Anda di halaman 1dari 41

LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN INDIVIDU PRAKTIK

KERJA LAPANGAN TAMAN TERNAK PENDIDIKAN

(TEACHING FARM) DI GRESIK

23 September – 4 Oktober 2019

Disusun oleh :
Alfina Azkiana, S.KH
061823143059

PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN GELOMBANG XXXII


FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2019
BAB 1 PELAKSANAAN KEGIATAN

NO TANGGAL KANDANG RINCIAN KEGIATAN


1 Senin – Kamis, Kandang  Pembersihan lantai kandang
23 – 26 Sapi  Pembersihan halaman kandang
September 2019 Pejantan  Pembersihan/memandikan sapi
dan Sapi  Pemberian konsentrat
Shift : Pejantan  Pemberian pakan berupa hijauan
 23 = pagi dan Perah  Pemberian pakan berupa kecambah dan
sore kulit kacang hijau
 24 = sore  Pemberian air minum
 25 = pagi
 26 = sore
Kegiatan Tambahan
Senin,  Pemberian semprotan gusanex pada Sapi Guard
23 Sept 2019  Pemberian injeksi Biodine dan Wormectin pada Sapi
Tetuko
 Pertolongan kelahiran anak domba
Rabu,  Penimbangan berat badan Sapi Novelin, King
25 Sept 2019 Montana, dan Gustilang
Kamis,  Pemberian semprotan gusanex pada Sapi Guard
26 Sept 2019  Pemberian bedak kutu (Kututox) pada Sapi Tetuko
2 Jum’at – Senin, Kandang Kambing – Domba
27 – 30 Kambing-  Pembersihan lantai kandang
September 2019 Domba dan  Pemberian pakan berupa hijauan kering
Sapi Potong  Pemberian ampas tahu
Shift : Induk  Pemberian air minum
 27 = pagi  Pemberian air susu pada anak domba
 28 = – Sapi Potong Induk
 29 = pagi dan  Pembersihan lantai kandang
sore  Pemberian konsentrat dan air minum
 30 = pagi  Pemberian pakan berupa hijauan
Kegiatan Tambahan
Sabtu,  Kuliah Umum bersama Nusdianto Triakoso, drh.,
28 Sept 2019 M.P.
Senin,  Kuliah Umum bersama Ilham Adi Kusuma, drh.
30 Sept 2019  Pengambilan dan Processing Semen bersama drh.
Trilas dan drh. Yogi
3 Selasa – Jum’at, Kandang  Pembersihan lantai kandang
1 – 4 Oktober Sapi Perah  Pembersihan/memandikan sapi
2019  Pemberian ampas tahu
 Pemberian konsentrat
Shift :  Pemerahan susu
 1 = pagi dan  Pengemasan hasil perahan
sore  Pemberian pakan berupa hijauan
 2 = pagi dan
sore
 3 = pagi dan
sore
 4 = pagi dan
sore
Kegiatan Tambahan
Kamis,  Penimbangan berat badan Sapi Gumilang, Tetuko,
3 Oktober 2019 Devon, Guard, dan Sapi Pejantan FH
Jumat,  Pengambilan dan Processing Semen bersama drh.
4 Oktober 2019 Trilas dan drh. Yogi
BAB 2 PEMBAHASAN

2.1 Kandang Sapi Pejantan (Bull)


2.1.1 Sapi Pejantan (Bull)
Teaching Farm memiliki sapi pejantan bull dengan jumlah 8 ekor, dengan 3
jenis yaitu antara lain sapi Limousin, Simmental dan Friesian Holstein (FH).
Kedelapan sapi pejantan tersebut yaitu Novelin, Gustilang, King Montana,
Gumilang, Tetuko, Devon, Guard dan Sapi FH jantan. Sapi pejantan ini di pelihara
dengan tujuan diambil semennya untuk diproses menjadi semen beku (frozen
semen) yang kemudian di distribusikan ke berbagai daerah. Sapi Limousin memiliki
ciri-ciri yaitu badan kompak dan padat berwarna seluruhnya coklat muda, kuning
agak kelabu (beige), kisaran merah gelap dan hitam. Keunggulan pejantan
Limousin yaitu pertumbuhan cepat dengan pertambahan berat badan harian
(PBBH) 1,0-1,4 kg, sedangkan umur 2 tahun beratnya mencapai 800-900 kg dan
dewasa 1.000-1.100 kg, kualitas dagingnya baik dan dikenal serta disukai oleh
peternak (Muada dkk., 2017).
Sapi Simmental ciri-cirinya yaitu badan berwarna merah bata, bentuk tubuh
yang kekar dan berotot, muka, kaki, perut dan brisket pada umumnya berwarna
putih. Keunggulan pejantan Simmental yaitu pertumbuhan cepat, pertambahan
berat badan harian 0,9-1,2 kg, berat badan jantan umur 2 tahun mencapai 800-900
kg dan jantan dewasa mencapai 1.000- 1.200 kg, karkas tinggi dengan sedikit lemak
dan dual porpose (daging dan susu) serta pejantan Simmental dapat berkembang
dengan baik hampir diseluruh Indonesia (Muada dkk., 2017).
Sapi FH mempunyai beberapa keunggulan, salah satunya yaitu jinak, tidak
tahan panas tetapi sapi ini mudah menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungan.
Menurut Rustamadji (2004), sapi FH memiliki warna cukup terkenal, yaitu belang
hitam putih dengan pembatas yang jelas dan tidak ada warna bayangan serta mudah
menyesuaikan diri dengan lingkungan sehingga bangsa sapi ini dapat dijumpai
hampir di seluruh dunia. Sapi FH jantan dapat memiliki bobot badan hingga 1000
kg (Sudono, 2003).
2.1.2 Sistem dan Sanitasi Perkandangan
Sistem perkandangan pada kandang bull yaitu freestall dimana sapi
diberikan tempat untuk istirahat yang disekat-sekat untuk tiap satu sapi, sedangkan
tipe kandangnya termasuk kandang single dengan palung dan tempat pakan di
depannya. Lantai pada kandang bull di Teaching Farm sudah diberi alas berupa
karet agar tidak licin dan meminimalisir cedera pada sapi. Keuntungan dari model
kandang ini adalah mempermudah pada pemberian pakan sehingga menjadi lebih
efisien serta mempermudah dalam pengendalian sapi pejantan. Pada sekeliling
kandang terdapat selokan yang berfungsi sebagai sistem drainase untuk tempat
pembuangan kotoran. Lantai pada kandang dibuat miring kearah selokan dengan
derajat kemiringan sebesar 5 derajat agar air beserta limbah mengalir keselokan saat
sapi dimandikan dan pembersihan kandang.

