Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN

GAGAL GINJAL KRONIK/ CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)

RSUD KOTA BOGOR

OLEH :

M. DAVID NUGROHO
NPM. 18160100039

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJU

JAKARTA

2017
A. PENGERTIAN

Gagal ginjal kronik atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan
fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan
uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Brunner & Suddarth,
2001).
Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah penurunan fungsi ginjal yang bersifat persisten
dan irreversible. Sedangkan gangguan fungsi ginjal yaitu penurunan laju filtrasi
glomerulus yang dapat digolongkan dalam kategori ringan, sedang dan
berat (Mansjoer, 2007).
CRF (Chronic Renal Failure) merupakan gangguan fungsi ginjal yang progresif
dan irreversible, yang menyebabkan kemampuan tubuh gagal untuk mempetahankan
metabolisme dan keseimbangan cairan maupun elektrolit, sehingga timbul gejala
uremia yaitu retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah (Smeltzer, 2001).

B. PENYEBAB
Gagal ginjal kronik terjadi setelah berbagai macam penyakit yang merusak nefron
ginjal. Sebagian besar merupakan penyakit parenkim ginjal difus dan bilateral.
1. Infeksi, misalnya Pielonefritis kronik.
2. Penyakit peradangan, misalnya Glomerulonefritis.
3. Penyakit vaskuler hipertensif, misalnya Nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis
maligna, stenosis arteri renalis.
4. Gangguan jaringan penyambung, seperti lupus eritematosus sistemik (SLE), poli
arteritis nodosa, sklerosis sistemik progresif.
5. Gangguan kongenital dan herediter, misalnya Penyakit ginjal polikistik, asidosis
tubuler ginjal.
6. Penyakit metabolik, seperti DM, gout, hiperparatiroidisme, amiloidosis.
7. Nefropati toksik, misalnya Penyalahgunaan analgetik, nefropati timbale.
8. Nefropati obstruktif
a. Sal. Kemih bagian atas: Kalkuli neoplasma, fibrosis, netroperitoneal.
b. Sal. Kemih bagian bawah: Hipertrofi prostate, striktur uretra, anomali
congenital pada leher kandung kemih dan uretra.
C. MANIFESTASI KLINIK

Sesuai dengan topik yang saya tulis didepan Cronic Kidney Disease (CKD). Pada
dasarnya pengelolaan tidak jauh beda dengan cronoic renal failure (CRF), namun pada
terminologi akhir CKD lebih baik dalam rangka untuk membatasi kelainan klien pada
kasus secara dini, kerena dengan CKD dibagi 5 grade, dengan harapan klien
datang/ merasa masih dalam stage – stage awal yaitu 1 dan 2. secara konsep CKD,
untuk menentukan derajat (stage) menggunakan terminology CCT (clearance creatinin
test) dengan rumus stage 1 sampai stage 5. sedangkan CRF (cronic renal failure) hanya
3 stage. Secara umum ditentukan klien datang dengan derajat 2 dan 3 atau datang
dengan terminal stage bila menggunakan istilah CRF.
1. Gagal ginjal kronik / Cronoic Renal Failure (CRF) dibagi 3 stadium :
a. Stadium I : Penurunan cadangan ginjal
Kreatinin serum dan kadar BUN normal
Asimptomatik
Tes beban kerja pada ginjal: pemekatan kemih, tes GFR
b. Stadium II : Insufisiensi ginjal
Kadar BUN meningkat (tergantung pada kadar protein dalam diet)
Kadar kreatinin serum meningkat
Nokturia dan poliuri (karena kegagalan pemekatan)
Ada 3 derajat insufisiensi ginjal:
1. Ringan
40% - 80% fungsi ginjal dalam keadaan normal
2. Sedang
15% - 40% fungsi ginjal normal
3. Kondisi berat
2% - 20% fungsi ginjal normal
c. Stadium III: gagal ginjal stadium akhir atau uremia
kadar ureum dan kreatinin sangat meningkat
ginjal sudah tidak dapat menjaga homeostasis cairan dan elektroli
air kemih/ urin isoosmotis dengan plasma, dengan BJ 1,010
2. KDOQI (Kidney Disease Outcome Quality Initiative)
merekomendasikan pembagian CKD berdasarkan stadium dari tingkat penurunan
LFG (Laju Filtrasi Glomerolus) :
a. Stadium 1 : kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria persisten dan
LFG yang masih normal ( > 90 ml / menit / 1,73 m2)
b. Stadium 2 : Kelainan ginjal dengan albuminaria persisten dan LFG antara 60 -
89 mL/menit/1,73 m2)
c. Stadium 3 : kelainan ginjal dengan LFG antara 30-59 mL/menit/1,73m2)
d. Stadium 4 : kelainan ginjal dengan LFG antara 15-29mL/menit/1,73m2)
e. Stadium 5 : kelainan ginjal dengan LFG < 15 mL/menit/1,73m2 atau gagal
ginjal terminal.

