar


Qadha dan Qadar Menurut bahasa Qadha memiliki beberapa
pengertian yaitu: hukum, ketetapan,pemerintah, kehendak, pemberitahuan,
penciptaan. Menurut istilah Islam, yang dimaksud dengan qadha adalah
ketetapan Allah sejak zaman Azali sesuai dengan iradah-Nya tentang
87
segala sesuatu yang berkenan dengan makhluk. Sedangkan Qadar arti
qadar menurut bahasa adalah: kepastian, peraturan, ukuran. Adapun
menurut Islam qadar perwujudan atau kenyataan ketetapan Allah terhadap
semua makhluk dalam kadar dan berbentuk tertentu sesuai dengan iradah-
Nya. Firman Allah dalam surah Al-Furqan ayat 2

  


 
   
   
  
  


yang artinya: yang kepunyaan-Nya-lah kerajaan langit dan bumi,


dan Dia tidak mempunyai anak, dan tidak ada sekutu bagiNya dalam
kekuasaan(Nya), dan dia telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia
menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya. (QS .Al-Furqan
ayat 2).

Pada uraian tentang pengertian qadha dan qadar dijelaskan bahwa


antara qadha dan qadar selalu berhubungan erat . Qadha adalah
ketentuan, hukum atau rencana Allah sejak zaman azali. Qadar adalah
kenyataan dari ketentuan atau hukum Allah. Jadi hubungan antara
qadha qadar ibarat rencana dan perbuatan. Perbuatan Allah berupa
qadar-Nya selalu sesuai dengan ketentuan-Nya. Di dalam surat Al-Hijr
ayat 21 Allah berfirman,
    
 
  
 
Artinya : ” Dan tidak sesuatupun melainkan disisi kami-lah
khazanahnya; dan Kami tidak akan menurunkannya melainkan dengan
ukuran yang tertentu (Qs. Al-Hijr:21).

2.6.1 Pengertian iman kepada Qada dan Qadar

88
Iman artinya keyakinan yang diyakini di dalam hati, diucapkan dengan
lisan dan dilaksanakan dengan amal perbuatan. Kalau kita melihat qada
menurut bahasa artinya ketetapan allah SWT kepada setiap mahkluk-nya
yang bersifat Azali. Sedangkan Qadar artinya menurut bahasa berarti
ukuran. Qadar artinya terjadi penciptaan sesuai dengan dengan ukuran
atau timbangan yang telah ditentukan sebelumnya. Qada dan qadar dalam
keseharian sering kita sebut dengan takdir.

Iman kepeda Qadha dan Qadar artinya percaya dan yakin dengan
sepuluh hati bahwa Allah SWT telah menentukan tentang segala sesuatu
bagi makhluknya. Berkaitan dengan Qadha dan Qadar, Rasulullah SAW
bersabda yang artinya sebagai berikut yang artinya :

Dari Abu ‘Abdir-Rahman ‘Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu, ia


berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menuturkan kepada kami,
dan beliau adalah ash-Shadiqul Mashduq (orang yang benar lagi
dibenarkan perkataannya), beliau bersabda, ”Sesungguhnya seorang dari
kalian dikumpulkan penciptaannya dalam perut ibunya selama 40 hari
dalam bentuk nuthfah (bersatunya sperma dengan ovum), kemudian
menjadi ‘alaqah (segumpal darah) seperti itu pula. Kemudian menjadi
mudhghah (segumpal daging) seperti itu pula. Kemudian seorang Malaikat
diutus kepadanya untuk meniupkan ruh di dalamnya, dan diperintahkan
untuk menulis empat hal, yaitu menuliskan rizkinya, ajalnya, amalnya, dan
celaka atau bahagianya. Maka demi Allah yang tidak ada ilah yang berhak
diibadahi dengan benar melainkan Dia, sesungguhnya salah seorang dari
kalian beramal dengan amalan ahli surga, sehingga jarak antara dirinya
dengan surga hanya tinggal sehasta, tetapi catatan (takdir) mendahuluinya
lalu ia beramal dengan amalan ahli neraka, maka dengan itu ia
memasukinya. Dan sesungguhnya salah seorang dari kalian beramal
dengan amalan ahli neraka, sehingga jarak antara dirinya dengan neraka

89
hanya tinggal sehasta, tetapi catatan (takdir) mendahuluinya lalu ia
beramal dengan amalan ahli surga, maka dengan itu ia memasukinya”.
(HR. al Bukhari dan Muslim)

Dari hadist diatas dapat kita ketahui bahwa nasib manusia telah
ditentukam Allah sejak sebelum ia dilahirkan, akan tetapi walaupum setiap
manusia telah ditentukan nasibnya, tidak berarti bahwa manusia hanya
tinggal diam menunggu nasib tanpa berusaha dan berikhtiar. Manusia
tetap berkewajiban untuk berusaha, sebab keberhasilan tidak datang
dengan sendirinya. Oleh karena itu Jangan sekali-kali menjadikan takdir itu
sebagai alasan untuk malas berusaha dan berbuat kejahatan. Pernah
terjadi pada zaman khalifah Umar bin Khattab, seorang pencuri tertangkap
dan dibawa kehadapan Khalifah Umar. “mengapa engkau mencuri?” tanya
Khalifah. Pencuri itu menjawab, “ memang Allah mentakdirkan saya
menjadi pencuri.” Mendengar jawaban demikian, Khalifah Umar marah, lalu
berkata, ” Pukul saja orang ini dengan cemeti, setelah itu potonglah
tangannya!.” Orang-orang yang ada disitu bertanya, ” Mengapa hukumnya
diberatkan seperti itu?”Khalifah Umar menjawab, ”Ya, itulah yang setimpal.
Ia wajib dipotong tangannya sebab mencuri dan wajib dipukul karena
berdusta atas nama Allah”.

Mengenai adanya kewajiban berikhtiar , ditegaskan dalam sebuah


kisah. Pada zaman nabi Muhammad SAW pernah terjadi bahwa seorang
Arab Badui datang menghadap Nabi. Orang itu datang dengan
menunggang kuda. Setelah sampai, ia turun dari kudanya dan langsung
menghadap nabi, tanpa terlebih dahulu mengikat kudanya. Nabi menegur
orang itu, ”Kenapa kuda itu tidak engkau ikat?.” Orang Arab Badui itu
menjawab, ”Biarlah, saya bertawakkal kepada Allah”. Nabi pun bersabda,
”Ikatlah kudamu, setelah itu bertawakkalah kepada Allah”.

Pada kisah ini menjelaskan bahwa walaupun Allah telah menentukan


segala sesuatu, namun manusia tetap berkewajiban untuk berikhtiar. Kita
90
tidak mengetahui apa-apa yang akan terjadi pada diri kita, oleh sebab itu
kita harus berikhtiar. Jika ingin pandai, hendaklah belajar dengan tekun.
Jika ingin kaya, bekerjalah dengan rajin setelah itu berdo’a. Dengan
berdo’a kita kembalikan segala urusan kepada Allah kita kepada Allah
SWT. Dengan demikian apapun yang terjadi kita dapat menerimanya
dengan ridha dan ikhlas.

Mengenai hubungan antara qadha dan qadar dengan ikhtiar ini, para
ulama berpendapat, bahwa takdir itu ada dua macam : 1.Takdir mua’llaq:
yaitu takdir yang erat kaitannya dengan ikhtiar manusia. Contoh seorang
siswa bercita-cita ingin menjadi insinyur pertanian. Untuk mencapai cita-
citanya itu ia belajar dengan tekun. Akhirnya apa yang ia cita-citakan
menjadi kenyataan. Ia menjadi insinyur pertanian. Dalam hal ini Allah
berfirman:

   


  
    
     
  
   
    
     
  
Artinya: Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya
bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah
Allah. Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum
sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.
Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka
tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi
mereka selain Dia. ( Q.S Ar-Ra’d ayat 11).
2.6.2 Hikmah beriman kepada Qadha dan Qadar
Beriman kepada qadha dan qadar, mengandung banyak hikmah
yang amat berharga dalam menjalani kehidupan dunia guna
91
mempersiapkan diri untuk kehidupan akhirat. Hikmah tersebut antara
lain:
1. Banyak Bersyukur
Orang yang beriman kepada qadha dan qadar, apabila mendapat
keberuntungan, maka ia akan bersyukur, karena keberuntungan itu
merupakan nikmat Allah yang harus disyukuri. Sebaliknya apabila
terkena musibah maka ia akan sabar, karena hal tersebut
merupakan ujian Firman Allah
   
     
  

artinya : ”dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari
Allah( datangnya), dan bila ditimpa oleh kemudratan, maka hanya
kepada-Nya lah kamu meminta pertolongan. ”( QS. An-Nahl ayat 53).

2. Menjauhkan Diri dari Sifat Sombong dan Putus Asa.


Orang yang tidak beriman kepada qadha dan qadar, apabila
memperoleh keberhasilan, ia menganggap keberhasilan itu adalah
semata-mata karena hasil usahanya sendiri. Ia pun merasa dirinya
hebat. Apabila ia mengalami kegagalan, ia mudah berkeluh kesah
dan berputus asa, karena ia menyadari bahwa kegagalan itu
sebenarnya adalah ketentuan Allah. Firman Allah SWT
 
  
  
     
    
 


Artinya: Hai anak-anakku, pergilah kamu, maka carilah berita tentang


Yusuf dan saudaranya dan jangan kamu berputus asa dari rahmat

92
Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah,
melainkan kaum yang kafir. (QS.Yusuf ayat 87).

Orang yang berhasil dalam hidup yang percaya akan takdir Allah
tidak akan membuat dirinya menjadi sombong, takbur atau
menbanggakan diri oleh karena ia menyadari bahwa apa yang terjadi
atas dirinya adalah pengaturan Allah atau takdir Allah. Apalagi ada
peringatan Rasululah SAW:

‫ََل يَدْ ُخ ُل ْال َجنهةَ َم ْن َكانَ فِي قَ ْلبِ ِه ِمثْقَا ُل ذَ هرةٍ ِم ْن ِكب ٍْر‬

Tidak akan masuk surga orang yang dalam hatinya ada kesombongan
sebesar biji debu. (HR. Muslim)

3. Memupuk Sifat Optimis dan Giat Bekerja.


Manusia tidak mengetahui takdir apa yang terjadi pada dirinya.
Semua orang tentu menginginkan bernasib baik dan beruntung.
Keberuntungan itu tidak datang begitu saja, tetapi harus diusahakan.
Oleh sebab itu, orang yang beriman kepada qadha dan qadar
senantiasa optimis dan giat bekerja untuk meraih kebahagiaan dan
keberhasilan itu. Firaman Allah
  
   
   
   
    
  
     
 

Artinya : Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah


kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu
melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat
baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik,
kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi.

93
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat
kerusakan. (QS Al- Qashas ayat 77)

4. Menenangkan jiwa
Orang yang beriman kepada qadha dan qadar senangtiasa
mengalami ketenangan jiwa dalam hidupnya, sebab ia selalu merasa
senang dengan apa yang ditentukan Allah kepadanya. Jika beruntung
atau berhasil, ia bersyukur. Jika terkena musibah atau gagal, ia bersabar
dan berusaha lagi. Firman Allah
 
 
  
  
   
  

Artinya : Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan


hati yang tenang lagi diridhai-Nya. Maka masuklah kedalam jamaah
hamba-hamba-Ku, dan masuklah kedalam sorga-Ku.( QS. Al-Fajr
ayat 27-30)

2.6.3 Fungsi beriman kepada Qadha dan Qadar Allah SWT.


Beriman kepada qada dan qadar mempunyai fungsi penting bagi
manusia dalam kehidupan sehari-hari, diantaranya:
1. Mempunyai semangat ikhtiar qada dan qadar allah SWT tentang
nasib manusia rahasi aallah SWT yang semata, tidak tau nasibnya,
maka manusia tidak boleh menunggu dengan mempraktikkan hukum-
hukum Allah SWT. Yang telah diberikan kepada manusia. Ikhtiar
artinya melakukan perbuatan yang baik dengan penuh kesungguhan
dan keyakinan akan hasil yang baik akan dirinya.
2. Mempunyai sifat sabar. Dengan percaya qada’ dan qadar,manusia
akan sadar bahwa kehidupan adalah ujian-ujian yang harus dilalui
dengan sabar.sabar adalah skap mental yang teguh pendirian,berani
menghadapi tantangan ,tahan uji,dan tidak menyerah pada
94
kesulitan.Teguh pendirian berarti tidak mudah goyah dalam
memagang prisip atau pedoman hidup.berani menghadapi tantangan
berarti berani menghadapi cobaan ,penderitaan ,kesakitan dan
kesensaraan,.cobaan harus dihadapi dengan tenang,dipikir dengan
jernih, dicari jalan keluarnya tampa menyerah pada keadaan.
2.6.4 Ciri-Ciri Perilaku Orang Yang Beriman Kepada Qadha dan
Qadar

Ciri-ciri perilaku orang yang beriman kepada Qadha dan Qhadar


yaitu :

a. Seseorang yang beriman kepada qadar mengetahui bahwa rizkinya


telah tertuliskan, dan bahwa ia tidak akan meninggal sebelum ia
menerima sepenuhnya, juga bahwa rizki itu tidak akan dicapai oleh
semangatnya orang yang sangat berhasrat dan tidak dapat dicegah
oleh kedengkian orang yang dengki. Hal tersebut tidak berarti
bahwa jiwanya tidak berhasrat pada kemuliaan, Apabila seorang
hamba dikaruniai sikap qana’ah, maka akan bersinarlah cahaya
kebahagiaan, tetapi apabila sebaliknya (apabila ia tidak memiliki
sikap qana’ah), maka hidupnya akan keruh dan akan bertambah
pula kepedihan dan kerugiannya, disebabkan oleh jiwanya yang
tamak dan rakus.
b. Cita-cita yang tinggi. Maksud dari cita-cita yang tinggi adalah
menganggap kecil apa yang bukan akhir dari perkara-perkara yang
mulia. Sedangkan cita-cita yang rendah, yaitu sebaliknya dari hal
itu, ia lebih mengutamakan sesuatu yang tidak berguna, ridha
dengan kehinaan.

95
BAB III. AKHLAK DALAM ISLAM
Akhlak merupakan garis pemisah atau demakrasi antara orang yang
baik dengan orang yang tidak baik. Akhlak juga merupakan roh Islam.
Agama tanpa akhlak samalah seperti jasad yang tidak bernyawa. Oleh
karena itu satu misi yang dibawa oleh Rasulullah saw ialah membina
kembali akhlak manusia yang telah runtuh sejak zaman para nabi yang
terdahulu sebagaimana Rasululah Saw dalam hadits:

“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang baik. HR. Al-
Bukhari dalam al-Adabul Mufrad no. 273 (Shahiihul Adabil Mufrad no. 207), Ahmad
(II/381), dan al-Hakim (II/613), dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu. Dishahihkan oleh
Syaikh al-Albani dalam Silsilatul Ahaadiits ash-Shahiihah (no. 45).

Akhlak yang telah terbangun sejak Allah mengutus Rasulnya lambat


laun mengalami kerusakan, bahkan pada beberapa masa ke Nabian
banyak yang melakukan tingkah laku yang tidak masuk di nalar, seperti
kelakuan ummat Nabi Luth yang melakukan tindakan sodomi, pembunuhan
para Nabi dan Rasul tanpa alasan yang hak, bahkan ada manusia yang

96
melantik manusia menjadi Tuhannya sendiri. Kerusakan akhlak berlanjut
sampai pada zaman jahiliyyah yang mana akhlak manusia telah runtuh
berpuncak pada perangai ummat dengan tradisi meminum arak,
membuang anak, membunuh, melakukan kezaliman sesuka hati,
menindas, suka memandang rendah kaum yang lebih rendah martabatnya
dan sebagainya. Dengan demikian mereka sebenarnya tidak berakhlak
dan tidak ada bedanya dengan manusia yang tidak beragama (Muhammad
Husain Haekal, 2015)
Pencerminan diri seseorang sering digambarkan melalui tingkah laku
atau akhlak yang ditunjukkan. Malahan akhlak merupakan perhiasan diri
bagi seseorang sebagaimana halnya aqidah merupakan akar tunjang
agama, syariat merupakan cabang dan rantingnya sedangkan akhlak
bunga-bunganya yang indah, menjadi perhiasan yang sangat menarik. .
Akhlak tidak dapat dibeli atau dinilai dengan uang ringgit atau rupiah, ia
berada dalam diri seseorang sebagai hasil pendidikan dari kedua orang
tua atau pengasuh serta pengaruh dari masyarakat sekeliling mereka. Jika
sejak kecil kita diajarkan dan diperkenalkan dengan akhlak yang mulia,
maka secara tidak langsung ia akan mempengaruhi tingkah laku dalam
kehidupan sehari-hari.
Proses pembentukan sebuah masyarakat adalah sama seperti
membina sebuah bangunan. Kalau dalam pembinaan bangunan,
pondasinya disiapkan terlebih dahulu, begitu pula dalam membentuk
masyarakat mesti dimulai dengan pembinaan pondasi terlebih dahulu. Jika
pondasi kokoh maka tegaklah masyarakat itu.Jika lemah maka robohlah
semua yang terbangun di atasnya.
Akhlak amat penting karena merupakan dasar yang diletakkan oleh
Rasulullah saw ketika memulai pembentukan masyarakat Islam. Menurut
Abu Zahrah, (1965) menyatakan bahwa budi pekerti atau moral yang
mulia adalah satu-satunya asas yang paling kuat untuk melahirkan

97
manusia yang berhati bersih, ikhlas dalam hidup, amanah dalam tugas,
cinta kepada kebaikan dan benci kepada kejahatan.
Jadi jelas bahwa akhlak adalah tonggak peradaban hidup manusia
yang dapat memberi warna dalam kehidupan kita, tanpa akhlak yang baik
masyarakat akan rusak dan Negara akan mengalami keruntuhan.
3.1 Pengertian Akhlak
Akhlak dapat diartikan dalam dua segi, yaitu
berdasarkan bahasa dan termilonogi (istilah). Secara bahasa aklaq
berasal dari perkataan ‘khulq’ yang berarti perilaku, perangai atau tabiat.
Maksud ini terkandung dalam kata-kata Aisyah berkaitan akhlak Rasulullah
saw bahwa

“Akhlaknya (Rasulullah) adalah al-Quran.” (HR. Muslim)


Akhlak Rasulullah yang dimaksudkan di dalam kata-kata di atas ialah
kepercayaan, keyakinan, pegangan, sikap dan tingkah laku Rasulullah saw
yang semuanya merupakan pelaksanaan ajaran al-Quran. Akhlak dari segi
istilah, menurut Imam Al-Gazali, (2003), “adalah suatu sifat yang tertanam
dalam jiwa yang daripadanya timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah
tanpa memerlukan pertimbangan terlebih dahulu.”
Sedangkan menurut Ibnu Miskawaih, (1985), “Akhlak ialah keadaan
jiwa seseorang yang mendorong untuk melakukan perbuatan-perbuatan
tanpa pertimbangan akal fikiran terlebih dahulu.” Sementara itu Menurut
Ahmad Amin, (1991), “Akhlak ialah kehendak yang dibiasakan dan ia akan
menjadi kebiasaan yang mudah dilakukan.”
Jadi kesimpulannya akhlak adalah perbuatan yang dapat dibiasakan
sehingga menjadi jiwa seseorang dalam melakukan perbuatan tanpa

98
pertimbangan akal pikiran lebih dahulu, ia muncul di bawah alam sadar
seseorang.
3.2 Sumber Akhlak Islam
Sumber akhlak dalam Islam ada dua yang utama yaitu al-Quran
dan al-Sunnah. Ketika Aisyah radiallahu anha ditanya, bagaimana Akhlak
Rasululah, beliau menjawab bahwa akhlak Rasullulah Muhammad SAW
adalah Alquran. Kemudian Rasulullah Saw bersabda bahwa, Kutinggalkan
kepadamu dua hal barangsiapa yang berpegang kepada keduanya maka
ia tak akan tersesat selama-lamanya yaitu Kitabullah dan Sunna Rasululah
Saw. Berdasarkan keterangan ini maka kita dapat menyimpulkan bahwa
sumber dari semua aktivitas kita adalah Alquran dan hadits Rasululah Saw
yang sahi. Bahkan Rasulullah saw dalam sepotong hadits menyampaikan
bahwa:

َ ‫نه َما بُ ِعثْتُ ِألُت َِم َم‬.


ِ َ‫صا ِل َح اْأل َ ْخال‬
‫ق‬

“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang baik.”

(HR. Al-Bukhari dalam al-Adabul Mufrad no. 273 (Shahiihul Adabil Mufrad no. 207),
Ahmad (II/381), dan al-Hakim (II/613), dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu. Dishahihkan
oleh Syaikh al-Albani dalam Silsilatul Ahaadiits ash-Shahiihah (no. 45))

Hadits ini juga menjelaskan bahwa semua prilaku yang ditampilkan


oleh Rasululah adalah cerminan akhlak yang mulia oleh karena beliau
diutus oleh Allah Subhana dalam rangka menyempurnakan akhlak yang
mulia. Oleh kerena itu Allah swt telah memuji Rasulullah karena akhlaknya
yang agung seperti yang terdapat dalam al-Quran, firman Allah swt
   

“Sesungguhnya engkau seorang memiliki peribadi yang agung (mulia)
(Qs. Al-Kalam:4).