Sanitasi kandang sapi pejantan (bull) dilakukan setiap pagi dan sore. Pada
pagi hari dimulai pukul 06.00 WIB sedangkan sore hari dimulai pukul 15.00 WIB.
Pembersihan kandang dilakukan dengan menyemprotkan air mengalir dan
membuang limbah kotoran dan urin sapi ke selokan. Hal ini penting dilakukan
karena selain menghilangkan bau feses, sapi terhindar dengan feses yang akan
menempel pada tubuhnya, hal ini dilakukan agar sapi selalu dalam kondisi bersih
dan agar tidak meningkatkan resiko penularan penyakit memalui kontaminasi feses.
Setelah itu, memandikan sapi dengan cara menyiram dan menggosok
bagian tubuhnya dan menyikat badan sapi secara menyeluruh. Selain untuk
membersihkan kulit dari kotoran dan parasit, juga untuk merangsang vasodilatasi
sehingga aliran darah lancar, membantu menyingkirkan sel-sel kulit mati pada
permukaan kulit sapi dan merangsang terbentuknya sel-sel kulit baru. Pembersihan
kandang bertujuan untuk menjaga kondisi kandang dan ternak agar tetap bersih dan
sehat, menjaga kesehatan ternak agar menunjang produktivitas ternak (Sudono,
2003). Membersihkan tempat pakan dan minum dilakukan dengan cara membuang
sisa-sisa pakan baik yang berada didalam tempat pakan dan minum maupun yang
berceceran di lantai. Melakukan pengurasan tempat minum dengan cara
penyemprotan dengan air mengalir dari selang dan mengisinya kembali dengan air
bersih.
2.1.3 Manajemen Pakan
Pemberian pakan juga dilakukan setiap pagi dan sore, di berikan setelah
tempat pakan dan minum sudah bersih. Pakan yang diberikan yaitu konsentrat,
hijauan, kecambah dan kulit kacang hijau. Untuk kecambah dan kulit kacang hijau
biasanya diberikan pada pagi hari. Pada pagi hari konsentrat diberikan terlebih
dahulu untuk menyuplai makanan bagi mikroba rumen, sehingga ketika pakan
hijauan masuk kedalam rumen, mikroba rumen telah siap dan aktif mencerna
hijauan. Setelah sekitar 30 menit, konsentrat biasanya sudah dihabiskan oleh sapi
(Fikar dan Ruhyadi, 2010). Hal ini dilakukan untuk meningkatkan kecernaan bahan
kering dan bahan organik ransum (Siregar, 2008). Pemberian air minum perlu
ditingkatkan apabila sapi diberi konsentrat yang kering (Rianto dan Purbowati,
2009). Air bersih harus tersedia setiap saat, sehingga ketika sapi sedang haus bisa
langsung minum air yang ada di depannya. Pemberian air minum juga bisa
dilakukan bersamaan dengan pemberian pakan (Fikar dan Ruhyadi, 2010).
Kebutuhan air minum untuk sapi perhari adalah 20 – 40 liter (Abidin, 2008).
Kebutuhan hijauan tiap ekor sapi adalah 30 kg per hari, pemberian hijauan
dilakukan sebanyak dua kali, yaitu pagi dan sore hari. Hijauan merupakan bahan
pakan utama ternak sapi dapat berupa rumput, baik itu rumput unggul (rumput
gajah), rumput lapangan, atau sebagian jenis leguminosa. Hijauan merupakan menu
utama bagi ternak ruminansia dengan tingkat konsumsi mencapai 70% dari total
ransum. Hijauan sangat berperan dalam menjaga kesehatan dan 14 fungsi rumen,
keberadaan serat dalam hijauan pakan (selulosa dan hemiselulosa) menjadi sumber
energy bagi mikroba rumen, demikian halnya dengan mineral serta protein
(terutama dari legume) merupakan sumber N bagi bakteri dan protein produk.
Kebutuhan konsentrat tiap ekor sapi berkisar antara 7-8 kg, dengan
pemberian sebanyak dua kali, yaitu pada pagi dan sore hari. Konsentrat merupakan
bahan makanan yang memiliki kadar protein dan karbohidrat yang tinggi serta
memiliki kadar serat kasar yang rendah, yaitu di bawah 18%. Fungsi utama
konsentrat bagi ternak adalah untuk meningkatkan mutu gizi dari beragam bahan
makanan yang dijadikan satu atau dicampur, konsumsi pakan lebih baik, serta
mempercepat pertumbuhan ternak (Sugeng, 1998).
Tauge kacang hijau yang terbentuk melalui proses perkecambahan ini
ternyata dapat mencegah berbagai macam penyakit dan mampu mempertahankan
fertilitas pada individu jantan (Astawan, 2007). Hal tersebut terkait dengan
kandungan antioksidan vitamin E yang dominan yaitu 1.5287 mg/10g, selain
antioksidan lain seperti vitamin C dan selenium, antioksidan yang dikandungnya
mampu melindungi sel dari serangan radikal bebas pada saat spermatogenesis.
Vitamn E merupakan agen pendorong/pemacu fertilitas, yaitu dengan menormalkan
epitel pada tubuli seminiferi. Degenerasi epitel tubuli seminiferi akibat defisiensi
vitamin E pada hewan jantan dapat menyebabkan penghambatan spermatogenesis
dan menghentikan produksi sperma. Kacang hijau memiliki kandungan gizi yang
cukup baik, kacang hijau mengandung karbohidrat, lemak, selenium, magnesium
dan beberapa jenis vitamin seperti vitamin B1, B2, B3, C dan E. Kandungan protein
kacang hijau mencapai 24% dengan kandungan asam amino esensial seperti
isoleusin, leusin, lisin, metionin, fenilalanin, treonin, triptofan. Kandungan protein
yang tinggi tersebut sangat potensial digunakan sebagai pakan ternak yang mampu
meningkatkan fertilitas/kualitas spermatozoa jantan.
Pada keadaan tertentu, ada beberapa sapi pejantan yang dilakukan sedikit
berbeda, contohnya adalah sapi Guard dan Devon. Pemberian konsentrat
seharusnya diberikan sebanyak 1-2% dari berat badan per hari, berat badan yang
diketahui untuk Guard berkisar 984 kg, tetapi konsentrat yang diberikan hanya 8
kg. Sedangkan Devon memiliki berat lebih kurang 778 kg, tetapi diberikan
sebanyak 8 kg. Guard diketahui memiliki umur yang sudah cukup tua yaitu 9 tahun,
dengan keadaan seperti itu, dilakukan pengurangan jumlah pakan yang harus di
konsumsi dikarenakan pertumbuhan otot dan tulang sudah berhenti. Jika konsumsi
pakan di sesuaikan dengan berat badan hanya akan menambah berat badan dan
tulang akan semakin berat dalam menahan tubuh sapi sehingga dapat memicu
bahaya pada tulang dan otot sapi. Sedangkan untuk Devon yang berumur 4 tahun,
dia dikategorikan masih muda dan masih dalam masa petumbuhan sehingga
memerlukan nutrisi yang lebih. Hal ini dapat dikatakan pemberian pakan dilihat
dari kondisi, berat badan, kesehatan ternak, dan faktor usia (Prakkasi, 1999).

2.1.4 Penimbangan Berat dan Pengukuran Badan


Kegiatan ini dilakukan pada semua sapi pejantan dilakukan di kandang jepit
yang dilengkapi timbangan digital. Pengukuran badan meliputi panjang badan,
tinggi badan, lingkar dada, dan lingkar testis dengan menggunakan tali ukur.
Pengamatan pada poel gigi sapi dengan tujuan untuk menentukan umur dari sapi
tersebut.

Berat Panjang Tinggi Lingkar Lingkar


Umur
No Nama Badan Badan Badan Dada Testis
(tahun)
(kg) (cm) (cm) (cm) (cm)
1 Novelin ±5 844 170 144 226 35
King
2 ±8 920 176 138 226 37
Montana
3 Gustilang ±5 870 167 145 234 35
4 Gumilang ±4 914 170 145 285 34
5 Tetuko ±4 786 161 136 229 38
6 Devon ±4 778 157 138 228 37
7 Guard ±9 984 165 146 247 47,5
Sapi FH
8 ±4 830 189 157 234,5 42,5
jantan
2.1.5 Perawatan
Perawatan atau pemeliharaan sapi pejantan selain pemberian pakan, nutrisi
dan memandikan yaitu sapi pejantan perlu melakukan exercise, pemotongan kuku
dan pemotongan bulu preputium. Pemotongan bulu preputium, bertujuan untuk
mencegah kontaminasi kuman saat pengambilan semen. Dilakukan exercise,
bertujuan untuk menguatkan otot sapi yang berfungsi untuk menjepit atau menahan
pemancing, dan untuk kelancaran peredaran darah karena kerja paru paru dan
jantung meningkat sehingga terjadi peningkatan aliran darah dan baik untuk
kesehatan. Sapi pejantan yang kuat secara fisik bila dikeluarkan akan mengawini
lebih banyak betina selama musim perkawinan karena memiliki libido yang tinggi
dan tahan lama. Latihan diluar ruangan sepanjang tahun adalah salah satu hal
penting dalam membuat sapi jantan tetap dalam kondisi kejantanan yang prima
dalam kondisi alami (Ensminger, 1989). Menurut Tomaszewska (1991) dekatnya
posisi vena dan arteri dapat digunakan untuk memungkinkan ion penting, metabolit,
dan hormone yang meresap dan di kontraksikan ke dalam testis. Organ reproduksi
banyak mengandung syaraf dan pembuluh darah, sehingga pembuluh darah sangat
mempengaruhi kegiatan reproduksi itu dapat dilihat bila pejantan terangsang, penis
akan penuh berisi darah dengan tekanan yang tinggi (Salisbury dan Vandenmark,
1985).
Pemotongan kuku bertujuan agar kaki tegak dengan pijakan kuat, sehingga
ketika sapi pejantan mulai ejakulasi memiliki dorongan yang mantap dan kuat serta
kaki depan yang kuat untuk menjepit. Perawatan dilakukan guna menjaga kesehatan
ternak agar tidak terkena paparan penyakit yang dapat membahayakan ternak juga
operator yang terlibat (Putri, 2018). Apabila dibiarkan kuku akan bertambah
panjang, membengkok, atau melebar ke atas, Kondisi ini bisa menyebabkan
ketegangan otot kaki dan syaraf sehingga membuat sapi menjadi lemah, berjalan
pincang dan kakiknya menjadi sakit. Dampak lanjut dari kejadian ini adalah
terjadinya gangguan pertumbuhan sapi, kuku sapi akan mudah keropos dan
bercelah-celah sehingga mudah terserang penyakit kuku.
2.1.6 Processing Semen
a. Vagina Buatan
Cara penampungan semen pada sapi yang paling baik dan umum
digunakan adalah dengan vagina buatan. Alat ini terdiri dari selongsong karet tebal,
lubang pengisi air bertutup pentil, selaput karet tipis, gelas berskala sebagai
penampung semen, corong karet berlubang, karet pengikat dan batang plastic untuk
pemberi pelicin. Panjang vagina buatan umumnya antara 26-30 cm. penis akan
mengadakan ejakulasi di ujung belakang vagina buatan, sehingga semen yang
diperoleh tidak tercemar kotoran dari preputium maupun oleh vaselin pelicin vagina
buatan tersebut. Sebelum dipakai, vagina buatan diisi dengan air hangat bertujuan
didalam vagina buatan menyerupai konsisten vagina sapi betina yang normal
(Hardijanto dkk., 2010).

b. Penampungan Semen
Sebelum pengambilan semen, sebaiknya pejantan dirangsang berjalan-
jalan mengelilingi sapi pemancing beberapa kali, agar menambah libidonya, atau
sekali-kali boleh menaiki pemancing tersebut tetapi dicegah terjadinya ejakulasi.
Pada saat demikian biasanya beberapa ml cairan asesoris mungkin akan menetes
keluar dari preputium dan penis mulai ereksi. Dengan cara ini maka saat
penampungan sebenarnya akan diperoleh air mani dalam volume besar dan kualitas
baik. Cara pengambilan yaitu vagina buatan dipegang dengan tangan kanan,
operator berdiri disebelah kanan sapi pemancing, dengan posisi membuat sudut 45°
dengan garis horizontal. Pada saat sapi pejantan menaiki sapi pemancing dan ereksi
terjadi maka preputium ditarik ke samping dan penis diarahkan masuk ke dalam
vagina buatan sehingga terjadi ejakulasi (Hardijanto dkk., 2010).

c. Pemeriksaan Makroskopis dan Mikroskopis Semen


Pemeriksaan makroskopis meliputi volume ejakulasi, konsistensi, bau,
warna dan derajat keasaman semen. Sapi jantan yang masih muda, terlalu tua,
ataupun gemuk biasanya volume semennya rendah. Volume semen juga tergantung
pada frekuensi pengambilan, jumlah cairan yang dimakan dan musim. Rata-rata
volume semen sapi adalah 4 ml (3-7 ml). Volume semen per ejakulasi berbeda-beda
menurut breed, umur, ukuran badan, dan tingkatan makanan. Pemeriksaan
konsistensi (kekentalan) dilakukan dengan cara tabung dimiringkan dan ditegakkan
kembali maka ada cairan yang menempel pada dinding tabung. Bila terlihat bintik
kecil yang banyak seolah berdesakan turun ke bawah secara perlahan, maka semen
tersebut dikatakan pekat/kental. Semen encer tidak meninggalkan cairan yang
membekas pada dinding tabung bila di miringkan dan ditegakkan kembali
(Susilowati dkk., 2010).
Suatu karakteristik bau semen sapi kurang lebih seperti bau air susunya.
Bau semen banyak dipengaruhi oleh bau cairan dari kelenjar pelengkap. Pada warna
semen sapi, umumnya terlihat putih kekuning-kuningan, warna krem atau putih
susu. Derajat kekeruhannya tergantung pada konsentrasi spermatozoa. Untuk
menentukan derajat keasaman diperlukan pH meter atau kertas lakmus. Semen sapi
yang normal mempunyai pH antara 6,4-6,8. Makin baik kualitas semen cenderung
semakin asam, karena kualitas semen yang baik spermatozoanya akan lebih aktif
bergerak dan menghasilkan asam laktat yang lebih banyak sehingga pH nya rendah.
Pada pH semen yang tinggi (lebih alkalis) umumnya banyak mengandung sel-sel
spermatozoa yang mati (Susilowati dkk., 2010).