D. PATOFISIOLOGI

Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan tubulus)
diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron yang utuh
hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi
walaupun dalam keadaan penurunan GFR / daya saring. Metode adaptif ini
memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari nefron–nefron rusak. Beban
bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada yang bisa direabsorpsi berakibat
diuresis osmotik disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak
bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya
gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan
ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal
yang demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu.
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya
diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan
mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah, akan
semakin berat.
1. Gangguan Klirens Ginjal
Banyak masalah muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dari penurunan jumlah
glomeruli yang berfungsi, yang menyebabkan penurunan klirens substansi darah
yang sebenarnya dibersihkan oleh ginjal
Penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR) dapat dideteksi dengan
mendapatkan urin 24-jam untuk pemeriksaan klirens kreatinin. Menurut filtrasi
glomerulus (akibat tidak berfungsinya glomeruli) klirens kreatinin akan
menurunkan dan kadar kreatinin akan meningkat. Selain itu, kadar nitrogen urea
darah (BUN) biasanya meningkat. Kreatinin serum merupakan indicator yang
paling sensitif dari fungsi karena substansi ini diproduksi secara konstan oleh tubuh.
BUN tidak hanya dipengaruhi oleh penyakit renal, tetapi juga oleh masukan protein
dalam diet, katabolisme (jaringan dan luka RBC), dan medikasi seperti steroid.
2. Retensi Cairan dan Ureum
Ginjal juga tidakmampu untuk mengkonsentrasi atau mengencerkan urin secara
normal pada penyakit ginjal tahap akhir, respon ginjal yang sesuai terhadap
perubahan masukan cairan dan elektrolit sehari-hari, tidak terjadi. Pasien sering
menahan natrium dan cairan, meningkatkan resiko terjadinya edema, gagal jantung
kongestif, dan hipertensi. Hipertensi juga dapat terjadi akibat aktivasi aksis rennin
angiotensin dan kerja sama keduanya meningkatkan sekresi aldosteron. Pasien lain
mempunyai kecenderungan untuk kwehilangan garam, mencetuskan resiko
hipotensi dan hipovolemia. Episode muntah dan diare menyebabkan penipisan air
dan natrium, yang semakin memperburuk status uremik.
3. Asidosis
Dengan semakin berkembangnya penyakit renal, terjadi asidosis metabolic seiring
dengan ketidakmampuan ginjal mengekskresikan muatan asam (H+) yang
berlebihan. Penurunan sekresi asam terutama akibat ketidakmampuan tubulus
gjnjal untuk menyekresi ammonia (NH3‾) dan mengabsopsi natrium bikarbonat
(HCO3) . penurunan ekskresi fosfat dan asam organic lain juga terjadi
4. Anemia
Sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak adekuat, memendeknya usia
sel darah merah, defisiensi nutrisi dan kecenderungan untuk mengalami perdarahan
akibat status uremik pasien, terutama dari saluran gastrointestinal. Pada gagal
ginjal, produksi eritropoetin menurun dan anemia berat terjadi, disertai keletihan,
angina dan sesak napas.
5. Ketidakseimbangan Kalsium dan Fosfat
Abnormalitas yang utama pada gagal ginjal kronis adalah gangguan metabolisme
kalsium dan fosfat. Kadar serum kalsium dan fosfat tubuh memiliki hubungan
saling timbal balik, jika salah satunya meningkat, maka yang satu menurun. Dengan
menurunnya filtrasi melalui glomerulus ginjal, terdapat peningkatan kadar serum
fosfat dan sebaliknya penurunan kadar serum kalsium. Penurunan kadar kalsium
serum menyebabkan sekresi parathormon dari kelenjar paratiroid. Namun, pada
gagal ginjal tubuh tak berespon secara normal terhadap peningkatan sekresi
parathormon dan mengakibatkan perubahan pada tulang dan pebyakit tulang. Selain
itu juga metabolit aktif vitamin D (1,25-dehidrokolekalsiferol) yang secara normal
dibuat di ginjal menurun.
6. Penyakit Tulang Uremik
Disebut Osteodistrofi renal, terjadi dari perubahan kompleks kalsium, fosfat dan
keseimbangan parathormon.
E. PATHWAYS
Patways CKD / Gagal Ginjal :

