Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA KLIEN DENGAN SISTEM RESPIRATORI : PNEUMONIA


DI RSUD KOTA DEPOK

Disusun oleh :

M. DAVID NUGROHO
18160100039

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJU
JAKARTA
2017
LAPORAN PENDAHULUAN
PNEUMONIA

a. Definisi
Pneumonia adalah peradangan paru dimana asinus paru terisi cairan radang
dengan atau tanpa disertai infiltrasi dari sel radang kedalam dinding alveoli dan
rongga interstisium. (secara anatomis dapat timbul pneumonia lobaris maupun
lobularis / bronchopneumonia.
Pneumonia merupakan salah satu penyakit infeksi saluran pernafasan yang
terbanyak didapatkan dan sering merupakan penyebab kematian hampir di seluruh
dunia. Di Indonesia berdasarkan survei kesehatan rumah tangga tahun 1986 yang
dilakukan Departemen Kesehatan, pneumonia tergolong dalam penyakit infeksi akut
saluran nafas, merupakan penyakit yang banyak dijumpai.

b. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pneumonia :


Diketahui beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya pneumonia yaitu :
1. Mekanisme pertahanan paru
Paru berusaha untuk mengeluarkan berbagai organisme yang terhirup seperti
partikel debu dan bahan-bahan lainnya yang terkumpul di dalam paru. Beberapa
bentuk mekanisme ini antara lain: bentuk anatomis saluran pernafasan, reflek
batuk, system mukosilier, juga system fagositosis yang dilakukan oleh sel-sel
tertentu dengan memakan partikel-partikel yang mencapai permukaan alveoli.
Bila fungsi ini berjalan baik, maka bahan infeksi yang bersifat infeksius dapat
dikeluarkan dare saluran nafas, sehingga pada orang sehat tidak akan terjadi
infeksi serius. Infeksi saluran nafas berulang terjadi aakibat berbagai komponen
system pertahanan paru yang tidak bekerja dengan baik.
2. Kolonisasi bakteri di saluran nafas
Di dalam saluran nafas atas banyak bakteri yang bersifat kosal. Bila jumlah
mereka semakin meningkat dan mencapai suatu konsentrasi yang cukup, kuman
ini kemudian masuk ke saluran nafas bawah dan paru, dan akibat kegagalan
mekanisme pembersihan saluran nafas keadaan ini akan bermanifestasi sebagai
penyakit.
Mikroorganisme yang tidak dapat menempel pada permukaan mukosa saluran
nafas akan ikut dengan sekresi saluran nafas dan terbawa bersama mekanisme
pembersihan, sehingga tidak terjadi kolonisasi. Proses penempelan organisme
pada permukaan mukosa saluran nafas tergantung dare system pangemalan
mikroorganisme tersebut oleh sel eputel.
3. Pembersihan saluran nafas terhadap bahan infeksius
Saluran nafas bawah dan paru berulangkali dimasuki oleh berbagai
mikroorganisme dare saluran nafas atas, akan tetapi tidak menimbulkan sakit, ini
meninjukkan adanya suatu mekanisme pertahanan paru yang efisien sehingga
dapat menyapu bersih mikroorganisme sebelum mereka bermultiplikasi dan
menimbulkan penyakit.
Pertahanan paru terhadap hal-hal yang berbahaya dan infeksius berupa reflek
batuk, penyempitan saluran nafas dengan kontraksi otot polos bronkus pada
awal terjadinya proses peradangan, juga dibantu oleh respon imunitas humoral.

c. Etiologinya
Sebagian besar disebabkan oleh mikroorganisme, akan tetapi dapat juga oleh
bahan-bahan lain, sehingga dikenal:
1. Lipid pneumonia : oleh karena aspirasi minyak mineral
2. Chemical pneumonitis : inhalasi bahan-bahan organic atau uap kimia seperti
berilium
3. Extrinsik Allergik Alveolitis : inhalasi bahan-bahan debu yang mengandung
allergen, seperti debu dare parik-pabrik gula yang mengandung spora dare
actynomicetes thermofilik.
4. Drug Reaction Pneumonitis : nitrofurantion, busulfan, methotrexate
5. Pneumonia karena radiasi sinar rontgen
6. Pneumonia yang sebabnya tidak jelas : desquamative interstitial pneumonia,
eosinofilik pneumonia
7. Microorganisma
GROUP PENYEBAB TYPE PNEUMONIA
Bacteri Streptococcos pneumonia Pneumonia bacteri
Streptococcus piogenes
Stafilococcus aureus
Klebsiella pneumonia
Eserikia koli
Yersinia pestis
Legionnaires bacillus Legionnaires disease

Aktinomyctes A. Israeli Aktinomikosis pulmonal


Nokardia asteroids Nokardiosis pulmonal

Fungi Kokidioides imitis Kokidioidomikosis


Histoplasma kapsulatum Histoplasmosis
Blastomises dermatitidis Blastomikosis
Aspergillus Aspergilosis
Fikomisetes Mukormikosis

Riketsia Koksiella Burnetty Q Fever

Klamidia Chlamidia psittaci Psitakosis,Ornitosis

Mikoplasma Mikoplasma pneumonia Pneumonia mikoplasmal

Virus Infulensa virus, adenovirus Pneumonia virus


respiratory syncytial
Pneumosistis karini
Protozoa Pneumonia pneumistis
(pneumonia plasma sel)
d. Gambaran Klinis
Gambaran klinis biasanya didahului olek infeksi saluran nafas akut bagian atas
selama beberapa hari, kemudian diikuti dengan demam, suhu tubuh kadang-kadang
melebihi 40 derajat C, sakit tenggorok, nyeri otot dan sendi. Juga disertai batuk,
dengan sputum mukoid atau purulen, kadang-kadang berdarah.
Pada pemeriksaan fisik dada terlihat bagian sakit tertinggal waktu bernafas
dengan suara nafas bronchial kadang-kadang melemah. Didapatkan ronki basah
halus, yang kemudian menjadi ronki basah kasar pada stadium resolusi.
1. Community Acquired Pneumonia yaitu, pneumonia yang didapatkan di
masyarakat, terjadinya infeksi di luar rumah sakit.
2. Hospital Acquirted Pneumonia yaitu, pneumonia yang didapat selama penderita
dirawat di rumah sakit. Hampir 1 % dare penderita yang dirawat di rumah sakit
mendapatkan pneumonia selama dalam perawatan dan 1/3nya mungkin akan
meninggal. Demikian pula halnya dengan penderita yang dirawat di ICU lebih
dare 60 % menderita pneumonia.
3. Pneumonia in the immunocompromised host yaitu, yang terjadi akibat
terganggunya system kekebalan tubuh. Macula ini semakin meningkat dengan
penggunaan obat-obatan sitotoksik dan imunosupresif, hal ini akibat dare
merningkatnya kemajuan di bidang pengobatan penyakit keganasan dan
transplantasi organ.

e. Gambaran Patogenesis
Dalam keadaan sehat, paru tidak akan terjadi pertumbuhan mikroorganisme,
keadan ini disebabkan oleh adanya mekanismer pertahanan paru. Terdapatnya
bakteri di dalam paru merupakan akibat ketidakseimbangan antara daya than tubuh,
mikroorganisme, dan lingkuingan sehingga mikroorganisme dapat berkembang biak
dan berakibat timbulnya sakit.
Masuknya mikroorganisme ke saluran nafas dan paru dapat melalui berbagai
cara, yaitu :
- Inhalsi langsung dare udara
- Aspirasi dare bahan-bahan yang ada di nasofaring dan orfaring
- Perluasan langsung dare tempat-tempat lain
- Penyebaran secara hematogen
Gambaran patologis dalam batas-batas tertentu, tergantung pada penyebabnya.
Di antaranya yaitu :
1. Pneumonia bakteri
Ditandai oleh eksudat intra alveolar supuratif disertai konsolidasi. Proses infeksi
dapat diklasifikasikan berdasarkan anatomi. Terdapat konsolidasi dare seluruh
lobus pada pneumonia lobaris, sedangkan pneumonia lobularis atau
broncopneumonia menunjukkan penyebaran daerah infeksi yang berbecak
dengan diameter sekitar 3-4 cm, mengelilingi dan mengenai broncus.
2. Pneumonia Pneumokokus
Pneumokokus mencapai alveolus-alveolus dalam bentuk percikan mucus atau
saliva. Lobus paru bawah paling sering terserrang, karena pengaruh gaya tarik
bumi. Bila sudah mencapai dan menetap di alveolus, maka pneumokokus
menimbulkan patologis yang khas yang terdiri dare 4 stadium yang berurutan :
- kongesti (4-12 jam pertama)eksudat serusa masuk dalam alveolus-alveolus
dare pembuluh darah yang bocor dan dilatasi
- hepatisasi merah (48 jam berikutnya) paru-paru tampak merah dan tampak
bergranula karena sel darah merah, fibrin, dan leukosit polimorfonuklear
mengisi alveolus-alveolus
- hepatisasi kelabu (3-8 hari) paru-parub tampak abu-abu karena leukosit dan
fibrin mengalami konsolidasi dalam alveolus yang terserang.
- Resolusi (7-11 hari) eksudat mengalami lisis dan direabsorbsi oleh mikrofag
sehingga jaringan kembali pada strukturnya semula.
Timbulnya pneumonia pneumokokus merupakan suatu kejadian yang tiba-tiba,
disertai menggigil, demam, rasa sakit pleuritik, batuk dan sputum yang berwarna
seperti karat. Pneumonia pneumokokus biasanya tidak disertai komplikasi dan
jaringan yang rusak dapat diperbaiki kemabali. Komplikasi tentang sering terjadi
adalah efusi plura ringan. Adanya bakterimia mempengaruhi prognosis
pneumonia. Adanya bakterimia menduga adanya lokalisasi proses paru-paru
yang tidak efektif. Akibat bakterimia mungkin berupa lesi metastatik yang dapat
mengakibatkan keadaan seperti meningitis, endokariditis bacterial dan
peritonitis. Sudah ada vaksin untuk merlawan pneumonia pneumokokus.
Biasanya diberikan pada mereka yang mempunyai resiko fatal yang tinggi,
seperti anemia sickle-sell, multiple mietoma, sindroma nefrotik, atau diabetes
mellitus.
3. Pneumonia Stafilokokus
Mempunyai prognosis jelek walaupun diobati dengan antibiotika. Pneumonia ini
menimbulkan kerusakan parenkim paru-paru yang berat dan sering timbul
komplikasi seperti abses paru-paru dan empiema. Merupakan infeksi sekunder
yang sering menyerang pasien yang dirawat di rumah sakit, pasien lemah dan
paling sering menyebabkan broncopneumonia.
4. Pneumonia Klebsiella / Friedlander
Penderita ini berhasil mempertahankan hidupnya, akhirnya menderita
pneumonia kronik disertai obstruksi progresif paru-paru yang akhirnya
menimbulkan kelumpuhan pernafasannya. Jenis ini yang khas yaitu,
pembentukan sputum kental seperti sele kismis merah (red currant jelly).
Kebanyakan terjadi pada lelaki usia pertengahan atau tua, pecandu alcohol
kronik atau yang menderita penyakit kronik lainnya.
5. Pneumonia pseudomonas
Sering ditemukan pada orang yang sakit parah yang dirawat di rumah sakit atau
yang mnenderita supresi system pertahanan tubuh (misalnya mereka yang
menderita leukemia atau transplantasi ginjal yang menerima obat imunosupresif
dosis tinggi). Seringkali disebabkan karena terkontaminasi peralatan ventilasi.
6. Pneumonia Virus
Ditandai dengan peradangan interstisial disertai penimbunan infiltrat dalam
dinding alveolus meskipun rongga alveolar sendiri bebas dare eksudat dan tidak
ada konsolidasi. Pneumonia virus 50 % dare semua pneuminia akut ditandai oleh
gejala sakit kepala, demam dan rasa sakit pada otot-otot yang menyeluruh, rasa
lelah sekali dan batuk kering. Kebanyakan pneumonia ini ringan dan tidak
membutuhkan perawatan di rumah sakit dan tidak mengakibatkan kerusakan
paru-paru yang permanen. Pengobatan pneumonia virus bersifat sympomatik
dan paliatif, karena antibiotik tidak efektif terhadap virus. Juga dapat
mengakibatkan pneumonitis berbecak yang fatal atau pneumonitis difus.
7. Pneumonia Mikoplasma
Serupa dengan pneumonia virus influenza, disertai adanya pneumonitis
interstitial. Sangat mudah menular tidak seperti pneumonia virus, dapat
memberikan respon terhadap tetrasiklin atau eritromisin.
8. Pneumonia Aspirasi
Merupakan pneumonia yang disebabkan oleh aspirasi isi lambung. Pneumonia
yang diakibatkannya sebagian bersifat kimia, karena diakibatkan oleh reaksi
terhadap asam lambung, dan sebagian bersifat bacterial, karena disebabkan oleh
organisme yang mendiami mulut atau lambung. Aspirasi paling sering terjadi
selama atau sesudah anestesi (terutama pada pasien obstretik dan pembedahan
darurat karena kurang persiapan pembedahan), pada anak-anak dan pada setiap
pasien yang disertai penekanan reflek batuk atau reflek muntah. Inhalasi isi
lambung dalam jumlah yang cukup banyak dapat menimbulkan kematian yang
tiba-tiba, karena adanya obstruksi, sedangkan aspirasi isi lambung dalam jumlah
yang sedikit dapat mengakibatkan oedema paru-paru yang menyebar luas dan
kegagalan pernafasan. Beratnya respon peradangan lebih tergantung dare pH
dare zaat yang diaspirasikan. Aspirasi pneumonia selalu terjadi apabila pH dan
zat yang diaspirasi 2,5 atau kurang. Aspirasi pneumpnia sering menimbulkan
kompliokasi abses, bronchiectase, dan gangrean. Muntah bukan sarat masuknya
isi lambung kedalam cabang tracheobronchial, karena regurgitasi dapat juga
terjadi secara diam-diam pada pasien yang diberi anestesi. Paling penting pasien
harus ditempatkan pada posisi yang tepat agar secret orofarengeal dapat keluar
dare mulut.
9. Pneumonia Hypostatik
Pneumonia yang sering timbul pada dasar paru yang disebabkan oleh nafas yang
dangkal dan terus menerus dalam posisi yang sama.
Daya tarik bumi menyebabkan darah tertimbun pada bagian bawah paru dan
infeksi membantu timbulnya pneumonia yang sesungguhnya
10. Pneumonia Jamur
Tidak sesering bakteri. Beberapa jamur dapat menyebabkan penyakit paru
supuratif granulomentosa yang seringkali disalah tafsirkan sebagai TBC. Banyak
dare infeksi jamur bersifat endemic pada daerah tertentu. Contohnya di US,
hystoplasmosis (barat bagian tengah dan timur), koksibiodomikosis (barat daya)
dan blastomikosis (tenggara). Spora jamur ini ditemukan dalam tanah dan
terinhalasi. Spora yang terbawa masuk kebagian paru yang lebih difagositosis
terjadi reaksi peradangan disertai pembentukan kaverne. Semua perubahan
patologis ini mirip sekali dengan TBC sehingga perbedaan kurang dapat
ditentukan dengan menemukan dan pembiakan jamur dare jaringan paru.tes
serologi serta tes hypersensitifitas kulit yang lambat belum menunjukan tanda
positif sampai beberapa minggu sesudah terjadi infeksi, bahkan pada penyakit
yang berat tes mungkin negatif. Pneumonia jamur sering menimbulkan
komplikasi pada stadium terakhir penyakit tersebut, terutama pada penyakit
yang sangat berat, misalnya Ca atau leukemia, candida alicans adalah sejenis
ragi yang sering ditemukan pada sputum orang yang sehat dan dapat menyerang
jaringan paru. Penggunaan antibiotik yang lama juga dapat mengubah flora
normal tubuh dan memungkinkan infasi candida. Amfotinsin B merupakan obat
terpilih untuk infeksi jamur pada paru.

f. Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah leucosit, biasanya
> 10.000/µl kadang mencapai 30.000 jika disebabkan virus atau mikoplasma jumlah
leucosit dapat normal, atau menurun dan pada hitung jenis leucosit terdapat
pergeseran kekiri juga terjadi peningkatan LED. Kultur darah dapat positif pada 20
– 25 pada penderita yang tidak diobatai. Kadang didapatkan peningkatan ureum
darah, akan tetapi kteatinin masih dalah batas normal. Analisis gas darah
menunjukan hypoksemia dan hypercardia, pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis
respiratorik.

g. Gambaran Radiologi
Foto toraks merupakan pemeriksaan penunjang yang sangat penting. Foto
toraks saja tidak dapat secara khas menentukan penyebab pneumonia, hanya
merupakan petunjuk kearah diagnosis etiologi. Gambaran konsolidasi dengan air
bronchogram (pneumonia lobaris), tersering disebabkan oleh streptococcus
pneumonia. Gambaran radiologis pada pneumonia yang disebabkan clebsibella
sering menunjukan adanya konsolidasi yang terjadi pada lobus atas kanan, kadang
dapat mengenai beberapa lobus. Gambaran lainya dapat berupa bercak daan cavitas.
Kelainan radiologis lain yang khas yaitu penebalan (bulging) fisura inter lobar.
Pneumonia yang disebabkan kuman pseudomonas sering memperlihatkan adanya
infiltrasi bilateral atau gambaran bronchopneumonia. Firus dan mycoplasma sering
menyebabkan pneumonia interstisial terutama radang sptum alveola. Pada
pemeriksaan radiologis terlihat gambaran retikuler yang difus.
h. Penatalaksanaan
1 Koreksi kelainan yang mendasari.
2 Tirah baring.
3 Obat-obat simptomatis seperti: parasetamol (pada hipereksia), morfin (pada
nyeri hebat).
4 Jaga keseimbangan cairan dan elektrolit dengan batuan infus, dekstrose
5%,normal salin atau RL.
5 Pemilihan obat-obat anti infeksi: tergantung kuman penyebab.
6 Pertahankan jalan nafas
7 oksigenasi
PATHWAYS

Bakteri Stafilokokus aureus


Bakteri Haemofilus influezae

 Penderita akit berat yang dirawat di RS


 Penderita yang mengalami supresi
sistem pertahanan tubuh
 Kontaminasi peralatan RS
Saluran Pernafasan Atas

Kuman berlebih di Kuman terbawa di Infeksi Saluran Pernafasan Bawah

bronkus saluran pencernaan

Proses peradangan Infeksi saluran Dilatasi Peningkatan suhu Edema antara


pencernaan pembuluh darah kaplier dan
Akumulasi sekret alveoli
Peningkatan flora
di bronkus Eksudat plasma Septikimia Iritasi PMN
normal dalam usus masuk alveoli eritrosit pecah

Gangguan difusi
Bersihan jalan Mukus bronkus Peningkatan Peningkatan Edema paru
dalam plasma
nafas tidak meningkat peristaltik usus metabolisme
efektif Gangguan
Bau mulut tidak Malabsorbrsi Evaporasi Pengerasan
pertukaran gas
sedap meningkat dinding paru

Anoreksia Diare Penurunan


compliance paru
Intake kurang
Gangguan Suplai O2
keseimbangan menurun
Nutrisi kurang dari cairan dan eletrolit
Hipoksia
kebutuhan
Hiperventilasi
Metabolisme

Dispneu anaeraob meningkat

Akumulasi asam
Retraksi dada /
laktat
nafas cuping
hidung Fatigue

Gangguan pola
nafas
Intoleransi
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan inflamasi
trakeobronkial, pembentukan edema, peningkatan produksi sputum. (Doenges,
1999 : 166)
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran alveolus
kapiler, gangguan kapasitas pembawa aksigen darah, ganggguan pengiriman
oksigen. (Doenges, 1999 : 166)
3. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan proses inflamasi dalam alveoli.
(Doenges, 1999 :177)
4. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan
cairan berlebih, penurunan masukan oral. (Doenges, 1999 : 172)
5. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kebutuhan
metabolik sekunder terhadap demam dan proses infeksi, anoreksia yang
berhubungan dengan toksin bakteri bau dan rasa sputum, distensi abdomen
atau gas.( Doenges, 1999 : 171)
6. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan insufisiensi oksigen untuk aktifitas
sehari-hari. (Doenges, 1999 : 170)

FOKUS INTERVENSI
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan inflamasi trakeobronkial,
pembentukan edema, peningkatan produksi sputum
Tujuan :
- Jalan nafas efektif dengan bunyi nafas bersih dan jelas
- Pasien dapat melakukan batuk efektif untuk mengeluarkan sekret
Hasil yang diharapkan :
- Mempertahankan jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih/ jelas
- Menunjukkan perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan nafas
- Misalnya: batuk efektif dan mengeluarkan sekret.
Intervensi :
a. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas. Misalnya: mengi, krekels
dan ronki.
Rasional: Bersihan jalan nafas yang tidak efektif dapat dimanifestasikan
dengan adanya bunyi nafas adventisius
b. Kaji/ pantau frekuensi pernafasan, catat rasio inspirasi/ ekspirasi
Rasional: Takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan
pada penerimaan atau selama stres/ adanya proses infeksi akut.
Pernafasan dapat melambat dan frekuensi ekspirasi memanjang
dibanding inspirasi.
c. Berikan posisi yang nyaman buat pasien, misalnya posisi semi fowler
Rasional: Posisi semi fowler akan mempermudah pasien untuk bernafas
d. Dorong/ bantu latihan nafas abdomen atau bibir
Rasional: Memberikan pasien beberapa cara untuk mengatasi dan
mengontrol dipsnea dan menurunkan jebakan udara
e. Observasi karakteristik batik, bantu tindakan untuk memoerbaiki keefektifan
upaya batuk.
Rasional: Batuk dapat menetap, tetapi tidak efektif. Batuk paling efektif pada
posisi duduk tinggi atau kepala di bawah setelah perkusi dada.
f. Berikan air hangat sesuai toleransi jantung.
Rasional: Hidrasi menurunkan kekentalan sekret dan mempermudah
pengeluaran.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran alveolus
kapiler, gangguan kapasitas pembawa oksigen darah, gangguan pengiriman
oksigen.
Tujuan :
- Perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan dengan GDA dalam rentang
normal dan tidak ada distres pernafasan.
Hasil yang diharapkan :
- Menunjukkan adanya perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan
- Berpartisispasi pada tindakan untuk memaksimalkan oksigenasi
Intervensi :
a. kaji frekuensi, kedalaman, dan kemudahan pernafasan
Rasional :Manifestasi distres pernafasan tergantung pada derajat keterlibatan
paru dan status kesehatan umum
b. Observasi warna kulit, membran mukosa dan kuku. Catat adanya sianosis
Rasional :Sianosis menunjukkan vasokontriksi atau respon tubuh terhadap
demam/ menggigil dan terjadi hipoksemia.
c. Kaji status mental
Rasional :Gelisah, mudah terangsang, bingung dapat menunjukkan
hipoksemia.
d. Awsi frekuensi jantung/ irama
Rasional :Takikardi biasanya ada karena akibat adanya demam/ dehidrasi.
e. Awasi suhu tubuh. Bantu tindakan kenyamanan untuk mengurangi demam
dan menggigil
Rasional :Demam tinggi sangat meningkatkan kebutuhan metabolik dan
kebutuhan oksigen dan mengganggu oksigenasi seluler.
f. Tinggikan kepala dan dorong sering mengubah posisi, nafas dalam, dan
batuk efektif
Rasional :Tindakan ini meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan
pengeluaran sekret untuk memperbaiaki ventilasi.
g. Kolaborasi pemberian oksigen dengan benar sesuai dengan indikasi
Rasional :Mempertahankan PaO2 di atas 60 mmHg.
3. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan proses inflamasi dalam alveoli
Tujuan:
- Pola nafas efektif dengan frekuensi dan kedalaman dalam rentang normal
dan paru jelas/ bersih
Intervensi :
a. Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan dan ekspansi dada.
Rasional :Kecepatan biasanya meningkat, dispnea, dan terjadi peningkatan
kerja nafas, kedalaman bervariasi, ekspansi dada terbatas.
b. Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi nafas adventisius.
Rasional :Bunyi nafas menurun/ tidak ada bila jalan nafas terdapat obstruksi
kecil.
c. Tinggikan kepala dan bentu mengubah posisi.
Rasional :Duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru dan memudahkan
pernafasan.
d. Observasi pola batuk dan karakter sekret.
Rasional :Batuk biasanya mengeluarkan sputum dan mengindikasikan
adanya kelainan.
e. Bantu pasien untuk nafas dalam dan latihan batuk efektif.
Rasional :Dapat meningkatkan pengeluaran sputum.
f. Kolaborasi pemberian oksigen tambahan.
Rasional :Memaksimalkan bernafas dan menurunkan kerja nafas.
g. Berikan humidifikasi tambahan
Rasional :Memberikan kelembaban pada membran mukosa dan membantu
pengenceran sekret untuk memudahkan pembersihan.
h. Bantu fisioterapi dada, postural drainage
Rasional :Memudahkan upaya pernafasan dan meningkatkan drainage sekret
dari segmen paru ke dalam bronkus.
4. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilngan
cairan berlebih, penurunan masukan oral.
Tujuan : Menunjukkan keseimbangan cairan dan elektrolit
Intervensi :
a. Kaji perubahan tanda vital, contoh :peningkatan suhu, takikardi,, hipotensi.
Rasional :Untuk menunjukkan adnya kekurangan cairan sisitemik
b. Kaji turgor kulit, kelembaban membran mukosa (bibir, lidah).
Rasional :Indikator langsung keadekuatan masukan cairan
c. Catat lapporan mual/ muntah.
Rasional :Adanya gejala ini menurunkan masukan oral
d. Pantau masukan dan haluaran urine.
Rasional :Memberikan informasi tentang keadekuatan volume cairan dan
kebutuhan penggantian
e. Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi.
Rasional :Memperbaiki ststus kesehatan
5. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan
kebutuhan metabolik sekunder terhadap demam dan proses infeksi, anoreksia,
distensi abdomen.
Tujuan :
- Menunjukkan peningkatan nafsu makan
- Mempertahankan/ meningkatkan berat badan
Intervensi :
a. Identifikasi faktor yang menimbulkan mual/ muntah.
Rasional :Pilihan intervensi tergantung pada penyebab masalah
b. Berikan wadah tertutup untuk sputum dan buang sesering mungkin, bantu
kebersihan mulut.
Rasional :Menghilangkan bahaya, rasa, bau,dari lingkungan pasien dan dapat
menurunkan mual
c. Jadwalkan pengobatan pernafasan sedikitnya 1 jam sebelum makan.
Rasional :Menurunkan efek mual yang berhubungan dengan pengobatan ini
d. Auskultasi bunyi usus, observasi/ palpasi distensi abdomen.
Rasional :Bunyi usus mungkin menurun bila proses infeksi berat, distensi
abdomen terjadi sebagai akibat menelan udara dan menunjukkan
pengaruh toksin bakteri pada saluran gastro intestinal
e. Berikan makan porsi kecil dan sering termasuk makanan kering atau
makanan yang menarik untuk pasien.
Rasional :Tindakan ini dapat meningkatkan masukan meskipun nafsu makan
mungkin lambat untuk kembali
f. Evaluasi status nutrisi umum, ukur berat badan dasar.
Rasional :Adanya kondisi kronis dapat menimbulkan malnutrisi, rendahnya
tahanan terhadap infeksi, atau lambatnya responterhadap terapi
6. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan insufisiensi oksigen untuk aktifitas
hidup sehari-hari.
Tujuan : Peningkatan toleransi terhadap aktifitas.
Intervensi :
a. Evakuasi respon pasien terhadap aktivitas.
Rasional :Menetapkan kemampuan/ kebutuhan pasien dan memudahkan
pilihan intervensi
b. Berikan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung selama fase akut.
Rasional :Menurunkan stres dan rangsangan berlebihan, meningkatkan
istirahat
c. Jelaskan pentingnya istitahat dalam rencana pengobatan dan perlunya
keseimbamgan aktivitas dan istirahat.
Rasional :Tirah baring dipertahankan untuk menurunkan kebutuhan
metabolik
d. Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan.
Rasional :Meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplai dan
kebutuhan oksigen
DAFTAR PUSTAKA

Barbara Engram (1998), Rencana Asuhan Keperawatan Medikal – Bedah Jilid I,


Peneribit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Barbara C. Long (1996), Perawatan Medikal Bedah: Suatu Pendekatan Proses


Keperawatan, The C.V Mosby Company St. Louis, USA.

Hudak & Gallo (1997), Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik Volume I,


Penerbit Buku Kedoketran EGC, Jakarta.

Jan Tambayonmg (2000), Patofisiologi Unutk Keperawatan, Penerbit Buku


Kedoketran EGC, Jakarta.

Marylin E. Doenges (2000), Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi 3, Penerbit
Buku Kedoketran EGC, Jakarta.

Sylvia A. Price (1995), Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Edisi


4 Buku 2, Penerbit Buku Kedoketran EGC, Jakarta

Guyton & Hall (1997), Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9, Penerbit Buku
Kedoketran EGC, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai