Crohn Disease
Crohn Disease
PENDAHULUAN
melibatkan saluran cerna dengan penyebab pastinya sampai saat ini masih belum
diketahui dengan jelas. Secara garis besar IBD terdiri dari tiga jenis, yaitu colitis
ulseratif (ulcerative colitis), penyakit crohn (crohn’s disease), dan bila sulit
Sampai saat ini belum diketahui etiologi IBD yang pasti maupun
diperkirakan bahwa proses patogenesis IBD diawali oleh adanya infeksi, toksin,
produk bakteri atau diet intralumen kolon, yang terjadi pada individu yang rentan
dan dipengaruhi oleh faktor genetik, defek imun, lingkungan, sehingga terjadi
kaskade proses inflamasi pada dinding usus. Manifestasi tersering dari IBD adalah
diare kronik yang disertai atau tanpa darah dan nyeri perut.1,2
Penyakit IBD cenderung mempunyai puncak usia yang terkena pada usia
muda (usia 25-30 tahun). Akan tetapi pada Penyakit Crohn laki-laki mempunyai
insidens 20% lebih tinggi daripada perempuan. IBD cenderung terjadi pada
kelompok sosial ekonomi tinggi, bukan perokok, pemakai kontrasepsi oral dan
Di Indonesia belum ada studi epidemiologi mengenai IBD. Data yang ada
adalah berdasarkan laporan Rumah Sakit (hospital based). Dari data di unit
1
pada 12,2% dari kasus yang dikirim dengan diare kronik, 3,9% dari kasus dengan
hematochezia, dan 25,9% dari kasus dengan diare kronik, berdarah, dan nyeri
perut. Sedangkan pada kasus dengan nyeri perut didapatkan sebesar 2,8%.1
dengan pengetahuan yang belum komplit tentang penegakan diagnosis pada crohn
pencernaan yang kronik sebagai gejala spesifik dari crohn diseases, pemeriksaan
USG dan CT Scan dengan media kontras oral dapat membantu untuk menentukan
diagnosis.2 5
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Saluran Pencernaan
merentang dari mulut sampai anus, dan organ – organ aksesoris seperti gigi, lidah,
sederhana, lemak menjadi asam lemak bebas dan monogliserida, serta protein
3
Sistem pencernaan makanan pada manusia terdiri dari beberapa organ,
1. Mulut (oris)
Rongga mulut dibatasi oleh beberapa bagian, yaitu sebelah atas oleh tulang
rahang dan langit-langit (palatum), sebelah kiri dan kanan oleh otot-otot pipi, serta
a. Gigi(dentis)
4
• Mahkota Gigi : dilapisi oleh email dan di dalamnya terdapat dentin (tulang gigi).
b. Lidah (lingua)
2. Esofagus (Kerongkongan)
faring dengan lambung (gaster). Yang panjang kira – kira 25 cm, diameter 2,5 cm. pH
cairannya 5 – 6.2
peristalsis.
5
3. Lambung (gaster)
3,5.
Lambung tediri atas kardiak, fundus, badan lambung, antrum, kanal pylorus,
dan pylorus.
pHnya 6,3 – 7,6. Dinding usus halus terdiri atas tiga lapis, yaitu tunica mucosa, tunica
6
muscularis, dan tunika serosa. Tunica muscularis merupakan bagian yang
1. Mengakhiri proses pencernaan makanan. Proses ini diselesaikan oleh enzim usus
diameternya 5 cm.
Usus besar adalah saluran yang berhubung dengan bagian usus halus ( ileum )
dan berakhir dengan anus. Yang panjangnya sekitar 1,5 m dan diameternya kurang
7
1. Mengabsorbsi 80 % sampai 90 % air dan elektrolit dari kimus yang tersisa dan
2. Memproduksi mucus
b. Kolon. Pada kolon terjadi gerakan mencampur isi kolon dengan gerakan
mendorong.