Pemeriksaan mikroskopis meliputi gerakan massa, gerakan individu dan


konsentrasi. Gerakan massa adalah gerakan dari beberapa sel spermatozoa
bersama-sama sehingga membentuk suatu gelombang. Gerakan massa
mencerminkan daya gerak dan konsentrasi. Cara pemeriksaannya yaitu dengan
mengambil satu tetes semen dan diletakkan pada obyek glass kemudian diamati
dibawah mikroskop dengan pembesaran 100 kali. Kriteria penilaian gerakan massa
adalah sebagai berikut :
 +++ bila gerak semen membentuk gelombang-gelombang yang besar dan
banyak serta cepat. Hal ini memberikan gambaran yang jelas bahwa semen
mengandung spermatozoa hidup yang banyak dan aktif
 ++ bila gerakan semen membentuk gelombang besar sampai sedang tapi jarang.
Hal ini menggambarkan bahwa mungkin presentase spermatozoa yang hidup
tinggi, tetapi banyak diantaranya yang lemah atau mati ataupun dapat
mengindikasikan jumlah spermatozoa yang hidup sedikit
 + bila semen membentuk gelombang kecil dan sedikit jumlahnya. Hal ini
menggambarkan semen tersebut tidak banyak mengandung spermatozoa atau
mengandung sperma cukup banyak tapi sebagian besar banyak yang mati
Gerakan individu ialah perbandingan antara jumlah gerakan sperma
yang dikehendaki dengan jumlah total populasi spermatozoa pada lapangan
pandang. Cara pemeriksaanya yaitu ambil satu tetes semen dan diletakkan di atas
object glass dan tambahkan satu tetes larutan NaCl fisiologis lalu campurkan.
Kemudian ditutup dengan cover glass dan diamati dibawah mikroskop dengan
pembesaran 400 kali. Cara penilaian gerakan individu spermatozoa adalah sebagai
berikut :
 Kecepatan gerak spermatozoa :
Nilai 0 : tidak bergerak sama sekali/sedikit
Nilai 1 : pelan/lambat
Nilai 2 : sedang
Nilai 3 : cepat
Nilai 4 : sangat cepat
 Arah gerak spermatozoa dengan kriteria :
Gerakan maju : P (Progresif)
Gerakan berputar, bergetar : O (Oscilatory), V (Vibratosis)
Gerakan melingkar : C (Circulatory)
Gerakan mundur : R (Reverse)
Tidak ada gerakan : N (Nekrospermia)
Presentase motilitas spermatozoa sapi dibawah 40% menunjukkan nilai
semen yang kurang baik dan sering berhubungan dengan infertilitas. Kebanyakan
pejantan yang fertile mempunyai 50-80% spermatozoa yang motil aktif progesif.
Untuk arah gerak diwakili gerakan progesif. Contoh penilaian gerak individu 90/4
artinya yang bergerak 90% dengan kecepatan 4 (sangat cepat).
Konsentrasi semen menunjukkan banyaknya spermatozoa dalam setiap
ml semen. Cara perhitungannya dapat menggunakan spektrofotometer, sebagai
berikut :
 Spektrofotometer dinyalakan selama 10 menit
 Panjang gelombangnya (546 nm) disessing
 NaCl fisiologis dimasukkan ke dalam kuvet sebanyak 3 ml
 Kemudian tambahkan semen sebanyak 3 µl dan diaduk sampai homogen secara
perlahan
 Kuvet dimasukkan ke dalam spektrofotometer kemudian ditera dan hasilnya
dapat di kertas printing
d. Pembuatan Diluter
Diluter A (diluter susu skim dan kuning telur) terdiri dari bahan sebagai
berikut :
 Susu Skim 10% (50 gram)
 Aquadest ad 500 ml
 Kuning telur 5% (25 ml)
 Penisilin 0,1% (0,5 gram)
 Streptomisin 0,1% (0,5 gram)
 Vitamin C 2 tablet (1 gram)
 Fruktosa 0,75 mg/100 ml (3,75 miligram)
Cara pembuatan diluter A :
 Panaskan larutan susu skim (susu skim+aquadest) sebanyak 500 ml hingga suhu
92-95°C selama 10 menit. Dipanaskan sambil diaduk. Pada suhu 92-95°C ion
ion kalsium akan diikat oleh kasein dari susu membentuk garam kalsium
kaseinat dan mikroorganismenya akan mati pada pemanasan tersebut
 Kemudian didinginkan sampai dengan suhu mencapai 38°C, pantau dengan
menggunakan termometer lalu saring dengan kasa sebanyak 2 kali bertujuan
untuk memisahkan susu dengan kalsium
 Ambil telur sebanyak 3 butir, bersihkan menggunakan kapas alkohol, pecahkan
cangkang telur dan ambil kuning telur dengan cara pisahkan dengan putih telur
dan pecahkan membran vitelin. Hal ini bertujuan untuk meminimalisir adanya
enzim lysozim yang mengakibatkan rusaknya sel sperma
 Saring kuning telur sebanyak 25 ml dengan kassa
 Campurkan susu skim dan kuning telurnya, aduk hingga homogen lalu saring
dengan kassa
 Tambahkan antibiotik penisilin dan streptomisin kedalam campuran, lalu aduk
hingga homogen. Vortex selama 3-5 menit. Antibiotik berfungsi untuk
mencegah pertumbuhan kuman.
 Hangatkan pada waterbath hingga suhu kurang lebih 36°C.
 Haluskan vitamin C sebanyak 2 tablet, masukkan kedalam campuran diluter.
Vitamin C berfungsi sebagai antioksidan.
 Timbang fruktosa, masukkan ke dalam campuran diluter. Fruktosa berfungsi
untuk sumber energi dan mencegah dekapasitasi dini pada spermatozoa.
 Bagi larutan diluter A menjadi 2 bagian sebanyak 300 ml dan 200 ml. Bagian
pertama (300 ml) dimasukkan dalam water bath 36°C dan bagian kedua (200
ml) menjadi bahan baku diluter B.
Diluter B terdiri dari bahan sebagai berikut :
 Diluter A 200 ml
 Glukosa 2 % (4 gram)
 Glycerol 15 % (30 ml)
Glycerol berfungsi sebagai sumber energi dan cryoprotectant, bersifat
hipertonis terhadap spermatozoa sehingga dalam mencampurnya nanti tidak boleh
secara langsung tetapi secara bertahap sedikit demi sedikit sebanyak 4 kali setiap
15 menit untuk mencegah osmotic shock.
Glukosa sebagai sumber energi dan cryoprotectant, protektor
spermatozoa ketika proses freezing, jika spermatozoa tujuanya bukan untuk
dibekukan melainkan hanya didinginkan cukup dengan pemberian diluter A tanpa
diberikan glycerol dan glukosa.
Cara pembuatan diluter B :
 Ambil glycerol sebanyak 15% atau 30 ml
 Timbang glukosa sebanyak 2% atau 4 g
 Campurkan glycerol dan glukosa aduk perlahan hingga homogeny
 Masukkan campuran glycerol dan glukosa kedalam tabung yang berisi diluter
A sebanyak 200 ml, aduk hingga homogen didalam tabung erlenmenyer
 Kocok diluter B dengan menggunakan vortex mixer berkecepatan rendah
 Masukkan tabung erlenmenyer ke dalam water jacket yang dilengkapi dengan
thermometer
 Masukkan kedalam cool top (suhu 5°C)

e. Semen Beku (Frozen semen)


Semen beku (frozen semen) adalah semen yang disimpan pada suhu
dibawah titik beku yaitu pada suhu -196°C dengan menggunakan bahan nitrogen
cair. Di teaching farm, tipe semen beku yang digunakan yaitu tipe straw. Prosedur
pembuatan frozen semen tipe straw sebagai berikut :
 Hitung volume air mani (semen) yang telah didapat
 Semen yang sudah memenuhi syarat (melewati pemeriksaan makroskopis dan
mikroskopis) ditambahkan diluter A sama banyak volume air mani
 Masukkan dalam beaker glass dan letakkan dalam water bath 36°C
 Masuk dalam tahap gliserolisasi yaitu penambahan diluter B (Gliserol dan
Glukosa) di air mani, dimana pemberian diluter dilakukan secara bertahap yaitu
sebanyak empat kali setiap 15 menit dalam cooltop bersuhu 5°C selama satu
jam. Pemberian diluter B dilakukan secara perlahan melalui dinding tabung,
untuk mencegah osmotik shock
 Dilanjutkan ke tahap equilibrasi yaitu campurkan diluter A dan B dibiarkan
dalam cooltop selama 1 jam
 Kemudian dilakukan evaluasi before freezing, hal ini bertujuan untuk menguji
layak sperma untuk dilanjutkan pada proses pembekuan dengan motilitis,
persentase hidup spermatozoa setelah equilibrasi tersebut diperiksa dibawah
mikroskopik (400x) bila masih baik (60-70%/3) maka dilakukan filling sealing
straw
 Proses pra-freezing/awal pembekuan yaitu dengan cara meletakkan 1-2 cm
diatas permukaan nitrogen cair selama 10-20 menit pada suhu -140°C.
Kemudian diteruskan dengan proses freezing/pembekuan yaitu
menenggelamkan straw ke dalam nitrogen cair pada suhu -196°C
 Pemeriksaan PTM (Post Thawing Motility/motilitas pencairan kembali setelah
pembekuan) segera setelah dilakukan freezing dibawah mikroskop (400x) yaitu
melihat berapa besar persentase motilitas progesif setelah pembekuan. Semen
beku yang layak untuk digunakan IB harus mempunyai motilitas ≥ 40% dengan
kecepatan ≥ ++.

Prosedur pemeriksaan semen beku adalah sebagai berikut :


 Straw dicairkan/thawing pada air hangat ± 37°C selama 20 detik dengan
menjepitnya pakai pinset
 Mini straw yang sudah di thawing dikeringkan dengan tissue atau kapas
kemudian digunting sedikit pada bagian tengah tapi jangan sampai putus
kemudian ditekuk tempelkan pada object glass lalu salah satu ujungnya
digunting agar cairan dalam straw keluar
 Teteskan pada object glass dan tutup dengan cover glass kemudian diperiksa
dibawah mikroskop.
Berikut contoh perhitungan dosis IB dengan semen Novelin :
 Volume semen yang didapat : 10 ml
 Konsistensi : sedang/kental
 Warna : putih kekuningan
 Bau : khas, air susu sapi
 pH : 6 – 7
 Progressive : 80 % / 3
 Konsentrasi : 0,871 x 109 / ml
 Dosis IB adalah = volume semen x konsentrasi x progressive
= 10 ml x 871 juta x 80 %
= 6968 juta
 Setiap straw berisi 25 juta spermatozoa, dengan estimasi kematian 40-60%,
ketika kematian terbesar 60% maka spermatozoa yang hidup adalah 40%,
dengan syarat jumlah spermatozoa untuk fertilisasi adalah 10 juta, sehingga
40/100 x 25.000.000 = 10 juta. Sehingga penggunaan standar post thawing
motility adalah 40%.
 Perhitungan jumlah straw = jumlah dosis IB : 25 juta
= 7.837,2 juta / 25 juta
= 278 straw
 Setiap straw berisi 0,25 ml sehingga total ml adalah 278 straw x 0,25 ml =
69,5 ml dibulatkan jadi 70 ml.
 70 ml terdiri dari diluter A dan B sama banyak, sehingga membutuhkan
diluter A sebanyak 35 ml dan diluter B sebanyak 35 ml. Diluter A terdiri
dari diluter A1 dan A2. Diluter A1 berisi cairan semen 10 ml yang
ditambahkan diluter A 10 ml sehingga mendapat total sebanyak 20 ml,
sedangkan diluter A2 berisi diluter A – A1 yaitu 35 ml – 20 ml sebanyak 15
ml.
 Masukkan semua bahan dalam cool top selama kurang lebih 1 jam hingga
bersuhu 5°C yang mana pada suhu ini merupakan suhu anomali cairan yang
berfungsi sebagai suhu peralihan untuk proses pembekuan
2.2 Kandang Kambing – Domba dan Sapi Potong Betina
2.2.1 Kambing dan Domba
Teaching Farm memiliki ternak kambing dan domba, adapun jenis kambing
yang dimiliki ada 2 yaitu kambing Peranakan Etawa dan Boercang, sedangkan
untuk jenis domba yaitu domba Merino, domba ekor gemuk dan persilangan dari
domba merino dan ekor gemuk. Beberapa karakter penting dari kambing PE antara
lain, bentuk muka cembung, telinga relatif panjang (18-30 cm) dan terkulai. Jantan
dan betina bertanduk pendek. Warna bulu bervariasi dari kream sampai hitam. Bulu
pada bagian paha belakang, leher dan pundak lebih tebal dan lebih panjang daripada
bagian lainnya. Warna putih dengan belang hitam atau belang coklat cukup
dominan. Tinggi badan untuk jantan 70-100 cm, dengan berat badan dewasa
mencapai 40-80 kg untuk jantan dan 30-50 kg untuk betina (Wasiati dan Faizal,
2018).
Kambing Boercang yaitu hasil perkawinan silang antara ternak kambing
Boer jantan dengan kambing Kacang betina. Kambing Boercang memiliki ukuran-
ukuran morfologi tubuh lebih besar dibandingkan dengan kambing Kacang.
Kambing hasil persilangan antara kambing Boer dan kambing Kacang memiliki
karakteristik morfologi yang lebih baik dari kambing Kacang. Kambing hasil
silangan ini lebih unggul dibanding kambing lokal karena pertumbuhannya lebih
cepat, bobot tubuhnya lebih besar, dan memiliki daya adaptasi yang baik terhadap
lingkungan (Syawal, 2010).
Domba Merino berasal dari daerah Asia kecil. Domba ini berkembang baik
di Spanyol, Inggris, dan Australia. Domba merino terkenal sebagai domba
penghasil wol terbaik dengan panjang bulu mencapai 10 cm. Pada saat bulu
mencapai 10 cm, produksi wol dapat mencapai 10 kg wol/ekor. Ciri lain dari domba
ini yaitu betina yang tidak bertanduk, sedangkan domba jantan bertanduk besar,
kokoh, dan kuat. Berat badan domba jantan 64—79 kg, sedangkan domba betina
sekitar 45—57 kg (Mulyono, 2011).
Domba Ekor Gemuk (DEG) merupakan salah satu domba plasma nutfah
Indonesia yang merupakan domba tipe pedaging. Laporan Mason (1980),
menyatakan bahwa DEG memiliki sifat fisik yang menjadi ciri khasnya, yaitu
mempunyai ekor gemuk, berwarna putih, tidak bertanduk, berbulu kasar, mampu
beradapatasi pada iklim kering dan mampu beranak 1 – 2 ekor per kelahiran dan
kadang 3 ekor (Darmawan dan Supartini, 2012).
Perbedaan kambing dan domba yaitu pada kambing didapatkan kelenjar di
bawah kaki di celah antara kedua bilah kuku keluar sekresi yang berbau khas dan
tidak didapatkan di domba. Dari segi tanduk pada domba berpenampang segitiga
dan tumbuh melilit sedangkan tanduk kambing berpenampang bulat dan tumbuh
lurus. Domba jantan tidak berbau prengu seperti kambing jantan yang mempunyai
kelenjar bau prengus. Domba juga lebih menyukai rumput sedangkan kambing
menyukai dedaunan.

2.2.2 Sistem dan Sanitasi Perkandangan Kambing dan Domba


Kandang domba dan kambing di Teaching Farm menggunakan sistem
kandang panggung dengan luas 6x17m. Kandang panggung dibuat tinggi di atas
permukaan tanah sehingga bawah kandang menjadi berkolong. Kandang dibuat
permanen dengan tiang kolong kandang terbuat dari semen cor. Lantai kolong
kandang dibuat miring agar kotoran kambing dapat langsung ke bawah. Dinding
dan lantai kandang terbuat dari kayu, sedangkan atap kandang terbuat dari seng.
Dinding dibuat bercelah agar sirkulasi udara menjadi bagus sedangkan lantai dibuat
bercelah agar kotoran kambing langsung jatuh kebawah sehingga memudahkan
pengumpulan kotoran (Dwita, dkk., 2015).
Kelebihan kandang panggung antara lain ternak akan lebih bersih karena
kotoran akan langsung jatuh ke tempat penampungan kotoran, dan tingkat
kelembaban akan terjaga. Kekurangan dari kandang panggung yaitu biaya
pembuatan lebih mahal, resiko kecelakaan seperti terperosok atau jatuh bagi ternak
atau pemelihara dan harus diperhitungkan kekuatan dari kandang karena memikul
berat dari ternak.
Pembersihan kandang kambing dan domba dilakukan setiap pagi dan sore.
Pada pagi hari dimulai pukul 07.00 WIB sedangkan sore hari dimulai pukul 15.00
WIB. Pembersihan kandang dilakukan dengan menyapu kotoran-kotoran kambing
dan domba (akan jatuh dari sela-sela lantai kandang).
2.2.3 Manajemen Pakan Kambing dan Domba
Pakan yang diberikan kepada kambing dan domba yaitu hijauan kering dan
konsentrat. Hijauan kering yang digunakan yaitu rendeng kangkung, sedangkan
untk konsentrat berupa ampas tahu. Rendeng kangkung, penanaman kangkung
sampai umur tertentu sampai kangkung berbunga dan menghasilkan biji yang
digunakan sebagai benih untuk bibit kangkung menyisakan limbah tanaman
kangkung yang tidak dimanfaatkan. Limbah dari tanaman kangkung ini dibeberapa
daerah sudah sangat lazim digunakan sebagai pakan ternak alternatif dan dikenal
dengan sebutan rendeng kangkung. Peluang lain adalah banyaknya kangkung liar
yang tumbuh disungai-sungai dan rawa yang jika diolah sedemikian rupa baik
secara dikeringkan atau cukup dilayukan merupakan alternatif bahan pakan ternak
yang berpotensi. Kangkung air terkenal sangat mudah tumbuh dan cepat
berkembang sehingga merupakan jenis kangkung yang "tahan banting" serta cepat
tumbuh kembali setelah dipanen. Rendeng kangkung memiliki kandungan protein
dan serat yang bagus. Protein kasar yang terkandung mencapai 17% (Dahlan, dkk.,
2013).
Ampas Tahu merupakan limbah padat yang diperoleh dari proses
pembuatan tahu dari kedelai. Sedangkan yang dibuat tahu adalah cairan atau susu
kedelai yang lolos dari kain saring. Ditinjau dari komposisi kimianya ampas tahu
dapat digunakan sebagai sumber protein. kandungan protein dan lemak pada ampas
tahu yang cukup tinggi namun kandungan tersebut berbeda tiap tempat dan cara
pemprosesannya. Terdapat laporan bahwa kandungan ampas tahu yaitu protein
8,66%; lemak 3,79%; air 51,63% dan abu 1,21%, maka sangat memungkinkan
ampas tahu dapat diolah menjadi bahan makanan ternak (Dinas Peternakan Provinsi
Bengkulu, 2011).
Ampas tahu yang merupakan limbah industri tahu memiliki kelebihan, yaitu
kandungan protein yang cukup tinggi. Ampas tahu memiliki kelemahan sebagai
bahan pakan yaitu kandungan serat kasar dan air yang tinggi. Kandungan serat kasar
yang tinggi menyulitkan bahan pakan tersebut untuk dicerna itik dan kandungan air
yang tinggi dapat menyebabkan daya simpannya menjadi lebih pendek (Masturi
dkk., 1992 dan Mahfudz dkk., 2000).
Ampas Tahu adalah sisa barang yang telah diambil sarinya atau patinya atau
limbah industri pangan yang telah diambil sarinya melalui proses pengolahan
secara basah seperti ampas kecap,ampas tahu, ampas bir, dan ampas ubi kayu.
Masyarakat kita umumnya ampas tahu tersebut digunakan sebagai pakan ternak dan
sebagian dipakai sebagai bahan dasar pembuataan tempe gembus.

Pemberian pakan kambing dan domba dilakukan setiap pagi dan sore. Pada
pagi hari dimulai pukul 07.00 WIB sedangkan sore hari dimulai pukul 15.00 WIB.
Rendeng kangkung diberikan sebanyak 1 nampan (1 kg) untuk 2 ekor, sedangkan
ampas tahu diberikan 1-2 kg/ekor. Pemberian minum untuk kambing dilakukan step
by step, karena kambing tidak terlalu banyak minum. Sedangkan untuk domba
memiliki ember untuk wadah minum sendiri, di isi dengan air setiap pagi dan sore.
Dilakukan pemberian air susu sebanyak 250 ml setiap pagi dan sore kepada anak
domba yang baru lahir pada Senin pada tanggal 23 September 2019.
2.2.4 Perawatan Kambing dan Domba
Upaya menjaga kesehatan kambing dan domba di Teaching Farm antara lain
menjaga kebersihan kandang dengan membersihkan kandang dua kali sehari,
mengganti minum bila tidak habis pada pemberian sebelumnya, mencukur bulu
secara berkala, dan memotong kuku ternak.
2.2.5 Sistem Pemeliharaan, Perkandangan, dan Sanitasi Sapi Potong Betina
Sistem pemeliharaan sapi potong di Teaching Farm yaitu dengan metode
intensif yaitu dimana sapi dikandangkan sepanjang hari. Dalam hal ini pemenuhan
pakan wajib terpenuhi dikarenakan sapi tidak digembalakan untuk mencari rumput
sendiri. Secara umum kandang yang digunakan bisa berupa kandang individu
maupun kandang kelompok. Sebelumnya di TF kandang untuk sapi potong yaitu
kandang individu dengan ukuran dengan ukuran 2,5 x 1,5 m untuk tiap individu
sapi. Tujuan dibuatnya kandang individu adalah memacu pertumbuhan sapi potong
lebih pesat dimana ruang gerak sapi terbatas. Kondisi sapi di kandang individual
lebih tenang dan tidak mudah stres. Selain itu keberadaan kandang juga harus
diberhatikan. Kandang yang baik harus memperhatikan beberapa aspek untuk dapat
dipenuhi. Aspek – aspek yang setidaknya ada dalam kandang antara lain:
 Cukup mendapat sinar matahari
 Mempunyai saluran pembuangan dan tempat penampungan kotoran yang
memadai
 Terbuat dari bahan yang cukup kuat dan tahan lama
 Bila mungkin lantai kandang disemen/dikeraskan dan dihampiri jerami biar
hangat
 Kandang hendaknya dilengkapi dengan tempat pakan dan air minum
 Lantai diusahakan agak miring dengan kemiringan 2 derajat kearah pantat sapi
dan diusahakan agar selalu kering dan hangat
Untuk saat ini dikarenakan kandang masih dalam tahap renovasi sapi
dipindahkan dalam 1 kandang dengan 2 tali diikatkan pada 2 tiang, untuk kandang
sementara ini sapi pasti tidak nyaman karena tempat pakan dan minum yang kurang
memadai dan kandang yang tidak bisa dibersihkan tuntas dan hanya diambil
kotorannya saja tanpa disiram air. Dari segi kenyamanan tentu kandang ini sangat
tidak nyaman. Oleh karena itu diharapkan untuk terus memperhatikan kebersihan
kandang untuk meminimalisir sapi yang kurang nyaman. Hal itu dapat
mempengaruhi pertumbuhan sapi, terlebih jika bertujuan untuk penggemukan sapi
akan lebih susah digemukkan karena suasana lingkungan yang juga kurang
mendukung. Tidak ada saluran air dan juga pembuangannya. Sehingga kandang
masih cukup kotor dan air minum terbatas saat pemberian pagi dan sore hari saja.
Pembersihan kandang dilakukan setiap pagi dan sore, pagi dimulai pukul 07.00
WIB dan sore mulai pukul 15.00 WIB.

2.2.6 Manajemen Pakan Sapi Potong Betina


Pakan yang diberikan kepada sapi potong betina yaitu konsentrat dan
hijauan. Pada kandang terdapat 3 ekor indukan dan 2 ekor pedet/anak sapi.
Konsentrat yang diberikan kepada indukan sejumlah 500 gram/ekor dan untuk
pedet diberikan sebanyak 250 gram/ekor atau sekitar 1% dari BB. Hal ini sudah
cukup untuk kebutuhan harian sapi potong yang ada di Teaching Farm. Biasanya
dicampurkan kedalam air minum untuk meningkatkan konsumsi air sapi potong.
Pakan hijauan yaitu bahan yang banyak mengandung serat kasar dengan
nilai cerna yang rendah dan cukup protein seperti rumput gajah, rumput raja,
benggala, satria, dan lain – lain. Jenis legume seperti gamal, acasia vilosa, turi serta
dari jenis daun-daunan dan jerami. Pakan hijauan diberikan 10% dari berat badan
perhari. Untuk sapi indukan diberikan 30 kg/hari sedangkan untuk pedet 15 kg/hari.
Pemberian pakan dilakukan setiap pagi dan sore, pagi dimulai pukul 07.00 WIB
dan sore mulai pukul 15.00 WIB.
2.3 Kandang Sapi Perah
2.3.1 Sapi Perah
Teaching Farm memiliki sapi perah dengan jumlah 8 ekor, yang
berjenis Friesian Holstein (FH). Kedelapan sapi perah tersebut yaitu A1, A2, A3,
A4, K1, K2, K3 dan K4. Sapi perah ini di pelihara dengan tujuan diambil air
susunya untuk konsumsi masyarakat yang akan di distribusikan ke berbagai daerah.
Sapi Friesian Holstein (FH) berasal dari dataran Eropa tepatnya dari Provinsi North
Holland dan West Friesland negeri Belanda yang memiliki temperatur lingkungan
kurang dari 22°C (Blakely dan Bade, 1994). Menurut AAK (1995), sapi FH
memiliki ciri-ciri tenang dan jinak sehingga mudah dikuasai, terdapat warna putih
berbentuk segitiga di daerah dahi, kepala besar dan sempit, dada, perut bagian
bawah, dan ekor berwarna putih, ambing besar, warna bulu hitam dengan bercak
putih, tidak tahan panas, tanduk pendek dan menjurus ke depan.
Menurut Rustamadji (2004), sapi FH memiliki warna cukup terkenal, yaitu
belang hitam putih dengan pembatas yang jelas dan tidak ada warna bayangan serta
mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan sehingga bangsa sapi ini dapat
dijumpai hampir di seluruh dunia. Sapi FH betina dewasa memiliki bobot badan
628 kg sedangkan untuk FH jantan adalah 1.000 kg (Sudono, 2003). Sapi FH
memiliki rata-rata produksi susu tertinggi dengan kadar lemak susu terendah
diantara bangsa sapi perah lainnya.
Bangsa sapi perah yang banyak dipelihara di Indonesia adalah jenis bangsa
sapi perah Peranakan Friesian Holstein (PFH). Menurut Siregar (1993), sapi PFH
merupakan hasil persilangan (grading-up) antara sapi perah FH dengan sapi lokal.
Menurut Rustamadji (2004), ciri-ciri sapi PFH adalah warna bulunya belang hitam
dan putih, mempunyai ukuran tubuh yang besar dan beratnya hampir sama dengan
sapi FH, mempunyai kadar lemak susu yang juga rendah, produksi susu dapat
mencapai 15--20 liter per hari per masa laktasi, mempunyai sifat tenang dan jinak
sesuai dengan induknya, lebih tahan panas jika dibandingkan dengan sapi FH,
sehingga lebih cocok di daerah tropis, mudah beradaptasi di lingkungan barunya.
2.3.2 Sistem dan Sanitasi Perkandangan
Sistem perkandangan merupakan tempat dari sebagian atau keseluruhan
kegiatan produksi dan reproduksi ternak, sehingga memiliki pengaruh penting
terhadap ternak yang diperlihara. Kandang juga berperan melindungi ternak dari
pengaruh lingkungan luar yang merugikan ternak. Lingkungan dan letak kandang
harus sesuai persyaratan yang berlaku sehingga segala aspek kebutuhan ternak
dapat tersedia dengan baik. Persyaratan tersebut antara lain ketersediaan air yang
harus tercukupi setiap saat yang artinya kandang harus berdekatan dengan sumber
air, akses kandang mudah terjangkau, lokasi tidak membahayakan bagi ternak dan
aspek yang terkait, tidak berdekatan dengan pemukiman warga, harus daerah yang
layak untuk peternakan (Syarief dan Sumoprastowo, 1985). Kandang yang baik
ialah kandang yang mengarah ke timur atau membujur dari utara ke selatan, hal ini
bertujuan agar bagian dalam kandang memperoleh sinar matahari yang memadahi.
Sinar matahari berfungsi untuk mengeringkan lantai sehingga mengurangi resiko
terjangkit penyakit. Kelembaban ideal yang dibutuhkan sapi perah ialah 50-75%
(Adriyani dkk., 1980).
Sapi perah akan berproduksi maksimal apabila berada dikondisi yang
nyaman. Persyaratan umum kandang untuk sapi perah antara lain setiap sapi
membutuhkan luas lantai 3,5 - 4 m belum termasuk bangunan untuk tempat pakan,
air minum, dan selokan untuk membuang air. Lantai kandang sebaiknya dibuat dari
bahan yang keras dan tidak licin dengan tujuan menjaga kebersihan kandang
tersebut. Siregar (2001) menyebutkan bahwa lantai kandang harus diupayakan
miring dengan kemiringan kurang lebih 2º dengan tujuan kotoran akan dengan
mudah masuk ke dalam selokan.
Tipe dan bentuk kandang harus disesuaikan status fisiologi ternak yang akan
dipelihara. Di Indonesia hampir seluruh hidup sapi perah berada dalam kandang.
Tipe kandang sapi perah yang berada pada Teaching Farm menggunakan tipe
kandang bebas jenis tail to tail. Kandng ini memliliki jalan di tengah dan posisi
yang menghadap jalan tengah merupakan bagian caudal dari sapi hal ini dilakukan
untuk mendeteksi birahi sapi perah. Selain itu terdapat selokan di tengah untuk
mempermudah dalam membersihkan kandang. Posisi lantai kandang harus miring
5o untuk mempermudah aliran air dan kotoran, lantai juga harus kasar tidak licin.
Daerah-daerah yang cerah dengan matahari penuh tinggi atap kandang sebaiknya
antara 3,6 – 4,2 m. Ketinggian tersebut sudah cukup untuk membatasi difusi radiasi
matahari yang diterima sapi dalam kandang. Pembuatan ventilasi untuk daerah
tropis setidaknya menggunakan ventilasi dinding terbuka dengan penempatan
kandang pada letak dataran yang tinggi sehingga ventilasi akan mendapat
hembusan angin yang akan mereduksi panasnya suhu tubuh sapi peranakan Freisian
Holstein.

Pembersihan kandang dilakukan setiap pagi dan sore sebelum proses


pemerahan. Pada pagi hari dimulai pukul 07.00 WIB dan sore hari mulai pukul
15.00 WIB. Pembersihan kandang meliputi menghilangkan feses dengan
menyirami air mengalir hingga tidak ada feses yang tertinggal dan membersihkan
palung atau tempat pakan sebelum diberikan pakan. Hal yang perlu diperhatikan
yaitu harus memandikan sapi hingga bersih terutama bagian ambing dan abdomen
bawah serta kaki belakang, dikarenakan sapi akan diperah sehingga perlu menjaga
kebersihan agar air susu yang diperah tidak terkontaminasi bakteri atau feses yang
menempel pada tubuh sapi.
2.3.3 Manajemen Pakan
Pakan yang diberikan kepada sapi perah yaitu berupa konsentrat, ampas
tahu dan hijauan. Pakan yang pertama kali diberikan adalah ampas tahu yang
dicampur dengan konsentrat, ampas tahu diberikan sekitar 7 kg/ekor/hari
sedangkan pelet diberikan sekitar 1 kg/ekor/hari sesuai dengan tingkat produksi
susu. Pemberian pakan tersebut kurang sesuai dengan pendapat Syamsu (2005)
yang menyatakan bahwa ternak ruminansia harus mengkonsumsi konsentrat sekitar
1 – 2 % dari bobot badan setiap hari. Sehingga pemberian pakan konsentrat pada
sapi perah di TF belum sesuai dengan kebutuhan ternak. Ampas tahu memiliki
kandungan air (51,63%), protein (21%), lemak (3,17%) dan kalsium yang tinggi.
Ampas tahu ini diberikan dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan protein dari
sapi perah yang berpengaruh pada produksi susu yang dihasilkan.

Menurut Syamsu (2005) menyatakan ruminansia dewasa harus


mengkonsumsi hijauan sebanyak 10 % dari bobot hidup setiap hari. Pada sapi perah
di TF pakan hijauan diberikan sekitar 30 kg/ekor/hari, pemberian hijauan dilakukan
pada pagi dan sore hari masing-masing 15 kg pada pagi hari dan 15 kg pada sore
hari. Keberhasilan usaha sapi perah tidak hanya ditentukan oleh pemasarannya saja,
tetapi juga oleh faktor lainnya, terutama ketersediaan pakan yang memadai untuk
menghasilkan produksi yang optimal. Biaya pakan dapat mencapai 62,5% dari total
biaya usaha sapi perah sehingga keuntungan yang diperoleh peternak juga sangat
bergantung pada besaran biaya pakan yang dikeluarkan (Syamsu, 2005). Tujuan
utama pemberian pakan pada sapi perah adalah menyediakan ransum yang
ekonomis namun dapat memenuhi kebutuhan hidup pokok, kebuntingan, dan
produksi susu induk, serta kebutuhan untuk pertumbuhan bagi ternak muda. Agar
terpenuhi produksi yang optimal maka perlu tersedia cukup pakan, baik kualitas
maupun kuantitas. Dalam hal ini, terpenuhinya kecukupan gizi sesuai dengan
kebutuhan ternak, tidak kekurangan ataupun berlebihan.
Beberapa perubahan terjadi pada seekor induk sapi perah seiring dengan
berjalannya fase laktasi, seperti konsumsi pakan, kondisi tubuh dan fase
kebuntingan. Setelah proses kelahiran, seekor sapi perah mulai memproduksi susu
sekitar 10 liter/ekor/hari dan mencapai puncak produksi sebesar 20 liter/ekor/hari
pada 7 minggu pascakelahiran dan kemudian menurun secara berangsur-angsur
menjadi 5 liter/ekor/hari pada akhir masa laktasi. Walaupun kebutuhan pokoknya
tidak meningkat (relatif konstan), tetapi sapi perah membutuhkan pasokan energi
dan protein yang lebih tinggi seiring dengan meningkatnya produksi susu dan
sebaliknya kebutuhannya menurun setelah produksinya mulai turun. Walaupun
demikian, untuk mempertahankan atau meningkatkan body condition score (BCS),
maka ternak sapi perah membutuhkan lebih banyak pasokan energi.
Seekor sapi perah biasanya memanfaatkan nutrien cadangan tubuhnya
sekitar 12 minggu pascakelahiran untuk memenuhi kebutuhan energi, selain
pasokan energi yang berasal dari pakan. Energi yang dihasilkan dari simpanan
energi tubuh dimanfaatkan untuk produksi susu yang memungkinkan ternak
tersebut mencapai puncak produksi yang belum tentu bisa dicapai bila hanya ada
pasokan pakan saja. Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa salah satu perubahan
yang akan terjadi pascakelahiran, adalah konsumsi. Hal ini disebabkan karena pada
saat pascakelahiran selera makan ternak hanya 50-70% dari maksimum pada
puncak konsumsi akibat menurunnya volume rumen dan ukuran papillanya selama
proses kebuntingan serta pemulihan ke kondisi normal membutuhkan waktu hingga
12 minggu. Apabila hijauan yang disajikan terlalu basah, misalnya kandungan
airnya hingga 87%, rumen tidak mampu menampung cukup hijauan segar guna
memenuhi kebutuhan bahan kering ternak. Produksi puncak terjadi antara minggu
ke-6-8 masa laktasi sehingga ternak tersebut pada umumnya sulit memperbaiki
kondisi tubuhnya hanya dari pemberian pakan yang diakibatkan oleh kekurangan
energi atau terbatasnya konsumsi.
Sapi perah yang sedang laktasi mempunyai potensi sangat besar untuk
meningkatkan produksi karbohidrat, protein dan lemak dalarn susu, tetapi ternak-
ternak tersebut juga mempunyai kebutuhan nutrien yang tinggi untuk mencapai
potensi genetiknya. Sebagai contoh, misalnya selama 12 bulan periode laktasi
jumlah protein yang dihasilkan oleh seekor sapi perah (Peranakan Friesian
Holstein) mencapai 1 kg/hari. Jumlah ini ekuivalen dengan pejantan sapi pedaging
yang mempertahankan pertambahan bobot badan sebesar 8 kg/hari atau 4 kali lebih
besar dari yang sering kali dijumpai di peternakan koinersial. Oleh karena itu, untuk
mencapai performans produksi tersebut sapi yang sedang laktasi harus dapat
mengonsumsi bahan kering pakan sampai 4% bobot badannya (dalam bahan
kering) setiap harinya.
2.3.4 Pemerahan dan Pengemasan Susu
Pemerahan merupakan tindakan mengeluarkan susu dari ambing. Tujuan
pemerahan adalah untuk mendapatkan produksi susu secara maksimal dari ambing.
Apabila pemerahan tidak dilakukan secara benar dan pengeluaran susu tidak
sempurna akan mengakibatkan induk sapi perah cenderung mengalami masa kering
lebih cepat sehingga produksi susu total akan menurun (Putra, 2009).
Sebelum melaksanakan pemerahan tahap penting yang harus dilakukan
adalah sanitasi kandang. Membersihkan kandang sapi perah dari kotoran sapi dan
sisa pakan yang ada dilantai. Selain kebersihan kandang dan sekitar kebersihan sapi
perah yang akan diperah juga faktor utama dari kualitas produksi susu sapi perah
yang dihasilkan. Semua kotoran yang dilantai diarahkan ke selokan pembuangan.
Sebelum pemerahan dilakukan, pemerah harus mencuci dan mengeringkan tangan,
menyediakan tempat dan peralatan dalam keadaan bersih juga (Muljana, 1985).
Sanitasi alat-alat yang digunakan untuk memerah antara lain milk-can,
ember penampung susu, penyaring susu. Alat-alat tersebut harus dipastikan bersih
setelah pemakaian maupun sebelum pemakaian. Sapi harus dimandikan terlebih
dahulu, ambing dan putting harus dibersihkan secara maksimal, ekor diikat ke kaki
agar tidak mengibas ketika diperah, pemerah harus dalam keadaan sehat tidak ada
luka maupun kondisi badan kurang sehat. Selanjutnya pemerah menggunakan
pelicin untuk proses pemerahan untuk memudahkan proses pemerahan dan tidak
terjadi gesekan yang mengakibatkan luka pada puting sapi. Pelicin yang biasa
dipakai adalah mentega atau vaselin.
Susu mempunyai sifat lebih mudah rusak dibandingkan dengan hasil ternak
lainnya sehingga penanganan susu harus tepat dan cepat (Resnawati, 2008). Untuk
mengatasi hal tersebut dapat dilakukan memproses susu agar tahan lebih lama dari
kerusakan susu. Proses pengawetan susu secara sederhana yaitu dengan
pendinginan susu ke dalam lemari es atau freezer, atau cara lain susu disimpan
dalam milk-can kemudian direndam dalam air dingin yang mengalir (Suheri, 2010).
Di Teaching Farm Susu yang telah diperah dimasukkan ke dalam kantong plastik
sebanyak 1 liter kemudian di ikat dengan tali rafia dan dimasukkan ke dalam freezer
bersuhu 4°C.

2.3.5 California Mastitis Test (CMT)


California Mastitis Test (CMT) merupakan reaksi antara reagen yang
mengandung arylsulfonate dengan DNA sel leukosit yang membentuk masa gel,
sehingga kualitas aglutinasi atau konsistensi gel yang terjadi merupakan gambaran
jumlah sel leukosit yang berada di dalam susu, akibat respon tubuh terhadap adanya
infeksi bakteri. Semakin kental gel yang terbentuk maka sel leukosit yang ada
dalam susupun semakin banyak (Akers, 2002). CMT merupakan salah satu metode
diagnosa mastitis subklinis dengan cara mereaksikan susu dan reagen CMT yang
mengandung arylsulfonate di dalam paddle. Campuran tersebut
digoyanggoyangkan membentuk lingkaran horizontal selama 10-15 detik. Reaksi
ini ditandai dengan ada tidaknya perubahan pada kekentalan susu, kemudian
ditentukan berdasarkan dengan skoring California Mastitis Test (CMT) yaitu :
 (-) nilai 0, tidak ada pengendapan pada susu
 (+) nilai 1, terdapat sedikit pengendapan didalam susu
 (++) nilai 2, terdapat pengendapan namun jel belum terbentuk
 (+++) nilai 3, campuran menebal dan mulai terbentuk jel
 (++++) nilai 4, jel yang terbentuk menyebabkan permukaan cembung
Hasil Uji CMT

No Nama Hasil Keterangan

(+) (+)
1 A1 Positif mastitis

(+++) (+)

(++) (+)
2 A2 Positif mastitis

(+) (++)

(-) (-)

3 A4 Negatif

(-) (-)

(++) (++)
4 K1 Positif mastitis

(-) (+)
(+) (+)
5 K2 Positif mastitis
(+) (++++)

(+) (+)

6 K3 Positif mastitis

(+) (+)

(+) (-)
7 K4 Positif mastitis

(-) (-)

Dari hasil yang didapat dari CMT sapi yang positif mastitis adalah sapi
A1, A2,, K1, K2, K3, K4. Hal ini terjadi karena kurang dilakukannya SOP oleh
perawat ternak sehingga menimbulkan mastitis pada ternak.

2.4 Kuliah Umum


2.4.1 Kuliah Umum bersama Nusdianto Triakoso, drh., M.P.
Kuliah ini dilaksanakan pada hari Sabtu tanggal 28 September 2019,
dimulai pukul 10.00 WIB hingga 13.00 WIB. Materi yang didapatkan seputar sapi
perah dan sapi potong. Sapi perah tidak akan produksi sebelum partus atau memiliki
anak dan harus diawali dengan reproduksi yang baik. Kasus yang sering didapat
yaitu hipokalsemia atau kekurangan kalsium. Kalsium yang berasal dari darah akan
disalurkan ke air susu. Kalsium dalam darah selalu dibandingkan dengan fosfat.
Bila fosfat rationya lebih tinggi dari kalsium, tubuh akan mensinyalir kalsium
kurang dalam tubuh atau biasa disebut defisit kalsium. Hormone paratiroid akan
mengatur dengan cara mensupresi kebutuhan kalsium apabila tubuh sudah merasa
cukup akan kebutuhan kalsiumnya. Selain itu hormone paratiroid dapat melakukan
dekalsifikasi, memerintahkan ginjal untuk membuang fosfat agar perbandingan
kalisum dan fosfat seimbang, dan dapat mengaktifkan vitamin D. Fungsi kalsium
sendiri berkaitan dengan aktivasi aktin-miosin dalam muscular (otot). Jika
kekurangan kalsium dapat menyebabkan aktin-miosin tidak bekerja sehingga otot
akan relaksasi dan menyebabkan ambruknya sapi. Hal ini juga dapat menyebabkan
mastitis karena otot pada ambing tidak cepat menutup atau tidak bisa menutup
sehingga bakteri penyebab mastitis dapat masuk bahkan bakteri lingkungan seperti
E. coli. Pemberian kalsium atau kalsium tinggi pada saat dry period dapat
mengakibatkan milk fever atau hipokalsemia. Jika sapi ambruk lebih dari 3 hari
kemungkinan bukan milk fever dikarenakan hormone paratiroid sudah beradaptasi.
Cara atau pencegahannya yaitu hormone paratiroid disiapkan dengan menyiapkan
suasana hipokalsemia pada dry period. Kemudian ketika partus diberikan suplemen
atau kalsium.
Masalah pada sapi potong biasanya ada pada pencernaan karena masalah
dari pakan ataupun konsentrat. Bila menyangkut pencernaan berarti mengarah pada
rumen. Rumen membentuk asam yang penting yaitu asam butirat, asam propionat,
asam asetat dan asam laktat. Apabila asam lambung tinggi (pH) dapat merusakan
dinding lambung (bagian epitel) sehingga pembuluh darah dapat terbuka. Hal ini
dapat menyebabkan bakteri oportunitis masuk melalui pembuluh darah yang
terbuka dan menyebar ke tubuh secara sistemik. Ketika bakteri masuk melalui darah
dapat berakibat menjadi berbagai penyakit seperti abses liver, ginjal rusak, bahkan
kaki pincang. Ginjal yang rusak tidak dapat membuat cukup hormone eritropoietin,
hormone ini berperan dalam regenerasi eritrosit. Apabila eritrosit tidak
terregenerasi maka dapat menyebabkan anemia non-regeneratif.
2.4.2 Kuliah Umum bersama Ilham Adi Kusuma, drh.
Kuliah ini dilaksanakan pada hari Senin tanggal 30 September 2019,
dimulai pukul 12.00 WIB hingga 14.00 WIB. Pada kegiatan ini, materi yang
dibahas adalah kasus bloat, mastitis, Retained Fetal Membrane (RFM)/retensi
plasenta. Kasus bloat dapat disebabkan oleh beberapa factor seperti makan yang
terlalu banyak, jenis pakan, pakan yang tersangkut di esophagus, terlalu banyak
konsentrat yang dikonsumsi, posisi ambruk sehingga gas dalam rumen tidak dapat
dikeluarkan. Bloat ada 2 jenis yaitu bloat gas atau bloat berbusa. Jika yang terjadi
bloat berbusa, busa harus hilang dari rumen. Penanganannya bias menggunakan
gula merah atau rivanol. Cara lain yaitu dapat meminumkan soda kue ke sapi
sehingga merangsang sapi untuk mengunyah karena rasa yang tidak enak di mulut.
Penanganan lain yang paling umum yaitu di trokar. Adapun derajat keparahannya
yaitu bloat ringan (fossa paralumbar masih terlihat), bloat moderat (abdomen sudah
agak membesar tapi tulang masih terlihat), dan bloat berat (abdomen sudah sangat
besar dan fossa paralumbar tidak terlihat). Pada kasus moderat dapat dilakukan
penanganan pemberian sabun, dapat berupa sabun batang (1/2 bagian) atau sabun
bubuk (deterjen, 1 genggam), dimasukkan melalu rektal. Sedangkan untuk kasus
yang sudah berat, abdomen akan penuh dengan gas sehingga dapat menekan isi
abdomen ke arah depan dan mengakibatkan pulmo tertekan dan gagal pernafasan.
Hal ini perlu penanganan khusus, bias dilakukan dengan trokar tapi beresiko tinggi
karena tekanan dalam abdomen berat atau tinggi. Jika dilakukan penusukan (trokar)
limpa bias tertusuk dan mengalami infeksi. Ini akan berujung fatal. Cara lain untuk
menghindari resiko tersebut yaitu dengan memasukkan selang ke dalam esophagus
sampai masuk ke dalam rumen, biasanya sepanjang 1,5 meter, gas dalam rumen
bias keluar melalui selang.
Mastitis dapat dikategorikan mastitis subklinis, klinis dan kronis. Pada
subklinis, ambing terlihat memerah tapi belom mengeras, susu masih terlihat
normal, dapat didiagnosa melalui CMT. Pada klinis, ambing sudah mengeras, jika
diperah keluar darah dan nanah, tetapi belom ada gangrene. Sedangkan para kronis,
ambing sudah terlihat rusak, jaringan dalam ambing rusak, susu tidak keluar, dan
prognosanya tidak dapat disembuhkan. Penyebab mastitis yaitu staphylococcus,
streptococcus, jamur dan ragi, atau E. coli. Mastitis terjadi karena factor manusia
70%, alat 25% dan ternak 5%. Selain itu, retensi plasenta juga dapat mengakibatkan
mastitis, leleran plasenta dapat mengenai ambing dan terinfeksi bakteri. Air susu
yang tidak diperah memiliki tekanan yang kuat pada ambing sehingga otot spincter
pada ambing dapat terbuka dan infeksi dapat terjadi. Pencegahan dapat dilakukan
dengan rutin melakukan CMT yaitu pemeriksaan air susu yang memperlihatkan
mastitis subklinis. Pemerahan yang baik yaitu dilakukan di waktu yang sama,
contoh jika diperah pagi jam 5 dan sore jam 3, setiap hari di jam yang sama. Cara
mengurangi lamanya infeksi yaitu pada saat periode kering (dry period) diberi
doxacillin (streptomisin 85% dan staphylolysin 75%), pemberian penstrep
(penicillin) berspektrum luas dan umum digunakan, entrofloxacin (antibiotic
keras), atau doxyciclin.
RFM yaitu suatu keadaan sapi tidak bisa mengeluarkan plasenta secara
normal, batas waktu pengeluaran antar 8-12 jam. Factor yang dapat menyebabkan
retensi yaitu distokia, hipokalsemia, placentitis, radang pada karankula, atoni
uterus, brucella (fetus keluar karna aborsi, plasenta tertinggal). Gangguan mekanis
seperti selaput fetus terjepit servikalis (serviks cepat menutup). Kekurangan gizi
atau mineral (kebutuhan makros dan mikros) dapat menyebabkan produksi
hormonal kurang sehingga tidak ada rangsangan untuk mengeluarkan plasenta.
Penanganan yang dapat dilakukan yaitu injeksi hormone prostaglandin F2 alfa
(PGF2α) atau oksitosin. Bila terjadi infeksi dapat dilakukan pencucian atau flushing
menggunakan antispetik (iodine 2%) dan pemberian penisilin. Pemberian injeksi
lebih baik lewat intramuscular (IM).
BAB 3 KESIMPULAN

Dari hasil kegiatan Praktkk Kerja Lapangan (PKL) Teaching Farm di


Gresik selama 2 minggu dapat diambil kesimpulan bahwa secara umum manajemen
pemeliharaan yang dijalankan sudah cukup baik. Hal ini dapat dilihat dari beberapa
parameter berikut :

1. Jenis ternak yang dipelihara adalah ternak dengan kualitas yang cukup baik
2. Pakan yang diberikan berupa hijauan (rumput), konsentrat dan ampas tahu
dengan timbangan yang baik, walaupun secara kuantitas dan kualitas belum
memenuhi kebutuhan sapi
3. Kebersihan kandang sudah cukup baik
4. Sistem perkandangan yang ada sudah memenuhi persyaratan kandang yang baik
dan benar
5. Recording sudah dijalankan cukup baik
DAFTAR PUSTAKA

AAK. 1995. Petunjuk Praktis Beternak Sapi Perah. Kanisius : Yogyakarta.

Abidin, Z. 2008. Penggemukan Sapi Potong (Teknik Mempersiapkan, Mendirikan,


dan Menjalankan Usaha Penggemukan Sapi Potong). PT Agro Media
Pustaka, Jakarta. 14-16.

Adriyani, Y. H. Suhartini, Aunorohman, Prayitno dan A. Priyono.1980. Pengantar


Ilmu Peternakan. Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman,
Purwokerto.

Akers, R. M. 2002. Lactation and The Mammary Gland. Wiley-Blackwell.

Astawan, M. 2007. Sehat Dengan Makanan Berkhasiat. Buku Kompas. Jakarta.

Blakely, J., dan D. H. Bade. 1994. Ilmu Peternakan. Edisi 4. Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta

Dahlan, Mufid, Wardoyo, H. Prasetyo. 2013. Suplay Produksi Bahan Kering Jerami
Kangkung Sebagai Bahan Pakan Ternak Ruminansia Di Kabupaten
Lamongan (Studi Musim Tanam MK II Tahun 2012). Jurnal Ternak. Vol
4:2.

Darmawan, H. dan N. Supartini. 2012. Heretabilitas dan Nilai Pemuliaan Domba


Ekor Gemuk Di Kabupaten Situbondo. Buana Sains. Vol. 12:1, hal. 51-62.

Dinas Koperasi, Perindustrian dan Perdagangan Kota Bengkulu. 2011. Laporan


Tahunan Sentra, Potensi Komoditi dan Cabang Industri Bidang Usaha.
Bengkulu.

Dwita, Husna, S. M. Lubis, S. I. Kesuma. 2015. Analisis Usaha Ternak Kambing


Etawa. Program Studi Agribisnis Fakultas Peternakan. Universitas
Sumatera Utara.

Ensminger, M. E., 1989. Beef Cattle Science. The Interstate Printers and Publisher,
California
Fikar dan Ruhyadi. 2010. Buku Pintar dan Bisnis Ternak Sapi Potong. Agromedia
Pustaka. Jakarta.

Hardijanto, S. Susilowati, T. Hernawati, T. Sardjito, T.W. Suprayogi. 2010. Buku


Ajar Inseminasi Buatan. Airlangga University Press. Surabaya

Mahfudz, L. D., W. Sarengat dan B. Srigandono. 2000. Penggunaan Ampas Tahu


Sebagai Bahan Penyusun Ransum Ayam Broiler. Prosiding Seminar
Nasional Pengembangan Peternakan Lokal, Universitas Jendral Sudirman,
Purwokerto.

Masturi, A., Lestari dan R. Sukadarwati. 1992. Pemanfaatan Limbah Padat Industri
Tahu Untuk Pembuatan Isolasi Protein. Balai Penelitian dan Pengembangan
Industri. Departemen Perindustrian, Semarang.

Muada, D.B. U. Paputungan, M.J. Hendrik, S.H. Turangan. 2017. Karakteristik


Semen Segar Sapi Bangsa Limousin Dan Simmental Di Balai Inseminasi
Buatan Lembang. J. Zootek, 37(2): 360 – 369.

Muldjana, W. 1985.Pemeliharaan dan Kegunaan Ternak sapi Perah. Aneka Ilmu,


Semarang

Mulyono, Subangkit. 2011. Teknik Pembibitan Kambing dan Domba. Penebar


Swadaya Grup.

Parakkasi, A. 1999. Ilmu Makanan dan Ternak Ruminansia. UI Press, Jakarta.

Putra, A. 2009. Potensi Penerapan Produksi Bersih Pada Usaha Peternakan Sapi
Perah (Studi Kasus Pemerahan Susu Sapi Perah Moeria Kudus Jawa
Tengah). Tesis. Magister Ilmu Lingkungan Universitas Diponegoro.
Semarang.

Putri, V.E. 2018. Perbedaan Kualitas Semen Segar Sapi Limousin Pada Umur Yang
Berbeda Di Balai Besar Inseminasi Buatan Singosari. Sarjana thesis,
Universitas Brawijaya.
Resnawati, H. 2008. Kualitas Susu Pada Berbagai Pengolahan Dan Penyimpanan.
Prosiding Semiloka Nasional Prospek Industri Sapi Perah Menuju
Perdagangan Bebas–2020, Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan,
Bogor

Rianto, E dan E. Purbowati. 2009. Panduan Lengkap Sapi Potong. Penebar


Swadaya. Jakarta.

Rustamadji, B. 2004 Dairy Science l. Laboratory of Dairy Animal.Faculty of


Animal Science.Gadjah Mada University.

Salisbury, G. W. dan N. L. Van Demark. 1985. Fisiologi Reproduksi dan Inseminasi


Buatan Pada Sapi. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Siregar, S. 1993. Jenis, Tehnik Pemerahan, dan Analisis Usaha Sapi Perah. Penebar
Swadaya. Jakarta.

Siregar, S.B. 2001. Penggemukan Sapi. Penebar Swadaya. Jakarta.

Siregar, S.B. 2008. Penggemukan Sapi. Penerbit Swadaya. Jakarta.

Sudono, A., F. Rosdiana, dan B.S. Setiawan. 2003. Beternak Sapi Perah secara
Intensif. Agromedia Pustaka. Jakarta

Sugeng, Y.B. 1998. Beternak Sapi Potong. Penebar Swadaya, Jakarta.

Suheri, G. 2010. Teknik Pemerahan Dan Penanganan Susu Sapi Perah. Lokakarya
Fungsional Non Peneliti, Balai Penelitian Ternak Ciawi, Bogor.

Susilowati, Suherni, Hardijanto, T.W. Suprayogi, T. Sardjito, T. Hernawati. 2010.


Penuntun Praktikum Inseminasi Buatan. Airlangga University Press.
Surabaya

Syamsu, A.J. 2005. Daya Dukung Limbah Pertanian Sebagai Sumber Pakan Ternak
Ruminansia Di Indonesia. Wartazoa.

Syarief, M. Z dan C.D.A. Sumoprastowo. 1985. Ternak Perah. Yasaguna, Jakarta.


Syawal, Muhammad. 2010. Karakteristik Morfologi dan Produksi Kambing Boer,
Kacang dan Persilangannya pada Umur 0 – 3 Bulan (Prasapih). Seminar
Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner.

Tomaszweska, M.W., I.K. Sutama, I.G. Putu dan T.D. Chaniago. 1991. Reproduksi,
Tingkah Laku dan Produksi Ternak di Indonesia. PT. Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta.

Wasiati, Hera dan E. Faizal. 2018. Peternakan Kambing Peranakan Etawa di


Kabupaten Bantul. Jurnal ABDIMAS Unmer Malang. Vol 3:1.

Anda mungkin juga menyukai