Pathway Chronic Kidney Disease (CKD)/ Gagal Ginjal Kronik


F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium
a. Pemeriksaan penurunan fungsi ginjal

Ureum kreatinin.
Asam urat serum.
b. Identifikasi etiologi gagal ginjal
Analisis urin rutin
Mikrobiologi urin
Kimia darah
Elektrolit
Imunodiagnosis
c. Identifikasi perjalanan penyakit
Progresifitas penurunan fungsi ginjal
Ureum kreatinin, Clearens Creatinin Test (CCT)
GFR / LFG dapat dihitung dengan formula Cockcroft-Gault:

Nilai normal :
Laki-laki : 97 - 137 mL/menit/1,73 m3 atau
0,93 - 1,32 mL/detik/m2
Wanita : 88-128 mL/menit/1,73 m3 atau
0,85 - 1,23 mL/detik/m2
- Hemopoesis : Hb, trobosit, fibrinogen, factor pembekuan
Elektrolit : Na+, K+, HCO3-, Ca2+, PO42-, Mg+
Endokrin : PTH dan T3,T4
Pemeriksaan lain: berdasarkan indikasi terutama faktor pemburuk ginjal, misalnya: infark
miokard.
2. Diagnostik
a. Etiologi CKD dan terminal
Foto polos abdomen.

USG.
Nefrotogram.
Pielografi retrograde.
Pielografi antegrade.
Mictuating Cysto Urography (MCU).
b. Diagnosis pemburuk fungsi ginjal
RetRogram
USG.

G. PENATALKSANAAN
1. Terapi Konservatif
Perubahan fungsi ginjal bersifat individu untuk setiap klien Cronic renal Desease
(CKD) dan lama terapi konservatif bervariasi dari bulan sampai tahun.
Tujuan terapi konservatif :
a. Mencegah memburuknya fungsi ginjal secara profresi.
b. Meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksi asotemia.
c. Mempertahankan dan memperbaiki metabolisme secara optimal.
d. Memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit.
Prinsip terapi konservatif :
Mencegah memburuknya fungsi ginjal.
1. Hati-hati dalam pemberian obat yang bersifat nefrotoksik.
2. Hindari keadaan yang menyebabkan diplesi volume cairan ekstraseluler dan
hipotensi.
3. Hindari gangguan keseimbangan elektrolit.
4. Hindari pembatasan ketat konsumsi protein hewani.
5. Hindari proses kehamilan dan pemberian obat kontrasepsi.
6. Hindari instrumentasi dan sistoskopi tanpa indikasi medis yang kuat.
7. Hindari pemeriksaan radiologis dengan kontras yang kuat tanpa indikasi medis
yang kuat.
Pendekatan terhadap penurunan fungsi ginjal progresif lambat
1. Kendalikan hipertensi sistemik dan intraglomerular.
2. Kendalikan terapi ISK.
3. Diet protein yang proporsional.
4. Kendalikan hiperfosfatemia.
5. Terapi hiperurekemia bila asam urat serum > 10mg%.
6. Terapi hIperfosfatemia.
7. Terapi keadaan asidosis metabolik.
8. Kendalikan keadaan hiperglikemia.
9. Terapi alleviative gejala asotemia
10. Pembatasan konsumsi protein hewani.
11. Terapi keluhan gatal-gatal.
12. Terapi keluhan gastrointestinal.
13. Terapi keluhan neuromuskuler.
14. Terapi keluhan tulang dan sendi.
15. Terapi anemia.
16. Terapi setiap infeksi.