Kolon asendens; yang merentang dari coecum sampai ke tepi bawah hati
disebelah kanan dan membalik secara horizontal pada fleksura hepatica. Kolon
tepi lateral ginjal kiri, tempatnya memutar ke bawah pada fleksura spienik. Kolon
desendens; merentang ke bawah pada sisi kiri abdomen dan menjadi kolon sigmoid
8
6. Anus
Anus merupakan lubang pada ujung saluran pencernaan. Pada anus terdapat dua
Proses pengeluaran feses di sebut defekasi. Setelah retum terenggang karena terisi
2.2 Definisi
cerna dengan etiologi yang tidak diketahui. Crohn’s disease dapat melibatkan setiap
bagian dari saluran cerna mulai dari mulut hingga anus tetapi paling sering
2.3 Epidemiologi
Secara umum Crohn’s disease merupakan penyakit bedah primer usus halus,
dengan insidens sekitar 100.000 kasus per tahun. Insidens tertinggi didapatkan di
(4)
Amerika Utara dan Eropa Utara . Di Amerika Serikat, dan Eropa Barat insidens
Crohn’s disease mencapai 2 kasus per 100.000 populasi, dengan prevalensi sekitar 20
9
(5)
– 40 kasus per 100.000 populasi . Dilaporkan bahwa telah terjadi peningkatan
insidens Crohn’s disease secara dramatis di Amerika Serikat antara tahun 1950-an
hingga 1970-an, untuk selanjutnya menjadi stabil pada tahun 1980-an ([6]).
Menurut jenis kelamin, insidens Crohn’s disease lebih tinggi pada perempuan
dibandingkan dengan laki-laki, dengan rasio 1,1 – 1,8 : 1. Beberapa ahli percaya
bahwa distribusi jenis kelamin ini berhubungan dengan proses-proses autoimun yang
Puncak insidens pertama adalah pada 18 – 25 tahun. Puncak usia berikutnya adalah
antara 60 – 80 tahun. Pada pasien yang berusia lebih muda dari 20 tahun Crohn’s
disease lebih banyak menyerang usus halus, sedangkan pada yang berusia diatas 40
tahun Crohn’s disease lebih banyak menyerang colon. Penyebab perbedaan lokasi
Meskipun Crohn’s disease dapat menyerang setiap bagian dari saluran cerna,
namun terdapat tiga lokasi primer baik secara klinis maupun anatomis yang paling
sering, yaitu hanya usus halus saja (30%), usus halus bagian distal dan colon (45%),
dan hanya colon saja (25%). 30% dari seluruh kasus Crohn’s disease terjadi
bersamaan dengan penyakit rektal, dan 33 – 50% terjadi bersamaan dengan penyakit
perianal seperti fisura ani, abses perianal, dan fistula perianal (5,6).
10
2.4 Etiologi dan Faktor – faktor Resiko
Etiologi dari Crohn’s disease masih belum diketahui (5,6,7,[8]). Terdapat beberapa
disease, yang paling mungkin adalah infeksi, imunologis, dan genetik. Kemungkinan
lain adalah faktor lingkungan, diet, merokok, penggunaan kontrasepsi oral, dan
psikososial. (5,6,7,[8]).
penyebab potensial Crohn’s disease, namun terdapat dua agen infeksi yang paling
dengan Crohn’s disease mencakup reaksi-reaksi imunitas humoral dan seluler yang
menyerang sel-sel saluran cerna, yang menunjukkan adanya proses autoimun. Faktor-
faktor yang diduga berperanan pada respons inflamasi saluran cerna pada Crohn’s
disease mencakup sitokin-sitokin, seperti interleukin (IL)-1, IL-2, IL-8, dan TNF
(tumor necroting factor). Peranan respons imun pada Crohn’s disease masih
11
kontroversial, dan mungkin timbul sebagai akibat dari proses penyakit dan bukan
Crohn’s disease, karena faktor risiko tunggal terkuat untuk timbulnya penyakit ini
(5)
adalah adanya riwayat keluarga dengan Crohn’s disease . Sekitar 1 dari 5 pasien
dengan Crohn’s disease (20%) mempunyai setidaknya satu anggota keluarga dengan
(7)
penyakit yang sama . Pada berbagai penelitian didapatkan bahwa Crohn’s disease
proteksi terhadap timbulnya Crohn’s disease (7). Merokok dan penggunaan kontrasepsi
oral meningkatkan risiko timbulnya Crohn’s disease dan risiko ini meningkat sejalan
2.5 Patologi
12
sebagai ulkus-ulkus kecil yang berbatas tegas dan tersebar, dengan diameter sekitar 3
mm dan dikelilingi oleh daerah eritema. Sebagai tambahan, lapisan mukosa menebal
sebagai akibat dari inflamasi dan edema, dan proses inflamasi tersebut meluas hingga
Ulkus aptosa cenderung membesar atau saling bersatu, menjadi lebih dalam
dan sering menjadi bentuk linear. Sejalan dengan makin buruknya penyakit, dinding
usus menjadi semakin menebal dengan adanya edema dan fibrosis, dan cenderung
Akibatnya, ulkus-ulkus yang telah meluas hingga keseluruhan dinding usus akan
membentuk fistula antar lengkungan usus yang saling menempel. Tetapi lebih sering
terjadi saluran sinus yang berakhir buntu ke dalam suatu cavitas abses di dalam ruang
2.6. DIAGNOSIS
2.6.1. Anamnesis
Gambaran klinis umum pada Crohn’s disease adalah demam, nyeri abdomen,
diare, dan penurunan berat badan. Diare dan nyeri abdomen merupakan gejala utama
keterlibatan colon. Perdarahan per rectal lebih jarang terjadi. Keterlibatan usus halus
dapat berakibat nyeri yang menetap dan terlokalisasi pada kuadran kanan bawah
abdomen (6,7,9).
13
2.6.2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik didapatkan nyeri pada kuadran kanan bawah abdomen
yang dapat disertai rasa penuh atau adanya massa. Pasien juga dapat menderita
Pada stadium dini, obstruksi pada ileum yang terjadi akibat edema dan inflamasi
fibrosis, yang berakibat menghilangnya diare yang digantikan oleh konstipasi dan
fistula cutaneus, infeksi saluran kemih yang menetap, atau pneumaturia. Meskipun
jarang, dapat terjadi perforasi usus sebagai akibat dari keterlibatan transmural dari
tunggal saluran cerna bagian atas dengan follow-though usus halus atau enteroclysis
dengan CT, dan pemeriksaan kontras ganda usus halus. USG dan MRI dapat
14
Hingga saat ini tidak ada pemeriksaan laboratorium spesifik yang berguna
dalam diagnosis Crohn’s disease, atau yang berhubungan dengan aktivitas klinis
penyakit.
Cholangitis
Colitis iskemik
Colitis pseudomembranosa
Diverticulitis colon
Tuberculosis gastrointestinalis
Colitis ulserativa
Enteritis infeksiosa
Colitis infeksiosa
2.8. PENATALAKSANAAN
15
dan proses patologi lainnya harus dihilangkan terlebih dahulu sebelum dilakukannya
yang cepat dalam waktu singkat karena pada penggunaan jangka lama mempunyai
pertumbuhan. Dapat pula digunakan inhibitor imunitas yang diperantarai sel yaitu
cyclosporine secara intravena jika pasien menunjukkan respons yang buruk terhadap
digunakan, yang masing-masing mempunyai target lokasi yang berbeda pada usus.
terutama dilepaskan di ileum distal dan colon. Pentasa dapat dilepaskan di duodenum
hingga colon bagian distal, sementara Rowasa secara spesifik digunakan untuk
imun non-steroid yang dapat ditoleransi dengan baik. Azathioprine, yang secara non-
16
enzymatis dikonversi di dalam tubuh menjadi 6-mercaptopurine, selanjutnya
dimetabolisme menjadi asam thioinosinic, yang merupakan zat inhibitor sintesa purin.
Terapi yang baru adalah Infliximab, Etanercept dan CDP571 yang merupakan
anti TNF-α, yang semakin luas dipergunakan dan menunjukkan hasil yang
menjanjikan, dengan adanya peningkatan tingkat remisi hingga 48% setelah 4 minggu
terapi dan dengan penutupan fistula secara sempurna pada 55% pasien setelah 80 hari
untuk menghambat sintesa nukleotida guanin dan oleh karena itu menghambat
perforasi usus dengan pembentukan fistula atau abses, perforasi bebas, perdarahan
perianal (5,6). Terapi bedah pada pasien dengan Crohn’s disease harus ditujukan kepada
17
komplikasinya, hanya segmen usus yang terlibat dalam komplikasi saja yang
direseksi dan tidak boleh lebih luas, untuk menghindari terjadinya short bowel
syndrome (5).