Alquran sebagai sumber utama dalam berakhlak, kemudian


dicontohkan oleh Rasululah Saw dalam kehidupan sehari-hari, sehingga

99
keduanya merupakan rujukan bagi seorang muslim untuk melakukan
aktivitas sehari-hari yang akan menjadi rangkaian perbuatan yang akan
menggambarkan akhlak seorang muslim.
3.3 Ciri-ciri Akhlak Mulia
Akhlak yang mulia memiliki ciri-ciri yang seharusnya ada pada setiap
muslim dan muslimah, di antara ciri-ciri akhlak yang mulia adalah:
1. Bersifat warak dari melakukan perkara-perkara yang syubhat
Seorang muslim mestilah menjauhkan dirinya dari segala perkara
yang dilarang oleh Allah dan juga perkara-perkara yang samar-samar di
antara halal dan haramnya (syubhat) berdasarkan dari hadith Rasulullah
yang berbunyi:

“Dari Abu Abdullah al-Nu’man ibn Basyer r.a. beliau berkata: Aku telah
mendengar RasulullahSallallahu’alaihiwasallam bersabda: Sesungguhnya
yang halal itu nyata (terang) dan haram itu nyata (terang) dan di antara
keduanya ada perkara-perkara yang samar yang tidak diketahui oleh
kebanyakan manusia. Maka barangsiapa memelihara (dirinya dari) segala
yang samar, sesungguhnya ia memelihara agamanya dan kehormatannya.
Dan barangsiapa jatuh kedalam perkara yang samar jatuhlah ia kedalam
yang haram, seperti seorang pengembala yang mengembala di sekeliling
kawasan yang dilarang, hampir sangat (ternakannya) makan di dalamnya.
Ketahuilah! Bahawa bagi tiap-tiap raja ada kawasan larangan. Ketahuilah!
Bahawa larangan Allah ialah segala yang diharamkan-Nya. Ketahuilah!
Bahwa di dalam badan ada segumpal daging, apabila ia baik, baiklah
badan seluruhnya dan apabila ia rusak, rusaklah semuanya. Ketahuilah!
Itulah yang disebut hati.
(Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim)

2. Memelihara Pandangan.
Mata adalah salah satu potensi yang diberikan oleh Allah Swt untuk
menyaksikan sesuatu, akan tetapi seseorang muslim tidak boleh
sembarang melihat sesuatu. Seorang muslim harus berusaha memelihara
100
pandangan dari perkara-perkara yang diharamkan oleh Allah karena
pandangan terhadap sesuatu (yang menarik itu) dapat merangsang
syahwat dan akan membawa ke kancah pelanggaran dan maksiat. Oleh
karena itu Allah Subhana Wataalah mengingatkan orang –orang mu’min
supaya memelihara pandangan dari penglihatan yang tidak memberi
faedah, firman Allah Subahanu Wata,ala:
  
 
  
    
   

Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman:“Hendaklah mereka
menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu
adalah lebih Suci bagi mereka, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa
yang mereka perbuat”. (An-Nur: 30)

Salah satu yang sangat mempengaruhi sikap seseorang dan


menjadi sumber dosa adalah mata, sehingga jika mata tidak dapat
dipelihara dari yang diharamkan oleh Allah swt maka mata dapat menjadi
sebab terjebabnya seseorang kedalam dosa. Untuk itulah maka mata
harus selalu berusaha diarahkan kepada hal-hal yang dihalalkan oleh Allah
swt. Memandangani sesuatu yang haram seperti melihat wanita yang
bukan mahram dibolehkan pada pandangan pertama, akan tetapi
pandangan kedua, ketiga apalagi pandangan berkali-kali terlarang dalam
Islam, sebagaimana disampaikan dalam hadits berikut bahwa:

‫ظ ُر إِلَ ْيهَا َوت َ ْنظُ ُر‬ ُ ‫ض ُل يَ ْن‬ ْ َ‫ فَ َجعَ َل ا َ ْلف‬،‫ت اِ ْم َرأَة َم ْن َخثْعَ َم‬ِ ‫ّللَاِ صلى هللا عليه وسلم فَجَا َء‬ َّ َ ‫ِيف َرسُو ِل‬
َ ‫اس َرد‬ َ ُ‫ض ُل ْبن‬
ٍ َّ‫عب‬ ْ َ‫كَانَ ا َ ْلف‬
ِ ‫ي‬‫ار‬
ِ ‫خ‬َ ُ ‫ب‬ ْ
‫ل‬ ‫ل‬
ِ ُ ‫ظ‬ ْ
‫ف‬ َ ‫ل‬ ‫ال‬ ‫و‬
َ ,ِ
‫ه‬ ‫ي‬ْ َ ‫ل‬ ‫ع‬
َ ‫ق‬ َ ‫ف‬َّ ‫ت‬ ‫م‬
ُ ) … ‫ر‬
ِ َ
‫خ‬ ‫ْل‬ْ َ ‫ا‬ ‫ِق‬
ِ ‫لش‬ َ ‫ا‬ ‫ى‬َ ‫ل‬‫إ‬
ِ ‫ل‬
ِ ْ
‫ض‬ َ ‫ف‬ ْ
‫ل‬ َ ‫ا‬ َ ‫ه‬ ْ‫ج‬‫و‬َ ‫ف‬
ُ ‫ْر‬
ِ ‫ص‬‫ي‬
َ ‫وسلم‬ ‫عليه‬ ‫هللا‬ ‫صلى‬ ‫ي‬ُّ ِ ‫ب‬ َّ ‫ن‬ ‫ل‬َ ‫ا‬ ‫ل‬
َ َ ‫ع‬‫ َو َج‬،ِ‫إِلَ ْيه‬

Suatu hari Al-Fadl Ibnu Abbas radhiyallaahu‘anhuma duduk di belakang


Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam, lalu seorang perempuan dari
suku khats’am datang. Kemudian mereka (Fadl bin abbas dan penanya
perempuan) saling memandang. Lalu Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam
memalingkan muka al-Fadl ini ke arah lain… (Muttafaq Alaihi dan
lafadznya menurut riwayat Imam Bukhari.)
101
Bahkan Rasululah Saw, pernah menyampaikan kepada Ali Ra, bahwa
memandang prempuan itu boleh pada pandangan pertama, tetapi tidak
untuk pandangan selanjutnya, sebab jika pandangan dilanjutkan maka
syetan akan mempermainkan keduanya. Sebagaimana yang disampaikan
oleh Rasululah Saw kepada Ali bin Abi Thalib, pada hadits berikut:

َ ‫ع ِل ُّي ََل تُتْ ِب ْع النَّ ْظ َرةَ النَّ ْظ َرةَ فَ ِإنَّ لَكَ ْاْلُولَى َولَ ْي‬
ُ‫ستْ لَكَ ْاْل ِخ َرة‬ َ ‫يَا‬

Wahai Ali, janganlah engkau ikutkan pandangan pertama dengan


pandangan yg lain (berikutnya), sesungguhnya pandangan yang pertama
(diampuni) bagimu dan tidak (diampuni) dengan yang berikutnya. [HR.
Abudaud No.1837].

3. Memelihara Lidah
Seseorang muslim itu mestilah memelihra lidahnya dari menuturkan
kata-kata yang tidak berfaedah, perbuatan-perbuatan yang buruk dan
kotor, percakapan-percakapan kosong, mengumpat, mengeji dan mengadu
domba.

Sabda baginda:

‫ص ُمت‬ ِ ْ‫اَّللِ َو ْال َي ْو ِم ا‬


ْ ‫آلخ ِر َفل َيقُ ْل َخي ًْرا أَ ْو ِل َي‬ ‫َم ْن َكانَ يُؤْ ِمنُ ِب ه‬

“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir maka hendaklah
ia berkata baik atau hendaklah ia diam.” (Muttafaq ‘alaih: Al-Bukhari, no.
6018; Muslim, no.47)

Banyak bicara tidak ada larangan, yang menjadi masalah jika banyak
bicara lalu banyak dustanya, apalagi sengaja membuat provokasi untuk
membuat perceraian dan permusuhan di tengah-tengah ummat.

4. Bersifat Pemalu.
Seorang muslim mestilah bersifat pemalu dalam setiap keadaan.
Namun demikian sifat tersebut tidak seharusnya menghalanginya
memperkatakan kebenaran. Di antara sifat pemalu seseorang ialah ia tidak
102
masuk campur urusan orang lain, memelihara pandangan, merendah diri,
tidak meninggikan suara ketika bercakap, berasa cukup serta memadai
sekadar yang ada dan sifat-sifat seumpamanya.
Rasululah Muhammad SAW adalah tauladan kita mestinya
mencontoh beliau dari sifat pemalunya. Beliau sangat pemalu bahkan
melebihi gadis perawan sebagaimana yang diceritakan oleh Abu Sa’îd Al
Khudri Radhiyallahu anhu menceritakan :

“Adalah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam lebih malu dari seorang gadis
perawan yang berada dalam hijabnya. Bila beliau melihat sesuatu yang
tidak disukai, maka akan terlihat di wajahnya”. [HR. al Bukhari dan Muslim]

Rasa malu yang dimaksud adalah rasa malu yang timbul dalam
melakukan kejahatan. Seorang yang berakhlak mulia seharusnya sangat
malu jika melakukan perbuatan yang dilarang oleh Allah, akan tetapi ia
tidak akan peduli kepada siapapun jika yang dilakukan adalah kebenaran
atau perintah Allah Subhana Wataalah sekalipun seluruh dunia mencela.
Seorang yang berbuat kebaikan tak akan turun derajatnya menjadi hina
sekalipun ia mendapatkan celaan, sebaliknya seorang yang berbuat jahat
tidak akan berubah menjadi mulia sekalipun seluruh dunia
menyangjungnya.

5. Bersifat Lembut dan Sabar


Di antara sifat-sifat yang paling kentara yang wajib tertanam di dalam
diri seseorang Muslim ialah, sifat sabar dan berlemah lembut karana kerja-
kerja untuk Islam akan berhadapan dengan perkara-perkara yang tidak
menyenangkan, malah jalan da’wah sememangnya penuh dengan
kepayahan, penyiksaan, penindasan, tuduhan, ejekan dan persendaan
yang memalukan. Halangan–halangan ini sering dihadapi oleh para

103
petugas ‘amal Islami sehingga himmah mereka menjadi pudar, gerakan
menjadi lumpuh malah mereka mungkin terus berpaling meninggalkan
medan da’wah.
Kesabaran adalah sifat utama yang harus dimiliki seorang muslim
yang dapat menjadi benteng dari setiap permasalahan yang kita hadapi.
Orang yang sabar akan berdampingan dengan Allah swt, sebagaimana
firman Allah swt. Surah Al-Baqarah : 153
 
 
  
   

Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai
penolongmu[99], Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar
(QS 2 :153)

Sikap lemah lembut, baik dalam bentuk perbuatan maupun perkataan


akan membuat orang-orang yang tadinya tidak simpatik menjadi simpatik,
yang tidak senang menjadi senang dan dapat menjadi kawan setia dalam
menempuh cita-cita dan perjuangan bersama, dan sebaliknya jika prilaku
dan perkataan kita kasar maka orang-orang akan menjauh dan tidak
simpatik Allah Subhana Wataalah menyampaikan dalam Alquran:
    
     
  
   
 
   
   
    
 
159. Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah Lembut
terhadap mereka. sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar,
tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma'afkanlah
mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan
104
mereka dalam urusan itu[246]. Kemudian apabila kamu Telah
membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya
Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya (Qs. Ali-
Imran:159).

Prilaku lemah lembut baik dalam perkataan maupun perbuatan adalah


hiasan indah bagi seorang yang berakhlak mulia, ia akan menjadi magnet
yang dapat menarik simpatik baik kawan maupun lawan. Rasululah
sebagai contoh banyak orang tadinya memusuhi bahkan mau
membunuhnya karena provokator orang-orang kafir dan tidak senang
kepada beliau, akan tetapi setelah bertemu dengan Rasululah lalu
berubah sikap dan justru masuk Islam (Muhammad Husain Haekal, 2015).

3.4 Jalan-jalan Pembentukan Akhlak Mulia


Akhlak adalah sesuatu perilaku yang boleh diubah dan dibentuk,
contohnya Saidina Umar al-Khattab, sebagaimana keadaan beliau semasa
berada di zaman jahiliyyah berbeda keadaannya sesudah memeluk agama
Islam (Muhammad Husain Haekal, 2015). Banyak contoh dalam kehidupan
sehari-hari yang dapat ditemukan yang tadinya preman kemudian berubah
menjadi orang yang berakhlak mulia. Hal ini dapat disimpulkan bahawa
akhlak merupakan sesuatu yang dapat dibentuk atau diperbaiki. Untuk
membentuk akhlak mulia ada beberapa cara yang dapat dilakukan
seperti:
a) Menanamkan Iman
Salah satu cara menanamkan iman adalah melalui pendidikan yang
mengenalkan manusia pada pencipta-Nya, dan hasil ciptaan-Nya, seperti
penciptaan langit dan bumi, pergantian siang dan malam, sehingga
manusia mampu meresapi betapa kuasa zat yang telah menciptakan dan
yang telah mengaturnya, dari peresapan ini kemudian muncul kekaguman
yang luar biasa kepada zat yang telah menciptakan alam ini, sehingga
105
muncul prilaku yang tidak sombong, tidak angkuh oleh karena merasa diri
tidak apa-apanya dibandingkan dengan Allah yang maha kuasa. Allah
subhana Wataalah menyampaikan dalam Alquran yang suci:
   
 
  
  
  
  
  
  
   
  
  
Orang-orang yang mengingat Allah, pada saat berdiri, pada saat duduk,
dan pada saat berbaring dan memikirkan penciptaan langit dan bumi, serta
pergantian siang dan malam, seraya berkata tidak ada yang Engkau
ciptakan dalam keadaan sia-sia, Maha Suci Engkau dan jauhkanlah kami
dari api neraka (Qs. Ali-Imran:190-191)

b) Melalui Latihan dan Bimbingan


Pembentukan akhlak mulia juga dapat dilakukan melalui pendidikan,
yang dapat dimulai dari rumah tangga, yang diberikan langsung oleh kedua
orang tua, terutama pihak ibu yang merupakan sekolah pertama buat anak-
anaknya. Orang tua dapat memberikan pendidikan langsung melalui
praktek dalam kehidupan sehari-hari sehingga anak-anak dapat
menjadikannya contoh. Orang tua harus memberikan contoh dan
pembinbing anak-anak merak seperti bersikap lemah lembut dalam
berbicara, pergaulan, sabar, lapang dada, istiqamah, berwawasan dan
sebagainya. Setelah itu barulah ditangani oleh sekolah secara formal,
kemudian dilanjutkan pada pengajian-pengajian atau majelis ta’lim.
3.5 Menjadikan Rasul Sebagai Contoh
Rasulullah adalah contoh teladan dan ikutan yang paling tepat bagi
semua peringkat kehidupan. Bersesuaian dengan itu, Allah swt telah
106
berfirman bahawa Nabi Muhammad saw diutuskan kepada manusia untuk
menyempurnakan akhlak di kalangan mereka. Firman Allah yang
bermaksud :
    
   
  
  
  
Sesungguhnya Telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik
bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
(kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah (Qs. Al-
ahzab:21).

3.6 Faktor-faktor keruntuhan akhlak


Ada beberapa hal yang dapat menyebabkan keruntuhan akhlak atau
dekadensi moral bagi seseorang, diantaranya adalah :
a) Faktor Lingkungan
Faktor Lingkungan banyak mempengaruhi pembentukan peribadi
seseorang. Antaranya ialah :

 Individu yang hidup dalam keluarga yang tidak mengamalkan


carahidup yang berakhlak, maka jiwanya akan terdidik dengan
tingkah laku, tutur kata dan gaya hidup yang tidak baik.
 Kehadiran teknologi canggih dalam media massa baik media cetak
atau elektronik juga sedikit banyaknya memberi kesan dalam
pembentukan akhlak seseorangyiaitu melalui adegan-adegan ganas
dan berunsur seks yang boleh merusak jiwa mereka.
 Pengaruh rekan sebaya dan masyarakat sekeliling juga merupakan
faktor yang membentuk keperibadian dan akhlak seperti tingkah
laku, tutur kata dan cara bertindak.
 Permasalahan keluarga yang melibatkan ibu bapa contohnya
pergaduhan dan perceraian boleh membawa kepada permasalahan
sosial seperti lari dari rumah, menyertai rakan sebaya mahupun
107
kumpulan yang rosak akhlaknya sehingga membawa kepada
pergaulan bebas, perzinaan, pengambilan dadah, pelacuran
(bohsia) dan seumpamanya.
 Budaya masyarakat yang cenderung ke arah liberalisme juga
membawa masyarakat kini mudah terjebak dengan budaya rock,
rap, lepak dan seumpamanya.

b) Menperturutkan Nafsu
Nafsu adalah anugerah Allah swt kepada manusia dan sekaligus
menjadi musuh. Manusia yang terlalu menurut kehendak nafsunya akan
terdorong untuk melakukan keburukan. Seandainya nafsu tidak dapat
dikawal, sudah pasti boleh menghilangkan harga diri, agama dan nilai
budaya sebuah masyarakat dan membawa kepada kemungkaran
sebagaimana berlaku dalam masyarakat kini. Hal ini diingatkan dalam
Firman Allah Swt surah Yusuf : 53
     
 
   
    
 
Dan Aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), Karena
Sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu
yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha
Pengampun lagi Maha penyanyang.

Salah satu yang dapat meruntuhkan akhlak adalah memperturutkan


hawa nafsu, orang yang ditunggangi hawa nafsunya akan selalu
melakukan hal yang dapat memuaskan hawa nafsunya, sekalipun
bertentangan dengan syariat Agama Islam. Betapa banyak orang
melakukan kejahatan hanya karena keinginan memenuhi nafsu syahwat
sehingga rela berzinah dan dizanahi, begitupula betapa banyak orang
makan dan minuman haram seperti khamar hanya karena nafsu mabuk
yang tak terkendali. Makanya Allah mengingatkan bahwa salah satu yang
108
dapat menghancurkan akhlak generasi adalah generasi yang
menperturutkan hawa nafsu, Allah menyampaikan dalam Alquran yang
suci:
    
 
  
  
Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-
nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, Maka mereka kelak
akan menemui kesesatan (Qs. Maryam:59).

c) Gangguan Syaitan
Satu lagi musuh ghaib yang senangtiasa mendampingi manusia
dengan memperalatkan nafsu manusia adalah syaitan. Fungsi syaitan
adalah sebagai agen perusak akhlak manusia. Misi syaitan mulai dilakukan
sejak Nabi Adam a.s. bahkan tidak akan berhenti sampai hari kiamat,
sebagaimana firman Allah dalam Al-quran surah Al-A;raf : 13-15
   
    
  
  
  
    
 
Allah berfirman: "Turunlah kamu dari surga itu; Karena kamu tidak
sepatutnya menyombongkan diri di dalamnya, Maka keluarlah,
Sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang hina". Iblis menjawab:
"Beri tangguhlah saya sampai waktu mereka dibangkitkan". Allah
berfirman: "Sesungguhnya kamu termasuk mereka yang diberi tangguh."

Maksud beri tangguhlah saya adalah janganlah saya dan anak cucu
saya dimatikan sampai hari kiamat sehingga saya berkesempatan
menggoda Adam dan anak cucunya. Ada banyak akhlak yang sangat
disukai oleh Syaitan, yang kesemuanya termasuk akhlak yang tercela,
seperti berlebih-lebihan (mubassir), membanggakan diri, menyebar kabar

109
bohong, memanggil dengan gelar yang buruk, mengingkari janji,
mengambil harta rampasan, Ghibah (membicarakan aib orang lain),
menipu, dan lain-lain sebagainya.
3.6 Cara-cara mengatasi dan memperbaiki akhlak
Akhlak seseorang dapat di bangun atau diperbaiki dengan berbagai
cara, sesuai dengan tuntunan Allah dan Rasul. Diantara yang dapat
dilakukan untuk memperbaiki akhlak adalah :

 Menguatkan nilai-nilai aqidah dan keimanan dalam jiwa.


 Menjaga pancaindera daripada melihat atau mendengar perkara-
perkara yang membangkitkan atau menguatkan syahwat dan hawa
nafsu yang menjadi puncak segala sifat buruk dan keji.
 Mempelajari uraian atau penjelasan al-Quran dan Hadits serta
penafsirannya oleh para ulama mengenai akhlak terpuji untuk
membersihkan jiwa.
 Melatih diri membiasakan perbuatan-perbuatan baik
seperti ibadah berupa solat, puasa dan lain-lain dan menjauhkan diri
daripada segala perbuatan buruk dan keji.
 Berkawan dan berjiran dengan orang-orang yang
berakhlakmulia kerana kawan atau jiran memberi kesan atau
pengaruh dalam pembinaan akhlak seseorang.
 Mempelajari kehidupan para nabi, sahabat, ulama atau auliya dan
menjadikan kehidupan mereka sebagai contoh teladan dalam
kehidupan kita.
 Dalam segala tindak tanduk kita hendaklah sentiasa mengikuti dan
menggunakan akal fikiran dan janganlah mengikut perut dan hawa
nafsu kita.
 Sentiasa berdoa memohon bantuan Allah swt agar dilengkapkan diri
dengan akhlak yang mulia dan mendapatkan perlindungan daripada
perkara-perkara yang tidak diingini.
110
Jadi banyak hal yang dapat dilakukan untuk memperbaiki diri atau
membina akhlak, yang terpenting kita bersungguh-sungguh
melaksanakannya.