2. Terapi simtomatik
a. Asidosis metabolik
Jika terjadi harus segera dikoreksi, sebab dapat meningkatkan serum
K+ (hiperkalemia ) :
Suplemen alkali dengan pemberian kalsium karbonat 5 mg/hari.
Terapi alkali dengan sodium bikarbonat IV, bila PH < atau sama dengan 7,35
atau serum bikarbonat < atau sama dengan 20 mEq/L.
b. Anemia
Anemia Normokrom normositer
Berhubungan dengan retensi toksin polyamine dan defisiensi hormon
eritropoetin (ESF: Eritroportic Stimulating Faktor). Anemia ini diterapi dengan
pemberian Recombinant Human Erythropoetin ( r-HuEPO ) dengan pemberian
30-530 U per kg BB.
Anemia hemolisis
Berhubungan dengan toksin asotemia. Terapi yang dibutuhkan adalah
membuang toksin asotemia dengan hemodialisis atau peritoneal dialisis.
Anemia Defisiensi Besi
Defisiensi Fe pada CKD berhubungan dengan perdarahan saluran cerna dan
kehilangan besi pada dialiser ( terapi pengganti hemodialisis ). Klien yang
mengalami anemia, tranfusi darah merupakan salah satu pilihan terapi alternatif
,murah dan efektif, namun harus diberikan secara hati-hati.
Indikasi tranfusi PRC pada klien gagal ginjal :
a). HCT < atau sama dengan 20 %
b). Hb < atau sama dengan 7 mg5
c). Klien dengan keluhan : angina pektoris, gejala umum anemia dan high
output heart failure.
Komplikasi tranfusi darah :
a). Hemosiderosis
b). Supresi sumsum tulang
c). Bahaya overhidrasi, asidosis dan hiperkalemia
d). Bahaya infeksi hepatitis virus dan CMV
e). Pada Human Leukosite antigen (HLA) berubah, penting untuk rencana
transplantasi ginjal.
c. Kelainan Neuromuskular
Terapi pilihannya :
1). HD reguler.
2). Obat-obatan : Diasepam, sedatif.
3). Operasi sub total paratiroidektomi.
d. Hipertensi
Bentuk hipertensi pada klien dengan GG berupa : volum dependen hipertensi,
tipe vasokonstriksi atau kombinasi keduanya. Program terapinya meliputi :
1). Restriksi garam dapur.
2). Diuresis dan Ultrafiltrasi.
3). Obat-obat antihipertensi.
H. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Pengkajian dilakukan secara cepat dan sistemik,antara lain :

Airway
1) Lidah jatuh kebelakang
2) Benda asing/ darah pada rongga mulut
3) Adanya sekret
Breathing
1) pasien sesak nafas dan cepat letih
2) Pernafasan Kusmaul
3) Dispnea
4) Nafas berbau amoniak
Circulation
1) TD meningkat
2) Nadi kuat
3) Disritmia
4) Adanya peningkatan JVP
5) Terdapat edema pada ekstremitas bahkan anasarka
6) Capillary refill > 3 detik
7) Akral dingin
8) Cenderung adanya perdarahan terutama pada lambung
Disability : pemeriksaan neurologis è GCS menurun bahkan terjadi koma, Kelemahan
dan keletihan, Konfusi, Disorientasi, Kejang, Kelemahan pada tungkai
Pemeriksaan sekunder dilakukan setelah memberikan pertolongan atau penenganan
pada pemeriksaan primer.
Pemeriksaan sekunder meliputi :
1. AMPLE : alergi, medication, past illness, last meal, event
2. Pemeriksaan seluruh tubuh : Head to toe
3. Pemeriksaan penunjang : lebih detail, evaluasi ulang
Keluhan Utama
Badan lemah, cepat lelah, nampak sakit, pucat keabu-abuan, kadang-kadang disertai
udema ekstremitas, napas terengah-engah
Riwayat kesehata
Faktor resiko (mengalami infeksi saluran nafas atas, infeksi kulit, infeksi saluran kemih,
hepatitis, riwayat penggunaan obat nefrotik, riwayat keluarga dengan penyakit
polikistik, keganasan, nefritis herediter)
Anamnesa
o Oliguria/ anuria 100 cc/ hari, infeksi, urine (leucosit, erytrosit, WBC, RBC)
o Cardiovaskuler: Oedema, hipertensi, tachicardi, aritmia, peningkatan kalium
o Kulit : pruritus, ekskortiasis, pucat kering.
o Elektrolit: Peningkatan kalium, peningkatan H+, PO, Ca, Mg, penurunan HCO3
o Gastrointestinal : Halitosis, stomatitis, ginggivitis, pengecapan menurun, nausea,
ainoreksia, vomitus, hematomisis, melena, gadtritis, haus.
o Metabolik : Urea berlebihan, creatinin meningkat.
o Neurologis: Gangguan fungsi kognitif, tingkah laku, penurunan kesadaran,
perubahan fungsi motorik
o Oculair : Mata merah, gangguan penglihatan
o Reproduksi : Infertil, impoten, amenhorea, penurunan libido
o Respirasi : edema paru, hiperventilasi, pernafasan kusmaul
o Lain-lain : Penurunan berat badan

I. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Gangguan pertukaran gas b.d perubahan membran kapiler-alveolar
b. Penurunan cardiac output b.d perubahan preload, afterload dan sepsis
c. Pola nafas tidak efektif b.d edema paru, asidosis metabolic, pneumonitis,
perikarditis
d. Kelebihan volume cairan b.d mekanisme pengaturan melemah
e. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake makanan yang
inadekuat (mual, muntah, anoreksia dll).
f. Intoleransi aktivitas b.d keletihan/kelemahan, anemia, retensi produk sampah dan
prosedur dialysis.
J. INTERVENSI KEPERAWATAN

DIAGNOSA
NO TUJUAN INTERVENSI
KEPERAWATAN
1 Gangguan pertukaran gas b/d NOC : NIC :
kongesti paru, hipertensi Respiratory Status : Gas exchange Airway Management
pulmonal, penurunan perifer Respiratory Status : ventilation  Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw
yang mengakibatkan asidosis Vital Sign Status thrust bila perlu
laktat dan penurunan curah Kriteria Hasil :  Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
jantung. Mendemonstrasikan peningkatan ventilasi dan  Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan
oksigenasi yang adekuat nafas buatan
Definisi : Kelebihan atau Memelihara kebersihan paru paru dan bebas dari  Pasang mayo bila perlu
kekurangan dalam oksigenasi dan tanda tanda distress pernafasan  Lakukan fisioterapi dada jika perlu
atau pengeluaran karbondioksida Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas  Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
di dalam membran kapiler alveoli yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu
 Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
(mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas
 Lakukan suction pada mayo
Batasan karakteristik : dengan mudah, tidak ada pursed lips)
 Berika bronkodilator bial perlu
- Gangguan penglihatan Tanda tanda vital dalam rentang normal
- Penurunan CO2  Barikan pelembab udara
- Takikardi  Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
- Hiperkapnia keseimbangan.
- Keletihan  Monitor respirasi dan status O2
- somnolen
- Iritabilitas Respiratory Monitoring
- Hypoxia  Monitor rata – rata, kedalaman, irama dan usaha
- kebingungan respirasi
- Dyspnoe  Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan,
- nasal faring penggunaan otot tambahan, retraksi otot
- AGD Normal supraclavicular dan intercostal
- sianosis  Monitor suara nafas, seperti dengkur
- warna kulit abnormal (pucat,  Monitor pola nafas : bradipena, takipenia, kussmaul,
kehitaman) hiperventilasi, cheyne stokes, biot
- Hipoksemia  Catat lokasi trakea
- hiperkarbia  Monitor kelelahan otot diagfragma ( gerakan
- sakit kepala ketika bangun paradoksis )
- frekuensi dan kedalaman  Auskultasi suara nafas, catat area penurunan / tidak
nafas abnormal adanya ventilasi dan suara tambahan
Faktor faktor yang berhubungan  Tentukan kebutuhan suction dengan mengauskultasi
: crakles dan ronkhi pada jalan napas utama
ketidakseimbangan perfusi  Uskultasi suara paru setelah tindakan untuk
ventilas mengetahui hasilnya
perubahan membran kapiler- AcidBase Managemen
alveolar  Monitro IV line
 Pertahankanjalan nafas paten
 Monitor AGD, tingkat elektrolit
 Monitor status hemodinamik(CVP, MAP, PAP)
 Monitor adanya tanda tanda gagal nafas
 Monitor pola respirasi
 Lakukan terapi oksigen
 Monitor status neurologi
 Tingkatkan oral hygiene

2 Penurunan curah jantung b/d NOC : NIC


respon fisiologis otot jantung, Cardiac Pump effectiveness  Cardiac Care
peningkatan frekuensi, dilatasi, Circulation Status  Evaluasi adanya nyeri dada ( intensitas,lokasi, durasi)
hipertrofi atau peningkatan isi Vital Sign Status  Catat adanya disritmia jantung
sekuncup Kriteria Hasil:  Catat adanya tanda dan gejala penurunan cardiac
Tanda Vital dalam rentang normal (Tekanan putput
darah, Nadi, respirasi)  Monitor status kardiovaskuler
Dapat mentoleransi aktivitas, tidak ada kelelahan  Monitor status pernafasan yang menandakan gagal
Tidak ada edema paru, perifer, dan tidak ada jantung
asites
 Monitor abdomen sebagai indicator penurunan perfusi
Tidak ada penurunan kesadaran
 Monitor balance cairan
 Monitor adanya perubahan tekanan darah
 Monitor respon pasien terhadap efek pengobatan
antiaritmia
 Atur periode latihan dan istirahat untuk menghindari
kelelahan
Monitor toleransi aktivitas pasien
Monitor adanya dyspneu, fatigue, tekipneu dan ortopneu
Anjurkan untuk menurunkan stress

Vital Sign Monitoring


 Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
 Catat adanya fluktuasi tekanan darah
 Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau berdiri
 Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan
 Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah
aktivitas
 Monitor kualitas dari nadi
 Monitor adanya pulsus paradoksus
 Monitor adanya pulsus alterans
 Monitor jumlah dan irama jantung
 Monitor bunyi jantung
 Monitor frekuensi dan irama pernapasan
 Monitor suara paru
 Monitor pola pernapasan abnormal
 Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
 Monitor sianosis perifer
 Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang
melebar, bradikardi, peningkatan sistolik)
 Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign
3 Pola Nafas tidak efektif NOC : Fluid management
Respiratory status : Ventilation  Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
Definisi : Pertukaran udara Respiratory status : Airway patency  Pasang urin kateter jika diperlukan
inspirasi dan/atau ekspirasi tidak Vital sign Status  Monitor hasil lAb yang sesuai dengan retensi cairan
adekuat Kriteria Hasil : (BUN , Hmt , osmolalitas urin )
Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas  Monitor status hemodinamik termasuk CVP, MAP,
yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu PAP, dan PCWP
Batasan karakteristik : (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas  Monitor vital sign
- Penurunan tekanan dengan mudah, tidak ada pursed lips)  Monitor indikasi retensi / kelebihan cairan (cracles,
inspirasi/ekspirasi Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak CVP , edema, distensi vena leher, asites)
- Penurunan pertukaran udara merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan
 Kaji lokasi dan luas edema
per menit dalam rentang normal, tidak ada suara nafas
 Monitor masukan makanan / cairan dan hitung intake
- Menggunakan otot pernafasan abnormal)
kalori haria
tambahan Tanda Tanda vital dalam rentang normal (tekanan
 Monitor status nutrisi
- Nasal flaring darah, nadi, pernafasan)
- Dyspnea  Berikan diuretik sesuai interuksi
- Orthopnea  Batasi masukan cairan pada keadaan hiponatrermi
- Perubahan penyimpangan dada dilusi dengan serum Na < 130 mEq/l
- Nafas pendek  Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih muncul
- Assumption of 3-point position memburuk
- Pernafasan pursed-lip Fluid Monitoring
- Tahap ekspirasi berlangsung  Tentukan riwayat jumlah dan tipe intake cairan dan
sangat lama eliminaSi
- Peningkatan diameter anterior-  Tentukan kemungkinan faktor resiko dari ketidak
posterior seimbangan cairan (Hipertermia, terapi diuretik,
- Pernafasan rata-rata/minimal kelainan renal, gagal jantung, diaporesis, disfungsi
Bayi : < 25 atau > 60 hati, dll )
Usia 1-4 : < 20 atau > 30  Monitor serum dan elektrolit urine
Usia 5-14 : < 14 atau > 25  Monitor serum dan osmilalitas urine
Usia > 14 : < 11 atau > 24  Monitor BP, HR, dan RR
Kedalaman pernafasan  Monitor tekanan darah orthostatik dan perubahan
irama jantung
Dewasa volume tidalnya 500 ml  Monitor parameter hemodinamik infasif
saat istirahat  Monitor adanya distensi leher, rinchi, eodem perifer
Bayi volume tidalnya 6-8 ml/Kg dan penambahan BB
Timing rasio  Monitor tanda dan gejala dari odema
Penurunan kapasitas vital

Faktor yang berhubungan :