merupakan indikasi utama terapi bedah, namun sering mengalami perbaikan setelah
Reseksi segmental usus yang terbukti terlibat penyakit yang diikuti dengan
Alternatif prosedur lain dari reseksi segmental dari lesi-lesi yang mengobstruksi
usus dan terutama cocok untuk pasien dengan penyakit yang menyebar luas dan telah
sebelumnya dan dalam risiko timbulnya short bowel syndrome. Namun teknik
intramesenterial atau jika usus yang sakit telah bersatu membentuk massa inflamasi
2.9. KOMPLIKASI
eritema nodosum, osteomalacia dan anemia sebagai akibat dari malabsorpsi kronis;
empedu; batu oksalat ginjal sebagai akibat dari penyakit colon; pancreatitis sebagai
pertumbuhan bakteri yang berlebihan rebagai akibat reseksi bedah; dan manifestasi-
2.9.1. Abses
Abses terbentuk pada sekitar 15 – 20% pasien dengan Crohn’s disease sebagai
akibat dari pembentukkan saluran sinus atau sebagai komplikasi pembedahan. Abses
ischiorectal, ruang presacral, dan regio iliopsoas. Ileum terminal merupakan lokasi
tersering sumber abses. Abses merupakan salah satu penyebab utama kematian pada
19
2.9.2. Obstruksi
Obstruksi terjadi pada 20 – 30% pasien dengan Crohn’s disease. Pada awal
perjalanan penyakit, terlihat adanya obstruksi yang reversibel dan hilang timbul pada
saat setelah makan, yang disebabkan oleh edema dan spasme usus. Setelah beberapa
tahun, inflamasi yang menetap ini akan secara bertahap memburuk hingga terjadi
2.9.3. Fistula
pada colon. Komplikasi fistula yang disertai abses atau penyakit berat paling sulit
ditangani. Hal ini terjadi pada pasien dengan Crohn’s disease. Peranan terapi
operasi untuk meng-evakuasi abses dan, jika tidak ada kontraindikasi berupa sepsis,
dilanjutkan dengan reseksi usus yang sakit. Fistula dapat berakibat perforasi usus
2.9.4. Keganasan
Crohn’s disease tidak terdeteksi hingga tahap lanjut dan mempunyai prognosis yang
20
buruk. Selain keganasan saluran cerna, keganasan ekstraintestinal (misalnya,
squamous cell carcinoma pada pasien dengan penyakit kronis di daerah perianal,
vulva atau rectal) dan limfoma Hodgkin atau non-Hodgkin juga terbukti lebih sering
2.10. PROGNOSIS
sudah menjalani terapi bedah adalah antara 15 – 30%. Komplikasi bedah yang paling
kekambuhan penyakit, yaitu 70% dalam waktu 1 tahun setelah operasi dan 85%
21
BAB 3
3.1 X – Foto
Dua keunggulan utama x-foto polos adalah (1) untuk memastikan adanya obstruksi
pemeriksaan radiologis lanjutan. Melalui x-foto polos dapat pula diketahui adanya
sacroiliitis atau batu ginjal oksalat yang mungkin terjadi pada penderita Crohn’s
disease (5,6).
penyakit inflamasi usus dan untuk membedakan antara Crohn’s disease dengan colitis
ulcerativa, khususnya pada tahap dini penyakit. Pada pemeriksaan kontras ganda,
Crohn’s disease tahap dini ditandai dengan adanya ulkus aptosa yang tersebar, yang
terlihat sebagai bintik-bintik barium yang dikelilingi oleh edema yang radiolusen.
Ulkus-ulkus aptosa seringkali terpisah oleh jaringan usus yang normal dan terlihat
22
Gambar 2. 4. Pemeriksaan barium enema kontras ganda pada Crohn’s disease
23
Sejalan dengan makin parahnya penyakit, ulkus-ulkus yang kecil akan
membesar, lebih dalam, dan saling berhubungan menjadi ulkus-ulkus yang berbentuk
seperti bintang, berpinggiran tajam, atau linear. Ulkus-ulkus ini paling sering terlihat
submukosa dan muskularis, ulkus-ulkus tersebut terpisah satu sama lain oleh edema
pada dinding usus dan pada pemeriksaan dengan kontras terlihat gambaran pola-pola
“cobblestone” atau nodular, yaitu pengisian kontras pada lekukan ulkus yang terlihat
24
Kadang-kadang terjadi inflamasi transmural yang berakibat pengecilan diameter
lumen usus dan distensinya menjadi terbatas. Hal ini tampak sebagai “string sign”
(6,9)
.
25
Gambar 2. 8. Pemeriksaan small-bowel follow-through dengan fokus pada ileum
50% pasien dengan Crohn’s disease. Secara umum, didapatkan hasil negatif palsu
sebanyak 18 – 20% kasus. Akan tetepi, barium enema mempunyai akurasi sebesar
95% dalam membedakan antara Crohn’s disease dengan colitis ulserativa (6).
3.2. CT-SCAN
penting. Hasil pencitraan CT pada Crohn’s disease tahap dini adalah penebalan
dinding usus, yang biasanya melibatkan usus halus bagian distal dan colon, meskipun
26
setiap segmen pada saluran cerna dapat terlibat. Biasanya, penebalan dinding usus
mencapai 5 – 15 mm (6,9).
Ulserasi pada mukosa dapat terdeteksi pada potongan tipis CT. dapat pula terlihat
Gambar 2. 10. CT scan pada Crohn’s disease menunjukkan penebalan dinding usus
27
Edema atau inflamasi jaringan lemak mesenterium menimbulkan peningkatan
hilangnya densitas lemak, yang disebut “hazy fat” pada CT. Inflammasi atau fibrosis
jaringan lemak yang lebih besar menimbulkan menghilangnya densitas pita linear
jaringan lunak yang melintasi mesenterium. Pada CT, sebuah massa yang berbatas
kabur dengan densitas campuran dapat menunjukkan adanya flegmon atau tahap dini
Pada CT scan, abses-abses terlihat sebagai massa berbentuk bulat atau oval
usus atau, lebih jarang, timbul dari infeksi oleh mikroorganisme yang menghasilkan
gas (2).
Gambar 2. 11. CT scan pada Crohn’s disease menunjukkan penebalan dinding colon
berhubungan.
28
Gambar 2. 12. CT scan pada Crohn’s disease fase kronis menunjukkan penebalan
dan abses. Sensitivitas CT Scan untuk Crohn’s disease adalah sekitar 71% (6).
CT Scan tidak hanya merupakan prosedur diagnostik terpilih, tetapi dapat pula
29
percutaneous abscess drainage, yang telah menampakkan hasil yang sangat
memuaskan (2).
3.3. MRI
pencitraan MRI terhadap abdomen dan pelvis pada sebagian besar pasien. Serbagai
membutuhkan penggunaan sejumlah besar volume zat kontras positif atau negatif
yang diberikan baik secara oral atau melalui selang nasojejunal atau rectal. Akan
tetapi, pasien dengan penyakit akut mungkin tidak dapat men-toleransi pemberian
sejumlah besar cairan per oral. Jika terjadi distensi usus suboptimal, akan terjadi
Crohn’s disease dengan baik. MRI dengan teknik regular fast spin-echo,dapat
mendeteksi adanya fistula, saluran sinus, dan abses pada regio anorectal (6,9).
Saluran sinus dan fistula sering terlihat hiperintense pada pencitraan T1-
supresi lemak, sinyal cairan dapat di-intensifikasi dan dengan mudah terlihat
pengumpulan yang terisolasi dari daerah-daerah dengan intensitas sinyal tinggi (high-
30
signal-intensity areas) pada pencitraan T2-weighted, khususnya pada fossa ischioanal
(6)
fibrosa dan lemak, dan enhancement dinding usus dengan zat kontras gadolinium-
based. Selama fase inflamasi aktif, enhancement gadolinium dinding usus dapat pula
terlihat pada pencitraan T2-weighted, dan dapat dengan mudah dibedakan dari usus
Gambar 2. 12. Pencitraan MRI pada pasien dengan Crohn’s disease menunjukkan
31
Gadolinium-enhanced spoiled gradient-echo MRI mempunyai sensitivitas sekitar 85
– 89%, spesifisitas sekitar 96 – 94%, dan akurasi sekitar 94 – 91% untuk mendeteksi
sekitar 51 – 52%, spesifisitas sekitar 98 – 96%, dan akurasi sekitar 83 – 84%. Hasil
positif palsu paling sering terjadi jika terdapat enhancement gadolinium tanpa adanya
penebalan usus. Hasil negatif palsu paling sering terjadi jika terdapat distensi usus
3.4. USG
manifestasi intra dan ekstra luminal dari Crohn’s disease. Dinding saluran cerna yang
yang berseang-seling; gambaran ini dikenal sebagai “the gut signature”. Dinding
Pada kasus Crohn’s disease aktif, ketebalan dinding usus berkisar antara 5 mm
Jika terjadi inflamasi yang hebat, dinding usus akan tampak hypoechoic merata
32
lumen. Gerakan peristalsis menurun atau menghilang, dan segmen usus yang sakit
Gambar 2. 13. A dan B, hasil pencitraan USG pada pasien dengan Crohn’s disease,
33
USG dapat mencitrakan adanya “ballooning” dari segmen-segmen yang tidak
merefleksikan “skip lesions” pada Crohn’s disease. Akurasi USG dapat ditingkatkan
mendeteksi dinding usus yang hiperemis atau terinflamasi selama fase aktif penyakit
(6)
.
mesenterium yang terlihat seperti jari-jari yang mencengkram permukaan serosa usus.
Pada ultrasonogram, gambaran ini tampak sebagai massa yang hyperechoic, yang
secara klasik terlihat pada batas cephalic ileum terminal. Dengan penyakit yang telah
berlangsung lama, gambaran ini akan terlihat lebih heterogen atau bahkan hypoechoic
(2)
.
2.5. RADIONUKLIR
dapat digunakan untuk menentukan inflamasi aktif usus pada inflammatory bowel
111 99m
disease. Dibandingkan dengan penanda In, penanda Tc HMPAO mempunyai
karakteristik pencitraan yang lebih baik dan dapat lebih cepat dicitrakan segera
setelah injeksinya. Akan tetapi, biasanya pencitraan harus dilakukan dalam waktu
99m
beberapa jam setelah injeksi leukosit berlabel Tc HMPAO sebagaimana telah
34
111
terjadi ekskresi normal ke usus, tidak seperti leukosit berlabel In, yang tidak
99m
Molnar dkk menemukan bahwa pencitraan leukosit berlabel Tc HMPAO
pada Crohn’s disease yang aktif mempunyai sensitivitas 76,1% dan spesifisitas
91,0%, dan lebih baik dalam mendeteksi aktivitas inflamasi segmental dibandingkan
komplikasi (6).
Positif palsu dapat terlihat pada perdarahan saluran cerna, tertelannya leukosit
(misalnya, dari uptake yang berhubungan dengan sinusitis atau nasogastric tubes),
atau aktivitas yang berhubungan dengan pelepasan enteric tubes. Sebagai tambahan,
uptake leukosit tidak spesifik untuk Crohn’s disease dan akan terlihat pada sebagian
35
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
cerna dengan etiologi yang tidak diketahui. Crohn’s disease dapat melibatkan setiap
bagian dari saluran cerna mulai dari mulut hingga anus tetapi paling sering
IBD yang saling melengkapi dengan endoskopi. Barium kontras ganda dapat
memperlihatkan striktur, fistula, mukosa yang irregular, gambaran ulkus dan polip,
ataupun perubahan distensibilitas lumen kolon berupa penebalan dinding usus dan
karena dapat mencetuskan megakolon toksik. Foto polos abdomen secara sederhana
dapat mendeteksi adanya dilatasi toksik yaitu tampak lumen usus yang melebar tanpa
material feses di dalamnya. Untuk menilai keterlibatan usus halus dapat dipakai
ligamentum Treitz sehingga barium dapat dialirkan secara kontinyu tanpa terganggu
oleh kontraksi pylorus. Peran CT scan dan ultrasonografi lebih banyak ditujukan pada
36
3.2 Saran
Foto, USG atau CT Scan. USG dapat dijadikan sebagai pencitraan awal, karena selain
non invasif dan tidak ada bahaya radiasi, juga dapat melihat penebalan dinding colon.
37