3.7 Pembagian Akhlak

3.7.1 Akhlak Kepada Allah

Akhlak merujuk kepada amalan, dan tingkah laku tulus yang tidak
dibuat-buat yang menjadi kebiasaan. Menurut istilah dalam Islam, akhlak
ialah sikap keperibadian manusia terhadap Allah, manusia, diri sendiri dan
makhluk lain, sesuai dengan suruhan dan larangan serta petunjuk Al-
Quran dan Sunnah Rasulullah SAW. Ini berarti akhlak merujuk kepada
seluruh perlakuan manusia, yaitu ada berbentuk lahiriah maupun batiniah
yang merangkumi aspek amal ibadat, percakapan, perbuatan, pergaulan,
komunikasi, kasih sayang dan sebagainya. Akhlak kepada Allah yaitu
menjalankan segala perintahnya dan menjauhi segala larangannya. Jadi
seorang muslim itu hendaknya taat terhadap apa yang diperintahkan oleh
Tuhannya. Sehingga akhlak orang muslim kepada Allah yaitu beriman dan
taqwa kepada Allah SWT.
3.7.1.1 Pengertian Akhlak Kepada Allah
Akhlak menurut bahasa yaitu berasal dari bahasa arab (‫ )اخالق‬jamak
dari kata ‫ خلق‬yang berarti tingkah laku, perangai atau tabiat. Sedangkan
menurut istilah akhlak adalah daya kekuatan jiwa yang mendorong
perbuatan dengan mudah dan spontan tanpa dipikir dan direnung lagi.
Dengan demikian akhlak pada hakikatnya adalah sikap yang melekat pada
diri mausia, sehingga manusia dapat melakuakannnya tanpa berfikir
(spontan).
Menurut Kahar Masyhur akhlak kepada Allah dapat diartikan sebagai
sikap atau perbuatan yang seharusnya dilakukan oleh manusia sebagai
makhluk, kepada Tuhan sebagai khalik. Sehingga akhlak kepada Allah
111
dapat diartikan, yaitu Segala sikap atau perbuatan manusia yang dilakukan
tanpa dengan berfikir lagi (spontan) yang memang seharusnya ada pada
diri manusia (sebagai hamba) kepada Allah SWT. (sebagai Kholiq).
3.7.1.2 Pembagian Akhlak Kepada Allah
Ahlak kepada Allah terbagi menjadi dua bagian yaitu akhlak
mahmudah dan akhlak madzmumah. Akhlak mahmudah adalah akhlak
yang terpuji, yang menjadi sebab mendapatkan kebahagiaan di dunia dan
akhirat, yang diridhoi oleh Allah dan dicintai oleh keluarga dan seluruh
manusia. Sebaliknya akhlak madzmumah adalah asal penderitaan di
dunia dan akhirat, tidak disukai dan tidak cintai oleh siapapun.
Seorang muslim yang baik itu memang diharuskan berakhlak yang baik
kepada Allah SWT. Karena kita sebagai manusia itu diciptakan atas
kehendak-Nya, sehingga alangkah baiknya kita bersikap santun
(berakhlak) kepada sang Kholiq sebagai rasa syukur kita.
Menurut Kahar Mashyur, (1994) sekurang-kurangnya ada empat
alasan mengapa manusia perlu berakhlak kepada Allah.
1. karena Allah-lah yang mencipatakan manusia. Dia yang
menciptakan manusia dari air yang ditumpahkan keluar dari tulang
punggung dan tulang rusuk hal ini sebagai mana di firmankan oleh
Allah dalam surat at-Thariq ayat 5-7.
    
     
  
 
Artinya : (5) "Maka hendaklah manusia memperhatikan dari apakah
dia diciptakan?, (6). Dia tercipta dari air yang terpancar, (7). yang
terpancar dari tulang sulbi dan tulang dada. (at-Tariq:5-7)

2. karena Allah-lah yang telah memberikan perlengkapan panca


indera, berupa pendengaran, penglihatan, akal pikiran dan hati

112
sanubari, disamping anggota badan yang kokoh dan sempurna
kepada manusia. Firman Allah dalam surat, an-Nahl ayat, 78.
   
   
  
  
  
Artinya: "Dan Allah telah mengeluarkan kamu dari perut ibumu
dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi
kamu pendengaran, penglihatan, dan hati, agar kamu bersyukur. (
Q.S an-Nahal : 78)

3. karena Allah-lah yang telah menyediakan berbagai bahan dan


sarana yang diperlukan bagi kelangsungan hidup manusia, seperti
bahan makanan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, air, udara,
binatang ternak dan lainnya. Firman Allah dalam surat al-Jatsiyah
ayat 12-13.
    
  
  
  
    
   
     
  
 
Artinya (13) "Allah-lah yang menundukkan lautan untuk kamu
supaya kapal-kapal dapat berlayar padanya dengan seizin-Nya,
supaya kamu dapat mencari sebagian dari karunia-Nya dan mudah-
mudahan kamu bersyukur. (13), "Dan Dia menundukkan untuk kamu
apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi semuanya,
(sebagai rahmat) dari pada Nya. Sesungguhnya pada yang
demikian itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kamu
yang berpikir.(Q.S al-Jatsiyah :12-13 ).

4. Allah-lah yang telah memuliakan manusia dengan diberikannya


kemampuan, mengarungi daratan dan lautan. Firman Allah dalam
surat Al-Israa' ayat, 70

113
    
  
  
 
   
 
Artinya: "Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak cucu
Adam, Kami angkut mereka dari daratan dan lautan, Kami beri
mereka dari rizki yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan
kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah
Kami ciptakan. (Q.S al-Israa : 70).

3.7.1.3 Cara Berakhlak Kepada Allah


Berakhlak kepada Allah Subhana Wataalah haruslah dilakukan yang
terbaik. Jika berakhlak saja kepada manusia harus baik, maka Allah
sebagai pencipta manusia dan telah menyiapkan segala keperluan
hidupnya serta yang akan memberikan balasan diakhirat tentu harus jauh
lebih baik.
Menurut pendapat Quraish Sihab, (2005) bahwa titik tolak akhlak
kepada Allah adalah pengakuan dan kesadaran bahwa tiada Tuhan
melainkan Allah. Dia memiliki sifat-sifat terpuji; demikian agung sifat itu,
jangankan manusia, malaikat pun tidak akan mampu menjangkaunya.
Seorang yang berakhlak luhur adalah seorang yang mampu berakhlak
baik terhadap Allah ta’ala dan sesamanya. (Ibnu Qayyim Al Jauziyyah,
n.d.) rahimahullah mengatakan, keluhuran akhlak itu terbagi dua yakni :
1. akhlak yang baik kepada Allah, yaitu meyakini bahwa segala amalan
yang anda kerjakan mesti (mengandung kekurangan/
ketidaksempurnaan) sehingga membutuhkan udzur (dari-Nya) dan
segala sesuatu yang berasal dari-Nya harus disyukuri. Dengan
demikian, anda senantiasa bersyukur kepada-Nya dan meminta maaf
kepada-Nya serta berjalan kepada-Nya sembari memperhatikan dan
mengakui kekurangan diri dan amalan anda.

114
2. akhlak yang baik terhadap sesama. kuncinya terdapat dalam dua
perkara, yaitu berbuat baik dan tidak mengganggu sesama dalam
bentuk perkataan dan perbuatan.
Adapun contoh Akhlak kepada Allah itu antara lain:
a.Taqwa kepada Allah SWT.
Definisi taqwa adalah memelihara diri dari siksaan Allah dengan
mengikuti segala perintahnya dan menjauhi segala larangannya. Perintah
takwa ini banyak di dalam Al-quran di antaranya surah Ali-Imran :102
 
   
   
  
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar
takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam
keadaan beragama Islam (Qs. Ali-Imran:102).

b.Cinta kepada Allah SWT.


Definisi cinta yaitu kesadaran diri, perasaan jiwa dan dorongan hati yang
menyebabkan seseorang terpaut hatinya kepada apa yang dicintainya
dengan penuh semangat dan rasa kasih sayang. Demikianlah sikap cinta
kepada Allah Swt, yang diwujudkan dalam bentuk ketaatan. Sebagaimana
firman Allah dalam Surah Ali-Imran :31
    
  
   
   
Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya
Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang.

c.Ikhlas
Ikhlas yaitu semata-mata mengharap ridlo Allah. Jadi segala apa
yang kita lakukan itu semata-mata hanya mengharap ridho Allah SWT,
Firman Allah dalam surah Al-Bayyinah : 5
115
  
  
  
 
  
  

Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan
memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang
lurus[1595], dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat;
dan yang demikian Itulah agama yang lurus.

d.Khauf dan raja’


Khauf yaitu kegalauan hati membayangkan sesuatu yang tidak disukai
yang akan menimpanya, atau membayangkan hilangnya sesuatu yang
disukainya. Raja’ yaitu menautkan hati pada sesuatu yang disukai.
e.Bersyukrur terhadap nikmat yang diberikan Allah
Syukur yaitu memuji sang pemberi nikmat atas kebaikan yang telah
dilakukannya. Syukurnya seorang hamba berkisar atas tiga hal, yang jika
ketigany tidak berkumpul maka tidaklah dinamakann syukur. Tiga hal itu
yaitu mengakui nikmat dalam batin, membicaraknnya secara lahir, dan
menjadikannya sebagai sarana taat kepada Allah. Menyangkut tentang
syukur Allah swt berfirman dalam surah Ibrahim :7
   
   
   

Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika
kamu bersyukur, pasti kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika
kamu mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku sangat
pedih".

f.Muraqobah
Dalam hal ini, Muraqabah diartikan bahwa kita itu selalu berada dalam
pengawasan Allah SWT. Allah maha mengawasi dan mengetahui

116
terhadap makhluknya termasuk kita selaku manusia.. sebagaimana firman
Allah Swt dalam surah Al-baqarah : 283
   
 
dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.
g.Taubat
Taubat berarti kembali, yaitu kembali dari sesuatu yang buruk ke
sesuatu yang baik. Taubat yang dimaksud adalah tobat sebenar-benarnya
tobat yang disebut tobatan nasuha, sebagaimana firman Allah swt dalam
surah At-tahrim :8
 
  
   
Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan
nasuhaa (taubat yang semurni-murninya).

Taubat yang diterima oleh Allah swt, adalah tobatan nasuha (taubat yang
semurni-murninya. Syarat dari taubat nasuha yaitu menyesali semua kesalahan
yang telah dilakukan, berjanji untuk tidak melaksanakan dosa atau kesalahan itu
dan kesadaran tobatnya diikuti dengan perbuatan baik.
h.Berbaik sangka kepada Allah SWT.
Maksudnya kita sebagai umat yang diciptakan oleh Allah, hendaknya
khusnudzon, jangan suudzon, karena apa yang akan diberikan oleh Allah
itu pasti bak bagi kita. Sebagai hamba Allah kita terkadang merasa apa
yang diinginkan itulah yang terbaik menurut perhitungannya, padahal apa
yang baik menurut kita belum tentu baik menurut Allah, begitu pula
sebaliknya apa yang kita anggap jelek, belum tentu jelek menurut Allah.
Oleh karena itu sebaiknya apa yang terjadi buat diri kita seyognya selalu
berbuat sangka akan kebaikan dari Allah. Dalam hadits dikatakan bahwa
Allah:

117
“Allah Ta’ala berfirman, 'Aku tergantung persangkaan hamba kepadaKu. Aku
bersamanya kalau dia mengingat-Ku. Kalau dia mengingatku pada dirinya, maka
Aku mengingatnya pada diriKu. Kalau dia mengingatKu di keramaian, maka Aku
akan mengingatnya di keramaian yang lebih baik dari mereka. Kalau dia
mendekat sejengkal, maka Aku akan mendekat kepadanya sehasta. Kalau dia
mendekat kepada diri-Ku sehasta, maka Aku akan mendekatinya sedepa. Kalau dia
mendatangi-Ku dengan berjalan, maka Aku akan mendatanginya dengan berlari."
(HR bukhari, no. 7405 dan Muslim, no. 2675)

i.Bertawakal kepada Allah SWT.


Bertawakal kepada Allah yaitu kita berserah diri kepada Allah. Setelah
kita memohon kepada Allah hendaknya kita berusaha, bukan hanya diam
diri untuk memenuhi do’a kita.
    
    
    
    
dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan
mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan
yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah Telah mengadakan
ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu (Qs. At-talaq:3)

i. Senantiasa mengingat Allah SWT.


Salah satu akhlak yang baik kepada Allah yaitu kita selalu mengingat
Allah dalam keadaan apapun, baik dalam keadaan susah maupun senang.
Sebagaimana firman Allah swt dalam surah Annisa : 103
  
  
   
 
   
  

118
 
 
Maka apabila kamu Telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah di waktu
berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. Kemudian apabila kamu Telah
merasa aman, Maka Dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya
shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang
beriman.

k.Memikirkan keindahan ciptaan Allah SWT.


Kita dianjurkan untuk melakukan Tadzabur Alam, memikirkan tentang
bagaimana kita diciptakan, dan lain-lain yang berkaitan dengan ciptaan
Allah yang lain, supaya kita dapat merasakan keagungan Allah SWT.
Sehingga kita dapat berakhlak yang baik kepada Allah. Sebagaimana
firman Allah swt dalam surah Al-Baqarah : 164
   
 
 
  
   
   
   
   
   
  
 
 
  
  
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam
dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi
manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan
air itu dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan dia sebarkan di
bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang
dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda
(keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan.

l.Melaksanakan apa-apa yang diperintahkan Allah SWT.

119
Sebagai hamba Allah yang baik hendaknya kita melakukan Amar
ma’ruf, .Menjauhi apa yang dilarang Allah SWT. Sebagai hamba Allah yang
baik hendaknya kita Nahi Munkar. Apapun yang diperintahkan Allah wajib
kita melaksanakannya, juga apapun yang dilarangnya wajib juga di
tinggalkan, sebagaimana firman Allah swt dalam surah Al-hasyar:7
   
   
  
    
 
apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang
dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya.

3.7.2 Akhlak Kepada Rasul

Akhlak-akhlak secara teoritis memang indah tapi secara praktek


memerlukan kerja keras.Oleh karena itu Allah SWT mengutus Nabi
Muhammad SAW untuk memberi contoh akhlak mulia kepada manusia.
Pekerjaan itu dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW sebaik mungkin
sehingga mendapat pujian dari Allah SWT

“Sesungguhnya engkau berada pada akhlak yang agung”. Bahkan


Rasulullah sendiri bersabda “ Aku diutus untuk menyempurnakan akhlak”.
Lebih dari itu beliau menempatkan muslim yang paling tinggi derajatnya
adalah yang paling baik akhlaknya.”Sesempurna_sempurna iman
seseorang mukmin adalah mereka yang paling bagus akhlaknya”.Maka tak
heran Aisyah mendiskripsikan Rasulullah SAW sebagai Al-Qur’an
berjalan,karena akhlak Rasulullah SAW adalah Al-Qur’an.

Disamping akhlak kepada Allah SWT, sebagai muslim kita juga harus
berakhlak kepada Rasulullah SAW, meskipun beliau sudah wafat dan kita
tidak berjumpa denganya, namun keimanan kita kepadanya membuat kita

120
harus berakhlak baik kepadanya, sebagaimana keimanan kita kepada
Allah SWT membuat kita harus berakhlak baik kepada-Nya. Meskipun
demikian, akhlak baik kepada Rasul pada masa sekarang tidak bisa kita
wujudkan dalam bentuk lahiriyah, atau jasmaniyah secara langsung
sebagaimana para sahabat telah melakukannya.

Akhlak kepada Rasulllah SAW dengan cara beradab dan


menghormatinya,mentaati dan mencintai beliau menjadi kaumnya sebagai
perantara dalam segala aspek kehidupan,banyak menyebut nama
beliau,menerima seluruh ajaran beliau, menghidupkan sunnah-sunnah
beliau dan lebih mencintai beliau dari pada diri kita sendiri,orang tua kita
dll.Di dalam Al-Qur’an terdapat ayat-ayat yang menjelaskan tentang akhlak
Nabi Muhammad SAW,ayat tersebut sekaligus menjadi nama-nama lain
dari Rasulullah SAW.Salah satunya adalah al rauf (belas kasihan),yang
terdapat pada surah At-taubah Ayat 128 :

   


    
  
 
“Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu
sendiri,berat terasa olehnya penderitaan,sangat menginginkan (keinginan
dan keselamatan) bagimu,amat belas kasihan lagi penyayang terhadap
orang-orangg mukmin.” (Q.S. At-Taubah: 128).
3.7.2.1 Pengertian Akhlak Kepada Rasul

Akhlak kepada Rasulullah SAW,yakni :


- Mengakui dan mengimani bahwa beliau adalah hamba Allah dan
Rasul-Nya.(QS. 18:110)
   
  
  
    
  
121
   
  

Katakanlah: Sesungguhnya Aku Ini manusia biasa seperti kamu,
yang diwahyukan kepadaku: "Bahwa Sesungguhnya Tuhan
kamu itu adalah Tuhan yang Esa". barangsiapa mengharap
perjumpaan dengan Tuhannya, Maka hendaklah ia mengerjakan
amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan
seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya".

- Meyakini bahwa beliau adalah Rasul dan NabiNya yang


terakhir,dan risalahnya pun juga risalah terakhir.(Qs. 30:40)
   
   
   
   
   
  
 

Allah-lah yang menciptakan kamu, Kemudian memberimu rezki,


Kemudian mematikanmu, Kemudian menghidupkanmu
(kembali). Adakah di antara yang kamu sekutukan dengan Allah
itu yang dapat berbuat sesuatu dari yang demikian itu? Maha
sucilah dia dan Maha Tinggi dari apa yang mereka
persekutukan.
- Taat kepadanya secara mutlak. (Qs. 4:65)
    
  
    
  
 
 
Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman
hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang
mereka perselisihkan, Kemudian mereka tidak merasa dalam
hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu
berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.
- Menjadikannya sebagai teladan yang baik dalam kehidupan,
beragama, keluarga, social dan lain-lain.

122
- Meyakini bahwa syafa’at darinya hanya terjadi dengan idzin Allah
ta’ala. (Qs. 20:109)
    
    
  
Pada hari itu tidak berguna syafa'at[945], kecuali (syafa'at)
orang yang Allah Maha Pemurah Telah memberi izin kepadanya,
dan dia Telah meridhai perkataannya
- Bershalawat padanya. (Qs. 33:56)
  
   
 
  
 

Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat
untuk Nabi[1229]. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah
kamu untuk nabi dan ucapkanlah salam penghormatan
kepadanya[1230].

- Menerima keputusannya secara lapang. (Qs. 4:59)


 
  
 
   
   
  
  
 
  
  
 
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (nya),
dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat
tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan
Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan

123
hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnya.
- Mencintai keluarganya (ahli baitnya). (HR.At tirmidzi,Juz
12.Hal,260,No.3722. Al Maktabah asy syamilah)
- Mencintai para sahabatnya dan mengakui bahwa mereka adalah umat
terbaik dan semuanya adil. (Qs. 3:110)
  
  
 
  
    
  
  
 
 
Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia,
menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan
beriman kepada Allah. sekiranya ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih
baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan
kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.
- Mencintai yang dicintainya dan membenci yang dibencinya.
3.7.2.2 Ruang Lingkup Akhlak Kepada Rasul
1. Meyakini dan meneladani akhlak Nabi sebagai Uswah Hasanah
Secara bahasa uswah artinya teladan, hasanah adalah baik.
Jadi,uswah hasanah adalah teladan yang baik. Sebagai panutan dan
contoh, Nabi Muhammad SAW. Memiliki akhlak yang baik dan
sekaligus teladan bagi umatnya.Wujud dari uswah hasanah selain
terdapat didalam Al-Qur’an juga melalui sunahnya.Sunah atau hadist
adalah keseluruhan dari kehidupan Nabi Muhammad SAW baik
perkataan, perbuatan, persetujuan maupun himmah atau cita-citanya
yang belum terwujud.
Setiap perkataan Nabi Muhammad SAW baik masalah hubungan
dengan Allah maupun masalah sosial kemasyarakatan menjadi uswah
hasanah. Baik dari cara berbicara maupun isi pembicaraannya adalah
contoh yang harus ditiru oleh umatnya.Ketika Nabi Muhammad SAW

124
berbicara selalu jelas dan tegas,sehingga orang yang diajak berbicara
bias memahaminya. Dengan demikian jelas bahwa akhlak Nabi
Muhammad SAW itu sangat terpuji dan mulia.Akhlak beliau ada
didalam Al-Qur’an dan Al-Hadis.Beliau adalah sosok panutan dan
contoh yang patut diteladani dan ditiru oleh kita semua selaku umat
islam yang mengikuti ajaran syariatnya.
2. Mengimani bahwa Allah benar-benar mengutus para Nabi dan Rasul.
Orang yang mengingkari – walaupun satu Rasul – sama saja
mengingkari seluruh Rasul. Allah ta’ala berfirman:
  
 
yang artinya, “Kaum Nuh telah mendustakan para rasul.” (QS. Asy-
Syu’araa 26:105).

Walaupun kaum Nuh hanya mendustakan nabi Nuh, akan tetapi


Allah menjadikan mereka kaum yang mendustai seluruh Rasul.
3. Mengimani nama-nama Nabi dan Rasul yang kita ketahui dan
mengimani secara global nama-nama Nabi dan Rasul yang tidak
ketahui. – akan datang penjelasannya
3.7.2.3 Cara berakhlak Kepada Rasul
Cara berakhlak kepada rasul dapat dilakukan dengan cara :
1. Ridha Dalam Beriman
Beriman kepada Rasul merupakan salah satu dari rukun iman.
Karena itu, setiap muslim harus ridha dalam beriman kepadanya dan
ini akan membuat keimanan terasa menjadi nikmat sehingga apa
yang menjadi konsekuensi iman bukan sesuatu yang berat dan tidak
menyenangkan untuk membuktikannya Rasulullah saw bersabda

ْ ‫إلاِبَو ًّ ابَر ِهللاِب َيِضَر ْنَم ِناَمْي‬


‫إلا َمْعَط َقاَ ًذالْوُسَرَو ً ايِبَن ٍدَّمَحُمِب‬ ْ ِ ‫َمال ْس‬

Kelezatan iman dirasakan oleh orang yang ridha kepada Allah


sebagai Tuhan, Islam sebagai agama dan Muhammad sebagai Nabi
dan Rasul (HR. Muslim).
125
2. Mencintai Rasul

Setiap muslim yang berakhlak baik kepada Rasul saw niscaya


akan mencintai beliau dalam kehidupan di dunia ini. Kecintaan
kepada Rasul merupakan urutan kedua setelah kecintaan kepada
Allah swt sebagaimana firman-Nya di dalam Al-Qur’an:

   


 
 
 
  
  
   
  
   
    
  
Katakanlah: "Jika bapa-bapa , anak-anak , saudara-saudara, isteri-isteri,
kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang
kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah
lebih kamu cintai dari Allah dan RasulNya dan dari berjihad di jalan nya,
Maka tunggulah sampai Allah mendatangkan Keputusan NYA". dan Allah
tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik. (QS. 9 :24)

Bahkan dalam satu hadits beliau bersabda yang menganggap orang


yang tidak lebih mencintainya sebagai orang yang tidak beriman:

ِ َّ‫َو َوا ِل ِد ِهالَ يُؤْ ِمنُ أ َ َح ُد ُك ْم َحتَّى أ َ ُك ْونَ أَجْ َم ِعيْنَ َوالن‬
‫اس‬
‫أَ َحبَّ ِإلَ ْي ِه ِم ْن نَّ ْف ِس‬
Tidak beriman salah seorang di antara kamu sehingga aku lebih dicintai
daripada dirinya sendiri, anak serta orang tuanya serta manusia seluruhnya
(HR. Bukhari dan Muslim).
3. Mengikuti dan Mentaati
Kesiapan untuk mengikuti Rasulullah saw dalam hidup ini merupakan
bentuk akhlak yang mulia kepada beliau, sikap ini merupakan salah satu
faktor yang membuat manusia bisa memperoleh kecintaan dari Allah swt
126
sehingga Diapun akan memberikan ampunan bila kita melakukan
kesalahan, Allah swt berfirman:
    
  
    
  
Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku,
niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. 3:31).

Mengikuti dan mentaati Rasulullah saw merupakan sesuatu yang bersifat


mutlak, karenanya manusia tidak bisa mencapai kemuliaan tanpa ketaatan,
untuk itu jangan sampai manusia mendahului ketentuan Allah swt dan
Rasul-Nya, Allah berfirman:

   


   
    
    
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan
Rasulnya[1407] dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha
mendengar lagi Maha Mengetahui.
   
   
    
    

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan


Rasul-Nya dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha
Mendengar lagi Maha Mengetahui (QS 49:1).

Kunci kemuliaan seorang mukmin terletak pada ketaatannya kepada


Allah dan rasul-Nya, karena itu para sahabat ingin menjaga citra
kemuliaannya dengan mencontohkan kepada kita ketaatan yang luar biasa
kepada apa yang ditentukan Allah dan Rasul-Nya. Ketaatan kepada Rasul
sama kedudukannya dengan taat kepada Allah, karena itu bila manusia
tidak mau taat kepada Allah dan Rasul-Nya, maka Rasulullah tidak akan
127
pernah memberikan jaminan pemeliharaan dari azab dan siksa Allah swt,
di dalam Al-Qur’an, Allah swt berfirman:

    


    
   
Barangsiapa yang mentaati Rasul, sesungguhnya ia mentaati Allah. Dan
barangsiapa yang berpaling, maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi
pemelihara bagi mereka (QS 4:80). Di dalam ayat lain, Allah swt berfirman:
   
  
  
 
Hai orang-orang yang beriman, taatlah kepada Allah dan taatlah kepada
rasul dan janganlah kamu merusakkan (pahala) amal-amalmu (QS 47:33).

Manakala seorang muslim telah mentaati Allah dan Rasul-Nya, maka ia


akan memperoleh kenikmatan sebagaimana yang telah diberikan kepada
para Nabi, orang yang jujur, orang yang mati syahid dan orang-orang
shaleh, bahkan mereka adalah sebaik-baik teman yang harus kita miliki,
Allah swt berfirman:

   


   
   
 
  
  

Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul(Nya) mereka itu akan
bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah,
yaitu nabi-nabi, para yang sebaik-baiknya (QS 4:69).

128
Oleh karena itu, ketaatan kepada Rasulullah saw juga menjadi salah
satu kunci untuk bisa masuk ke dalam surga, Rasulullah saw bersabda:
َ ْ ‫ َم ْن َيأ‬:‫س ْو َل هللاِ؟‬
‫ قَا َل ْال َجنَّةَ إِالَّ َم ْن أ َ َبى‬.:‫ب‬ ُ ‫ار‬ َ َ ‫عنِى َد َخ َل ْال َجنَّةَ َو َم ْن َم ْن أ‬
َ َ‫ط قِ ْي َل ى ي‬ َ ‫صانِىا‬ َ ‫ع‬َ
‫ فَقَ ْد أ َ َبى‬. َ‫ُكل أ ُ َّمتِى َي ْد ُخلُ ْون‬

Semua umatku akan masuk surga, kecuali yang tidak mau. Sahabat
bertanya: “Siapa yang tidak mau ya Rasulullah?”. Beliau menjawab: Siapa
yang taat kepadaku ia masuk surga dan siapa yang durhaka kepadaku, ia
termasuk orang yang tidak mau. (HR. Bukhari dari Abu Hurairah ra).
Adapun orang yang tidak mau mengikuti Rasul dengan apa yang
dibawanya, yakni ajaran Islam dianggap sebagai orang yang tidak beriman,
beliau bersabda:

‫ُد ُك ْم َحتَّى ََالَ يُؤْ ِم ُن أَح يَ ُك ْونَ ه ََو اهُ تَبَعًا ِل َما ِجئْتُ بِ ِه‬
Tidak beriman seseorang di antara kamu sehingga hawa nafsunya
mengikuti apa yang aku bawa (syari’at Islam). (HR. Thabrani).

4. Bershalawat.
Bershalawat kepada Nabi Muhammad saw merupakan sesuatu yang
sangat dianjurkan, bahkan diperintah oleh Allah swt karena Allah swt dan
para malaikat juga bershalawat, hal ini terdapat dalam firman Allah:
  
   
 
  
  
Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk nabi.
Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk nabi dan
ucapkanlah salam perhormatan kepadanya (QS 33:56).

Bahkan bila kita bershalawat kepada Nabi, maka Allah swt bershalawat
lebih banyak lagi kepada kita hingga sepuluh kali lipat, Rasulullah saw

129
bersabda:

َ ً ‫ي َم َّرة‬
‫ص َّل‬ َ ‫صلَّى‬
َّ َ‫عل‬ َ ‫علَ ْي ِه ِب َها‬
َ ‫ع ْش ًرا َم ْن‬ َ ُ‫ى هللا‬
Barangsiapa bershalawat kepadaku satu kali, maka dengan shalawatnya
itu Allah akan bershalawat kepadanya sepuluh kali lipat (HR. Ahmad).

Bila bershalawat kepada nabi diperintahkan oleh Allah swt kepada


orang-orang yang beriman, maka hal itu menjadi lebih ditekankan lagi
untuk dilakukan pada hari Jum’at, Rasulullah saw, bersabda:

ُ‫ي يَ ْو َم ْال ُج ْمعَ ِة فَإ نَّهُ َم ْش ُه ْو ٌد تَ ْش َه ُدهُ ْال َمالَ ئِ َكة‬َّ َ‫عل‬
َ َ‫صالَ ة‬َّ ‫اَ ْكثِ ُرو َوال‬
‫َوا َِّن اَ َحدًا لَ ْن‬ ‫صالَتُهُ َحتَّى‬ َ ‫ى‬ َّ َ‫عل‬
َ ‫ت‬ ْ ‫ض‬ َ ‫ع ِر‬ ُ َّ‫ى اِال‬َّ َ‫عل‬ َ ‫ى‬ ِّ ِ ‫صل‬َ ُ‫ي‬
‫غ ِم ْن َها‬ َ ‫ َي ْف ُر‬.
“Perbanyaklah shalawat untukku pada hari Jum’at, karena sesungguhnya
shalawatmu disaksikan Malaikat dan sesungguhnya seseorang tidaklah
membaca shalawat kepadaku melainkan do’a shalawatnya itu ditampakkan
kepadaku sampai ia selesai membacanya” (HR Ibnu Majah dari Abi Darda)

Manakala seseorang telah menunjukkan akhlaknya kepada Nabi


dengan mengucapkan shalawat, maka orang tersebut akan dinyatakan
oleh Rasul saw sebagai orang yang paling utama kepadanya para hari
kiamat, beliau bersabda:

َ‫صال‬ َ ‫اس بِى يَ ْو َم ْال ِقيَا َم ِة أ َ ْكث َ ُر ُه ْم‬


َّ َ‫عل‬
َ ‫ي‬ ِ َّ‫ة ً ِإ َّن أ َ ْولَى الن‬
Sesungguhnya orang byang paling utama kepadaku nanti pada hari kiamat
adalah siapa yang paling banyak bershalawat kepadaku (HR. Tirmidzi).
Oleh karena itu, orang yang tidak mau bershalawat kepada Nabi, apalagi
saat namanya disebut, maka ia dianggap sebagai orang yang bakhil atau
kikir, hal ini dinyatakan dalam sabda beliau:
ُ‫ي فَ َل ْم ِع ْن َدهُ أ َ ْل َب ِخ ْي ُل َم ْن ذُ ِ ِّك ْرت‬
ُ ‫ص ِّل‬ َّ َ‫عل‬
َ ‫ي‬ َ

130
Yang benar-benar bakhil adalah orang yang ketika disebut namaku di
hadapannya, ia tidak mengucap shalawat kepadaku (HR. Tirmidzi dan
Ahmad).

5. Menghidupkan Sunnah Rasul


Rasulullah saw tidak mewariskan harta yang banyak kepada
ummatnya, tapi yang beliau wariskan adalah Al-Qur’an dan sunnah.
Karena itu, kaum muslimin yang berakhlak baik kepadanya akan selalu
berpegang teguh kepada Al-Qur’an dan sunnah agar tidak sesat dan
waspada terhadap kemungkinan dilakukannya bid’ah atau sesuatu yang
diada-adakan dalam perkara ubudiyah padahal pada masa Rasul tidak
ada, beliau bersabda:
Sesungguhnya siapa yang hidup sesudahku, akan terjadi banyak
pertentangan. Oleh karena itu, kamu semua agar berpegang teguh kepada
sunnahku dan sunnah para penggantiku. Berpegang teguhlah kepada
petunjuk-petunjuk tersebut dan waspadalah kamu kepada sesuatu yang
baru, karena setiap yang baru itu bid’ah dan setiap bid’ah itu sesat dan
setiap kesesatan itu di neraka (HR. Ahmad, Abu Daud, Ibnu Majah, Hakim,
Baihaki dan Tirmidzi)

Di dalam hadits yang lain, beliau juga bersabda:


Aku tinggalkan kepada kalian dua hal, yang kalian tidak akan tersesat
selamanya bila berpegang teguh dengannya, yaitu: kitab Allah (Al Qur’an)
dan Sunnahku (HR. Hakim).

6. Menghormati Pewaris Rasul.

Berakhlak baik kepada Rasul saw juga berarti harus menghormati para
pewarisnya, yakni para ulama yang konsisten dalam berpegang teguh
kepada nilai-nilai Islam, yakni yang takut kepada Allah swt dengan sebab
ilmu yang dimilikinya, Allah swt berfirman:

       


    
 
Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya

131
hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha
Pengampun (QS 35:28).

Kedudukan ulama yang takut kepada Allah swt sebagai pewaris Nabi
disebutkan dalam sabda Nabi saw:
Dan sesungguhnya ulama adalah pewaris Nabi. Sesungguhnya Nabi tidak
mewariskan uang dinar atau dirham, sesungguhnya Nabi hanya
mewariskan ilmu kepada mereka, maka barangsiapa yang telah
mendapatkannya, berarti telah mengambil bagian yang besar (HR. Abu
daud dan Tirmidzi)

Karena ulama disebut sebagai pewaris Nabi, maka orang yang


disebut ulama seharusnya tidak hanya memahami tentang beluk beluk
agama Islam, tapi juga memiliki sikap dan kepribadian sebagaimana yang
telah dicontohkan oleh Nabi dan ulama seperti inilah yang harus kita
hormati. Adapun orang yang dianggap ulama karena pengetahuan
agamanya yang luas, tapi tidak mencerminkan pribadi Nabi, maka orang
seperti itu bukanlah ulama yang sesungguhnya dan berarti tidak ada
kewajiban bagi kita untuk menghormatinya.
7. Melanjutkan Misi Rasul
Misi utama Rasul adalah berdakwah, yakni menyeru dan mengajak
manusia untuk beriman dan tunduk kepada Allah swt. Tugas ini merupakan
hal yang amat penting dan dibutuhkan oleh manusia. Orang baik
membutuhkan dakwah agar bisa mempertahankan dan meningkatkan
kebaikannya, sedangkan orang yang belum baik lebih membutuhkannya
lagi agar bisa memperbaiki dirinya. Karena itu dakwah menjadi tugas bagi
setiap muslim sebagaimana tercermin dalam hadits Nabi saw:

Sampaikanlah dariku walaupun hanya satu ayat (HR. Ahmad, Bukhari dan
Tirmidzi).
Manakala dakwah bisa kita tunaikan dengan sebaik-baiknya, maka kita
akan memperoleh derajat yang tinggi di sisi Allah dengan dikelompokkan

132
ke dalam kelompok umat yang terbaik (khairu ummah) sebagaimana yang
disebutkan dalam firman-Nya:

   


 
 
  
  
Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh
kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman
kepada Allah (QS 3:110).

Di samping itu, orang yang berdakwah juga akan memperoleh pahala


yang amat besar, hal ini karena dalam satu hadits Rasulullah saw
menyatakan:

‫علَى َخي ِْر فَلَهُ ِمثْ ُل اَجْ ِرفَا ِع ِل ِه‬


َ ‫ َم ْن َد َّل‬.
Barang siapa yang menunjukkan pada suatu kebaikan, maka baginya
seperti pahala orang yang mengerjakannya (HR. Ahmad, Muslim, Abu
Daud dan Tirmudzi).
Demikian beberapa hal yang harus kita tunjukkan agar kita termasuk
orang-orang yang memiliki akhlak yang baik kepada Nabi Muhammad saw:
3.7.3 Akhlak Terhadap Diri Sendiri
3.7.3.1 Pengertian akhlak terhadap pribadi

Akhlak yang baik terhadap diri sendiri dapat diartikan menghargai,


menghormati, menyayangi dan menjaga diri sendiri dengan sebaik-
baiknya, karena sadar bahwa dirinya itu sebagai ciptaan dan amanah Allah
yang harus dipertanggungjawabkan dengan sebaik-baiknya.
Banyak ulama yang memberikan pengertian tentang akhlak.
Diantaranya adalah:
1. Imam Ghazali dalam kitab ulumuddin, akhlaq adalah suatu gejala
kejiwaan yang sudah mapan dan menetap dalam jiwa, yang dari padanya
133
timbul dan terungkap perbuatan dengan mudah, tanpa mempergunakan
pertimbangan pikiran terlebih dahulu.
2. Ibnu Maskawaih dalam kitab tahzibul akhlaq watathirul araq,
mendifinisikan bahwa akhlaq itu sebagai sikap jiwa seserorang mendorong
untuk melakukan perbuatan-perbuatan tanpa melalui pertimbangan pikiran.
3. Prof. Ahmad Amin, mendifinisikan akhlaq adalah adatul iradah
(kehendak yang dibiasakan) lalu menjadi kelaziman (kebiasaan).
Dari pengertian-pengertian tersebut tentunya semua orang dapat
menyimpulkan bahwa seseorang yang berakhlak terpuji akan melakukan
berbagai tindakan yang mencerminkan ketaatannya pada Allah dimanapun
dan kapanpun dia berada tanpa menghiraukan keadaan sekitarnya.
3.7.3.2 Ruang Lingkup Akhlak Terhadap Pribadi
Akhlak merupakan cermin dari pribadi seseorang. Dari akhlak kita
dapat menilai pribadi seseorang. Orang yang cenderung bersifat kasar
sesama teman dapat dikategorikan memiliki karakter pribadi yang keras
dan tidak ramah. Sedangkan orang yang memiliki sifat yang lemah lembut
dapat dikatakan memiliki pribadi yang penyayang dan penuh kasih sayang.
Hal ini memiliki peran yang sangat penting dalam nasib pergaulan kita baik
dari segi kwantitas teman yang bakalan kita miliki dan kenyamanan dalam
persahabatan yang kita jalani.
Menuntut ilmu merupakan suatu akhlak mulia yang harus
dilaksanakan oleh setiap muslim. Kemudian, akhlak terhadap jiwa kita
juga sangat diperlukan agar tercipta pribadi yang utuh. Agar jiwa kita
menjadi utuh, maka jiwa harus bersih untuk itu perlu adanya upaya
penyucian jiwa. Beberapa hal yang dapat membersihkan jiwa antara lain :
1. Bertaubat
Hakikat taubat adalah Menyesal, meninggalkan kemaksiatan tersebut
dan berazam untuk tidak mengulanginya lagi. Sahal bin Abdillah berkata:

134
“Tanda-tanda orang yang bertaubat adalah: Dosanya telah menyibukkan
dia dari makan dan minum-nya.
2. Bermuqarabah
Maksudnya adalah mendekatkan diri kepada Allah. Banyak hal yang
dapat ditempuh untuk mendekatkan diri kepada Allah, salah satunya
adalah dengan memperbanyak sedekah kepada fakir miskin dan
memperbanyak ibadah.
3. Bermuhasabah
Muhasabah ialah introspeksi atau mawas atau meneliti diri. Yakni
menghitung-hitung perbuatan pada tiap tahun, tiap bulan, tiap hari bahkan
setiap saat. Oleh karena itu muhasabah ini tidak harus dilakukan pada
akhir tahun, akhir bulan. Namun perlu juga dilakukan setiap hari, bahkan
setiap saat. Satu hal yang perlu diingat adalah muhasabah tak akan ada
artinya tanpa adanya tidak lanjut dari apa yang telah dievaluasinya.
4. Bermujahadah
Makna asal dari mujahadah adalah berjuang, bersungguh-sungguh,
berperang melawan musuh. Namun secara spesifik mujahadah berarti
Pengamalan Sholawat Wahidiyah atau sebagian dari padanya menurut
adab, cara dan tuntunan yang diberikan oleh Muallif Sholawat Wahidiyah,
sebagai penghormatan kepada Rasulullah SAW dan sekaligus merupakan
doa permohonan kepada Allah SWT yang diperuntukkan diri pribadi dan
keluarga baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal dunia,
bagi bangsa dan negara serta pemimpin mereka di segala bidang dan
umumnya bagi segalah makhluk ciptaan Allah SWT.
5. Memperbanyak ibadah
Memperbanyak ibadah baik mahdhah ataupun ghairu mahdhah
tentunya akan membuat kita senantiasa lebih baik dari sebelumnya.
6. Menghadiri majelis iman

135
Majelis iman adalah majelis yang apabila kita menghadirinya akan
menambah keimanan kita kepada Allah.
3.7.3.3 Cara Berakhlak Terhadap Pribadi
Kewajiban perorangan merupakan kewajiban manusia yang pertama
yang universal. Disebut demikian karena kepentingan diri sendiri
merupakan pokok pangkal dari kepentingannya sebagai anggota
masyarakat maupun sebagai pemeluk suatu agama. Kewajiban
perorangan ada dasarnya berpokok kepada menjaga kesehatan jasmani
dan rohani agar ia tetap hidup sebagai manusia yang berakhlak di dunia.
Sedangkan sebagai pemeluk suatu agama disamping menjaga kesehatan
jasmani dan rohani, agar ia tetap hidup sebagai manusia yang berakhlak
didunia dan sejahtera di akhirat kelak, menurut kepercayaan agamanya
masing-masing. Misalnya kewajiban makan makanan yang menyehatkan
badan dan menjauhi makanan yang merusak badan, kewajiban minun
minuman yang menyehatkan badan dan akal pikiran. Contoh lain misalnya,
tidur menjadi kewajiban seseorang terhasap dirinya sendiri apabila
badannya membutuhkannya. Dalam islam, menunaikan kewajiban
terhadap dirinya sendiri merupakan perintah Allah SWT. Sesuai firman-Nya
dalam surah At-Tahrim ayat 6:
 
  
  
 
  
    
  
  
  
 
  
 
   
136
   
   
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api
neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya
malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap
apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa
yang diperintahkan.

Perkataan Akhlak berasal dari bahasa arab, bentuk jamak dari khuluq
yang artinya tabiat, budi pekerti, watak. Juga terdapat beberapa kata ganti
lain atau sinonim untuk perkataan akhlak seperti kesusilaan, sopan santun,
dalam bahasa Indonesia, moral, ethic dalam bahasa inggris, ethos, ethikos
dalam bahasa yunani.
Akhlak juga dapat disebut sebagai kebiasaan kehendak itu bila
membiasakan sesuatu maka kebiasaannya itu disebut akhlak. Jadi
pemahaman akhlak adalah seseorang yang mengerti benar akan
kebiasaan perilaku yang diamalkan dalam pergaulan semata – mata taat
kepada Allah dan tunduk kepada-Nya. Oleh karena itu seseorang yang
sudah memahami akhlak maka dalam bertingkah laku akan timbul dari
hasil perpaduan antara hati nurani, pikiran, perasaan, bawaan dan
kebiasaan dan yang menyatu, membentuk suatu kesatuan tindakan akhlak
yang dihayati dalam kenyataan hidup keseharian.
Banyak hal yang dapat kita kaitkan dengan permasalahan akhlak,
bahkan semua perbuatan yang dilakukan manusia tidak akan pernah
terlepas dari akhlak, baik akhlak terpuji maupun tercela. Dalam kehidupan
sehari-hari, akhlak diperlukan bukan hanya untuk bergaul dengan orang
lain. Akhlak terhadap diri sendiri pun tidak dapat dianggap remeh. Jasmani
yang diberikan Allah kepada manusia perlu dijaga dan diperlakukan sesuai
dengan tuntunan yang ada. Begitu pula dengan akal dan pikiran yang kita
miliki. Kita tidak boleh menyia-nyiakan anugerah yang begitu besar ini,
namun kita juga tidak boleh memaksa dan menyiksa semau kita
3.7.4 Akhlak Dalam Bergaul
137
Di era globalisasi ini, dunia dipenuhi dengan berbagai macam teknologi
yang canggih. Mulai dari teknologi yang menguntungkan sampai teknologi
yang dapat menjerumuskan generasi muda ke dalam jurang kehinaan. Dan
dari teknologi ini dapat kita ambil contoh yaitu TV. Bagaimana kita lihat
banyak acara yang justru menghancurkan kepribadian pemuda pemudi
kita.
Mereka mengikuti adegan yang ia lihat. Seperti berpacaran, berdua-
duaan yang bukan muhrimnya (berkhalwat) dan masih banyak hal-hal
yang dikerjakan yang sebenarnya di luar syariat Islam. Kalau tanpa,
kesadaran dari diri kita masing-masing maka generasi selanjutnya akan
hancur akan banyak generasi baru yang lahir tanpa berlandaskan agama
Islam.
Pengertian Akhlak Secara Etimologi, Menurut pendekatan etimologi,
perkataan “akhlak” berasal dari bahasa Arab jama’ dari bentuk mufradnya
“Khuluqun” yang menurut logat diartikan: budi pekerti, perangai, tingkah
laku atau tabiat. Kalimat tersebut mengandung segi-segi persesuain
dengan perkataan “khalkun” yang berarti kejadian, serta erat hubungan ”
Khaliq” yang berarti Pencipta dan “Makhluk” yang berarti yang diciptakan.
Pengertian akhlak adalah kebiasaan kehendak itu bila membiasakan
sesuatu maka kebiasaannya itu disebut akhlak .Jadi pemahaman akhlak
adalah seseorang yang mengeri benar akan kebiasaan perilaku yang
diamalkan dalam pergaulan semata – mata taat kepada Allah dan tunduk
kepada-Nya. Oleh karena itu seseorang yang sudah memahami akhlak
maka dalam bertingkah laku akan timbul dari hasil perpaduan antara hati
nurani, pikiran, perasaan, bawaan dan kebiasaan dan yang menyatu,
membentuk suatu kesatuan tindakan akhlak yang dihayati dalam
kenyataan hidup keseharian.
Dengan demikian memahami akhlak adalah masalah fundamental
dalam Islam. Namun sebaliknya tegaknya aktifitas keislaman dalam hidup

138
dan kehidupan seseorang itulah yang dapat menerangkan bahwa orang itu
memiliki akhlak. Jika seseorang sudah memahami akhlak dan
menghasilkan kebiasaan hidup dengan baik, yakni pembuatan itu selalu
diulang – ulang dengan kecenderungan hati (sadar)2 .Akhlak merupakan
kelakuan yang timbul dari hasil perpaduan antara hati nurani, pikiran,
perasaan, bawaan dan kebiasaan dan yang menyatu, membentuk suatu
kesatuan tindakan akhlak yang dihayati dalam kenyataan hidup
keseharian. Semua yang telah dilakukan itu akan melahirkan perasaan
moral yang terdapat di dalam diri manusia itu sendiri sebagai fitrah,
sehingga ia mampu membedakan mana yang baik dan mana yang jahat,
mana yang bermanfaat dan mana yang tidak berguna, mana yang cantik
dan mana yang buruk.

3.7.4.1 Pengertian akhlak

Diterjemah dari kitab Is’af thalibi Ridhol Khllaq bibayani Makarimil


Akhlaq. Akhlak adalah sifat-sifat dan perangai yang diumpamakan pada
manusia sebagai gambaran batin yang bersifat maknawi dan rohani.
Dimana dengan gambaran itulah manusia dibangkitkan disaat hakikat
segala sesuatu tampak dihari kiamat nanti.Akhlak adalah kata jamak dari
khuluk yang kalau dihubungkan dengan manusia,kata khuluk lawan kata
dari kholq.
Perilaku dan tabiat manusia baik yang terpuji maupun yang tercela
disebut dengan akhlak.Akhlak merupakan etika perilaku manusia terhadap
manusia lain,perilaku manusia dengan Allah SWT maupun perilaku
manusia terhadap lingkungan hidup. Segala macam perilaku atau
perbuatan baik yang tampak dalam kehidupan sehari-hari disebut akhlakul
kharimah atau akhlakul mahmudah.Acuhannya adalah Al-Qur’an dan
Hadist serta berlaku universal.

139
3.7.4.2 Macam-macam akhlak terpuji

Akhlakul karimah (sifat-sifat terpuji) ini banyak macamnya, diantaranya


adalah husnuzzan,gigih,berinisiatif,rela berkorban,tata karma terhadap
makhluk Allah, adil, ridho, amal shaleh, sabar, tawakal, qona’ah, bijaksana,
percaya diri, dan masih banyak lagi. Husnuzzan adalah berprasangka baik
atau disebut juga berfikir positif.Lawan dari kata ini adalah su’uzzan yang
artinya berprasangka buruk ataup negative thinking.Gigih atau kerja keras
serta optimis termasuk diantara akhlak mulia yakni percaya akan hasil
positif dalam segala usaha.
Berinisiatif adalah perilaku yang terpuji karena sifat tersebut berarti
mampu berprakarsa melakukan kegiatan yang positif serta menhindarkan
sikap terburu-buru bertindak kedalam situasi sulit,bertindak dengan
kesadaran sendiri tanpa menunggu perintah,dan selalu menggunakan
nalar ketika bertindak di dalam berbagai situasi guna kepentingan
masyarakat.
Rela berkorban artinya rela mengorbankan apa yang kita miliki demi
sesuatu atau demi seseorang.Semua ini apabila dengan maksud atau
dilandasi niat dan tujuan yang baik.Tata krama terhadap sesama makhluk
Allah SWT ini sangat dianjurkan kepada makhluk Allah karena ini adalah
salah satu anjuran Allah kepada kaumnya.
Ridho adalah suka,rela,dan senang.Konsep ridho kepada Allah
mengajarkan manusia untuk menerima secara suka rela terhadap sesuatu
yang terjadi pada diri kita.Amal Shaleh adalah perbuatan lahir maupun
batin yang berakibat pada hal positif atau bermanfaat. Sabar adalah tahan
terdapat setiap penderitaan atau yang tidak disenangi dengan sikap ridho
dan menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah SWT.Tawakal adalah
berserah diri sepenuhnya kepada Allah dalam menghadapi atau menunggu
hasil dari suatu pekerjaan. Qona’ah adalah merasa cukup dengan apa

140
yang dimiliki dan menjauhkan diri dari sifat ketidakpuasan atau
kekurangan.

Bijaksana adalah suatu sikap dan perbuatan seseorang yang dilakukan


dengan cara hati-hati dan penuh kearifan terhadap suatu permasalahan
yang terjadi,baik itu terjadi pada dirinya sendiri ataupun pada orang
lain.Percaya diri adalah keadaan yang memastikan akan kemampuan
seseorang dalam melakukan suatu pekerjaan karena ia merasa memiliki
kelebihan baik itu kelebihan postur tubuh,keturunan,status sosial,pekerjaan
ataupun pendidikan.

3.7.5 Akhlak terhadap Sesama

Setelah mencermati kondisi realitas sosial tentunya tidak terlepas


berbicara masalah kehidupan.Masalah dan tujuan hidup adalah
mempertahankan hidup untuk kehidupan selanjutnya dan jalan
mempertahankan hidup hanya dengan mengatasi masalah
hidup.Kehidupan sendiri tidak pernah membatasi hak ataupun
kemerdekaan seseorang untuk bebas berekspresi,berkarya.Kehidupan
adalah saling berketergantungan antara sesama makhluk dan dalam
kehidupan pula kita tidak terlepas dari aturan-aturan hidup baik bersumber
dari norma kesepakatan ataupun norma-norma agama,karena dengan
norma hidup kita akan jauh lebih mewmahami apa itu akhlak dalam hal ini
adalah akhlak antara sesama manusia dan makhluk lainnya. Dalam akhlak
terhadap sesama dibedakan menjadi dua macam :

3.7.5.1 Akhlak kepada sesama muslim

Sebagai umat pengikut Rasullulah tentunya jejak langkah beliau


merupakan guru besar umat Islam yang harus diketahui dan patut
ditiru,karena kata rasululah yang di nukilkan dalam sebuah hadist yang
141
artinya “sesungguhnya aku di utus untuk menyempurnakan akhlak yang
mulia”.Yang dimaksud akhlak yang mulia adalah akhlak yang terbentuk
dari hati manusia yang mempunyai nilai ibadah setelah menerima
rangsangan dari keadaan sosial.Karena kondisi realitas sosial yang
membentuk hadirnya karakter seseorang untuk menggapai sebuah
keadaan.Contohnya:ketika kita ingin di hargai oleh orang lain,maka
kewajiban kita juga harus menghargai orang lain,menghormati orang yang
lebih tua,menyayangi yang lebih muda,menyantuni yang fakir karena hal itu
merupakan ciri-ciri akhlak yang baik dan terpuji. Contoh lain yang
merupakan akhlak terpuji antar sesame muslim adalah menjaga lisan
dalam perkataan agar tidak membuat orang lain disekitar kita tersinggung
bahkan lebih menyakitkan lagi ketika kita berbicara hanya dengan melalui
bisikan halus ditalinga teman dihadapan teman-teman yang lain,karena itu
merupakan etika yang tidak sopan bahkan diharamkan dalam islam.

3.7.5.2 Akhlak kepada sesama non muslim

Akhlak antara sesama non muslim,inipun diajarkan dalam agama


karena siapapun mereka,mereka adalah makhluk Tuhan yang punya
prinsip hidup dengan nilai-nilai kemanusiaan.Namun sayangnya terkadang
kita salah menafsirkan bahkan memvonis siapa serta keberadaan mereka
ini adalah kesalahan yang harus dirubah mumpung ada waktu untuk
perubahan diri.Karena hal ini tidak terlepas dari etika sosial sebagai
makhluk yang hidup sosial.Berbicara masalah keyakinan adalah persoalan
nurani yang mempunyai asasi kemerdekaan yang tidak bias dicampur
adukkan hak asasi kita dengan hak merdeka orang lain,apalagi masalah
keyakinan yang terpenting adalah kita lebih jauh memaknai kehidupan
sosial karena dalam kehidupan ada namanya etika sosial.Berbicara

142
masalah etika sedang berlangsung ,mereka hidup dalam minoritas
sekalipun.Memberi bantuan bila mereka terkena musibah atau lagi
membutuhkan karena hal ini akhlak yang baik dalam kehidupan
non muslim.

3.7.6 Akhlak Terhadap Keluarga

Menurut bahasa: Perkataan akhlak berasal daripada perkataan (al-


khulq) bererti tabiat,kelakuan, perangai, tingkahlaku, adat kebiasaan,
malah ia juga bereti agama itu sendiri. Perkataan (al-khulq) ini di dalam Al-
Quran hanya terdapat pada dua tempat sahaja, antaranya ialah:

  


 
“Dan bahawa sesungguhnya engkau (Muhammad) mempunyai
akhlak yang amat mulia. (Al Qalam:4)”
Menurut istilah: Antara definasi akhlak menurut istilah ialah: sifat
yang tertanam di dalam diri yang dapat mengeluarkan sesuatu perbuatan
dengan senang dan mudah tanpa pemikiran, penelitian dan paksaan. Ibn
Miskawaih, ahli falsafah Islam yang terkenal mentakrifkan: Akhlak itu
sebagai keadaan jiwa yang mendorong ke arah melahirkan perbuatan
tanpa pemikiran dan penelitian.

Imam Ghazali radiallahu anhu mengatakan: Akhlak ialah suatu


keadaan yang tertanam di dalam jiwa yang menampilkan perbuatan-
perbuatan dengan senang tanpa memerlukan pemikiran dan penelitian.
Apabila perbuatan yang terkeluar itu baik dan terpuji menurut syara dan
aqal, perbuatan itu dinamakan akhlak yang mulia. Sebaliknya apabila
terkeluar perbuatan yang buruk, ia dinamakan akhlak yang buruk.
Menurut Islam:

143
Islam mempunyai dua sumber iaitu Al-Quran dan As-Sunnah yang menjadi
pegangan dalam menentukan segala urusan dunia dan akhirat. Kedua-dua
sumber itulah juga yang menjadi sumber akhlak Islamiyyah. Prinsip-prinsip
dan kaedah ilmu akhlak Islam semuanya didasarkan kepada wahyu yang
bersifat mutlak dan tepat neraca timbangannya. Apabila melihat
perbahasan bidang akhlak Islamiyyah sebagai satu ilmu berdasarkan
kepada dua sumber yang mutlak ini, dapatlah dirumuskan definisinya
seperti berikut:

Satu ilmu yang membahaskan tatanilai, hukum-hukum dan prinsip-


prinsip tertentu bagi mengenalpasti sifat-sifat keutamaan untuk dihayati
dan diamalkan dan mengenalpasti sifat-sifat tercela untuk dijauhi bagi
mencapai keredhaan Allah . Manakala akhlak pula dapatlah kita rumuskan
sebagai satu sifat atau sikap keperibadian yang melahirkan tingkah laku
perbuatan manusia dalam usaha membentuk kehidupan yang sempurna
berdasarkan kepada prinsip-prinsip yang telah ditetapkan oleh
Allah. Dengan kata lain, akhlak ialah suatu system yang menilai perbuatan
zahir dan batin manusia baik secara individu, kumpulan dan masyarakat
dalam interaksi hidup antara manusia dengan baik secara individu,
kumpulan dan masyarakat dalam interaksi hidup antara manusia dengan
Allah, manusia sesama manusia, manusia dengan haiwan, dengan
malaikat, dengan jin dan juga dengan alam sekitar.
3.7.6.1 Akhlak Dalam Keluarga

Berbicara akhlak dalam keluarga tentu tidak terlepas dari pola sikap
antar anggota keluarga . bagaimana tingkah laku ayah terhadap ibu, ibu
terhadap ayah, ayah terhadap anak, ibu terhadap anak, anak terhadap
sesama saudara dan anak terhadap kedua orang tua adalah wujud akhlak
dalam keluarga.

144
Sikap terpuji antar anggota keluarga menjadikan sebuah keluarga
menjadi harmonis dan penuh rasa cinta. Demikian pula sebaliknya apabla
keluarga tidak dihiasi dengan akhlak yang baik, ketentraman keluarga bias
jadi di ujung tanduk. Keluarga yang terbangun menjai tidak harmonis.
Apalagi bahagia. Sebuah akhlak mulia perlu dipupuk sedikit demi sedikit
sehingga membuahkan kenyamanan dalam berinteraksi dengan anggota
keluarga lain.

a. Akhlak Antara Ayah Dan Ibu

Di dalam islam ayah dan ibu atau suami dan istri memiliki hak dan
kewajiban sama meskipun tugas masing2 berbeda. Sang ayah sebagai
kepala rumah tangga mempunyai tugas untuk memberi nafkah atau rezeki
bagi seluruh anggota keluarga, termasuk sang istri.

Ayah ibarat seorang masinis di kereta api rumah tangga karena segala
keputusan ayah menjadi pilihan bagi keluarganya, demikian pula dengan
sang ibu, seorang ibu mempunyai kewajiban mengurus rumah tangga
dengan penuh tanggung jawab dan ketaladanan. Ibu juga memiliki
kewajiban memberikan saran dan masukan kepada suami untuk mengatur
arah gerbong keluarganya kelak. Disini pentingnya sebuah komunikasi
antara ayah sebagai suami dan ibu sebagai istri karena keduanya hidup
berdampingan dan tidak bisa dipisahkan dalam satu kesatuan keluarga.

Komunikasi yang baik merupakan awal terarahnya sebuahbahtera


keluarga tentu sang ayah harus berbicara dengan lemah lembut kepada
sang istri demikian pula sebaliknya.

b. Akhlak Antara Orang Tua Dan Anak

145
Islam sebagai agama yang sempurna dan mengatur semua sisi
kehidupan manusia, termasuk keluarga juga menjelaskan secara gambling
tentang akhlak orang tua terhadap anak dan anak kepada kedua orang tua.

Sebagai orang tua, sejak di lahirkan, islam mengajarkan supaya


kedua orang tua memberikan nama yang terpuji bagi putra-putrinya. Nama
ibarat doa yang selalu teriring di setiap langkah sang buah hati. Islam juga
memberikan petunjuk bagaimana orang tua wajib memperlakukan putra-
putrinya dengan penuh kasih saying dan kebajikan.

Disisi lain, seorang anak wajib taat kepada orang tuanya, apapun
keputusan ayah dan ibu, selama tidak bertentangan dengan nilai-nilai
agama. Tentu disini perlu adanya suri tauladan keindahan perilaku dari
kedua orang tua.

Akhlak kebaikan yang dicontohkan di dalam islam adalah


berpamitan dan mengucapkan salam setiap kali masuk ataupun keluar
rumah. Contoh lain adalah menjawab setiap panggilan ayah dan ibu
dengan balasan yan lembut dan sopan.

Dengan munculnya akhlak dalam keluarga melalui perbuatan saling


memahami, pribadi yang mulia akan terwujud dan keluarga yang harmonis
bukan lagi sebuah impian, melainkan sudah menjadi kenyataan

3.7.6.2 Ruang Lingkup Akhlak Terhadap Keluarga

Pertama: Mengapa berakhlak mulia kepada keluarga, terutama


terhadap istri dan anak-anak, dijadikan barometer kemuliaan akhlak
seseorang?

Sekurang-kurangnya, wallahua'lam, ada dua hikmah di balik peletakan


barometer tersebut[1]:

146
a. Sebagian besar waktu yang dimiliki seseorang dihabiskan di dalam
rumahnya bersama istri dan anak-anaknya. Andaikata seseorang itu bisa
bersandiwara dengan berakhlak mulia di tempat kerjanya –yang itu hanya
memakan waktu beberapa jam saja- belum tentu ia bisa bertahan untuk
terus melakukannya di rumahnya sendiri. Dikarenakan faktor panjangnya
waktu yang dibutuhkan untuk 'bersandiwara'. Justru yang terjadi, saat-saat
itulah terlihat akhlak aslinya.

Ketika bersandiwara, bisa saja dia membuat mukanya manis, tutur katanya
lembut dan suaranya halus. Namun, jika itu bukanlah watak aslinya, dia
akan sangat tersiksa dengan akhlak palsunya itu jika harus dipertahankan
sepanjang harinya.

Kebalikannya, seseorang yang memang pembawaan di rumahnya


berakhlak mulia, insya Allah secara otomatis ia akan mempraktekkannya di
manapun berada.

b. Di tempat kerja, ia hanyalah berposisi sebagai bawahan, yang


notabenenya adalah lemah. Sebaliknya, ketika di rumah ia berada di posisi
yang kuat; karena menjadi kepala rumah tangga. Perbedaan posisi
tersebut tentunya sedikit-banyaknya berimbas pula pada sikapnya di dua
alam yang berbeda itu.

Ketika di kantor, ia musti menjaga 'rapor'nya di mata atasan. Hal mana


yang membuatnya harus berusaha melakukan apapun demi meraih
tujuannya itu. Meskipun untuk itu ia harus memoles akhlaknya untuk
sementara waktu. Itu tidaklah masalah. Yang penting karirnya bisa terus
menanjak dan gajinya pun bisa ikut melonjak.

Adapun di rumah, di saat posisinya kuat, dia akan melakukan apapun


seenaknya sendiri, tanpa merasa khawatir akan dipotong gajinya ataupun
dipecat.

147
Demikianlah itulah kondisi orang yang berakhlak mulia karena kepentingan
duniawi. Lalu bagaimanakah halnya dengan orang yang berakhlak mulia
karena Allah? Ya, dia akan terus berusaha merealisasikannya dalam
situasi dan kondisi apapun, serta di manapun ia berada. Sebab ia merasa
selalu di bawah pengawasan Dzat Yang Maha melihat dan Maha
mengetahui.

Kedua: Beberapa potret kemuliaan akhlak


Nabi shallallahu'alaiwasallam terhadap keluarganya.

Sebagai teladan umat, amatlah wajar jika praktek keseharian


Nabi shallallahu'alaihiwasallam dalam bergaul dengan keluarganya kita
pelajari. Dan tentu saja lautan kemuliaan akhlak beliau terhadap
keluarganya tidak bisa dikupas dalam lembaran-lembaran tipis ini. Oleh
karena itu, di sini kita hanya akan menyampaikan beberapa contoh saja.
Hal itu hanya sekadar untuk memberikan gambaran akan permasalahan
ini.

a. Turut membantu urusan 'belakang'.

Secara hukum asal, urusan dapur dan tetek bengeknya memang


merupakan kewajiban istri. Namun, meskipun demikian, hal ini tidak
menghalangi Rasulullah shallallahu'alaihiwasallam untuk ikut turun tangan
membantu pekerjaan para istrinya. Hal ini terjadi karena tingginya
kemuliaan akhlak yang beliau miliki.

Urwah bertanya kepada Aisyah, “Wahai Ummul Mukminin, apakah yang


dikerjakan Rasulullahshallallahu'alaihiwasallam tatkala bersamamu (di
rumahmu)?” Aisyah menjawab, “Beliau melakukan seperti apa yang
dilakukan salah seorang dari kalian jika sedang membantu istrinya. Beliau
mengesol sandalnya, menjahit bajunya dan mengangkat air di ember”. HR.
Ibnu Hibban.

148
Subhanallah! Di tengah kesibukannya yang luar biasa padat mengurusi
umat, beliau masih bisa menyempatkan diri mengerjakan hal-hal yang
dipandang rendah oleh banyak suami di zaman ini! Andaikan saja para
suami-suami itu mau mempraktekkan hal-hal
tersebut, insyaAllah keharmonisan rumah tangga mereka akan langgeng.

b. Berpenampilan prima di hadapan istri dan keluarga.

Berikut Aisyah, salah seorang istri


Rasul shallallahu'alahiwasallam menyampaikan pengamatannya;

"‫اك‬ ِ ‫ي صلى هللا عليه وسلم كَانَ ِإذَا َد َخ َل َب ْيتَهُ َب َدأَ ِب‬
ِ ‫الس َو‬ َّ ‫"أَنَّ النَّ ِب‬

“Adalah Nabi shallallahu'alahiwasallam jika masuk ke rumahnya, hal yang


pertama kali beliau lakukan adalah bersiwak”. (HR. Muslim)

Bersiwak ketika pertama kali masuk rumah??! Suatu hal yang mungkin
tidak pernah terbetik di benak kita. Tetapi, begitulah cara
Nabikita shallallahu'alahiwasallam menjaga penampilannya di hadapan istri
dan putra beliau. Ini hanya salah satunya lho! Dan beginilah salah satu
potret kemuliaan akhlak Rasulullah kepada keluarganya.

c. Tidak bosan untuk terus menasehati istri dan keluarga.

Rasulullah shallallahu'alaihiwasallam mengingatkan,

“Ingatlah, hendaknya kalian berwasiat yang baik kepada para istri”. HR.
Tirmidzi dan dihasankan oleh al-Albani.

Timbulnya riak-riak dalam kehidupan rumah tangga merupakan suatu


hal yang lumrah. Namun, jika hal itu sampai mengotori keharmonisan
jalinan kasih sayang antara suami dan istri, atau bahkan menghancurkan
bahtera pernikahan, justru sangatlah berbahaya. Agar mimpi buruk itu
tidaklah terjadi, seyogyanya ditumbuhkan budaya saling memahami dan
kebiasaan saling menasehati antara suami dan istri. Oleh karena itu, benih-
benih kesalahan yang ada dalam diri pasangan suami-istri hendaknya
149
tidaklah didiamkan begitu saja hanya karena dalih menjaga keharmonisan
rumah tangga. Justru sebaliknya, kesalahan-kesalahan itu harus segera
diluruskan. Dan tentunya hal itu harus dilakukan dengan cara yang elegan:
tutur kata yang lembut, raut muka yang manis dan metode yang tidak
menyakiti hati pasangannya.

3.7. 6.3 Cara Berakhlak Terhadap Keluarga


-`Akhlak suami isteri : Firman Allah swt dalam Al-quran Surah Annisa :19
yang bermaksud : "Dan gaulilah olehmu isteri-isteri itu dengan baik."
-Akhlak dengan anak-anak : Islam menetapkan peraturan terhadap anak-
anak. Sabda Rasulullah saw yang bermaksud : "Kanak-kanak lelaki
disembelih aqiqahnya pada hari ketujuh dari kelahirannya dan diberi nama
dengan baik-baik dan dihindarkan ia daripada perkara-perkara yang
memudharatkan. Apabila berusia enam tahun hendaklah diberi pengajaran
dan pendidikan akhlak yang baik." akhlak terhadap keluarga, karib,
kerabat antara lain;
o Saling membina rasa cinta dan kasih sayang dalam kehidupan
keluarga
o Saling menunaikan kewajiban untuk memperoleh hak
o Berbakti kepada ibu dan bapak
o Mendidik anak dengan kasih sayang
o Memelihara hubungan silaturahim dan melanjutkan silaturahmi yang
di bina orang tua yang telah meninggal dunia.
3.7.7 Akhlak Bermasyarakat

Manusia adalah makhluk sosial, satu dengan lainnya saling bergantung


dan membutuhkan. Seseorang akan merasa tentram bila hidup bersama
makhluk sejenisnya dan akan merasa kesepian manakala hidup sendirian.
Jika demikian keadaannya manusia mau tidak mau harus memiliki
perangai yang dengannya akan terwujud keberlangsungan hidup yang baik

150
ditengah – tengah masyarakat. Dalam kehidupan bertetangga,
bermasyarakat, berbangsa maupun bernegara kita sebagai umat yang
senantiasa bersosialisasi, berinteraksi dengan yang lainnya, khususnya
umat muslim, sudah sepantasnya kita menampilkan akhlak mulia yang
telah dicontohkan oleh Rasulullah saw dan para sahabat beliau yang
diridhoi oleh Allah swt. Berperilaku/berakhlak mulia di dalam bertetangga
sangat perlu untuk direalisasikan dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai
sesama umat yang seakidah kita perlu menjaga keharmonisan
persaudaraan yang didasarkan atas kesamaan di dalam berkeyakinan.
Islam mengajarkan agar kita selalu menampilkan kemuliaan akhlak dalam
tetangga. Di samping itu kita juga harus menampilkan akhlak yang mulia di
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Dalam hidup bermasyarakat setiap orang akan menghadapi manusia


dengan berbagai corak dan watak yang berbeda-beda. Tentunya sebagai
bagian dari masyarakat, seseorang ada kalanya menjadi pelaku (subjek)
atau yang diperlakukan (objek). Terkadang memberi dan adakalanya
diberi. Bila ingin menjadi anggota masyarakat yang baik, hendaklah
berusaha memberikan yang terbaik bagi masyarakatnya. Membimbing
mereka kepada jalan kebaikan dan kemaslahatan serta mencegah mereka
dari hal-hal yang membahayakan.

Sejak dahulu manusia tidak dapat hidup sendiri–sendiri dan terpisah


satu sama lain, tetapi berkelompok-kelompok, bantu-membantu, saling
membutuhkan dan saling mempengaruhi, ini yang disebut hidup
bermasyarakat. Itulah sebabnya manusia disebut sebagai makhluk sosial,
karena sampai kapanpun takkan pernah mampu hidup sendiri. Dalam
hidup bertetangga ataupun bermasyarakat tidak sedikit terjadi benturan –
benturan antara manusia itu sendiri, ini disebabkan karena manusia pada
umumnya memiliki sifat egois dan mementingkan diri sendiri tapi itu adalah
151
hal yang bisa dikendalaikan jika kita sabagai individu memiliki akhlak yang
baik.

Dalam kehidupan bermasyarakat seiring perkembanganya agar


senantiasa berjalan dinamis tentu memiliki niorma-norma atau aturan.
Artinya kehidupan dalam bermasayrakat akan berjalan lancar dan tertib jika
individu-individu sebagai anggota masyarkat bertingkah sesuai dengan
norma – norma yang berlaku. Dalam bermasyarakat ada aturan –aturan
yang tidak tertulis yang ada sejak dahulu antara lain:

3.7.7.1 Bertamu dan menerima tamu

Hidup berinteraksi dengan kehidupan masyarakat, kita tidak akan


pernah terlepas dari kegiatan bertamu dan menerima tamu. Adakalanya
kita yang datang mengunjungi sanak saudara, teman-teman atau
para kenalan, dan lain waktu kita yang dikunjungi. Supaya kegiatan
kunjung mengunjungi tersebut tetap berdampak positif bagi kedua belah
pihak, maka Islam memberikan tuntunan bagaimana sebaiknya kegiatan
bertamu dan menerima tamu tersebut dilakukan. Adapun kaifiat dalam
bertamu adalah sebelum memasuki rumah seseorang, hendaklah yang
bertamu terlebih dahulu meminta izin dan mengucapkan salam kepada
penghuni rumah. Sebagaimana dijelaskan Allah Swt dalam firmannya :

 
  
  
 
 
    
  
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah
yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada

152
penghuninya. Yang demikian itu lebih baik bagimu agar kamu (selalu)
ingat” (QS. Surat an-nur: 27)

Adpun adab meminta izin bagi seorang tamu adalah:


a. Memberi salam kemudian meminta izin
b. Memberi tahu nama, sifat, dan kedudukan
c. Meminta izin tiga kali
d. Jangan mengetuk pintu dengan keras
e. Menjauh dari pintu ketika meminta izin
f. Jika tuan rumah memerintahkan pulang, maka pulanglah

Disamping meminta izin dan mengucapkan salam hal lain yang


perlu diperhatikan oleh setiap oarng yang bertamu adalah sebagai berikut :

1. Jangan bertamu sembarang waktu. Bertamulah pada waktu yang


tepat, saat mana tuan rumah diperkirakan tidak akan terganggu
2. Kalau diterima bertamu, jangan terlalu lama sehingga merepotkan
tuan rumah
3. Jangan melakukan kegiatan yang menyebabkan tuan rumah
terganggu, misalnya memeriksa rumah dan perabotan rumah
4. Kalau di siguhi minuman atau makanan hormatilah jamuan itu
5. Hendaklah pamit waktu mau pulang

Adapun akhlak dalam menerima tamu adalah menerima dan


memuliakan tamu tanpa membeda-bedakan status sosial mereka adalah
salah satu sifat terpuji yang sangat dianjurkan didalam Islam. Memulakan
tamu dilakukan antara lain dengan menyambut kedatangannya dengan
muka manis dan tutur kata yang lemah lembut, mempersilahkan duduk di
tempat yang baik.
3.7.7.2 Hubungan Baik dengan Tetangga

153
Sesudah anggota keluarga sendiri, orang yang paling dekat dengan
kita adalah tetangga, merekalah yang diharapkan paling kita butuhkan, jika
tiba-tiba kita di timpa musibah kematian misalnya, tetanggalah yang paling
dahulu datang takziah dan mengulurkan bantuan. Rasulullah saw
mengatakan, bahwa tetangga yang baik adalah salah satu dari tiga hal
yang mebahagiakan hidup.

“ Diantara yang membuat bahagia seorang muslim adalah tetangga


yang baik, rumah yang lapang dan kendaraan yang nyaman” (HR. Hakim)

 Pentingnya hubungan baik dengan tetangga

Berkali-kali malaikat jibril memesankan kepada nabi muhammad


saw untuk berbuat baik kepada tetangga. Sampai-sampai beliau mengira
tetangga akan mendapatkan warisan. Beliau bersabda yang artinya :

Dari Aisyah r.a., dari Nabi Muhammad saw. bersada, “Tidak henti-hentinya
Jibril memberikan wasiat kepadaku tentang tetangga sehingga aku
menduga bahwa ia akan memberikan warisan kepadanya.” (Bukhari,
Muslim, Abu Daud, Ibnu Majah, dan Tirmidzi)

Ada beberapa bentuk-bentuk hubungan baik dengan tetangga, yang


perlu dijaga agar hubungan dengan tetangga tetap harmonis. Minimal
hubungan baik dengan tetangga diwujudkan dalam bentuk tidak
mengganggu atau menyusahkan mereka. misalnya, waktu tetangga tidur
atau istirahat. Kita tidak membunyikan radio atau televisi dengan volume

154
tinggi, tidak membuang sampah di halaman rumah tetangga. Tidak
menyakiti hati tetangga dengan kata-kata yang tidak sopan dan kasar.
Seorang muslim harus peduli dan memperhatikan tetangganya.
Mengulurkan tangan untuk mengatasi kesulitan hidup yang dihadapi oleh
tetangga, jangan sampai terjadi seseorang dapat tidur nyenyak sementara
tetangganya menagis kelaparan. Rasulullah Saw menyampaikan melalui
Abu Hurairah r.a

Dari Abu Haurairah r.a. berkata, Nabi Muhammad saw. pernah bersabda, “Wahai
para wanita muslimah, janganlah ada seorang tetangga yag meremehkan
hadiah tetangganya meskipun kikil (kaki) kambing.” (Bukhari dan Muslim)
dikutip dari tulisan (Al-Baqi, 2012)

3.7.7.3 Hubungan Baik Dengan Masyarakat

Selain dengan tamu dan tetangga, seorang muslim harus dapat


berhubugan baik dengan masyarakat yang lebih luas, baik di lingkungan
pendidikan, kerja, sosial dan lingkungan lainnya. baik dengan orang-orang
seagama, maupun dengan pemeluk agama lainnya

155
Hubungan baik dengan masyarakat diperlukan, karena tidak ada
seorang pun yang dapat hidup tanpa bantuan masyarakat. lagi pula hidup
bermasyarakat sudah merupakan fitrah manusia. Dalam surat Al-Hujurat
ayat 13 dinyatakan bahwa manusia diciptakan dari lelaki dan perempuan,
bersuku-suku dan berbangsa-bangsa, agar mereka saling kenal mengenal.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa, menurut Al-Qur’an, manusia
secara fitrah adalah mahluk sosial dan hidup bermasyarakat merupakan
suatu keniscayaan bagi mereka. Sebagai makhlik sosial ada saja ada
adab-adab bergaul dalam masyarakat antara lain

1. Adab bergaul dengan yang lebih tua

Islam mengajarkan bahwa setelah kita menghormati atau bergaul


dengan kedua orang tua, penuh kesayangan dan mendo’akannya. Kitapun
dianjurkan untuk bergaul dengan orang-orang tua lainnya dengan penuh
hormat dan sopan santun. Karena bagaimanapun mereka adalah
merupakan generasi pendahulu kita, yang mewariskan kebudayaan
kepada kita sehingga kita dapat menikmati hasil perjuangan mereka.
Dalam hal ini Nabi saw bersabda :

"Sebagian tanda memuliakan Allah adalah menghormati orang islam


yang telah putih rambutnya (tua). (HR. Abu Daud)".

3.7.7.4 Adab bergaul dengan orang yang sebaya


Pergaulan dengan orang yang sebaya adalah amat penting,
karena dalam mengarungi kehidupan di dunia ini kita tidak luput dari
kesulitan. Dan dalam mengatasi kesulitan itu akan lebih cepat tersatasi
apabila kita banyak mendapatkan pertolongan orang-orang yang sebaya
dengan kita, karena sama sama merasakan nasib yang seimbang

156
berdasarkan keseimbangan pengalaman, pengetahuan, usia dan lain
sebagainya. Manusia itu tidak akan dapat dengan sempurna tanpa ada
pertolongan orang lain. Firman Allah SWT :
   
   
 
"Allah hendak memberikan keringanan kepadamu, dan manusia
dijadikaan bersifat lemah". (QS. An Nisa’ : 28).
3. Adab bergaul dengan yang lebih muda
Kita senantiasa dianjurkan untuk bersikap merendah, yakni bersifat
sopan santun terhadap sesama orang mukmin, termasuk terhadap orang-
orang yang lebih muda dari pada kita. Dalam Alqur’an Allah SWT berfirman
:
    
  
   
 
. 
"Dan merendah dirilah kamu terhadap orang-orang yang beriman. (QS Al
Hijr: 88)".

4. Adab bergaul dengan orang yang berbeda agama

Terhadap orang yang berbeda agama pun kita dianjurkan untuk


bergaul dengan baik karena pada dasarnya mereka pun sama-sama
manusia yang tidak berbeda dengan kita, asal kejadian mereka sama
dengan kita. Yang membedakan antara kita dengan orang-orang yang
berlainan agama adalah ketaqwaannya . Firman Allah SWT :

157
  
  
 
 
  
  
    
 

"Hai manusia sesunguhnya kami menciptakan kamu dari seorang


laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa
dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesunguhnya
orang yang paling mulia diantara kau disisi Allah adalah orang yang paling
bertaqwa diantara kamu, sesungguhnya Allah maha mengetahui lagi maha
mengenal".

3.7.5 Adab berpakaian

Pakaian dikategorikan kedalam dua fungsi yaitu :


1. Pakaian berfungsi untuk menutup aurat.
2. Sebagai perhiasan untuk memperindah jasmani manusia.
Ini sesuai dengan Firman Allah SWt :
   
  
  
  
    
  

"Hai anak adam sesungguhnya kami telah menurunkan kepadamu
pakaian untuk menutupi auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan dan
pakaian taqwa yang paling baik. Yang demikian itu adalah sebagian dari
tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu ingat". (QS.
Al A’raf : 26)
158
Dalam hal adab berpakaian bagi wanita telah dijelaskan dalam Al-
Qur’an sebagai berikut:
  
 
 
  
   
    
   


Hai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu anak-anak perempuanmu


dan istri-istri orang mu’min : “Hendaklah mereka menggunakan jilbabnya
keseluruh tubuh yang demilian itu supaya mereka mudah untuk dikenali,
dan dengan itu merka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun
dan Maha Penyayang”.

3.7.6 Adab Memandang

Dalam masalah adab memandang dalam Alquran di jelaskan


sebagai berikut: “Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman,
hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara
kemaluannya, yang demikian itu adalah kebaikan bagi mereka. Dan Allah
maha mengetahui apa yang mereka perbuat”.

3.7.7 Adab Berbicara

Sebagai seorang mukmin hendaknya senantiasa membicarakan


hal-hal dan masalah-masalah yang membawa kemaslahatan hidup. Cara
kita berbicara juga dengan cara yang benar artinya menggunakan sopan
santun berbicara serta tidak boleh berbicara dihadapan lawan dengan cara
ngotot.
159
3.7.8 Adab Makan dan Minum

Adapun adab dalam makan dan minum antara lain :


a. Bila hendak makan hendaklah membaca basmalah
b. Tidak boleh makan dengan tangan kiri
c. Tidak boleh makan dan minum sambil berdiri
d. Tidak boleh mencela makanan
e. Tidak boleh menghembus minuman

Dalam surat al-hujurat ayat 13

  


  
 
 
  
  
    
 
Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki
dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan
bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang
yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa
diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha
Mengenal.

dinyatakan bahwa manusia diciptakan dari laki-laki dan perempuan,


bersuku-suku dan berbangsa-bangsa agar mereka saling mengenal.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa, menurut Al-Qur’an, manusia
secara fitrah adalah mahluk sosial dan hidup bermasyarakat merupakan
suatu keniscayaan bagi mereka.

160
Pada dasarnya, tidak ada bedanya antara tata cara pergaulan
bermayarakat secara muslim dan dengan non muslim. Kalau pun ada
perbedaan, hanya terbatas beberapa hal yang bersifat ritual keagamaan

Kewajiban sosial sesama muslim


Adapun kewajiban-kewajiban seorang muslim atas muslim lainnya :
1. Menjawab salam
2. Mengunjungi orang sakit
3. Mengiringi jenazahnya
4. Memenuhi undangannya
5. Menjawab ketika orang bersin
6. Memberi pertolongan ketika dimintai pertolongan

3.7.9 Toleransi Agama

Islam mengajarkan kepada kita untuk bertoleransi, yaitu


menghormati keyakinan umat lain tanpa memaksa (QS. Al-Baqarah : 256),

     


  
   
 
  
  
   
  
Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); Sesungguhnya Telah jelas jalan yang benar
daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut[162] dan beriman
kepada Allah, Maka Sesungguhnya ia Telah berpegang kepada buhul tali yang amat Kuat yang
tidak akan putus. dan Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui.

Toleransi tidaklah berati mengikuti kebenaran agama mereka,


tetapi mengikuti kebenaran agama mereka dalam realitas bermasyarakat.
Tolenrasi juga bukan berarti kompromi dalam keyakinan dan ibadah. Kita

161
sama sekali tidak boleh mengikuti agama dan ibadah mereka degan alasan
apapun. Sikap kita dalam hal ini sudah jelas dan tegas yaitu:

   



“untukmu agamamu, dan untukku agamaku” (QS. Al-kafirun
109:6)

Dengan adanya sikap toleransi kita diharapkan dapat menjaga


kerukunan antara sesama umat beragama. kalau berdialog dengan
mereka hendaklah dengan cara yang baik (QS. Al-Ankabut : 46) tidak
boleh menghina agama dan keyakinan mereka.

   


   
   
   
  
  
  
  
Dan janganlah kamu berdebat dengan Ahli kitab, melainkan dengan cara yang paling baik, kecuali
dengan orang-orang zalim di antara mereka[1154], dan Katakanlah: "Kami Telah beriman kepada
(kitab-kitab) yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepadamu; Tuhan kami dan
Tuhanmu adalah satu; dan kami Hanya kepada-Nya berserah diri".

3.7.10 Pergaulan muda-mudi

Dalam pergaulan sehari-hari di tengah-tengah masyarakat, terutama


antar muda-mudi, ada beberapa hal yang perlu mendapat perhatian
khusus disamping ketentuan umum tentang hubungan bermasyarakat yang
lainnya yaitu tentang mengucapkan dan menjawab salam, berjabatan
tangan dan khalwah.

 Mengucapkan dan menjawab salam


162
1. Islam mengajarkan kepada sesama muslim untuk saling bertukar
salam apabila bertemu
2. Salam yang diucapkan minimal adalah ‘Assalamu Alaikum”
3. Mengucapkan salam hukumnya sunnat, tetapi menjawab wajib –
minimal dengan salam yang seimbang.
4. Bila bertemu yang mengucapkan salam lebih dahulu adalah yang
bertamu
5. Salam tidak hanya diucapkan waktu saling bertemu, tapi juga tatkala
mau berpisah.
6. Jika dalam rombongan, baik yang mengucapkan maupun yang
menjawab salam boleh hanya salah seorang dari anggota
rombongan tersebut
7. Rasulullah melarang orang Islam mengucapkan dan menjawab
salam ahlul kitab (Yahudi dan Nasrani)
8. Pria boleh mengucapkan salam kepada wanita dan begitu pula
sebaliknya.

 Berjabatan tangan

Rasulullah saw mengajarkan bahwa untuk lebih menyempurnakan


salam dan menguatkan tali ukhuwah Islami’ah, sebaiknya ucapan salam
diikuti dengan berjabatan tangan (bersalaman) tentu jika memungkinkan.
 Khalwah
Satu hal lagi yang sangat penting sekali diperhatikan dalam
pergaulan pria dan wanita, terutama antar muda-mudi adalah masalah
pertemuan antara pria dan wanita, terutama pertemuan-pertemuan pribadi.
Rasulullah saw melarang pria dan wanita berkhalwah, baik ditempat
umum, apalagi di tempat sepi.
Yang dimaksud dengan khalwah adalah berdua-duaan antara pria
dan wanita yang tidak punya hubungan suami istri dan tidak pula mahram
163
tanpa ada orang ketiga. Termasuk khalwah berdua-duaan ditempat umum
yang diantaranya mereka dengan pesangan itu saling tidak mengenal, atau
saling kenal tapi tidak punya kepedulian atau tidak punya kontrak
komunikasi sama sekali, sekalipun berada dalam area yang sama, seperti
dipantai, pasar, restoran, apalagi di bioskop dan tempat-tempat hiburan
tertutup lainnya.

3.7.11 Ukhuwah Islamiyah

Ukhuwah islamiyah adalah sebuah istilah yang menunjukkan


persaudaraan antara sesama muslim di seluruh dunia tanpa melihat
perbedaan warna kulit, bahasa, suku, bangsa dan kewarganegaraan. Yang
mengikat persaudaraan itu adalah kesamaan keyakinan atau iman kepada
Allah dan rasul-Nya. Mereka sama-sama bersaksi tiada Tuhan melainkan
Allah swt dan Muhammad itu adalah nabi dan utusan-Nya.. Persaudaraan
seiman ini ditegaskan dalam surah Al-Hujurat ayat 10 :

 
  
  
   
“Sesungguhnya orang-orang mukmin itu adalah bersaudara, oleh
karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu, dan bertakwalah kepada
allah agar kamu mendapat rahmat “

Supaya ukhuwah islamiyah dapat tegak dengan kokoh diperlukan


empat tiang penyangga, adapun empat tiang penyangga ukhuwah
islamiyah yaitu :
1. Ta’aruf (saling mengenal)
Kita mengenal peribahasa yang berbunyi "tak tahu maka tak kenal,
tak kenal maka tak sayang", begitu juga dalam hal kita berjama'ah.
Maka ta'aruf ini merupakan tiang pertama yang harus didirikan dalam
164
membangun benteng jama'ah yang kuat. Allah subhana wataalah
menciptakan manusia berbeda-beda, bersuku-suku, warna rambut dan
kulit yang berbeda sesungguhnya dimaksudkan untuk kita saling kenal
mengenal antara satu dengan yang lain. Hal ini disampaikan dalam
Alquran yang suci:
  
  
 
 
  
  
    
 
Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang
laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa -
bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal.
Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah
ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah
Maha mengetahui lagi Maha Mengenal (Qs. Al-hujrat:13).
Perbedaan diantara manusia bukan untuk saling mengungguli atau
memperbudak antara satu dengan yang lain atau saling menghinakan
akan tetapi supaya saling mengenal kelemahan dan kelebihan
masing-masing kemudian saling menutupi atau bekerja sama menuju
kehidupan yang lebih baik. Oleh karena apapun kedudukan dan
kemampuan yang dimiliki oleh suatu kaum, tetap yang menjadi
ukuran kemuliaan seseorang di sisi Allah Subhana Wataalah
hanyalah orang-orang yang bertakwa.
2. Tafahum (saling memahami)
Tiang jama'ah mu'min yang kedua adalah tafahum yang dapat kita
artikan saling memahami atau ingin mengerti lebih dalam. Memahami
dan mengerti seseorang secara lebih mendalam berarti kita ingin
mendapatkan suatu gambaran yang sebenarnya, dibalik tindakan orang
lain tersebut. Dengan demikian tafahum berarti suatu usaha dari setiap

165
muslim untuk dapat menggali sejauh mungkin segala hal yang berkisar
dalam cara berfikir dan lingkungan pengalaman dari sesama muslim
yang lainnya. Dengan memahami kondisi saudara-saudara kita maka
kita dapat memaklumi tindakan-tindakan mereka lakukan sehingga kita
tidak terlalu cepat menjustifikasi saudara-sudara kita. Disinilah
pentingnya melakukan cross cek (tabayyung) agar tidak melakukan
tindakan kepada mereka yang dapat menimbulkan penyesalan di
kemudian hari.
3. Ta'awun (saling menolong)
Apabila cinta kepada Allah telah menghujam di segenap relung dada
seorang muslim, maka sifat ta'awun itu adalah salah satu karakternya
yang melekat seumur hidupnya. Menolong memiliki makna "mengangkat
atau meringankan orang lain dari suatu beban, baik diminta maupun
tidak diminta". Allah telah memberikan perintah kepada kaum muslimin
untuk saling tolong menolong dalam kebaikan dan ketakwaan,
sebaliknya Allah melarang untuk saling tolong menolong dalam berbuat
dosa. Hal ini ditegaskan oleh Allah Subhana Wataalah dalam Alquran
yang suci:
   
   
  
  
    
 
….. dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan
takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan
pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah
amat berat siksa-Nya.

Pertolongan kepada saudara kita bukan hanya dalam bentuk materi,


akan tetapi dapat dilakukan dalam bentuk tenaga dan pikiran.
Membantu mereka secara fisik ketika mereka membutuhkan tenaga

166
karena mengerjakan pekerjaan yang membutuhkan curahan tenaga
kerja yang banyak, seperti yang biasa dilakukan oleh para petani di desa
dalam menanam tanaman padi di sawah.
4. Takaaful (rasa tanggung jawab)
Hasrat ingin berta'aruf, rindu bersilaturahmi, gandrung untuk
berta'awun, sebenarnya disebabkan kita semua merasakan adanya
rasa tanggung jawab terhadap perintah agama, terhadap amanah, dan
rasa cinta kasih yang besar terhadap sesama saudara seiman dan
sebangsa, setanah air. Perasaan bertanggungjawab ini menyebabkan
dirinya waspada dan memiliki self control yang tinggi untuk menjaga
sesama saudaranya dari kehancuran, dari fitnah dan celaan.
Ukhuwah bukan hanya dibangun akan tetapi perlu diperliharan dan
dan dirawat, oleh karena itu memelihara ukhuwah islamiyah sangatlah
penting. Maka untuk memelihara ukhuwah islamiyah ada 6 sikap dan
perbuatan yang dilarang oleh Allah Swt antara lain memperolok – olok
orang lain, mencaci orang lain dengan kata-kata yang menyakitkan,
memanggil orang lain dengan gelar – gelar yang tidak disukai, berburuk
sangka, mencari-cari kesalahan orang lain, bergunjing berburuk sangka ,
membicarakan keburuhkan saudara dan lain-lain. Hal ini ditegaskan oleh
Allah Subhana Wataalah dalam Alquran Surah Alhujrat:11-12
 
    
   
   
    
   
  
  
  
    
  
  
167
 
  
   
    
   
   
  
  
     

Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki
merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih
baik dari mereka. dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan
kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. dan
janganlah suka mencela dirimu sendiri[1409] dan jangan memanggil
dengan gelaran yang mengandung ejekan. seburuk-buruk panggilan
adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman[1410] dan barangsiapa yang
tidak bertobat, Maka mereka Itulah orang-orang yang zalim. Hai orang-
orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan),
Karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. dan janganlah mencari-cari
keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah
seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang
sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah
kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha
Penyayang.

3.7.12 Akhlak Terhadap Lingkungan


Sebagai seorang muslim kita diajarkan tentang akhlak. Kata akhlak
diartikan sebagai suatu tingkah laku, tetapi tingkah laku tersebut dilakukan
secara berulang-ulang tidak cukup hanya sekali melakukan perbuatan baik
atau sewaktu-waktu saja. Seseorang dapat dikatakan berakkhlak jika
timbul dengan sendirinya didorong oleh motivasi dari dalam diri dan
dilakukan tanpa banyak pertimbangan pemikiran apalagi pertimbangan
yang sering diulang-ulang, sehingga terkesan sebagai keterpaksaan untuk
berbuat. Perbuatan yang dilakukan dengan terpaksa bukanlah cerminan
dari akhlak.akhlak bersumber pada agama.

168
Akhlak yang baik bagi sebagian besar masyarakat diterjemahkan
sebagai bentuk ketaatan terhadap hukum agama yang diterjemahkan
dalam ritual keagamaan seperti shalat, puasa atau naik haji. Pandangan ini
perlu diperluas sebab akhlak yang baik tidak semata-mata sekedar
menjalankan ibadah ataau ritual keagamaan. Akhlak yang baik yang
terbatas pada aktivitas ritual agama saja akan menjadi menjadi sempit
kerena mengesampingkan relasi manusia dengan lingkungan sebagai
tempat berpijak.
Akhlak yang baik merupakan akhlak yang didalamnya tercakup relasi
manusia-Tuhan, relasi manusia antarmanusia, dan relasi manusia-
lingkungan. Manusia dengan lingkungan sesungguhnya terdapat relasi
yang sangat erat. Manusia sangat bergantung pada alam, kerusakan alam
adalah ancaman bagi eksistensi manusia. Sedangkan alam tidak memiliki
ketergantungan langsung dengan manusia meskipun rusak tidaknya alam
dipengaruhi oleh aktivitas manusia.
  
   
   
   
    
  
 
“Orang-orang yang merusak janji Allah seterlah diikrarkan dengan
teguh dan memutuskan apa-apa yang Allah perintahkan supaya
dihubungkan dan mengadakan kerusakan di bumi, orang-orang itulah yang
memperoleh kutukan dan bagi mereka taempat kediaman yang buruk
(jahanam).Ar-R’adu : 25”

Akhlak sendiri tidak terlepas dari sifat dan watak seseorang.


Pembentukan sifat atau watak seseorang ditentukan oleh faktor
lingkungannya. Jelaslah bahwa lingkungan adalah sesuatu yang penting
dalam pembentukan akhlak seseorang. Pada bab ini kita hanya
menjelaskan secara garis besar tentang akhlak, karena yang akan menjadi
169
bahasan kita adalah bagaimana seharusnya kita berakhlak terhadap
lingkungan. Karena kita sebagai individu, sebagai warga Negara yang baik
hendaknyalah memiliki kepedulian yang tinggi terhadap kelestarian
lingkungan hidup di sekitarnya sesuai dengan kemampuan masing-masing.
3.7.11.1 Pengertian Akhlak Terhadap Lingkungan

Yang dimaksud dengan lingkungan adalah segala sesuatu yang ada


disekitar manusia, baik binatang, tumbuh-tumbuhan maupun benda-benda
yang tidak bernyawa (Emil Salim, 1987). Pada dasarnya akhlak yang
diajarkan al-Qur’an terhadap lingkungan bersumber dari fungsi manusia
sebagai khalifah di muka bumi. Kekhalifahan menuntut adanya interaksi
antara manusia dengan sesamanya dan manusia terhadap alam.
Kekhalifahan mengandung arti pengayoman, pemeliharaan, serta
bimbingan agar setiap makhluk mencapai tujuan penciptaannya. Inilah
tugas yang diberikan oleh Allah, sekaligus menjadi alasan mengapa Allah
menciptkan manusia, agar mereka dapat menjalankan fungsi kekhalifahan
di muka bumi ini:
  
  
   
   
  
  
    
    

Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya
Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata:
"Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang
akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal
kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan
Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang
tidak kamu ketahui (Qs. Al-baqarah:30)

170
Dalam pandangan Islam, seseorang tidak dibenarkan mengambil buah
sebelum matang atau memetik bunga sebelum mekar karena hal ini berarti
tidak memberi kesempatan kepada makhluk untuk mencapai tujuan
penciptaanya. Artinya manusia dituntut mampu menghormati proses yang
sedang berjalan sehingga dengan demikian mengantarkan kita menjadi
manusia yang bertanggung jawab yang tidak melakukan perusakan
terhadap lingkungan.
Seorang muslim memandang alam sebagai milik Allah yang wajib
disyukuri dengan cara mengelolanya dengan baik agar bermamfaat bagi
manusia dan bagi alam itu sendiri. Pemamfaatan alam dan lingkungan
hidup bagi kepentingan manusia hendaknya disertai sikap tanggung jawab
untuk menjaganya agar tetap utuh dan lestari. Jadi berakhlak kepada
lingkungan adalah bagaimana cara kita menyikapinya dengan cara
memelihara kelangsungan hidup dan kelestarian alam. Artinya kita sebagai
manusia diharapkan mampu mengendalikan diri dalam mengeksploitasi
alam sebab alam yang rusak akhirnya akan merugikan bahkan
menghancurkan kehidupan manusia itu sendiri. Seorang muslim dituntut
untuk menebarkan rahmat bagi seluruh alam (rahmatan lil alamin), yaitu
mamandang alam dan lingkungannya dengan kasih saying (Toto Suryana,
1977)
3.7.11.2 Ruang Lingkup Akhlak Terhadap Lingkungan
Secara khusus kita sering mengguakan istilah lingkungan hidup
untuk menyebutkan segala sesuatu yang berpengaruh terhadap
kelangsungan hidup segenap makhluk hidup dimuka bumi. Berdasarkan
UU No.23 Tahun 1997, lingkungan hidup adalah kesatuan ruangan dengan
semua benda dan kesatuan makhluk hidup termasuk didalamnya manusia
dan perilakunya yang melangsungkan perikehidupan dan kesejahteraan
manusia serta makhluk hidup lainnya. Unsur-unsur lingkungan hidup dapat
dibedakan menjadi tiga, yaitu:

171
1. Unsur Hayati (Biotik)
Unsur hayati (biotik), yaitu unsure lingkungan hidup yang terdiri dari
makhluk hidup seperti manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan dan jasad
renik. Jikka berada di kebun sekolah, maka lingkungan hayatinya hanya
didominasi oleh tumbuhan. Tetapi jika berada di dalam kelas, maka
lingkungan hayati yang dominan adalah teman-teman sesama manusia.
2. Unsur Sosial budaya,
Unsur sosial budaya,yaitu lingkungan sosial budaya yang dibuat
manusia yang merupakan nilai, gagasan dan keyakinan dalam perilaku
sebagai makhluk sosial. Kehidupan masyarakat dapat mencapai
keteraturan berkat adanya sistem nilai dan norma yang diakui dan ditaati
oleh segenap anggota masyarakat.
3. Unsur Fisik (Abiotik)
Unsur fisik (abiotik), yaitu unsur lingkungan hidup yang terdiri dari
benda-benda tidak hidup, seperti tanah, air, udara, iklim, dan lain-lain.
Keberadaan lingkungan fisik besar peranannya bagi kelangsungan
hidup segenap kehidupan di bumi. Bayangkan, apa yang terjadi jika air
tidak ada lagi dimuka bumi atau udara dipenuhi asap? Tentu saja
kehidupan di muka bumi ini tidak akan berlangsung secara wajar. Akan
terjadi bencana kekeringan, banyak hewan dan tumbuhan mati,
perubahan musim yang tidak teratur, munculnya berbagai macam
penyakit dan lain-lain.
3.7.11.3 Cara Berakhlak Terhadap Lingkungan
Ketergantungan manusia terhadap alam atau lingkungannya
mestinya menyadarkan manusia untuk senantiasa menjaga dan
merawatnya. Akhlak sangat bergantung pada pengendalian hawa nafsu.
   
   
   
 
172
“Dan sesungguhnya Kebanyakan (dari manusia) benar-benar
menyesatkan (orang Lain) dengan hawa nafsu mereka tanpa pengetahuan.
Sesungguhnya Tuhanmu, Dia-lah yang lebih mengetahui orang-orang yang
melampaui batas”. (Al-An’am : 119)

Hal ini berarti akhlak yang baik bergantung pada bagaimana


manusia mampu mengendalikan hawa nafsu untuk tidak semena-mena
terhadap lingkungan dapat berupa eksplorasi sumber daya alam yang tidak
bertanggung jawab, illegal logging,aktivitas yang berakibat pencemaran,
dan lain-lain.
Melestarikan lingkungan hidup merupakan kebutuhan yang tidak
bisa ditunda lagi dan bukan hanya menjadi tanggung pemerintah atau
pemimpin negara saja, melainkan tanggung jawab setiap insan di bumi,
dari balita sampai manula. Setiap orang harus melakukan usaha untuk
menyelamatkan lingkungan hidup di sekitar kita sesuai dengan
kapasitasnya masing-masing. Sekecil apapun usaha yang kita lakukan
sangat besar mamfaatnya bagi terwujudnya bumi yang layak huni bagi
generasi anak cucu kita kelak. Upaya pemerintah untuk mewujudkan
kehidupan adil dan makmur bagi rakyatnya tanpa harus menimbulkan
kerusakan lingkungan ditindak lanjuti dengan menyusun program
pembangunan berwawasan lingkungan. Adalah usaha meningkatkan
kualitas manusia secara bertahap dengan memperhatikan faktor
lingkungan.
Sebagai seorang muslim dan warga negara yang baik kita harus
memiliki kepedulian yang tinggi terhadap kelestarian lingkungan hidup
disekitarnya sesuai dengan kemampuannya masing-masing. Adaupun
upaya yang dapat kita lakukan berkaitan dengan pelestarian lingkungan
hidup antara lain :
a. Pelestarian tanah (tanah datar, lahan miring/perbukitan)
Adapun upaya pelestarian tanah dapat dilakukan dengan cara
menggalakkan kegiatan menanam pohon atau penghijauan kembali
173
(reboisasi) terhadap tanah yang semula gundul. Untuk daerah
perbukitan atau pegunungan yang tanah posisinya miring perlu
dibangun terasering, sehingga mampu menghambat laju aliran air hujan.
b. Pelestarian udara.
Udara merupakan unsur vital bagi kehidupan, karena setiap
organisme memerlukan udara. Seperti yang sudah kita tahu bahwa
dalam udara terkandung beranekaragam gas yang salah satunya adalah
oksigen. Udara yang kotor karena debu ataupun asap sisa pembakaran
menyebabkan kadar oksigen berkurang. Keadaan ini sangat
membahayakan kelangsungan hidup setiap makhluk hidup yang ada
dimuka bumi. Maka perlu diupayakan kiat-kiat untuk menjaga kesegaran
udara lingkungan agar tetap bersih, segar dan sehat. Upaya yang dapat
dilakukan agar udara disekitar kita tetap bersih dan sehat antara lain :
1) Menggalakkan penanaman pohon ataupun tanaman hias di sekitar
kita
Tanaman dapat menyerap gas-gas yang membahayakan bagi
manusia. Tanaman mampu memproduksi oksigen melalui proses
fotosintesis.Disamping itu tumbuhan juga mengeluarkan uap air,
sehingga kelembapan udara akan tetap terjaga.
2) Mengupayakan pengurangan emisi atau pembuangan gas sisa
pembakaran,baik pembakaran hutan maupun pembakaran mesin.
Salah satu upaya pengurangan emisi gas berbahaya ke udara
adalah dengan menggunakan bahan bakar ramah lingkungan, bahan
industri yang aman bagi lingkungan serta pemasangan filter pada
cerobong asap pabrik.
3) Mengurangi atau bahkan menghindari pemakaian gas kimia yang
dapat merusak lapisan ozon di atmosfer. Menipisnya lapisan ozon
meyebabkan terjadinya pemanasan global.
c. Pelestarian Hutan

174
Hutan merupakan penopang kelestarian kehidupan di bumi, sebab
hutan bukan hanya menyediakan bahan pangan maupun bahan produksi,
melainkan juga penghasil oksigen, penahan lapisan tanah, dan menyimpan
cadangan air.
Upaya yang dapat kita lakukan untuk melestarikan hutan antara lain :
1) Reboisasi atau penanaman kembali hutan yang gundul.
2) Melarang pembabatan hutan secara sewenang-wenang.
3) Menerapkan sistem tebang pilih dalam menebang pohon.
4) Menerapkan sistem tebang-tanam dalam kegiatan penebangan
hutan.
5) Memberikan sanksi bagi mereka yang melanggar ketentuan
mengenai pengelolaan hutan.
d. Pelestarian laut dan pantai
Laut juga merupakan sumber daya alam yang potensial. Kerusakan
biota laut dan pantai lebih banyak disebabkan oleh ulah manusia.
Pengambilan pasir pantai, karang di laut, pengrusakan hutan bakau,
merupakan kegiatan manusia yang mengancam kelestarian laut dan
pantai itu sendiri. Terjadinya abrasi yang mengancam kelestarian pantai
disebabkan telah hilangnya hutan bakau di sekitar pantai yang
merupakan pelindung alami terhadap gempuran ombak.
Adapun upaya yang dilakukan untuk melestarikan laut dan pantai
adalah :
1) Melakukan reklamasi pantai dengan menanam kembali tanaman
bakau di areal sekitar pantai.
2) Melarang pengambilan batu karang yang ada disekitar pantai
maupun dasar laut, karena karang merupakan habitat ikan dan
tanaman laut.
3) Melarang pemakaian bahn peledak dan kimia lainnya dalam
mencari ikan.

175
4) Melarang pemakaian pukat harimau untuk mencari ikan.
e. Pelestarian flora dan fauna
Kehidupan di bumi merupakan sistem ketergantungan antara
manusia, hewan, tumbuhan, dan alam sekitar. Terputusnya salah satu
mata rantai dari sistem tersebut akan mengakibatkan gangguan dalam
kehidupan. Oleh karena itu, kelestarian flora dan fauna merupakan hal
yang mutlak diperlihatkan demi kelangsungan hidup manusia.
Upaya yang dapat dilakukan untuk menjaga kelestarian flora dan
fauna diantaranya adalah :
1) Mendirikan cagar alam dan suaka margasatwa.
2) Melarang kegiatan perburuan liar.
3) Menggalakkan kegiatan penghijauan.
3.7.11.3 Dampak tidak berakhlak terhadap lingkungan
Selama ini masalah akhlak hanya sering terfokus terhadap
hubungan antar manusia saja. Padahal, akhlak terhadap lingkungan juga
sangatlah penting. Saat ini banyak sekali tingkah laku manusia yang tidak
memperdulikan lingkungan disekitarnya.
Saat ini kondisi alam sudah sangatlah kritis dan memprihatinkan.
Manusia sebagai penguasa lingkungan hidup berperan besar dalam
menentukan kelestarian lingkungan hidup. Manusia sebagai makhluk
ciptaan Allah yang berakal budi mampu merubah wajah dunia dari pola
kehidupan sederhana sampai kebentuk ke hidupan modern seperti
sekarang ini. Namun sayang tidak diimbangi dengan pemikiran akan masa
depan kehidupan generasi berikutnya. Banyak kemajuan yang diraih oleh
manusia membawa dampak buruk terhadap kelangsungan lingkungan
hidup. Beberapa bentuk kerusakan lingkungan hidup karena faktor
manusia, antara lain:

176
1) Terjadinya pencemaran (pencemaran udara,air,tanah, dan suara)
sebagai dampak dari asap yang keluar dari knalpot kendaraan
dan cerobong asap kawasan industri.
2) Terjadinya banjir sebagai dampak dari buruknya drainase atau
system pembuangan air dan kesalahan dalam menjaga daerah
aliransungai dan dampak pengrusakan hutan.
3) Terjadinya tanah longsor sebagai dampak langsung dari rusak
hutan.
Dan beberapa ulah manusia yang baik secara langsung maupun tidak
langsung membawa dampak pada kerusakan lingkungan hidup antara lain:
1) Penebangan hutan secara liar.
2) Perburuan liar.
3) Merusak hutan bakau.
4) Menimbun rawa-rawa untuk pemukiman.
5) Membuang sampah disembarang tempat.
6) Bangunan liar di daerah aliran sungai (DAS).
7) Pemamfaatan sumber daya alam secara berlebihan.
3.7.11.4 Hikmah Berakhlak Terhadap Lingkungan
Alam yang kita tempati sungguh eksotik. Birunya laut, gemuruh
ombak, hijaunya alam dengan aneka flora dan fauna adalah anugrah dari
Allah SWT yang tiada tara. Keeksotikan dan keindahan alam adalah modal
untuk kita berfikir, merenung dan bermuara pada aktifitas untuk
memamfaatkaan, mengelola dan menjaga dengan penuh tanggung jawab.
Setiap individu bisa berperan dalam menjaga kelestarian lingkugan
hidup. Ibu rumah tangga dapat melaksanakan dengan cara mengelola
sampah rumah tangga, pak sopir dapat berpatisipasi dengan membatasi
emisi kendaraan bermotornya, pengelola supermarket perlu mengganti
kantong plastik dengan kantong yang dapat didaur ulang. Jika ini dapat
dilakukan maka akhlak yang baik terhadap lingkungan akan terbentuk.

177
Akhlak terhadap lingkungan hendaknyalah berawal dari diri kita
sendiri. Kita sebagai seorang muslim hendaknya senantiasa bersyukur
atas apa yang telah diberikan oleh Allah SWT di muka bumi ini. Artinya kita
sebagai umat Islam harus sadar untuk memelihara lingkungan hidup,
menjaga dan memamfaatkan alam yang telah diciptakan oleh Allah untuk
kepentingan manusia. Janganlah kita merusak lingkungan untuk
kepentingan diri sendiri karena perlindungan terhadap lingkungan hidup
sangatlah penting dalam usaha menyelamatkan manusia dari kehancuran.
Lingkungan atau alam harus dapat diwariskan kepada anak cucu kita,
sehingga alam harus sustainable. Alam dapat berkelanjutan jika
memenuhi tiga keberlanjutan yaitu keberlanjutan secara sosial, ekonomi
dan ekologi. Keberlanjutan sosial dapat tercapai jika memenuhi skala
sosial yang dicirikan adanya kerjasama diantara pengguna alam, tidak
terjadi komplik dan jika ada komplik ada solusi yang dapat di tawarkan.
Sedangkan keberlanjutan ekonomi tercapai jika memenuhi skala ekonomi
yang dicirikan oleh adanya kesempatan yang terbuka untuk mengolah
alam sehingga terbuka lapangan kehidupan buat orang-orang yang berada
di sekitar tempat itu dan menurut hasil analisis ekonomi menguntungkan,
sedangkan keberlanjutna ekologi tercapai jika ada kegiatan konservasi
alam, dan penggunaan bahan organic (Behnassi, dkk. 2011).

178
BAB IV
TAFSIR 12 LANGKAH MUHAMMADIYAH

4.1 Latar Belakang Perumusan Tafsir 12 Langkah Muhammadiyah

Langkah 12 Muhammadiyah ini lahir pada periode kepemimpinan


Kiyai Mas Mansur (1936 – 1942). Kiyai Mas Mnsur terpilih menjadi
ketua Pimpnan Pusat Muhammadiayah pada waktu bernama Ketua
Besar Muhammadiayah pada kongres ke-26 di Yogyakarta pada bulan
Oktober 1937. Pengukuhan Mas Mansur sebagai Ketua Besar
Muhammadiyah dilandasi oleh ketidak puasan angkatan Muda
Muhammadiyah terhadap kebijakan Pengurus Besar Muhammadiyah
179
yang terlalu mengutamakan pendidikan, hanya mengurusi persoalan
sekolah-sekolah Muhammadiyah, tetapi melupakan bidang tabligh
(penyiaran agama Islam). Angkatan muda Muhammadiyah berpendapat
bahwa Pengurus Besar Muhammadiyah hanya dikuasai oleh tiga tokoh
tua, yaitu K.H. Hisyam (Ketua Pengurus Besar), K.H. Mukhtar (Wakil
Ketua), dan K.H. Syuja’ sebagai Ketua Bahagian PKO (Penolong
Kesengsaraan Oemoem). Situasi bertambah kritis ketika dalam
Kongres Muhammadiyah ke-26 di Yogyakarta pada tahun 1937,
Ranting-ranting Muhammadiyah lebih banyak memberikan suara
kepada tiga tokoh tua tersebut. Kelompok muda di lingkungan
Muhammadiyah semakin kecewa. Namun setelah terjadi dialog, ketiga
tokoh tersebut ikhlas mengundurkan diri. Setelah mereka mundur lewat
musyawarah, Ki Bagus Hadikusumo diusulkan untuk menjadi Ketua
Pengurus Besar Muhammadiyah, namun ia yang menolak. Kiai Hadjid
juga menolak ketika ia dihubungi untuk menjadi Ketua Pengurus Besar
Muhammadiyah. Perhatian pun diarahkan kepada Mas Mansur (Konsul
Muhammadiyah Daerah Surabaya). Pada mulanya Mas Mansur
menolak, tetapi setelah melalui dialog panjang ia bersedia menjadi
Ketua Pengurus Besar Muhammadiyah.
Pergeseran kepemimpinan dari kelompok tua kepada kelompok
muda dalam Pengurus Besar Muhammadiyah tersebut menunjukkan
bahwa Muhammadiyah saat itu sangat akomodatif dan demokratis
terhadap aspirasi kalangan muda yang progresif demi kemajuan
Muhammadiyah, bukan demi kepentingan perseorangan. Bahkan
Pengurus Besar Muhammadiyah pada periode Mas Mansur juga
banyak didominasi oleh angkatan muda Muhammadiyah yang cerdas,
tangkas, dan progresif. Sebagai ketua besar muhammadiayah, Mas
Mansur menanamkan sikap disiplin dalam berorganisasi sehingga
lahirnya terobosan baru yang menjadi landasan perjuangan

180
Muhammadiyah dikenal dengan lankah 12 Muhammadiayah. Langkah
12 ini lahir dikarenakan adanya kebosanan angkatan Muda
Muhammadiyah pada kebijakan sebelumnya yang hanya
mementingkan pendidikan dan melupakan tabligh. Sehingga lahirlah
langkah 12 yang menyempurnakan keduanya.
4.2 Tafsir 12 langkah Muhammadiyah
Tafsir 12 langkah Muhammadiyah di sadur dari buku
Muhammadiyah sebagai gerakan tajdid oleh Mustafa Kamal Pasha,
Rosyad Sholeh, (2003). Adapun isi dari tafsir 12 langkah
Muhammadiyah adalah sebagai berikut:
1. Memperdalam Iman
Hendaklah iman ditabligkan, disiarkan seluas-luasya diberi riwayat
dan dalil buktinya, dipengaruhnya dan digembirakannya hingga
iman itu mendarah daging masuk di tulang sumsum dan mendalam
di hati sanubari para anggota muhammadiyah semuanya.
3. Memperluas Paham Agama
Memperluas paham agama seluas-luasnya dalam artian, boleh
diujikan dan diperbandingkan, sehingga warga muhammadiyah dan
yang lainnya mengerti perluasan agama islam, itulah yang paling
benar, ingan dan berguna, maka mendahulukna pekerjaan agama itu.
4. Memperbuahkan Budi Pekerti
Hendaklah diterangkan dengan jelas tentang akhlaq yang terpuji
dan akhlaq yang tercla serta diperbahaskannya tentang
memakainya akhlaq mahmudh dan menjauhkan akhlaq
madzmumah itu. Sehingga menjadi amalan kita.
5. Menuntun Amalan Intiqad
Hendaklah senantiasa memperbaiki diri sendiri (self correction)
dlam segala usah dan pekrjaan. Kecuali di perbesarkan
diperbaikilah juga. Buah penyelidikan perbaiakn itu harus di

181
musysawarahkan ditempat yang tentu dngan dasar mnadtngkan
maslahat dan menjauhkan mudharat
6. Menguatkan Persatuan
Hendalah menjadi tujuan kita meguatkan persatuan organisasi,
mengikohkan pergaulan persaudaraan mempersamaka nhak
dan memerdekakan lahirnya pikiran-pikiran kita
7. Menegakkan Keadilan
Hendaklah keadilan dijalankan semestinya walaupun terhadap
diri sendiri, dan ketetapan yang sudah seadilnya dan
dipertahankan dimana juga
8. Melakukan Kebijaksanaan
Dalam gerak kita tidaklah melupakan hikmat kebiksanaan yang
disendikan kepada kitabullah dan sunnah rasulullah,
kebijaksanaan yang menyalahi kedua itu haruslah di buang
kerna itu bukan kebijaksanaan yang sesungguhnya, oleh kerana
itu dengan tidak mengurangi
9. Menguatkan Tanwir
Tanwir mempunyai pengaruh besar dalam kalangan organisasi
muhammadiyah dan menjadi tangan kanan yang bertenaga di
sisi PP Muhammadiyah. Karenanya tanwir wajiblah di perteguh
dan diatur baiknya.
10. Megadakan Musyawarah
Untuk mnegadakan garis yang tentu dlam langkah-langkah dan
perjunagan kita, hendaklah diadakan musyawarah-musyawarah
terutama untuk hal yang khusus dan penting, seperti usaha
dakwah islam diindonesia dal lain-lain
11. Memusyawartkan Putusan
Agar dapat meringankan dan memudahkan peerjaan , hendaklah
setiapputusan tiap2 majli/bagian, dimusyawarahkan dengan

182
phak yang bersangkutan, sehingga dapatlah mentanfidzkan
untuk mendapatkan hasil dengan segera
12. Mengawasi Gerakan Kedalam
Pandangan kita hendak kita tajamkan, mengawasi gerak yang
ada dalam muhammadiyah, baik mnegenai yangsudah lalu, yang
masih berlangsung maupun yang akan dihadapi
13. Memperhubungkan Gerakan Luar
Kita berdaya upaya menghubungkan diri degan pihak luar,
persyarikatan dan pergerakan-pergerakan lain di Indonesia
dengan dasar silaturahmi, tolong menolong dengan segala
kbaikan, dngn tidak mengubah asas masing-masing.
Perhubungn dengan persyarikatan dan pemimpin islam

DAFTAR PUSTAKA
Abdullah bin Abdul Hamid Al-Atsari. (n.d.). Al-Wajiiz fii Aqiidatis Salafis
Shaalih (Ahlis Sunnah wal Jama’ah), atau Intisari Aqidah Ahlus Sunah
wal Jama’ah),.

Abdullah bin Muhammad bin Abdul Rahman bin Ishaq Al-sheikh. (2004).
Tafsir Ibnu Katsir. Mu- assasah Dar Al-hilaal Kairo.

Abi al-Husain. (n.d.). Mu,jam Magayis alLughah. Juz III,. Dar al-Fikr, Beirut.

Afrizal, L. H. (2018). Rubūbiyah dan Ulūhiyyah Sebagai Konsep Tauhid


(Tinjauan Tafsir, Hadits dan Bahasa). Tasfiyah.
https://doi.org/10.21111/tasfiyah.v2i1.2482

Ahmad Amin. (1991). Etika Ilmu Akhlak. Bulan Bintang, Jakarta.

Al-Baidhawi, Umar bin Muhammad al-Syiraji. (n.d.). Anwar al-Tanzil wa


Asrar al-Takwil. Al-Haramain, Singapura.

Al-Baqi, M. F. (2012). Al-lulu War Marjan, Mutiara Hadits Bukhari dan


183
Muslim. Ummul Quro.

Al-Wabil, Y. bin A. bin Y. (2012). Tanda-Tanda Besar Kiamat. Retrieved


from https://almanhaj.or.id/3421-tanda-tanda-besar-kiamat.html

Aminudin, B. A., Mohd Radzi, O., & Nik Yusri, M. (2006). Konsep Al-
Sunnah Menurut Ahli Hadith. Jurnal Pengajian Umum.

Anwar, S. (2019). POLA DASAR DIN AL-ISLAM. ALQALAM.


https://doi.org/10.32678/alqalam.v17i85.1472

Atthabrani, I. (n.d.). Al-mu’jan Al-kabir. Pustaka Azzam.

Behnassi, M., Draggan, S., Yaya, S. (2011). Global Food Insecurity,


Rethinking Agriculture and Rural Development Paradigm and Policy.

Emil Salim. (1987). Pembangunan Berwawasan Lingkungan. LP3ES,


Jakarta,.

IBNU MISKAWAIH. (1985). TAHDZIB AL-AKHLAK. Darul Kutub al-Ilmiah,


Beirut Lebanon.

Ibnu Qayyim Al Jauziyyah. (n.d.). Ad-Daa’ Wa Ad-Dawaa’. Pustaka Imam


Asy Syafii.

Imam Al-Gazali. (2003). Mengobati Penyakit Hati Membentuk Akhlak Mulia


(Tahdzib al Akhlak wa Mu’alajat Amradh al Qulub). Penerjemah
Muhammad al Baqir. Karisma, Bandung.

Imam Bukhari. (n.d.). Tarikh Al Kabir. Al Faruq Al Haditsiyyah, Mesir.

JALALUDDIN AL-MAHALLI & JALALUDDIN AS-SUYUTHI. (2018). Tafsir


Jalalain. Ummul Quro.

Jalaluddin Al-Mahlli dan Jalaluddin As-Suyuthi. (2018). Tafsir Jalalain.


Ummul Quro.

Kahar Mashyur. (1994). Membina moral dan akhlak. Kalam Mulia.

M. Quraish Sihab. (2005). Tafsir Al-Mishbah, Pesan, Kesan dan


Keselerasian Alquran. Lentera Hati.

Muhammad Abu Zahrah. (1965). Tandzimu al Islam Lil Mujtama’, Majma’u


al Buhuth al Islamiyah. Kaherah.

Muhammad Husain Haekal. (2015a). Sejarah Hidup Muhammad : Biografi


184
Rasulullah yang Legendaris. Serambi.

Muhammad Husain Haekal. (2015b). Sejarah Hidup Muhammad, Biografi


Rasululah Yang Lenggendaris. Serambi.

Mustafa Kamal Pasha, Rosyad Sholeh, C. J. (2003). Muhammadiyah


Sebagai Gerakan Tajdid. Citra Karsa Mandiri.

Shafik, S. S., & Abu bakar, N. suhaily. (2009). Tauhid Membina Keutuhan
Akidah Islam. Jurnal Islam Dan Masyarakat Kontemporari.

Sudirman Anwar. (2015). Management of Student Development. Yayasan


Indragiri.

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin. (2009). Buku Tafsir Juz Amma
(Al-Utsaimin). Darul Falah.

Syaikh Salim al-Hilali. (n.d.). At Ta’zhim wal Minnah fil Intisharis Sunnah.

Toto Suryana, dkk. (1977). Pendidikan Agama Islam untuk Perguruan


Tinggi. Tiga Mutiara, Bandung.

Yunahar Ilyas. (1992). Kuliah Aqidah Islam. Lembaga Pengkajian dan


Pengamalan Islam- LPPI, UMY,.

185

Anda mungkin juga menyukai