HEMODIALISA
OLEH :
M. DAVID NUGROHO
NPM. 18160100039
JAKARTA
2017
A. PENGERTIAN
Hemodialisa adalah suatu tindakan untuk memisahkan sampah dan produk hail
metabolic esensial (sampah nitrogen dan sampah yang lain) melalui selaput membrane
semi permiabel
B. PENYEBAB
Hemodialisa dilakukan kerena pasien menderita gagal ginjal akut dan kronik akibat dari
: azotemia, simtomatis berupa enselfalopati, perikarditis, uremia, hiperkalemia berat,
kelebihan cairan yang tidak responsive dengan diuretic, asidosis yang tidak bisa diatasi,
batu ginjal, dan sindrom hepatorenal.
C. PATOFISIOLOGI
Ginjal adalah organ penting bagi hidup manusia yang mempunyai fungsi utama untuk
menyaring / membersihkan darah. Gangguan pada ginjal bisa terjadi karena sebab
primer ataupun sebab sekunder dari penyakit lain. Gangguan pada ginjal dapat
menyebabkan terjadinya gagal ginjal atau kegagalan fungsi ginjal dalam menyaring /
membersihkan darah. Penyebab gagal ginjal dapat dibedakan menjadi gagal ginjal akut
maupun gagal ginjal kronik. Dialisis merupakan salah satu modalitas pada penanganan
pasien dengan gagal ginjal, namun tidak semua gagal ginjal memerlukan dialisis.
Dialisis sering tidak diperlukan pada pasien dengan gagal ginjal akut yang tidak
terkomplikasi, atau bisa juga dilakukan hanya untuk indikasi tunggal seperti
hiperkalemia.
D. KOMPONEN HEMODIALISA
1. Dialyzer / Ginjal Buatan
Suatu alat yang digunakan untuk mengeluarkan sisa metabolisme tubuh, bila
fungsi kedua ginjal sudah tidak memadai lagi, mengatur keseimbangan cairan dan
elektrolit, mengeluarkan racun-racun atau toksin yang merupakan komplikasi dari
Gagal Ginjal. Sedangkan fungsi hormonal/ endokrin tidak dapat diambil alih oleh
ginjal buatan. Dengan demikian ginjal buatan hanya berfungsi sekitar 70-80 % saja
dari ginjal alami yang normal. Macam-macam ginjal buatan :
Dialisis lempeng paralel, terdiri dari dua lapisan churophane yang dijepit oleh
dua penyokong yang kaku untuk membentuk suatu amplop yang disusun secara
paralel. Dimana darah mengalir melalui lapisan-lapisan membran, dan cairan
dialisis dapat mengalir dalam arah yang sama, atau dengan alat yang
berlawanan.
Hollow Fibre Dialyzer (dialisis serabut berongga), terdiri dari ribuan serabut
mempunyai dinding setebal 30 µm, dan diameter sebesar 200 µm, dan
panjangnya 20 cm.. darah mengalir dari bagian tengah tabung tabung kecil, dan
cairan dialisis membasahi bagian luarnya. Aliran cairan dialisis berlawanan
dengan aliran darah.
2. Dialisat
Adalah cairan yang terdiri dari air, elektrolit dan zat-zat lain supaya mempunyai
tekanan osmotik yang sama dengan darah. Fungsi Dialisat pada dialisit:
- Untuk mengeluarkan dan menampung cairan dan sisa metabolisme
- Untuk mencegah kehilangan zat-zat vital dari tubuh selama dialisa
Tabel perbandingan darah dan dialisat :
Komponen elektrolit Darah Dialisat
Natrium/sodium 136mEq/L 134mEq/L
Kalium/potassium 4,6mEq/L 2,6mEq/L
Kalsium 4,5mEq/L 2,5mEq/L
Chloride 106mEq/L 106mEq/L
Magnesium 1,6mEq/L 1,5mEq/L
Ada 3 cara penyediaan cairan dialisat :
- Batch Recirculating
Cairan dialisat pekat dicampur air yang sudah diolah dengan
perbandingan 1 : 34 hingga 120 L dimasukan dalam tangki air kemudian
mengalirkannya ke ginjal buatan dengan kecepatan 500 – 600 cc/menit.
- Batch Recirculating/single pas
Hampir sama dengan cara batch recirculating hanya sebagian langsung buang.
- Proportioning Single pa
Air yang sudah diolah dan dialisat pekat dicampur secara konstan oleh
porpropotioning dari mesin cuci darah dengan perbandingan air : dialisat = 34 :
1 cairan yang sudah dicampur tersebut dialirkan keginjal buatan secara langsung
dan langsung dibuang, sedangkan kecepatan aliran 400 – 600 cc/menit.
3. Akses Vaskular Hemodialisis
Untuk melakukan hemodialisis intermiten jangk panjang,
maka perlu ada jalan masuk kedalamsistem vascular penderita.
Darah harus keluar dan masuk tubuh penderita dengan kecepatan 200 sampai 400
ml/menit. Teknik akses vascular diklasifikasikan sebagai berikut:
- Akses Vaskuler Eksternal (sementara)
1. pirau arteriovenosa (AV)
atau system kanula diciptakan denga nmenempatkan ujungkanula dari Teflon
dalam arteri dan sebuah vena yang berdekatan.
Ujung kanuladihubungkan dengan selang karet silicon dan suatu sambungan t
eflon yang melengkapipirau. Pada waktu dilakukan dialisis, maka selang pirau
eksternal dipisahkan dan dibuat hubungan dengan alat dialisis. Darah kemudian
mengalir dari ujung arteri, melalui alat dialisis dan kembali ke vena. Kesulitan
utama pirau eksternal adalah masa pemakaian yang panjang (9 bulan). Pirau
eksternal dapat digunakan bila terapi dialitik diperlukan dalam jangka waktu
pendek seperti pada dialisis karena keracunan, keebihan dosis obat, gagal ginjal
akut, dan fase permulaan pada pengobatan gagal ginjal kronik.
2. Kateter vena femoralis
sering dipakai pada kasus gagal ginjal akut bila diperlukan aksesvascular seme
ntara, atau bila teknik akses vaskuler lain tidak dapat berfungsi.
Terdapatdua tipe kateter dialysis femoralis.
Kateter shaldon adalah kateter berlumen tunggal yang
memerlukan akses kedua. Tipe kateter femoralis yang lebih baru memiliki
lumen ganda, satu lumen
untuk mengeluarkan darah menuju alat dialysis dan satu lagi untukmengembal
ikan darah ketubuh penderita. Komplikasi pada kateter vena
femoralis adalahlaserasi arteria femoralis, perdarahan, thrombosis, emboli,
hematoma, dan infeksi.
3. Kateter vena subklavia
Semakin banyak dipakai sebagai alat akses vascular karenapemasangan
yang mudah dan komplikasinya lebih sedikit dibanding kateter vena
femoralis. Kateter vena subklavia mempunyai lumen
ganda untuk aliran masuk dankeluar.
Katetervena subklavia dapat digunakan sampai empat minggu sedangkan katet
er vena femoralis dibuang setelah satu sampai dua hari setelah pemasangan.
Komplikasi yang disebabkan oleh katerisasi vena
subklavia serupa dengan katerisasi vena femoralis yang
termasuk pneumotoraks robeknya arteria subklavia, perdarahan, thrombosis,
embolus, hematoma, dan infeksi.
- AksesVaskular Internal (permanen)
a. Fistula, yang lebih permanen dibuat melalui pembedahan yang (biasanya
dilakukan pada lengan bawah) dengan cara menghubungkan atau
menyambungkan (anastomosis) pembuluh aretri dengan vena secara side
to-side (dihubungkan antar-sisi) atau end-to-side (dihubungkan antara ujung
dan sisi pembuluh darah). Segmen-arteri fistula diganakan untuk aliran
darah arteri dan segmen vena digunakan untuk memasukan kembali
(reinfus) darah yang sudah didialisis.
Umur fistula AV
adalah empat tahun dan komplikasinya lebihsedikit dengan pirau AV.
Masalah yang paling utama adalah nyeri pada pungsi vena
terbentuknya aneurisma, trombosis, kesulitan hemostatis pascadialisis,
dan iskemiapadatangan.
b. Tandur, dalam menyediakan lumen sebagai tempat penusukan jarum
dialisis, sebuah tandur dapat dibuat dengan cara menjahit sepotong
pembuluh arteri atau vena dari sapi, material Gore-Tex (heterograft) atau
tandur vena safena dari pasien sendiri. Biasanya tandur tersebut dibuat bila
pembuluh darah pasien sendiri tidak cocok untuk dijadikan fistula.Tandur
biasanya dipasang pada lengan bawah, lengan atas atau paha bagian atas.
Pasien dengan sistem vaskuler yang terganggu, seperti pasien diabetes,
biasanya memerlukan pemasangan tandur sebelum menjalani hemodialisis.
Karena tandur tersebut merupakan pembuluh darah artifisial risiko infeksi
akan meningkat. Komplikasi tandur AV sama dengan fistula AV.trombosis,
infeksi, aneurisma dan iskemia tangan yang
disebabkan oleh pirau darah melalui prosthesis dan jauh dari sirkulasi
distal.
4. Indikasi
- Gagal ginjal akut
- Gagal ginjal kronik, bila laju filtrasi gromelurus kurang dari 5 ml/menit
- Kalium serum lebih dari 6 mEq/l
- Ureum lebih dari 200 mg/dl
- pH darah kurang dari 7,1
- Anuria berkepanjangan, lebih dari 5 hari
- Intoksikasi obat dan zat kimia
- Sindrom Hepatorenal
- Fluid overload
5. Kontra Indikasi
- Gangguan pembekuan darah
- Anemia berat
- Trombosis/emboli pembuluh darah yang berat
- Suhu tubuh yang tinggi
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Kadar kreatinin serum diatas 6 mg/dl pada laki-laki, 4mg/dl pada perempuan, dan
GFR 4 ml/detik.
- Darah Lengkap
- Hb
- Ureum Creatinin
- BNO IVP
F. PENATALKSANAAN
Penatalaksanaan pada Pasien yang Menjalani Hemodialisis Jangka Panjang
- Diet dan masalah cairan, diet merupakan faktor penting bagi pasien yang menjalani
hemodialisis mengingat adanya efek uremia. Apabila ginjal yang rusak tidak
mampu mengeksresikan produk akhir metabolisme, substansi yang bersifat asam
ini akan menumpuk dalam serum pasien dan bekerja sebagai racun atau toksik.
Gejala yang terjadi akibat penumpukan tersebut secara kolektif dikenal
sebagai gejala uremik dan akan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Lebih banyak
toksin yang menumpuk, lebih berat gejala yang timbul. Diet rendah protein akan
mengurangi penumpukan limbah nitrogen dan dengan demikian meminimalkan
gejala. Penumpukan cairan juga dapat terjadi dan dapat mengakibatkan gagal
jantung kongestif serta edema paru. Dengan demikian, pembatasan cairan juga
merupakan bagian dengan resep diet untuk pasien ini.
- Pertimbangan medikasi, banyak obat yang dieksresikan seluruhnya atau sebagian
melalui ginjal. Pasien yang memerlukan obat-obatan (preparat glikosida jantung,
antibiotik, antiaritmia, antihipertensi) harus dipantau dengan ketat untuk
memastikan agar kadar obat-obat ini dalam darah dan jaringan dapat dipertahankan
tanpa menimbulkan akumulasi toksik.
G. KOMPLIKASI
- Kram otot, kram otot pada umumnya terjadi pada separuh waktu berjalannya
hemodialisa sampai mendekati waktu berakhirnya hemodialisa. Kram otot
seringkali terjadi pada ultrafiltrasi (penarikan cairan) yang cepat dengan volume
yang tinggi.
- Hipotensi, terjadinya hipotensi dimungkinkan karena pemakaian dialisat asetat,
rendahnya dialisat natrium, penyakit jantung aterosklerotik, neuropati otonomik,
dan kelebihan tambahan berat cairan.
- Aritmia, hipoksia, hipotensi, penghentian obat antiaritmia selama dialisa,
penurunan kalsium, magnesium, kalium, dan bikarbonat serum yang cepat
berpengaruh terhadap aritmia pada pasien hemodialisa.
- Sindrom ketidakseimbangan dialisa, sindrom ketidakseimbangan dialisa dipercaya
secara primer dapat diakibatkan dari osmol-osmol lain dari otak dan bersihan urea
yang kurang cepat dibandingkan dari darah, yang mengakibatkan suatu gradien
osmotik diantara kompartemen-kompartemen ini. Gradien osmotik ini
menyebabkan perpindahan air ke dalam otak yang menyebabkan oedem serebri.
Sindrom ini tidak lazim dan biasanya terjadi pada pasien yang menjalani
hemodialisa pertama dengan azotemia berat.
- Hipoksemia selama hemodialisa merupakan hal penting yang perlu dimonitor pada
pasien yang mengalami gangguan fungsi kardiopulmonar.
- Perdarahan, uremia menyebabkan ganguan fungsi trombosit. Fungsi trombosit
dapat dinilai dengan mengukur waktu perdarahan. Penggunaan heparin selama
hemodialisa juga merupakan faktor risiko terjadinya perdarahan.
- Ganguan pencernaan yang sering terjadi adalah mual dan muntah yang disebabkan
karena hipoglikemia. Gangguan pencernaan sering disertai dengan sakit kepala.
- Infeksi atau peradangan bisa terjadi pada akses vaskuler.
- Pembekuan darah bisa disebabkan karena dosis pemberian heparin yang tidak
adekuat ataupun kecepatan putaran darah yang lambat.
H. KONSEP KEPERAWATAN
Pengkajian
1. Data demografi : berisi tentang nama, umur, alamat, jenis kelamin, pendidikan
2. Keluhan utama : klien dengan hemodialisa biasanya mengeluhkan; lemas, pusing,
gata, baal-baal, bengkak-bengkak, sesak, kram, BAK tidak lancar, mual, muntah,
tidak nafsu makan, susah tidur berdebar, mencret, susah BAB, penglihatan tidak
jelas, sakit kepala, nyeri dada, nyeri punggung, susah berkonsentrasi, kulit kering,
nyeri otot, keringat dingin
3. Riwayat kesehatan saat ini : penderita gagal ginjal akut maupun kronik, ketidak
seimbangan elektrolit dalam tubuh, oedema, keracunan.
4. Riwayat kesehatan dahulu; menanyakan adanya infeksi saluran kemih atau infeksi
organ lain, riwayat kencing batu/obstruksi, riwayat mengkonsumsi oba-obatan atau
jamu, riwayat trauma ginjal, riwayat penyakit kardiovaskuler, riwayat penyakit
endokrin, riwayat dehidrasi.
5. Riwayat kesehatan keluarga; apakah keluarga mempunyai riwayat penyakit
diabetes, hipertensi, penyakit ginjal. Dan mencantumkan genogram 3 generasi.
6. Psikospiritual : Penderita hemodialisis jangka panjang sering merasa kuatir akan
kondisi penyakitnya yang tidak dapat diramalkan. Biasanya menghadapi masalah
financial, kesulitan dalam mempertahankan pekerjaan, dorongan seksual yang
menghilang serta impotensi, dipresi akibat sakit yang kronis dan ketakutan
terhadap kematian. Prosedur kecemasan merupakan hal yang paling sering dialami
pasien yang pertama kali dilakukan hemodialisis.
7. Pengkajian persistem
- Respirasi; sesak nafas, ronchi
- Kardiovaskuler; lelah, lemah/malaise, letih, nyeri dada, anemia, hiperlipidemia,
trombositopenia, pericarditis, aterosklerosis, CHF, palpitasi, angina, hipertensi,
distensi vena jugularis, disritmia, pallor, nadi lemah/halus
- Digestif; edema/ peningkatan berat badan, dehidrasi/penurunan berat badan, mual,
muntah, anorexia, nyeri ulu hati, perhatikan turgor kulit, perdarahan gusi, lemak
subkutan menurun, distensi abdomen, rasa haus, ascites, diare, konstipasi
- Neurosensiori; insomnia, tonus otot menururn, ROM berkurang, sakit kepala
penglihatan kabur, sakit kepala
- Integumen; iritasi kulit, kram, baal-baal
- Reproduksi; penurunan libido, gangguan fungsi ereksi, infertile
- Urinari;edema periorbital-peritibial, poliuri pada awal gangguan ginjal, oliguri, dan
anuri pada fase lanjut, kaji warna urin, riwayat batu saluran kencing, uremia,
asidosis metabolik, kejang-kejang
- reaksi transfusi, demam, infeksi berulang, penurunann daya tahan tubuh,.
I. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Pre Hemodialisa
- Risiko Ketidakseimbangan elektrolit
- kerusakan integritas kulit
- ansietas
2. Intra Hemodilaisa
- Hambatan mobilitas fisik
- Nyeri akut
- Risiko Infeksi
- Risiko perdarahan
3. Post Hemodialisa
- Harga diri rendah : situasional
- Risiko infeksi
J. Intervensi Keperawatan
1. Pre Hemodialisa
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol 3. Jakarta:
EGC
Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition.
New Jersey: Upper Saddle River
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius
Price, Sylvia A dan Lorraine M Wilson. (1995). Patofisiologi Konsep Kllinis Proses-
proses Penyakit. Edisi 4. Jakarta : EGC
Rab, T. 2008. Agenda Gawat Darurat (Critical Care). Bandung: Penerbit PT Alumni
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. (2010). Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta :EGC
Suyono, Slamet. (2010). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3. Jilid I II. Jakarta.:
Balai Penerbit FKUI