Anda di halaman 1dari 12

A.

Pengertian
Menurut World Health Organization (WHO) dalam Muttaqin (2008) cerebral
vascular disease atau stroke didefinisikan sebagai penyakit yang disebabkan oleh
gangguan peredarah darah diotak yang terjadi secara mendadak dengan tanda dan gejala
klinik baik local maupun global yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang dapat
menyebabkan kematian. Stroke merupakan penyakit yang terjadi karena terganggunya
peredaran darah otak yang dapat menyebabkan kematian jaringan otak sehingga
mengakibatkan kelumpuhan bahkan kematian pada penderita stroke, stroke dibagi
menjadi dua jenis yaitu stroke hemoragik dan stroke non hemoragik (Batticaca, 2008).
Stroke non hemoragik adalah terhentinya sebagian atau keseluruhan aliran darah ke
bagian otak akibat tersumbatnya pembuluh darah. Darah berfungsi mengalirkan oksigen
ke otak, tanpa oksigen yang dibawa oleh darah, maka sel-sel otak akan mati dengan
sangat cepat, mengakibatkan munculnya defisit neurologis secara tiba-tiba (Smeltzer,
2002).

B. Penyebab
Stroke disebabkan oleh plak arteriosklerotik yang terjadi pada satu atau lebih arteri
yang memberi makanan ke otak yang mengaktifkan mekanisme pembekuan darah dan
menghambat aliran darah di arteri, sehingga menyebabkan hilangnya fungsi otak secara
akut pada area yang teralokasi. Stroke non hemoragik terjadi pada pembuluh darah yang
mengalami sumbatan sehingga menyebabkan berkurangnya aliran darah pada jaringan
otak, trombosis otak, aterosklerosis, dan emboli serebral yang merupakan penyumbatan
pembuluh darah yang timbul akibat pembentukkan plak sehingga terjadi penyempitan
pembuluh darah yang dikarenakan oleh penyakit jantung, diabetes, obesitas, kolesterol,
merokok, stress, gaya hidup, rusak atau hancurnya neuron motorik atas (upper motor
neuron), dan hipertensi (Mutaqqin, 2008).

C. Manifestasi klinis
Gejala dari stroke non hemoragik yang mana tergantung pada lokasi lesi (pembuluh
darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat dan jumlah
aliran darah kolateral. Adapun gejala Stroke non hemoragik adalah:
1. Kehilangan motorik: stroke adalah penyakit neuron atas dan mengakibatkan
kehilangan kontrol volunter. Gangguan kontrol volunter pada salah satu sisi tubuh
dapat menunjukan kerusakan pada neuron atas pada sisi yang belawanan dari otak.
Disfungsi neuron paling umum adalah hemiplegi (paralisis pada salah satu sisi tubuh)
karena lesi pada sisi otak yang berlawanan dan hemiparises (kelemahan salah satu sisi
tubuh)
2. Kehilangan komunikasi: fungsi otak lain yang yang dipengaruhi oleh stroke adalah
bahasa dan komunikasi. Stroke adalah penyebab afasia paling umum. Disfungsi
bahasa dan komunikasi dapat dimanifestasikan oleh hal berikut:
a. Disatria (kesulitan berbicara), ditunjukan dengan bicara yang sulit dimengerti yang
disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung jawab menghasilkan bicara.
b. Disfasia atau afasia (kehilangan bicara), yang terutama ekspresif atau reseptif.
c. Apraksia, ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang dipelajari sebelumnya.
3. Defisit lapang pandang, sisi visual yang terkena berkaitan dengan sisi tubuh yang
paralisis yaitu kesulitan menilai jarak, tidak menyadari orang atau objek ditempat
kehilangan penglihata.
4. Defisit sensori, terjadi pada sisi berlawanan dari lesi yaitu kehilangan kemampuan
untuk merasakan posisi dan gerakan bagian tubuh.
5. Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologik, bila kerusakan pada lobus frontal,
mempelajari kapasitas, memori atau fungsi intelektual mungkin terganggu. Disfungsi
ini dapat ditunjukan dalam lapang perhatian terbatas, kesulitan dalam pemahaman,
lupa dan kurang motivasi.
(Smeltzer, 2002).

D. Patofisiologi
Stroke non hemoragik erat hubungannya dengan plak arterosklerosis yang dapat
mengaktifkan mekanisme pembekuan darah sehingga terbentuk trombus yang dapat
disebabkan karena hipertensi (Muttaqin, 2008). Trombus dapat pecah dari dinding
pembuluh darah dan akan terbawa sebagai emboli dalam aliran darah mengakibatkan
terjadinya iskemia jaringan otak dan menyebabkan hilangnya fungsi otak secara akut atau
permanen pada area yang teralokasi. Iskemia pada otak akan merusak jalur motorik pada
serebrum. Iskemia pada otak juga mengakibatkan batang otak yang mengandung nuclei
sensorik dan motorik yang membawa fungsi motorik dan sensorik mengalami gangguan
sehingga pengaturan gerak seluruh tubuh dan keseimbangan terganggu (Guyton & Hall,
2007). Area di otak yang membutuhkan sinyal untuk pergerakkan dan koordinasi otot
tidak ditrasmisikan ke spinal cord, saraf dan otot sehingga serabut motorik pada sistem
saraf mengalami gangguan untuk mengontrol kekuatan dan pergerakan serta dapat
mengakibatkan terjadinya kecacatan pada pasien stroke. Iskemia pada otak juga dapat
mengakibatkan terjadinya defisit neurologis (Smeltzer & Bare, 2002).
E. Pathway
F. Pemeriksaan Penunjang
a. Angiografi cerebral
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti perdarahan
arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari sumber perdarahan seperti
aneurism atau malformasi vaskular.
b. Lumbal pungsi
Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada cairan lumbal menunjukkan
adanya hemoragi pada subarakhnoid atau perdarahan pada intrakranial.
c. CT scan
Penindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma, adanya
jaringan otak yang infark atau iskemia dan posisinya secara pasti.
d. MRI (Magnetic Imaging Resonance)
Menggunakan gelombang megnetik untuk menentukan posisi dan bsar terjadinya
perdarahan otak. Hasil yang didapatkan area yang mengalami lesi dan infark akibat
dari hemoragik.
e. EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak dari
jaringan yang infrak sehingga menurunnya impuls listrik dalam jaringan otak.

G. Penatalaksanaan
Menurut (Smeltzer & Bare, 2002) untuk penatalaksanaan penderita stroke fase akut jika
penderita stroke datang dengan keadaan koma saat masuk rumah sakit dapa
dipertimbangkan mempunyai prognosis yang buruk. Penderita sadar penuh saat masuk
rumah sakit menghadapi hasil yang dapat diharapkan. Fase akut berakhir 48 sampai 72
jam dengan mempertahankan jalan napas dan ventilasi adekuat adalah prioritas pada fase
akut ini. Penatalaksanaan dalam fase akut meliputi:
1) Penderita ditempatkan pada posisi lateral dengan posisi kepala tempat tidur agak
ditinggikan sampai tekanan vena serebral berkurang.
2) Intubasi endotrakea dan ventilasi mekanik perlu untuk penderita dengan stroke masif,
karena henti napas dapat menjadi faktor yang mengancam kehidupan pada situasi ini.
3) Pantau adanya kompliaksi pulmonal seperti aspirasi, atelektasis, pneumonia yang
berkaitan dengan ketidakefektifan jalan napas, imobilitas atau hipoventilasi.
4) Perikasa jantung untuk mengetahui ada tidaknya abnormalitas dalam ukuran dan irama
serta tanda gagal jantung kongetif.

Tindakan medis terhadap penderita stroke meliputi pemberian diuretik untuk menurunkan
edema serebral, yang mencapai tingkat maksimum tiga sampai lima hari setelah infark
serebral. Antikoagulan diresepkan untuk mencegah terjadinya atau memberatnya
trombosis atau embolisasi dari tempat lain dalam system kardiovaskular. Medikasi anti
trombosit dapat diresepkan karena trombosit berperan penting dalam mencegah
pembentukan trombus dan embolisasi. Setelah fase akut berakhir dan kondisi pasien
stroke stabil dengan jalan nafas adekuat pasien bisa dilakukan rehabilitasi dini untuk
mencegah kekakuan pada otot dan sendi pasien serta membatu memperbaiki fungsi
motorik dan sensorik yang mengalami gangguan untuk mencegah terjadinya komplikasi
(Smeltzer & Bare, 2002).
H. Fokus Pengkajian Keperawatan
A. Identitas Klien
Nama :
Umur :
Jenis Kelamin :
Alamat :
Status :
Agama :
Suku :
Pendidikan :
Pekerjaan :
Tanggal Masuk RS :
Tanggal Pengkajian :
DX Medis :
B. Identitas Penanggung Jawab
Nama :
Umur :
Jenis Kelamin :
Alamat :
Pendidikan :
Pekerjaan :
C. Pengkajian
1. Keluhan Utama :
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
3. Riwayat Penyakit Dahulu :
4. Riwayat Penyakit Keluarga :
5. Riwayat Pekerjaan/Kebiasaan :
6. Riwayat Alergi
7. Pengkajian Sistem Tubuh :
a. Sistem pernapasan
Ketidakmampuan menelan, batuk, melindungi jalan napas, aspirasi ireguler,
suara napas, wheezing, ronchi.
b. Sistem Kardiovaskuler
Adanya riwayat penyakit jantung, MCI, katup jantung, distritmia, CHF,
Polisitemia, Hipertensi arteriall.
c. Sistem Persyarafan
d. Sistem Perkemihan
e. Sistem Pencernaan
f. Sistem Muskuloskeletal
g. Sistem Endokrin
h. Sistem Persepsi Sensori
i. Sistem Integumen
j. Sistem Imun dan Imunologi
k. Sistem Reproduksi
8. Pengkajian Fungsional
1. Ogsigenasi
2. Cairan dan elektrolit
3. Nutrisi
Nausea, vomitus, daya sensori hilang, dysfagia
4. Aman dan Nyaman
5. Eliminasi
6. Aktivitas dan Istirahat
7. Psikososial
8. Komunikasi
9. Seksual
10. Nilai dan Keyakinan
11. Belajar
9. Pemeriksaan Penunjang
a. Hasil Laboratorium
b. Pemeriksaan Diagnostik
II. Fokus Intervensi
Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi
(NOC) (NIC)
Perubahan perfusi jaringan NOC NIC
serebral b.d terputusnya aliran  Perubahan tingkat  Monitor tanda – tanda
darah : penyakit oklusi, kesadaran, kehilangan vital
perdarahan, spasme pembuluh memori  Bantu unuk
darah serebral, edema serebral  Perubahan tanda vital meningkatkan
Kriteria Hasil kemampuan bicara jika
 Meningkat tingkat klien mengalami
kesadaran gannguan berbicara
 Pertahankan tirah
baring, pertahankan
lingkungan yang
tenang,
 Berikan Oksigen
sesuai indikasi
 berikan medikasi
sesuai indikasi.
Hambatan mobilitas fisik b.d NOC NIC
kelemahan umum Kriteria Hasil  Monitor TTV
 Klien meningkat dalam  Kaji kemampuan kilen
aktifitas fisik dalam mobilitas
 Mengerti tujuan dan  Latih klien dalam
peningkatan mobilitas pemenuhan kebutuhan
 Memperagakan ADLs
penggunaan alat bantu  Ajarkan klien
jalan. bagaimana merubah
posisi dan berikan
bantuan jika
diperlukan.
Resiko kerusakan integritas NOC NIC
kulit b.d hambatan mobilitas  mengetahui dan  Beri penjelasan pada
fisik mengontrol resiko klien tentang: resiko
Kriteria hasil : adanya luka tekan, tanda
 Klien mampu menge- dan gejala luka tekan,
nali tanda dan gejala tindakan pencegahan agar
adanya resiko luka tidak terjadi luka tekan)
tekan  Lakukan alih baring
 Klien mampu - Ubah posisi klien setiap
berpartisi-pasi dalam 30 menit- 2 jam
pencegahan resiko luka - Pertahankan tempat
tekan (masase tidur sedatar mungkin
sederhana, alih ba-ring, untuk mengurangi
manajemen nutrisi, kekuatan geseran
manajemen tekanan). - Batasi posisi semi
fowler hanya 30 menit
- Observasi area yang
tertekan (telinga, mata
kaki, sakrum, skrotum,
siku, ischium, skapula)
Daftar Pustaka

Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Jakarta. EGC.
Corwin Elizabeth J. Buku saku pathofisiologi. Edisis 3, alih bahasa Nike Budi Subekti, Egi
Komara Yuda, Jakarta: EGC, 2009.
Muttaqin, Arif. (2008). Buku Ajaran Asuhan Keperawatan Klie dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta : Salemba Medika.
Smeltzer, dkk. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol 2.
alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester, Yasmin asih. Jakarta: EGC
Price, A. Sylvia.2006 Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit edisi 4. Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
LAPORAN PENDAHULUAN

PADA NY. I DENGAN GANGGUAN SISTEM PERSYARAFAN : STROKE


(CEREBRAL VASCULAR DISEASE) DI RUANG ANYELIR A RSUD KOTA
BOGOR

M. DAVID NUGROHO

18.16.01.00039

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJU

JAKARTA

2017

Anda mungkin juga menyukai