Hiperventilasi
Deformitas tulang
Kelainan bentuk dinding dada
Penurunan energi/kelelahan
Perusakan/pelemahan muskulo-
skeletal
Obesitas
Posisi tubuh
Kelelahan otot pernafasan
Hipoventilasi sindrom
Nyeri
Kecemasan
Disfungsi Neuromuskuler
Kerusakan persepsi/kognitif
Perlukaan pada jaringan syaraf
tulang belakang
Imaturitas Neurologis
4 Kelebihan volume cairan b/d NOC : NIC :
berkurangnya curah jantung, Electrolit and acid base balance Fluid management
retensi cairan dan natrium oleh Fluid balance  Timbang popok/pembalut jika diperlukan
ginjal, hipoperfusi ke jaringan  Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
perifer dan hipertensi pulmonal Kriteria Hasil:  Pasang urin kateter jika diperlukan
Terbebas dari edema, efusi, anaskara  Monitor hasil lAb yang sesuai dengan retensi cairan
Definisi : Retensi cairan Bunyi nafas bersih, tidak ada dyspneu/ortopneu (BUN , Hmt , osmolalitas urin )
isotomik meningkat
Terbebas dari distensi vena jugularis, reflek  Monitor status hemodinamik termasuk CVP, MAP,
Batasan karakteristik : hepatojugular (+) PAP, dan PCWP
Berat badan meningkat pada Memelihara tekanan vena sentral, tekanan kapiler  Monitor vital sign
waktu yang singkat paru, output jantung dan vital sign dalam batas  Monitor indikasi retensi / kelebihan cairan (cracles,
Asupan berlebihan dibanding normal CVP , edema, distensi vena leher, asites)
output Terbebas dari kelelahan, kecemasan atau  Kaji lokasi dan luas edema
Tekanan darah berubah, tekanan kebingungan  Monitor masukan makanan / cairan dan hitung intake
arteri pulmonalis berubah, Menjelaskanindikator kelebihan cairan kalori harian
peningkatan CVP  Monitor status nutrisi
Distensi vena jugularis
 Berikan diuretik sesuai interuksi
Perubahan pada pola nafas,
 Batasi masukan cairan pada keadaan hiponatrermi
dyspnoe/sesak nafas, orthopnoe,
dilusi dengan serum Na < 130 mEq/l
suara nafas abnormal (Rales atau
 Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih muncul
crakles), kongestikemacetan
memburuk
paru, pleural effusion
Hb dan hematokrit menurun,
perubahan elektrolit, khususnya Fluid Monitoring
perubahan berat jenis  Tentukan riwayat jumlah dan tipe intake cairan dan
Suara jantung SIII eliminaSi
Reflek hepatojugular positif  Tentukan kemungkinan faktor resiko dari ketidak
Oliguria, azotemia seimbangan cairan (Hipertermia, terapi diuretik,
Perubahan status mental kelainan renal, gagal jantung, diaporesis, disfungsi
kegelisahan, kecemasan hati, dll
 Monitor berat badan
Faktor-faktor yang berhubungan  Monitor serum dan elektrolit urine
:  Monitor serum dan osmilalitas urine
- Mekanisme pengaturan  Monitor BP, HR, dan RR
melemah  Monitor tekanan darah orthostatik dan perubahan
- Asupan cairan berlebihan irama jantung
- Asupan natrium berlebihan  Monitor parameter hemodinamik infasif
 Catat secara akutar intake dan output
 Monitor adanya distensi leher, rinchi, eodem perifer
dan penambahan BB
 Monitor tanda dan gejala dari odema

5 Ketidakseimbangan nutrisi NOC : NIC :


kurang dari kebutuhan tubuh Nutritional Status : food and Fluid Intake Nutrition Managemen
Kriteria Hasil :  Kaji adanya alergi makanan
Definisi : Intake nutrisi tidak Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan  Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah
cukup untuk keperluan tujuan kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien.
metabolisme tubuh. Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan  Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe
Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi  Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan
Batasan karakteristik : Tidak ada tanda tanda malnutris vitamin C
- Berat badan 20 % atau lebih di Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti  Berikan substansi gula
bawah ideal  Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat
- Dilaporkan adanya intake untuk mencegah konstipasi
makanan yang kurang dari RDA
 Berikan makanan yang terpilih (sudah dikonsultasikan
(Recomended Daily Allowance)
dengan ahli gizi)
- Membran mukosa dan
 Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan
konjungtiva pucat
harian.
- Kelemahan otot yang
digunakan untuk  Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
menelan/mengunyah  Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
- Luka, inflamasi pada rongga  Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi
mulut yang dibutuhkan
- Mudah merasa kenyang, sesaat
setelah mengunyah makanan Nutrition Monitoring
- Dilaporkan atau fakta adanya  BB pasien dalam batas normal
kekurangan makanan  Monitor adanya penurunan berat badan
- Dilaporkan adanya perubahan  Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa
sensasi rasa dilakukan
- Perasaan ketidakmampuan  Monitor interaksi anak atau orangtua selama makan
untuk mengunyah makanan  Monitor lingkungan selama makan
- Miskonsepsi  Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama jam
- Kehilangan BB dengan makan
makanan cukup  Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi
- Keengganan untuk makan  Monitor turgor kulit
- Kram pada abdomen  Monitor kekeringan, rambut kusam, dan mudah patah
- Tonus otot jelek  Monitor mual dan muntah
- Nyeri abdominal dengan atau  Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan kadar Ht
tanpa patologi
 Monitor makanan kesukaan
- Kurang berminat terhadap
 Monitor pertumbuhan dan perkembangan
makanan
 Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan
- Pembuluh darah kapiler mulai
konjungtiva
rapuh
- Diare dan atau steatorrhea  Monitor kalori dan intake nuntrisi
- Kehilangan rambut yang cukup  Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik papila
banyak (rontok) lidah dan cavitas oral
- Suara usus hiperaktif  Catat jika lidah berwarna magenta, scarlet
- Kurangnya informasi,
misinformasi

Faktor-faktor yang berhubungan


:
Ketidakmampuan pemasukan
atau mencerna makanan atau
mengabsorpsi zat-zat gizi
berhubungan dengan faktor
biologis, psikologis atau
ekonomi.
6 Intoleransi aktivitas b/d curah NOC : NIC :
jantung yang rendah, Energy conservation Energy Management
ketidakmampuan memenuhi Self Care : ADLs
 Observasi adanya pembatasan klien dalam melakukan
metabolisme otot rangka, Kriteria Hasil :
kongesti pulmonal yang Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai aktivitas
menimbulkan hipoksinia, peningkatan tekanan darah, nadi dan RR  Dorong anal untuk mengungkapkan perasaan terhadap
dyspneu dan status nutrisi yang Mampu melakukan aktivitas sehari hari (ADLs) keterbatasan
buruk selama sakit secara mandiri  Kaji adanya factor yang menyebabkan kelelahan
 Monitor nutrisi dan sumber energi tangadekuat
Intoleransi aktivitas b/d fatigue
 Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik dan emosi
Definisi : Ketidakcukupan
energu secara fisiologis maupun secara berlebihan
psikologis untuk meneruskan  Monitor respon kardivaskuler terhadap aktivitas
atau menyelesaikan aktifitas  Monitor pola tidur dan lamanya tidur/istirahat pasien
yang diminta atau aktifitas sehari
hari. Activity Therapy
 Kolaborasikan dengan Tenaga Rehabilitasi Medik
Batasan karakteristik :
a. melaporkan secara verbal dalammerencanakan progran terapi yang tepat.
adanya kelelahan atau  Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang
kelemahan. mampu dilakukan
b. Respon abnormal dari tekanan  Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yangsesuai
darah atau nadi terhadap aktifitas dengan kemampuan fisik, psikologi dan social
c. Perubahan EKG yang
menunjukkan aritmia atau  Bantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan
iskemia sumber yang diperlukan untuk aktivitas yang
d. Adanya dyspneu atau diinginkan
ketidaknyamanan saat  Bantu untuk mendpatkan alat bantuan aktivitas seperti
beraktivitas. kursi roda, krek
 Bantu untu mengidentifikasi aktivitas yang disukai
Faktor factor yang berhubungan
:
Tirah Baring atau imobilisasi  Bantu klien untuk membuat jadwal latihan diwaktu
Kelemahan menyeluruh luang
Ketidakseimbangan antara
 Bantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi
suplei oksigen dengan kebutuhan
Gaya hidup yang kekurangan dalam beraktivitas
dipertahankan.  Sediakan penguatan positif bagi yang aktif
beraktivitas
 Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi diri dan
penguatan
 Monitor respon fisik, emoi, social dan spiritual
K. DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol 3. Jakarta:
EGC

Carpenito. 2001. Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan, Diagnosa


keperawatan dan masalah kolaboratif. Jakarta: EGC

Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition.
New Jersey: Upper Saddle River

Kasuari. 2002. Asuhan Keperawatan Sistem Pencernaan dan Kardiovaskuler Dengan


Pendekatan Patofisiology. Magelang. Poltekes Semarang PSIK Magelang

Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius

Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second


Edition. New Jersey: Upper Saddle River

Nanda. 2005. Nursing Diagnoses Definition dan Classification. Philadelpia

Rab, T. 2008. Agenda Gawat Darurat (Critical Care). Bandung: Penerbit PT Alumni

Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta:


Prima Medika

Udjianti, WJ. 2010. Keperawatan Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai